Aliran Fluida
Internal dan Eksternal
Ainul GhurriPh.D.
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat ide,
pengetahuan dan kekuatan yang diberikanNYA maka penulisan buku diktat “Aliran Fluida
Internal dan Eksternal” ini dapat terselesaikan.
Diktat ini bisa dikatakan merupakan kumpulan dari penggalan-penggalam materi kuliah
mekanika fluida khususnya Mekanika Fluida 2, yang disusun dari berbagai sumber materi
antara lain buku teks, handbook, jurnal ilmiah dan diperkaya denganhasil penelitian. Pada
bagian materi presentasi/handout meskipun pada dasarnya merupakan versi untuk
pemaparan dalam perkuliahan, namun kadang-kadang juga merupakan bagian yang
memperkaya isi diktat.
Diktat ini masih jauh dari ideal, baik secara materi maupun dalam detail penjelasan dan
perincian sub-babnya. Kami berharap dapat melaksanakan pembaruan dalam waktu dekat di
masa mendatang. Kami berterima kasih kepada dosen-dosen dalam grup pembelajaran
Mekanika Fluida, dan kepada pihak jurusan yang telah membantu penerbitan diktat ini.
Terakhir, semoga diktat ini memberi manfaat terutama bagi mahasiswa sebagai materi
pembuka cakrawala pengetahuan tentang mekanika fluida baik secara teori dan praktis.
Penulis,
Ainul Ghurri Ph.D.
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ii
2.1. Pengertian 11
3.1. Pengertian 34
3.5. Aliran Fluida Melalui Benda Penghalang (Fluid flow about bluff bodies) 40
iii
3.6. Contoh-Contoh Pemanfaatan Gaya Angkat dan Gaya Hambat 43
iv
Bab 1
ANALISIS DIMENSIONAL
dan KESERUPAAN DINAMIK
Dalam bidang keteknikan, metode penyelesaian atau pemecahan masalah pada umumnya
mempergunakan tiga metode meliputi:
1. Analitis
Pendekatan ini merupakan pendekatan secara teoritis dan matematis. Pendekatan ini banyak
melibatkan asumsi-asumsi yang sebenarnya merupakan faktor signifikan. Contoh: analisis
control volume dan persamaan Fluida Sempurna yang mengabaikan gravitasi atau friksi
(karena tidak terjangkau oleh pendekatan teoritis).
2. Empiris atau Eksperimental
Pendekatan ini lebih menitikberatkan pada pengukuran, pengumpulan data lalu dianalisis
mempergunakan persamaan yang ada, baik persamaan teoritis maupun empiris.
3. Kombinasi antara Analitis-Empiris.
Problem-problem dalam Mekanika Fluida, dan engineering pada umumnya melibatkan geometri dan
parameter-parameter aliran yang kompleks sehingga menimbulkan kesulitan pengujian
eksperimental, meliputi:
Banyaknya variabel atau parameter yang harus dikontrol.
Pelaksanaan pengujian harus memiliki keserupaan dinamik (keserupaan model dan keadaan
aliran) antara model yang diuji dengan prototipe benda uji.
Keserupaan dinamik berarti:
1. Terdapat keserupaan geometris.
2. Perbandingan tekanan-tekanan dinamik pada titik-titik yang berkesesuaian adalah konstan.
3. Garis-garis alirannya secara geometris serupa.
Ilustrasi
Anda diminta menganalisis gaya hambat drag sebuah profil bola yang ditempatkan dalam
sebuah aliran yang uniform. Berapa banyak eksperimen yang harus dilakukan untuk
menentukan gaya hambat tersebut? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita harus
mengidentifikasi parameter-parameter penting yang mempengaruhi gaya hambat.
Gaya hambat sebuah objek/benda tergantung pada parameter-parameter berikut: dimensi
bola (dinyatakan sebagai diameter, D); kecepatan alir fluida,V; viskositas, µ; dan
densitas, ρ. Gaya hambat, F, kita rumuskan sebagai berikut:
F = f (D, V, µ, ρ)
Persamaan atau fungsi tersebut mengandung parameter-parameter yang dapat dikontrol
dan diukur dalam eksperimen laboratorium. Sedangkan parameter lain yang penting
seperti kekasaran permukaan kita abaikan karena menyulitkan dalam
memformulasikannya dalam persamaan.
Sekarang, bayangkan kita akan melakukan serangkaian eksperimen untuk mengetahui
ketergantungan F terhadap D, V, µ, dan ρ. Setelah peralatan percobaan selesai dibuat,
eksperimen segera dimulai. Untuk mendapatkan grafik F vs V pada nilai D, µ, dan ρ yang
tetap, misalnya kita menguji sebanyak 10 nilai V. Untuk mengetahui pengaruh diameter,
D, kita membutuhkan 10 diameter yang berbeda. Jika prosedur ini diberlakukan juga
untuk 10 nilai µ dan ρ secara bergiliran, secara sederhana kita tahu bahwa kita
membutuhkan 104 pengujian yang berbeda. Jika setiap pengujian membutuhkan waktu ½
jam dan kita bekerja 8 jam sehari, secara keseluruhan pengujian membutuhkan waktu 2 ½
tahun. Kita juga mengalami kesulitan dalam mempresentasikan data. Untuk memplotkan
grafik F vs V dengan D sebagai parameter untuk tiap kombinasi µ dan ρ, dibutuhkan 100
grafik. Jadi, untuk mengatasi kerumitan ini apa yang harus dilakukan?
Untuk mengatasi hal tersebut diatas maka dipergunakan analisis dimensional untuk
mengurangi jumlah variabel yang dikontrol (mengurangi jumlah pengujian) dan
menghasilkan keserupaan dinamik.
Seluruh data untuk gaya hambat, F, tersebut dapat diplotkan sebagai hubungan fungsional
antara 2 parameter nondimensional dalam bentuk:
F ρVD
= f
ρV D µ
2 2
Fungsi tersebut memang masih harus diuji secara eksperimental. Akan tetapi kita bisa
mengurangi keharusan melaksanakan 10000 eksperimen menjadi 10 eksperimen saja,
waktu yang dihemat sangat besar, dan kita tidak perlu mencari fluida dengan 10 macam µ
dan ρ, tidak juga harus menggunakan 10 diameter atau kecepatan. Yang kita butuhkan
ρVD
hanya 10 macam nilai , yang secara sederhana dapat dilakukan dengan
µ
memvariasikan V atau D.
Prosedur untuk mendapatkan fungsi tersebut di atas dibahas dalam Analisis Dimensional
& Keserupaan Dinamik.
Contoh : Mengukur gaya hambat (drag force).
Gaya hambat misalnya pada mobil, gedung, kapal selam, pesawat,dsb dipengaruhi oleh
ukuran obyek (dimensi), kecepatan aliran fluida (V), massa fluida (ρ) dan viskositas fluida (μ).
Permasalahannya ada empat parameter dan pengujian skala penuh yang tidak
memungkinkan. Empat parameter tersebut membentuk satu group bilangan tak berdimensi
yang disebut Bilangan Reynolds.
ρVD
Re =
µ
Selanjutnya pelaksanaan pengujian mengacu pada Bilangan Reynolds tersebut, sehingga dua
pengujian yang berbeda bisa menghasilkan keadaan aliran yang serupa (Re yang sama).
Masing-masing disesuaikan dengan fluida, peralatan dan besar ruangan yang dimiliki.
Contoh: Tentukan group tak berdimensi untuk problem gaya hambat ( F ) yang tergantung
pada V, D, ρ, μ.
Data ; F = f ( ρ, V, D, μ ) untuk obyek dengan profil bulat.
1) Susun seluruh variabel yang terlibat.
F V D ρ μ n = 5 variabel.
2) Tulis dimensi-dimensi primer variable di atas.
Dipilih : M L T
3) Tulis seluruh dimensi variabel sesuai dimensi primer yang dipakai.
F V D ρ μ
ML L M M
L r = 3 dimensi primer.
t2 t L3 Lt
4) Pilih “variabel berulang “ dengan jumlah yang sama dengan r dan semua dimensi
primer ada pada variabel berulang.
Variabel berulang : variabel yang digunakan pada perhitungan seluruh π groups.
Variabel-variabel berulang bisa muncul dalam π , jadi jangan salah pilih variabel tak
bebas sebagai variabel berulang.
ρ V D m = r = 3 variabel berulang
5) Susun ( n-m ) persamaan untuk mendapatkan dimensionless groups.
n - m = 2 ; sehingga terdapat 2 group tak berdimensi.
a b
M L c ML
→ π 1 = ρ aV b D c F = 3 (L ) 2 = M 0 L0 t 0
L t t
Tentukan a, b, c berdasar eksponen M, L, t dikedua ruas :
M:a+1=0 a = -1
F
L : -3a + b + c + 1 = 0 b = -2 π1 =
ρV 2 D 2
t : -b – 2 = 0 c = -2
2
F L4 t 1
→ π1 = =F =1 atau
ρV 2 D 2 Ft 2 L L2
= M L t −2 M −1 L +3 t 2 L −2 L −3 = 1
d e
M L M
→ π 2 = ρ V D µ = 3 L f = M 0 L0 t 0
d e f
L t Lt
M:d+1=0 d = -1
µ
L : -3d + e + f – 1 = 0 f = -1 π2 =
ρVD
t : -e – 1 = 0 e = -1
µ Ft L4 t 1
π2= = =1
ρVD L2 Ft 2 L L
µ
Hubungan fungsional : π 1 = f
ρVD
Fungsi f ditentukan secara eksperimental.
Contoh: Jika sebuah pipa kecil dicelupkan dalam liquid yang tidak mengalir, tegangan
permukaan menyebabkan timbulnya efek kapilaritas yang menyebabkan cairan dalam pipa
naik atau turun terhadap permukaan bebas tergantung sudut kontak antar muka liquid – solid –
gas. Eksperimen menunjukkan ( ∆ h) merupakan fungsi diameter pipa (D) , berat jenis liquid
(γ) , gaya tarik permukaan (σ). Tentukanlah π !
Data : ∆ h = ( D, γ, σ ) ∆h
1. variabel-variabel ∆ h, D, γ, σ. n=4
2. dimensi primer M L t dan F L t D
3. M L t FLt
∆h D γ σ ∆h D γ σ
M M F F
L L L L
L2 t 2 t2 L3 L
r = 3 dimensi primer r = 2 dimensi primer
= 0 – (1 ∗ −2 ) + (1 ∗ −2 ) =0 = -1 + 3 = 2 ≠ 0
−2 0
=4 ≠ 0 m=2 m=r
−2 −2
m = 2 → m≠ r
Lt t L L
= M 0 L0 t 0 = F 0 L0 t 0
M:d+1=0 F:h+1=0
L : c – 2d = 0 L : g - 2h – 1 = 0
t : -2d – 2 = 0
d = -1 h = -1
c = -2 g = -2
σ σ
→π2 = →π2 =
D γ 2
D 2γ
π 1 = f (π 2 )
∆h σ
= f 2
D D γ
Contoh soal :
Gaya hambat sebuah “sonar transducer” diprediksi berdasarkan data tes wind tunnel.
Prototipe-nya berdiameter 300 mm ditarik dengan kecepatan 5 knot (nautical miles per hour ;
1 nautical mile = 1852 m) didalam air laut pada 50 C. Modelnya berdiameter 150 mm.
Tentukan kecepatan tes yang disyaratkan di udara (dengan fluida udara). Jika gaya hambat
model pada kondisi tes itu adalah 24,8 N. Dan tentukan pula gaya hambat prototype!
Prototipe Model
Dp = 300 mm
Dm = 150 mm
Vm Fm = 24.8 N
Fp
Vp = 5 knot
Udara
Sea water 5 oC
Re model = Re prototype
Model dan Prototype mempunyai Keserupaan Dinamik
Vp Dp 2,57 ⋅ 0,3
Rep = = = 5,51 ⋅ 10 5
νp 1,4 ⋅10 −6
Re p ν m
Vm =
Dm
= 192 N
Reynold Number.
ρVD ρVL ρV 2 L2
Re =
µ
=
µ
=
µ V L L2 ( )
dynamic _ pressure ⋅ area inertia _ forces
= ≈
viscous _ stress ⋅ area viscous _ forces
Mach Number.
V ρV 2
M= =
c ρc 2
inertia _ forces
≈
compressibility _ forces
Froude Number
V V2 ρV 2 L2
Fr = → Fr = 2
=
gL gL ρgL3
inertia _ forces
≈
gravity _ forces
Pressure Coefficient.
∆p
Ev = Cp =
1 ρV 2
2
local _ pressure − freestream _ pressure
≈
kinetic _ energy _ of _ free − stream
Soal-soal
1. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa penurunan tekanan (pressure drop) pada aliran
fluida melalui penyempitan luas penampang aliran (sudden contraction) dapat
diekspresikan sebagai ∆P = p1 – p2 = f(ρ, µ, V, d, D). Anda diminta untuk menyusun dan
mengumpulkan data penelitian. Tentukan bilangan tak berdimensi (nondimensional =
dimensionless) untuk kasus ini.
∆P = p1 – p2 = penurunan tekanan[(N/m2)=Pa]
ρ = densitas fluida (kg/m3)
V D d µ = viskositas absolut [(N.s/m2)=(Pa.s)
V = Kecepatan rata-rata fluida (m/s)
D = Diameter pipa kecil (m)
d = Diameter pipa besar (m)
1 2
3. Ketika diuji dalam air 20 oC (ρ = 998 kg/m3; µ = 0.001 kg/m.s) berkecepatan alir 2 m/s,
sebuah bola berdiameter 8 cm menerima gaya hambat sebesar 5 N. Berapa kecepatan
fluida dan gaya hambat pada bola (balon) berdiameter 1.5 m yang berada dalam
udara atmosfer (ρ = 1.2255 kg/m3; µ = 1.78 x 10-5 kg/m.s) yang mempunyai kondisi
dinamik yang sama dengan bola yang diuji ?
Entah anda pikir anda bisa atau anda pikir anda tidak bisa
--- anda sepenuhnya benar.
-- Henry Ford --
ALIRAN INTERNAL
5.1. Pengertian
Aliran internal adalah aliran fluida dimana tempat aliran fluida dibatasi/dikelilingi
permukaan padat.
Fluida kental (viscous fluid) adalah fluida yang faktor perubahan gradien kecepatan dan
shear stress atau viscous stress-nya tidak diabaikan. Kebalikan viscous fluid adalah
non-viscous atau inviscid fluid.
Fluida inkompresibel adalah fluida yang tidak mengalami perubahan densitas, atau
perubahannya sangat kecil sehingga dapat diabaikan.
Uo r
x
U D
Perhatikan aliran fluida pada sisi masuk seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1 di atas.
Sebelum mengalami kontak dengan permukaan padat fluida memiliki kecepatan seragam
sebesar Uo. Setelah fluida menyentuh dinding saluran maka akan terbentuk boundary layer
akibat adanya efek viscous dan gesekan fluida dengan pipa, sehingga akan terjadi perubahan
profil kecepatan fluida ke arah hilir aliran. Pada jarak tertentu dari titik awal fluida masuk
profil kecepatan aliran akan menjadi tetap. Fluida dalam dalam keadaan demikian dikatakan
telah berkembang penuh (fully developed), sedangkan daerah pada arah hilir dimana fluida
telah berkembang penuh disebut fully developed region. Panjang sisi masuk sesuai arah
aliran sampai fully developed region disebut entrance length.
Interest dalam sub-bab ini adalah untuk memperoleh informasi tentang medan kecepatan
aliran untuk perhitungan shear stress (distribusi kecepatan atau profil kecepatan), pressure
drop (penurunan tekanan) & laju alir massa atau laju alir volumetris, untuk beberapa kasus
aliran laminer internal.
5.2.1. Fully developed laminar flow di antara 2 plat paralel tak terhingga
Kedua plat stasioner (tidak bergerak).
d τ yx dx
(τ yx + ⋅ )
dy 2
Control a y
volume 2 ∂p dx ∂p dx
x p− ⋅ → p ⋅ τ yx ← − p + ⋅
a ∂x 2 ∂x 2
d τ yx dy
dy p τyx − τ yx ⋅
dx
dy 2
τyx = gaya geser dalam arah x, bekerja pada
bidang yang ⊥ y
1 ∂p 2 C1
u= y + y + C y + C2
2 µ ∂x µ
1 ∂p 2 1 ∂p
u= y − ay
sehingga 2µ ∂x 2 µ ∂x
a 2 ∂p y y
2
u= ⋅ −
2µ ∂x a a
Ini merupakan persamaan untuk menentukan profil kecepatan aliran fluida di
antara 2 plat paralel stasioner.
Distribusi Shear Stress
∂p ∂p 1 ∂p
τ yx = y + C1 = y − a
∂x ∂x 2 ∂x
∂p y 1
τ yx = a −
∂x a 2
Laju Alir Volumetris
Untuk kedalaman l pada arah z
Q = ∫ V dA
A
1 ∂p 2 1 ∂p 3
a
Q
=∫ (
y − ay dy = −
l 0 2 µ ∂x
) a
12 µ ∂x
Q
sebagai fungsi pressure drop:
l
p 2 − p1 ∆p ∂p
=− =
l l ∂x
Q 1 − ∆p 3 a 3 ∆p
=− a =
l 12 µ l 12 µ ⋅ l
Kecepatan rata-rata
Q 1 ∂p a 3l
V = =−
A 12 µ ∂x l ⋅ a
1 ∂p
V =− a
12 µ ∂x
Titik kecepatan Maksimum
Kecepatan maksimum terjadi jika
∂u ∂u a 2 ∂p 2 y 1
=0→ = − =0
∂y ∂y 2 µ ∂x a 2 a
a
y=
2
a 1 ∂p 2 3
Pada y = → u = umax = − a = V
2 8 µ ∂x 2
Transformasi Koordinat
Pada pembahasan persamaan-persamaan di atas titik asal O(0,0) terletak di pojok kiri bawah
plot. Jika titik asal dipindah ke centerline, kondisi-kondisi batasnya menjadi :
u = 0 pada y’= ½ a
u = 0 pada y=-½a
y = y’+ ½ a
a 2 ∂p y ' 1
u= −
2µ ∂x a 4
½
y’/2
y
a
O x
-½ 1
u u
=
2
u max a ∂p
−
8 µ ∂x
Contoh soal:
Suatu sistem hidroulik beroperasi pada pressure gage 20 MPa, 55oC, menggunakan fluida oli
SAE 10 W, SG = 0.92. Sebuah control valve terdiri dari sebuah piston Φ 25mm, fitted
terhadap silinder dengan clearance radial rata-rata 0.005 mm, tentukan laju alir kebocoran
jika pressure gage pada sisi tekanan rendah piston 1.0 MPa (panjang piston 15mm) µ = 0.018
kg/(m.sec).
P1 = 20 MPa (gage)
asumsi:- laminar flow
- steady
- incompressible
L = 15 mm
a = 0.005 mm L
- fully developed ( = 3000 )
a
P2 = 1 MPa (gage)
Lebar clearance sangat kecil sehingga aliran dapat dianggap sebagai aliran diantara 2 plat
paralel; Lebar plat, l = π D
πDa 3 ∆p π m. sec 1 kg.m
Q= = × 25mm × 0.005 3 mm 3 × (20 − 1) ⋅10 6 × × ×
12 µL 12 0.018 15mm N . sec
Q = 57.6mm 3 / sec
1.0
y
U
a
∂p y
= 0
∂x a
∂p
>0 ∂p x
∂x < 0
∂x
0 u/U 3.0
Contoh :
Sebuah journal bearing poros engkol, dilumasi oli mesin SAE 30 pada 210 oF (99oC); µ = 9.6
x 10-3N.s/m2 (2.0 x 10-4 lbf/ft2). Diameter bearing 3 in; clearance 0.0025 in, berputar 3600
rpm dan lebar 1.25 inchi. Bearing dalam keadaan tanpa beban sehingga gap atau clearance-
nya simetrik. Tentukan torsi yang dibutuhkan untuk memutar journal & daya yang dihasilkan
oleh putaran tersebut.
Clearance sangat kecil; aliran dianggap sebagai aliran diantara 2
plat parallel.
D=3 in a = ½ 0.0025 inc
ω
u
y
a x
u ∂p y 1
τ yx = µ +a −
a ∂x a 2
Asumsi : - laminar, steady, incompressible
- fully developed
- lebar tak terhingga ( l/a = 1000)
∂p
- = 0 ( aliran simetris, tanpa beban )
∂x
u ωR ωD
τ yx = µ =µ =µ
a a 2a
1 1 1
τ yx = 2 ⋅ 10 4 × 3600 × 2π × × 3× ×
60 2 0.00125
τ yx = 90.5 lbf/ft2
Torsi
π
T = FR = τ yx ⋅ π ⋅ D ⋅ l ⋅ R = τ yx ⋅ D 2 ⋅ l
2
π ft 2
T= ⋅ 90.5 × 3 2 × × 1.25 = 11.1lbf .inch
2 144in 2
Daya yang dihasilkan W = F . U = F R ω = T ω
W = 11.1 [lbf.in] x 3600 [rev/min] x 1/60 [min/sec] x 2π [rad/rev] x 1/12 [ft/in] x 1/550 [hp.s/ft.lbf]
W = 0.634 hp
5.2.2 Fully developed laminer flow dalam sebuah pipa
Annular control volume
y
R
x r
p , τrx dr
dr
dx
Distribusi kecepatan
R 2 ∂p r
2
1 ∂p 2
u= r −R =−
4µ ∂x
2
( )
1 −
4 µ ∂x R
R 4 ∂p
Pada r = 0 U = Umax = − = 2V
4 µ ∂x
Kecepatan max terjadi pada centerline of pipe !
Berdasar formula U pada distribusi kecepatan dan Umax di atas diperoleh:
2
U u r
= =1−
U max U R
Aliran turbulen
Profil kecepatan ditentukan dengan persamaan empiris :
1
u r n
= 1 − n = 6 untuk Re = 4 . 103
U R
n=7 Re = 1.1 . 105
n = 10 Re = 3.6 . 106
Perbandingan kecepatan rata-rata terhadap kecepatan maximum:
V 2n 2
=
U (n + 1)(2n + 1)
Profil kecepatan untuk laminar dan turbulen flow pada Re = 4 . 103 ditunjukkan sbb :
( V & Q sama)
Turbulent
Laminer
Laminer
Turbulent
Pipe Centerline
u
V u
U
Gambar 2.4 Efek transisi (laminar ke turbulen): gradien kecepatan pada dinding lebih besar.
p 2 p1 α V 2 α V 2
Q = m& (u 2 − u1 ) + m& − + m& g ( z 2 − z1 ) + m& 2 2 − 1 1
ρ ρ 2 2
p V
2
p V
2
δQ
+α
1 1
+ gz1 − 2
+ α2 2
+ gz 2 = (u 2 −u1 ) −
ρ 1
2 ρ 2 dm
E-mekanis sisi 1 E-mekanis sisi 2 Selisih E-mekanis antara
per satuan massa per satuan massa sisi 1 & 2 per satuan massa
Energi mekanis yang hilang berubah bentuk menjadi energi panas yang dibuang ke
δQ
lingkungan dan menjadi energi dalam yang dikandung molekul-molekul fluida (u2-u1).
dm
α = kinetic energy flux coefficient
α = 2 untuk laminar flow
3
u 2n 2
α = untuk turbulent flow
V (3 + n )(3 + 2n )
Energi J Energi
Satuan head loss : = atau =m
massa kg berat
Contoh Soal 1
Udara disuplai untuk proses pembuatan baja melalui pipa sirkular D = 6” , berakhir mendadak
ke dalam chamber yang besar. Seorang engineer baru mengajukan saran untuk mengurangi
penggunaa daya dengan cara mengganti sistem perpipaan yang memiliki 2 belokan 90o (center
line radius 2”) dengan kombinasi pipa lurus dan diffuser. Area ratio diffuser, AR=1.35 sistem
perpipaan yang diusulkan mengurangi belokan, mengurangi 8” panjang pipa dan penambahan
diffuser. Kecepatan udara yang dibutuhkan 150 ft/s, tekanan outlet = tekanan atmosferik.
Efisiensi blower 80%. Bera pa daya yang bias dihemat oleh sistem baru tersebut?
Wshaft (blower)
D = 6 in
R = 2 ft
Sistem yang ada:
Patm
Wshaft (blower)
Difuser, AR=1.35
Sistem yang diusulkan:
Lbaru N
• Lbaru + N + 8” = Llama
m L −exitloss =K = K 2 = 1 = 0.549
2 A3 2 1.35 2 2
V3 ≈ V2 ≈ V1
2
L V
Losses total −baru = K ent + f baru + 0.051 + 0.549 1
D 2
2
L V
Losses total −baru = K ent + f baru + 0.6 1
D 2
Jika sisi outlet pada kedua sistem kita notasikan sebagai titik 4, maka persamaan volume
kontrol untuk kedua sistem di atas dapat dinyatakan sebagai berikut:
.
. .
∂ V2 P
Q + Ws + Wshear + Wother = ∫ e ⋅ ρ ⋅ d∀ + ∫ u + + gz + ρV ⋅ dA
∂t cv cs
2 ρ
Asumsi : steady state, uniform, α = 1.0 , incompressible
• P V
2
P V 2 • δQ
Wslama = m 4 + 4 + gz 4 − θ + 0 + gz 0 + m u 4 − u 0 −
ρ 2 ρ 2
dm
P4 V4 2
• Pθ V0 2 •
Wslama = m + + gz 4 − + + gz 0 + m .Losses total −lama
ρ
ρ 2 2
• P V
2
P V 2 •
Wsbaru = m 4 + 4 + gz 4 − θ + 0 + gz 0 + m .Lossestotal −baru
ρ 2 ρ 2
•
∆Ws = Wslama − Wsbaru = m( Losses total −lama − Losses total −baru ) = ρV1 A1 ∆Losses total
4
∆Ws 1.41
∆Win = = = 1.76 Hp
η 0.8
Contoh Soal 2
Air pendingin dipompa melalui perpipaan seperti tampak pada gambar. Laju alir 135 m3/h,
kecepatan air pada nosele keluar = 36 m/s. hitung tekanan suplai minimum pada sisi buang
pompa. Berapa daya pompa input yang dibutuhkan jika effisiensi pompa 70%?
Data: D = 100 mm
Bahan pipa Aluminium L = 210 mm
D = 100 mm; panjang total, L = V2= 36 m/s
210 m; Sambungan = 15, K = 1 Q = 135 m3/h
= 0.0375 m3/s
120 m
z1 ≈ 0
Pump
z 2 ≈ 120m
P1-P2 = ….?
Gate valve; open
2 2
P1 V1 P V
+ + z1 = 2 + 2 + z 2 + M L + m L
ρg 2 g ρg 2 g
P1 − P2 V2 − V1
2 2
Pompa
P V
2
P V
2
∴ 1 + α 1 1 + Z1 − 2 + α 2 2 + Z 2 = Losses total = M L (karena gesekan saja)
ρg 2g ρg 2g ρ air = 1000 kg/m3
P1 3 2 10 5 g = 10 m/s2
+ + 0 − + 7 = M L
ρg 20 ρg
P1
− 16.55 = M L ML = losses akibat gesekan pipa sepanjang 5km
10 4
L V2
ML = f L = 5000 m ; D = 0.25 m3 ; V = 3 m/s
D 2
Asumsi digunakan pipa “galvanized iron” D = 250 mm dari grafik diperoleh
kekasaran relatif ε/D = 0.0005
V D 3 ⋅ 0.25
Re = = = 7.5 * 10 5
v 10 −6
v = viskositas air pada 20 oC
Lihat Diagram Moody ε/D = 0.0005 diperoleh f = 0.018
Re =7.5 * 105
5000 3 2 m2
M L = 0.018 = 1620 2 Untuk mendapatkan losses dalam satuan
0.25 2 s “meter”, dibagi dengan gravitasi
M L = 162m
P1
= M L + 16.55 = 162 + 16.55 = 178.55
10 4
kg m kg ⋅ m 1 N
P1 = 178.55m ⋅ 10 4 3 ⋅ 2 = 2
= 2 = Pa
m s s m m
P1 = 1.7855 ⋅ 10 6 Pa = 1.79MPa
5.6. Pengukuran Aliran
Pemilihan cara pengukuran aliran disesuaikan harga, akurasi, kapasitas, tingkat kemudahan
penanganan data dan servis life.
Ada beberapa metode pengukuran aliran
Metode langsung : mengukur massa atau volume liquid dalam selang waktu tertentu.
Pengukuran “internal flow” secara teoritis – empiris :
ρV 2 2
2
A
Flow P1 − P2 = 1 − 2
2 A1
D1
V1
V2 D2
Dt
2(P1 − P2 )
Cv V2 =
(
ρ 1 − ( A2 / A1 )2 )
“ Internal Flow “
• 2(P1 − P2 ) A2
m th = ρV2 A2 = ρ = 2 ρ (P1 − P2 )
[
ρ 1 − ( A2 / A1 ) 2
] [1 − (A2 / A1 )
2
]
• CAt
m th = 2 ρ ( P1 − P2 )
[1 − ( A / A ) ] 2
; C = koefisien discharge (ditentukan secara
2 1 empiris)
• CAt D A
m th = 2 ρ (P1 − P2 ) ; β= t = t
1− β 4 D1 A1
• C
m th = KAt 2 ρ (P1 − P2 )
;K=
1− β 4
Internal flowmeter ada 3 tipe: Orifice plate (Low cost ; High Head Loss)
Flow nozzle (Intermediate cost & head loss)
Venturi ( High Cost ; Low Head Loss)
Linear flowmeter; misalnya float type flowmeter (flowmeter yang menggunakan jarum
penunjuk terapung), dan turbine flowmeter.
Transversing methods (menggunakan tabung pitot); misalnya thermal anemometer dan
laser dopler anemometer.
Setiap sistem aliran fluida dalam pipa dan perpipaan harus mempertimbangkan
distribusi tekanan dan penurunan tekanan yang terjadi sepanjang aliran. Sebagai contoh,
sistem aliran air PDAM, sistem penyaluran bahan bakar minyak, termasuk juga ducting
system pada AC sentral harus memperhitungkan secara hati-hati losses atau kehilangan
energi akibat penurunan tekanan tersebut karena mempengaruhi energi total dalam
sistem. Kehilangan energi (head losses) tersebut terjadi akibat adanya gesekan antara
fluida yang mengalir dengan permukaan pada tempat fluida mengalir, sehingga disebut
juga friction losses.
Friction losses dibedakan menjadi dua macam. Pertama, friction loss di sepanjang
perpipaan, disebut juga major losses karena losses akibat gesekan ini mempunyai porsi
yang besar. Kedua, friction loss yang terjadi pada fitting (sambungan, belokan, perubahan
penampang aliran, dsb), disebut juga minor losses. Minor losses besar jika kecepatan
aliran tinggi dan banyak fitting di sepanjang aliran.
a. Major Losses
Major losses terjadi akibat gesekan aliran fluida di sepanjang pipa. Besarnya major
losses dipengaruhi oleh panjang pipa (L), diameter pipa (D), kecepatan aliran fluida
(V), viskositas fluida (µ), dan material/bahan pipa. Major losses dihitung dengan
persamaan Darcy-Weisbach sbb:
L V2
HL = f . . (1)
D 2.g
1 ε 2.51
= 2 log D + (4)
f 3.7 Re . f
Sumber: Engineer-In-Training Reference Manual, 8th Ed, Michael R. Lindeburg, PE, Professional Publications, Inc.
Belmont, CA, 1992
Tabel 2. Panjang Ekuivalen Tak Berdimensi (Le/D)
Le
Tipe Fitting Panjang Ekuivalen *)
D
Valve (fully open)
Gate valve 8
Globe valve 340
Angle valve 150
Ball valve 3
Lift check valve: globe lift 600
: angle lift 55
Foot valve with strainer : poppet disk 420
: hinged disk 75
Standard elbow 90o 30
o
Standard elbow 45 16
Return bend, close pattern 50
Standard tee : flow through run 20
: flow through branch 60
Le V 2
*) Berdasar rumus H L = f . .
D 2.g
- Menggunakan Koefisien Losses
Setiap fitting mempunyai koefisien loss , K, yang jika dikalikan dengan suku tekanan-
kecepatan menghasilkan besarnya losses.
V2
M L = K. (5)
2.g
Nilai empiris koefisien losses, K, biasanya dipresentasikan dalam bentuk grafik atau
tabel. Contoh grafik koefisien losses belokan ditampilkan pada Gambar 3.
x, m 0 1 2 3 4 5 6
P, kPa 304 273 255 240 226 213 200
Hitunglah: (a). Tegangan geser (τ) rata-rata yang terjadi pada dinding pipa; (b).
Tegangan geser pada dinding dalam “fully developed region” pipa.
2. Air raksa pada 20 oC (ρ=13350 kg/m3; µ=0.00156 kg/m.s mengalir di dalam pipa
smooth berdiameter 7 mm dan panjang 4 m, dengan kecepatan rata-rata 3 m/s.
Hitunglah losses yang terjadi sepanjang aliran dan besarnya pressure drop yang
terjadi.
3. Sistem tangki dan pipa seperti dalam gambar di bawah ini, digunakan untuk
mengalirkan paling sedikitnya 11 m3/h air 20 oC (ρ=998 kg/m3 ; µ=0.001 kg/m.s).
Berapa kekasaran permukaan maksimum yang diperbolehkan ?
4m
L = 5 m, d = 3 cm
2m
ALIRAN EKSTERNAL
6.1. Pengertian
Aliran eksternal: aliran yang berada di luar atau melalui obyek/benda padat yang
dikelilingi aliran fluida.
Tujuan: memperhitungkan (secara numerik) pengaruh perilaku fluida viscous-
incompressible pada aliran luar terhadap benda padat, serta mempelajari perilaku
aliran fluida melalui benda padat.
Contoh aliran luar: aliran melalui permukaan padat, airfoil, mobil, kincir angin,
lambung kapal, dsb.
∞
Area = ∫ u (U − u )dy
0
δ
u
∞
y Area = ∫ (U − u )dy
δ* 0 θ
0 0
0
U 0
U
Melambatnya aliran dalam boundary layer mengurangi flux momentum ; laju alir massa aktual
δ
dalam boundary layer : ∫ ρuwdy
0
. Penurunan momentum dalam boundary layer adalah
∞
wρU θ = ∫ ρu (U − u )wdy
2
L-2δ* L = 305 mm
δ*
P1 − P2 =
1
2
(
ρ V2 2 − V1 2 )
2
1 2
( 2 1 2 U
= ρ U 2 − U 1 = ρU 1 2 )
− 1
2 2 U 1
2
P1 − P2 U 2
= −1 ; V1 A1 = U 1 A1 = V2 A2 = U 2 A2
1 U 1
ρU 1
2
2
U2 A
= 1
U 1 A2
(
A = L − 2δ ∗ )
2
= luas efektif aliran
( )
4
P1 − P2 A1
2
L − 2δ ∗ 2
= − 1 = 1
−1
1
ρU 1 2 A
2 (
L − 2δ 2 ∗ )
2
2
4
305 − 2 ⋅ 1,5
= − 1 = 0,0161 = 1,61%
305 − 2 ⋅ 2,1
6.3. Persamaan Integral Momentum
c
c dδ
U(x) b
b
δ(x) δ
y CV
x a d a d
dx
dx
Gambar 6.3. Voleme Kontrol Dalam Boundary Layer
Persamaan integral momentum merupakan analisis untuk memprediksi pertumbuhan
(ketebalan) boundary layer laminar dan turbulen sebagai fungsi jarak pada arah aliran.
Momentum flux netto melalui control surface (permukaan kontrol) arah x;
_ δ δ
∫cs uρ V ⋅ dA = − ∫
0
uρ udy
w + ∫ uρudy w
0
∂ δ ∂ δ
+ ∫ uρudy dx w − U ∫ ρudy dx w
∂x 0 ∂x 0
_ _ ∂ δ ∂
δ
∫cs uρ V ⋅ d A = ∫
∂x 0
uρudy
dx − U ∫ ρudy dx w
∂x 0
Sedangkan komponen gaya-gaya arah x yang bekerja pada cv ;
dp 1 dp 1
Fsx = − δdx − dxdδ − τ w dx − dτ w dx w
dx 2 dx 2
Karena dxdδ <<< δdx dan dτ w <<< τ w maka :
1 dp 1
dxdδ = 0 dτ w dx = 0
2 dx 2
dp
Fsx = ∫ uρv ⋅ dA− δdx − τ w dx w
cs dx
∂ δ ∂
δ
dp
= ∫ uρudy dx − U ∫ ρudy dx w − δ −τ w
∂x 0 ∂ x 0 dx
δ δ
∂ ∂
= ∫
∂x 0
uρudy − U ∫ ρudy
∂x 0
δ
dp du
Jika δ = ∫ dy dan = − ρu (persamaan Bernoulli untuk inviscid flowdi luar boundary
0
dx dx
layer) maka:
δ δ δ
∂ ∂ dU
τ w = − ∫ uρudy + U ∫ ρudy +
dx ∫0
ρudy
∂x 0 ∂x 0
δ δ δ δ
∂ ∂ dU dU
τ w = − ∫ uρudy + ∫ ρuUdy − ∫ dx ∫0
ρudy + ρUdy
∂x 0 ∂x 0 dx 0
δ δ
∂ dU
∫ ρu (U − u )dy + ρ (U − u )dy
dx ∫0
τw =
∂x 0
δ δ
∂ 2 u u dU u
τw = U ∫ ρ 1 − dy + U ∫ ρ 1 − dy
∂x 0
U U dx 0 U
τw d 2
=
ρ dx
(U θ ) + δ ∗U
dU
dx “Momentum Integral Equation (MIE)”
distribusi kecepatan.
∂p ∂p ∂p
<0 =0 >0
∂x ∂x ∂x
y
Back flow
x δ(x)
∂u
Separation point = =0
∂y y =0
yang cukup berarti. Pada region 2 ( ∂p = 0) boundary layer semakin tebal, sehingga fluida
∂x
yang terhambat dinding makin besar. Pada region 3 ( ∂p > 0 ) boundary layer makin tebal
∂x
dan terdapat suatu titik dimana ∂u = 0 dan fluida memisah dari dinding padat karena
∂y y = 0
momentum fluida lebih kecil dari pada momentum dan tekanan dari arah hillir (down stream).
Titik tersebut disebut Separation Point. Pada arah hilir dari separation point akan terjadi
aliran balik. Region dengan gradien tekanan positif (Adverse Pressure Gradient) merupakan
keadaan yang tidak menguntungkan karena titik separasi mengakibatkan berkurangnya jumlah
bersih kerja aliran yang dapat dilakukan suatu elemen fluida terhadap fluida sekitarnya.
Pada region ∂p > 0 tidak selalu terjadi separasi. ∂p > 0 merupakan suatu
∂x ∂x
“syarat perlu” (necessary condition) untuk terjadinya separasi. Namun bukan
“syarat cukup” (sufficient condition) untuk terjadinya separasi.
6.5. Aliran Fluida Melalui Benda Penghalang (Fluid flow about bluff bodies)
Jika suatu benda padat terendam dalam suatu fluida dan terdapat gerak relatif antara keduanya
maka akan ada gaya yang bekerja terhadap benda tersebut. Komponen gaya yang bekerja
dengan arah paralel terhadap gerakan disebut Drag Force (gaya hambat), FD. Sedangkan
komponen gaya yang tegak lurus terhadap arah gerakan disebut Lift Force (gaya angkat), FL.
Drag force atau Lift force bisa menguntungkan (dimanfaatkan) atau merugikan (dihindari),
tergantung fungsi engineering dan tujuan desain benda tersebut.
Gaya angkat terjadi akibat tekanan yang terdistribusi di permukaan benda padat sehingga
perbedaan tekanan antara dua sisi benda padat menimbulkan efek “lift”. Sedangkan gaya
hambat yang dihasilkan oleh efek penghalangan benda padat terhadap aliran. Kebanyakan
desain engineering memanfaatkan gaya angkat untuk menghasilkan atau memanfaatkan energi
aliran fluida.
FL FL
FD FD
Angin
Angin
FL R Tekanan rendah
V∞ α
FD
Tekanan tinggi
• Entalpi , h = u + P/ρ
h = u + RT ; h = h(P,T)
dh = ∂h dT + ∂h dp
∂T ∂p u2-u1 = Cv (T2 – T1)
p T h2 – h1 = Cp (T2 – T1)
dh = Cp dT
dh = du + R dT
∴ Cp dT = Cv dT + R dT
Cp = Cv + R ; R = Cp – Cv
Jika k = Cp/Cv , maka :
Cp = k R ; Cv = R
k-1 k-1
• Entropi , S
∆S = ∫rev δQ atau dS = δQ
T T rev
dQ
Hukum Termodinamika II (ketidaksamaan Clausius) : ∫ T
≤0
dS ≥ δQ Atau TdS ≥ δQ
T
dT = v dp = - P dv atau
Cp Cv
dp + Cp dv = dp + k dv = 0
P Cv v P v
Jika k = konstan
ln P + k ln v = ln C
ln P + ln vk = ln C
pvk = konstan
ρ/ρk = konstan
Kecepatan suara merupakan gelombang tekanan dengan kekuatan yang sangat kecil.
Kompresibilitas ( pada aliran kompressibel) sangat penting. Terutama untuk aliran kecepatan
tinggi dan temperatur tinggi. Perubahan tekanan melibatkan pula perubahan tekanan. Untuk
aliran gas, perubahan tekanan secara signifikan dipengaruhi oleh densitas dan temperatur.
Sehingga dalam aliran kompressibel kecepatan suara merupakan acuan yang sangat penting
dalam menggambarkan bagaimana aliran fluida menimbulkan gangguan (dan perubahan)
terhadap keadaan aliran secara menyeluruh.
Karakteristik nondimensional compressible flow → Bilangan Mach (M)
v kecepatan aliran lokal
M = =
c kecepatan suara lokal
Untuk M < 1, tekanan menyebarkan/merambatkan (propagates) gangguan dengan
sebesar kecepatan sebesar kecepatan suara yang lebih besar dari kecepatan alir fluida.
Jika M > 1, berarti kecepatan alir fluida lebih besar dari perambatan gangguan.
Persamaan Kontinuitas :
ρVA = (ρ + dρ)(V + dV)A
V V + dV
ρdV + Vdρ = 0
Persamaan Momentum :
P P + dp PA – (P + dp)A = ρVA(V + dV – V)
ρ ρ + dρ
A A dp = - ρVdA
dp
Kecepatan perambatan suara : C =
dρ
V(3∆t)
V(2∆t)
c∆t V(∆t)
c(2∆t)
c(3∆t)
c(3∆t)
c∆t
c(2∆t)
(a) V = 0 (b) V < C
c(3∆t)
α
c(2∆t)
1
2
3
• • • •3 •2 •1
3 2 1
V>c ; M > 1
Keadaan fluida pada titi-titik medan aliran dinyatakan dengan 2 sifat intensif termodinamis
(temperatur, T & tekanan, P) dan kecepatan pada titik tersebut.Untuk aliran kompresibel,
“keadaan stagnasi”(stagnation state) digunakan sebagai “reference state”.
Keadaan stagnasi dikarakteristikkan dengan kecepatan nol; dan sifat-sifat stagnasi pada setiap
titik pada medan aliran merupakan sifat-sifat yang diperoleh jika fluida pada titi-titik tersebut
diperlambat dari kondisi lokal ke kecepatan nol melalui proses isentropik (adiabatik &
frictionless). Perubahan sifat-sifat tersebut dari titik dalam medan aliran memberi informasi
tentang proses aliran antar titik-titik tersebut.
Proses perlambatan hipotetis ditunjukan gambar steam tube volume kontrol di bawah ini :
Volume kontrol
YA y
Aliran
X
x
1 0
ρ V=0
dx ρ + dρ
Vx P = Po→Tekanan
Vx + d Vx Stagnasi
A A + dA
P T = To→Temperatur
P + dp Stagnasi
T T + dT
Gambar 7.4. Keadaan Stagnasi
Keadaan hipotetis lain yang digunakan sebagai referensi adalah keadaan kritis (critical
condition) dimana kecepatannya adalah sonic, M = 1.
Contohnya keadaan pada penampang aliran yang minimum yaitu pada leher atau (throat).
Keadaan kritis ditandai dengan (*) →
Jika M = 1 ; V* = C*
Sifat-sifat stagnasi isentropik menjadi (k = 1,4)
k
Po
∗
k − 1 k −1 Po* = Critical stagnation pressure
= 1 + = 1.893
P ∗
2 P* = Critical pressure
∗
To k −1
∗
=1+ = 1.2
T 2
1
ρ o ∗ k − 1 k −1
= 1+ = 1.577
ρ ∗ 2
C ∗ = kRT * = V *
*
To 2
T = = ⋅ To
* *
Ideal gas:
1 + (k − 1) / 2 k + 1
*
∗ 2kRTo
V =C =
*
k +1
V2
h0 = h +
2
Hukum Termodinamika II: S2 = S1 = S = konstan
Persamaan keadaan : h = h(s,p)
ρ = ρ(s,p)
h
h
h0 = konstan
p = p2 Ek per unit massa = h – h0
p0
h0
Sifat-sifat stagnasi sama di
semua titik (aliran
Keadaan awal isentropik). Ek
h Etotal
h = h3
s=s1= konstan
s s
Gambar 7.6. Aliran Isentropik Pada Diagram h – s (Entalpi-Entropi)
Jika seluruh sifat pada keadaan diketahui terdapat 7 variabel yang harus dihitung dari
keenam persaman diatas. Karena sifat S1 = S2 maka terdapat 6 variabel (P2, A2, ρ2, h2, V2, dan
Rx) dari 5 persamaan, sehingga salah satu variabel harus diasumsikan.
7.5.2. Pengaruh perubahan luas penampang terhadap sifat-sifat aliran isentropik
Efek perubahan kecepatan terhadap kecepatan dan tekanan dinyatakan oleh persamaan
dA − dV
berikut:
A
=
V
[
1− M 2 ]
Subsonic
M<1
Supersonic
M<1
dA
Jika M = 1 maka = 0 , secara matematis hal ini berarti A bernilai minimum atau
dV
maksimum. Dalam aliran kompresibel M = 1 terjadi pada “throat” dimana luasan A minimum.
Untuk mempercepat aliran ke M > 1 , pada bagian hulu digunakan “subsonic converging
nozzle”; M =1 pada area minimum (throat); kemudian untuk mendapatkan M > 1
digunakan “supersonic diverging nozzle”.
Untuk memperlambat aliran dari M > 1 digunakan desain saluran yang sebaliknya:
“supersonic converging diffuser”-“throat”-“subsonic diverging diffuser”. Luasan throat
lebih besar dari yang dibutuhkan untuk mencapai M = 1 akibat terjadinya “adverse
pressure gradient”. Pada sisi “diverging diffuser” akan terjadi “normal shock” yang
menyebabkan entropi meningkat (aliran tidak isentropik).
7.5.3. Aliran isentropik gas ideal
Persamaan Dasar:
Kontinuitas ρ1V1 A1 = ρ 2V2 A2 = ρVA = m&
Momentum R x + P1 A1 − P2 A2 = m& V2 − m& V1
2 2 2
V V V
Hukum Termodinamika I h1 + 1 = h2 + 2 = h +
2 2 2
Hukum Termodinamika II S1 = S 2 = S
Persamaan Keadaan P = ρRT
P
Proses isentropik = kons tan
ρk
∆h = h2 − h1 = Cp(∆T ) = Cp(T2 − T1 )
Kondisi-kondisi referensi aliran isentropik gas ideal dinyatakan sebagai tekanan stagnasi,
temperature stagnasi, densitas stagnasi, tekanan kritis, temperature kritis, densitas kritis, serta
kecepatan kritis.
Luasan penampang kritis A* dimana M =1 dinyatakan sbb:
( k +1)
k − 1 2 2 ( k −1)
1+ M
A 1 2
=
A∗ M 1 + k − 1
2
4
3,5
0 minimum.
0 0,5 1 1,5 2
m&
Pb Ke
Po pompa
To vakum
Vo = 0
Aliran
Pe
0 1.0 Pb/Pa
Katup P ∗ / Po
1.0
i 1.0
P/Po ii
Regime 1
iii
P*/Po iv Pe / Po Pb = back pressure
Pe = P pada exit nozzle
v Regime 1 P ∗ / Po
Throat
X
1.0 Pb/Pa
0 ∗
P / Po
s = konstan
p* Nozzle exit plane
T*
Pb < p*
s ≠ konstan
s
Gambar 7.9. Diagram T- s UntukRezim II Aliran Dalam Converging Nozzle
Untuk kasus (ii) dan (iii) , Pb > P* ; Pe = Pb, ekspansi mulus / halus, tapi kecepatan gas
dan gaya dorong masih di bawah desain katup.
Untuk kasus (iv) , Pb = Pe, ekspansi mulus / halus, Pe = P* , gaya dorong dan kecepatan
bernilai maksimum. Laju alir massa maksimum. “Nozzle is Choked”.
Untuk kasus (v) , Pb < P* ; Pe = P*. Gaya dorong dan kecepatan maksimum, tapi sedikit
di belakang outlet nozzle terjadi penurunan tekanan mendadak dari Pe ke Pb. Akibatnya
energi terbuang dalam turbulensi. Keadaan ini disebut “shock” dan sangat tidak
diinginkan.
Analisis di atas sangat penting karena pada engine pesawat, Pb akan semakin kecil jika
ketinggian terbang pesawat ditambah.
7.5.5. Aliran isentropik dalam converging-diverging nozzle
Pb Ke
Po pompa
To vakum
Vo = 0 Throat
Aliran
Pe
Katup
1.0
i
P/Po ii
iii Me < 1
P*/Po
M=1
iv Me > 1
v
X
0
Gambar 7.10. Aliran Dalam Converging-Diverging Nozzle
Keterangan:
(i) Katup terbuka sedikit, jika flow rate kecil aliran incompressible & subsonic.
Converging-Diverging nozzle = Venturi.
(ii) Bukaan katup diperbesar → compressible dan subsonic.
(iii) Bukaan katup diperbesar. M = 1 pada throat, flowrate maksimum (nozzle dalam keadaan
dicekik). m& = P *V * A*
(iv) Pb diturunkan lagi, terjadi akselerasi isentropik pada bagian diverging nozzle. Jadi ada
dua kemungkinan kondisi aliran isentropik pada C-D nozzle (lihat Gambar 4.7. A*/A vs
M).
(v) Pbv < Pbiv ; tidak ada perubahan kondisi aliran. Nozzle beroperasi “Under expanded”
Jika Pb =Piv , disebut “Design Conditions”. Desain C-D nozzle digunakan pada ruang bakar
turbin gas untuk mendapatkan gaya dorong maksimum.
Jika Piii > Pb > Pib = over expanded, karena tekanan pada nozzle < Pb. Untuk mengatasinya
panjang diverging section harus dikurangi.
Untuk kasus (iv) Pb = P(iv) , ekspansi mulus /halus /smooth , Pe = Pb terjadi “supersonic
jet” , P* = Pt , Nozzle is choked.
Untuk kasus (v) Pb < P(iv) , Pe = P(iv) , ekspansi smooth , terjadi supersonic jet , P* = Pt ,
Nozzle is choked. Terjadi shock akibat penurunan tekanan mendadak. Energi terbuang
dalam turbulensi.
7.6. Aliran Dalam Saluran Berpenampang Konstan Dengan Gaya Gesek
Persamaan dasar untuk aliran adiabatis dijelaskan di bawah ini. Asusmsi adiabatis dapat
diterima dengan catatan saluran cukup pendek.
T1 T2
Aliran ρ1 ρ2
P1 P2
V1 V2 Y
Rx
X
m&
Persamaan kontinuitas : ρ1V1 = ρ 2V 2 = G =
A
Persamaan momentum : R x + p1 A − p 2 A = m& V2 − m& V1
2 2
V1 V
h1 + = h2 + 2
Hukum Termodinamika I : 2 2
h01 = h02 (adiabatis)
T2 p
Hukum Termodinamika II : s1 − s 2 = Cp ln − R ln 2
T1 p1
Persamaan keadaan : p = ρRT
Perubahan entalpi : ∆h = h2 − h1 = Cp (T2 − T1 )
Terdapat 6 persamaan dengan 7 variable unknown. Jika semua keadaan diketahui; T2
diasumsikan, maka sifat-sifat dan Rx dapat diketahui. Semua kondisi aliran adiabatik (arah
hilir) yang mungkin dinyatakan dengan Garis Fanno.
Efek friksi pada aliran subsonic: meningkatkan M menuju M = 1 dan mengurangi Local
isentropic stagnation pressure (P02 < P01).
Efek friksi pada aliran supersonic: menurunkan M menuju M = 1 dan mengurangi Local
isentropic stagnation pressure (P02’ < P01’).
T T Po1 = Po1’ Po2 = Po2’
M<1 1 2
M<1 1
M=1 M=1
2’
1’
M>1 1’
M>1
s s
Gambar 7.11. Garis Fanno: Aliran Adiabatis Gambar 7.12. Pengurangan Tekanan Isentropik
Dengan Gesekan Stagnasi Lokal Akibat Gesekan
Pada Garis Fanno To = konstan; dan karena s2 – s1 > 0 maka dalam Diagram T – s aliran selalu
ke arah kanan.
P1 P2
Aliran ρ1 ρ2
V1 V2
δQ
dm
m&
a. Persamaan kontinuitas : ρ 1V1 = ρ 2V 2 = G =
A
p1 A − p 2 A = m& V2 − m& V1
b. Persamaan momentum :
p1 + ρ 1V1 = p 2 + ρ 2V2
2 2
δQ
2 2
V1 V
h1 + = h2 + 2
c. Hk. Thermo I : m 2 2
δQ
= h02 - h01
m
T2 p
d. Hk. Thermo II : s1 − s 2 = Cp ln − R ln 2
T1 p1
e. Persamaan keadaan : p = ρRT
f. Perubahan entalpi : ∆h = h2 − h1 = Cp (T2 − T1 )
M= 1
T k
M<1 Terdapat 6 persamaan dengan 7 variabel
M=1
Heating unknown. Jika seluruh variable diketahui
Cooling dan T2 diasumsikan, maka seluruh variabel
M>1 dan δQ/dm dapat dihitung. Seluruh keadaan
Heating
yang mungkin, dalam T-S diagram disebut
Cooling
Rayleigh Line.
Percayalah bahwa anda kalah, tidak perlu terlalu lama, dan hal itu
akan segera menjadi kenyataan.
-- Norman Vincent Peale --
7.8. Normal Shock (Gelombang Kejut Normal/Tegak Lurus)
Normal shock: diskontinuitas irreversible dalam sifat-sifat fluida, terjadi pada aliran
supersonic. Ketebalan gelombang kejut ini ≈ 0,2 µm. Dalam ketebalan yang sangat kecil
tersebut terjadi perubahan yang sangat besar terhadap tekanan, temperatur,dan sifat yang
lainnya.
Persamaan dasar untuk gelombang kejut:
CV
T1 T2 y
Aliran
P1 P2
V1 V2 x
m&
a. Persamaan kontinuitas : ρ 1V1 = ρ 2V2 = G =
A
p1 A − p 2 A = m& V2
b. Persamaan momentum :
p1 + ρ 1V1 = p 2 + ρ 2V 2
2 2
2 2
V1 V
h1 + = h2 + 2
c. Hukum Termodinamika I : 2 2
h02 = h01
T2 p
d. Hukum Termodinamika II : s1 − s 2 = Cp ln − R ln 2
T1 p1
e. Persamaan keadaan : p = ρRT
f. Perubahan entalpi : ∆h = h2 − h1 = Cp (T2 − T1 )
Jadi garis aliran melalui normal shock adalah titik-titik yang memenuhi Garis Fanno dan
Garis Rayleigh (Lihat gambar di bawah ini).
T T s2 – s1
Fanno Line M=1
Po1 Po2
M=1 To1 = To2
Rayleigh Line P2
T2
T1
P1
s s
1.0
i
P/Po ii Regime I
iii Me < 1
Regime II
vi
P*/Po vii
M=1 viii Regime III
iv Me > 1
v Regime IV
X
0
Po
P2
T2
To
T* = C
Vo = 0 P1 * P2 *
T1
P1
e
s
Gambar 7.17. Diagram T-s Aliran Dalam C-D Nozzle Dengan Shock
Entropi meningkat akibat shock, T* = C ; P2* < P1* ; ρ * = P * / RT * berkurang pada arah
hilir. Aliran subsonic pada arah hilir meninggalkan nozzle pada tekanan Pb; jadi Pb = Pe.
*
Pb P P P P A P A A
= e = b × 02 = e × 1 * = e × t × e*
P01 P01 P02 P01 P02 A2 P02 Ae A2
Pb At
⇒ parameter yang diketahui ; = geometri nozzle
P01 Ae
Pe P Ae A
⇒ Rumus *
⇒ Rumus
P02 P0 A2 A*
Gelombang kejut (shock) pada dasarnya adalah kerugian aliran (≈dissipasi energi aliran)
akibat adverse pressure gradient, sehingga energi/daya yang diperlukan untuk mengalirkan
fluida kompresibel tersebut menjadi lebih besar.
Aplikasinya antara lain pada aliran gas dalam pipa; desain C-D nozzle ruang bakar (turbin gas
pada mesin pesawat), nosel untuk turbin uap; dan terowongan angin wind tunnel.
Contoh: Nozzle pada turbo jet engine pesawat.
Combustors Inlet Throat Outlet
Udara Gas
Contoh Soal.
Di dalam suatu model roket, gas hasil pembakaran masuk convergent-nozzle tekanan 2 bar dan
ο
temperatur 1500 C; ekspnsi terjadi secara isentropik. Hitung tekanan throat untuk
mendapatkan “maxsimum discharge”. Jika diameter throat 10 mm, berapa gaya dorong yang
dihasilkan roket tersebut?
Data Cp = 1150 J/Kg ; Cv = 865 J/Kg
P1 = 2 × 10 5 N / m 2
T1 = 1500 + 273 = 1773K
Oxygen
P1= 2 bar V1 = 0 ; V2 = ....?
t1 = 1500oC P2 = ?
V2 = ? d 2 = 0,01
V1= 0
Fuel
k = Cp / Cv = 1,33
d2 = 10 mm
k
2 k −1
∴ Pc = P1 = 2 × 10 5 × 0,54 = 1.08 × 10 5 N / m 2
k + 1
∴ Menghitung V2 = h 1 + = h2 +
2 2
V2 = 2(h1 − h2 ) + V1 ⇒ h1 − h2 = ∆h = Cp (T1 − T2 )
2
1. 5 Kg udara pada tekanan 10 bar berekspansi secara isothermal menuju tekanan 2 bar,
kemudian ditekan kembali pada tekanan awalnya memenuhi persamaan politropik PV1.3 =
konstan. Cp = 1005 J/Kg ; Cv = 718 J/Kg. Hitung perubahan entropi selama menjalani 2
proses tersebut.
Data : P1 = 10 bar T1 = T2 (isothermal)
P2 = 2 bar m = 5 Kg
P3 = P1 = 10 bar n = 1,3
P T
P1 = P3
1 2 P2
3
1 2
2
S1 S3 S2 S S
S1 =SS2 = S
2 3
∴ S 3 − S1 = (S 2 − S1 ) − (S 2 − S 3 )
= 373 J/Kg ⋅ K ⇒ 5 Kg udara
S 3 − S1 = 5 × 373 J/Kg ⋅ K
= 1865 J/K
2. Dalam sebuah turbin, uap pada 10 bar dan 500 oC memasuki convergent-divergent nozzle
dan diekspansikan secara isentropik ke tekanan 0,2 bar. Laju alir massa uap 100 kg/h.
hitung kecepatan pada throat dan sisi exit nozzle. Hitung juga diameter exit nozzle [data
tambahan: k = 1,3 ; keadaan uap panas lanjut h1 = 3480 kJ/kg ; hthroat = 3275 kJ/kg ; h2 =
2560 kJ/kg ; fraksi uap X2 = 0,98 , volume specifik pada sisi exit V2 = 7,648 m3/kg].
Convergent-divergent nozzle.
1 2
k
2 k +1
P1 = 10 bar Pthroat = P1
n + 1
= 5,45 bar
T1 =773 K Tthroat = …..?
m& = 100 kg/h
→ V1 ≈ 0
Vthroat = 2(h1 − hthroat ) + V1
2
A2 × V2
Laju alir massa m& =
V&2
3. Gas hasil pembakaran memasuki nozzle mesin jet pada 3,8 bar dan 820 oC. Nozzle
terisolasi sempurna (proses adiabatik), gas berekspansi ke 1,1 bar ; Cp=1150 J/Kg ; k = n
= 1,32. hitung temperatur dan kecepatan gas pada sisi exit nozzle, dengan asumsi
kecepatan pada sisi inlet dapat diabaikan !
Proses ekspansi politropik
k −1
1 2 P2 = 1,1 bar P k
T2 = T1 2
V2 = …? P1
T2 = …? = 809,3 K
P1 = 3,8 bar
t1 = 820 oC = 1093 K
V1= 0
V2 = 2(h1 − h2 + V1
2
h1= Cp T1
= 808 m/s = 12,7.105 J/Kg
h2 = 9,307.105 J/Kg
Soal-Soal.
1. 5 kg udara dalam sistem tertutup berekspansi secara reversibel dengan entropi konstan dari
300 kPa (abs), 60oC, menuju 150 kPa (abs). Hitung temperatur pada akhir proses ekspansi.
Tunjukkan titik-titik proses tersebut dalam diagram T-s. [T = 273 K]
2. Udara diekspansi dalam aliran steadi melalui sebuah turbin. Kondisi awalnya 1300oC dan
2.0 Mpa (abs). Kondisi akhir proses 500oC dan tekanan atmosferik. Tunjukkan proses
tersebut pada Diagram T-s. Hitung perubahan ebergi dalam, entalpi dan entropi proses
tersebut. [∆u = -574 kJ/kg; ∆h = -803 kJ/kg; ∆s = 143 J/(K.kg)]
3. Gas hasil pembakaran memasuki convergent nozzle mesin jet pada 3.8 bar dan 820oC.
Nozzle terisolasi sempurna (proses adiabatis), gas berekspansi ke 1.1 bar. Cp=1150 J/kg.K;
Cv=865 J/kg.K, asumsikan proses yang terjadi isentropis (k=1.4).
a. Hitung Temperatur dan kecepatan gas pada sisi exit nozzle, dengan asumsi
kecepatan pada sisi inlet dapat diabaikan.
b. Jika diameter sisi exit nozzle sebesar 11 mm, hitung besarnya gaya dorong yang
terjadi.
Jika engkau menutup pintumu dari semua kesalahan, maka
kebenaran-pun akan ikut terhalang masuk.
-- Rabindranath Tagore --