Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PRAKTIKUM

LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA 1

ALIRAN FLUIDA

Disusun Oleh:
KELOMPOK 41

Tria Aulia Wulandari (121280141)


Alfido Samdoi Bancin (121280142)
Melani Karisma Sitorus (121280143)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


SUB-JURUSAN TEKNIK PROSES HAYATI
JURUSAN TEKNOLOGI PRODUKSI DAN INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2023
ABSTRAK
Praktikum modul Aliran Fluida ini bertujuan untuk mengukur debit air pada mesin
hydraulic bench serta menganalisis perubahan pada venturimeter dengan mengaitkannya
dengan persamaan Bernouli. Praktikum kali ini menggunakan dua buah alat utama yaitu
hydraulic bench dan pipa venturi. Terdapat dua tahap pecobaan yaitu menentukan debit
air menggunakan mesin hydraulic bench dan melakukan eksperimen teorema bernoulli
menggunakan pipa venturi. Pada praktikum ini kami menggunakan variasi laju alir 3
L/menit data hasil praktikum, 3 L/menit data dari asisten praktikum,5 L/menit data hasil
dari praktikum,5 L/menit data dari asisten praktikum dan 8 L/menit data dari
praktikumdengan cara mengatur bukaan katup. Setelah itu hitung waktu yang dibutuhkan
menggunakan stopwatch untuk menentukan debit alirannya. Waktu yang dibutuhkan
pada masing-masing aliran yaitu 30 detik. Percobaan kedua yaitu menggunakan
eksperimen teorema bernoulli yang dilakukan dengan menghubungkan hydraulic bench
dengan alat bernoulli eksperimen menggunakan selang penghubung.Pada grafik
pengaruh posisi Kinetic Head didapatkan hasil Q3 yang lebih tinggi dibandingkan Q2 dan
dan Q2 lebih tinggi dibanding Q1. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan variasi
debit aliran yang digunakan.. Selain itu, juga diperoleh grafik pengaruh posisi terhadap
piezometer head, didapatkan kesimpulan Q1 merupakan nilai terendah dibandingkan Q2
dan Q3 yang mengalami kenaikan dan penurunan di beberapa posisi. Hal ini dapat
disebabkan karena pengaruhnya nilai h atau S yang didapatkan, sehingga yang seperti
kita ketahui semakin besar nilai h atau S maka semakin besar juga nilai piezometric head
yang didapatkan.Berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa besar
nilai total head dapat dipengaruhi oleh besar nilai debit fluida dan ketinggian fluida pada
venturimeter, kecepatan aliran fluida di beberapa lokasi pipa venturi pada debit aliran
konstan tidak dapat dikatakan sama, namun bergantung pada luas penampangnya.
Adapun saran yang dapat diberikan pada praktikum kali ini yaitu praktikan diharapkan
untuk dapat memahami video yang telah dibagikan sebelum memasuki laboratorium dan
praktikan diharapkan lebih teliti saat memperhatikan data yang ada pada pipa venturi agar
data yang diperoleh lebih tepat.
Kata kunci : Debit, Fluida, Head, Venturi
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu fenomena alam yang sangat penting dan banyak terjadi pada kehidupan
sehari-hari. Aliran fluida melibatkan gerak fluida (cairan atau gas) dalam sistem tertentu.
Aliran fluida sendiri sangat pentinh dalam bidang industri terlebih lagi dalam industri
proses kimia aliran fluida menggunakan media seperti perpipaan untuk mengalirkan suatu
fluida dari suatu tempat ke tempat lain. dapat dibedakan menjadi dua aliran yaitu
compressible dan incrompessible tergantung pada perbedaan massa jenis dan fluida
tersebut.
Pada praktikum aliran fluida hal ini dimana memiliki tujuan untuk mempelajari
serta memahami prinsip-prinsip dasar tentang aliran fluida dengan cara melakukan
percobaan. Dari praktikum kali ini juga kita dapat memahami konsep teori tentang aliran
fluida, seperti pada prinsip Bernoulli serta dapat juga mengamati dan menganalisis pada
proses aliran fluida secara langsung tengah menggunakan peralatan yang tepat dan juga
sesuai dengan pengimplementasi pada suatu industri, peranan fluida dalam kehidupan
sehari-hari sangat penting karena hampir seluruh aktivitas berhubungan lengan fluida.
Sistem jaringan perpipaan berfungsi untuk mendistibusikan dan tempat
pengolahan ke tujuan konsumen atau tempat tertentu, aliran normal terjadi karena adanya
perbedaan tinggi tekanan atau perbedaan elevasi muka air. Menurut Ginting dan Susanto
(2013). Praktikum aliran fluida dapat memberikan kontribusi, terhadap pemahaman maka
mahasiswa dalam mempelajari mekanisme dan fluida tentang konsep dari aliaran fluida
tersebut dan juga cara menganalisis serta mengatur data aliran fluida yang sesuai dalam
kehidupan perindustrian baik dalam skala industri besar maupun skala industri yang
masih kecil. Oleh karena itu, praktikum aliran fluida ini perlu dilakukan agar mahasiswa
dapat mempelajari dan memahami karakteristik sistem perpipaan dan fluida yang
mengalir didalamnya serta dapat mengukur debit air menggunakan mesin hydraulic
bench, dapat memahami dan menganalisis perubahan pada venturimeter dengan
mengaitkannya dengan pernyataan Bernoulli.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada percobaan aliran fluida ini antara lain :
1. Bagaimana cara mengukur dan menghitung kecepatan debit yang dimiliki oleh
fluida yang mengalir
2. Bagaimana menentukan nilai K dari masing-masing fitting?
3. Bagaimana menentukan hubungan laju alir dan head loss?

1.3 Tujuan dan Sasaran Percobaan


1.3.1 Tujuan Praktikum
Tujuan dari dilakukannya percobaan aliran fluida ini antara lain :
1. Dapat mengukur debit air pada mesin Hydraulic Bench

2. Dapat menganalisis perubahan pada venturimeter dengan mengaitkannya


dengan pernyataan Bernoulli.

3. Mempelajari karakteristik sistem perpipaan, serta fluida yang mengalir di


dalamnya.

1.3.2 Sasaran Percobaan


Sasaran yang dilakukan pada percobaan aliran fluida ini antara lain :

1. Praktikan dapat menentukan hubungan laju alir dan head loss

2. Menentukan hubungan bilangan reynold dengan pipe frictioncoefficient

3. Menentukan nilai K masing-masing fitting

4. Menghitung konstanta yang diperlukan pada perhitungan laju alir fluida


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Fluida
Fluida adalah suatu zat yang dapat mengalir. Suatu fluida tidak dapat menahan
bentuk secara permanen yang dapat mengalami perubahan bentuk mengikuti ruang yang
ditempatinya. Oleh karena itu, istilah fluida mencakup zat cair dan gas, karena zat cair
seperti air atau zat gas seperti udara dapat mengalir. Zat padat seperti batu dan besi tidak
dapat mengalir sehingga tidak bisa digolongkan dalam fluida (Abidin & Wagiani, 2013).
Secara umum, fluida dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Fluida Statis
Fluida statis adalah fluida yang berada dalam fase tidak bergerak (diam) atau fluida
dalam keadaan bergerak tetapi tak terdapat perbedaan kecepatan antara partikel fluida
tersebut atau bisa dikatakan bahwa partikel-partikel fluida tersebut bergerak dengan
kecepatan seragam sehingga tidak memiliki gaya geser (Sochib & Hidayatulloh, 2018).
2. Fluida Dinamis
Fluida dinamis adalah fluida yang bergerak. Fluida dalam hal ini dianggap steady
(mempunyai kecepatan yang konstan terhadap waktu), tek termampatkan (tidak
mengalami perubahan volume), tidak kental, tidak turbulen (tidak mengalami putaran-
putaran) (Sochib & Hidayatulloh, 2018)
Adapun jenis dari aliran fluida dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis, diantaranya
:
1. Aliran Laminer (Re<2300)

Gambar 2. 1 Aliran Laminer


Aliran laminer adalah aliran fluida yang ditunjukkan dengan gerak partikel-partikel
fluidanya sejajar dengan garis-garis arusnya. Dalam aliran laminer, partikel-partikel
fluida seolah-olah bergerak sepanjang lintasan yang halus dan lancar, dengan satu lapisan
meluncur satu arah pada lapisan yang bersebelahan. Sifat kekentalan zat cair berperan
penting dalam pembentukan aliran laminer. Aliran laminer bersifat steady maksudnya
alirannya tetap. Hal ini menunjukkan bahwa di seluruh aliran air, debit tidak berubah
menurut waktu (Simanjuntak, et al., 2017).
2. Aliran Transisi (2300<Re<4000)

Gambar 2. 2 Aliran Transisi

Aliran transisi adalah suatu kondisi partikel fluida berada pada peralihan dari
kondisi seragam menuju kondisi acak, kondisi seperti ini sangat sulit terjadi
(Simanjuntak, et al., 2017).
3. Aliran Turbulen (Re>4000)

Gambar 2. 3 Aliran Turbulen

Aliran turbulen memiliki kecepatan aliran yang relatif besar dan kompleks, lintasan
gerak partikelnya saling tidak teratur antara satu dengan yang lain sehingga didapatkan
ciri dari aliran turbulen yaitu tidak adanya keteraturan dalam lintasan fluidanya, aliran
banyak bercampur, kecepatan fluida tinggi, panjang skala aliran besar, dan viskositasnya
rendah (Simanjuntak, et al., 2017)
2.2 Sifat-Sifat Fluida
Adapun sifat-sifat fisik fluida pada umumnya, diantaranya :
1. Densitas
Densitas merupakan pengukuran massa pada setiap volume fluida. Apabila semakin
tinggi densitas pada suatu fluida, maka semakin besar juga massa pada setiap volume
fluidanya (Wicaksono, et al., 2021). Sifat ini ditentukan dengan cara menghitung rasio
massa zat yang terkandung dalam suatu bagian tertentu terhadap volume bagian tersebut,
rumus yang digunakan dalam menentukan densitas yaitu :
𝑚
𝜌= ................................................. (2.1)
𝑣

Keterangan :
ρ = kerapatan (kg/m3)
m = massa (kg)
v = volume (m3)

2. Viskositas
Viskositas fluida merupakan ukuran ketahanan sebuah fluida terhadap deformasi
atau perubahan bentuk fisik. Viskositas dipengaruhi oleh temperatur, tekanan, kohesi dan
laju perpindahan momentum molekulernya. Viskositas zat cair cenderung menurun
seiring bertambahnya temperatur karena adanya gaya kohesi yang juga mengalami
penurunan saat dipanaskan sehingga menyebabkan turunnya viskositas dari zat cair
tersebut (Jalaluddin, et al., 2019).

2.3 Sistem Perpipaan


Pemipaan merupakan suatu media yang dapat digunakan untuk mengalirkan fluida
dari wellhead sampai ke konsumen. Pipa adalah suatu batang silinder berongga yang
dapat berfungsi untuk dilalui atau mengalirkan fluida dalam fasa cair, uap, gas ataupun
tepung (Armansyah, 2021). Sistem pipa merupakan bagian utama suatu sistem yang
menghubungkan titik dimana fluida disimpan ke titik pengeluaran semua pipa. Dalam
sistem perpipaan, penambahan energy mekanik dibutuhkan untuk mempercepat laju alir
fluida. Sistem perpipaan menggunakan sistem persamaan Bernoulli:

𝑃𝐵 𝑔 𝑥 𝑍𝐵 𝑎𝐵 𝑥 𝑉𝐵2 𝑃𝐴 𝑔 𝑥 𝑍𝐴 𝑎𝐴 𝑥 𝑉𝐴2
𝑛 𝑊𝑝 = ( 𝜌 + + )−(𝜌 + + ) ................. (2.2)
𝑔𝑐 2 𝑥 𝑔𝐶 𝑔𝑐 2 𝑥 𝑔𝐶

Keterangan :
A = Bagian hisap pompa
B = Bagian keluaran pompa
Total head (H) dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut :

∆𝑃 𝑔 𝑥 ∆𝑍 𝑎(𝑉𝐵2 𝑥 𝑉𝐴2 )
𝐻 = (𝜌 + + ) ............................... (2.3)
𝑔𝑐 2 𝑥 𝑔𝐶

Pada pipa cair, gaya yang berkerja karena dalam hidrostatika yang merupakan
gaya tekan sederhana. Persamaan energy yang mengabaikan gerak partikel diturunkan
dengan persaman gerak. Persamaan energy menjadi persamaan dasar untuk
menyelesaikan masalah yang ada dalam hidrolika. Dimana dari hukum kekekalan energy
tersebut menyatakan energy total fluida pada titik dua, sehingga jika kondisi dari
pernyataan tersebut diturunkan akan dikenal sebagai persamaan Bernoulli pada sistem
pemipaan (Eswanto & Dian, 2017).

2.4 Persamaan Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa


Aliran fluida memiliki persamaan dasarnya sebagai parameter antaralain bilangan
reynold (Re), densitas (𝜌), laju aliran massa dan faktor gesekan, parameter untuk
membedakan antara aliran laminar dengan aliran turbulen dapat menggunakan bilangan
Reynolds (Re). pada umumnya, batas antara aliran laminar dengan turbulen terjadi pada
bilangan Reynolds sebesar 2100 (Fadli, dkk, 2021). Bilangan Reynolds dapat
didefinisikan dari aliran laminar dan turbulen, dengan persamaan :

𝜌ℎ.𝑈.𝐷ℎ 𝑈.𝐷ℎ
𝑅𝑒 = = ............................................ (2.4)
𝜇ℎ 𝜗

Rasio massa zat yang terkandung dalam suatu bagian tertentu terhadap volume bagian
tersebut dapat ditentukan dengan densitas (𝜌) . kerapatan menjadi kuantitas dari suatu
zat, nilai kerapatan dipengaruhi oleh temperature, semakin berkurng karena disebabkan
gaya kohesi dari molekul-molekul fluida yang semakin berkurang. Hubungannya dapat
dinyatakan sebagai berikut:

𝑚
𝜌= ...................................................... (2.5)
𝑣
Debit air merupakan volume fluida yang dikeluarkan tiap detiknya. Besar kecepatan
aliran fluida dapat menghitung besar laju aliran massa fluida, sebagai berikut:

𝑚 = 𝜌 𝑥 𝑉 𝑥 𝐴 .............................................. (2.6)

Penurunan tekanan merupakan fungsi dari faktor gesekan (A) dan kekasaran relatif dari
dinding pada (𝜀/𝐷) yang disebut sebagai faktor gesekan untuk pipa lurus atau halus
menerangkan untuk angka antara 3.000 – 100.000 (Priyanto, 2016).

2.5 Hydraulic Bench


Hydraulic bench merupakan alat yang digunakan untuk mengukur debit aliran
(Qaktual) dengan memanfaatkan konsep kesetimbangan torsi (torque). Hydraulic bench
terdiri dari berbagai unit dan komponen. Hydraulic bench memiliki reservoir yang
digunakan untuk penyimpanan dan daur ulang air. Selaint itu, terdapat gelas ukur yang
digunakan untuk mengukur volume air, mesin pompa sentrifugal pada mesin ini
digunakan untuk memompa air ke dalam reservoir. Saluran keluar dan pipa saluran
masuk digunakan untuk mengalirkan air keluar dari reservoir ke pompa air dari reservoir
ke ruang atas atau saluran melalui bantuan pompa sentrifugal. Katup kontrol pada
hydraulic bench digunakan untuk mengukur dan mengatur laju aliran air melalui pipa
(Fadli, dkk, 2021).

Gambar 2. 4 Hydraulic Bench

Hydraulic bench diterapkan dalam kehidupan sehari-hari prinsip hydraulic bench


dapat digunakan untuk mengalirkan fluida pada sistem drainase. Selain itu, hydraulic
bench diterapkan dalam bidang pengelolaan air limbah yang digunakan sebagai alat
pembanding debit air limbah yang dialirkan secara aktual dengan debit air limbah yang
dialirkan secara teoritis. Fluida yang digunakan dalam hydraulic bench adalah sama,
dimana memenuhi persamaan kontunuitas dan persamaan aliran fluida (debit) sebagai
berikut:

𝑄 1= 𝑄 2
A1V1 = A2V2
Massa air = 𝜌 air . volume air
Volume air = Qaktual . trata-rata

Sehingga,
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑖𝑟
Qaktual = ................................... (2.7)
t rata−rata

Hydraulic bench dilengkapi dengan calm lever yang digunakan untuk mengatur kenaikan
dan penurunan tuas pada saaat akan membuang air dalam bak hingga keadaan dalam
hydraulic bench mencapai titik kesetimbangan. (Fadli, dkk, 2021).

2.6 Teorema Bernoulli


Hukum Bernoulli merupakan sebiah hokum yang menjelaskan besar kecilnya
tekanan dari fluida yang bergerak seperti halnya fluida dan akan berkurang ketika fluida
tersebut bergerak lebih cepat. Fluida dalam hukum Bernoulli adalah fluida ideal yang
telah memenuhi karakteristik mengalir dari aliran lunak dan garis-garis arus, tak kental
dan tak comprisable. Demonstrasi teorema Bernoulli terdiri dari pipa yang melingkar
dengan bentuk kerucut transparan dengan tujuan tekanan yang diukur secara bersamaan
dengan nilai statis untuk setiap bagian (Priyanto, 2016).
Hukum Bernoulli kerap diterapkan dalam peralatan industry seperti tabung pitot,
venturimetri, piezometer dan lain-lain. Hokum Bernoulli menyatakan bahwa jumlah
tekanan (p) energy kinetic per satuan volume dan energy potensial per satuan volume
memiliki nilai yang sama pada tiap garis arus. Sehingga, jika dinyatakan hokum Bernoulli
dalam bentuk persamaan berikut :

1 1
𝑃1 + 2 𝑃𝑉12 + 𝜌𝑔ℎ1 = 𝑃2 + 2 𝑃𝑉12 + 𝜌𝑔ℎ1 ....................... (2.8)
Penerapan hokum Bernoulli pada pipa venturimeter, dengan mengukur kelajuan
aliran zat cair. Untuk menentukan kecepatan aliran zat yang masuk penampang 1 dan 2
dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :

2𝑔ℎ 2𝑔ℎ
𝑉1 = √ 𝐴1 atau 𝑉2 = √ 𝐴1 2 ........................... (2.9)
( ) 2 −1 1− ( )
𝐴2 𝐴2

Sedangkan, penerapan hokum Bernoulli pada tabung pitot ditandai dengan perbedaan
tekanan dari udara yang bergerak dan yang diam, sehingga kecepatan udara dapat
dihitung. Persamaan Bernoulli ini menjadi dasar dalam perhitungan fluida yang bergerak
atau fluida dinamis. Secara matematis, laju aliran gas dalam pitot dapat dirumuskan
sebagai berikut:

2𝑔𝜌ℎ
𝜇=√ .............................................. (2.10)
𝜌
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah :
1. Hydraulic bench
2. Satu set alat teorema bernoulli yang terdiri dari venturimeter, pitot
3. Stopwatch
4. Gelas ukur
5. Ember
6. Kain lap

3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah:
1. Aqua dm
2. Air keran

3.2 Variabel Percobaan


Pada percobaan modul ini terdapat kondisi operasi atau parameter percobaan, serta
terdapat variabel bebas yang akan diamati.
3.2.1 Kondisi Operasi/Parameter Percobaan
Adapun kondisi operasi/parameter percobaan sebagai berikut :
1. Tekanan ruang (660-760 mmHg)
2. Temperatur ruangan (23-30ºC)

3.2.2 Variabel Bebas


Adapun variabel bebas yang divariasikan adalah sebagai berikut :
1. Debit aliran fluida (8L/menit, 9L/menit, 10L/menit)
3.3 Diagram Alir Percobaan
3.3.1 Penentuan Debit Air Keran

Mulai

Selang pada saluran


keluarnya air
dipasang

Mesin dihidupkan
dengan memutar tombol
power

Bukaan keran diatur sesuai


debit air yang diinginkan

Gelas ukur dan


stopwatch disiapkan

Waktu dan
volume di catat Debit
Aliran

Matikan mesin dengan


menekan tombol power

Selesai

Gambar 3. 1 Diagram Alir Penentuan Debit Air Keran


3.3.2 Penentuan Ketinggian Air Venturimeter

Mulai

Hydraulic bench dan alat Menggunakan


teorema bernauli selang penghubung
disambungkan

Katup buang udara


dibuka

Katup buang udara


ditutup sebesar 80%

Mesin hydraulic
bench dihidupkan

Katup buang
udara ditutup

Katup buang air


dibuka penuh

Pitot digeser ke titik


yang hendak diamati

Perubahan ketinggian air pada Ketinggian


venturimeter dicatat di titik S0- air di titik
S7 S0-S7

Mesin hydraulic
bench dimatikan

Selesai

Gambar 3. 2 Penentuan Ketinggian Air Venturimeter


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 4.1. 1 Data Hasil Praktikum Hydraulic Bench

Volume air (Liter) Waktu (s)

5L 60

8L 60

3L 60

Tabel 4.1. 2 Data Hasil Praktikum Eksperimen Teorema Bernoulli


Q1 Q2 Q3
posisi 5 L/menit 8 L/menit 3 L/menit
h1 h2 h1 h2 h1 h2
s0 370 375 316 360 408 409
s1 350 368 216 354 380 407
s2 336 365 228 348 382 406
s3 327 364 238 341 380 405
s4 316 363 251 347 385 405
s5 314 356 293 342 388 403
s6 325 333 294 309 390 401

Tabel 4.1. 3 Data Hasil Perhitungan Q1

Q1

posi 5 L/menit
si
Kineti Piozome
h1( h2( Δh( v(m/s^ S(m^2 Total
k head trik head d Re
m) m) m) 2) ) head
(m) (m)
0.00 0.0098 0.5050 0.0000 5.102E- 5.001 0.8021 883.27
s0 370 375
5 99 76 05 10 E-06 28 72
0.01 0.0187 0.2661 0.0000 1.837E- 1.800 0.5823 1216.6
s1 350 368
8 83 99 18 09 E-05 28 7
0.02 0.0238 0.2097 0.0000 2.959E- 2.900 0.5168 1370.7
s2 336 365
9 41 22 29 09 E-05 76 37
0.03 0.0269 0.1856 0.0000 3.776E- 3.700 0.4863 1456.8
s3 327 364
7 3 7 37 09 E-05 35 17
0.04 0.0303 0.1647 0.0000 4.796E- 4.700 0.4581 1546.6
s4 316 363
7 51 38 47 09 E-05 01 03
0.04 0.0286 0.1742 0.0000 4.286E- 4.200 0.4711 1503.7
s5 314 356
2 91 68 42 09 E-05 66 19
0.00 0.0125 0.3992 0.0000 8.163E- 8.001 0.7132 993.40
s6 325 333
8 22 98 08 10 E-06 04 65

Tabel 4.1. 4 Data Hasil Perhitungan Q2

Q2
posi 8 L/menit
si Kinetik Piozometr
h1( h2( Δh( v(m/s^ S(m^2 Total
head ik head d Re
m) m) m) 2) ) head
(m) (m)
0.04 0.0293 0.2383 0.0000 4.490E- 4.400 0.5510 1800.0
s0 316 360
4 67 66 44 09 E-05 45 38
0.13 0.0520 0.1345 0.0001 1.408E- 1.380 0.4140 2395.4
s1 216 354
8 08 95 38 08 E-04 76 57
0.0484 0.1443 0.0001 1.224E- 1.200 2313.2
s2 228 348 0.12 0.4288
97 38 2 08 E-04 03
0.10 0.0449 0.1557 0.0001 1.051E- 1.030 0.4454 2226.5
s3 238 341
3 31 94 03 08 E-04 93 26
0.09 0.0433 0.1613 0.0000 9.796E- 9.601 0.4534 2187.6
s4 251 347
6 77 74 96 09 E-05 01 93
0.04 0.0309 0.2258 0.0000 5.000E- 4.901 0.5364 1849.1
s5 293 342
9 9 77 49 09 E-05 15 3
0.01 0.0171 0.4082 0.0000 1.531E- 1.500 0.7211 1375.4
s6 294 309
5 46 48 15 09 E-05 53 39

Tabel 4.1. 5 Data Hasil Perhitungan Q3

Q3

posi
9 L/menit
si

Kineti Piozome
h1( h2( Δh( v(m/s^ S(m^2 Total
k head trik head d Re
m) m) m) 2) ) head
(m) (m)
0.00 0.0044 0.6776 0.0000 1.020E- 1.000 0.9290 457.54
s0 408 409
1 27 31 01 10 E-06 99 11

0.02 0.0230 0.1304 0.0000 2.755E- 2.700 0.4075 1042.9


s1 380 407
7 04 1 27 09 E-05 87 68

0.02 0.0216 0.1383 0.0000 2.449E- 2.400 0.4197 1012.7


s2 382 406
4 89 21 24 09 E-05 68 05
0.02 0.0221 0.1355 0.0000 2.551E- 2.500 0.4155 1023.0
s3 380 405
5 36 26 25 09 E-05 06 93

0.0197 0.1515 0.0000 2.041E- 2.000 0.4393 967.58


s4 385 405 0.02
99 23 2 09 E-05 44 17

0.01 0.0171 0.1749 0.0000 1.531E- 1.500 0.4721 900.43


s5 388 403
5 46 64 15 09 E-05 05 62

0.01 0.0146 0.2043 0.0000 1.122E- 1.100 0.5101 833.25


s6 390 401
1 83 13 11 09 E-05 68 57

Tabel 4.1.6 Data Hasil Perhitungan Q4

Q4

posi 9 L/menit
si
Kineti Piozome
h1( h2( Δh( v(m/s^ S(m^2 Total
k head trik head d Re
m) m) m) 2) ) head
(m) (m)
0.00 0.0108 0.2766 0.0000 6.122E- 6.001 0.5936 716.09
s0 110 116
6 44 42 06 10 E-06 41 05
0.01 0.0171 0.1749 0.0000 1.531E- 1.500 0.4721 900.43
s1 95 110
5 46 64 15 09 E-05 05 62
0.01 0.0187 0.1597 0.0000 1.837E- 1.800 0.4510 942.42
s2 86 104
8 83 19 18 09 E-05 7 82
0.01 0.0177 0.1694 0.0000 1.633E- 1.600 0.4645 915.08
s3 89 105
6 09 08 16 09 E-05 49 22
0.01 0.0159 0.1879 0.0000 1.327E- 1.300 0.4893 868.79
s4 87 100
3 62 41 13 09 E-05 01 23
0.01 0.0146 0.2043 0.0000 1.122E- 1.100 0.5101 833.25
s5 85 96
1 83 13 11 09 E-05 68 57
0.2142 0.0000 1.020E- 1.000 0.5224 813.63
s6 74 84 0.01 0.014
86 1 09 E-05 71 59

Tabel 4.1.6 Data Hasil Perhitungan Q5

Q3

posi 9 L/menit
si Kinetik Piozometr
h1( h2( Δh( v(m/s^ S(m^2 Total
head ik head d Re
m) m) m) 2) ) head
(m) (m)
0.0197 0.1515 0.0000 2.041E- 2.000 0.4393 967.58
s0 145 165 0.02
99 23 2 09 E-05 44 17
0.02 0.0216 0.1383 0.0000 2.449E- 2.400 0.4197 1012.7
s1 139 163
4 89 21 24 09 E-05 68 05
0.02 0.0216 0.1383 0.0000 2.449E- 2.400 0.4197 1012.7
s2 136 160
4 89 21 24 09 E-05 68 05
0.02 0.0212 0.1412 0.0000 2.347E- 2.300 0.4242 1001.9
s3 135 158
3 32 96 23 09 E-05 58 87
0.0197 0.1515 0.0000 2.041E- 2.000 0.4393 967.58
s4 130 150 0.02
99 23 2 09 E-05 44 17
0.01 0.0182 0.1643 0.0000 1.735E- 1.700 0.4575 929.05
s5 128 145
7 54 5 17 09 E-05 62 7
0.01 0.0165 0.1811 0.0000 1.429E- 1.400 0.4803 885.03
s6 125 139
4 65 04 14 09 E-05 19 84

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami melakukan dua prosedur dimana prosedur pertama
yaitu penentuan debit air keran menggunakan alat Hydraulic bench, dan prosedur kedua
yaitu penentuan viskositas air keran menggunakan alat teorema Bernoulli. Pada
praktikum ini kami menggunakan variasi laju alir 3 L/menit data hasil praktikum, 3
L/menit data dari asisten praktikum, 5 L/menit data hasil dari praktikum,5 L/menit data
dari asisten praktikum dan 8 L/menit data dari praktikum. Awalnya kami menghitung
debit air sesuai dengan variabel yang ditentukan, dengan cara membuka katup air,
kemudian menampung air pada teko bersamaan dengan dihidupkannya stopwatch dan
berhenti pada saat telah didapatkan laju alir yang sesuai dengan variabel yang dinginkan,
kemudian menghubungkan alat hydraulic bench dengan alat theorema bernoulli, sehingga
didapatkan nila S0-S6. Pada saat menggunakan variasi debit sebesar 3 liter/menit data
dari hasil praktikum didapatkan perubahan ketinggian air pada posisi S0:S7 = 365 : 368
mm, S1:S7 = 262: 360 mm, S2:S7 =270: 358 mm, S3:S7 = 272: 355 mm, S4:S7 = 290:
353mm, S5:S7 = 305: 350 mm, S6:S7 = 320: 335 mm. Sedangkan pada saat laju alir 3
liter/menit didapatkan dari data asisten praktikum perubahan ketinggian air yang terdapat
pada posisi S0:S7 =110:116 mm, S1:S7 = 95: 110 mm, S2:S7 = 86: 104 mm, S3:S7 = 89:
105 mm, S4:S7 = 87: 100 mm, S5:S7 = 85 :96 mm, S6:S7 = 74: 84 mm.Pada saat laju
alir yaitu 5 liter/menit dari data hasil praktikum didapatkan perubahan ketinggian air
yang terdapat pada posisi S0:S7 = 370: 375 mm, S1:S7 = 350: 368 mm, S2:S7 = 336: 365
mm, S3:S7 = 327: 364 mm, S4:S7 = 316: 363mm, S5:S7 = 314: 356 mm, S6:S7 =325:
333 mm. Pada saat laju alir yaitu 5 liter/menit dari data Asisten praktikum didapatkan
perubahan ketinggian air yang terdapat pada posisi S0:S7 = 145: 165 mm, S1:S7 = 139:
163 mm, S2:S7 = 136: 160 mm, S3:S7 = 135:158 mm, S4:S7 = 130: 150mm, S5:S7 =
128: 145 mm, S6:S7 =125: 139 mm. Dan yang terakhir pada saat laju alir 8 liter/menit
didapatkan perubahan ketinggian air yang terdapat pada posisi S0:S7 =361: 360 mm,
S1:S7 = 216: 359 mm, S2:S7 = 228: 348 mm, S3:S7 = 238: 341 mm, S4:S7 = 251:
347mm, S5:S7 = 293:342 mm, S6:S7 = 294: 309 mm. Dari hasil kelima data yang telah
kita amati adalah 3 liter/menit Data hasil praktikum,3 liter/menit hasil data aprak,5
liter/menit data hasil praktikum,5 liter/menit hasil data dari asprak dan yang terakhir 8
liter/menit data hasil praktikum.Dapat diketahui nilai S7 lebih besar dibandingkan
dengan nilai S0S6.hal ini dikarenakan tekanan yang terjadi pada venturi tube dipengaruhi
oleh kecepatan aliran dan juga luas penampang pada titik-titik di dalam venturi tube
tersebut yang mengakibatkan nilai dari S7 selalu lebih besar daripada nilai pada S0-S6
yang kita dapatkan. Hasil yang kita didapatkan sesuai dengan teori yang ada. Sesuai
dengan prinsip Bernoulli yang menyatakan bahwa pada suatu aliran fluida, peningkatan
pada kecepatan fluida akan menimbulkan penurunan tekanan pada aliran tersebut.
4.1.2 Pengaruh posisi terhadap kinetic head (Q1,Q2,Q3,Q4 dan Q5)

Posisi Terhadap Kinetic Head


0.00016
0.00014
Kinetik heat (m)

0.00012
0.0001 Series1
0.00008 Series2
0.00006 Series3
0.00004
Series4
0.00002
Series5
0
0 2 4 6 8
Posisi

Berdasarkan grafik diatas, pada posisi Kinetic Head didapatkan hasil Q2 yang lebih tinggi
dibandingkan Q1 dan Q1 lebih tinggi dibandingQ3,Q4,Q5. Hal tersebut dikarenakan
adanya perbedaan variasi debit aliran yang digunakan. Yaitu laju alir 3 L/menit data hasil
praktikum, 3 L/menit data dari asisten praktikum, 5 L/menit data hasil dari praktikum,5
L/menit data dari asisten praktikum dan 8 L/menit data dari praktikum. Dimana semakin
besar debit air yang digunakan maka nilai yang didapatkan semakin besar juga. Nilai Q
juga bergantung pada nilai h1 dan h2 yang diamati pada venturimeter. Pada 3 variasi yang
berbeda, maka h1 dan h2 yang didapatkan semakin besar. Jika dilihat dari perhitungan
nilai kinetic head berbanding lurus dengan ketinggian fluida dalam pipa venturi. Yang
berarti bahwa semakin besar ketinggian fluida dalam pipa venturi maka nilai kinetic head
yang dihasilkan juga semakin besar.

4.1.3 Pengaruh posisi terhadap piezometric head (Q1,Q2,Q3,Q4 dan Q5)

1.600E-08
1.400E-08
Piozometrik head (m)

1.200E-08
1.000E-08
8.000E-09 Q1
6.000E-09 Q2
4.000E-09 Q3
2.000E-09
0.000E+00
0 2 4 6 8
Posisi

Berdasarkan grafik diatas, pada posisi Kinetic Head didapatkan hasil Q3 yang lebih tinggi
dibandingkan Q2 dan dan Q2 lebih tinggi dibanding Q1. Hal tersebut dikarenakan adanya
perbedaan variasi debit aliran yang digunakan. Yaitu Q1 6L/menit, Q2 8L/menit, dan Q3
10L/menit. Dimana semakin besar debit air yang digunakan maka nilai yang didapatkan
semakin besar juga. Nilai Q juga bergantung pada nilai h1 dan h2 yang diamati pada
venturimeter. Pada 3 variasi yang berbeda, maka h1 dan h2 yang didapatkan semakin
besar. Jika dilihat dari perhitungan nilai kinetic head berbanding lurus dengan ketinggian
fluida dalam pipa venturi. Yang berarti bahwa semakin besar ketinggian fluida dalam pipa
venturi maka nilai kinetic head yang dihasilkan juga semakin besar.

4.1.5 Pengaruh posisi terhadap Total head (Q1,Q2,Q3,Q4 dan Q5)


1.600E-04
1.400E-04
1.200E-04
Total head

1.000E-04
8.000E-05 Q1
6.000E-05 Q2
4.000E-05
Q3
2.000E-05
0.000E+00
0 2 4 6 8
Posisi

Piezometric Head biasa terdapat dalam suatu perpipaan yang didalamnya terdapat suatu
percabangan. Pada percabangan dipasang pipa transparan sebagai pengukur tekanan
dipercabangan . Piezometric Head adalah pengukuran spesifik tekanan cair di atas datum
vertikal atau ketinggian permukaan cair yang dinyatakan dalam satuan panjang
.Berdasarkan grafik tersebut untuk Q1 merupakan nilai terendah dibandingkan Q2 dan
Q3 yang mengalami kenaikan dan penurunan di beberapa posisi. Hal ini dapat disebabkan
karena pengaruhnya nilai h atau S yang didapatkan, sehingga yang seperti kita ketahui
semakin besar nilai h atau S maka semakin besar juga nilai piezometric head yang
didapatkan.

Posisi Terhadap total head


1.600E-04
1.400E-04
1.200E-04
1.000E-04 Q1
8.000E-05
Q2
6.000E-05
4.000E-05 Q3
2.000E-05
0.000E+00
0 2 4 6 8

Pada grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa didapatkan nilai Total Head yang paling
terbesar adalah pada variasi Q3 namun dapat terlihat oleh grafik pada Total Head Q2 juga
pernah terjadi kenaikan yang lebih tinggi dari Q1. Namun untuk Q1 merupakan total head
dengan hasil paling rendah. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh besarnya debit fluida
pada Q3 yaitu 10 L/menit dan juga dipengaruhi oleh ketinggian fluida pada venturimeter.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa besar nilai total head
dapat dipengaruhi oleh besar nilai debit fluida dan ketinggian fluida pada venturimeter.
Head total merupakan penjumlahan dari head tekanan, Kinetic Head, dan Piezometric
head. Head total adalah energi mekanik total per satuan berat zat cair dan dinyatakan
dengan satuan tinggi kolom zat cair . Maka dari itu hasil Total Head ini dipengaruhi oleh
hasil dari Kinetik Head dan Piezometric Head. Lalu, berdasarkan perhitungan bilangan
reynold seperti yang tertera pada Tabel hasil dapat disimpulkan bahwa jenis aliran pada
praktikum aliran fluida ini merupakan jenis aliran laminer. Hal ini dikarenakan pada
perhitungan bilangan reynold didapatkan hasil kurang dari 2000 (Re < 2000) yaitu sebesar
993,406 untuk Q1 ; 1375,44 untuk Q2 ; 833,256 untuk Q3. Dimana aliran laminer adalah
aliran fluida yang ditunjukkan dengan gerak partikel-partikel fluidanya sejajar dan garis-
garis arusnya halus. Dalam aliran laminer, partikel-partikel fluida seolah-olah bergerak
sepanjang lintasan-lintasan yang halus dan lancar, dengan satu lapisan meluncur secara
mulus pada lapisan yang bersebelahan. Aliran laminer bersifat steady, maksudnya steady
adalah alirannya tetap, yang berarti debit alirannya tetap dan kecepatannya tidak berubah
(Nizar, 2020)
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari dilakukannya praktikum ini, yaitu :
1. Kecepatan aliran fluida di beberapa lokasi pipa venturi pada debit aliran
konstan tidak dapat dikatakan sama, namun bergantung pada luas
penampangnya.
2. Nilai besarnya debit air berbanding lurus dengan kinetic head dan total head .
3. Semakin kecil luas penampung maka tekanannya akan semakin besar.
4. Adapun nilai head yang diperoleh berbeda-beda tergantung dari nilai h dan S
yang diperoleh.

5.2 Saran
Adapun saran dari praktikum kali ini, diantaranya :
1. Praktikan diharapkan untuk dapat memahami video yang telah dibagikan
sebelum memasuki laboratorium
2. Praktikan harus lebih teliti dalam menentukan debit air per menit agar
diperoleh data yang akurat.
3. Praktikan harus berhati-hati dalam menarik pitot dan dalam pembacaan hasil
ketinggian air pada alat venturimeter.
A.2 Perhitungan
A.2.1 perhitungan Kinetic head, Piezometric head, dan Total head
➢ Aliran ke-1
• Posisi S0
|ℎ2 − ℎ1| = |368 − 370| = 2 𝑚𝑚 = 0,002 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,002


𝑣=√ =√ = 0,00626 𝑚/𝑠
𝜌 1000

5
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,01331 𝑚2
𝑣 0,00626
2
5
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000002 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,01331)2
370
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000038 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000002 + 0,000038 = 0,0000398 𝑚

• Posisi S1
|ℎ2 − ℎ1| = |370 − 310| = 60 𝑚𝑚 = 0,060 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,060


𝑣=√ =√ = 0,03429 𝑚/𝑠
𝜌 1000

5
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00243 𝑚2
𝑣 0,03429
2
5
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000060 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00243)2
310
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000032 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000060 + 0,000032 = 0,0000916 𝑚

• Posisi S2
|ℎ2 − ℎ1| = |365 − 314| = 51 𝑚𝑚 = 0,051 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,051


𝑣=√ =√ = 0,03162 𝑚/𝑠
𝜌 1000

5
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00264 𝑚2
𝑣 0,03162
2
5
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000051 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00264)2
314
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000032 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000051 + 0,000032 = 0,0000830 𝑚

• Posisi S3
|ℎ2 − ℎ1| = |364 − 316| = 48 𝑚𝑚 = 0,048 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,048


𝑣=√ =√ = 0,03067 𝑚/𝑠
𝜌 1000

5
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00272 𝑚2
𝑣 0,03067
2
5
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000048 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00272)2
316
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000032 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000048 + 0,000032 = 0,0000802 𝑚

• Posisi S4
|ℎ2 − ℎ1| = |364 − 327| = 37 𝑚𝑚 = 0,037 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,037


𝑣=√ =√ = 0,02693 𝑚/𝑠
𝜌 1000

5
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00309 𝑚2
𝑣 0,02693
2
5
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000037 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00309)2
327
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000033 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000037 + 0,000033 = 0,0000704 𝑚

• Posisi S5
|ℎ2 − ℎ1| = |363 − 336| = 27 𝑚𝑚 = 0,027 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,027


𝑣=√ =√ = 0,02300 𝑚/𝑠
𝜌 1000
5
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00362 𝑚2
𝑣 0,02300
2
5
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000027 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00362)2
336
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000034 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000027 + 0,000034 = 0,0000613 𝑚

• Posisi S6
|ℎ2 − ℎ1| = |356 − 344| = 12 𝑚𝑚 = 0,012 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,012


𝑣=√ =√ = 0,01534 𝑚/𝑠
𝜌 1000

5
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00543 𝑚2
𝑣 0,01534
2
5
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000012 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00543)2
344
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000035 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000012 + 0,000035 = 0,0000471 𝑚

➢ Aliran ke-2
• Posisi S0
|ℎ2 − ℎ1| = |360 − 316| = 44 𝑚𝑚 = 0,044 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,044


𝑣=√ =√ = 0,029367 𝑚/𝑠
𝜌 1000

8
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,238 𝑚2
𝑣 0,029367
2
8
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000044 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,238)2
316
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000049 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000044 + 0,000049 = 0,000044 𝑚

• Posisi S1
|ℎ2 − ℎ1| = |354 − 216| = 138 𝑚𝑚 = 0,138 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,138


𝑣=√ =√ = 0,0520077 𝑚/𝑠
𝜌 1000

8
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,1345955 𝑚2
𝑣 0,052
2
8
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000138 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,134)2
216
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,00001408 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000138 + 0,00001408 = 0,000138 𝑚

• Posisi S2
|ℎ2 − ℎ1| = |348 − 228| = 168 𝑚𝑚 = 0,12 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,12


𝑣=√ =√ = 0,048 𝑚/𝑠
𝜌 1000

9
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,144 𝑚2
𝑣 0,048
2
8
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,00012 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,144)2
228
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,00001224 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,00012 + 0,00001224 = 0,00012 𝑚

• Posisi S3
|ℎ2 − ℎ1| = |341 − 238| = 103 𝑚𝑚 = 0,103 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,103


𝑣=√ =√ = 0,044 𝑚/𝑠
𝜌 1000

8
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,155 𝑚2
𝑣 0,044
2
8
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000103 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,155)2
238
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,00001051 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000103 + 0,00001051 = 0,0001030 𝑚
• Posisi S4
|ℎ2 − ℎ1| = |347 − 251| = 96 𝑚𝑚 = 0,096 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,096


𝑣=√ =√ = 0,0433 𝑚/𝑠
𝜌 1000

8
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,001613 𝑚2
𝑣 0,0433
2
8
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000096 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,001613)2
251
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,0000979 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000096 + 0,0000979 = 0,0009601 𝑚

• Posisi S5
|ℎ2 − ℎ1| = |342 − 293| = 49 𝑚𝑚 = 0,049 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,049


𝑣=√ =√ = 0,0309 𝑚/𝑠
𝜌 1000

9
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,225877 𝑚2
𝑣 0,0309
2
8
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000049 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,225877)2
293
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000000005 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000049 + 0,000000005 = 0,0004901 𝑚

• Posisi S6
|ℎ2 − ℎ1| = |309 − 294| = 15 𝑚𝑚 = 0,015 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,015


𝑣=√ =√ = 0,01714 𝑚/𝑠
𝜌 1000

9
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,4082 𝑚2
𝑣 0,01714
2
8
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000015 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,4082)2
294
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,00001531 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000015 + 0,00001531 = 0,00001500 𝑚

➢ Aliran ke-3
• Posisi S0
|ℎ2 − ℎ1| = |409 − 408| = 1 𝑚𝑚 = 0,001 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,001


𝑣=√ =√ = 0,00443 𝑚/𝑠
𝜌 1000

3
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,01129 𝑚2
𝑣 0,00443
2
3
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000001 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,01129)2
408
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000042 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000001 + 0,000042 = 0,0000426 𝑚

• Posisi S1
|ℎ2 − ℎ1| = |407 − 380| = 27 𝑚𝑚 = 0,027 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,027


𝑣=√ =√ = 0,02300 𝑚/𝑠
𝜌 1000

3
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00217 𝑚2
𝑣 0,02300
2
3
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000027 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00217)2
380
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000039 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000027 + 0,000039 = 0,0000658 𝑚

• Posisi S2
|ℎ2 − ℎ1| = |405 − 382| = 23 𝑚𝑚 = 0,023 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,023


𝑣=√ =√ = 0,02123 𝑚/𝑠
𝜌 1000
3
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00235 𝑚2
𝑣 0,02123
2
3
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000023 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00235)2
382
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000039 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000023 + 0,000039 = 0,0000620 𝑚

• Posisi S3
|ℎ2 − ℎ1| = |405 − 380| = 25 𝑚𝑚 = 0,025 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,025


𝑣=√ =√ = 0,02214 𝑚/𝑠
𝜌 1000

3
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00226 𝑚2
𝑣 0,02214
2
3
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000025 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00226)2
380
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000039 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000025 + 0,000039 = 0,0000638 𝑚

• Posisi S4
|ℎ2 − ℎ1| = |406 − 385| = 21 𝑚𝑚 = 0,021 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,021


𝑣=√ =√ = 0,02029 𝑚/𝑠
𝜌 1000

3
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00246 𝑚2
𝑣 0,02029
2
3
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000021 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00246)2
385
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000039 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000021 + 0,000039 = 0,0000603 𝑚

• Posisi S5
|ℎ2 − ℎ1| = |405 − 388| = 17 𝑚𝑚 = 0,017 𝑚
2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,017
𝑣=√ =√ = 0,01825 𝑚/𝑠
𝜌 1000

3
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00274 𝑚2
𝑣 0,01825
2
3
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000017 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00274)2
388
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000040 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000017 + 0,000040 = 0,0000566 𝑚

• Posisi S6
|ℎ2 − ℎ1| = |403 − 390| = 13 𝑚𝑚 = 0,013 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,013


𝑣=√ =√ = 0,01596 𝑚/𝑠
𝜌 1000

3
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00313 𝑚2
𝑣 0,01596
2
3
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000013 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00313)2
390
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000040 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000013 + 0,000040 = 0,0000528 𝑚

➢ Aliran ke-4
• Posisi S0
|ℎ2 − ℎ1| = |116 − 110| = 6 𝑚𝑚 = 0,006 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,006


𝑣=√ =√ = 0,01084 𝑚/𝑠
𝜌 1000

3
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00461 𝑚2
𝑣 0,01084
2
3
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000006 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00461)2
110
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000011 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000006 + 0,000011 = 0,0000172 𝑚

• Posisi S1
|ℎ2 − ℎ1| = |110 − 095| = 15 𝑚𝑚 = 0,015 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,015


𝑣=√ =√ = 0,01715 𝑚/𝑠
𝜌 1000

3
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00292 𝑚2
𝑣 0,01715
2
3
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000015 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00292)2
095
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000010 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000015 + 0,000010 = 0,0000247 𝑚

• Posisi S2
|ℎ2 − ℎ1| = |104 − 086| = 18 𝑚𝑚 = 0,018 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,018


𝑣=√ =√ = 0,01878 𝑚/𝑠
𝜌 1000

3
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00266 𝑚2
𝑣 0,01878
2
3
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000018 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00266)2
086
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000009 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000018 + 0,000009 = 0,0000268 𝑚

• Posisi S3
|ℎ2 − ℎ1| = |105 − 089| = 16 𝑚𝑚 = 0,016 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,016


𝑣=√ =√ = 0,01771 𝑚/𝑠
𝜌 1000

3
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00282 𝑚2
𝑣 0,01771
2
3
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000016 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00282)2
089
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000009 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000016 + 0,000009 = 0,0000251 𝑚

• Posisi S4
|ℎ2 − ℎ1| = |100 − 087| = 13 𝑚𝑚 = 0,013 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,013


𝑣=√ =√ = 0,01596 𝑚/𝑠
𝜌 1000

3
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00313 𝑚2
𝑣 0,01596
2
3
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000013 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00313)2
087
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000009 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000013 + 0,000009 = 0,0000219 𝑚

• Posisi S5
|ℎ2 − ℎ1| = |096 − 085| = 11 𝑚𝑚 = 0,011 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,011


𝑣=√ =√ = 0,01468 𝑚/𝑠
𝜌 1000

3
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00341 𝑚2
𝑣 0,01468
2
3
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000011 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00341)2
085
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000009 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000011 + 0,000009 = 0,0000197 𝑚

• Posisi S6
|ℎ2 − ℎ1| = |084 − 074| = 10 𝑚𝑚 = 0,010 𝑚
2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,010
𝑣=√ =√ = 0,01400 𝑚/𝑠
𝜌 1000

3
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00357 𝑚2
𝑣 0,01400
2
3
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000010 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00357)2
074
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000008 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000010 + 0,000008 = 0,0000176 𝑚

➢ Aliran ke-5
• Posisi S0
|ℎ2 − ℎ1| = |165 − 145| = 20 𝑚𝑚 = 0,020 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,020


𝑣=√ =√ = 0,01980 𝑚/𝑠
𝜌 1000

3
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00421 𝑚2
𝑣 0,01980
2
3
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000020 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00421)2
145
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000015 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000020 + 0,000015 = 0,0000348 𝑚

• Posisi S1
|ℎ2 − ℎ1| = |163 − 139| = 24 𝑚𝑚 = 0,024 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,024


𝑣=√ =√ = 0,02169 𝑚/𝑠
𝜌 1000

3
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00384 𝑚2
𝑣 0,02169
2
3
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000024 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00384)2
139
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000014 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000024 + 0,000014 = 0,0000382 𝑚

• Posisi S2
|ℎ2 − ℎ1| = |160 − 136| = 24 𝑚𝑚 = 0,024 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,024


𝑣=√ =√ = 0,02169 𝑚/𝑠
𝜌 1000

3
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00384 𝑚2
𝑣 0,02169
2
3
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000024 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00384)2
136
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000014 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000024 + 0,000014 = 0,0000379 𝑚

• Posisi S3
|ℎ2 − ℎ1| = |158 − 135| = 23 𝑚𝑚 = 0,023 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,023


𝑣=√ =√ = 0,02123 𝑚/𝑠
𝜌 1000

3
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00392 𝑚2
𝑣 0,02123
2
3
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000023 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00392)2
135
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000014 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000023 + 0,000014 = 0,0000368 𝑚

• Posisi S4
|ℎ2 − ℎ1| = |150 − 130| = 20 𝑚𝑚 = 0,020 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,020


𝑣=√ =√ = 0,01980 𝑚/𝑠
𝜌 1000

3
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00421 𝑚2
𝑣 0,01980
2
3
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000020 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00421)2
130
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000013 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000020 + 0,000013 = 0,0000333 𝑚

• Posisi S5
|ℎ2 − ℎ1| = |145 − 128| = 17 𝑚𝑚 = 0,017 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,017


𝑣=√ =√ = 0,01825 𝑚/𝑠
𝜌 1000

3
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00457 𝑚2
𝑣 0,01825
2
3
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000017 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00457)2
128
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000013 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000017 + 0,000013 = 0,0000301 𝑚

• Posisi S6
|ℎ2 − ℎ1| = |139 − 125| = 14 𝑚𝑚 = 0,014 𝑚

2 × 𝑔 × |ℎ2 − ℎ1| 2 × 9,8 × 0,014


𝑣=√ =√ = 0,01657 𝑚/𝑠
𝜌 1000

3
𝑄 1000 × 60
𝑆= = = 0,00503 𝑚2
𝑣 0,01657
2
3
(𝑄)2 ( )
ℎ𝑘 = = 1000 × 60 = 0,000014 𝑚
2 × 𝑔 × (𝑆)2 2 × 9,8 × (0,00503)2
125
ℎ1 1000
ℎ𝑝 = = = 0,000013 𝑚
𝜌 × 𝑔 1000 × 9,8
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑘 + ℎ𝑝 = 0,000014 + 0,000013 = 0,0000268 𝑚
A.2.2 Perhitungan Reynold number
➢ Nre Q1
• Posisi S0
𝑆 = 0,01331
𝑣 = 0,00626

4×𝑆 4 × 0,00626
𝑑=√ =√ = 0,13018 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,00626 × 0,13018
𝑁𝑟𝑒 = = = 090662
𝜇 0,00000899
• Posisi S1
𝑆 = 0,00243
𝑣 = 0,03429

4×𝑆 4 × 0,03429
𝑑=√ =√ = 0,05562 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,03429 × 0,05562
𝑁𝑟𝑒 = = = 212181
𝜇 0,00000899
• Posisi S2
𝑆 = 0,00264
𝑣 = 0,03162

4×𝑆 4 × 0,03162
𝑑=√ =√ = 0,05793 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,03162 × 0,05793
𝑁𝑟𝑒 = = = 203733
𝜇 0,00000899
• Posisi S3
𝑆 = 0,00272
𝑣 = 0,03067

4×𝑆 4 × 0,03067
𝑑=√ =√ = 0,05882 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,03067 × 0,05882
𝑁𝑟𝑒 = = = 200668
𝜇 0,00000899
• Posisi S4
𝑆 = 0,00309
𝑣 = 0,02693
4×𝑆 4 × 0,02693
𝑑=√ =√ = 0,06277 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,02693 × 0,06277
𝑁𝑟𝑒 = = = 188027
𝜇 0,00000899
• Posisi S5
𝑆 = 0,00362
𝑣 = 0,02300

4×𝑆 4 × 0,02300
𝑑=√ =√ = 0,06791 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,02300 × 0,06791
𝑁𝑟𝑒 = = = 173784
𝜇 0,00000899
• Posisi S6
𝑆 = 0,00543
𝑣 = 0,01534

4×𝑆 4 × 0,01534
𝑑=√ =√ = 0,08318 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,01534 × 0,08318
𝑁𝑟𝑒 = = = 141894
𝜇 0,00000899

➢ Nre Q2
• Posisi S0
𝑆 = 0,2383
𝑣 = 0,0293

4×𝑆 4 × 0,2383
𝑑=√ =√ = 0,551045 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,0293 × 0,551045
𝑁𝑟𝑒 = = = 1800,038
𝜇 0,00000899
• Posisi S1
𝑆 = 0,1345
𝑣 = 0,05200

4×𝑆 4 × 0,1345
𝑑=√ =√ = 0,414076 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,05200 × 0,414076
𝑁𝑟𝑒 = = = 2395,457
𝜇 0,00000899
• Posisi S2
𝑆 = 0,144
𝑣 = 0,0484

4×𝑆 4 × 0,144
𝑑=√ =√ = 0,05769 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,0484 × 0,05769
𝑁𝑟𝑒 = = = 2313,203
𝜇 0,00000899
• Posisi S3
𝑆 = 0,1557
𝑣 = 0,04493

4×𝑆 4 × 0,1557
𝑑=√ =√ = 0,4454 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,04493 × 0,4454
𝑁𝑟𝑒 = = = 2226,526
𝜇 0,00000899
• Posisi S4
𝑆 = 0,1613
𝑣 = 0,04337

4×𝑆 4 × 0,1613
𝑑=√ =√ = 0,4534 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,04337 × 0,4534
𝑁𝑟𝑒 = = = 2187,693
𝜇 0,00000899
• Posisi S5
𝑆 = 0,225
𝑣 = 0,03099

4×𝑆 4 × 0,225
𝑑=√ =√ = 0,536415 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,03099 × 0,536415
𝑁𝑟𝑒 = = = 1849,13
𝜇 0,00000899
• Posisi S6
𝑆 = 0,4082
𝑣 = 0,01714
4×𝑆 4 × 0,4082
𝑑=√ =√ = 0,7211 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,01714 × 0,7211
𝑁𝑟𝑒 = = = 1375,439
𝜇 0,00000899

➢ Nre Q3
• Posisi S0
𝑆 = 0,01129
𝑣 = 0,00443

4×𝑆 4 × 0,00443
𝑑=√ =√ = 0,11992 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,00443 × 0,11992
𝑁𝑟𝑒 = = = 059053
𝜇 0,00000899
• Posisi S1
𝑆 = 0,00217
𝑣 = 0,02300

4×𝑆 4 × 0,02300
𝑑=√ =√ = 0,05261 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,02300 × 0,05261
𝑁𝑟𝑒 = = = 134612
𝜇 0,00000899
• Posisi S2
𝑆 = 0,00235
𝑣 = 0,02123

4×𝑆 4 × 0,02123
𝑑=√ =√ = 0,05476 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,02123 × 0,05476
𝑁𝑟𝑒 = = = 129323
𝜇 0,00000899
• Posisi S3
𝑆 = 0,00226
𝑣 = 0,02214
4×𝑆 4 × 0,02214
𝑑=√ =√ = 0,05363 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,02214 × 0,05363
𝑁𝑟𝑒 = = = 132047
𝜇 0,00000899
• Posisi S4
𝑆 = 0,00246
𝑣 = 0,02029

4×𝑆 4 × 0,02029
𝑑=√ =√ = 0,05602 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,02029 × 0,05602
𝑁𝑟𝑒 = = = 126415
𝜇 0,00000899
• Posisi S5
𝑆 = 0,00274
𝑣 = 0,01825

4×𝑆 4 × 0,01825
𝑑=√ =√ = 0,05906 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,01825 × 0,05906
𝑁𝑟𝑒 = = = 119910
𝜇 0,00000899
• Posisi S6
𝑆 = 0,00313
𝑣 = 0,01596

4×𝑆 4 × 0,01596
𝑑=√ =√ = 0,06315 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,01596 × 0,06315
𝑁𝑟𝑒 = = = 112132
𝜇 0,00000899

➢ Nre Q4
• Posisi S0
𝑆 = 0,00461
𝑣 = 0,01084
4×𝑆 4 × 0,01084
𝑑=√ =√ = 0,07662 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,01084 × 0,07662
𝑁𝑟𝑒 = = = 092423
𝜇 0,00000899
• Posisi S1
𝑆 = 0,00292
𝑣 = 0,01715

4×𝑆 4 × 0,01715
𝑑=√ =√ = 0,06093 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,01715 × 0,06093
𝑁𝑟𝑒 = = = 116216
𝜇 0,00000899
• Posisi S2
𝑆 = 0,00266
𝑣 = 0,01878

4×𝑆 4 × 0,01878
𝑑=√ =√ = 0,05822 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,01878 × 0,05822
𝑁𝑟𝑒 = = = 121636
𝜇 0,00000899
• Posisi S3
𝑆 = 0,00282
𝑣 = 0,01771

4×𝑆 4 × 0,01771
𝑑=√ =√ = 0,05996 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,01771 × 0,05996
𝑁𝑟𝑒 = = = 118107
𝜇 0,00000899
• Posisi S4
𝑆 = 0,00313
𝑣 = 0,01596

4×𝑆 4 × 0,01596
𝑑=√ =√ = 0,06315 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,01596 × 0,06315
𝑁𝑟𝑒 = = = 112132
𝜇 0,00000899
• Posisi S5
𝑆 = 0,00341
𝑣 = 0,01468

4×𝑆 4 × 0,01468
𝑑=√ =√ = 0,06585 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,01468 × 0,06585
𝑁𝑟𝑒 = = = 107546
𝜇 0,00000899
• Posisi S6
𝑆 = 0,00357
𝑣 = 0,01400

4×𝑆 4 × 0,01400
𝑑=√ =√ = 0,06743 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,01400 × 0,06743
𝑁𝑟𝑒 = = = 105013
𝜇 0,00000899
➢ Nre Q5
• Posisi S0
𝑆 = 0,00461
𝑣 = 0,01084

4×𝑆 4 × 0,01084
𝑑=√ =√ = 0,07662 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,01084 × 0,07662
𝑁𝑟𝑒 = = = 092423
𝜇 0,00000899
• Posisi S1
𝑆 = 0,00292
𝑣 = 0,01715

4×𝑆 4 × 0,01715
𝑑=√ =√ = 0,06093 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,01715 × 0,06093
𝑁𝑟𝑒 = = = 116216
𝜇 0,00000899
• Posisi S2
𝑆 = 0,00266
𝑣 = 0,01878

4×𝑆 4 × 0,01878
𝑑=√ =√ = 0,05822 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,01878 × 0,05822
𝑁𝑟𝑒 = = = 121636
𝜇 0,00000899
• Posisi S3
𝑆 = 0,00282
𝑣 = 0,01771

4×𝑆 4 × 0,01771
𝑑=√ =√ = 0,05996 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,01771 × 0,05996
𝑁𝑟𝑒 = = = 118107
𝜇 0,00000899
• Posisi S4
𝑆 = 0,00313
𝑣 = 0,01596

4×𝑆 4 × 0,01596
𝑑=√ =√ = 0,06315 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,01596 × 0,06315
𝑁𝑟𝑒 = = = 112132
𝜇 0,00000899
• Posisi S5
𝑆 = 0,00341
𝑣 = 0,01468

4×𝑆 4 × 0,01468
𝑑=√ =√ = 0,06585 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,01468 × 0,06585
𝑁𝑟𝑒 = = = 107546
𝜇 0,00000899
• Posisi S6
𝑆 = 0,00357
𝑣 = 0,01400

4×𝑆 4 × 0,01400
𝑑=√ =√ = 0,06743 𝑚
𝜋 𝜋
𝜌 × 𝑣 × 𝑑 1000 × 0,01400 × 0,06743
𝑁𝑟𝑒 = = = 105013
𝜇 0,00000899
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI

Gambar C.1 Pengukuran Ketinggian Air

Gambar C.2 Pengukuran Kecepatan Fluida

Anda mungkin juga menyukai