Anda di halaman 1dari 12

PERINSIP DAN AJARAN ISLAM DALAM ILMU

Dosen Pengampu: Rivai Poli

Disusun Oleh :

Kelompok VI

Sukma Manahapu 1901047

Devina Triana Ponengoh 1901040

Gina Maria Rosalinda Haringan 1901046

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

MUHAMMADIYAH MANADO

T.A 2020/2021

MANADO
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah
kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas kelompok makalah tentang “Prinsip dan
ajaran islam dalam ilmu”

Makalah ini sudah selesai kami susun dengan maksimal dengan bantuan dari berbagai
pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan tugas ini. Untuk itu kami ingin menyampaikan
banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang sudah mendukung didalam penyusunan
makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami
menerima segala masukan dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sehingga kami bisa
melakukan perbaikan sehingga menjadi makalah yang baik dan benar.

Akhir kata kami meminta semoga penyusunan tugas kelompok makalah tentang “Etika
Islam Dalam Penerapan Ilmu” ini bisa memberi manfaat maupun inspirasi pada pembaca.

Manado, Oktober 2021

Kelompok VI
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………….

A. Latar Belakang…………………………………………………………………………
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………...
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………

A. Prinsip Dan Ajaran Islam Dalam Ilmu………………………………………………..


B. Ilmu Dalam Perspektif Islam…………………………………………………………..
C. Penerapan Ilmu Berbasis Sunnatullah dan qadarullah…………………………………
D. Ayat Dan Hadist Yang Relevan………………………………………………………..

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………

A. Kesimpulan……………………………………………………………………………..
B. Saran……………………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Islam merupakan agama Samawi yang diturunkan oleh ALLAH S.W.T. kepada
manusia dan Nabi Muhammad S.A.W. merupakan rasul yang diturunkan oleh ALLAH
S.W.T. kepada manusia sebagai pembimbing serta rujukan. Perkara yang menjadi asas
kepada penganut agama Islam adalah iman dan amal. Iman adalah kepercayaan kita
kepada apa jua yang diturunkan oleh ALLAH S.W.T. dan amal pula merupakan ibadah
yang wajib serta perlu dilaksanakan bagi membenarkan iman seseorang itu. Bagi
memperolehi iman serta amal yang benar perkara yang perlu ada bagi setiap individu
muslim itu adalah ilmu. Seperti mana wahyu pertama yang diturunkan kepada Rasulullah
Surah Al-‘Alaq ayat 1-5 dengan jelas mewajibkan. Orang yang berilmu juga mendapat
pengiktirafan dan kedudukan yang tinggi di sisi ALLAH S.W.T. seperti yang
firmanNYA:
“Allah memberikan hikmah (ilmu pengetahuan) kepada sesiapa yang
dikehendakiNya dan orang-orang yang diberikan ilmu pengetahuan beerti ia telah
diberikan kebaikan yang banyak”. (Al-Baqarah:269

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana Prinsip Dan Ajaran Islam Dalam Ilmu
2. Bagaimana Ilmu Dalam Perspektif Islam
3. Apa Penerapan Ilmu Berbasis Sunnatullah Dan Qadarullah
4. Apa Ayat Dan Hadist Yang Relevan

C. Tujuan penulisan
1. Mahasiswa Manpu Mengetahui Prinsip Dan Ajaran Islam Dalam Ilmu
2. Mahasiswa Mampu Mengetahui Ilmu Dalam Perspektif Islam
3. Mahasiswa Mampu Mengetahui Penerapan Ilmu Berbasis Sunnatullah Dan
Qadarullah
4. Mahasiswa Mampu Mengetahui Ayat Dan Hadist Yang Relevan

BAB II
PEMBAHASAN

A. PRINSIP DAN AJARAN ISLAM DALAM ILMU


Ilmu pengetahuan merupakan prasyarat terpenting bagi pembangunan bangsa
yang kuat dan dihormati. Setiap perkara di dunia ini mestilah disandarkan kepada ilmu
seperti iman dan perkara keagamaan, ekonomi,politik, sosial, perpaduan dan sebagainya.
Iman atau amalan tanpa ilmu ibarat sebuah bangunan di atas pasir atau sarang labah-
labah. Apabila datang ribut yang kuat maka akan binasalah ia. Ilmu pengetahuan juga
adalah asas pembentukan sesebuah tamadun manakala akhlak pula adalah pengutuh atau
pengukuh yang berperanan mengekalkan kekuatan pembangunan bangsa, negara atau
sebuah tamad.
Individu muslim yang menuntu ilmu dalam masa yang sama perlu menghindari
perasaan malas dan mudah jemu dengan buku pengajian. Ini dapat diatasi dengan
membaca nota atau buku-buku yang kecil dan ringan. Selain itu amalan zikrullah dan
membaca ayat-ayat suci Al-Quran mampu melembut hati manusai kerana sesiapa yang
menjauhi nasihat ataupun tazkirah diri ditakuti Allah akan mengeraskan hatinya
sebagaimana firman ALLAH S.W.T. yang bermaksud :
“Dan ingatlah ketika mana nabi Musa berkata kepada kaumnya :Wahai kaumku!
Mengapa kamu menyakitiku sedangkan kamu mengetahui bahawa aku ini adalah utusan
Allah .
“Sesungguhnya perumpamaan teman yang shalih dan teman yang buruk hanyalah
seumpama pembawa minyak wangi dan peniup tungku api seorang tukang besi. Bagi
pembawa minyak wangi, boleh jadi sama ada dia memberinya kepada kamu (minyak
wangi) atau kamu membeli daripadanya (minyak wangi) atau kamu mendapat bau harum
daripadanya. Bagi peniup tungku api seorang tukang besi, boleh jadi sama ada ia akan
membakar pakaian kamu (kerana kesan tiupan api) atau kamu mendapat bau yang tidak
sedap daripadanya (bau besi).”
Oleh itu sesiapa yang berusaha untuk memahami agama Islam hendaklah sentiasa
berhubung dengan orang-orang yang perhubungannya sentiasa bersama ilmu. Mereka
adalah orang-orang yang perhatiannya sentiasa kepada al-Qur’an dan al-Sunnah yang
sahih, usahanya sentiasa kepada mengkaji kitab-kitab peninggalan para ulama’ dan
pemikirannya sentiasa ke arah memperbaiki keadaan umat Islam dan menjaga kemurnian
agama Islam. Di antara mereka ialah para alim ulama’ dan guru-guru, maka hendaklah
memuliakan mereka, mendengar nasihat mereka dan mengikuti jejak langkah mereka.
Seandainya mereka berbuat salah, hendaklah menasihati mereka secara sopan dan
tersembunyi, tidak secara kasar dan terbuka kepada orang ramai. Di antara mereka adalah
orang-orang yang dalam proses memahami agama Islam, maka hendaklah menjadikan
mereka sebagai sahabat karib, selalu meluangkan masa berkongsi ilmu, bertukar-tukar
pendapat dan saling menasihati.
Adab menuntut ilmu yang kelima adalah beramal dengan segala ilmu yang
diperolehi. Para penuntut ilmu perlu mengamalkan segala ilmu yang dipelajari setakat
mana yang termampu olehnya. Ulama’ silam sentiasa member peringatan bahawa orang
yang berilmu dan tidak beramal dengan ilmunya akan dihumban ke dalam api neraka
lebih dahulu daripada penyembah berhala. Jadikanlah ilmu yang dipelajari sebagai
benteng daripada terjerumus ke kancah maksiat dan jadikanlah juga ia sebagai senjata di
dalam mematahkan serangan musuh Islam serta jadikankanlah ia sebagai ubat yang
mujarab di dalam menyembuhkan penyakit jahil dan batil di dalam masyarakat. Jangan
jadikan ia sebagai barangan jualan untuk mengejar kekayaan dunia yang sementara.
Tanpa usaha yang bersungguh- sungguh, pengamalan ilmu yang dipelajari itu tidak
mampu untuk dilaksanakan.Seperti firman ALLAH S.W.T.
“Wahai orang-orang yang beriman! mengapa kamu mengatakan apa yang kamu
tidak kotakan? Amat besar kebencian Allah di sisi Allah bahawa kamu mengatakan apa
yang tidak kamu kotakan” (As-Sof: 2-3)

B. ILMU DALAM PERSPEKTIF ISLAM


Ilmu dari sudut bahasa berasal dari perkataan Arab "Alima" yang bererti
mengetahui atau perbuatan yang bertujuan untuk mengetahui tentang sesuatu dengan
sebenarnya. Selama ini dan bahkan sampai saat ini masih cukup banyak diantara kita
yang memandang ilmu it secara dikotomis, yakni ada ilmu agama tersendiri dan ilmu
umum secara tersendiri pula. Keduanya seakan berdisi sendiri-sendiri, tanpa ada kaitan
sama sekali. Akibatnya kedua ilmu ini semakin jauh dan tidak pernah berinteraksi secara
harmonis, sehingga apabila ada orang yang ahli dalam suatu bidang ilmu pengetahuan
tertentu, belum pasti dia itu mengetahui tentang posisi ilmu agama dalam ilmu tersebut,
dan demikian juga sebaliknya.
Padahal kita yakin bahwa ilmu pengetahuan itu datangnya dari Tuhan, dan Islam
pun juga dari Tuhan, karena itu secara teori sesungguhnya kedua ilmu itu merupakan
entitas yang satu yang seharusnya tidak boleh dipisahkan. Akibat dari pemisahan
tersebut, saat ini cukup banyak orang yang hanya berkutat dengan keilmuan tertentu saja,
tanpa mengaitkan sama sekali ilmu tersebut dengan Islam. Sementara dilain pihak ada
juga orang yang hanya menekuni ilmu agama saja tenpa mau tahu tentang keitannya
dengan ilmu pengetahuan lain. Dan inilah saat ini yang terjadi di masyarakat kita, dan ini
sesungguhnya harus dianggap kecelakaan sejarah yang kedepan tidak boleh lagi terjadi.
Kita semua yakin dan sangat percaya bahwa Islam itu meliputi segala hal, dan
Tuhan tidak mungkin membedakan, apalagi memisahkan antara Islam dan segala
keilmuan yang ada di dunia ini. Kalau kita mau mengkaji dan menggali akar keilmuan
bagi segala ilmu pengetahua yang ada, tentu kita akan mendapatkannya di dalam al-
Quran . Hanya saja kecenderungan umat kita saat ini justru menjauh dari ruh al-Quran,
karena memang para intelektual Islam yang ada saat ini kurang sekali mengkaitkan
antara pembahasan suatu keilmuan tertentu dengan al-Quran.
Tulisan dan buku yang mereka hasilkan juga masih belum mengarah
kepengintegrasian antara keduanya. Sedangkan para ulama sendiri juga seolah enggan
untuk berusaha mengerti dan mengetahui keilmuan lain selain Islam, meskipun ilmu
tersebut sangat dibutuhkan oleh umat.
Akibat dari ini semua para ahli dalam berbagai bidang keilmuan, kadang-kadang
tidak tahu sama sekali tentang kaitan ilmu yang dikuasai tersebut dengan Islam. Ia
bahkan menganggap bahwa ilmu yang dia geluti selama ini hanylah sebuah ilmu
keduniaan, dan tidak terkait dengan ilmu keislaman, padahal ia itu seorang ilmuwan
muslim. Alangkah naif dan ruginya kita, kalau hal ini terus-menerus kita biarkan
berjalan dan tidak ada upaya sedikitpun dari kita untuk mengubahnya.
Islam, dalam hal ini al-Quran telah mampu memberikan inspirasi terhadap
kemajuan ilmu pengetahuan dalam segala bidang, tetapi kenapa saat ini al-Quran tidak
diikut sertakan dalam setiap pembahasan keilmuan yang bersifat duniawi. Bukankah al-
Quran itu suatu kitab yang memang diperuntukkan bagi kita dalam rangka mengelola
dunia ini?. Tuhan tidak bermaksud menjadikan kalamNya tersebut hanya untuk
beribadah mahdlah yang hanya berimplikasi terhadap kehidupan akhirat saja, melainkan
Tuhan pasti bermaksud menjadikan al-Quran itu sebagai pedoman semua umat dalam
rangka kehidupannya di dunia dan sekaligus dalam rangka mempersiapkan kehidupannya
di akhirat.
Karena itulah Tuhan selalu mengkaitkan kehidupan akhirat dengan kehidupan di
dunia. Pada saat ini memang kita sedang hidup di alam dunia dengan tugas
memakmurkan dunia ini dengan segala pernik-perniknya, tetapi Tuhan juga
mengingatkan bahwa jangan sekali-kali kita melupakan kehidupan akhira yang kekal.
jadi dengan melihat dari ini semua kita dapat menyimpulkan bahwa Islam terutama
melalui al-Quran dan sunnah Nabi Muhammad SAW., tidak pernah sekalipun berusaha
memisahkan antara kelimuan yang bersifat duniawi dan bermanfaat untuk merajut
kehidupan di duna, dengan keilmuan yang bersifat ukhrawi dan tentu akan bermanfaat di
akhirat.
Dengan kenyataan ini, sesungguhnya sudah tidak ada alasan lagi untuk terus
mempertahankan dikotomi keilmuan yang selama ini kita lestarikan. Kita harus segera
mengembalikan kondisi ini kepada kondisi ideal, sesuai dengan pandangan al-Quran dan
sunnah Nabi. Kita tidak boleh lagi menjauhkan dan memisahkan keilmuan Islam dari
kehidupan dunia yang kita geluti sehari-hari. Apapun ilmu yang kita kembangkan,
termasuk keilmuan yang selama ini dianggap murni keduniaan, harus kita warnai dengan
keilmuan Islam. Atau dengan kata lain bahwa Islam (al-Quran dan Sunnah) harus kita
jadikan panglima dalam pengembangan segala bidang ilmu. Di dalam Islam ilmu
terbahagi kepada dua iaitu ilmu Fardhu Ain dan ilmu Fardhu Kifayah. Ilmu Fardhu Ain
ialah segala macam ilmu untuk mengenal ALLAH S.W.T., mengetahui sifat-sifat
ALLAH S.W.T, mengetahui perkara ghaib, mengetahui cara beribadat, halal dan haram,
mengetahui ilmu yang berkaitan dengan menjaga hati dan amalan hati, seperti sabar,
ikhlas, hasad, ujub, takabur dan sebagainya. Berasaskan inilah para ulama’
menklasifikasikan ilmu kepada ilmu Tauhid, ilmu Feqah dan ilmu Tasawuf atau lebih
kita kenali sebagai ilmu Syara’.
Ilmu Fardhu Kifayah pula ialah ilmu yang perlu diketahui untuk keperluan dan
keselesaan hidup di dunia. Ilmu Fardhu Kifayah merupakan pelengkap kepada tahap
keilmuan ummah selepas ilmu Fardhu Ain. Antara cabang ilmu yang dikategorikan
sebagai ilmu Fardhu Kifayah adalah ilmu perubatan, kejuruteraan, perindusterian,
matematik, ekonomi, politik dan lain-lain. Maksud Fardhu Kifayah ialah wajib ada dalam
satu kumpulan umat Islam seorang individu muslim yang menuntut ilmu itu dan semua
orang dalam kumpulan itu terlepas daripada dosa. Sebaliknya jika tidak ada seorang pun
dalam kumpulan itu yang mengetahui ilmu ini, maka semua orang dalam kumpulan itu
berdosa (Al-Ghazali, 1988).
Di antara ilmu-ilmu agama yang utama sekali pada nilaian ALLAH S.W.T. adalah
ilmu agama yang telah diwahyukannya kepada Rasul-Nya. Sebabnya kerana ilmu agama
ini diturunkan oleh ALLAH S.W.T. dengan dua tujuan:
Pertama: Kerana mengaturkan hubungan manusia sesame manusia dan mengatur
hubungan manusia dengan ALLAH S.W.T.. Dengan ilmu agama ini ALLAH S.W.T.
mengajar mereka adab peraturan yang jika diamalkan oleh seseorang akan hiduplah ia
dengan saudara-saudaranya - manusia yang lain – dalam keadaan kasih mesra dan bersih
suci dari perasaan hasad dengki.
Kedua : Dengan ilmu agama inijuga ALLAH S.W.T. mengajar mereka adab
peraturan yang jika diamalkan oleh seseorang dalam hubungannya dengan Tuhan akan
berjayalah ia mencapai keredhaan-Nya, iaitu dengan menjadikan dia berkehidupan
bahagia di dunia dan mendapat balasan yang sebaik-baiknya di akhirat kelak.

C. PENERAPAN ILMU BERBASIS SUNNATULLAH DAN QADARULLAH


 Pengertian Sunnatullah
Kata sunnatullah dari segi bahasa terdiri dari kata sunnah dan Allah. Kata sunnah
antara lain berarti kebiasaan. Sunnatullah adalah kebiasaan-kebiasaan Allah dalam
memperlakukan masyarakat. Dalam al-Qur’an kata sunnatullah dan yang semakna
dengannya seperti sunnatina atau sunnatul awwalin terulang sebanyak tiga belas kali.
Sunnatullah adalah hukum-hukum Allah yang disampaikan untuk umat manusia
melalui para Rasul, undang-undang keagamaan yang ditetapkan oleh Allah yang
termaksud di dalam al-Qur’an, hukum (kejadian) alam yang berjalan tetap dan
otomatis.
Sunatullah adalah bagian yang bersifat 'dinamis' dari ilmu-pengetahuan-Nya di
alam semesta ini. Karena sunatullah memang hanya semata terkait dengan segala
proses penciptaan dan segala proses kejadian lainnya (segala proses dinamis).
Sunatullah itu sendiri tidak berubah-ubah, namun masukan dan keluaran prosesnya
yang bisa selalu berubah-ubah secara 'dinamis' (segala keadaan lahiriah dan batiniah
'tiap saatnya'), dan tentunya sunatullah juga berjalan atau berlaku 'tiap saatnya'.
Sunatullah berupa tak-terhitung jumlah aturan atau rumus proses kejadian (lahiriah
dan batiniah), yang bersifat 'mutlak' dan 'kekal', yang tiap saatnya pasti selalu
mengatur segala zat ciptaan-Nya di alam semesta ini.
 Ilmu berdasarkan Sunnatullah
Segala bentuk ilmu-pengetahuan (beserta segala teori dan rumus di dalamnya),
yang dikenal dan dicapai oleh manusia, secara "amat obyektif" (sesuai dengan fakta-
kenyataan-kebenaran secara apa adanya, tanpa ditambah dan dikurangi), pada
dasarnya hanya semata hasil dari pengungkapan, atas sebagian amat sangat sedikit
dari ilmu-pengetahuan-Nya (terutama sunatullah).
Bahkan nantinya, segala bentuk ilmu-pengetahuan yang belum dikenal, juga
hanya hasil dari usaha mengungkap atau memformulasikan sunatullah, yang justru
telah ditentukan atau ditetapkan-Nya, sebelum awal penciptaan alam semesta ini.
Dan segala bentuk ilmu-pengetahuan lainnya pada manusia, yang bukan hasil dari
usaha mengungkap atau memformulasikan sunatullah, secara "amat obyektif",
tentunya bukan bentuk ilmu-pengetahuan yang 'benar'. Ilmu-pengetahuan Allah,
Yang Maha Mengetahui bersifat 'mutlak' (pasti benar) dan 'kekal' (selalu benar).
Sedangkan segala bentuk ilmu-pengetahuan manusia (bahkan termasuk para nabi-
Nya), pasti bersifat 'relatif' (tidak mutlak benar), 'fana' (hanya benar dalam keadaan
tertentu) dan 'terbatas' (tidak mengetahui segala sesuatu hal). Karena tiap manusia
memang pasti memiliki segala kekurangan dan keterbatasan.
Namun tiap manusia justru bisa berusaha semaksimal mungkin, agar tiap bentuk
ilmu-pengetahuannya bisa makin 'sesuai' atau 'mendekati' ilmu-pengetahuan Allah di
alam semesta ini, dengan menggunakan akalnya secara relatif makin cermat, obyektif
dan mendalam.
Usaha seperti ini justru juga telah dilakukan oleh para nabi-Nya. Sehingga seluruh
pengetahuan mereka tentang pengetahuan atau kebenaran-Nya, terutama yang paling
penting, mendasar dan hakiki bagi kehidupan umat manusia (hal-hal gaib dan
batiniah), memang telah bisa tersusun relatif sempurna (relatif amat lengkap,
mendalam, konsisten, utuh dan tidak saling bertentangan secara keseluruhannya). Hal
ini yang justru telah mengakibatkan tiap pengetahuan mereka, bisa disebut 'wahyu-
Nya'. Baca pula artikel/posting "Cara proses diturunkan-Nya wahyu".
Segala bentuk ilmu-pengetahuan manusia mestinya bisa dipilih terlebih dahulu,
secara amat hati-hati, cermat dan selektif, sebelum dipakai atau diyakini, karena
relatif bisa mudah menyesatkan, terutama pada agama, ajaran dan paham yang
bersifat 'musyrik' dan 'materialistik', yang memang pasti tidak sesuai dengan
kebenaran-Nya (mustahil berasal dari Allah dan tidak bersifat mendasar / hakiki).

 Pengertian Qadarullah
Takdir (qadar) adalah perkara yang telah diketahui dan ditentukan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan telah dituliskan oleh al-qalam (pena) dari segala sesuatu
yang akan terjadi hingga akhir zaman.
 Ilmu berdasarkan Qadarullah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ال يؤمن عبد حتى يؤمن بالقدر خبره وشره حتى بعلم أن ما أصابه لم يكن ليخطئه وأن ما أخطأه لم يكن ليصيبه‬
“Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga dia beriman kepada qadar baik dan
buruknya dari Allah, dan hingga yakin bahwa apa yang menimpanya tidak akan luput
darinya, serta apa yang luput darinya tidak akan menimpanya.”
(Shahih, riwayat Tirmidzi dalam Sunan-nya (IV/451) dari Jabir bin ‘Abdillah
radhiyallahu ‘anhu, dan diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya
(no. 6985) dari ‘Abdullah bin ‘Amr. Syaikh Ahmad Syakir berkata: ‘Sanad hadits ini
shahih.’
Jibril ‘alaihis salam pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengenai iman, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
‫اإليمان أن تؤ من با هلل ومال ئكته وكتبه ورسله واليوم اال خر وتؤ من بالقدرخيره وشره‬
“Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-
Rasul-Nya, hari akhir serta qadha’ dan qadar, yang baik maupun yang buruk.”
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya di kitab al-Iman wal Islam wal Ihsan
(VIII/1, IX/5))
Dan Shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma juga pernah mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫كل شيء بقدر حتى العجز والكيسز‬
“Segala sesuatu telah ditakdirkan, sampai-sampai kelemahan dan kepintaran.”

D. AYAT AL-QURAN DAN HADITS


Kedudukan Ilmu pengetahuan dalam Islam menempati kedudukan tinggi dimana
Al-Qur’an memandang orang yang beriman dan berilmu pengetahuan berada pada posisi
yang tinggi dan mulia, dan juga ditegaskan dalam Hadits-hadits Nabi yang memuat
anjuran dan dorongan untuk menuntut ilmu. “Allah akan mengangkat derajat orang-orang
yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Mujadillah [58]: Hal ini
juga ditegaskan dalam beberapa ayat dan hadits rasulullah saw sebagai berikut:
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan”. (QS Mujaadilah [58] :11)
Rasulullah saw pun memerintahkan para orang tua agar mendidik anak-anaknya
dengan sebaik mungkin. “Didiklah anak-anakmu, karena mereka itu diciptakan buat
menghadapi zaman yang sama sekali lain dari zamanmu kini.” (Al-Hadits Nabi saw).
“Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap Muslimin, Sesungguhnya Allah mencintai
para penuntut ilmu.” (Hadis Nabi saw).
Ayat ini menguraikan bagaimana kedudukan dari setiap umat manusia yang
memiliki tingkat keimanan yang tinggi yang dibarengi dengan Penguasaan terhadap ilmu
pengetahuan. Tidak akan beriman seseorang jika tidak memiliki pengetahuan dan
sesungguhnya pengetahuan itu akan melahirkan kemudharatan jika tidak dibarengi
dengan kaar keimanan yang baik. Hal ini memberikan indikasi bahwa sesungguhnya
antara Islam dan Ilmu Pengetahuan adalah maerupakan dua sisi mata uang yang tidak
bisa dipisahkan satu sama lain.
Allah telah menentukan segala perkara untuk makhluk-Nya sesuai dengan ilmu-
Nya yang terdahulu (azali) dan ditentukan oleh hikmah-Nya. Tidak ada sesuatupun yang
terjadi melainkan atas kehendak-Nya dan tidak ada sesuatupun yang keluar dari
kehendak-Nya. Maka, semua yang terjadi dalam kehidupan seorang hamba adalah berasal
dari ilmu, kekuasaan dan kehendak Allah, namun tidak terlepas dari kehendak dan usaha
hamba-Nya.
Allah Ta’ala berfirman
‫إنا كل شىء خلقنه بقدر‬
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (Qs. Al-Qamar: 49)
‫ تقديرا‬,‫ا وخلق كـل شىء فقدره‬
“Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya
dengan serapi-rapinya.” (Qs. Al-Furqan: 2)
‫وإن من شىء إال عنده بمقدار‬
“Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak
menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu.” (Qs. Al-Hijr: 21)

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Ilmu yang benar menurut syari’at Islam adalah ilmu yang bersumber dari Al-
Qur’an dan As-Sunah serta tanda-tanda kekuasaan Allah SWT di alam semesta ini.
Dalam Al-Qur’an maupun As-Sunah kita sebagai umat Islam diperintahkan untuk
menuntut ilmu dan dihukumi wajib. Karena sesungguhnya ilmu merupakan syarat utama
diterimanya suatu amalan. Ilmu pada dasarnya memiliki banyak keutamaan, tiga di
antaranya adalah ilmu dapat mengangkat derajat pemiliknya (seorang mukmin) di atas
hamba lainnya, Allah SWT akan memudahkan bagi orang yang berilmu jalan menuju
surga, seluruh makhluk akan memintakan ampun bagi para penuntut ilmu. Individu
muslim yang menuntu ilmu dalam masa yang sama perlu menghindari perasaan malas
dan mudah jemu dengan buku pengajian. Ini dapat diatasi dengan membaca nota atau
buku-buku yang kecil dan ringan. Selain itu amalan zikrullah dan membaca ayat-ayat
suci Al-Quran mampu melembut hati manusai kerana sesiapa yang menjauhi nasihat
ataupun tazkirah diri ditakuti Allah akan mengeraskan hatinya sebagaimana firman
ALLAH S.W.T. yang bermaksud :
“Dan ingatlah ketika mana nabi Musa berkata kepada kaumnya :Wahai kaumku!
Mengapa kamu menyakitiku sedangkan kamu mengetahui bahawa aku ini adalah utusan
Allah .
“Sesungguhnya perumpamaan teman yang shalih dan teman yang buruk hanyalah
seumpama pembawa minyak wangi dan peniup tungku api seorang tukang besi. Bagi
pembawa minyak wangi, boleh jadi sama ada dia memberinya kepada kamu (minyak
wangi) atau kamu membeli daripadanya (minyak wangi) atau kamu mendapat bau harum
daripadanya. Bagi peniup tungku api seorang tukang besi, boleh jadi sama ada ia akan
membakar pakaian kamu (kerana kesan tiupan api) atau kamu mendapat bau yang tidak
sedap daripadanya (bau besi).”
Oleh itu sesiapa yang berusaha untuk memahami agama Islam hendaklah sentiasa
berhubung dengan orang-orang yang perhubungannya sentiasa bersama ilmu. Mereka
adalah orang-orang yang perhatiannya sentiasa kepada al-Qur’an dan al-Sunnah yang
sahih.

DAFTAR PUSTAKA

https://asbarsalim009.blogspot.com/2015/03/prinsip-dan-ajaran-islam-dalam-ilmu.html

Anda mungkin juga menyukai