Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“Kewajiban Menuntut Ilmu”

Di susun
Oleh :
Ella Kurniawati
X JB
Pembimbing : Silvia Yunita S,Pd.i

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASA BOGA


SMK N 1 LUBUK SIKAPING

Jln.Prof.Dr.Hamka No.26, Tanjung Beringin


TAHUN PELAJARAN
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan karunian-Nya sehingga penyusunan makalah “Sumber Hukum Islam”
dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini.

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yakni untuk mengenalkan dan membahas sumber-
sumber hukum yang dijadikan pedoman dan landasan oleh umat Islam. Dengan makalah ini diharapkan
baik penulis sendiri maupun pembaca dapat memilki pengetahuan yang lebih luas mengenai sumber
hukum Islam.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Akhir kata, semoga
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan kami sendiri khususnya.

Lubuk Sikaping, 11 November 2019

Ella Kurniawati
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I..................................................................................................................................
PENDAHULUAN...............................................................................................................
A. Latar Belakang............................................................................................................
B. Maksud dan Tujuan.....................................................................................................
C. Rumusan Masalah.......................................................................................................
BAB II.................................................................................................................................
A. Pengertian Ilmu...........................................................................................................
B. Pengertian Menuntut Ilmu...........................................................................................
C. Kewajiban Menuntut Ilmu...........................................................................................
D. Keutamaan Ilmu .........................................................................................................
E. Hukum Menuntut Ilmu Dan Mengajarkannya.............................................................
F. Kedudukan Orang Yang Berilmu.................................................................................
G. Menuntut Ilmu Sebagai Ibadah....................................................................................
BAB III...............................................................................................................................
PENUTUP...........................................................................................................................
A. Kesimpulan.................................................................................................................
B. Saran............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Islam diturunkan sebagai rahmatan lil ‘alamin. Untuk itu, maka diutuslah
Rasulullah SAW untuk memperbaiki manusia melalui pendidikan. Pendidikanlah yang
mengantarkan manusia pada derajat yang tinggi, yaitu orang-orang yang berilmu. Ilmu
yang dipandu dengan keimanan inilah yang mampu melanjutkan warisan berharga berupa
ketaqwaan kepada Allah SWT.
Dengan pendidikan yang baik, tentu akhlak manusia pun juga akan lebih baik.
Tapi kenyataan dalam hidup ini, banyak orang yang menggunakan akal dan
kepintaraannya untuk maksiat. Banyak orang yang pintar dan berpendidikan justru
akhlaknya lebih buruk dibanding dengan orang yang tak pernah sekolah. Hal itu terjadi
karena ketidakseimbangannya ilmu dunia dan akhirat. Ilmu pengetahuan dunia rasanya
kurang kalau belum dilengkapi dengan ilmu agama atau akhirat. Oleh karena itu, kita
sebagai umat Islam diwajibkan untuk menuntuk ilmu baik ilmu dunia maupun ilmu
akhirat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ilmu?
2. Apa yang dimaksud dengan menuntut ilmu ?
3. Mengapa manusia wajib menuntut ilmu ?
4. Apakah keutamaan orang yang berilmu ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari ilmu
2. Untuk mengetahui pengertian menuntut ilmu
3. Untuk mengetahui kewajiban menuntut ilmu
4. Untuk mengetahui keutamaan orang yang berilmu
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian ilmu
Ilmu berasal dari kata ‫ علما‬-‫ يعلم‬-‫علم‬  yang artinya mengetahui, lawan dari
kata ‫جهل‬yang artinya bodoh.
Ilmu pengetahuan adalah terjemahan dari kata bahasa Inggris, Science, yang berarti
pengetahuan. Kata science itu sendiri berasal dari bahasa Yunani Scientia yang berarti
pengetahuan. Namun pengertian yang umum digunakan ilmu pengetahuan adalah
himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui proses pengkajian dan dapat
diterima oleh rasio.
Imam Raghib al- Ashfahani dalm kitabnya, Mufradat Al –Qur’an, berkata, “ ilmu
adalah mengetahui sesuatu sesuai dengan hakikatnya. Ia terbagi dua: pertama, mengetahi
inti sesuatu itu (oleh ahli logika dinamakan ahli tashawwur). Kedua, menghukum adanya 
sesuatu  pada sesuatu yang ada (oleh ahli ligika dinamakan tashdiq, maksudnya
mengetahui hubungan sesuatu dengan sesuatu).”
Az-Zubaidi berkata dalam kamus Tajul-‘Arus, “Mayoritas ahli membedakan masing-
masing term itu. Bagi mereka ilmu adalah yamg paling tinggi karena ilmu itulah yang
mereka perkenankan untuk dinisbatkan kepada allah swt. Sementara, mereka tidak
mengataknan: ‘Allah arif’ atau ‘Allah syair’. Perbedaan-perbedaaan tersebut disebut
dalahm karangan-karangan ahli basaha.
     Al Manawi dalam kitab At-taufiq berkata , “ ilmu adalah keyakinan kuat yang
tetap sesuai dengan realita. Bisa juga bersifat yang membuat perbedaan tanpa kritik.
Atau, ilmu adalah tercapainya bentuk sesuatu dalam akal.”

B.  Pengertian menuntut ilmu


Menuntut ilmu adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk merubah
tingkah laku dan perilaku kearah yang lebih baik,karena pada dasarnya ilmu
menunjukkan jalan menuju kebenaran dan meninggalkan kebodohan.
Seseorang harus memulai dengan ilmu sebelum beramal.Maksud dari beramal adalah
melakukan kegiatan atau melakukan suatu pekerjaan. Dalam melakukan pekerjaan
manusia dituntut mengetahui ilmunya  dari pekerjaan tersebut. Karena dengan
mengetahui ilmunya pekerjaan akan lebih terarah dan tidak berantakan.
MenuntutilmumerupakanibadahsebagaimasabdaNabi Muhammad Saw.
Artinya :
Mu’adz bin Jabbal berkata : “Tuntutlah ilmu, karena mempelajari ilmu karena
mengharapkan wajah Allah itu mencerminkan rasa Khasyyah, mencarinya adalah ibadah,
mengkajinya adalah tasbih, menuntutnya adalah Jihad, mengajarnya untuk keluarga
adalah Taqarrub.”
Dengan demikian perintah menuntut ilmu tidak di bedakan antara laki-laki dan
perempuan. Hal yang paling di harapkan dari menuntut ilmu ialah terjadinya perubahan
pada diri individu ke arah yang lebih baik yaitu perubahan tingkah laku, sikap dan
perubahan aspek lain yang ada pada setiap individu.

 Perbedaan Orang yang Berilmu dengan Orang Bodoh


Dalam Al- Qur’an Allah SWT. Berfirman,
Artinya: "(apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang
yang beribadah di waktu waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang dia takut kepada
(azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-
orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya
orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran."(Az-Zumar:9)
Allah SWT membedakan antara orang yang berilmu dan orang yang jahil.Keduanya
tidak sama. Terlepas dari substansi ilmu pengetahuan, yang terpenting adalah antara
orang yang berilmu dengan orang yang bodoh jelas tidaklah sama.Seperti halnya antara
orang yang buta dan orang yang melihat,kegelapan dan cahaya, orang yang hidup dana
mati, manusia dan hewan, serta antara penghuni surga dan penghuni neraka.[3]

C. Kewajiban Menuntut Ilmu


Dasar hukum menuntut ilmu yaitu berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits nabi
Muhammad saw. Banyak sekali hadits dan ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang
menuntut ilmu.
Di dalam Islam, menuntut ilmu merupakan perintah sekaligus kewajiban. Manusia
diperintahkan untuk menuntut ilmu, karena dengan ilmu pengetahuan kita bisa mencapai
apa yang dicita-citakan baik di dunia maupun di akhirat. Apalagi sebagai seorang muslim
itu wajib hukumnya seperti dalam sebuah hadits disebutkan bahwa :
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.”
(Hadits sahih, diriwayatkan dari beberapa sahabat diantaranya:  Anas bin Malik, Ibnu
Abbas, Ibnu Umar, Ali bin Abi Thalib, dan Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu Anhum.
Lihat: Sahih al-jami: 3913)
Maka jelas kiranya bahwa menuntut ilmu pengetahuan memang diwajibkan. Dengan
ilmu kita bisa meraih dunia, dengan ilmu kita dapat meraih akhirat dan dengan ilmu pula
kita bisa meraih kedua-duanya.
Firman Allah pada surat Al-Alaq ayat 1-5 , berbunyi :
 Artinya : “ Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan , Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,
Yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya.” ( Al-Alaq : 1-5)
Ini ayat pertama yang turun kepada Rasulullah. Ayat ini berisi perintah untuk
membaca,menulis, dan juga belajar. Allah telah memberikan manusia sifat fitrah dalam dirinya
untuk bisa belajar dan menggapai bermacam ilmu pengetahuan dan keterampilan hingga dapat
menambah kemampuannya untuk mengembanamana[4]t kehidupan di muka bumi ini.
Rasulullah sering berbicara tentang keutamaan ilmu dan bahkan mewajibkan
umatnya untuk menuntut ilmu. Perintah untuk menuntut ilmu ini merupakan salah satu
pusat perhatian Islam bagi para pemeluknya.
Manusia diwajibkan untuk menuntut ilmu karena hal ini sebenarnya telah dijawab
oleh Al-Qur’an sendiri. Dimana menurut Al-Qur’an, Allah menciptakanmanusia dalam
keadaan vakum dari ilmu, lalu Allah memberinya perangkat ilmu agar mampu menggali
ilmu dan mempelajarinya. Karena memang ilmu itu harus digali, dipelajari, dan
diamalkan sebagaimana firman-Nya:

Artinya : "Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun. Dan Dia memberi kalian pendengaran, penglihatan dan hati agar
kalian bersyukur”.(Q.S. An Nahl: 78)
Pendengaran, penglihatan dan hati atau akal adalah merupakan perangkat atau alat
untuk menuntut ilmu. Perangkat ilmu yang Allah berikan kepada manusia merupakan
sebuah potensi yang tiada ternilai harganya, dengan penglihatan, pendengaran dan hati
(akal) manusia mampu menggali ilmu. Karena kemampuannya menalar dan mempunyai
bahasa untuk mengkomunikasikan hasil pemikiran yang abstrak..
Pengetahuan itu diperoleh manusia bukan hanya dengan penalaran, melainkan juga
dengan kegiatan berfikir lainnya, dengan perasaan dan intuisi. Lain halnya dengan hewan
yang tidak memiliki potensi tersebut karena hewan tidak mampu berbuat seperti apa yang
dapat dicapai oleh manusia. Maka sangat beralasan jika Allah memerintahkan manusia
untuk menggali lautan ilmu-Nya.
Seberapapun tingginya ilmu dan pengetahuan manusia, hanyalah merupakan
sebagian kecil saja dari ilmu Allah. Namun kesempatan untuk memperoleh sebagian-
sebagian dari ilmu Allah yang lain tetaplah ada selama manusia mempunyai kemauan,
kemampuan dan usaha.
Dalam mencari ilmu pengetahuan, hendaklah yang dapat memberikan manfaat bagi
kebaikan di dunia dan di akhirat baik untuk diri kita sendiri maupun untuk orang
lain.Mengajarkan ilmu kepada orang lain merupakan sadaqoh, sesuai dengan sabda Nabi,
Selagi ada kesempatan untuk mencari ilmu dan sebelum Allah mencabut atau
mengangkat ilmu dari manusia, maka carilah ilmu sebanyak-banyaknya untuk kita
manfaatkan serta kita amalkan di jalanNya. Sebab ilmu yang bermanfaat merupakan
salah satu amal jariyah yang tak akan terputus.
“Sesungguhnya dunia adalah terkutuk dan terkutuklah semua penghuninya kecuali
orang-orang yang mengingat Allah,para wali Allah,para orang-orang yang berilmu dan
juga orang orang yang belajar untuk mendatkan ilmu” (HR Tirmidzi dari Abu Hurairah)
Rosulullah selalu antusias dalam menyebut ilmu dan orang-orang yang
mempelajarinya dengan gigih. Rosulullah selalu menyerukan kepada semua kaum
muslimin untuk mempelajari berbagai macam ilmudan mengajarkannya kepada manusia
sebagaimana diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud bahwa rosulullah bersabda

Artinya belajarlah akan suatu ilmu dan lalu ajarkanlah (ilmu tersebut) kepada
manusia. Pelajarilah ilmu faroidh (ilmu waris) dan lalu ajarkan kepada manusia.
Pelajarilah al-qur’an dan lalu ajarkanlah kepadda manusia.
D. Keutamaan ilmu
Selain Al-Qur’an banyak sekali hadits yang menjelaskan keutamaan ilmu dan
kedudukan ulama, baik dimata Allah maupun dimata manusia, di dunia maupun di
akhirat. Ulama di hargai demikian tingginya tak tertandingi oleh siapapun, dan tak
mungkin dapat dikejar, kecuali melalui ilmu.
Berikut beberapa keutamaan ilmu yang disebutkan didalam Al-qur’an dan As-
Sunnah:
1. kelebihan ilmu dibanding ibadah
Salah satu fadhilah ilmu dari ibadah adalah bahwa kebanyakan manfaat ibadah
terbatas pada pelakunya. Orang yang melakukan salat atauberpuasa, haji, zikir dan ibadah
yang lai, akan mendapat kebaikan-kebaikan amal perbuatannya dan peningkatan
derajatnya. Tetapi, masyarakat lain tidak akan mndapat ganjaran mereka sedikitpun
secara langsung. Berbeda dengan ilmu; ia bermanfaat jauh melampui si pilaku itu sendiri,
sampai pada orang yang mendengarnya, atau membacanya. Ilmu tidak mengenal ikatan,
tidak pula mengakui adanya dinding dan jurang pemisah. Lebih-lebih pada zaman kita
sekarang, ketika ilmu tersebar luas melalui radio dan televisi yang dapat ditangkap dalam
beberapa detik dan bahkan dalam seketika itu juga para pendengar dan para pemirsa yang
ada diberbagai tempat.

2. Ilmu tidak terputus lantaran berahirnya hayat


Ilmu  tidak terputus lantaran berahirnya hayat, dan ilmu tidak mati dengan kematian
pemiliknya. Tetapi bagi orang yang salat, atau berpuasa, atau membayar zakat,berhaji,
berumroh, bertasbih, bertahlil, berzikr, dan bertakbir, semua amal ini mendapat
balasandari allah, tetapi balasan itu terputus lantaran selesai atau berakhirnya amala
tertentu. Adapun ilmu, ia terus berpengaruh selama orang masih memanfaatkanya.[6]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau
bersabda:

"Apabila seorang keturunan Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali
dari tiga hal: shadaqah jariyyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau seorang anak shalih
yang mendo'akannya." (HR. Muslim no.1631)
Betapa besarnya kebaikan yang akan didapatkan oleh orang yang berilmu berupa
pahala dan kebaikan-kebaikan yang banyak. Dan pahala tadi akan terus mengalir
kepadanya tanpa terputus selama ilmunya disampaikan oleh murid-muridnya dari
generasi ke generasi berikutnya, dan selama kitab-kitabnya dan tulisan-tulisannya
dimanfaatkan oleh para hamba di berbagai negeri, dan seperti inilah pahala dan ganjaran
orang yang berilmu akan tetap sampai kepadanya setelah kematiannya dengan sebab ilmu
yang telah dia tinggalkan untuk manusia, di mana mereka mengambil manfaat terhadap
ilmunya.
3.  Ilmu merupakan tanda kebaikan seorang hamba
Ketika seorang hamba diberi kemudahan untuk memahami dan mempelajari ilmu
syar’i, itu menunjukkan bahwa Allah menghendaki kebaikan bagi hamba tersebut, dan
membimbingnya menuju kepada hal-hal yang diridhai-Nya.
Kehidupannya menjadi berarti, masa depannya cemerlang, dan kenikmatan yang tak
pernah dirasakan di dunia pun akan diraihnya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
bersabda:
“Siapa yang Allah kehendaki kebaikan kepada seorang hamba maka Ia akan
difahamkan tentang agamanya.”
(Muttafaq Alaihi dari Muawiyah bin Abi Sufyan Radhiallahu anhuma)
4. Orang yang berilmu akan ditinggian derajatnya
Sesungguhnya allah akan meningkatkan derajat orang-orang yang mau menuntut
ilmu sebagaimana firmannya:
 Artinya :Hai orang orang yang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “
Berlapang lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan berdirilah kamu maka berdirilah, niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.  Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan” ( Q.S Al-Mujaadalah:11)
Ditinggikannya derajat dengan beberapa derajat, ini menunjukkan atas besarnya
keutamaan, dan ketinggian di sini mencakup ketinggian maknawiyyah di dunia dengan
tingginya kedudukan dan bagusnya suara (artinya dibicarakan orang dengan kebaikan)
dan mencakup pula ketinggian hissiyyah (yang dirasakan oleh tubuh dan panca indera) di
akhirat dengan tingginya kedudukan di jannah. (Fathul Baarii 1/141)
Allah pun akan meninggikan derajat orang orang yang berilmu sebagaimana diri-Nya
memuliakan diri-Nya dan mengagungkan kekuasaan-Nya, lalu setelahnya Dia
memuliakan malaikat dan kemudian memuliakan orang orang yang berilmu, sebagaimana
firman-Nya:
Artinya :“ Allah menyatakan bahwasannya tidak ada Tuhan(yang berhak disembah)
melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang orang yang berilmu
(juga menyatakan yang demikian itu). Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” Q.S Ali Imran:18
5. menuntut ilmu merupakan ibadah dan akan dipermudah jalan menuju syurga
Menuntut ilmu adalah ibadah, bahkan merupakan Ibadah yang paling agung dan
paling utama, sehingga Allah  menjadikannya sebagai bagian dari jihad fisabilillah,
sebagaimana firmanNya dalam surat At Taubah 122
 Artinya :tidak sepatutnya bagi mu’min itu pergi semuanya (medan perang),
mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk member peringatan pada
kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya
 Rosulullah bersabda 
Artinya: barang siapa menempuh jalan demi mengharapkan suatu ilmu, maka allah
akan mempermudah jalan baginya menuju syurga. Sesungguhnya malaikat akan
meletakkan sayap-sayapnya karena keridhaannya akan pencari ilmu. Sesungguuhnya
semua yang ada di langit dan di bumi dan bahkan lumba-lumba di lautan sekalipun, akan
selaly memintakan ampunan bagi orang yang berilmu
6. ilmu adalah kehidupan dan cahaya
Dalam banyak ayat, Al qur’an menganggap ilmu sebagai kehidupan dan cahaya,
sedangkan kebodohan merupakan kematian dan kegelapa. Seperti diketahui semua
bentuk kejahatan disebabkan oleh ketiadaan kehidupan dan cahaya,dan semua kebaikan
disebabkan oleh cahaya dan kehidupan.
  Syarat-syarat menuntut ilmu
Dalam kitab “Ta’lim al-Muta’allim” yang ditulis oleh Imam Al-Zarnuji, beliau
menulis bahwa syarat-syarat mencari ilmu itu ada 6 yaitu:
1.        Cerdas (Dzakaun)
Kecerdasan merupakan syarat pertama yang harus dipenuhi oleh thalibul ilmi. Imam
Ghazali pernah mengatakan bahwa orang yang pintar adalah orang yang mengetahui
bahwa ia tidak tahu akan sesuatu dan karenanya dia mau belajar.
Maksud cerdas disini bukanlah tingkatan kepintaran, melainkan tidak gila. Orang tersebut
haruslah waras, dapat membedakan mana angka satu dan dua, mana hitam dan putih,
mana baju dan celana.

2.        Rakus (hirsun)
Rakus adalah (punya kemauan dan semangat untuk berusaha mencari ilmu)
menurut Imam as-Syafi’i, dalam menuntut ilmu janganlah langsung merasa puas terhadap
apa yang telah didapat dan jangan hanya menuntut ilmu di satu daerah saja.
“Tidak cukup teman belajar di dalam negeri atau dalam satu negeri saja, tapi pergilah
belajar di luar negeri, di sana banyak teman-teman baru pengganti teman sejawat lama,
jangan takut sengsara, jangan takut menderita, kenikmatan hidup dapat dirasakan
sesudah menderita.” (diambil dari kitab Sejarah Hidup dan Silsilah Syekh Kiyai
Muhammad Nawawi Tanara Banten yang ditulis oleh H. Rofiuddin. Hal. 4).
3.        Sabar
Seorang yang menuntut ilmu sudah barang tentu akan menghadapi macam-macam
gangguan dan rintangan. Selain berusaha maka bersabarlah untuk menghadapi semua itu,
dan perlu diketahui bahwa sabar adalah sebagian dari Iman, “As-Shobru mina al-iman”.
Dan Sabar disini mengandung arti tabah, tahan menghadapi cobaan atau menerima pada
perkara yang tidak disenangi atau tidak mengenakan dengan ridha dan menyerahkan diri
kepada Allah Swt, akan tetapi kesabaran disini harus diartikan dalam pengertian yang
aktif bukan dalam pengertian yang pasif. Artinya nrimo (menerima) apa adanya tanpa
usaha untuk memperbaiki keadaan.
4.        Modal/bekal
 Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa pendidikan wajib hukumnya bagi setiap muslim,
dan dijelaskan lagi dalam hadis “Tuntutlah ilmu mulai dari rahim ibu sampai liang lahat”.
Dari hadis tersebut kita bisa mengetahui bahwa, seumur hidup kita wajib menuntut ilmu.
Pendidikan bukan hanya pendidikan formal tetapi non formal pun ada. Rasul menjanjikan
kepada para penuntut ilmu,
“Sesungguhnya Allah pasti mencukupkan rezekinya bagi orang yang menuntut ilmu” 
Dan yakinkanlah bagi para penuntut ilmu walaupun dengan segala kekurangan (biaya)
pasti mampu atau bisa menyelesaikan pendidikan. Karena pasti akan ada jalan lain
selama manusia berusaha dan yakin terhadap kekuasaan dan pertolongan Allah Al-
Yaqinu Lâ Yuzâlu bi as-Syak Artinya: ”keyakinan tidak bisa dihilangkan oleh keragu-
raguan”. Dan akhirnya maka tidak ada alasan orang tidak bisa menuntut ilmu karena
biaya, seperti keterangan sebelumnya carilah jalan lain, solusi lain untuk bisa menuntut
ilmu.

5.        Petunjuk guru
Banyak orang yang tersesat karena belajar tanpa guru, seoarng tholibul ilmi hendaklah
mempunyai seorang guru sebagai petunjuk, walaupun ada yang mengatakan bahwa buku
adalah guru yang besar, tapi buku tidak bisa mituturi (memberi nasihat)
6.        Karena ilmu sangat luas dan tidak memiliki akhir maka sudah barang tentu
membutuhkan waktu yang sangat lama. Pepatah Arab mengatakan :”Tuntutlah ilmu dari
buaian sampai ke liang lahat” seorang pelajar harus mengulang-ulang pelajaran yang
telah didapat, jadi dalam mencari ilmu tidaklah cukup dalam waktu yang singkat.Seperti
contoh seorang untuk menjadi Doktor harus melalui SD, SMP, SMA, hingga perguruan
tinggi, dan itu bukanlah waktu yang singkat.

  Adab mencari ilmu


1.        Niat
Niat dalam menuntut ilmu adalah untuk mencari ridho Allah. Hendaknya diringi dengan
hati yang ikhlas benar-benar karena Allah. Bukan untuk menyombongkan diri, menipu
orang lain ataupun pamer kepandaian, tetapi untuk mengeluarkan diri dari kebodohan dan
menjadikan diri kita bermanfaat bagi orang lain
2.        Bersungguh-sungguh
Dalam menuntut ilmu haruslah bersungguh-sungguh dan tidak pernah berhenti. Allah
mengisyaratkan dalam firman-Nya yang berbunyi : “Dan orang-orang yang berjuang di
jalan Kami pastilah akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan Kami.”
3.        Terus menerus
Hendaklah kita jangan mudah puas atas ilmu yang kita dapatkan sehingga kita enggan
untuk mencari lebih banyak lagi. Seperti pepatah yang disampaikan oleh Sofyan bin
Ayyinah : “Seseorang akan tetap pandai selama dia menuntut ilmu. Namun jika ia
menganggap dirinya telah berilmu (cepat puas) maka berarti ia bodoh.” Allah lebih
menyukai amalan yang sedikit tapi dilakukan secara terus menerus dibandingkan amalan
yang banyak tetapi hanya dilakukan sehari saja.
4.        Sabar dalam menuntut ilmu
Salah satu kesabaran terpuji yang harus dimiliki oleh seorang penuntut ilmu adalah sabar
terhadap gurunya seperti kisah Nabi Musa as dan Nabi Khidr as (QS Al Kahfi : 66-70).
Kita jangan cepat putus asa dalam menuntut ilmu jika mendapatkan kesulitan dalam
memahami dan mempelajari ilmu.
5.        Menghormati dan memuliakan orang yan menyampaikan ilmu
Di antara penghormatan murid terhadap gurunya adalah berdiam diri maupun bertanya
pada saat yang tepat dan tidak memotong pembicaraan guru, mendengarkan dengan
penuh khidmat, dan memperhatikan ketika beliau menerangkan, dan sebagainya.
6.        Baik dalam bertanya
Bertanya hendaknya untuk menghilangkan keraguan dan kebodohan diri kita, bukan
untuk meremehkan, menjebak, mengetes, mempermalukan guru kita dan sebagainya.l
Aisyah ra tidak pernah mendengar sesuatu yang belum diketahuinya melainkan sampai
beliau mengerti. Orang yang tidak mau bertanya berarti menyia-nyiakan ilmu yang
banyak bagi dirinya sendiri. Allah pun memerintahkan kita untuk bertanya kepada orang
yang berilmu seperti dalam firman-Nya dalam QS An-Nahl:43

Artinya : dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami
beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah pada orang-orang yang memiliki
pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.
           Untuk itu, menuntut ilmu merupakan jalan menuju kebahagiaan yang
abadi. Seorang muslim diwajibkan untuk menuntut ilmusyar’i. Rasulullah
Shallallahu'alaihi wa salam bersabda :

E. HUKUM MENUNTUT ILMU DAN MENGAJARKANNYA

1.  Hukum Menuntut Ilmu

Apabila kita menelaah isi Al-Qur'an dan Al-Hadis, niscaya kita akan menemukan
beberapa nas yang menjelaskan kewajiban menuntut ilmu, baik bagi laki-laki ataupun
perempuan. Tujuan diwajibkannya mencari ilmu tiada lain yaitu agar kita menjadi umat yang
cerdas, jauh dari kabut kejahilan atau kebodohan.

Menuntut ilmu artinya berusaha menghasilkan segala ilmu, baik dengan jalan bertanya,
melihat, ataupun mendengar. Perintah kewajiban menuntut ilmu terdapat dalam hadis Nabi
Muhammad saw.:

)‫ عبد البر‬q‫ (رواه ابن‬. ‫ْضةٌ َع ٰلى ُكلِّ ُم ْسلِ ٍم َو ُم ْسلِ َم ٍة‬


َ ‫طَلَبُ ْال ِع ْل ِم فَ ِري‬

"Menuntut ilmu adalah fardhu bagi tiap-tiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan."   (HR.
Ibn Abdul Barr)

Dari hadis di atas dapat kita ambil pengertian, bahwa Islam mewajibkan pemeluknya
untuk menuntut ilmu, baik bagi laki-laki ataupun perempuan. Dengan ilmu yang dimilikinya,
seseorang dapat mengetahui segala bentuk kemaslahatan dan jalan kemanfaatan. Dengan ilmu
pula, ia dapat menyelami hakikat alam, mengambil pelajaran dari pengalaman yang didapati oleh
umat terdahulu, baik yang berhubungan dengan masalah-masalah akidah, ibadah, ataupun yang
berhubungan dengan persoalan keduniaan.  Nabi Muhammad saw. bersabda:

ْ qِ‫ َو َم ْن اَ َرا َد ااْل ٰ ِخ َرةَ فَ َعلَ ْي ِه ب‬،‫ فَ َعلَ ْي ِه بِ ْال ِع ْل ِم‬q‫َم ْن اَ َرا َد ال ُّد ْنيَا‬
‫ا‬qq‫ َو َم ْن اَ َرا َد هُ َم‬،‫ال ِع ْل ِم‬q
)‫(متفق عليه‬ .‫فَ َعلَ ْي ِه بِ ْال ِع ْل ِم‬

"Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki
ilmunya; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) di akhirat, wajiblah ia memiliki
ilmunya pula; dan barang siapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu
kedua-keduanya pula." (HR.Bukhari dan Muslim)
Islam mewajibkan kita untuk menuntut berbagai macam ilmu dunia yang memberi
manfaat dan dapat menuntun kita mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan dunia.
Hal tersebut dimaksudkan agar tiap-tiap muslim tidak picik, dan agar setiap muslim dapat
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat membawa kemajuan bagi segenap
manusia yang ada di dunia ini dalam batasan yang diridhai oleh Allah swt.

Demikian pula Islam mewajibkan kita menuntut ilmu akhirat, karena dengan
mengetahuinya kita dapat mengambil dan menghasilkan suatu natijah, yakni ilmu yang dapat
diamalkan sesuai dengan perintah syara'.

Seorang mukallaf wajib menuntut ilmu yang bersifat‘ain, yaitu pada masalah yang
berkenaan dengan akidah. Hal ini dikarenakan dengan mengetahui ilmunya, maka akidah yang
melenceng dapat diluruskan. Selain itu, seorang mukallaf juga wajib menuntut ilmu yang
berkaitan dengan kewajiban-kewajiban lain seperti salat, puasa, zakat dan haji. Di samping itu,
wajib pula bagi seorang mukallaf mempelajari ilmu akhlak, yang mana dengannya ia dapat
mengetahui adab dan sopan santun yang harus dilaksanakan, dan tingkah laku buruk yang harus
ditinggalkan. Adapun ilmu lain yang tidak kalah pentingnya dimiliki oleh seorang mukallaf yaitu
ilmu keterampilan, yang dapat menjadi tonggak hidupnya.

Adapun ilmu yang tidak berkaitan dengan aktifitas keseharian, maka yang wajib
dipelajari hanya pada batas yang dibutuhkan saja. Sebagai contoh, seseorang yang hendak
memasuki gapura pernikahan, maka ia wajib mengetahui syarat-syarat dan rukun-rukunnya serta
segala sesuatu yang diharamkan dan dihalalkan dalam menggauli istrinya.

Sedang ilmu yang wajib kifayah, maka hukum mempelajarinya tidaklah diwajibkan bagi
setiap mukallaf. Kewajiban mempelajarinya gugur apabila salah satu dari mereka sudah ada yang
mempelajarinya. Hal tersebut dikarenakan ilmu-ilmu yang wajib kifayah hanya bersifat sebagai
pelengkap, seperti ilmu tafsir, ilmu hadis dan sebagainya.

2.  Hukum Mengajarkan Ilmu

Seseorang yang telah mempelajari dan memiliki ilmu, maka yang menjadi kewajibannya
adalah mengamalkan segala ilmu yang dimilikinya, sehingga ilmunya menjadi ilmu yang
manfaat; baik manfaat bagi dirinya sendiri ataupun manfaat bagi orang lain.

Agar ilmu yang kita miliki bermanfaat bagi orang lain, maka hendaklah kita
mengajarkannya kepada mereka. Mengajarkan ilmu-ilmu kepada orang lain berarti memberi
penerangan kepada mereka, baik dengan uraian lisan, atau dengan melaksanakan sesuatu amal
dan memberi contoh langsung di hadapan mereka atau dengan jalan menyusun dan mengarang
buku-buku untuk dapat diambil manfaatnya.

Mengajarkan ilmu memang diperintah oleh agama, karena tidak bisa  disangkal lagi,
bahwa mengajarkan ilmu adalah suatu pekerjaan yang ssangat mulia. Nabi diutus ke dunia ini
pun dengan tugas mengajar, sebagaimana sabdanya:

ُ ‫بُ ِع ْث‬
)‫ (رواه البيهقى‬.‫ت اِل َ ُك ْو َن ُم َعلِّ ًما‬
" Aku diutus ini, untuk menjadi pengajar." (HR. Baihaqi)

Sekiranya Allah tidak mengutus rasul untuk menjadiguru bagi manusia, guru
dunia, tentulah manusia tinggal dalam kebodohan sepanjang masa.

Walaupun akal dan otak manusia mungkin dapat menghasilkan berbagai


ilmu pengetahuan, namun disisi lain masih ada juga hal-hal yang tidak dapat dijangkaunya, yaitu
hal-hal yang berada di luar akal manusia. Untuk itulah Rasulullah diutus di dunia ini.

Mengingat pentingnya penyebaran ilmu pengetahuan kepada manusia secara


luas, agar mereka tidak berada dalam kebodohan dan kegelapan, maka diperlukan kesadaran bagi
para mu‘allim (guru), dan ulama untuk beringan tangan menuntun mereka menuju kebahagiaan
dunia dan akhirat. Hal tersebut dikarenakan  para guru dan ulama yang suka menyembunyikan
ilmunya, maka mereka akan mendapatkan ancaman, sebagaimana sabda Nabi saw.:
ِ َّ‫هللا َي ْو َم ْال ِق َيا َم ِة ِب ِل َج ٍام ِم َن الن‬
)‫(رواه احمد‬ .‫ار‬ ُ ُ‫َم ْن ُس ِئ َل َع ْن ِع ْل ٍم َف َك َت َمهُ اَ ْل َج َمه‬
" Barang siapa ditanya tentang sesuatu ilmu, kemudian menyembunyikan (tidak mau
memberikan jawabannya), maka Allah akan mengekangnya (mulutnya), kelak di hari kiamat
dengan kekangan (kendali) dari api neraka."   (HR. Ahmad)
Oleh karena itu, marilah kita menuntut ilmu pengetahuan, sesempat dan
sedapat mungkin dengan tidak ada hentinya, tanpa absen sampai ke liang kubur, dengan ikhlas
dan tekad akan mengamalkan dan menyumbangkannya kepada masyarakat, agar kita semua
dapat mengenyam hasil dan buahnya.

F. KEDUDUKAN ORANG YANG BERILMU

Jika ditinjau dari segi orang yang memiliki ilmu dengan orang yang tidak memiliki ilmu,
maka sungguh jauh sekali perbedaannya. Baik dari segi nilainya maupun derajatnya,
sebagaimana firman Allah swt.:

ِ ‫ا‬qqَ‫وا ااْل َ ْلب‬qqُ‫ َذ َّك ُر اُول‬qَ‫ْن اَل يَ ْعلَ ُم ْو َن اِنَّ َما يَت‬qَ ‫ْن يَ ْعلَ ُم ْو َن َوالَّ ِذي‬qَ ‫قُلْ هَلْ يَ ْستَ ِوى الَّ ِذي‬
.‫ب‬
)۹:‫(الزمر‬
" Katakanlah, 'Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?' Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima
pelajaran."  (QS. Az-Zumar/39: 9)
Dalam ayat yang lain Allah swt. berfirman:

ٍ ‫الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْوا ِم ْن ُك ْم َوالَّ ِذي َْن اُ ْوتُوا ْال ِع ْل َم َد َر ٰج‬ ُ‫يَرْ فَ ِع هللا‬
)۱۱ q:‫ (المجادلة‬.‫ت‬
" Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu beberapa derajat."  (QS. Al-Mujãdalah/58: 11)
Ayat-ayat tersebut menggambarkan, betapa tingginya nilai dan derajat orang yang
berilmu. Dengan ilmu manusia akan memperoleh segala kebaikan, dan dengan ilmu pula
manusia akan memperoleh kedudukan yang mulia. Walaupun dimungkinkan pada suatu ketika
pandangan manusia terhadap ilmu atau pemilik ilmu menjadi kabur, karena kerasnya pengaruh
benda-benda dan pergeseran nilai kehidupan yang lain, tetapi kita yakin pada suatu ketika
manakala bahaya yang ditimbulkan oleh benda-benda atau lainnya telah menghebat, niscaya
orang akan kembali lagi mencari ilmu untuk mengatasi masalah yang ada sebagai pengobatnya.
G. MENUNTUT ILMU SEBAGAI IBADAH

Dilihat dari derajat dan kedudukan ilmu, sungguh menuntut ilmu itu memiliki nilai dan
pahala yang sangat mulia disisi Allah swt. Selain itu, menuntut ilmu juga bernilai ibadah
sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw.:

ِ ‫اِل َ ْن تَ ْغ ُد َو فَتَ َعلَّ َم ٰايَةً ِم ْن ِكتَا‬


.‫ب هللاِ َخ ْي ٌر ِم ْن ِعبَا َد ِة َسنَ ٍة‬
" Sungguh sekiranya engkau melangkahkan kaki di waktu pagi (maupun petang), kemudian
mempelajari satu ayat dari Kitab Allah (Al-Qur'an), maka pahalanya lebih baik daripada
ibadah satu tahun. "
Dalam hadis lain dinyatakan:

)‫ (رواه الترمذى‬.‫ْل هللاِ َح ٰتّى يَرْ ِج َع‬qِ ‫ب ْال ِع ْل ِم فَه َُو فِ ْي َسبِي‬
ِ َ‫َم ْن َخ َر َج فِ ْي طَل‬
" Barang siapa yang pergi untuk menuntut ilmu, maka dia telah termasuk golongan sabilillah
(orang yang menegakkan agama Allah) hingga ia pulang kembali. "   (HR. Tirmidzi)
Mengapa menuntut ilmu itu sangat tinggi nilainya dilihat dari segi ibadah? Karena amal
ibadah yang tidak dilandasi dengan ilmu yang berhubungan dengan itu, akan sia-sialah amalnya.
Syaikh Ibnu Ruslan dalam hal ini menyatakan:

.ُ‫اَ ْع َمالُهُ َمرْ ُد ْو َدةٌ اَل تُ ْقبَل‬  ‫َو ُكلُّ َم ْن بِ َغي ِْر ِع ْل ٍم يَ ْع َم ُل‬

" Siapa saja yang beramal (melaksanakan amal ibadah) tanpa dilandasi ilmu, maka segala
amalnya akan ditolak, yakni tidak diterima. "
BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari penjelasan hadits – hadits diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Menuntut ilmu agama adalah wajib bagi setiap muslim dan jangan memberikan ilmu
agama kepada orang yang enggan menerima ilmu
2. Ilmu akan musnah jika sudah tidak ada lagi para ulama sehingga banyak para pemimpin
yang memberi fatwa tanpa menggunakan ilmu pengetahuan, sehingga mereka saling
menyesatkan satu sama lain
3. Bahwa dengan ilmu manusia akan mendapatkan kebahagiaan didunia maupun diakherat.
Orang yang menempuh perjalanan untuk mencari ilmu sama dengan orang yang sedang
menempuh perjalanan menuju surga, Hal ini merupakan kemuliaan yang diberikan Allah
kepada orang yang mencari ilmu.
4. Ilmu mempunyai peranan sangat penting dalam dunia pendidikan, yang mana pendidikan
adalah Universal, ada keseimbangan  antara aspek intelektual dan spiritual, antara sifat
jasmani dan rohani. Dengan pendidikan  yang benar dan akhlak yang kuat, maka akan
tumbuh generasi penerus bangsa yang beradab dan bermartabat.

B.          Penutup
Kita sebagai golongan terpelajar jangan hanya menjadikan kitab- kitab hadits
sebagai buku hiasan saja atau buku pelengkap referensi, tetapi hendaklah kita baca,
maknai, dan ditafsiri dengan baikdan selanjutnya di amalkan dengan segenap
kemampuan.
Dan kiranya makalah kami ini sangat jauh dari kesempurnaan, kritik dan saran dari
pembaca sangat kami harapkan demi meningkatkan kesempurnaan makalah yang kami
tulis ini.
DAFTAR PUSTAKA

Abu Abdillah Muhammad Bin Ismail al-bukhori al-Jufri, Shohih Bikhori.


Abu ar-Rahman Ahmad Bin Syu’aib al-Nisa’i, Sunan al-Nisa’i
Abu Daud Sulaiman Ibn al-Asy’as al-Sjastani al-Azdi, SunanAbu Daud.
Al Qur’an Al Karim
Al-asqolani, Ibnu Hajar. 2002. Fathul Baari Syarah. Jakarta. Pustaka Azzam
Al-Mundiri Hafidz. 2000. Terjemah Attarghib wat tarhib. Surabaya. Al-Hidayah
As Shobuni, Muhammad ‘Ali, 1420 H-1999 M, Min Kunuz As Sunnah, Jakarta, Dar Al Kutub
Al Islamiyah.
Az-zarnuzi. Ta’limul Muta’allim. Surabaya: Al-Hidayah

[1] Abuddin Nata. Al-Qur’an dan Hadits,( Jakarta: Lembaga Studi Islam dan


Kemasyarakatan,1992),h.117
[2] Yusuf Qardhawi. Al-Qur’an berbica akal dan ilmu  pengetahuan, (Jakarta:Gema
Insani,1998),h.88
[3]Yusuf Qardhawi. Al-Qur’an berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan,(Jakarta :
Gema Insani),h.93s
[4]
[5]Musfir bin Said Az-zahrani.Konseling terapi,(Jakarta:Gema Insani,2005)h.295
[6] Saifuddin.Metode dan Etika Pengembangan Ilmu. (Bandung:CV Rosda.1989).
h24BAB I

Anda mungkin juga menyukai