ALIRAN FLUIDA
Disusun Oleh :
Kelompok III (A4)
Fluida merupakan suatu zat yang mudah mengalir dengan partikel yang mudah
bergerak. Orifice meter adalah suatu alat pengukuran pada fluida untuk
mengetahui permukaan air sehingga besarnya tekanan dapat dihitung. Debit
aliran dapat dijadikan sebuah alat untuk memonitor dan mengevaluasi neraca air
suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumber daya air permukaan yang ada.
Pada percobaan ini terbentuknya aliran turbulen dengan nilai NRe-nya lebih dari
4000. Terbentuknya aliran turbulen akibat gerakan relatif dalam molekul fluida
yang dipengaruhi oleh viscositas fluida. Dengan demikian, untuk mendapat nilai
laju alir pada percobaan ini dilakukan dengan cara mengukur nilai orifice meter.
Orifice meter pada bukaan 40% bilangan Reynold 12.856,11 dengan debit alir
1,61×10-4 m3/s. Bukaan 50% bilangan Reynold 13.483,13 dengan debit alir
1,69×10-4 m3/s. Bukaan 60% bilangan Reynold 14.931,14 dengan debit alir
1,87×10-4 m3/s. Bukaan 70% bilangan Reynold 17.718,89 dengan debit alir
2,22×10-4 m3/s.
Kata kunci: Bilangan Reynold, Debit Aliran, Fluida, Orifice meter dan
Viskositas.
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Fluida
Fluida merupakan suatu zat yang dapat mengalir baik berupa cairan
ataupun gas. Ikatan molekul pada fluida jauh lebih kecil daripada ikatan molekul
pada padatan sehingga fluida lebih mudah mengalir dan memiliki hambatan yang
relative lebih kecil pada perubahan bentuk akibat gesekan (Hariyono, 2016).
Fluida adalah zat yang berubah bentuk secara kontinu (terus-menerus) bila
terkena tegangan geser, betapapun kecilnya tegangan geser itu. Gaya geser adalah
komponen gaya yang menyinggung permukaan, dan gaya ini yang dibagi dengan
luas permukaan tersebut adalah tegangan geser rata-rata pada permukaan itu
(Victor et al., 1988).
Aliran fluida merupakan suatu proses yang sering dijumpai di lingkungan
dan kehidupan sehari-hari, terlebih dalam bidang teknik. Proses ini memiliki
peranan penting, misalnya aliran air pada sungai, aliran air pada perpipaan rumah
tangga bahkan aliran darah pada tubuh manusia memiliki aliran fluida (Effendi J.,
2021). Dalam bidang industri, aliran fluida merupakan bagian ilmu mekanika
fluida yang berperan penting dalam merancang sistem perpipaan (Annisa D. S.,
2020).
Berdasarkan sifatnya, fluida dapat digolongkan menjadi dua macam yakni
fluida statis dan fluida dinamis. Fluida statis adalah fluida dalam keadaan diam,
sedangkan fluida dinamis adalah fluida dalam keadaan bergerak.
1. Aliran Laminar
Aliran laminar didefinisikan sebagai aliran dengan fluida yang bergerak
dalam lapisan - lapisan dengan satu lapisan meluncur secara lancar. Aliran
laminar ini mempunyai nilai bilangan Reynolds nya kurang dari 2300 (Re <
2300).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum sebagai berikut:
1. Sitem jaringan tata pipa 1 unit
2. Manometer pipa U 1 unit
3. Gelas ukur 1000 ml 1 unit
4. Stopwatch 1 unit
5. Ember 1 unit
6. Busur 1 unit
7. Gayung 1 unit
8. Penggaris 1 unit
3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum sebagai berikut:
1. Air secukupnya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1 Hasil Data Pada Percobaan dengan Orifice Meter
Tabel 4.1 Hasil Data pengamatan pada percobaan dengan Orifice Meter
Bukaan % ΔH ΔP V (m/s) Q (m3/s) NRe
4.2 Pembahasan
Aliran fluida yang melingkupi sebuah benda akan menimbulkan tegangan
pada benda tersebut, baik tegangan normal disebabkan karena adanya tekanan dari
fluida. Proses ini memiliki peranan penting, misalnya aliran air pada sungai, aliran
air pada perpipaan rumah tangga bahkan aliran darah pada tubuh manusia
memiliki aliran fluida (Effendi J., 2021). Dalam bidang industri, aliran fluida
merupakan bagian ilmu mekanika fluida yang berperan penting dalam merancang
sistem perpipaan (Annisa D. S., 2020).
Pada pratikum aliran fluida ini dilakukan percobaan dengan bukaan valve
40%, 50%, 60% dan 70% dengan 3 kali pengulangan untuk setiap bukaan baik
untuk melihat debit aliran maupun untuk menentukan ketinggian fluida di dalam
pipa manometer U. Pengamatan dilakukan hanya pada orifice meter dikarenakan
adanya kerusakan pada venturi meter, sehingga praktikan tidak dapat melakukan
pengamatan aliran fluida pada venturi meter.
Hukum Bernoulli menyatakan bahwa semakin panjang suatu penampang
pipa, maka tekanan fluida akan berkurang. Gaya geser adalah komponen gaya
yang menyinggung permukaan, dan gaya ini yang dibagi dengan luas permukaan
tersebut adalah tegangan geser rata-rata pada permukaan itu (Victor et al., 1988).
4.2.1 Hubungan antara Laju Alir Orifice Meter dengan Bilangan Reynold
Berikut grafik hubungan antara laju alir orifice meter dengan bilangan
Reynold dapat dilihat sebagai berikut.
20000
18000 17718.89
16000 f(x) = 79596915.3286627 x
14931.14
R² = 0.999999995785038
14000
13483.13
12000
12856.11
10000
NRe
8000
6000
4000
2000
0
0.00014 0.00016 0.00018 0.0002 0.00022 0.00024
Q (m3/s)
Gambar 4.1 Grafik Hubungan antara Laju Alir dengan Bilangan Reynold pada
Orifice meter
Hasil pengukuran debit pada percobaan ini dilakukan dengan gelas ukur
1000 mL selama 10 detik. Setiap variasi diameter pipa diperoleh debit yang
beragam yaitu semakin kecil diameter pipa debit aliran yang dihasilkan semakin
sedikit. Hal ini dipengaruhi karena lintasan pipa yang dilalui oleh fluida, seperti
belokan pada pipa, penyempitan pada pipa (kontraksi), dan pembesaran pada pipa
(ekspansi) (Hariyono, 2016).
Pada grafik di atas dapat diketahui bahwasanya pada percobaan aliran
fluida dengan laju aliran 0,0001615 m/s2 didapatkan bilangan Reynolds nya
sebesar 12.856,11. Kemudian pada saat laju aliran 0,0001694 m/s 2 didapatkan
bilangan Reynolds nya sebesar 13.483,13. Pada saat laju aliran 0,0001876 m/s 2
didapatkan bilangan Reynolds nya sebesar 14.931,14. Selanjutnya pada saat laju
aliran 0,0002226 m/s2 didapatkan bilangan Reynolds nya sebesar 17.718,89.
Berdasarkan teori, semakin besar laju aliran fluida maka akan semakin
besar pula bilangan Reynold yang akan diperoleh. Hal ini dikarenakan semakin
besar laju alir maka aliran partikelnya akan semakin acak dan tidak stabil,
sehingga semakin besar laju alir maka akan semakin besar pula bilangan Reynold.
Berdasarkan hasil perhitungan, bilangan Reynold yang diperoleh nilanya lebih
dari 2100 hal ini menunjukkan bahwa aliran pada pipa merupakan aliran turbulen
(McCabe, 1994).
4.2.2 Hubungan antara Bukaan dengan Laju Alir Orifice Meter (Q)
Berikut grafik hubungan antara bukaan Orifice meter dengan laju alir
dapat dilihat sebagai berikut:
0.00025
f(x) = 3.30555555555556E-06 x 0.000222
0.0002 R² = 0.992369545456366 0.000187
0.000161 0.000169
Q(m3/s)
0.00015
0.0001
0.00005
0
35 40 45 50 55 60 65 70 75
Bukaan(%)
Gambar 4.2 Grafik Hubungan antara Bukaan dengan Laju Alir orifice meter
Pada percobaan kedua dilakukan pengamatan untuk mengetahui hubungan
laju alir dengan bukaan valve. Pada percobaan kedua dilakukan pengamatan untuk
mengetahui hubungan laju alir dengan bukaan valve. Pada percobaan aliran fluida
dengan bukaan 40% didapatkan laju alir sebesar 0,0001615 m 3/s. Kemudian pada
bukaan 50% didapatkan laju alir sebesar 0,0001694 m3/s. Pada bukaan 60%
didapatkan laju alir sebesar 0,0001876 m 3/s. Selanjutnya pada bukaan 70%
dapatkan laju alir sebesar 0,0002226 m3/s.
Berdasarkan teori, semakin besar bukaan valve pada pipa maka akan
semakin besar laju alir fluida yang diperoleh. Dimana besar bukaan berbanding
lurus dengan laju alirnya. Dimana suatu massa fluida yang mengalir dapat
menjadi gabungan aliran apabila alirannya bergerak lurus dan merupakan fasa zat
yang sama. Laju alir yang diperoleh juga berpengaruh terhadap bilangan Reynold
dari fluida (Eswanto & Dian S., 2017).
4.2.3 Hubungan antara Laju Alir Wout V3 dengan Laju Alir Orifice Meter
Berikut grafik hubungan antara laju alir Wout V3 dengan laju alir orifice
meter dapat dilihat sebagai berikut.
0.0006
f(x) = 2.69096600685492 0.00057
0.00053 x
0.0005 R² =0.00048
0.997756833108526
0.00042
Wout V3 (m3/s)
0.0004
0.0003
0.0002
0.0001
0
0.00014 0.00016 0.00018 0.0002 0.00022 0.00024
Q(m3/s)
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Laju Alir Wout V3 dengan Laju Alir
Orifice Meter
Berdasarkan teori, semakin besar laju alir Wout V3 maka semakin besar
pula laju alir pada orifice meter. Dimana besar laju alir Wout V3 berbanding lurus
dengan laju alir pada venturi meter. Perbedaan tekanan aliran fluida satu-fase
antara sisi masuk, sisi tenggorokan dan sisi keluar venturi adalah pada sisi masuk
venturi distribusi tekanannya lebih besar dibandingkan pada sisi tenggorokan,
begitu juga pada sisi keluar lebih besar dari sisi tenggorokan (Badrawada dan
Muhajir, 2005).
Pada umumnya orang mengacu pada prinsip selang air, mereka
berpendapat bahwa bila ujung selang ditekan dengan jari, biasanya akan terasa
aliran air lebih kencang saat keluar dari selang dan dapat menyembur lebih jauh.
Sehingga dengan daya dorong aliran yang sama hanya besaranya saja yang
berbeda. Perbedaan itu disebabkan karena penyempitan luas penampang akan
membantu perubahan pola aliran yang ditimbulkan (Fiqri dkk., 2021). Semakin
kecil luas penampangnya maka pola aliran akan semakin acak atau turbulen
(Efendi J., 2021).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Hasil laju alir yang diperoleh pada bukaan 40% dengan nilai laju alirnya
0,5700 m/s dan NRe 12.856,11 sedangkan pada bukaan 70% laju alirnya
0,785 m/s dengan NRe 17.718,89.
2. Semakin besar bukaan maka semakin besar nilai laju yang dihasilkan.
3. Semakin besar laju alir maka akan semakin besar bilangan Reynoldnya.
4. Semakin kecil luas penampang pipa maka semakin besar tekanan fluida
dan begitu sebaliknya.
5. Perbedaan tekanan pada titik sebelum dan sesudah orifice meter tidak
menunjukkan selisih yang begitu jauh, dengan kata lain perbedaan
tekanan hanya sedikit.
6. Semakin besar bukaan yang diberikan maka semakin besar volume air
yang mengalir.
5.2 Saran
Saran untuk percobaan aliran fluida ini adalah agar praktikan lebih teliti
dalam menggunakan manometer pipa U untuk menghitung ketinggian dari fluida
karena ketinggian yang diperoleh akan berpengaruh terhadap nilai laju alir serta
bilangan Reynold yang akan diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA
Cristie J Beankoplis. 1995. Transport Process and Unit Operation. New York :
Third edition.Inc.
Efendi, Joko S. 2021. Pengaruh Viskositas Bahan Bakar Terhadap Karakteristik
Aliran Fluida pada Pompa Sentrifugal. Artikel Teknik Mesin dan
Manufaktur, ARMATUR Vol.2. No. 1. 27-32.
Eswanto, Dian Syahputra. 2017. Analisa Distribusi Kapasitas Aliran Fluida di
Daerah Percabangan Pada Sistem Perpipaan. Jurnal Teknologi Terapan.
Vol. 3. No. 1: 7-11.
Fiqri Agung Wicaksono, Subekti S., Kusuma I. 2021. Analisis Pengaruh
Penyumbatan Aliran Fluida Pada Pipa dengan Metode Fast Fiurier
Transform. Jurnal Dinamika Volasional Teknik Mesin. Vol. 6. No. 11: 77-
83.
Hariyono. 2016. Study Eksperimental Perilaku Aliran Fluida pada Sambungan
Belokan Pipa. Universitas PGRI Banyuwangi. V-Max, Volume 1. Nomer
1: 12-17.
McCabe, Warren L. 1994. Operasi Teknik Kimia. Jilid 1 Edisi ke-4. Erlangga :
Jakarta.
Olson, RM. 1990. Dasar-Dasar Mekanika Fluida Teknik. Edisi Kelima. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Stiaban, Pantur, Ph.D. 1997. Fisika, edisi ke-3, jilid 1. Erlangga: Bandung.
Streeter Victor L. Wylie, E Benjamin. Poriyono, Arko. 1988. Mekanika Fluida
(edisi kedelapan). Jilid I. Jakarta. Erlangga.
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN
0,87
=
√ 1-(
0,019 4
0,035
) √ 2(195,26)
996,2009
m
= 0,5700
s
( )
2
D
Q =V π
4
= 0,5700(3,14 )
2
(0,019 )
4
3
m
= 0,0001615
s
ρDV
Nre =
μ
(996,2009)(0,019)(0,5700)
=
0,0008392
= 12.856,11
b. Bukaan 50%
h1 = 6,2 cm = 0,062 m
h2 = 4 cm = 0,04 m
Δh = h1 – h2
= 0,062 – 0,04
= 0,022 m
P1 = h1ρg
= (0,062 m)(996,2009 kg/ms2)(9,8 m/s2)
= 605,29 kg/ms2
P2 = h2ρg
= (0,04 m)(996,2009 kg/ms2)(9,8 m/s2)
= 390,51 kg/ms2
ΔP = P1 – P2
= 605,29 – 390,51
= 214,78 kg/ms2
C0
V =
√ 1-(
D0 4
D1
) √ 2( P1 - P2)
ρ
0,87
=
√ 1-(
0,019 4
0,035
) √ 2(214,78)
996,2009
m
= 0,5978
s
( )
2
D
Q =V π
4
= 0,5978 (3,14 )
2
(0,019 )
4
3
m
= 0,0001694
s
ρDV
Nre =
μ
(996,2009)(0,019)(0,5978)
=
0,0008392
= 13.483,13
c. Bukaan 60%
h1 = 5,8 cm = 0,058 m
h2 = 3 cm = 0,03 m
Δh = h1 – h2
= 0,058 – 0,03
= 0,028 m
P1 = h1ρg
= (0,058)(996,2009 kg/ms2)(9,8 m/s2)
= 556,24 kg/ms2
P2 = h2ρg
= (0,03)(996,2009 kg/m3)(9,8 m/s2)
= 292,88 kg/ms2
ΔP = P1 – P2
= 556,24 – 292,88
= 263,36 kg/ms2
C0
V =
√ 1-(
D0 4
DI
) √ 2( P1 - P2 )
ρ
0,87
=
√ 1-(
0,019 4
0,035
) √ 2(263,36)
996,2009
m
= 0,6620
s
( )
2
D
Q =V π
4
( )
2
(0,019 )
= 0,6620 3,14
4
3
m
= 0,0001876
s
ρDV
Nre =
μ
(996,2009)(0,019)(0,6620)
=
0,0008392
= 14.931,14
d. Bukaan 70%
h1 = 6,8 cm = 0,068 m
h2 = 3 cm = 0,03 cm
Δh = h1 – h2
= 0,068 – 0,03
P1 = h1g
= (0,068 m)(996,2009 kg/m3)(9,8 m/s2)
= 663,86 kg/ms2
P2 = h2g
= (0,03 m)(996,2009 kg/m3)(9,8 m/s2)
= 292,88 kg/ms2
ΔP = P1 – P2
= 663,86 kg/ms2 – 292,88 kg/ms2
= 370,98 kg/ms2
V
=
C0
√ 1-(
D0 4
D1
)
√ 2( P 1 - P2 )
ρ
0,87
=
√ 1-(
0,019 4
0,035
) √ 2(370,98)
996,2009
m
= 0,7856
s
( )
2
D
Q =V π
4
= 0,7856 (3,14 )
2
(0,019 )
4
3
m
= 0,0002226
s
ρDV
Nre =
μ
(996,2009)(0,019)(0,7856)
=
0,0008392
= 17.718,89
LAMPIRAN C
GAMBAR ALAT