Anda di halaman 1dari 78

Dasar-Dasar Mekanika Fluida  Ainul Ghurri 2014

Dasar-Dasar Mekanika Fluida

Ainul Ghurri Ph.D.

Jurusan Teknik Mesin


Universitas Udayana
2 0 1 4
Dasar-Dasar Mekanika Fluida

Ainul Ghurri Ph.D.

Hak Cipta  2014 oleh Jurusan Teknik Mesin –


Universitas Udayana. Dilarang mereproduksi
dan mendistribusi bagian dari publikasi ini
dalam bentuk maupun media apapun tanpa
seijin Jurusan Teknik Mesin – Universitas
Udayana.

Dipublikasikan dan didistribusikan oleh Jurusan Teknik Mesin – Universitas


Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Bali 80362, Indonesia.

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat ide,
pengetahuan dan kekuatan yang diberikanNYA maka penulisan buku diktat “Dasar-Dasar
Mekanika Fluida” ini dapat terselesaikan.
Diktat ini bisa dikatakan merupakan kumpulan dari penggalan-penggalam materi kuliah
mekanika fluida, yang disusun dari berbagai sumber materi antara lain buku teks, handbook,
jurnal ilmiah dan diperkaya dengan hasil penelitian. Diktat ini digunakan untuk mata kuliah
Mekanika Fluida 1, namun juga bermanfaat untuk mata kuliah lain yang berhubungan dengan
aliran fluida. Pada bagian materi presentasi/hand-out meskipun pada dasarnya merupakan
versi untuk pemaparan dalam perkuliahan, namun kadang-kadang juga merupakan bagian
yang memperkaya isi diktat.
Diktat ini masih jauh dari ideal, baik secara materi maupun dalam detail penjelasan dan
perincian sub-babnya. Kami berharap dapat melaksanakan pembaruan dalam waktu dekat di
masa mendatang. Kami berterima kasih kepada dosen-dosen dalam grup pembelajaran
Mekanika Fluida, dan kepada pihak jurusan yang telah membantu penerbitan diktat ini.
Terakhir, semoga diktat ini memberi manfaat terutama bagi mahasiswa sebagai materi
pembuka cakrawala pengetahuan tentang mekanika fluida baik secara teori dan praktis.

Denpasar, 03 November 2014

Penulis,
Ainul Ghurri Ph.D.

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

Bab 1 Konsep-Konsep Dasar Dalam Mekanika Fluida

1.1. Definisi Mekanika Fluida 1

1.2. Shear Stress dan Shear Strength 5

1.3. Gaya Geser dan Lapisan Geser pada Fluida 6

1.4. Pengkategorian dalam Mekanika Fluida 8

1.5. Ide-ide dasar yang mendefinsikan “fluida” 10

1.6. Dimensi dan Satuan 14

Bab 2 Fluida Statis

2.1. Persamaan Dasar Fluida Statis 15

2.2. Variasi Tekanan Dalam Fluida Statis Akibat Gaya Gravitasi 16

2.3. Pengukuran Tekanan 17

2.4. Alat Ukur Tekanan 19

2.5. Gaya hidrostatik pada permukaan yang terendam 22

2.6. Gaya Apung [Bouyant Force] 28

2.7. Fluida Dalam Benda Rigid Yang Bergerak 29

Persamaan-Persamaan Dasar dalam bentuk Integral untuk


Bab 3
“Volume Kontrol”
3.1. Sistem dan Volume Kontrol (Volume atur) 38

3.2. Hukum-hukum dasar untuk sistem 40

iii
3.3. Penurunan persamaan volume atur 42

3.4. Penerapan persamaan volume atur 45

3.5. Analisis Diferensial Volume Kontrol 51

3.6. Soal-Soal 63

Bab 4 Analisis Dimensional dan Keserupaan Dinamik

4.1. Keserupaan Dimensional dan Dinamik 64

4.2. Teori BUCKINGHAM PI 66

4.3. Prosedur Menentukan Grup Non-Dimensional (π) 67

Handout/Materi Presentasi Perkuliahan [81 hal]

iv
Bab 1
KONSEP-KONSEP DASAR
DALAM MEKANIKA FLUIDA

1.1. Definisi Mekanika Fluida

Mekanika adalah cabang ilmu yang menelaah hal-hal yang berkaitan dengan gaya dan gerakan.
Fluida adalah zat yang berada dalam keadaan cair (liquid) dan gas. Zat cair adalah zat yang untuk
jumlah massa tertentu akan memiliki volume tertentu yang tidak tergantung pada bentuk benda
dimana zat cair tersebut ditempatkan. Untuk mengukur volume zat cair biasanya dilakukan dengan
mengukur volume kontainer dimana zat cair itu berada. Namun volume yang sebenarnya hanyalah
sesuai jumlah yang mengisi kontainer tersebut. Jika volumenya lebih kecil dari kontainer, maka akan
terbentuk permukaan bebas; misalnya pada danau dan tandon yang tidak terisi penuh. Sebaliknya,
gas dengan jumlah massa tertentu bisa memiliki volume yang bervariasi sesuai dengan wadah dimana
gas itu berada. Gas akan mengisi dan memenuhi seluruh wadah dimana gas berada (lihat Gambar
1.1). Bahan bakar dalam tabung LPG senantiasa memiliki volume yang sama, sejak awal pemakaian
sampai isinya hampir habis. Namun massa LPG semakin berkurang seiring dengan pemakaian LPG
tersebut. Digabung menjadi satu, mekanika fluida memiliki definisi cabang ilmu yang menelaah gaya
dan gerakan yang terjadi dalam fluida. Gaya dapat menghasilkan gerakan, dan sebaliknya, gerakan
dapat menghasilkan gaya. Gaya dan gerakan selalu berkaitan dengan momentum dan energi. Kincir
angin, adalah mesin fluida (fluid machinery) yang mengekstrak energi kinetik yang dimiliki oleh udara
yang bergerak, untuk kemudian menyimpannya dalam bentuk energi listrik; atau bisa juga dikonversi
secara langsung menjadi energi mekanis untuk memompa air. Sebaliknya, kipas angin adalah mesin
fluida yang mengonversikan energi listrik menjadi gerakan udara. Udara dapat digerakkan oleh kipas
angin dengan menggunakan sudu-sudu dengan desain yang sedemikian hingga fluida dapat dialirkan
dan diarahkan dengan baik dalam jumlah sesuai yang dibutuhkan. Pada fluida yang tidak bergerak
(statis), gaya yang terjadi adalah akibat tekanan fluida pada batas/dinding dimana fluida berada.
(a). Volume zat cair pada wadah yang berbeda

(b). Gas selalu mengisi seluruh ruangan


Gambar 1.1. Zat cair dan gas
Dalam pendefinisian mekanika fluida di bagian awal, pembahasan tidak diarahkan pada struktur
molekul. Fluida dianggap sebagai satu kesatuan materi yang kontinyu (fluid as continuum) yang dapat
dibagi secara tak terbatas dengan mengabaikan perubahan perilaku molekul secara individual.
Sejumlah molekul fluida tersebut diamati perilaku dan perubahannya sebagai satu kesatuan secara
makroskopik.
Untuk memahami konsep kontinyum, perhatikan beda antara struktur molekul material padat,
cair dan gas; pada Gambar 1.2 di bawah ini. Dalam material padat, atom diikat secara ketat oleh gaya
intermolekular. Dalam zat cair gaya intermolekular menjaga kedekatan antar molekul; tapi gaya
intermolekular tersebut tidak merata dan seketat pada material padat. Adanya gangguan gaya yang
kecil saja memungkinkan satu atau beberapa atom terlepas dari yang lainnya. Anggapan fluida
sebagai material kontinyum mengabaikan perubahan molekuler tersebut. Fluida dianggap material
kontinyu dengan ikatan yang merata seperti halnya material padat; dan dengan demikian properti
fluida seperti tekanan, kecepatan, dan temperatur didefinisikan pada semua bagian dengan
mengabaikan perbedaan struktur molekular antar bagian tersebut.
(a). Padat; (b). Cairan; (c). Gas
Gambar 1.2. Ikatan molekul material padat, cair dan gas
Studi mekanika fluida memiliki kemiripan dengan bidang mekanika yang lain, misalnya mekanika
material padat (rigid) dan mekanika dalam ilmu Fisika. Hukum Newton II, hukum konservasi massa
dan hukum Termodinamika I & II juga digunakan dalam mekanika fluida.
Material elastis, yang akan
kembali ke bentuk semulai
setelah dikenai tegangan.
Mekanika
Material plastis, yang akan
material mengalami deformasi
padat permanen jika dikenai
Mekanika tegangan yang lebih besar
kontinyum dari yield strength-nya. Material dengan
karakteristik
Fluida Newtonian gabungan padat dan
fluida; misalnya pasta
Mekanika
dan dempul.
fluida

Fluida non-Newtonian
Gambar 1.3. Mekanika fluida sebagai bagian dari mekanika material kontinyum
Mekanika fluida termasuk dalam studi mekanika kontinyum (continuum mechanics). Seperti yang
ditunjukkan dalam diagram pada Gambar 1.3 di atas, mekanika kontinyum adalah studi fisik dari
materi kontinyu; terdiri dari mekanika fluida dan mekanika material padat. Studi mengenai materi
yang memiliki karakteristik mendua antara fluida dan material padat disebut rheology. Material yang
demikian hanya bisa mengalir jika tegangan geser mencapai nilai kritis untuk material tersebut;
misalnya pasta gigi dan bahan dempul. Fluida Newtonian adalah sebutan untuk fluida yang akan
mengalir secara kontinyu berapapun gaya geser diberikan padanya. Gaya geser yang terjadi pada
fluida ini akan selalu berbanding lurus secara linier dengan gradien kecepatan pada arah tegak lurus
bidang gaya geser. Fluida non-Newtonian mengalir tidak kontinyu; jika dikenai tegangan geser,
misalnya dengan mengaduknya, maka akan timbul area kosong yang kemudian perlahan akan terisi
kembali. Contoh fluida non-Newtonian adalah bahan puding (yang masih cair) dan cairan cat.
Pengadukan pada fluida non-Newtonian bisa menurunkan viskositasnya, misalnya cat cair. Dalam
keadaan tertentu pasir juga bisa dikategorikan sebagai fluida non-Newtonian. Pasir dan cat cair
memiliki sifat yang sangat berbeda; hal pokok yang membuat keduanya dikategorikan sebagai fluida
non-Newtonian adalah bahwa keduanya tidak mengalir secara kontinyu.
Gaya yang bekerja pada fluida dikelompokkan menjadi 2; pertama, gaya pemukaan (surface
force) yaitu gaya yang bekerja pada batas/permukaan fluida melalui kontak fisik, terdiri dari gaya
tekan atau tekanan dan gaya geser; kedua, gaya badan (body force) yaitu gaya yang bekerja tanpa
kontak fisik dimana gaya tersebut didistribusikan ke seluruh elemen fluida, terdiri dari gaya gravitasi,
gaya sentrifugal, gaya Coriolis dan gaya elektromagnetik. Pada semua pembahasan dalam buku ini,
gaya-gaya yang diperhitungkan adalah tekanan, gaya geser dan gravitasi, sedang yang lainnya
diabaikan.
Di samping definisi di atas, ada pengertian yang lebih esensial yang harus dipahami tentang
fluida. Dalam pengertian ini, fluida didefinisikan sebagai zat yang akan bergerak dan mengalami
perubahan secara kontinyu jika dikenai tegangan geser atau shear stress (ττ, dibaca ‘tau’). Perubahan
yang dimaksud adalah perubahan struktur zat, atau deformasi. Beberapa material seperti bahan
dempul dan pasta gigi hanya akan bergerak/mengalir jika tegangan geser dikenakan padanya
mencapai nilai kritis tertentu. Pada zat padat, plastik misalnya, jika dikenai tegangan atau tarikan
maka ia akan mengalami peregangan (memanjang). Jika tarikan tersebut dihilangkan maka plastik
tersebut akan kembali ke keadaan semula. Plastik tersebut tidak mengalami deformasi. Namun jika
tegangan tarik diperbesar sampai melewati batas kekuatan luluh atau yield strength-nya (σyield), dan
kemudian tegangan tersebut dihilangkan plastik tersebut molor atau patah dan tidak bisa kembali ke
keadaan semula. Plastik tersebut dikatakan mengalami deformasi. Plastik dan benda padat lain
memerlukan gaya dalam jumlah tertentu untuk mengalami deformasi. Gaya dengan jumlah tertentu
σyield; σ dibaca ‘sigma’).
untuk mendeformasi zat padat tersebut kita kenal sebagai yield strength (σ
Fluida tidak memiliki batas tegangan tersebut. Fluida mengalami deformasi yang terus menerus jika
dikenai tegangan geser, sekecil apapun tegangan geser tersebut. Definisi fluida dikaitkan dengan
tegangan geser, bukan jenis tegangan yang lain.
Apa itu tegangan geser? Gambar 1.2 menunjukkan tegangan geser dan tegangan lain yang
bekerja pada suatu elemen fluida. Tegangan normal, tegangan tarik, dan tegangan tekan memiliki
arah tegak lurus terhadap permukaan elemen fluida, sedang tegangan geser menyinggung
permukaan zat atau elemen fluida. Jadi, definisi fluida dibanding zat padat dikaitkan dengan
karakteristik deformasinya. Fluida akan mengalami perubahan secara terus-menerus jika dikenai
tegangan geser. Fluida senantiasa berdeformasi, setiap kali menerima tegangan geser. Sedangkan zat
padat memiliki reaksi deformasi yang terbatas jika menerima tegangan, yaitu baru mengalami
deformasi jika tegangan yang diberikan lebih besar dari σyield nya. Dengan kata lain zat padat
memerlukan sejumlah gaya tertentu untuk menghasilkan deformasi.
Sebagai catatan, sebutan umum untuk gaya persatuan luas adalah stress atau tegangan atau
tekanan, dengan simbol σ. Tegangan tersebut kemudian akan mendapat simbol atau istilah yang
berbeda sesuai penggunaannya; misalnya σgeser menjadi τ, σnormal menjadi P, dsb.
σnormal

σgeser
σtekan σtekan
σgeser

Gambar 1.2. Tegangan atau stress pada permukaan material

1.2. Shear Stress dan Shear Strength

Tegangan geser atau shear stress adalah tegangan pada arah paralel atau tangensial
(menyinggung) sisi atau permukaan material; kebalikan dari tegangan normal yang tegak lurus
permukaan. Tegangan geser menyatakan gaya geser per satuan luas, dengan satuan N/m2. Rumus
tegangan geser dinyatakan sebagai berikut:
F
τ= (1.1)
A
dengan F = Gaya geser (N)
A = Luasan yang paralel dengan gaya geser (m2)
Gambar 1.3 menunjukkan objek yang mengalami tegangan geser. Pada Gambar 1.3 (a) sebuah
baut yang mengikat 2 plat mengalami tegangan geser per satuan luas baut yang paralel dengan arah
tarikan kedua plat. Pada Gambar 1.3 (b) selembar kertas menerima tegangan geser dari gaya geser
akibat pergerakan dua sisi mata gunting pada tempat yang akan dipotong.
Shear strength atau kekuatan geser adalah batas kekuatan suatu material untuk menerima
tegangan geser; mempunyai satuan yang sama dengan shear stress yaitu N/m2. Baut pada Gambar
1.3 (a) akan patah jika gaya geser per satuan luas baut yang diberikan melebihi shear strength
material baut. Sedangkan gunting pada Gambar 1.3 (b) akan berhasil memotong kertas jika tegangan
geser akibat gerakan dua sisi mata gunting telah melebihi kekuatan geser kertas. Berapa kekuatan
geser fluida? Karena fluida selalu berdeformasi jika dikenai tegangan geser, maka kekuatan gesernya
adalah nilai minimum tegangan geser berapapun yang mampu dibangkitkan, asalkan di atas nol.

F
F

Gambar 1.3. Gaya geser pada (a). Baut; (b). Kertas


Istilah stress (menggunakan simbol τ) digunakan untuk tegangan atau gaya yang bekerja pada
luasan tertentu, antara lain tensile stress (tegangan tarik), compressive stress (tegangan tekan), dan
shear stress. Sedangkan istilah strength (menggunakan simbol σ) digunakan untuk menyatakan batas
kekuatan material untuk menahan jenis beban atau gaya tertentu tanpa mengalami deformasi
permanen; misalnya yield strength (kekuatan luluh), tensile strength (kekuatan tarik), fatigue strength
(kekuatan lelah), dan compressive strength (kekuatan tekan). Istilah-istilah tersebut digunakan dalam
kaitan dengan kekuatan material (strength of material).

1.3. Gaya Geser dan Lapisan Geser pada Fluida

Sesuai definisi fluida, deformasi terjadi secara terus-menerus sekecil apapun gaya geser
diberikan. Dari definisi fluida tersebut, selanjutnya kita akan mengenal istilah lapisan geser (shear
layer) yang merupakan topik yang sangat penting dalam pembahasan fluida dalam berbagai macam
keadaan aliran. Perhatikan Gambar 1.4 di bawah ini. Jika gaya F menyebabkan plat bergerak dengan
kecepatan U, dan menimbulkan gaya geser sesuai persamaan (1.1); sedang zat yang berada di antara
plat dan permukaan padat memiliki kecepatan du ≠ U yang bervariasi pada arah y, maka zat tersebut
telah mengalami deformasi. Maka, zat tersebut adalah fluida.

U
Plat F
du
Zat Y y
dy
x

dengan F = Gaya pada plat (N)


U = Kecepatan gerak plat (m/s)
Y = Ketinggian zat (m)
A = Luas permukaan plat (m2)
Gambar 1.4. Gradien kecepatan pada fluida
Fluida yang berada dalam keadaan seperti di atas akan membentuk lapisan-lapisan geser yang
akibat terjadinya gradien kecepatan arah vertikal (du/dy) yang besarnya sebanding dengan gaya geser
pada lapisan tersebut. Lapisan geser tersebut bisa digambarkan sebagai profil variasi kecepatan pada
arah aliran sumbu y. Kecepatan fluida pada dinding permukaan padat sama dengan nol, sedangkan
pada dinding plat sama besar dengan kecepatan plat. Iantara permukaan padat dan plat, besarnya
kecepatan antara 0 dan U. Zat yang bukan fluida tidak menghasilkan profil kecepatan atau lapisan
geser ini.
Tegangan geser (τ) yang bekerja pada fluida tersebut dapat dirumuskan:
F du
τ= ≈ (1.2)
A dy
du
τ=µ (1.3)
dy
Persamaan (1.3) dibaca: “tegangan geser yang dialami fluida sebanding dengan gradien
kecepatan pada arah vertikal, dengan faktor proporsionalitas sebesar µ”. Besarnya µ (dibaca ‘miu’)
berbeda-beda untuk setiap fluida. Faktor kesebandingan µ disebut viskositas (kekentalan) mutlak
atau viskositas dinamik fluida. Jika dikaitkan dengan jenis fluida; maka setiap fluida yang memenuhi
persamaan (1.3) adalah fluida Newtonian; dan yang tidak memenuhi persamaan (1.3) tergolong
sebagai fluida non-Newtonian.
Contoh lapisan geser ditunjukkan pada Gambar 1.5 dan 1.6 di bawah ini. Gambar 1.5
menunjukkan pencampuran fluida dari dua cabang pipa menuju saluran utama. Fluida yang datang
dari dua pipa yang berbeda dengan kecepatan yang berbeda akan menghasilkan profil kecepatan
yang mungkin tidak seragam, yang selanjutnya akan mempengaruhi keberhasilan proses
pencampuran atau keakuratan perhitungan kapasitas aliran, kerugian tekanan maupun perpindahan
panas dalam pipa tersebut.

V1

V2

Gambar 1.5. Profil kecepatan pada aliran campuran

Gambar 1.6. Profil kecepatan aliran melintasi airfoil

Gambar 1.6 menunjukkan profil kecepatan pada dua posisi aliran melintasi airfoil. Penampang
melintang berbentuk airfoil antara lain mewakili sayap pesawat dan sudu turbin. Profil kecepatan
tersebut sangat menentukan kinerja airfoil karena mempengaruhi gaya angkat dan gaya hambat yang
dibangkitkan oleh airfoil.
1.4. Pengkategorian dalam Mekanika Fluida

Secara garis besar mekanika fluida dibagi menjadi dua, yaitu fluida statis (fluida diam, tidak
bergerak); dan fluida dinamis (fluida bergerak). Pengkategorian dan peristilahan dalam mekanika
fluida dijelaskan pada diagram pada Gambar 1.7 bawah ini.

Mekanika Fluida

Fluida statis Fluida dinamis

Fluida inviscid Fluida viskos

Laminer Kompresibel Laminer

Turbulen Inkompresibel Internal Kompresibel

Turbulen Eksternal Inkompresibel

Internal Kompresibel

Eksternal Inkompresibel

Gambar 1.7. Pengkategorian dalam Mekanika Fluida


Aliran fluida inviscid adalah aliran dengan viskositas nol, atau dianggap nol, atau aliran dimana
perbedaan tegangan geser antar lapisan fluida nol (gradien kecepatan arah vertikal sudah tidak
terjadi). Fluida inviscid selalu digunakan dalam mekanika fluida yang murni teoritis (hidrodinamika).
Persamaan-persamaan dalam hidrodinamika senantiasa mengabaikan viskositas. Pada aliran inviscid,
kecepatan fluida tidak dipengaruhi oleh permukaan padat. Pada fluida statis tidak terjadi tegangan
geser, dengan demikian fluida statis adalah fluida inviscid.
Untuk aliran fluida viskos, kecepatan tepat pada permukaan padat yang tidak bergerak adalah
nol. Atau dapat dikatakan bahwa tidak terjadi slip pada permukaan benda tempat fluida mengalir
tersebut (no-slip condition). Sampai batas ketebalan tertentu dari permukaan tempat mengalir terjadi
gradien kecepatan sampai jarak vertikal tertentu dimana kecepatannya sama dengan kecepatan
aliran bebas. Pada bagian dimana kecepatan fluida sudah sama dengan kecepatan aliran bebas, fluida
dapat dianggap inviscid.
Aliran laminer adalah aliran dimana partikel fluida bergerak sejajar dalam layer atau serat aliran
fluida. Sedangkan aliran turbulen aliran dimana partikel fluida bergerak ke segala arah dengan
kecepatan sama atau berbeda terhadap proyeksi sumbu x, y dan z. Partikel fluida berpindah dari satu
layer ke layer lainnya dengan gerakan yang acak. Profil kecepatan aliran laminer lebih tumpul;
sedangkan aliran turbulen lebih datar (flat) karena kecepatannya lebih seragam; seperti terlihat pada
Gambar 1.8. Tingkat turbulensi yang terjadi bergantung pada kekentalan fluida, berat jenis, kecepatan
pergerakan partikel itu sendiri, dan geometri tempat fluida mengalir.
Fluida compressible atau mampu mampat adalah fluida yang densitas atau kerapatan massanya
bisa berubah-ubah; densitas meningkat jika menerima tekanan, dan menurun jika mengalami
ekspansi. Fluida incompressible atau tak mampu mampat adalah fluida yang jika dikenai tekanan
perubahan kerapatan massanya sangat kecil sehingga diabaikan dan dianggap tidak bisa berubah
densitasnya. Udara mampu dimampatkan oleh kompresor; sedangkan udara yang mengalir di sekitar
bodi mobil atau kipas angin umumnya dianggap inkompresibel. Udara yang bergerak cepat, akan
mengalami kompresi; namun biasanya baru dianggap kompresibel jika kecepatannya melebihi
sepertiga dari kecepatan suara. Air dalam berbagai macam aplikasi selalu dianggap inkompresibel
karena perubahan densitasnya sangat kecil.

Aliran Aliran

Gambar 1.8. Aliran Laminer dan Turbulen


Aliran internal adalah aliran fluida yang dibatasi oleh permukaan padat, misalnya aliran dalam
pipa. Sedangkan aliran eksternal adalah aliran fluida di sekitar benda padat; dimana benda tersebut
dilingkupi atau direndam oleh aliran fluida, misalnya aliran di sekitar bodi mobil dan aliran melintasi
gedung/bangunan. Sebuah kategori lain yang tidak termasuk dalam aliran internal maupun eksternal
adalah aliran dalam saluran terbuka (open channel flow); misalnya aliran melalui sungai.
Selain istilah-istilah sesuai pengkategorian di atas, kita akan sering menggunakan istilah aliran
stedi (steady) dan tidak stedi (unsteady) serta aliran seragam (uniform) dan tidak seragam (non
uniform). Bila properti-properti fluida di suatu posisi dalam medan aliran tidak berubah menurut
waktu, aliran tersebut disebut aliran stedi atau aliran stasioner.Pada aliran stedi, variabel-variabel
aliran bisa berubah dari satu posisi ke posisi lainnya, tetapi nilai variabel tersebut harus tetap di posisi
yang sama setiap saat. Sedangkan aliran tidak stedi adalah aliran dimana propertinya berubah
terhadap waktu. Suatu aliran dikatakan seragam bila kecepatan pada arah tegak lurus terhadap
penampang saluran sama besar di seluruh bagian permukaan penampang tersebut. Dalam
kebanyakan eksperimen aliran fluida, aliran dikondisikan dalam keadaan seragam.
Dalam analisis mekanika fluida ada juga istilah fluida ideal (ideal fluids) dan fluida sempurna
(perfect fluids). Fluida ideal adalah fluida yang tanpa viskositas dan tidak bisa dimampatkan; fluida
yang diidealkan ini sebenarnya tidak ada. Sedangkan fluida sempurna adalah fluida tanpa viskositas,
tapi bisa dimampatkan.
1.5. Ide-ide dasar yang mendefinsikan “fluida”

a. Tegangan Geser (ττ)


Tegangan geser (τ) adalah komponen gaya yang menyinggung permukaan (F) dibagi luas
permukaan (A).
F
τ=
A
U
Pelat F F = Gaya pada plat (N)
du U = Kecepatan gerak plat (m/s)
Zat Y Y = Ketinggian zat (m)
y
dy A = Luas permukaan plat (m2)
x

Jika F menyebabkan plat bergerak dengan kecepatan U, sedang zat yang berada di antara plat dan
permukaan padat memiliki kecepatan du ≠ U, maka zat tersebut telah mengalami deformasi.
Maka, zat tersebut adalah fluida.

b. Lapisan geser (shear layers)

Lapisan geser
Fluida

Fluida yang berada dalam keadaan seperti di atas akan menghasilkan lapisan geser yang memiliki
tebal (arah y) dan besar kecepatan tertentu. Lapisan geser tersebut membentuk variasi atau profil
kecepatan pada arah aliran fluida. Kecepatan fluida pada dinding permukaan padat sama dengan
nol, sedangkan pada dinding plat sama besar dengan kecepatan plat. Zat yang bukan fluida tidak
menghasilkan profil kecepatan atau lapisan geser ini. Contoh terjadinya lapisan geser ditunjukkan
pada Gambar 1.5 dan 1.6 di atas.
Profil shear layer menghasilkan efek yang mempengaruhi efisiensi volumetris suatu aliran,
mempengaruhi kerugian tekanan, perpindahan panas, dsb. Pada pesawat atau kendaraan antara
mempengaruhi kestabilan dan efek suara.

c. Karakteristik deformasi
Fluida akan mengalami deformasi terus menerus jika dikenai tegangan geser. Fluida tidak mampu
menerima tegangan geser tanpa berubah bentuk (deformasi). Sedangkan zat padat memiliki
reaksi deformasi yang terbatas jika menerima tegangan, yaitu baru mengalami deformasi jika
tegangan yang diberikan lebih besar dari τyield nya. Dengan kata lain zat padat memerlukan
sejumlah gaya tertentu untuk menghasilkan deformasi.

Sehari-hari bersama “FLUIDA”


 Gunung, bukit, pasir dan lembah terjadi akibat gaya-gaya yang ditimbulkan aliran udara atau air
yang menemui halangan.
 PDAM harus menyuplai air dengan debit dan tekanan yang memadai untuk mengatasi hambatan
aliran di sepanjang pipa aliran agar airnya sampai ke rumah tinggal konsumen.
 Air pendingin radiator harus dialirkan dengan kecepatan tertentu untuk memindahkan panas
secara efektif.
 Kincir angin berputar karena digerakkan oleh aliran udara, sebaliknya kipas angin berputar untuk
menggerakkan udara dan menghasilkan aliran udara. Baling-baling kapal dan pesawat berputar
untuk menghasilkan aliran fluida dan gaya dorong (sebagai gaya reaksinya).
 Kita dapat merasakan hambatan aerodinamik wajah dan tubuh kita ketika berjalan menentang
angin yang kencang.
 Lambung kapal, sayap dan body pesawat dibuat halus untuk mengurangi gaya hambat; bola golf
dibuat kasar juga untuk mengurangi hambatan terhadap gerakannya.
 Letupan cambuk merupakan gelombang kejut karena ujung cambuk bergerak dengan kecepatan
supersonik.
 Jantung koroner terjadi akibat penyempitan pembuluh darah (≈ pipa) sehingga suplai darah (≈
fluida) ke jantung (≈ pompa) terganggu. Biomechanic engineering mengembangkan teknologi
agar aliran darah ke jantung tidak turbulen tetapi supaya laminer, sehingga organ-organ jantung
tidak menerima aliran darah yang berat.

Histori “MEKANIKA FLUIDA”


ִ Pada jaman prasejarah orang melontar batu, lembing, anak panah yang sudah memiliki bentuk
aerodinamis tertentu. Sistem irigasi ditemukan di antara puing-puing sejarah Mesir dan
Mesopotamia (3000 SM).
ִ Saluran air dibangun bangsa Romawi (abad 4 SM). Archimedes merumuskan hukum mengenai
benda terapung (abad 3 SM).
ִ Galileo (1564-1642) berjasa bagi ilmu mekanika; Newton (1642-1772) untuk hukum tentang

gerak.
ִ Sejak abad pertengahan, muncul 2 aliran dalam ilmu fluida:

 Hidrolika. Penganutnya adalah orang-orang yang bekerja di lapangan yang bereksperimen

secara empirik. Rumus-rumus dan kesimpulan disusun berdasar pengujian/eksperimen murni.


Tokoh-tokohnya a.l. Castelli, Torricelli, Pitot, Venturi, Weber, Coriolis, Coulomb, Froude, dll.
 Hidrodinamika (Matematika-Mekanika Fluida). Aliran ini membahas gerakan fluida (misalnya

pusaran air, tornado, dsb.) secara teoritis murni berdasar persamaan matematis. Tokoh-
tokohnya a.l. Bernoulli, Euler, d’Alembert, Lagrange, Laplace, Poisson, Navier, Stokes,
Rayleigh, Reynold, Kelvin,dll.

Tahun 1904 Ludwig Prantl (1875-1953) memperkenalkan teori yang mengkompromikan 2 aliran
tersebut, yaitu teori mengenai Lapisan Batas (Boundary Layer), yang menerangkan perbedaan
perilaku fluida sejati yang diamati pakar hidrolika dan prediksi-prediksi dari teori fluida tidak
viscous (tidak kental)-nya pakar hidrodinamika.

Konsep Boundary Layer ini kemudian menyatukan berbagai cabang Mekanika Fluida modern:
aerodinamika, hidrolika, dinamika gas, perpindahan panas konvektif, dsb.

Boundary Layer
U∞ U∞
B’
y U∞
B Boundary layer
O x
A A’
Perhatikan gambar diatas:
Fluida mengalir dengan kecepatan seragam sebesar U∞ (kecepatan aliran bebas). Sewaktu
melewati permukaan padat terbentuklah shear layers yang menghasilkan profil kecepatan seperti
tampak dalam gambar. Pada titik A dan A’ fluida memiliki kecepatan nol (disebut no-slip
condition). Pada titik B dan B’ fluida memiliki kecepatan sebesar U∞, dimana yB’ > yB . Pada 0 ≤ y ≤
yB dan 0 ≤ y ≤ yB’ besarnya kecepatan dinyatakan 0 ≤ U ≤ U∞ . Pada y > yB dan y > yB’ harga U =
U∞ , ini berarti tidak ada gradien kecepatan, atau dengan kata lain gaya geser yang bekerja = 0.
Boundary layer (lapisan batas) adalah lapisan dimana efek viskositas fluida masih terjadi atau
gradien kecepatan pada arah vertikal masih terjadi. Di atas boundary layer fluida mengalir
∞.
dengan kecepatan seragam sebesar U∞
Boundary layer merupakan keadaan hipotetis yang dinyatakan sebagai layer dimana kecepatan
∞.
aliran fluida sebesar 0.99 U∞
Sebelum teori boundary layer diperkenalkan, penganut hidrolika menganggap efek viskositas (gaya
geser) tetap terjadi pada jarak vertikal sampai berapapun. Sedangkan penganut hidrodinamika, tidak
pernah memperhitungkan adanya efek viskositas dalam persamaan-persamaan yang mereka
gunakan. Prandtl menyatakan bahwa efek viscous itu ada, tapi terjadi hanya sampai lapisan batas
(boundary layer) saja.

Viskositas
Perhatikan gambar lapisan batas di atas.
F du
τ= ≈
A dy du
= Gradien kecepatan pada arah vertikal, atau laju
dy
du
=µ deformasi fluida
dy du
µ = Faktor kesebandingan antara τ dan yang nilainya
dy
tergantung pada jenis fluidanya.
= disebut Viskositas (=kekentalan)

Berdasar rumus di atas, dapat disimpulkan: untuk tegangan geser yang sama fluida dengan viskositas
tinggi akan mengalami deformasi dalam tingkat yang lebih kecil dibandingkan fluida dengan viskositas
lebih rendah (= lebih encer).
Faktor-faktor yang mempengaruhi viskositas:
 Kohesi: gaya tarik menarik antara molekul fluida.
 Transfer momentum molekuler. Dalam fluida yang mengalir, terjadi transfer momentum yang
melintasi shear layer. Perpindahan momentum tersebut mengakibatkan layer yang berdekatan
memiliki kecepatan yang cenderung sama. Parameter yang mewakili transfer molekuler adalah
du/dy. Pada fluida diam atau fluida yang bergerak sedemikian hingga tidak terjadi gerak relatif
antara layer terdekat du/dy = 0.
Viskositas cairan lebih didominasi kohesi (akibat molekul yang rapat). Gaya kohesi semakin kecil jika
temperatur mengalami kenaikan, sehingga viskositas cairan menurun akibat peningkatan temperatur.
Viskositas gas lebih dipengaruhi oleh transfer momentum (gerak molekuler). Viskositas gas
meningkat akibat peningkatan temperatur.

Satuan Viskositas
τ  N.s   kg 
µ=  2  =  m.s  disebut viskositas mutlak atau viskositas dinamik
du m   
dy

µ  m2 
ν= disebut viskositas relatif atau viskositas kinematik  
ρ  s 
1.6. Dimensi dan Satuan

Dimensi adalah ukuran yang digunakan untuk mengekspresikan secara kuantitatif suatu variabel
fisik. Satuan adalah cara untuk mengaitkan suatu angka atau jumlah kepada dimensi kuantitatif.
Dengan pengertian tersebut, panjang adalah dimensi dari variabel-variabel seperti jarak, panjang
langkah, lebar, ketinggian, diameter, defleksi, dll; sedangkan meter atau feet merupakan satuan
untuk menyatakan dimensi panjang tersebut.
Untuk mendeskripsikan suatu keadaan atau variabel secara terukur, kita membutuhkan suatu
ukuran kuantitatif untuk keadaan tersebut. Angka-angka dalam matematika bersifat abstrak, dan
belum mempunyai makna fisik sebelum angka itu dilengkapi dengan ukuran kuantitatif dan
satuannya. 5+5 = 10, adalah pernyataan matematika yang abstrak; namun jika kita mengatakan
bahwa 5+5 = 10 adalah pernyataan untuk dimensi panjang, makna fisik dari angka tersebut baru
terdefinisi dengan nyata. Jika kita menggunakan ‘meter’ sebagai satuan dalam perhitungan di atas
berarti kita telah memilih salah satu standar sistem satuan atau cara untuk menyatakan dimensi
kuantitatif panjang tersebut.
Sistem satuan yang digunakan dalam dunia rekayasa/keteknikan ada tiga macam; yaitu System
International (SI), British Gravitational (BG), dan English Engineering (EE). Sistem satuan EE bisa
dikatakan sudah mati dan tidak digunakan lagi.
Bab 2

FLUIDA STATIS

2.1. Persamaan Dasar Fluida Statis


Fluida statis adalah fluida dalam keadaan diam atau fluida bergerak yang tidak terjadi --atau
diasumsikan tidak terjadi-- perbedaan kecepatan relatif antara lapisan-lapisan geser dalam fluida
tersebut. Pada fluida statis, nilai tekanan sama dalam semua arah. Suatu elemen fluida δA yang
terendam dalam fluida diam akan mendapat gaya yang konstan, yang bekerja pada sisi-sisinya.
Gambar 1 di bawah ini dan penurunan rumusnya membuktikan bahwa tekanan dalam fluida statis
sama ke semua arah.
y

Ps cos θ δs Psδs

Px δy δy δs Ps sin θ δs
δx θ

Py δx
γ.δxδy

2
Gambar 2.1. Gaya Pada Elemen Fluida Statis
ΣFx = m.ax
δx.δy
Px.δy – Ps.sin θ.δs = .ρ.a x ≈ 0
2
= δy

Px.δy – Ps.δy = 0 Px = Ps

ΣFy = m.ay
Px = Py = Ps
γ.δx.δy δx.δy
Py.δx – Ps.cos θ.δs - = .ρ.a y ≈ 0
2 2
= δx ≈0

Py.δx – Ps.δx = 0 Py = Ps
2.1. Variasi Tekanan Dalam Fluida Statis Akibat Gaya Gravitasi

∂p
P+ δz
∂z
P
Z

∂p
P P+ δx
∂x
X

ρ.g.δx.δy.δz
∂p
P+ δy
∂z P
Y

∂p
Arah sumbu X : P.∂y.∂z – (P + .δx).∂y.∂z = 0
∂x
∂p
=0
∂x
∂p
Arah sumbu Y : P.∂x.∂z – (P + .δy).∂x.∂z = 0
∂y
∂p
=0
∂y
∂p
Arah sumbu Z : P.∂x.∂y – (P + .δz).∂x.∂y - ρ.g.δx.δy.δz = 0
∂z
∂p
- .δz - ρ.g.δz = 0
∂z

∂p = - ρ.g.∂z P – P0 = - ρ.g (z – z0)

Jika z0 = 0 maka P = P0 - ρ.g.z

atau P = P0 + ρ.g.z ; Jika kedalaman dianggap sebagai


ketinggian negatif.

∴ Tekanan total pada fluida statis merupakan penjumlahan dari tekanan atmosferik yang
bekerja pada permukaan fluida (P0) dan tekanan akibat gaya gravitasi pada ketinggian z.

∴ P – P0 = ρ.g.z jika ∆P = P – P0 ; ρ.g = γ

∆P - γ.z ≈ P/γ + z = 0

Suku P/γ disebut Pressure Head


P/γ + z disebut Piezometric Head
Suku z disebut Potential Head
P2 − P1
Persamaan di atas dapat ditulis = −( z 2 − z1 ) yang menyatakan bahwa peningkatan
γ
pressure head sama dengan penurunan potensial head.

P1 P
Jika dituliskan + z1 = 2 + z 2 ; persamaan ini menyatakan bahwa Piezometric head dalam
γ γ

zat cair diam yang homogen adalah konstan. Lihat gambar di bawah ini.

PB/γ PA/γ > PB/γ ; zA < zB tapi piezometric head


PA/γ keduanya sama.
B

ZB PA/γ + zA = PB/γ + zB ; sebagaimana ditunjukkan


A
ZA oleh tinggi kolom zat cair yang terhubung A
dan B sama.
Z=0
Bidang datum

Jika dalam suatu wadah terdapat beberapa zat cair dengan ρ yang berbeda dan tidak saling
bereaksi atau saling melarutkan maka akan terbentuk lapisan, dimana fluida dengan ρ tertinggi
terletak paling bawah.

P1 h1

P2 h2 P1 = P0 + ρ1.g.h1
P3 h3
P2 = P1 + ρ2.g.h2 = P0 + ρ1.g.h1+ ρ2.g.h2 ; dst.

Piezometric head di semua lapisan tidak sama.

2.3. Pengukuran Tekanan


Kebanyakan alat ukur tekanan menyatakan nilai “tekanan relatif” atau “pressure gauge” atau
“selisih tekanan”, yaitu selisih antara tekanan di titik yang diukur dengan tekanan atmosferik.
Jadi, Pgauge = 1 atm adalah sama dengan Pabs = 1 atm + 1 atm atau Pabs = 2 atm.
Tekanan atmosferik adalah tekanan lingkungan dimana pengukuran dilakukan. Keadaan
atmosfer standar berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain. Keadaan atmosfer
untuk standar Amerika ditunjukkan dalam Tabel di bawah ini.

Properti Simbol Nilai

Temperatur T 15 oC
Tekanan P 101.3 kPa (abs)
Densitas ρ 1.225 kg/m3
-5
Kekentalan mutlak µ 1.781x10 kg/(m.s)
(Pa.s)

∴Tekanan terukur = Tekanan relatif = Tekanan mutlak – Tekanan atmosfer


Kemungkinan keadaan hasil pengukuran ditunjukkan di bawah ini.
a. Tekanan di titik pengukuran < tekanan atmosfer.

Pgauge = Patm - Pabs


Patm

Tekanan terukur di A (bernilai negatif atau vacuum)


PAabs
A

Tekanan Nol Mutlak

Misal, tekanan absolut (harga tekanan di atas tekanan nol mutlak) di titik A adalah 0.8 atm,
maka tekanan di titik A dapat dinyatakan sebagai berikut:
 PA(abs) = 0.8 atm (abs)
 PA(gauge) = - 0.2 atm
 PA(gauge) = 0.2 atm (vacuum)

b. Tekanan di titik pengukuran > dari tekanan atmosfer.

Pgauge = Pabs - Patm


Misal tekanan absolut di titik
Pabs B adalah 1.2 atm; maka
B Tekanan terukur di B
Patm tekanan B dapat dinyatakan
sbb:
 PB(abs) = 1.2 atm (abs)
 PB(gauge) = 0.2 atm

Tekanan Nol Mutlak

Satuan Tekanan

 1 atmosfer = 1 atm , menyatakan nilai standar tekanan di permukaan laut.


 bar , merupakan singkatan dari ‘barometer’.
 Tekanan dinyatakan sebagai gaya per satuan luas.
P = F/A = N/m2 = Pascal ; lbf/inc2 CC dsb.
 kPa (abs) artinya kilo pascal absolut atau tekanan absolut dalam satuan kPa.
 kPa (gauge) artinya tekanan gauge (relatif) dalam satuan kPa.
 ata artinya atmosfer absolut.
 psia artinya pound square inc absolute = tekanan absolut dalam lbf/inc2.
 psig artinya pound square inch gauge.
 psfa artinya pound square feet absolute ( lbf/ft2 abs).
 psfg artinya pound square feet gauge.

Konversi Satuan
 1 bar = 100000 Pa = 100 kPa = 105 N/m2
5 2
 1 atm = 1.01325 x 10 Pa = 14.7 lbf/inc (=psi) = 760 mmHg
Contoh Soal
Batas kedalaman yang aman bagi seorang penyelam adalah 50 meter. Berapa intensitas
tekanan pada kedalaman tersebut dalam air tawar dan air laut (SG air laut = 1.025).
3 2
Pair tawar = ρ.g.h = 1000 kg/m . 9.81 m/s . 50 m
5
= 4.91x10 Pa
Nilai tekanan tersebut merupakan nilai tekanan relatif. Untuk mendapatkan nilai tekanan
absolut harus dijumlahkan dengan tekanan atmosfer (1 atm = 1.01325 x 105 Pa) yang bekerja
pada permukaan air.
Pair laut = ρ1.g.h dimana ρ1 = ρ.SGair laut
= 1.025 . 1000 . 9.81 . 50
5
= 5.03 x 10 Pa (gauge)

2.4. Alat Ukur Tekanan


 Tabung Bourdon merupakan alat ukur yang mengukur tekanan relatif, ditunjukkan
dengan jarum penunjuk tekanan yang bekerja secara mekanis.
 Alat ukur yang menggunakan “panjang kolom” fluida
 Barometer air raksa, digunakan untuk mengukur Patm lokal

Uap Hg

Hg cair hR hA = hV + hR ; hV = tekanan uap

A dinyatakan dalam mmHg.

 Manometer : mengukur perbedaan tekanan

h SG1

•A •A •A h2
h1
fluida A
SG2
hA = h x SGA hA = - h x SGA
hA + h2SG1 - h1SG2 = 0
SG = specific gravity PA + h2γ1 – h1γ2 = 0
SG1 = SG fluida 1
SG3
SG1 +B Prosedur perhitungan:
 Titik A sebagai acuan.
+A h3
 Tanda + jika posisi ketinggian
h1 fluida berikutnya lebih rendah
dari acuan sebelumnya; dan
h2 sebaliknya.

Gambar bulat atau kotak pada titik


pengukuran A atau B menyatakan
penampang melintang pipa atau
SG2 saluran yang diukur tekanannya.

Jika tekanan di A dan B dinyatakan dalam panjang kolom air, maka dapat ditulis
sebagai berikut:
PA + h1γ1 – h2γ2 –h3γ3 = PB
PA – PB = - h1γ1 + h2γ2 + h3γ3 atau
hA – hB = -h1S1 + h2S2 + h3S3 (S = SG = Specific gravity ; γ = ρ.g)

 Mikromanometer (manometer mikro).


 Inclined manometer (manometer miring).

Contoh Soal Manometer


Air mengalir melalui pipa A dan B. Oil dengan SG 0.8 berada pada bagian atas pipa
manometer pada sisi yang berbentuk U terbalik. Air raksa (SG = 13.6) berada pada bagian
bawah bengkokan manometer. Hitung PA – PB !

B Lihat gambar di samping:


h1 = 250 mm
A Oil H2 O
h5 h2 = 75 mm
h3 = 100 mm
h1 H2 O h4 = 125 mm
h5 = 200 mm
h2 h4
h3

Hg
Dengan mengikuti prosedur di atas, kita peroleh:
PA + ρH2O.g.h1 - ρHg.g.h2 + ρOil.g.h3 - ρHg.g.h4 - ρH2O.g.h5 = PB
PA - PB = g (-ρH2O.h1 + 13.6.ρH2O.h2 – 0.8ρH2O.h3 + 13.6.ρH2O.h4 + ρH2O.h5)
= g. ρH2O (-h1 + 13.6. h2 – 0.8.h3 + 13.6.h4 + h5)
= g. ρH2O [(-250 +1020 – 80 + 1700 + 200)mm]
2 3
= 9.81 m/s x 1000 kg/m x 2.59 m
= 25.4 kPa
Jadi : PA - PB = 25.4 kPa
SOAL TUGAS

 A
B C Pengukur tekanan A menunjukkan angka 1.5

kPa (gage). Hitung ketinggian ZB dan ZC pada


2m Udara tabung !

3
Data-data: γudara = 12 N/m ;
1.5 m Gasoline
γgasoline = 6670 N/m3
γglycerin = 12360 N/m3
1m Glyserin

Z=0


15 lbf/inch2
Udara 2
2 ft Pengukur tekanan A menunjukkan angka 15 lbf/inc .
Jika pada pengukur tekanan B terukur 1.25 psi lebih
Oil 2 ft B kecil daripada C, hitunglah γoil dan tekanan yang
terbaca pada C !
Air 2 ft
C Data: γudara = 0.0767 lbf/ft3
2.5. Gaya hidrostatik pada permukaan yang terendam
Informasi yang komplet mengenai resultan gaya yang bekerja pada permukaan yang terendam
meliputi:
- Besarnya gaya
- Arah gaya
- Garis kerja gaya

Gaya Hidrostatik Pada Permukaan Datar

Z
po

O
r
dA r θ
r dF h  Fluida dalam keadaan
FR X
Fluida dengan statis, sehingga tidak
densitas ρ Bidang XY ada shear stress (dalam
dy dx tampak atas
persamaan tidak ada
komponen viskositas µ);
dA
dA
O gaya bekerja pada arah
y’
Y normal terhadap
permukaan.
r x’  Luas elemen permukaan
Titik Kerja FR
r ∧
(Pusat tekanan) dA = dxdy k

Y
r ∧
dA = dxdy k
r r r
dF = −pdA → arah positif vektor dA sama dengan arah sumbu Z positif

r r

Resultan gaya: FR = − pdA → dp = ρ g dh
A

h
p-po = ρ g ∫ dh
0

p = po + ρ g h → h = y sin θ
p = po + ρ g y sin θ
r
Titik kerja resultan gaya FR adalah titik dimana momen akibat resultan gaya terhadap suatu sumbu =

Total momen akibat gaya-gaya yang terdistribusi terhadap sumbu yang sama.
r r r r r r r
r ′xFR = ∫ rxdF = − ∫ rxpdA → r′ : vektor posisi dari suatu pusat koordinat
A
sembarang yang dipilih terhadap titik kerja
r
resultan gaya FR

r ∧ ∧ r ∧
dimana r ′ = i x ′ + j y ′ dA = dA k
r ∧ ∧ r ∧
r = i x + jy FR = −FR k
r r
FR bekerja berlawanan arah dengan dA
Substitusikan ke persamaan sebelumnya:
 ∧ ′ ∧ ′  ∧
 ∧ ∧
 r ∧ ∧
 ∧
 i x + j y x − FR k  = ∫  i x + j y x dF = − ∫  i x + j y  x pdA k
      A 
∧ ∧ ∧ ∧ ∧ ∧ ∧ ∧
− i x ′ x FR k − j y ′ x FR k = − i x x pdA k− j y x pdA k
Berdasarkan operasi hasil kali vektor:
∧ ∧ ∧ ∧ ∧ ∧
i xk = − j jx k = i
Sehingga diperoleh:
∧ ∧
∧ ∧

j x ′FR − i y ′FR = ∫  j x p − i y p  dA
A 
Persamaan di atas merupakan persamaan vektor sehingga komponen-komponenya sama, sebagai
berikut:
y ′ FR = ∫ y p dA
A

x ′ FR = ∫ x p dA
A
Ringkasan: untuk permukaan data yang terendam berlaku:
r r
 Besarnya resultan gaya, FR = FR = pdA ∫
A
r
 Arah FR normal terhadap permukaan
r
 Pada bidang XY garis kerja FR melalui pusat tekanan (x ′, y ′ ) dimana y ′ FR = ∫ y p dA dan
A

x ′ FR = ∫ x p dA
A

Soal. Sebuah permukaan miring diengsel sepanjang sisi A dengan lebar w = 5 m. Tentukan
r
resultan gaya FR oleh air dan udara pada permukaan miring tersebut.

Z
h
D=2m
r
A
F
R A

L=4m
30o
Y
r r r ∧
Resultan gaya: FR = ∫ − pdA ; dp = ρ g dh ; dA = w dy k
A
r r ∧
 ∫
FR = − pdA = − pwdy k
A

A

 p = patm + ρgh → Pada sisi bawah permukaan juga bekerja tekanan atmosferik
sehingga patm dari permukaan dan bawah saling
meniadakan, atau bisa dihilangkan dari persamaan
p = ρgh → h = D + y sin 30o

r r L ∧
FR = − ∫ p dA = − ∫ ρ g  D + y sin 30o  w dy k
 
A 0
L
 y2  ∧  L2 ∧
= ρgw Dy + sin 30o  k = − ρgw DL + sin 30o  k
 2   2 
0
kg m  16 2 1  ∧
= 999 . 9.81 . 5m 2mx4m + m x k
3 2  2 2
m s
kg.m ∧ ∧
= − 588 x 103 k = − 588 kN k
2
s
r
FR bekerja sebesar 588 kN pada arah sumbu Z negatif !

r
Menentukan garis kerja FR ; A (0,0,0) ditentukan sebagai pusat sumbu.
y ′ FR = ∫ y p dA dan x ′ FR = ∫ x p dA
A A
L L
→ y’ ∫ ∫ ∫ y [ D + y sin 30 ] dy
1 1 ρgw o
= y p dA = y p w dy =
FR FR FR
A 0 0
L
ρgw  Dy2 y3  ρgw  DL2 L3 
=  + sin 30o  =  + sin 30 o 
FR  2
 0 R  
3 F 2 3

kg m 1  2 m . 16 m2 64 m3 1 
= 999 . 9.81 . 5m .  + . 
3 2 3
m s 588.10 N  2 3 2

y’ = 2.22 m

→ x’ ∫ x p dA = x F ∫ p dA =
1 1 1 1
= x. .p.A = x. . FR = x  x = w/2
FR R FR FR
A A

(luas elemen konstan)

= w/2 = 5/2 = 2.5 m

r ∧ ∧ r
 r ′ = 2.5 i + 2.22 k Garis kerja FR berada pada arah sumbu
r
Z negatif dan melalui r′ .
Hidrostatik Pada Permukaan Melengkung (Curved Surface)
Gaya Hidrostatik

Z r
Gaya pada elemen dA yang sangat kecil:
r r
dF = − p dA
dAx
Resultan gaya:
dA r r
FR = − ∫ p dA
A
Y r ∧r ∧r ∧r
dAy FR = i FR + j FR + k FR
x y z
dAz
r ∧ ∧ ∧
FR = FR. i = ∫ dF. i = − ∫ p dA . i = − ∫ p dAx = ∫ dFx
X x A Ax
r ∧ ∧ ∧
FR = FR. j = ∫ dF. j = − ∫ p dA . j = − ∫ p dAy = ∫ dFy
y A Ay
r ∧ ∧ ∧
FR = FR. k = ∫ dF. k = − ∫ p dA . k = − ∫ p dAz = ∫ dFz
z A Az

→ dFz = - p dAz
= - ρ g h dAz
= - ρ g dV
Fz = - ρ g V

 Garis kerja Fz melalui pusat gravitasi volume cairan antara permukaan terendam
dan permukaan bebas cairan.

 Untuk permukaan melengkung, resultan gaya TIDAK dinyatakan sebagai SATU


GAYA TUNGGAL, tapi dlaam komponen-
komponen-komponennya.
Soal. Y
Pintu air mempunyai lebar w = 5 m.
Persamaan permukaan lengkung
y2 h
pintu air tersebut x= ; kedalaman y2
4 x= D=4m
4
air D = 4 m. Hitung komponen
horisontal dan vertikal resultan gaya
akibat tekanan fluida dan garis X
kerjanya!

FRV = Komponen vertikal resultan gaya


FRH = Komponen horisontal resultan gaya FRV
FRH
Lihat gambar di samping ini. x’
y’

r r
 ∫
FR = − p dA ; dp = ρ g dh → p = ρ g h ; patm bekerja pada pintu air dan permukaan
bebas air, sehingga tak ada selisih tekanan
atmosferik.
D2
D 4

 FRH =

0
p w dy ; FRY =
∫ p w dx
0
y2
 x = → y = 4x = 2 x
4
 Lihat gambar. Variasi kedalaman air bisa dinyatakan sebagai berikut:

h = D – y = D - 2Sx

Penyelesaian !
D D D D
 FRH =
∫ p w dy = ∫ ρ g h w dy = ρ g w ∫ h dy = ρ g w ∫ [D − y]dy
0 0 0 0
D

= ρ g w D y −

y2 
 = ρ g w D2 − 1 D2 =
2  2
ρ g w D2
2
[ ]
0
kg m 16 2 m
= 999 . 9.81 . 5m . m = 392 . 103 kg.
3 2
m s 2 s2
Komponen
= 392 kN
horisontal gaya
D2
4
D2
4
D2
4
resultan
 FR V =

0
p w dx =

0
ρ g h w dx = ρ g w
∫ h dx
0
D2
D2

∫ [D − 2 x ] dx = ρ g w D x − 2 . 3 . x
4
 2 3  4
= ρg w 2

0
0
 D3 4 D3  ρ g w D3
= ρgw  − . 3  =
 4 3 4 2

12

kg m 1 kg.m
= 999 . 9.81 . 5 m . 64 m3 . = 261.34 x 103
m3 s2 12 s2
Komponen vertikal
= 261.34 kN
gaya resultan
 Garis kerja FRH
D D

∫ ∫ ∫ y ρ g h w dy
1 1 1
y′ = y p dA = y p w dy =
FRH FRH FRH
Ax 0 0
D D
ρgw  Dy2 y3 
∫ y [D − y ] dy =
ρgw
=  − 
FRH FRH  2 3 
0
 0
3
ρgwD ρgwD 3 1 ρgwD 3 2 D 4
= = . = . = = m = 1.33 m
6FRH 6 FRH 6 ρgwD 2 3 3

 Garis kerja FRV


D2 D2
D2

∫0 [ ]
4 4
ρgw  D 2 4 52 
∫ ∫
1 1 ρgw 4
x′ = x p dA y = x ρ g h w dx = x D − 2 x dx = x − x 
FR V FR V FR V FR V  2 5 0
Ay 0

ρgwD 5 ρgwD 5 1 ρgwD 5 12 3D2 3x16


= = . = . = = = 1.2 m
160FR V 160 FR V 160 3 40 40
ρgwD
2.6. Gaya Apung [Bouyant Force]
- “Kalau suatu benda atau permukaan yang terendam dalam atmosfer maka gaya-gaya akibat
tekanan atmosfer akan bekerja padanya. Kalau suatu benda terendam dalam air maka gaya
hidrostatik akibat kedalaman air akan bekerja terhadap benda tersebut.” Bagaimana dengan
benda yang terapung? Bagaimana sebuah kapal berukuran raksasa terbuat dari logam bisa
terapung? Apakah kapal itu menerima gaya hidrostatik dari air tempatnya mengapung?
- Gaya apung adalah resultan gaya yang bekerja terhadap suatu benda oleh fluida statik tempat
benda itu terendam atau terapung.
- Gaya apung beraksi vertikal ke atas.
- Pada benda yang terendam, gaya apung sama dengan beda antara komponen vertikal gaya
tekanan terhadap sisi bawah benda dan komponen vertikal gaya tekanan terhadap sisi atas
benda.

F E Gaya ke atas = berat cairan ABCEFA


Gaya ke bawah = berat cairan dalam
D
A
C
ADCEFA
B

Beda / selisih kedua gaya ersebut adalah


gaya vertikal ke atas yang disebabkan oleh berat fluida ABCD yang dipindahkan oleh
benda padat itu.
FB = V .γ FB = Gaya apung

V = Volume yang dipindahkan


p1 δA
γ = Berat jenis fluida
δA
h
O x δFB = [ p 2 − p1 ]δ A = γ .h.δ A = γ .δ V
p2 δA
FB = γ ∫ dV = γ .V
V

1
V V∫
γ ∫ xdV = γVx atau x = xdV
V

_
x = Jarak dari titik acuan ke garis kerja gaya apung (pusat apung)
Diskusi. Bagaimana sebuah kapal induk seberat seratus ribu ton dapat mengapung
di atas air? Kita tahu bahwa jika benda itu terbuat dari baja padat ia akan tenggelam,
dan kapal induk tidak padat tapi berongga. Akan tetapi bagaimana air yang berada
di bawahnya tahu bahwa kapal induk itu berongga? Harus seberapa ringankah
sebuah benda agar dapat mengapung? Dengan menggunakan konsep gaya apung di
atas, jawab dengan detail dan diskusikan pertanyaan berikut ini: .Mengapa kapal
induk seberat itu bisa mengapung? .Mengapa hanya sebagian badan kapal yang
melesak ke dalam air? .Bagaimana dengan kapal selam yang kadang-kadang
tenggelam (menyelam) dan kadang naik (mengapung) ke permukaan?

Penggunaan Asas Gaya Apung


- Menentukan berat / volume benda

F1 F2

F1 + V .γ 1 = W
Vγγ1 Vγγ2
F2 + V .γ 2 = W

F1 − F2
∴V =
γ 2 − γ1
W W
Fluida I Fluida II F1 .γ 2 − F2 .γ 1
∴W =
γ 2 − γ1

- Mengukur gravitasi jenis fluida

∆h
Voγ (Vo - ∆V)S.γγ Fluida I : S = 1.0
Vo.γ = W
Fluida II :

W
W (V 0 − ∆V )S .γ = W
Fluida I Fluida II
II

2.7. Fluida Dalam Benda Rigid Yang Bergerak


Fluida yang berada didalam benda rigid (kaku) yang bergerak diklasifikasikan sebagai
fluida statis jika tidak terjadi (dianggap tidak terjadi) deformasi fluida akibat efek viscous
atau tidak ada perbedaan tegangan geser relatif antara lapisan – lapisan fluidanya. Sehingga
gaya yang bekerja adalah tekanan dan gravitasi.
gravitasi
Suatu elemen volume fluida yang padanya bekerja tekanan dan gaya gravitasi mempunyai
kesetimbangan gaya:

 ∂ ∂ ∂ 
dF = (− grad p + ρ.g )dV ∴ grad p =  i + j + k  p
 ∂x ∂y ∂z 

dF  ∂. p ∂. p ∂. p 
= − grad p + ρ.g = i + j +k 
dV  ∂. x ∂. y ∂.z 

Hukum Newton II : dF = a.dm = a.ρ .dV

dF
= a.ρ
dV
Sehingga: − grad p + ρ .g = ρ.a

pressure force body force mass x acceleration


Persamaan ini berlaku untuk masing – masing komponen koordinat:
∂p
arah x ; − + ρg x = ρ .a x
∂x
∂p
arah y ; − + ρg y = ρ .a x
∂y
∂p
arah z ; − + ρg z = ρ .a z
∂z
Kasus.
Kasus. Fluida dalam bejana yang diberi percepatan linier konstan
y
h0 = kedalaman awal cairan
a
∆h h1 = Kedalaman diatas h0 (setelah bergerak)
ax
h1 b = Lebar bejana rigid
ho

a = Percepatan linier
x
b

Pada masing – masing sumbu berlaku :


∂p
Sumbu z ; = 0 ; g z = 0 ; az = 0
∂z
Sumbu x ; gx = 0

Sumbu y ; g y = −g ; ay = 0

∂p ∂p
∴ = − ρ.a x ∴ = − ρ .g
∂x ∂y
Jadi untuk kasus di atas perubahan gaya – gaya yang bekerja merupakan fungsi perubahan
posisi x dan y nya.
∂p ∂p
dp = dx + dy
∂x ∂y

Permukaan bebas mempunyai nilai tekanan yang konstan; dp = 0


∂p ∂p
dp = dx + dy = 0
∂x ∂y

− ρ .a x .dx − ρ .g.dy = 0

dy a x
=  Merupakan nilai gradien garis permukaan cairan
dx g

(dalam keadaan bergerak).


Persamaan garis permukaan fluida menjadi sbb:

ax ax
dy = dx atau y = x
g g

Kasus. Fluida dalam bejana yang diberi percepatan linier konstan pada arah y (ay)
Kasus.
dp = − ρ .a x .dx − ρ ( g + a y )dy = 0

dy ax
=−
dx ay + g

Misalkan dianggap terjadi perubahan tekanan di permukaan ( dp ≠ 0 )

dp = − ρ .a x .dx − ρ ( g + a y )dy

p − po = − ρ .a x .dx − ρ ( g + a y )dy

ax p − po
dy = − dx +
ay + g ρ (g + a y )

untuk yo = 0 dan xo = 0  Persamaan garis permukaan menjadi:

 ax  p0 − p
Y = − x +
 ay + g  ρ(g + a y )
ω)
Fluida Dalam Bejana Yang Diputar Dengan Kecepatan Sudut Konstan (ω
z Kecepatan sudut = ω
- Percepatan, a = ω2.R
R
- Sistem koordinat polar (r,θ,z)
- p merupakan fungs r dan z ; p = p(r,z)
h1 ho
r Perubahan tekanan antara 2 titik (r,θ,z)dan (r+dr,θ,z + dz)
ω
dinyatakan sebagai berikut:
g
∂p  ∂p 
dp =  dr +  dz
∂r  z ∂z  r

Hukum Newton II untuk arah Z:


∂p 
− dz + ρ .g z = ρ .a z
∂z  r

Karena gz = -g dan az = 0 maka:


∂p 
− = − ρ .g → (I)
∂z  r

Perhatikan gambar perubahan elemen r fluida berikut ini:

p dr dz
dr

dθ/2 p  ∂p ∂r   dr 
p+ r +  dθdz
 ∂r 2  2 

pdrdz sin
 ∂p dr  dr  r 2
p−  r − dθdz
 ∂r 2  2 
dθ/2

p dr dz dθ/2 p dr dz

Hukum Newton II arah r

∑ dFr = ar .dm = ar .ρ .dV


= -ω2 r ρ dV
= - ω2 r ρ dθ dr dz → 
Dari gambar:

 ∂p dr   dr   ∂p dr   dr  dθ
∑ dF r = p −
 
∂r 2   r −  dθdz −  p +
2  
∂r 2   r +  dθdz + 2 pdrdz sin
2 2
≈ dθ/2

Perkalian antar suku diatas menghasilkan:

 dr ∂p dr ∂p  dr 
2
dr ∂p dr ∂p  dr 
2

∑ r
dF = dθdz  pr − p
2
− r + 
∂r 2 ∂r  2 
 − pr − p
2
− r − 
∂r 2 ∂r  2 
 + pdr 
 

 ∂p 
∑ dF r = dθdz − r dr  → 
 ∂r 

=
∂p
−r dr dθ dz = −ω 2 ρ r dr dθ dz
∂r
∂p
= ρω 2 r → (II)
∂r
Sebelumya, diketahui bahwa:

∂p  ∂p 
dp =  dz +  dr = (I) + (II)
∂z  r ∂r  z

dp = ρ ω 2 r dr − ρ g dz

Beda tekanan antara suatu titik acuan ( ro,zo ) dengan nilai tekanan po dan sembarang titik
(r,z) dengan tekanan p adalah:
p r z

∫d p = ρ.ω 2
∫ r.dr − ρ.g ∫ dz
p0 r0 z0

ρ.ω 2
p − p0 = (r 2
− r02 ) − ρ.g ( z − z 0 )
2
Titik referensi pada permukaan bebas sumbu silinder:
p0 = patm ; r0 = 0 ; z0 = h1
ρ.ω 2 .r 2
p − p atm = − ρ.g (z − h1 )
2
Karena pada permukaan bebas tekanannya konstan [p = patm], maka;
ρ.ω 2 .r 2
− ρ.g (z − h1 ) = 0
2
( ω .r ) 2
z = h1 + (Persamaan permukaan bebas!)
2.g

Sehingga ketinggian permukaan maksimum (pada sisi bejana);


z

Ro ω 2 .R02
z = h1 +
2.g
ω 2 Ro2
h1 ho
2g
r
ω

g
Persamaan diatas dapat dinyatakan sebagai fungsi ho (ketinggian fluida saat bejana diam
atau tidak berotasi).
Dalam kondisi diam V1 = π R2 ho
R z R
Dalam kondisi berputar V2 = ∫ ∫ 2π r dz dr = ∫ 2π r dr
0 0 0

R
R
 ω2r 2   r 2 ω2 r 4 
= ∫ 2π h 1 +
 rdr = 2π h 1 +
0  2g   2 8g  0

 R 2 ω2 R 4   ω2 R 4 
= 2π h 1 +  = π 1
h R 2
+ 
 2 8g   4g 

V1 = V2

 ω2R4 
πR ho = π h1 R +
2 2

 4g 

h1 = ho −
(ωR )2
4g

( ωr) 2
z = h1 −
2g

( ωR ) 2 ( ωr) 2
= h0 − +
4g 2g
( ωR ) 2  1  r  2 
z = h0 −  −  
2g  2  R  

1. Sebuah tangki silinder terbuka, tinggi 6 ft, diameter 3 ft, berisi air setinggi 4.5ft ;
silinder tersebut kemudian diputar pada sumbu y.
 Berapa kecepatan sudut agar air tidak tumpah
 Berapa tekanan pada titik C dan D jika ω = 6 rad/sec.

Y
R π .D 2
a. Volume tangki yang tidak terisi air, V1 = ⋅ h0
ho=1.5’ S 4
Volume parabolid diputar = setengah volume yang melingkupi
h1=4.5’
 π .D 2  1
V2 =  ⋅Y ⋅ V1 = V2
 4  2
ω
π .D 2 π .D 2 Y
⋅ 1.5 = ⋅
4 4 2
Y = 3 ft
Y
S ω2R2
Y=
2g

C ω 2 ⋅ 1.5 2
3 = ω = 9.26 rad / sec
ω
D 2 ⋅ 32.2
ω2
b. ω = 6 rad/sec Y1 = R 2 = 1.26
2g

Penurunan dari titik S = ½ Y = 0.63 ft


Ketinggian titik s dari dasar tangki : hC = 4.5 – 0.63 = 3.87 ft
Kedudukan tertinggi di bagian tepi : hD = 4.5 + 0.63 = 5.13 ft
p c = γ ⋅ hc = 62.4 ⋅ 3.87 = 242 psf
Y1
p D = γ ⋅ hD = 62.4 ⋅ 5.13 = 320 psf

ω = 6 rad/s
2. Soal seperti no.1 tapi silinder dalam keadaan tertutup. Tekanan dalam tangki 15.5 psia ;
ω = 12 rad/sec. Berapa tekanan pada titik C dan D jika keadaan air dalam tangki seperti
gambar.

D2

Y1 π .D 2 1 π ⋅ D22
Y2 ∴ ⋅ h0 = ⋅ ⋅ Y2 (1)
4 2 4
S ω 2 R2 2
Y2 = (2)
2g
C D
Substitusikan Y2 ke persamaan 1
ω = 12 rad/s

R2 = 1.32 ft & Y2 = 3.89 ft


Yc = 6 – Y2 = 2.11 ft

ω2R2 12 2 ⋅ 1.5 2
YD = Yc + Y1 → Y1 = = = 5.02 ft
2g 2 ⋅ 32.2

= 2.11 + 5.02 = 7.13 ft


p c = 15.5 + γ ⋅ h
62.4 ⋅ 2.11
= 15.5 + = 16.4 psia
144
p D = 15.5 + γ ⋅ h
62.4 ⋅ 7.13
= 15.5 + = 18.6 psia
144
3. Soal seperti no.2 Keadaan air dalam tangki seperti pada gambar;
a. Berapa ω
b. Tekanan di titik D.
π .D 2 1 π ⋅ D22
a. ⋅ h0 = ⋅ ⋅ Y2
4 2 4
D2 = 2.25 ; R2 = 1.125 ft

ω 2 R2 2
R2 Y2 =
2g

Y2 ω 2 = 343

Y1 ω = 18.6 rad/sec

ω2R 2
18.6 2 ⋅ 1.5 2
b. Y1 = = = 12.1 ft
2g 2 ⋅ 32.2
ω
62.4 ⋅ 12.1
p D = 15.5 + = 20.7 psia
144
4. Sebuah kontainer D = 6m ; T = 1.8 m ; L = 2.1m Terisi air h = 0.9 m. Akselerasi linier
sepanjang tangki 2.45 m/s2. Hitung gaya yang bekerja pada sisi tangki dan selisih gaya
yang menyebabkan tetap adanya akselerasi.
dy ax
= tgθ =
dx g
= 0.25
3m
θ = 14 0
θ
Y 1.8 m
0.9 m Lihat gambar :
Y1
Y1 = 0.9 – Y = 0.9 – 3.tgθ
= 0.9 - 0.75 = 0.15 m
Y1 = ketinggian air pada sisi CD
Ketinggian air pada sisi AB = 0.9 + 0.75 = 1.65 m
FA− B = ρ. g.h. A = γ .h. A FC − D = γ .h. A
1.65 0.15
= 9810 N 3 ⋅ m ⋅ (1.65 ⋅ 2.1)m 2 = 9810 ⋅ ⋅ (0.15 ⋅ 2.1)
m 2 2
= 28000 N ( gaya pada sisi AB) = 230 N

9810 N ⋅ ( 6 ⋅ 2. 1 ⋅ 0. 9) m 3
m3
Gaya untuk akselerasi, F = m.a = ⋅ 2.45 m 2 = 28700 N
9.81 m 2 s
s
Atau, F = FA-B – FC-D = 28000 – 230 = 27770 N.
Bab 3

PERSAMAAN-PERSAMAAN DASAR DALAM BENTUK


INTEGRAL UNTUK “VOLUME KONTROL”

3.1. Sistem dan Volume Kontrol (Volume atur)


Sistem adalah suatu kumpulan zat yang memiliki massa tertentu yang konstan, dan dibatasi oleh
permukaan tertutup. Dalam pengertian umum sistem adalah kesatuan komponen-komponen yang
memiliki karakteristik dan fungsi masing-masing dan bersama-sama bekerja untuk suatu tujuan.
Sistem tersebut unik dan berbeda dengan lingkungan dan sistem lainnya.
Dalam bab ini pembahasan tentang “sistem” dan “volume atur” berkaitan dengan fungsinya sebagai
pendekatan dalam menganalisis dan menyelesaikan suatu masalah. Lihatlah contoh sebuah sistem
pemanasan gas dalam silinder di bawah ini.

Beban Batas sistem bisa suatu yang bergerak atau tidak.


Silinder Batas sistem memisahkan sistem dari lingkungannya.
Jika gas dipanaskan, piston akan bergerak ke atas,
batas sistem juga bergerak. Tapi massanya tetap
Gas
karena tidak ada massa yang melintas masuk
ataupun keluar dari sistem.

Q
Gambar 3.1. Sistem Pemanas Gas
Volume atur (control volume = volume kontrol = volume kendali, disebut juga sistem terbuka) adalah
suatu volume atau daerah tertentu yang dipilih secara sembarang untuk menganalisis perubahan-
perubahan keadaan yang terjadi dalam volume atau area yang dipilih tersebut akibat adanya aliran
massa. Batas volume atur atau permukaan atur tidak bergerak, tapi massa fluida dapat mengalir
melalui permukaan atur. Permukaan atur berupa sisi masuk (inlet) dan keluar (outlet) dimana massa
mengalir. Volume atur bisa dipilih secara sembarang, sesuai atau berdasarkan data yang tersedia atau
berdasar pertimbangan keadaan tertentu misalnya dimana fase fluida tidak mengalami perubahan.
Hal itu perlu dipertimbangkan untuk tujuan mempermudah/mempertajam analisis atau untuk
mendapatkan keakuratan yang lebih baik. Perbedaan antara analisis dengan pendekatan sistem dan
pendekatan volume kontrol dapat dilihat di bawah ini.
Qin
Gambar 2 menunjukkan sistem pembangkit daya
Boiler Wout
menggunakan turbin uap. Sistem ini terdiri dari 4
Turbin
Turbin komponen dengan fungsi masing-masing dengan
tujuan bersama menghasilkan energi mekanis dalam
Qout
Kondensor bentuk putaran turbin yang kemudian dijadikan
Win
energi listrik.
Pompa
Gambar 3.2.
3.2. Sistem Turbin Uap Kita bisa menganalisis sistem ini secara keseluruhan
dengan menganggap tidak ada aliran massa yang masuk ataupun keluar. Fluida dalam siklus
tersebut bisa berupa cairan (yaitu dalam kondensor dan pompa) dan gas atau uap sewaktu
berada dalam boiler dan turbin. Namun dalam analisis sistem tetap dianggap tidak ada
perubahan massa, hanya fasenya saja yang berubah.
Analisis volume kontrol untuk 2 komponen dari sistem tersebut yaitu boiler (ketel uap) dan
turbin uap ditunjukkan dalam Gambar 3 di bawah ini. Dalam volume kontrol ini massa masuk
berupa cairan memasuki boiler sebesar m1 dan uap yang keluar dari turbin uap sebesar m2.

Gambar 3.3. Pemilihan Volume Atur Boiler dan Turbin Uap


Kita bisa memilih komponen yang lain, ataupun memilih satu komponen saja misalnya boiler, dimana
massa masuk berupa cairan dan massa keluar berupa uap. Analisis volume kontrol digunakan untuk
mengamati perkembangan/perubahan yang terjadi pada elemen fluida secara lebih detail misalnya
perubahan energi, interaksi panas dan kerja yang dialami. Semakin spesifik volume atur yang dipilih,
misalnya aliran uap di sekitar sudu turbin saja, akan semakin detail dan rinci juga informasi yang
dihasilkan. Dalam hal ini, hal terpenting pertama adalah memilih volume kontrol yang akan dianalisis.
Pemilihan volume kontrol dan aplikasinya dalam menyelesaikan suatu persoalan bisa berbeda
tergantung cara pemilihan volume kontrolnya (Baca artikel: On Choosing and Using Control Volume:
Six Ways of Applying the Integral Mass Conservation Theorem to A Simple Problem).
Studi mengenai gerakan fluida biasanya dimulai dengan mengembangkan persamaan dasar yang
berlaku dalam sistem dalam bentuk integral, untuk kemudian diaplikasikan pada volume kontrol.
Mengapa harus formulasi volume kontrol dan bukan formulasi untuk sistem? Ada 2 alasan; Pertama,
karena fluida mengalami distorsi dan deformasi secara terus menerus dan meningkat sejalan
terhadap waktu, mengakibatkan sulit sekali untuk mengidentifikasi dan mengikuti perkembangan
sejumlah massa fluida tertentu yang sama pada keseluruhan selang waktu yang diamati (hal ini harus
dilakukan untuk pendekatan sistem). Kedua, kita sering tertarik bukan pada gerakan sejumlah massa
tertentu fluida tapi lebih pada efek gerakan fluida terhadap peralatan atau struktur dimana fluida
mengalir. Sehingga lebih tepat untuk mengaplikasikan persamaan-persamaan dasar terhadap sebuah
volume tertentu dalam ruang, menggunakan analisis volume kontrol.
3.2. Hukum-hukum dasar untuk sistem
Hukum-hukum dasar untuk sistem akan disajikan secara singkat dengan alasan akan muncul
pada bagian berikutnya dimana setiap persamaan dasar disajikan dalam persamaan laju
perubahan terhadap waktu.
 Konservasi (Kekekalan) Massa
Secara definisi, sistem adalah kumpulan sembarang materi dengan identitas tertentu,
maka sebuah sistem pada setiap saat yang diamati terdiri dari kuantitas materi tertentu
yang sama. Konservasi massa mengharuskan massa sistem, M, konstan. Dalam basis laju
perubahan terhadap waktu (rate basis), dinyatakan:
dM 
 = 0 dimana
dt  sistem

M sistem = ∫
massa ( sistem )
dm = ∫
∀ ( sistem )
ρ d∀

 Hukum Newton Kedua


Untuk suatu sistem yang bergerak relatif terhadap referensi yang diam, Hukum Newton II
menyatakan bahwa penjumlahan seluruh gaya eksternal terhadap sistem sama dengan
perubahan momentum linier sistem terhadap waktu.
r
r dP 
F= 
dt  sistem
r
Dimana momentum linier sistem, P , diberikan sebagai berikut:
r r r
Psistem = ∫ Vdm = ∫ V ρ d∀
massa ( sistem ) ∀ ( sistem )
 Prinsip Momentum Angular
Prinsip momentum angular untuk suatu sistem menyatakan bahwa perubahan
momentum angular sistem sama dengan penjumlahan seluruh torsi yang bekerja
terhadap sistem.
r
r dH 
T= 
dt  sistem

Dimana momentum angular sistem didefinisikan sebagai:


r r r r r
H sistem = ∫ r x V dm = ∫ r x V ρ d∀
massa ( sistem) ∀ ( sistem )

Torsi dapat dihasilkan pleh gaya permukaan dan gaya badan, dan juga oleh poros yang
melintang terhadap batas sistem, sehingga:
r r r r r r
T = r x Fs + ∫ r x g dm + Tshaft
massa ( sistem )

 Hukum Termodinamika Pertama


Hukum Pertama Termodinamika merupakan pernyataan kekekalan energi suatu sistem:
δQ − δW = dE
Dalam bentuk persamaan laju perubahan terhadap waktu dapat ditulis:
• • dE 
Q− W = 
dt  sistem

Dimana total energi sistem dinyatakan: E sistem = ∫


massa ( sistem )
e dm = ∫
∀ ( sistem )
e ρ d∀

Dan
V2
e=u+ +gz
2

Dalam persamaan di atas, Q positif jika panas ditambahkan dari lingkungan ke dalam

sistem, W positif jika kerja dilakukan oleh sistem terhadap lingkungan; u adalah energi
internal spesifik; V adalah kecepatan; z adalah ketinggian relatif terhadap datum partikel
zat yang memiliki massa dm.
 Hukum Termodinamika Kedua
Jika sejumlah panas δQ ditransfer terhadap suatu sistem pada temperatur T, Hukum
Kedua Termodinamika menyatakan bahwa perubahan Entropi dalam sistem, dS,
memenuhi persamaan:
δQ
dS ≥
T
Dalam basis laju prubahan terhadap waktu:
dS  1 •
 ≥ Q
dt  sistem T

Dimana entropi total dalam sistem dinyatakan sbb:

S sistem = ∫
massa ( sistem)
s dm = ∫
∀ ( sistem)
s ρ d∀

Dalam persamaan-persamaan hukum dasar di atas, jika ditulis dalam laju perubahan
terhadap waktu maka akan dihasilkan sifat-sifat ekstensif sistem (massa total sistem,
momentum angular sistem, energi sistem dan entropi sistem). Untuk mengembangkan
persamaan volume kontrol sifat-sifat ekstensif tersebut kita beri simbol N, dan sifat intensif
yang mengikutinya (N per satuan massa) kita nyatakan sebagai η. Dengan demikian:
Jika N = M; maka η = 1
v r
N = P ; maka η = V
r r r
N = H ; maka η = r x V
N = E; maka η = e
N = S; maka η = s
3.3. Penurunan persamaan volume atur
Perhatikan suatu keadaan aliran dimana telah diketahui kecepatan fluida relatif terhadap
sistem koordinat xyz. Misalkan N = jumlah total suatu sifat (massa, energi, momentum) di
dalam sistem pada saat t. η = jumlah sifat-sifat tersebut per satuan massa. Laju pertambahan
N terhadap waktu akan dirumuskan untuk volume atur yang dipilih.
Sub region III
Streamline (garis aliran)

Sub region I
III
II II

y y
Sistem Sistem

x x
Volume kontrol Volume kontrol
z z
(a). Waktu t (b). Waktu t + δt
Gambar 3.4.
3.4. Sistem dan Volume Kontrol

Batas si pada t + δt
sistem pada
Streamline sistem pada t + δt
Batas si

dA
α V

dA V
dA α

dA
Control surface III
Control surface I

(a). Sub-
Sub-Region III (b). Sub-
Sub-Region I
Gambar 3.5. Sub-Region III (permukaan aliran keluar) dan I (permukaan aliran masuk)
Perhatikan Gambar 4; dimana batas sistem bergerak sedangkan batas volume kontrol tidak
bergerak. Pada waktu t sistem menempati volume II. Pada t + δt sistem terdiri dari volume II
dan III. Pertambahan sifat N dalam sistem selama δt :
   
Nst +δt − Nst =  ∫η ρ d∀ + ∫η ρ d∀ −  ∫η ρ d∀
 II III  t + δt  II t

 
Tambah dan kurangkan ruas kanan dengan  ∫η ρ d∀ , kemudian
I t +δ t

1
kalikan kedua ruas dengan sehingga menjadi :
δt
       
 ∫ηρd∀ + ∫ηρd∀   ∫ηρd∀   ∫ηρd∀   ∫ηρd∀ 
       
Nst +δt − Nst  II  t +δt −  II t +  III t +δt −  I t + δt
= I

δt δt
14243 144444424444443 142
δt δ t 4 142
4 43
δt 4
4 43
I II III IV

Suku I adalah laju pertambahan rata-rata terhadap waktu untuk N dalam sistem selama δ t .

Lim  Nst + δt − Nst  dN


Untuk δ t mendekati nol,   =
δ t → 0  δt  dT
Suku kedua adalah jumlah N di dalam volume atur pada t + δ t dan jumlah N di dalam volume

atur pada waktu t.



∂t va∫
Limit suku ke II adalah : η ρ d∀

va = volume atur = volume kontrol = volume kendali


Suku ke III merupakan laju aliran terhadap waktu untuk N yang keluar dari volume atur. Nilai
limitnya adalah :

 
 ∫ η ρ d∀ 
 
Lim  III  t +δ t
= ∫η ρ VdA = ∫η ρ v cos α dA
δt → 0 δt luas keluar

dA → Vektor yang menunjukkan elemen luas permukaan aliran keluar. Vektor ini mempunyai
arah tegak lurus terhadap elemen luas permukaan volume atur. Arah keluar bertanda
positif. α adalah sudut antara vektor kecepatan dan vektor elemen luas permukaan.
Suku ke IV merupakan laju alir N ke dalam volume kontrol, dalam bentuk limit :

 
 ∫ η ρ d∀ 
 
Lim  I  t +δ t
= ∫η ρ V dA = − ∫ η ρ v cos α dA
δt → 0 δt luas masuk

Tanda minus diperlukan karena v dA , atau cos α adalah negatif untuk aliran masuk.
Suku III dan IV jika digabungkan merupakan integral pada seluruh control surface atau
permukaan volume atur (pa), sehingga:
    
  ∫η ρ d∀   ∫η ρ d∀  
 
Lim   III  t +δ t  I  t +δ t 

δt → 0 δt

δt  = ∫η ρ V dA = − ∫η ρ v cos α dA
 pa pa
 
 

pa = Permukaan atur = permukaan kontrol =


control surface
Persamaan volume atur secara keseluruhan menjadi:
dN ∂
= ∫η ρ d∀ + ∫ η ρ V dA 
dt ∂t va pa

Persamaan ini selanjutnya akan diterapkan untuk hukum-hukum dasar yang telah
dijelaskan pada bagian sebelumnya.
Arti fisik (physical meaning) persamaan diatas :
Laju pertambahan N terhadap waktu dalam suatu sistem adalah sama dengan laju
pertambahan N terhadap waktu dalam volume atur yang dipilih ditambah dengan
laju bersih aliran keluar N melintasi batas volume atur tersebut.
dN
→ Laju perubahan total sifat ekstensif (extensive property) dalam sistem.
sistem
dt

∂t va∫
η ρ d∀ → Laju perubahan sifat ekstensif dalam volume kontrol; dalam persamaan

ditunjukkan integral diaplikasikan dalam volume kontrol atau volume


atur (va)
va).
∫ η ρ V dA
pa
→ Laju bersih perubahan sifat ekstensif yang melintasi permukaan atur,
atur

dalam persamaan ditunjukkan notasi pa pada tanda persamaan


integrasinya.

3.4. Penerapan persamaan volume atur


 Persamaan Kontinuitas
Hukum kekekalan massa menyatakan bahwa massa di dalam suatu sistem konstan
terhadap waktu.
dm
=0 jika N = m (massa) ; η = massa per satuan massa = 1 maka persamaan 
dt
menjadi :

∂t va∫
0= ρ d∀ + ∫ ρ V dA
pa

Untuk aliran steady suku pertama ruas kanan sama dengan nol, sehingga:

∫ρ V
pa
dA = 0

Persamaan di atas menyatakan bahwa laju bersih aliran dari volume atur tersebut = 0.
Lihat gambar volume atur berikut ini, pada sisi 1 laju bersih aliran masuk :
ρ 1V 1 dA 1= − ρ 1V 1 dA 1 (aliran masuk negatif)
V2
dA2 Pada sisi 2 (aliran keluar positif):
ρ 2V 2 dA 2 = ρ 2V 2 dA 2
V1
dA1 Karena tidak ada laju bersih massa (terhadap waktu) :
ρ 1V 1 dA 1= ρ 2V 2 dA 2
A2
V2
ρ2
Aliran dalam tabung :
m& = ρ 1V 1 dA 1 = ρ 2V 2 dA 2

A1 m& = Q 1 ρ 1 = Q 2 ρ 2
V1
ρ1 Q = debit atau kapasitas aliran.
Untuk aliran steady incompressible : Q = A 1V 1 = A 2V 2

Perhatikan baik-baik satuan persamaan di atas. m adalah laju alir massa (kg/s); V adalah
kecepatan (m/s); Q adalah debit atau kapasitas aliran (m3/s).

Soal Di area 1 sebuah pipa, air mengalir dengan


Soal.

A2
kecepatan 3 ft/s , d1 = 2 ft. Di area 2 memiliki d2 =
A1
V1 V2
ρ2 3 ft. Berapa debit aliran dan kecepatan pada sisi 2 ?
ρ1

3π ⋅ 2 2
Q = V1 A 1 = = 9,42 ft 3 / s
4
Q 9,42
V2 = = = 1,33 ft / s
A2 2,25π
Volume Kontrol Untuk Penurunan Persamaan Kontinuitas
Kontinuitas 3D – Koordinat
Koordinat Cartesius

∂( ρw) 1
ρw + . δz
δz 2
∂ ( ρv) 1
ρv + . δy
δy 2

∂ ( ρu ) 1 ρu +
∂ ( ρu ) 1
. δx
ρu − . δx
δx 2 δx 2

∂ ( ρv ) 1
ρv − . δy
δy 2
z
y u = komponen kecepatan arah sumbu x
∂( ρw) 1
x ρw − . δz v = komponen kecepatan arah sumbu y
δz 2 w = komponen kecepatan arah sumbu z

Persamaan dasar volume kontrol untuk kontinuitas:



( ρ d∀ ) + ρ {
V dA = 0
∂t 123 II
I

∂ ∂ρ
(I) → ( ρ δ x δ y δ z) = δx δy δz
∂t ∂t
(II) → Laju alir massa bersih volume atur :

 ∂ (ρ u ) 1   ∂ (ρ u ) 1   ∂ (ρ v ) 1 
ρu − δ x δ yδ z −  ρ u + δ x δyδz +  ρ v − δ y δ xδ z −
 ∂x 2   ∂x 2   ∂y 2 
 ∂ (ρ v ) 1   ∂ (ρ w ) 1   ∂ (ρ w) 1 
 ρ v + δ y δ xδ z +  ρ w − δ z δ xδ y −  ρ w + δ z δ xδ y
 ∂y 2   ∂z 2   ∂z 2 

Setelah penjumlahan dan pengurangan, persamaan di atas dibagi dengan volume δ xδ yδz ,

menjadi :
∂ρ ∂ (ρ u ) ∂(ρ v ) ∂(ρ w )
+ + + =0
∂t ∂x ∂y ∂z
Persamaan kontinuitas di atas berlaku untuk aliran unsteady 3D. Untuk aliran steady dimana

 ∂ρ 
tidak ada perubahan terhadap waktu atau  = 0  , fluida incompressible (ρ konstan) :
 ∂t 
ρu ρv ρw
+ + =0
∂x ∂y ∂z

 Persamaan Momentum Linear


Berdasar persamaan Hukum Newton II untuk sistem yang bergerak relatif terhadap koordinat
r
r dP  r
sistem inersial: F =  dimana momentum linier sistem, P , diberikan sebagai berikut:
dt  sistem
r r r r
Psistem = ∫ Vdm = ∫ V ρ d∀ ; sedangkan gaya resultan F terdiri dari gaya permukaan
massa ( sistem ) ∀ ( sistem )

r r r
dan gaya badan yang bekerja terhadap sistem, atau F = FS + FB .

Jika N sistem = ∫
massa ( sistem )
η dm = ∫
∀ ( sistem )
η ρ d∀ ; untuk menurunkan persamaan volume kontrol

r r
Hukum Newton II kita set N = P dan η = V ; maka persamaan umum sistem dan volume

kontrol  menjadi:
r
dP  ∂ r r r
 = ∫
dt  sistem ∂t va
V ρ d∀ + ∫
pa
V ρ V dA

r
dP 
) )
r r
Karena  = F =F maka:
dt  sistem
terhadap sistem terhadap volume kontrol

r r r ∂ r r r
F = FS + FB = ∫ V ρ d∀ + ∫ V ρ V dA
∂t va pa

Persamaan ini mempunyai arti fisik sebagai berikut: “Gaya resultan yang bekerja terhadap
suatu volume atur = laju perubahan momentum linier terhadap waktu dalam volume atur +
laju bersih aliran fluks momentum melintasi permukaan atur”.
Persamaan ini dapat diaplikasikan untuk setiap komponen sumbu dalam sistem koordinat.
Untuk arah sumbu x :
∂ r r r
∑ Fx = ∂t va∫
ρ V x d∀ + ∫ x
V ρ V dA
pa
Lihat gambar di bawah ini.
dA2
V2 Untuk aliran steady:
Vx2
Fx = ρ2 A2 V2 Vx2 - ρ1 A1 V1 Vx1
V1
dA1 Vx1 Fx = ρ Q (Vx2 – Vx1)

Soal. Sebuah pompa jet yang mengalirkan air ditunjukkan gambar di bawah ini. Aliran jet
mengalir melalui sisi . Tekanan aliran jet  dan aliran sekunder  dianggap sama.
Estimasi profil kecepatan aliran jet dan aliran sekunder diperlihatkan dalam gambar.
Hitung kapasitas aliran sekunder (Q2) dan besarnya tekanan pada sisi outlet.


Daerah Campuran
Aliran Jet   V1 = 20.3 m/s 3
Qout =Q3 = 0.574 m /menit
D1 = Djet = 10 mm 
D3 = Dout = 30 mm
≈P
P  = 95.2 kPa

Aliran Sekunder
Solusi.Persamaan
Solusi. volume kontrol untuk kontinuitas massa:

≈ 0, steady state

∂t va∫
0= ρd∀ + ∫ ρVdA
pa

∫ ρVdA = ∫ ρVdA + ∫ ρVdA = 0


pa in out
Catatan:
Aliran masuk (-)
  Aliran keluar (+)
−  ∫ ρVdA + ∫ ρVdA  + ∫ ρVdA = 0 Aj = Luasan jet = A1
 Aj As  Aout As = Luasan sekunder = A2
ρVj A j + ρVs A s = ρV3 A 3 Aout = A3
Vj A j + Q 2 = Q 3
Q 2 = Q 3 − Vj A j
πD 2 3,14 x 0,012
→ Aj = = = 7,85 x 10 −5 m 2
4 4
→ Q 3 = 0,574 m /min = 9,567 x 10 −3 m 3 /s
3

(
= 9,567 x 10 -3 m 3 /s - 20,3 m/s x 7,85 x 10 -5 m 2 )
= 9,567 x 10 - 1,594 x 10
-3 -3

= 7,973 x 10 -3 m 3 /s
Persamaan momentum linier:
≈ 0, steady state

∑ Fx = ∂t ∫ Vρ ∂∀ + ∫ Vρ V dA
VA pA

= ∫ V ρ V dA = V2 ρ .V2 . A2 − V1 ρ .V1 A1
pA

= ρ .Vout
2
. Aout − ρ .Vin2 . Ain
[
= ρ .V32 . A3 − ρ .V j2 . A j + ρ .Vs2 . As ]
D a t a

d a t a

::::

⇒ − V j = 20.3 m / s
A j = 7.85 ⋅ 10 −5 m 2
π .D32
A3 = = 7.065 ⋅ 10 − 4 m 2
4
Q3
V3 = = 13.54 m / s
A3
As = A2 = A3 − A j
= 7.065 ⋅ 10 − 4 − 7.85 ⋅10 −5
= 6.28 ⋅ 10 − 4 m 2
Q2 7.973 ⋅ 10 −3
V s = V2 = =
A2 6.28 ⋅ 10 − 4
= 12.696 m / s
[ (
= ρ . V32 . A3 − V j2 A j + Vs2 As )]
= 1000 [0.13 − (0.03 + 0.101)]
∑ F =1000 ⋅ (−0.001) = −1 N
(P1 − P3 ) x A = −1 N
1 1
P1 − P3 = − = = −1.415 kPa
Aout 7.065 ⋅ 10 − 4
P3 = P1 + 1.415 kPa
= 95.2 + 1.415
= 96.615 kPa
Diskusi. . Pompa jet bekerja berdasarkan efek jet yang terjadi di sekitar nosel dimana jet
disemburkan. Ketika jet disemburkan, di sekitar ujung nosel aliran mempunyai kecepatan
sangat tinggi, akibatnya juga terbentuk daerah bertekanan rendah yang akan menghisap
aliran dari pipa atau saluran sekunder. Kedua aliran (jet dan sekunder) selanjutnya menjadi
satu di daerah campuran. (Lihat cara kerja pompa jet pada movie file yang tersedia.) Hasil
pengujian pompa jet yang dilakukan di Teknik Mesin UNUD menunjukkan pemanfaatan
efek jet ini menghasilkan kapasitas alir 2.5 kali (250%) dibandingkan tanpa jet. Pompa jet
diaplikasikan pada pompa bahan bakar pesawat, pada pendingin reaktor, pompa
pembuangan, pompa untuk kedalaman tinggi, dsb.
. Perhitungan di atas dilakukan sepenuhnya secara teoritis. Hasil pengujian atau
pengukuran yang sebenarnya tidak sama persis dengan hasil di atas, karena kenyataannya
aliran campuran pada pompa jet tersebut sangat kompleks karena terdapat belokan, terjadi
sirkulasi dan ketidakseragaman yang menyebabkan kerugian aliran. Kondisi aliran
sebenarnya secara skematis ditunjukkan pada gambar di bawah ini. Posisi jet serta rasio
diameter jet terhadap diameter sekunder memegang peranan penting terhadap pola
sirkulasi yang terjadi. Dalam kajian pompa jet yang lebih mendalam anda akan
menemukan koefisien aliran atau konstanta, atau persamaan-persamaan empiris yang
merupakan kontribusi dari hasil pengujian empiris pompa jet dengan desain dan ukuran
tertentu.

Aliran Jet Daerah Campuran

Sirkulasi 1
Sirkulasi 2
Aliran Sekunder

3.5. Analisis Diferensial Volume Kontrol


Pada bagian sebelumnya telah dibahas contoh persamaan kontinuitas dan momentum
yang diaplikasikan pada volume kontrol yang terbatas (finite, berhingga). Volume kontrol
yang dipilih untuk analisis tidak harus terbatas atau tertentu ukurannya. Berikut ini akan
dijelaskan aplikasi pada volume kontrol diferensial (yang berubah) sepanjang alirannya.
Aplikasi ini akan mengarahkan pada hubungan beberapa sifat medan aliran yang sangat
penting. Untuk kasus aliran steady, inkompresibel, tanpa gesekan sepanjang suatu garis alir
(streamline), integrasi persamaan diferensial tersebut menghasilkan hubungan yang sangat
penting antara kecepatan, tekanan dan elevasi dalam medan aliran. Kasus di bawah ini
akan menjelaskan penggunaan volume kontrol diferensial.
Aplikasikan persamaan kontinuitas dan momentum pada aliran steady, inkompresibel dan
tanpa gesekan seperti ditunjukkan gambar. Volume kontrol yang dipilih berada dalam
ruang dan dibatasi oleh garis aliran (streamlines) yang merupakan elemen dari streamtube.
Panjang volume kontrol adalah ds.

3.6. Volume kontrol diferensial untuk analisis momentum melalui streamtube


Gambar 3.6.
Asumsi untuk keadaan ini adalah: (1). Aliran steady
(2). Tak ada aliran melintasi streamlines (garis alir)
(3). Aliran inkompresibel, ρ = konstan
(4). Tak ada gesekan.
Persamaan kontinuitas:
≈ 0, steady state

0 = ∫ ρ d∀ + ∫ ρ V dA
∂t va pa

Selanjutnya: 0 = {− ρV s A }+ {ρ (V s + dV s )( A + dA }

ρVs A = ρ (Vs + dVs )( A + dA)

0 = Vs dA + AdVs + dAdVs → hasil kali diferensial dAdVs dapat diabaikan.

0 = Vs dA + AdVs

Persamaan momentum ≈ 0, steady state


r r r ∂ r r
F = FS s + FB s = ∫ Vs ρ d∀ + ∫ V s ρ V dA
∂t va pa

Karena tak ada gesekan gaya permukaan (Fs) hanya dipengaruhi oleh tekanan (ingat
bahwa gesekan terjadi dikarenakan gaya geser atau viskositas).
 dp 
FS s = pA − ( p + dp)( A + dA) +  p + dA = − Adp − 12 dpdA ♥
 2 

Gaya badan pada arah s :

 dA 
FB s = ρg s d∀ = ρ (− g sin θ ) A + ds → sin θ ds = dz
 2 

 dA 
FB s = − ρg  A + dz ♦
 2 
Karena tak ada fluks massa melintas garis alir, fluks momentum menjadi:
r
∫ V s ρ V dA = Vs {− ρVs A }+ (Vs + dVs ){ρ (Vs + dVs )( A + dA }
pa

= Vs (− ρVs A) + (Vs + dVs )( ρVs A) = ρVs AdVs ♠

Gabungkan ketiga persamaan ♥♦♠ di atas:


− A dp − 12 dp dA − ρ g A dz − 12 ρ g dA dz = ρVs A dVs

Bagi dengan ρA dan abaikan hasil kali diferensial, diperoleh:

dp  V s2  dp  V s2 
− 
− gdz = V s dV s = d    
ρ 2  atau ρ + d  2  + gdz = 0
   
Hasil integrasi persamaan ini (dan dengan menghilangkan subskrip s):

p V2
+ + gz = kons tan atau
ρ 2

p1 V12 p V2
+ + gz1 = 2 + 2 + gz 2 → memiliki satuan m2/s2
ρ 2 ρ 2

V12 V2
Atau p1 + ρ + ρgz1 = p 2 + ρ 2 + ρgz 2 → memiliki satuan kPa
2 2
p1 ρV12 p ρV 2
Atau + + z1 = 2 + 2 + z 2 → memiliki satuan meter.
meter
ρg 2 g ρg 2 g
Hasil integrasi di atas merupakan bentuk “Persamaan Bernoulli” yang menyatakan
Persamaan Bernoulli”
persamaan energi aliran yang terdiri dari energi tekanan, kecepatan dan elevasi. Satuan
apapun yang dipakai, itu merupakan satuan energi.
energi
Soal. Air mengalir secara stedi melalui nosel horisontal, dibuang ke atmosfer. Pada sisi
inlet diameter nosel D1, dan pada sisi outlet D2. Turunkan persamaan untuk beda tekanan
minimum yang dibutuhkan pada nosel untuk menghasilkan kapasitas aliran tertentu Q.
Hitung tekanan sisi inlet jika D1 = 75 mm, D2 = 25 mm dan Q yang diinginkan 0.2 m3/s.
Solusi. D1 = 75 mm, D2 = 25 mm, p2 = patm

Hitung:
a. p1 (gage) sebagai fungsi Q
b. p1 (gage) jika Q =0.2 m3/s

Persamaan dasar:

p1 V12 p V2
+ + gz1 = 2 + 2 + gz 2 ;
ρ 2 ρ 2

≈ 0, steady state

∂t va∫
0= ρ d∀ + ∫ ρ V dA
pa

Asumsi: Stedi, inkompresibel, tak ada gesekan (frictionless), aliran sepanjang streamline, z1
= z2, aliran seragam pada bagian 1 dan 2.
Berdasarkan persamaan Bernoulli antara titik 1 dan 2:

ρ  V
ρ 
2

p1 ( gage) = p1 − p atm = p1 − p 2 = (V − V ) = V  2
2
2
1
2
1
2
 − 1
2 2  V1  

V2 A Q
Berdasar persamaan kontinuitas diperoleh: Q = V1A1 = V2A2 atau = 1 dan V1 =
V1 A2 A1

ρQ 2  A1    D 
2 4
πD 2 8 ρQ 2 
Selanjutnya: p1 ( gage) =    − 1 ; A = ; p1 ( gage) = 2 4  1  − 1
2 A12  A2   4 π D1  D2  
 
Dengan D1 = 75 mm, D2 = 25 mm, dan ρ = 999 kg/m3

p1 ( gage) =
8
π2
x999
kg
x
1
m 3 (0.075) 4 m 4
xQ [
2 4
3 − 1]N .s 2
kg.m

N .s 2
p1 ( gage) = 2.05 x10 9 Q 2
m2
Pada Q = 0.2 m3/s diperoleh p1 (gage) = 820 kPa.
Pemakaian Persamaan Bernoulli
 Statika Fluida
Persamaan dalam statika fluida merupakan hal khusus dari persamaan Bernoulli,
dimana kecepatan fluida = nol.

2
p1 + ρ gz1 = p 2 + ρ gz 2 → p1 = p 2
p1 = p0 + ρ g ( z 2 − z1 )
p1 = p0 + ρ gh
1

 Menghitung kecepatan aliran pada lubang di bagian bawah bejana

ρ v1 2 ρ v2 2
1 p 0 + ρ gz1 + = p 0 + ρ gz 2 +
2 2
z2 = 0 ; jika A1 〉〉 A2 ; dan v1 ≈ 0

2 ρ v2 2
p0 + ρ gz = p 0 +
2

v 2 = 2 gh

 Alat ukur venturi


Alat ini dipergunakan untuk mengukur besarnya kecepatan aliran fluida dalam suatu
pipa.
Titik 1 dan 2 mempunyai ketinggian sama (satu garis aliran).

ρ v12 ρ v2 2
p1 + = p2 +
h 2 2
ρ v1 2
ρ v2 2
A2 ( p1 − p 2 ) + =
A1 2 2
V2
V1
ρ v1 2
ρ v2 2
ρ gh + =
2 2
A1V1
Persamaan kontinuitas A1 V1 = A2 V2 → V2 =
A2
2
ρ v1 2 ρ  A1V1 
ρ gh + =  
2 2  A2 
2
 AV 
2 gh + V1 =  1 1 
2

 A2 

 A 
2

2 gh =  1  − 1V12
 A2  
2
2 2 gh 2 gh A2
V1 = = 2
A1 − A2 A1 − A2
2 2 2

2
A2
2 gh
V1 = A2
A1 − A2
2 2

 Tabung Pitot
Alat ini dipergunakan untuk mengukur kecepatan angin atau aliran gas, atau juga
aliran cairan. Misalnya gas mengalir dengan kecepatan V, rapat massa gas ρ. V1
mendekati sama dengan V, dan V2 = 0

Udara
1 2

p2 = p1 + ρ gh → ρ 0 = rapat massa zat cair


1
p1 + ρ v1 2 = p 2
2
1
p1 + ρ v1 = p1 + ρ 0 gh
2

2
2 ρ 0 gh
v1 =
2

ρ
2 ρ 0 gh
v1 =
ρ
Tentang Persamaan Bernoulli
Dalam persamaan Bernoulli dinyatakan bahwa energi aliran terdiri dari :
 energi tekanan (P)
 energi kecepatan/kinetik (V)
 energi potensial (Z)
Hukum kekekalan energi tetap berlaku dalam persamaan Bernoulli tersebut.
1

E1 = E2 ; besarnya masing-masing komponen


berbeda, dititik 1 energi potensial lebih
z
dominan. Di titik 2 energi kecepatan lebih
Air terjun dominan, dst.
2

Seperti yang sudah ditunjukkan sebelumnya, anda mungkin menemukan ekspresi persamaan
Bernoulli yang berbeda seperti diatas di beberapa buku yang berbeda. Persamaan persamaan
tersebut hanya berbeda cara menyatakannya saja.
Persamaan Bernoulli dengan input energi, output dan losses energi :
P1 v1 2 P2 v 2 2
+ + Z1 + Ein = + + Z 2 + Eout + Eloss
ρ1g 2g ρ 2 g 2g
Ein = misal input energi dari pompa
Eout = misal energi output karena pemasangan turbin

 Persamaan Energi
Aplikasi persamaan energi untuk volume kontrol dilakukan dengan mensubstuitusikan N =
E dan η = e ; maka persamaan  menjadi :
dE ∂
dt ∂t va∫
= ρ e d∀ + ∫ ρ eV dA
pa
• • dE ∂
dt ∂t va∫
Q− W = = ρ ed∀ + ∫ ρ eV dA
pa

V2
Dimana e = u + +gz
2
Kerja yang dilakukan oleh volume kontrol dikelompo
dikelompokkan dalam 4 klasifikasi:
• • • • •
W = W s + W normal + W shear + W other
→ Kerja poros
Ws adalah kerja poros yang ditransfer melalui permukaan atur dari putaran poros
dalam sistem.
→ Kerja oleh tegangan normal pada permukaan
permukaan atur
Kerja membutuhkan gaya yang digerakkan dalam jarak tertentu. Kerja yang dilakukan
r r
dinyatakan: δW = F ⋅ ds
Untuk mendapatkan laju kerja yang dilakukan oleh gaya:
r r
• δW F ⋅ ds • r r
W = lim = lim atau W = F ⋅ V
∆t → 0 ∆t ∆t
∆t → 0

Laju kerja yang dilakukan terhadap luasan dA permukaan volume kontrol oleh
r r r r
tegangan normal: dF ⋅ V = σ nn dA ⋅ V

Karena kerja melintasi batas volume kontrol adalah negatif (kerja dilakukan terhadap
volume kontrol) :
• r r r r
W normal = − ∫ σ nn dA ⋅ V = ∫ σ nnV ⋅ dA
va va

→ Kerja oleh tegangan geser pada volume kontrol


Gaya geser yang bekerja pada elemen area permukaan atur dinyatakan sebagai:
r r r
F = τ ⋅ dA dimana τ adalah tegangan geser pda bidang dA. Selanjutnya:
• r r r r r r
W shear = ∫ τ dA ⋅ V = ∫ τ ⋅ V dA = − ∫ τ ⋅ V dA
pa pa pa

Tanda negatif harus diberikan karena kerja ini dilakukan terhadap volume kontrol.
Integral ini secara lebih lengkap dinyatakan dalam 3 suku:
• r r r r r r r r
W shear = − ∫ τ ⋅ V dA = − ∫ τ ⋅ V dA − ∫ τ ⋅ V dA − ∫ τ ⋅ V dA
pa A ( shaft ) A ( solidsurface ) A( ports )

Suku pertama sudah diperhitungkan pada bagian sebelumnya (Wshaft). Pada permukaan
r
padat, V = 0, sehingga suku kedua bernilai nol (untuk volume kontrol yang tetap).
Sehingga:
• r r
W shear = − ∫τ ⋅ V dA
A ( ports )

Suku yang terakhir ini dapat dibuat nol dengan memilih permukaan atur yang tepat.
Jika kita memilih sebuah permukaan atur yang memotong melintang sisi tegak lurus
r r r
terhadap aliran, sehinggga dA paralel terhadap V . Karena τ berada dalam bidang dA,
r r
τ tegak lurus terhadap V . Dengan demikian untuk permukaan atur yang tegak lurus
r
V berlaku:
r r •
τ ⋅V = 0 dan W shear = 0
→ Kerja lain-
lain-lain
Energi listrik dapat ditambahkan pada volume kontrol, juga energi elektromagnetik,
misalnya dalam radar atau sinar laser, dapat diserap. Dalam kebanyakan situasi
kontribusi energi ini tidak terjadi, tapi kita bisa mencatatnya dalam formulasi umum.
Dengan seluruh kerja yang telah dievaluasi diperoleh:
• • r r • •
W = W s − ∫ σ nnV ⋅ dA + W shear + W other
pa

Selanjutnya persamaan volume kontrol untuk energi menjadi;


• • r r • • ∂
Q − W s + ∫ σ nnV ⋅ dA − W shear − W other = ∫ ρ e d∀ + ∫ ρ eV dA
pa
∂t va pa

• • • • ∂ r r r r
Q − W s − W shear − W other = ∫
∂t pa
e ρ d∀ + ∫ e ρ V ⋅ dA − ∫ σ nn V ⋅ dA
pa pa

Karena ρ = 1/υ dimana υ = volume spesifik, persamaan di atas dapat ditulis:


• • • • ∂ r r r r
Q − W s − W shear − W other = ∫
∂t pa
e ρ d∀ + ∫ e ρ V ⋅ dA − ∫ σ nn υ ρ V ⋅ dA
pa pa

• • • • ∂ r r
Q − W s − W shear − W other = ∫
∂t pa
e ρ d∀ + ∫ (e − σ nn υ ) ρ V ⋅ dA
pa

Efek viskos dapat membuat tegangan normal σ nn berbeda dari nilai negatif tekanan

termodinamik, - p. Akan tetapi dalam kebanyakan kasus engineering, σ nn ≅ − p ; sehingga:


• • • • ∂ r r
Q − W s − W shear − W other = ∫
∂t pa
e ρ d∀ + ∫ (e + pυ ) ρ V ⋅ dA
pa

V2
Akhirnya dengan mensubstitusikan e = u + + g z ; kita memperoleh persamaan hukum
2
termodinamika pertama untuk volume kontrol:
• • • • ∂ V2 r r
Q − W s − W shear − W other = ∫
∂t pa
e ρ d ∀ + ∫
pa
( u + p υ +
2
+ gz ) ρ V ⋅ dA
Soal. Udara pada 101 kPa (abs), 21oC, memasuki kompresor dengan kecepatan yang dapat
diabaikan, kemudian dibuang pada tekanan 350 kPa (abs), 38oC, melalui pipa dengan luas
penampang 0.09m2. Laju alir massanya 10 kg/s. Daya input kompresor 450 kW. Tentukan
laju perpindahan panas yang terjadi.

Solusi. p1=101 kPa (abs) p2 = 101 kPa (abs)


V1 = 0 0 .09 m2
A2 = 0.09
T1=21oC T1 = 38oC
≈ 0, steady state
CV

0 = ∫ ρ d∀ + ∫ ρ V dA
∂t va pa
≈ 0, steady state
≈ 0• ≈0
• • • ∂ V2 r r
Q − W s − W shear − W other = ∫
∂t pa
e ρ d ∀ + ∫pa ( u + p υ +
2
+ gz ) ρ V ⋅ dA

Asumsi-asumsi: 1. Steady flow


2. Aliran dan sifat-sifat seragam
3. Udara sebagai gas ideal
4. Tegangan geser tegak lurus terhadap kecepatan
5. z1 = z2
6. Energi kinetik sisi masuk diabaikan.
• • V2 r r
Q − W s = ∫ ( u + pυ + + gz ) ρ V ⋅ dA → h ≡ u + pυ
pa
2

• • V2 r r
Q = W s + ∫ (h + + gz ) ρ V ⋅ dA , selanjutnya
pa
2
≈0
• •  V2   V2 
Q = W s +  h1 + 1 + gz1 {- ρ1V1 A1 } +  h 2 + 2 + gz 2 {ρ 2V2 A2 }
 2   2 
Dari persamaan kontinuitas diperoleh:

{- ρ V A } + {ρ V
1 1 1 2 2 A2 } = 0 atau ρ 1V1 A1 = ρ 2V2 A2 = m selanjutnya
• •  • V22 ≈0
Q = W s + m (h2 − h1 ) + + g ( z 2 − z1 ) 
 2 
Kemudian dengan asumsi bahwa udara bertindak sebagai gas ideal, maka h2 – h1 = Cp (T2-
T1) →
• • • V2 
Q = W s + m Cp (T2 − T1 ) + 2 
 2 

Dari persamaan kontinuitas: V2 = m


ρ 2 A2 dan p 2 = ρ 2 RT2 →

m RT2 kg 1 J m2
V2 = = 10 x x 287 x 311K x = 28.3 m/s
A2 p 2 s 0.09m 2 kg ⋅ K 350kN
Diketahui daya input terhadap CV 450 kW; nilai ini harus bertanda negatif karena berupa
kerja terhadap volume kontrol.
• • • V2 
Q = W s + m Cp (T2 − T1 ) + 2 
 2 
kg J kg 28.3 2 m 2 J ⋅ s2
= 450kW + 10 x 1000 x 17 K + 10 x x
s kg ⋅ K s 2 s 2 kg ⋅ m 2
= -276 kJ/s
Jadi laju perpindahan panas yang terjadi adalah pembuangan panas ke lingkungan sebesar
276 kJ/s atau 276 kW.

Contoh-
Contoh-Contoh Soal.

Sebuah tangki 0.5 m3 berisi udara bertekanan. Sebuah katup digunakan untuk
mengeluarkan udara tersebut dengan kecepatan 300 m/s melalui suatu saluran output
dengan luas area 130 mm2. Temperatur udara yang melalui katup tersebut -150C, tekanan
350 kPa(abs). Hitung perubahan densitas udara dalam tangki tersebut.
Data: υ = 0.5 m3
V = 300 m/s
Aout = 130 mm2 = 130x10-6 m2
T = -150 C = 258 K
P = 350 kPa
p
ρ= p = 350x103 Pa
RT
T = 258 K
R = 287 N.m/Kg.K
(Hati hati dalam memilih R, sesuaikan dengan sistem satuan yang
dipergunakan.)
ρ = 4.73 kg/m3
∂ Dalam kasus ini yang ditanyakan adalah
∫ ρ .dv + pA∫ ρ.VdA = 0
∂t VA perubahan densitas terhadap waktu, jadi, ini
adalah persoalan unsteady sehingga suku
∂   pertama persamaan dasar tidak bisa
bisa
 ρ ∫ dv  + ∫ ρ .VdA = 0 dihilangkan.
∂t  VA  pA
∂ρ
∀ + ρ 1 A1V1 = 0 → aliran keluar ber tan da +
∂t
∂ρ ρV A 4.73 ⋅ 300 ⋅ 130 ⋅ 10 −6
=− 1 1 1 =−
∂t ∀ 0.5
Kg
= −0.369 m3
s
Jadi setiap detik pelepasan udara mengakibatkan pengurangan jumlah udara dalam tangki
sehingga menyebabkan terjadinya penurunan densitas sebesar 0.369 kg/m3.

Dalam gambar di bawah ini, sebuah beban 700 N secara sempurna diimbangi oleh jet air
secara steady. Berapa kecepatan jet yang diperlukan untuk mengimbangi beban tersebut?

Data-
Data-data:
W = 700 N W = 700 N
Djet = 5 cm

Ditanya: Vjet = ?

Djet = 5 cm

= 0 (steady)

∑ Fy =
∂t ∫ ρ.V.∂ϑ + ∫ ρ.V.V.∂A
VA PA

∑ F = ∫ ρ.V.V.∂A →
y W = ρ.Vj.Vj.Aj (jet ke arah kiri dan kanan saling meniadakan)
PA
W = ρ.(Vj)2.Aj
W 700
Vj = = = 18.9 m/s
ρ.A j 1000. π4 .0.05 2
Vj = 18.9 m/s
3.6. Soal-Soal
Salah satu bagian dari suatu sistem perpipaan seperti gambar di bawah ini. Luas sisi inlet
dan outlet masing-masing 1 m2, sedangkan luas permukaan bebas yang terbuka terhadap
atmosfer 2 m2. pada suatu saat tertentu V1 = 3 m/s, dan air mengalir keluar 4 m3/s. Hitung
laju perubahan ketinggian air pada permukaan bebas.

1 2

Sebuah bidang pengarah membelokkan jet air seperti tampak pada gambar di bawah ini.
Jika Djet = 10 cm dan Vjet = 8 m/s, hitunglah gaya F yang dibutuhkan untuk menahan
dorongan akibat jet tersebut!

F
Djet , Vjet

Udara pada kondisi standar memasuki kompresor dengan kecepatan 75 m/s dan
meninggalkan sisi buang pada kecepatan 125 m/s, 200 kPa (abs) dan 345 K. Laju alir massa
udara 1 kg/s. Air pendingin di selubung kompresor membuang panas sebesar 18 kJ/s.
Hitung daya yang dibutuhkan oleh kompresor.

Sebuah pompa horisontal memompa air dengan kapasitas 57 m3/jam. Abaikan losses energi,
berapa daya yang dibutuhkan pompa (kW) untuk mengalirkan air tersebut ? (Petunjuk:
hitung Vin dan Vout dalam m/s; hitung hpompa; Daya pompa P = γ Q hpompa)

Pin = 120 kPa


Pout = 400 kPa

Din = 9 cm Pompa Dout = 3 cm

 @g 
Bab 4

ANALISIS DIMENSIONAL
dan KESERUPAAN DINAMIK

Dalam bidang keteknikan, metode penyelesaian atau pemecahan masalah pada umumnya
mempergunakan tiga metode meliputi:
1. Analitis

Pendekatan ini merupakan pendekatan secara teoritis dan matematis. Pendekatan ini banyak
melibatkan asumsi-asumsi yang sebenarnya merupakan faktor signifikan. Contoh: analisis
control volume dan persamaan Fluida Sempurna yang mengabaikan gravitasi atau friksi
(karena tidak terjangkau oleh pendekatan teoritis).
2. Empiris atau Eksperimental
Pendekatan ini lebih menitikberatkan pada pengukuran, pengumpulan data lalu dianalisis
mempergunakan persamaan yang ada, baik persamaan teoritis maupun empiris.
3. Kombinasi antara Analitis-Empiris.

4.1. Keserupaan Dimensional dan Dinamik

Problem-problem dalam Mekanika Fluida, dan engineering pada umumnya melibatkan geometri dan
parameter-parameter aliran yang kompleks sehingga menimbulkan kesulitan pengujian
eksperimental, meliputi:
 Banyaknya variabel atau parameter yang harus dikontrol.
 Pelaksanaan pengujian harus memiliki keserupaan dinamik (keserupaan model dan keadaan
aliran) antara model yang diuji dengan prototipe benda uji.
Keserupaan dinamik berarti:
1. Terdapat keserupaan geometris.
2. Perbandingan tekanan-tekanan dinamik pada titik-titik yang berkesesuaian adalah konstan.
3. Garis-garis alirannya secara geometris serupa.
Ilustrasi

Anda diminta menganalisis gaya hambat drag sebuah profil bola yang ditempatkan dalam
sebuah aliran yang uniform. Berapa banyak eksperimen yang harus dilakukan untuk
menentukan gaya hambat tersebut? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita harus
mengidentifikasi parameter-parameter penting yang mempengaruhi gaya hambat.
Gaya hambat sebuah objek/benda tergantung pada parameter-parameter berikut: dimensi
bola (dinyatakan sebagai diameter, D); kecepatan alir fluida,V; viskositas, µ; dan
densitas, ρ. Gaya hambat, F, kita rumuskan sebagai berikut:
F = f (D, V, µ, ρ)
Persamaan atau fungsi tersebut mengandung parameter-parameter yang dapat dikontrol
dan diukur dalam eksperimen laboratorium. Sedangkan parameter lain yang penting
seperti kekasaran permukaan kita abaikan karena menyulitkan dalam
memformulasikannya dalam persamaan.
Sekarang, bayangkan kita akan melakukan serangkaian eksperimen untuk mengetahui
ketergantungan F terhadap D, V, µ, dan ρ. Setelah peralatan percobaan selesai dibuat,
eksperimen segera dimulai. Untuk mendapatkan grafik F vs V pada nilai D, µ, dan ρ yang
tetap, misalnya kita menguji sebanyak 10 nilai V. Untuk mengetahui pengaruh diameter,
D, kita membutuhkan 10 diameter yang berbeda. Jika prosedur ini diberlakukan juga
untuk 10 nilai µ dan ρ secara bergiliran, secara sederhana kita tahu bahwa kita
membutuhkan 104 pengujian yang berbeda. Jika setiap pengujian membutuhkan waktu ½
jam dan kita bekerja 8 jam sehari, secara keseluruhan pengujian membutuhkan waktu 2 ½
tahun. Kita juga mengalami kesulitan dalam mempresentasikan data. Untuk memplotkan
grafik F vs V dengan D sebagai parameter untuk tiap kombinasi µ dan ρ, dibutuhkan 100
grafik. Jadi, untuk mengatasi kerumitan ini apa yang harus dilakukan?
Untuk mengatasi hal tersebut diatas maka dipergunakan analisis dimensional untuk
mengurangi jumlah variabel yang dikontrol (mengurangi jumlah pengujian) dan
menghasilkan keserupaan dinamik.
Seluruh data untuk gaya hambat, F, tersebut dapat diplotkan sebagai hubungan fungsional
antara 2 parameter nondimensional dalam bentuk:
F  ρVD 
= f  
ρV D  µ 
2 2

Fungsi tersebut memang masih harus diuji secara eksperimental. Akan tetapi kita bisa
mengurangi keharusan melaksanakan 10000 eksperimen menjadi 10 eksperimen saja,
waktu yang dihemat sangat besar, dan kita tidak perlu mencari fluida dengan 10 macam µ
dan ρ, tidak juga harus menggunakan 10 diameter atau kecepatan. Yang kita butuhkan
 ρVD 
hanya 10 macam nilai   , yang secara sederhana dapat dilakukan dengan
 µ 
memvariasikan V atau D.
Prosedur untuk mendapatkan fungsi tersebut di atas dibahas dalam Analisis Dimensional
& Keserupaan Dinamik.
Contoh : Mengukur gaya hambat (drag force).
Gaya hambat misalnya pada mobil, gedung, kapal selam, pesawat,dsb dipengaruhi oleh
ukuran obyek (dimensi), kecepatan aliran fluida (V), massa fluida (ρ) dan viskositas fluida (μ).
Permasalahannya ada empat parameter dan pengujian skala penuh yang tidak
memungkinkan. Empat parameter tersebut membentuk satu group bilangan tak berdimensi
yang disebut Bilangan Reynolds.
ρVD
Re =
µ
Selanjutnya pelaksanaan pengujian mengacu pada Bilangan Reynolds tersebut, sehingga dua
pengujian yang berbeda bisa menghasilkan keadaan aliran yang serupa (Re yang sama).
Masing-masing disesuaikan dengan fluida, peralatan dan besar ruangan yang dimiliki.

4.2. Teori BUCKINGHAM PI

Teori Buckingham Pi merupakan sebuah pernyataan mengenai hubungan antara sebuah


fungsi yang diekspresikan dalam parameter dimensional dan sebuah fungsi lain yang
diekspresikan dalam fungsi parameter nondimensional. Teori Buckingham PI digunakan
untuk mendapatkan bilangan atau angka nondimensional.
Suatu problem fisik mempunyai “n” parameter; salah satunya merupakan parameter tak
bebas, maka hubungan parameter-parameter tersebut dinyatakan:
q1 = f (q2 , q3,………qn)

dimana; q1 = variabel tak bebas


q2, q3,…..qn = n-1 variabel bebas.
Pernyataan matematis yang ekuivalen:
g (q1, q2, q3,……qn) = 0
dimana: g berbeda dari f
Untuk kasus Drag Force :
Re = f ( D, V, ρ, μ )
g( Re, D, V, ρ, μ )
Teori Buckingham PI menyatakan : Dalam suatu soal fisik dengan n besaran dimana terdapat
m dimensi (kecuali beberapa kasus), maka akan terdapat n-m parameter tanpa dimensi atau
disebut π parameter, yang memenuhi persamaan :
G (π1, π2,………πn-m ) = 0
π = G1 ( π2, π3,……...πn-m )
Hubungan antara parameter π ( bilangan tak berdimensi ) tersebut ditentukan secara
eksperimental, tidak memakai teori Buckingham PI.

π bukan variable tak berdimensi bebas, apabila dapat dibentuk oleh


parameter-parameter π lainnya.
3
2π 1 π 4
π5= ; π6 = 12 π 5 ; π 6 tidak bebas!
π 2π 3 π3

4.3. Prosedur Menentukan Grup Non-Dimensional (π)

Contoh: Tentukan group tak berdimensi untuk problem gaya hambat ( F ) yang tergantung
pada V, D, ρ, μ.
Data ; F = f ( ρ, V, D, μ ) untuk obyek dengan profil bulat.
1) Susun seluruh variabel yang terlibat.
F V D ρ μ n = 5 variabel.
2) Tulis dimensi-dimensi primer variable di atas.
Dipilih : M L T
3) Tulis seluruh dimensi variabel sesuai dimensi primer yang dipakai.
F V D ρ μ
ML L M M
L r = 3 dimensi primer.
t2 t L3 Lt
4) Pilih “variabel berulang “ dengan jumlah yang sama dengan r dan semua dimensi
primer ada pada variabel berulang.
Variabel berulang : variabel yang digunakan pada perhitungan seluruh π groups.
Variabel-variabel berulang bisa muncul dalam π , jadi jangan salah pilih variabel tak
bebas sebagai variabel berulang.

ρ V D m = r = 3 variabel berulang
5) Susun ( n-m ) persamaan untuk mendapatkan dimensionless groups.
n - m = 2 ; sehingga terdapat 2 group tak berdimensi.
a b
M  L c  ML 
→ π 1 = ρ aV b D c F =  3    (L )  2  = M 0 L0 t 0
L  t   t 
Tentukan a, b, c berdasar eksponen M, L, t dikedua ruas :
M:a+1=0 a = -1
F
L : -3a + b + c + 1 = 0 b = -2 π1 =
ρV 2 D 2
t : -b – 2 = 0 c = -2
2
F L4  t  1
→ π1 = =F   =1 atau
ρV 2 D 2 Ft 2  L  L2

= M L t −2 M −1 L +3 t 2 L −2 L −3 = 1
d e
M  L M 
→ π 2 = ρ V D µ =  3    L f   = M 0 L0 t 0
d e f

L  t   Lt 
M:d+1=0 d = -1
µ
L : -3d + e + f – 1 = 0 f = -1 π2 =
ρVD
t : -e – 1 = 0 e = -1

µ Ft L4 t 1
π2= = =1
ρVD L2 Ft 2 L L

 µ 
Hubungan fungsional : π 1 = f  
 ρVD 
Fungsi f ditentukan secara eksperimental.

Menentukan π groups jika variabel-variabel dapat dinyatakan dalam sistem dimensi


yang berbeda.

Contoh: Jika sebuah pipa kecil dicelupkan dalam liquid yang tidak mengalir, tegangan
permukaan menyebabkan timbulnya efek kapilaritas yang menyebabkan cairan dalam pipa
naik atau turun terhadap permukaan bebas tergantung sudut kontak antar muka liquid – solid –
gas. Eksperimen menunjukkan ( ∆ h) merupakan fungsi diameter pipa (D) , berat jenis liquid
(γ) , gaya tarik permukaan (σ). Tentukanlah π !

Data : ∆ h = ( D, γ, σ ) ∆h

1. variabel-variabel ∆ h, D, γ, σ. n=4
2. dimensi primer M L t dan F L t D

3. M L t FLt
∆h D γ σ ∆h D γ σ
M M F F
L L L L
L2 t 2 t2 L3 L
r = 3 dimensi primer r = 2 dimensi primer

m ditentukan dengan menghitung nilai determinan matrik dimensional.


∆h D γ σ ∆h D γ σ
M 0 0 1 1 F 0 0 1 1
L 1 1 -2 0 L 1 1 -3 1
t 0 0 -2 -2
nilai m = orde matrik yang mempunyai determinan non zero (det ≠ 0) terbesar.
0 1 1
1 1
1 −2 0
− 3 −1
0 −2 −2

= 0 – (1 ∗ −2 ) + (1 ∗ −2 ) =0 = -1 + 3 = 2 ≠ 0

−2 0
=4 ≠ 0 m=2 m=r
−2 −2
m = 2 → m≠ r

4. m = 2 ; D, γ sebagai variabel berulang.


5. n – m = 2 group tak berdimensi.
b f
 M  F
π 1 = D a γ b ∆h = L2  2 2 
L π 1 = D e γ f ∆h = L 3 
L = F 0 L0 t 0
Lt  L 
= M 0 L0 t 0
M:b+0=0 F:f=0
L : a – 2b+1 = 0 L : e – 3f + 1 = 0
t : -2b + 0
b=0 f=0
a = -1 e = -1
∆h ∆h
→ π1 = → π1 =
D D
h
 M M F F
π2=D γ σ =L  2 2  2
c d c
π2=D γ σ =L  3 
g h g

Lt t L  L
= M 0 L0 t 0 = F 0 L0 t 0
M:d+1=0 F:h+1=0
L : c – 2d = 0 L : g - 2h – 1 = 0
t : -2d – 2 = 0
d = -1 h = -1
c = -2 g = -2
σ σ
→π2 = →π2 =
D γ 2
D 2γ

π 1 = f (π 2 )

∆h  σ 
= f  2 
D D γ 
Contoh soal :
Gaya hambat sebuah “sonar transducer” diprediksi berdasarkan data tes wind tunnel.
Prototipe-nya berdiameter 300 mm ditarik dengan kecepatan 5 knot (nautical miles per hour ;
1 nautical mile = 1852 m) didalam air laut pada 50 C. Modelnya berdiameter 150 mm.
Tentukan kecepatan tes yang disyaratkan di udara (dengan fluida udara). Jika gaya hambat
model pada kondisi tes itu adalah 24,8 N. Dan tentukan pula gaya hambat prototype!
Prototipe Model
Dp = 300 mm

Dm = 150 mm

Vm Fm = 24.8 N
Fp

Vp = 5 knot

Udara
Sea water 5 oC

Re model = Re prototype
Model dan Prototype mempunyai Keserupaan Dinamik

 Air laut pada 5 0C ρ = 1025 kg


m3
ν = 1,4 . 10 −6 m
s2
5 ⋅ 1852m h
Vp = 5 knot = ⋅ = 2,57 m
h 3600 s

Vp Dp 2,57 ⋅ 0,3
Rep = = = 5,51 ⋅ 10 5
νp 1,4 ⋅10 −6

 Udara standar ρ = 1,23 kg


m3
ν = 1,45 ⋅ 10 −5 m
s
Vm Dm
Rem = Rep =
νm

Re p ν m
Vm =
Dm

5,51 ⋅10 5 ⋅ 1,45 ⋅ 10 −5


Vm = =53,3 m
0,15 s
Gaya drag prototipe :
Fp Fm
=
ρ pV p D p2 2
ρ mVm 2 Dm 2

ρ p Vp2 Dp 2 1025 2,57 2 0,3 2


Fp = = 24,8 ⋅
ρ m Vm 2 Dm 2 1,23 53,3 2 0,15 2

= 192 N

4.4. Arti Fisik Bilangan Tak Berdimensi

 Reynold Number.
ρVD ρVL ρV 2 L2
Re =
µ
=
µ
=
µ V L L2 ( )
dynamic _ pressure ⋅ area inertia _ forces
= ≈
viscous _ stress ⋅ area viscous _ forces
 Mach Number.

V ρV 2
M= =
c ρc 2
inertia _ forces

compressibility _ forces
 Froude Number
V V2 ρV 2 L2
Fr = → Fr = 2
=
gL gL ρgL3

inertia _ forces

gravity _ forces
 Pressure Coefficient.
∆p
Ev = Cp =
1 ρV 2
2
local _ pressure − freestream _ pressure

kinetic _ energy _ of _ free − stream
Soal-soal
1. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa penurunan tekanan (pressure drop) pada aliran
fluida melalui penyempitan luas penampang aliran (sudden contraction) dapat
diekspresikan sebagai ∆P = p1 – p2 = f(ρ, µ, V, d, D). Anda diminta untuk menyusun dan
mengumpulkan data penelitian. Tentukan bilangan tak berdimensi (nondimensional =
dimensionless) untuk kasus ini.

∆P = p1 – p2 = penurunan tekanan[(N/m2)=Pa]
ρ = densitas fluida (kg/m3)
V D d µ = viskositas absolut [(N.s/m2)=(Pa.s)
V = Kecepatan rata-rata fluida (m/s)
D = Diameter pipa kecil (m)
d = Diameter pipa besar (m)
1 2

2. Persamaan perpindahan kalor konveksi dinyatakan sebagai berikut


Q = h A ∆T -----------dimana Q = Laju perpindahan panas [(J/s)=Watt]
A = Luas permukaan perpindahan panas (m2)
∆T = Beda temperatur , oC
h = Koefisien perpindahan panas W/(m2.oC)
Bilangan tak berdimensi yang merupakan fungsi h disebut Bilangan Stanton, yang juga
merupakan fungsi densitas fluida yang memindahkan panas ρ (kg/m3), panas jenis
fluida Cp (J/(kg.oC)dan kecepatan aliran fluida V (m/s). Jadi Bilangan Stanton = f(h, ρ,
Cp, V). Tentukan formula Bilangan Stanton tersebut !

3. Ketika diuji dalam air 20 oC (ρ = 998 kg/m3; µ = 0.001 kg/m.s) berkecepatan alir 2 m/s,
sebuah bola berdiameter 8 cm menerima gaya hambat sebesar 5 N. Berapa kecepatan
fluida dan gaya hambat pada bola (balon) berdiameter 1.5 m yang berada dalam
udara atmosfer (ρ = 1.2255 kg/m3; µ = 1.78 x 10-5 kg/m.s) yang mempunyai kondisi
dinamik yang sama dengan bola yang diuji ?

Entah anda pikir anda bisa atau anda pikir anda tidak bisa
--- anda sepenuhnya benar.
-- Henry Ford --

Keberhasilan sebuah pengambilan keputusan, lebih tergantung pada sikap si


pengambil keputusan, bukan pada pilihan yang tersedia.
-- G.A.G. --

Anda mungkin juga menyukai