Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fluida
Fluida adalah suatu zat yang dapat mengalir. Fluida juda dapat didefinisikan
sebagai zat yang tersusun atas molekul-molekul dengan jarak pisah yang cukup
besar untuk gas dan jarak pisah yang sangat kecil untuk cair. Molekul-molekul
tersebut tidak dapat terikat pada suatu sisi, melainkan zat-zat tersebut saling
bergerak bebas terhadap satu dengan yang lainnya. Istilah fluida mencakup zat cair
dan gas karena zat cair seperti air atau zat gas seperti udara dapat mengalir. Air,
minyak pelumas, dan susu merupakan contoh zat cair. Semua zat cair itu dapat
dikelompokan ke dalam fluida karena sifatnya yang dapat mengalir dari satu tempat
ke tempat yang lain. Selain zat cair, zat gas juga termasuk fluida. Zat gas juga dapat
mengalir dari satu tempat ke tempat lain. Fluida merupakan salah satu aspek yang
penting dalam kehidupan sehari-hari. Setiap hari pesawat udara terbang melaluinya
dan kapal laut mengapung di atasnya. Demikian juga kapal selam dapat mengapung
atau melayang di dalamnya. Air yang diminum dan udara yang dihirup juga
bersirkulasi di dalam tubuh setiap saat meskipun sering tidak disadari (K.Abidin &
S.Wagiani, 2013).
Fluida dibagi menjadi dua bagian yakni fluida statis (fluida diam) dan fluida
dinamis (fluida bergerak). Fluida statis ditinjau ketika fluida yang sedang diam atau
berada dalam keadaan setimbang. Fluida dinamis ditinjau ketika fluida sedang
dalam keadaan bergerak (K.Abidin & S.Wagiani, 2013).

2.1.1 Fluida Statis


Fluida statis adalah fluida dalam keadaan diam atau fluida bergerak yang
tidak terjadi atau diasumsikan tidak terjadi perbedaan kecepatan relatif antara
lapisan-lapisan geser dalam fluida tersebut. Pada fluida statis, nilai tekanan sama
dalam semua arah. Suatu elemen fluida yang terendam dalam fluida diam akan
mendapat gaya yang konstan, yang bekerja pada sisi-sisinya (K.Abidin & S.Wagiani,
2013).
Fluida diam adalah Zat alir yang tidak dalam kondisi bergerak. Contohnya air
dalam gelas dan air dalam bak mandi. Cabang ilmu fisikan yang mempelajari fluida
diam disebut Hidrostatistika, sedangkan yang mempelajari fluida bergerak disebut
sebagai Hidrodinamika. Hidrodinamika yang khusus mempelajari aliran gas dan
udara dinamakan Aerodinamika. Massa jenis atau kerapatan suatu zat didefinisikan
sebagai perbandingan massasss dengan volume zat tersebut
Mempelajari fluida statis berfungsi untuk menjelaskan berbagai fenomena
yang ada, seperti perubahan besar tekanan atmosfer terhadap pengukuran
permukaan laut. Fluida diam adalah zat alir yang tidak dalam kondisi
bergerak.Contohnya air dalam gelas dan air dalam bak mandi. Cabang ilmu fisikan
yang mempelajari fluida diam disebut Hidrostatistika, sedangkan yang mempelajari
fluida bergerak disebut sebagai Hidrodinamika (Triatmodjo 1993).

2.1.2 Fluida Dinamis


Fluida dinamis adalah fluida (bisa berupa zat cair, gas) yang bergerak.Untuk
memudahkan dalam mempelajari, fluida disini dianggap steady dengan memenuhi
atau tidak memenuhi persyaratan sifat sifat fluida (mempunyai kecepatan yang
konstan terhadap waktu), tak termampatkan (tidak mengalami perubahan volume),
tidak kental, tidak turbulen (tidak mengalami putaran putaran). Fluida mempunyai
karakter yang khas, misalnya Udara dan air juga mempunyai karakter berbeda.
Udara dapat ditekan sehingga menempati volume yang lebih kecil, tetapi air tidak
dapat diperlakukan serupa. Minyak pelumas dan air mempunyai kekentalan yang
berbeda. Oleh karena itu, fluida mempunyai beberapa sifat sebagai berikut.
Sifat pertama adalah kemampuan (compressibility), yaitu kemampuan fluida
untuk mengalami perubahan volume ketika ditekan (dimampatkan). Hampir semua
zat cair tidak dapat dimampatkan (incompressible). Gas pun dalam kondisi tertentu
dapat dianggap tidak termampatkan, misalnya saja dengan mengatur alirannya
sedemikian rupa sehingga perubahan tekanan pada setiap titiknya tidak terlalu
besar.
Sifat kedua adalah sifat yang berkaitan dengan kecepatan aliran. Jika
kecepatan pada setiap titiknya tidak mengalami perubahan, alirannya disebut aliran
tunak (steady flo) dan yang sebaliknya disebut aliran tak tunak (nonsteady flow).
Aliran tunak hanya mengizinkan arah arus dan kecepatan arus yang sama pada
setiap titiknya. Apabila ditemukan fluida yang tidak memenuhi keadaan tersebut,
fluida itu merupakan fluida tak tunak. Air yang mengalir dengan kecepatan rendah
merupakan contoh aliran tunak, tetapi ketika dipercepat alirannya menjadi tak tunak
(K.Abidin & S.Wagiani, 2013).

2.2 Sifat-Sifat Fluida


Semua fluida nyata (gas dan zat cair) memiliki sofat-sifat khusus yang dapat
diketahui, antara lain: rapat massa (density), kekentalan (viscosity), kemampatan
(compressibility), tegangan permukaan (surface tension), dan kapilaritas
(capillarity). Beberapa sifat fluida pada kenyataannya merupakan kombinasi dari
sifat-sifat fluida lainnya. Sebagai contoh kekentalan kinematik melibatkan
kekentalan dinamik dan rapat massa (Robert, L.Mart, 1994).
2.2.1 Kerapatan (density)
Kerapatan (density) adalah merupakan jumlah atau kuantitas dari suatu zat.
Nilai kerapatan (density) dapat dipengaruhi oleh temperatur, semakin tinggi
temperatur maka kerapatan suatu fluida semakin berkurang karena disebabkan gaya
kohesi dari molekul-molekul fluida semakin berkurang. Kerapatan (density) dapat
dinyatakan dalam tiga bentuk:
1. Massa Density (ρ)
Satuan dalam SI adalah kg/𝑚3 . Massa density adalah ukuran untuk
konsentrasi zat tersebut. Sifat ini ditentukan dengan cara menghitung ratio massa
zat yang terkandung dalam suatu bagian tertentu terhadap volume bagian tersebut.
Hubungannya dapat dinyatakan sebagai berikut:
m
ρ=
V . . . . . . . . . . . . . . . . . . Pers (2.1)
Keterangan :
m = Massa (kg)
V = Volume (m3)
ρ = Densitas massa (kg/m3)
2. Berat Spesifik / Berat Jenis (Specific Weight)
Berat spesifik / berat jenis (specific weight) dengan simbol γ adalah massa
jenis dari suatu zat yang dipengaruhi gaya tarik bumi atau gravitasi., satuan dalam
SI adalah N/𝑚3 .
3. Spesifik Gravity (s.g)
Spesifik gravity adalah perbandingan antara kerapatan suatu zat dengan
kerapatan air. Spesifik gravity tidak mempunyai satuan.

𝜌
𝑠. 𝑔 = . . . . . . . . . . . . . . Pers (2.2)
𝜌𝑤
Keterangan :
s.g = spesifik grafity
ρ = kerapatan suatu zat (kg/𝑚3 )
ρw = kerapatan air (kg/𝑚3 )

2.2.2 Laju Aliran Massa


Laju aliran massa fluida yang mengalir dapat diketahui dengan persamaan
dibawah ini:
. m=𝜌xVxA . . . . . . . . . . . . . . Pers (2.3)
atau
𝑉𝑋𝐴
m=
𝑉 . . . . . . . . . . . . . . Pers (2.4)

Keterangan:
M = laju aliran massa (kg/s)
v = kecepatan aliran fluida (m/s)
V = volume jenis (𝑚3 /kg)

2.2.3 Kekentalan (viscosity)


Kekentalan adalah sifat dari zat cair untuk melawan tegangan geser (τ) pada
waktu bergerak atau mengalir. Kekentalan disebabkan adanya kohesi antara
partikel zat cair sehingga menyebabkan adanya tegangan geser antara
molekulmolekul yang bergerak. Zat cair ideal tidak memiliki kekentalan.
Kekentalan zat cair dapat dibedakan menjadi dua yaitu kekentalan dinamik (µ) atau
kekentalan absolute dan kekentalan kinematis (ν). Dalam beberapa masalah
mengenai gerak zat cair, kekentalan dinamik dihubungkan dengan kekentalan
kinematik sebagai berikut (Lumbantoruan & Erislah Yulianti. 2016).

µ
v= . . . . . . . . . . . . . . . Pers (2.5)
𝜌
atau
2 𝑟2 𝑔
𝜂= (𝜌, − 𝜌)
9 𝑣 . . . . . . . . . Pers (2.6)
Dimana :
𝜂 = Koefisien viskositas (Ns/𝑚2 )
r = Jari-jari bola (m)
v = Kecepatan maksimum bola (𝑚 /s)
𝜌, = Massa jenis bola (kg/𝑚3 )
𝜌 = Massa jenis fluida (kg/𝑚3 )

2.2.4 Kemampatan (compressibility)


Kemampatan adalah perubahan volume karena adanya perubahan
(penambahan) tekanan, yang ditunjukan oleh perbandingan antara perubahan
tekanan dan perubahan volume terhadap volume awal. Perbandingan tersebut
dikenal dengan modulus elastisitas (k)

dp
K=-
dv
( v )
. . . . . . . . . . . . Pers (2.7)
Keterangan :
K = Modulus Elastisitas
v = Kecepatan (m)
Nilai k untuk zat air sangat besar yaitu 2,1 x 109 N/m, sehingga perubahan
volume karena perubahan tekanan akan sangat kecil dan dapat diabaikan, sehingga
zat cair merupakan fluida yang tidak dapat termampatkan (incompressible).

2.2.5 Tegangan Permukaan (surface tension)


Molekul-molekul pada zat cair akan saling tarik menarik secara seimbang
diantara sesamanya dengan gaya berbanding lurus dengan massa (m) dan
berbanding terbalik dengan kuadrat jarak (r) antara pusat massa.

𝑚1 . 𝑚2
F=
𝑟2 . . . . . . . . . . . . . Pers (2.8)

Keterangan :
F = Gaya tarik menarik
m1, m2 = Massa molekul 1 dan 2
r = Jarak antar pusat massa molekul

Jika zat cair bersentuhan dengan udara atau zat lainnya, maka gaya tarik
menarik antara molekul tidak seimbang lagi dan menyebabkan molekul-molekul
pada permukaan zat cair melakukan kerja untuk tetap membentuk permukaan zat
cair. Kerja yang dilakukan oleh molekul-molekul pada permukaan zat cair tersebut
dinamakan tegangan permukaan (σ ). Tegangan permukaan hanya bekerja pada
bidang permukaan dan besarnya sama di semua titik (Lumbantoruan & Erislah
Yulianti. 2016).

2.2.5 Kapilaritas (capillarity)


Kapilaritas terjadi akibat adanya gaya kohesi dan adesi antar molekul, jika
kohesi lebih kecil dari pada adesi maka zat air akan naik dan sebaliknya jika lebih
besar maka zat cair akan turun. Kenaikan atau penurunan zat cair di dalam suatu
tabung dapat dihitung dengan menyamakan gaya angkat yang dibentuk oleh
tegangan permukaan dengan gaya berat.
2𝜎𝑐𝑜𝑠𝜃
h=
𝛾𝑟 . . . . . . . . . . . . . . . Pers (2.9)

Keterangan :
h = Kenaikan atau penurunan zat cair
σ = Tegangan permukaan
γ = Berat jenis zat cair
θ = Akan sama dengan 0º untuk air dan 140º untuk air raksa
r = Jari-jari tabung

2.3 Debit
Debit air merupakan ukuran banyaknya volume air yang dapat mengalir atau
dapat ditampung dalam suatu tempat tiap satuan waktu. Satuan debit dinyatakan
dalam satuan meter kubik per detik (m3/s). Debit aliran juga dapat dinyatakan
dalam persamaan Q= A × v, dimana A adalah luas penampang (m2) dan v adalah
kecepatan aliran (m/s). Lebih jelasnya untuk mengetahui besarnya debit air, dapat
dirumuskan sebagai berikut:

𝑉
Q= . . . . . . . . . . . . . . . Pers (2.10)
𝑡

Atau

Q = A.V
. . . . . . . . . . . . . . . Pers (2.11)
Keterangan :
Q = Debit air (m3/s atau l/s)
V = Volume air (m3 atau liter)
t = Waktu (s)
A = Luas penampang (m2)
v = Kecepatan fluida (m/s)
2.4 Jenis-Jenis Aliran
Pada tahun 1884 Osborne Reynolds melakukan percobaan untuk
menunjukkan sifat-sifat aliran laminar dan turbulen. Berdasarkan pada percobaan
aliran di dalam pipa, Reynolds menetapkan bahwa untuk bilangan Reynolds
dibawah 500, aliran pada kondisi tersebut adalah laminar. Aliran akan turbulen
apabila bilangan Reynolds lebih besar 1000. Pada umumnya tipe aliran melalui
saluran terbuka adalah turbulen, karena kecepatan aliran dan kekasaran dinding
relatif besar. Angka Reynolds mempunyai bentuk berikut ini :
𝑉𝐷
Re =
𝑣 . . . . . . . . . . . . . . . Pers (2.12)
Dimana :
Re = Bilangan Reynolds
V = Kecepatan Aliran (m/s)
D = Panjang Karakteristik (m)
v = Viskositas (𝑚2 /s)

Pemakaian mekanika kepada medium kontinyu, baik benda padat maupun


fluida adalah didasari pada hukum gerak newton yang digabungkan dengan hukum
gaya yang sesuai, hal ini menunjukkan bahwa di seluruh aliran air dan debit
alirannya tetap atau kecepatan alirannya tidak berubah menurut waktu dan
hubungannya dengan bilangan reynolds maka aliran dapat di klasifikasikan menjadi
3 jenis aliran antara lain:
2.4.1 Aliran Laminer (Re <2300)

Gambar 2.1 Aliran Laminer


(Sumber: Kurniawan Teguh Waskita)
Adalah aliran fluida yang ditunjukkan dengan gerak partikel-partikel
fluidanya sejajar dengan garis-garis arusnya. Dalam aliran laminer, partikel-partikel
fluida seolah-olah bergerak sepanjang lintasan-lintasan yang halus dan lancar,
dengan satu lapisan meluncur satu arah pada lapisan yang bersebelahan.Sifat
kekentalan zat cair berperan penting dalam pembentukan aliran laminer. Aliran
laminer bersifat steady maksudnya alirannya tetap. (Simajuntak, dkk, 2017).

2.4.2 Aliran Transisi (2300<Re>4000)

Gambar 2.2 Aliran Transisi


(Sumber: Kurniawan Teguh Waskita)

Aliran Transisi adalah dimana kondisi partikel fluida berada pada peralihan
dari kondisi seragam menuju kondisi acak, pada kondisi nyatanya kondisi seperti
ini sangat sulit terjadi (Simajuntak, dkk, 2017).

2.4.3 Aliran Turbulen (Re > 4000)

Gambar 2.3 Aliran Turbulen


(Sumber: Kurniawan Teguh Waskita)
Kecepatan aliran yang relatif besar akan menghasilkan aliran yang tidak
laminer melainkan kompleks, lintasan gerak partikel saling tidak teratur antara satu
dengan yang lain.Sehingga didapatkan ciri dari aliran turbulen yaitu tidak adanya
keteraturan dalam lintasan fluidanya, aliran banyak bercampur, kecepatan fluida
tinggi, panjang skala aliran besar dan viskositasnya rendah (Simajuntak, dkk, 2017).

2.5 Bilangan Reynolds


Bilangan Reynolds merupakan bilangan tak berdimensi yang dapat
membedakan suatu aliran itu dinamakan laminar, transisi atau turbulen. Dan dapat
dihitung besarnya bilangan Reynold dengan menggunakan

v. D. ρ
Re= . . . . . . . . . . . . Pers (2.13)
μ

Keterangan :
Re = Bilangan Reynolds
V = Kecepatan aliran fluida (m/s)
D = Diameter dalam pipa (m)
ρ = Massa jenis (kg/m3 )
µ = Viskositas dinamis (N.s/m3 )

Pada fluida air, suatu aliran diklasifikasikan laminar apabila aliran tersebut
mempunyai bilangan Reynolds (Re) kurang dari 2300. Untuk aliran transisi berada
pada bilangan 2300 < Re < 4000, disebut juga sebagai bilangan Reynolds kritis.
Sedangkan untuk aliran turbulen mempunyai bilangan Reynolds lebih dari
4000, (Waspodo, 2017).

2.6 Sifat Umum Aliran


Beberapa tahun yang lalu, Osborne Reynolds telah melakukan beberapa
percobaan untuk menentukan kriteria aliran laminar dan turbulen. Reynolds
menemukan bahwa aliran selalu menjadi laminar, jika kecepatan alirannya
diturunkan sedemikian rupa sehingga bilangan Reynolds lebih kecil dari 2300 (Re
< 2300). Begitu pula dikatakan alirannya turbulen, pada saat bilangan Reynolds
lebih besar dari 4000 (Re > 4000). Dan jika bilangan Reynolds berada diantara 2300
dan 4000 (2300 < Re < 4000) maka aliran tersebut adalah aliran yang berada pada
daerah transisi.
Aliran fluida dikatakan laminar, jika lapisan fluida bergerak dengan
kecepatan yang sama dan dengan lintasan partikel yang tidak memotong atau
menyilang atau dapat dikatakan bahwa alirannya berlapis-lapis. Sedangkan aliran
turbulen di tandai dengan adanya ketidak beraturan atau fluktuasi di dalam aliran
fluida (bergejolak). Karena aliran fluida pada aliran laminar bergerak dalam
lintasan yang sama/tetap maka aliran laminar dapat diamati. Pada aliran turbulen
partikel fluida tidak membuat frekuensi tertentu dan tidak memperlihatkan pola
gerakan yang dapat diamati. Aliran turbulen hampir dapat dijumpai pada setiap
praktek hidrolika dan diantara laminar dengan turbulen terdapat daerah yang
dikenal dengan daerah transisi (Air-pw-ea 2015)
2.6.1 Aliran Laminar dan Aliran Turbulen
Aliran fluida di dalam sebuah pipa mungkin merupakan aliran laminar atau
aliran turbulen. Osborne Reynolds (1842-1912), seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.3. Aliran laminar terjadi pada partikel partikel (massa molar yang kecil)
fluida bergerak dalam lintasan-lintasan yang sangat tidak teratur, yang
mengakibatkan pertukaran momentum dari satu bagian ke bagian lainnya.
Turbulensi membangkitkan tegangan geser yang lebih besar di seluruh fluida dan
mengakibatkan lebih banyak ketakmampubalikan (irreversibilitas) atau kerugian.
Kecenderungan ke arah ketidakstabilan dan turbulensi diredam habis oleh gaya-
gaya viskos yang memberikan tahanan terhadap gerakan relatif lapisanlapisan
fluida yang bersebelahan. Aliran laminar mengikuti hukum Newton tentang
tegangan viskositas, yang menghubungkan tegangan geser dengan laju perubahan
bentuk sudut. (Simajuntak, dkk, 2017).
Gambar 2.4 (a) Eksperimen untuk mengillustrasikan jenis aliran
(b) Guratan zat pewarna yang khas.
(Sumber: Munson,et al., 2002)

Aliran laminar tidak stabil dalam situasi yang menyangkut gabungan


viskositas yang rendah, kecepatan yang tinggi, atau laluan aliran yang besar, serta
berubah menjadi aliran turbulen. Sifat pokok aliran, yaitu laminar atau turbulen
serta posisi relatifnya pada skala yang menunjukkan pentingnya secara relatif
kecenderungan turbulen terhadap kecenderungan laminar ditunjukkan oleh
bilangan Reynolds (Jacob, 2001).
Dalam aliran turbulen, partikel-partikel fluida bergerak dalam
lintasanlintasan yang sangat tidak teratur, dengan mengakibatkan pertukaran
momentum dari satu bagian fluida ke bagian lainnya. Aliran turbulen dapat berskala
kecil yang terdiri dari sejumlah besar pusaran-pusaran kecil yang cepat mengubah
energi mekanik menjadi ketidakmampubalikan melalui kerja viskos, atau dapat
berskala besar seperti vorteks-vorteks dan pusaran-pusaran yang besar di sungai
atau hempasan udara. Pada umumnya, intensitas turbulensi meningkat dengan
meningkatnya bilangan Reynolds (Jacob, 2001).

2.6.2 Transisi dari Aliran Laminar menuju Aliran Turbulen


Aliran fluida di dalam sebuah pipa mungkin merupakan aliran laminar atau
aliran turbulen. Osborne Reynolds (1842-1912). Aliran diklasifikasikan menjadi
aliran laminar atau turbulen. Akan tetapi, di antara dua aliran tersebut terdapat yang
namanya aliran transisi yang dimana, Aliran Transisi adalah dimana kondisi
partikel fluida berada pada peralihan dari kondisi seragam menuju kondisi acak,
pada kondisi nyatanya kondisi seperti ini sangat sulit terjadi Parameter bilangan
Reynolds atau bilangan Mach tergantung pada situasi aliran spesifik. Misalnya,
aliran di dalam sebuah pipa dan aliran sepanjang pelat datar dapat laminar atau
turbulen, tergantung pada nilai bilangan Reynolds yang terlibat. Untuk aliran
laminar bilangan Reynolds harus kurang dari kira-kira 2100 sedangkan untuk aliran
turbulen yaitu lebih besar dari kira-kira 4000. Aliran sepanjang pelat datar transisi
antara laminar dan turbulen terjadi pada bilangan Reynolds kira-kira 500.000, di
mana suku panjang dalam bilangan Reynolds adalah jarak yang diukur dari ujung
muka (leading edge) pelat tersebut (Jacob, 2001).

Gambar 2.5 Transisi dari aliran laminar menjadi turbulen di dalam sebuah pipa.
(Sumber: Munson,et al., 2002)

Aliran sepanjang pipa mula-mula terisi fluida dalam keadaan diam, ketika
katup dibuka untuk memulai aliran dengan kecepatan aliran diasumsikan bahwa
proses transien ini cukup lambat sehingga efek tak tunak dapat diabaikan (aliran
kuasitunak). Selama periode awal, bilangan Reynolds cukup kecil untuk terjadinya
aliran laminar. Setelah beberapa saat, bilangan Reynolds mencapai 2100 dan aliran
memulai transisi-nya menuju kondisi turbulen. Letupan terputus-putus turbulensi
(burst of turbulence) muncul. Dengan meningkatnya bilangan Reynolds seluruh
aliran menjadi turbulen. Aliran tetap turbulen selama bilangan Reynolds melampaui
kira-kira 4000 (IY.Karyono, 2008).
Dalam aliran laminar, koefisisen kerugian gesek untuk pipa (λ) dalam dapat
dinyatakan dengan :

64
λ= 𝑅 . . . . . . . . . . . . . . . Pers (2.14)
𝑒

Keterangan :
λ = koefisien kerugian gesek
𝑅𝑒 = Bilangan Reynolds

Untuk menghitung kerugian gesek dalam pipa pada aliran turbulen koefisisen
kerugian gesek untuk pipa (λ) dalam dapat dinyatakan dengan :

0,0005
λ=0,02 + . . . . . . . . . . . . . . . Pers (2.15)
𝐷

Keterangan:
λ = koefisien kerugian gesek
D = Diameter Pipa

Sifat alamiah yang tidak beraturan dan acak adalah ciri khas dari aliran
turbulen. Karakter dari banyak sifat penting aliran tersebut (penurunan tekanan,
perpindahan kalor, dan lain-lain) sangat tergantung pada keberadaan dari sifat
alamiah dari fluktuasi atau keacakan turbulen yang ditunjukkan (IY.Karyono, 2008).

2.6.3 Tekanan dan Tegangan Geser


Antara satu bagian pipa horizontal mendorong fluida mengalir melewati pipa.
Efek viskos memberikan efek gaya penghambat sehingga mengimbangi gaya tekan,
jika efek viskos tidak ada dalam aliran, tekanan akan konstan di seluruh pipa. Dalam
daerah aliran yang tidak berkembang penuh, seperti pada daerah masuk sebuah
pipa, fluida mengalami percepatan atau perlambatan selagi mengalir (profil
kecepatan berubah dari profil seragam pada bagian masuk pipa menjadi profil
berkembang penuhnya pada ujung akhir daerah masuk), pada daerah masuk
terdapat keseimbangan antara gaya-gaya tekanan, viskos dan inersia (percepatan).
Hasilnya adalah distribusi tekanan sepanjang pipa horizontal seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.5. x , lebih besar di daerah masuk daripada di daerah
p

Besarnya gradien tekanan, berkembang penuh, dimana gradien tersebut
merupakan sebuah konstanta, 0 . (IY.Karyono, 2008).

2.7 Analisis Dimensional Pipa


2.7.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aliran Dalam Pipa
Aliran fluida dalam pipa banyak dipengaruhi oleh berbagai macam faktor
yang mengakibatkan penurunan tekanan atau kerugian tekanan sepanjang aliran
pipa tersebut. Yaitu:
1. Viskositas, densitas, kecepatan aliran fluida.
2. Perubahan temperatur fluida yang mengubah viskositas dan densitas fluida.
3. Panjang, diameter dalam, pengaruh aliran turbulen, dan kekasaran permukaan
pipa.
4. Posisi dari pada supplai dan tempat masukan fluida yang dihubungkan dengan
posisi pompa.
5. Pengaruh struktur pipa misalnya dalam penambahan yang mempengaruhi
aliran.
6. Jumlah dan jenis belokan dalam sistem pemipaan.
7. Jumlah dan jenis katup dan sambungan dalam layout pipa.
8. Kondisi masukan dan keluaran aliran fluida dalam pipa.

2.6.2 Daerah Masuk dan Aliran Berkembang Penuh


Daerah aliran di dekat lokasi fluida memasuki pipa disebut sebagai daerah
masuk (entrance region) dan diilustrasikan pada Gambar 2.6. Sebagaimana
ditunjukkan pada gambar tersebut, fluida umumnya memasuki pipa dengan profil
kecepatan yang hampir seragam pada bagian (1). Saat fluida bergerak melewati
pipa, efek viskos menyebabkannya tetap menempel pada dinding pipa (kondisi
lapisan batas tanpa-slip). Hal ini berlaku baik jika fluidanya adalah udara yang
relatif inviscid ataupun minyak yang sangat viskos. Jadi, sebuah lapisan batas
(boundary layar) di mana efek viskos menjadi penting timbul di sepanjang dinding
pipa sedemikian hingga profil kecepatan awal berubah menurut jarak sepanjang
pipa (x), sampai fluida mencapai ujung akhir dari panjang daerah masuk, bagian
(2), dimana setelah di luar itu profil kecepatan tidak berubah lagi menurut x. Efek
viskos sangat penting di dalam lapisan batas. Untuk fluida di luar lapisan batas (di
dalam inti inviscid/inviscid core yang mengelilingi garis sumbu dari (1) ke (2), efek
viskos dapat diabaikan. Bentuk dari profil kecepatan di dalam pipa tergantung pada
apakah aliran laminar atau turbulen, sebagaimana pula panjang daerah masuk.
(IY.Karyono, 2008).

2.6.2 Daerah Masuk dan Aliran Berkembang Penuh


Daerah aliran di dekat lokasi fluida memasuki pipa disebut sebagai daerah
masuk (entrance region) dan diilustrasikan pada Gambar berikut. Sebagaimana
ditunjukkan pada gambar tersebut, fluida umumnya memasuki pipa dengan profil
kecepatan yang hampir seragam pada bagian (1). Saat fluida bergerak melewati
pipa, efek viskos menyebabkannya tetap menempel pada dinding pipa (kondisi
lapisan batas tanpa-slip). Hal ini berlaku baik jika fluidanya adalah udara yang
relatif inviscid ataupun minyak yang sangat viskos. Jadi sebuah lapisan batas
(boundary layar) di mana efek viskos menjadi penting timbul di sepanjang dinding
pipa sedemikian hingga profil kecepatan awal berubah menurut jarak sepanjang
pipa (x), sampai fluida mencapai ujung akhir dari panjang daerah masuk, bagian
(2), di mana setelah di luar itu profil kecepatan tidak berubah lagi menurut x.
Lapisan batas semakin tebal sehingga memenuhi pipa secara menyeluruh.
Efek viskos sangat penting di dalam lapisan batas. Untuk fluida di luar lapisan batas
(di dalam inti inviscid/inviscid core yang mengelilingi garis sumbu dari (1) ke (2),
efek viskos dapat diabaikan. Bentuk dari profil kecepatan di dalam pipa tergantung
pada apakah aliran laminar atau turbulen, sebagaimana pula panjang daerah masuk
le.
Gambar 2.6 Daerah masuk aliran sedang berkembang dan aliran berkembang
penuh pada sistem pipa
(Sumber : Munson,et al., 2002)

Seperti pada banyak sifat lainnya dari aliran pipa, panjang masuk tak
berdimensi, le/D, berkorelasi cukup baik dengan bilangan Reynolds. Panjang masuk
pada umumnya diberikan oleh hubungan:
1. le/D = 0,06Re untuk aliran laminar
2. le/D =4,4 (Re)1/6untuk aliran turbulen
Untuk aliran-aliran dengan bilangan Reynolds sangat rendah panjang masuk
dapat sangat pendek (le = 0,6D jika Re = 10), sementara untuk aliran-aliran dengan
bilangan Reynolds besar daerah masuk tersebut dapat sepanjang berkali- kali
diameter pipa sebelum ujung akhir dari daerah masuk dicapai (le= 120D untuk Re
= 2000). Untuk banyak masalah-masalah teknik praktis 104< Re < 105 sehingga
20D <le<30D.
Aliran antara (2) dan (3) disebut berkembang penuh (fully developed).
Setelah gangguan atas aliran berkembang penuh pada bagian (4), aliran secara
bertahap mulai kembali ke sifat berkembang penuh (5) dan terus dengan profil ini
sampai komponen pipa berikutnya dicapai (6) (Iwan Yudi Karyono, 2008).

2.6.3 Koefisien Gesek


Perbedaan mendasar antara laminar dan turbulen adalah bahwa tegangan
geser untuk aliran turbulen adalah fungsi dari kerapatan fluida, ρ. Untuk aliran
laminar, tegangan geser tidak tergantung pada kerapatan, sehingga hanya
viskositas, μ, yang menjadi sifat fluida yang penting. Penurunan tekanan, ∆p, untuk
aliran turbulen tunak tak mampu mampat di dalam pipa bundar horizontal
berdiameter D dapat ditulis dalam bentuk fungsional sebagai:

p = F(V, D,l, ,, )


. . . . . . . . . . . . . . . Pers (2.16)
Kerugian tekanan (ℎ𝐿 ) tergantung pada diameter pipa (d), panjang (l),
viskositas (v), kecepatan aliran (U). Analisa dimensional digunakan untuk
menentukan persamaan dari parameter-parameter diatas. Persamaan yang
dihasilkan disebut pesamaan Darcy-Weisbach:
𝑙 𝑈2
ℎ𝐿 = 𝜆
𝑑 2𝑔
. . . . . . . . . . . . . . . Pers (2.17)
Keterangan:
λ = nilai koefisien gesek.

Persamaan Darcy-Weisbach merupakan rumus dasar untuk mengukur head


loss (kerugian tekanan) yang disebabkan oleh gesekan pada pipa yang lurus,
panjang dan seragam. Berdasarkan evaluasi dari percobaan dengan berbagai pipa,
data-data tersebut digunakan untuk membuat diagram Moody.

Gambar 2.7 Faktor gesek sebagai fungsi Bilangan Reynolds dan hubungan
kekasaran pada pipa bulat. Diagram Moody
(Sumber: Fundamentals of Fluid Mechanics – Munson; Young; Okiishi)
Untuk Re < 2300, aliran pada pipa akan laminar dan λ hanya merupakan
fungsi dari Re yaitu:

64 . . . . . . . . . . . . . . . Pers (2.18)
=
𝑅𝑒

Pada Re > 4000 aliran menjadi turbulen dan nilai λ merupakan fungsi dari
Re dan kekasaran relatif (e/D). Blasius, yang untuk pertama kali mengkolerasikan
eksperimen-eksperimen pipa licin dalam aliran turbulen, menyajikan hasil-hasil
dengan suatu rumus empirik yang berlaku sampai kurang lebih Re = 100000.
Rumus Blasius tersebut adalah:
0,3164
=
𝑅𝑒 1/4
. . . . . . . . . . . . . . . Pers (2.19)

Pada nilai Re yang sangat tinggi, λ hanya tergantung pada e/D dengan
asumsi daerah tersebut sudah seluruhnya turbulen, daerah ini merupakan daerah
dimana pada diagram Moody garis untuk e/D yang berbeda menjadi horizontal.
Distribusi aliran laminer atau turbulen sangat dipengaruhi dari bilangan Reynold,
viskositas, gradien tekanan dan kekasaran permukaan. Sedangkan untuk
menentukan tebal lapisan batas dipengaruhi oleh panjang pipa, viskositas,
kecepatan aliran dan kekasaran permukaan.

2.6.4 Persamaan-persamaan Gerak untuk Fluida Viskos


Sebuah partikel fluida yang tidak menerima dua buah gaya, yaitu body force
dan gaya tekanan (pressure force) pada permukaannya. Partikel fluida pada fluida
viskos yang bergerak mendapat gaya permukaan tambahan, yaitu gaya-gaya
tangensial atau gaya-gaya geseran dan gaya-gaya normal. Dengan mensubstitusi
persamaan untuk percepatan, tegangan geser, dan tegangan normal akan
menghasilkan persamaan gerak lengkap untuk fluida viskos yang bergerak.
Persamaan ini disebut persamaan Navier-Stokes.
Pemecahan persamaan-persamaan Navier-Stokes tidak linear secara eksak
baru tersedia untuk beberapa kasus saja. Ini terutama untuk aliran-aliran yang
steady atau seragam yang berdimensi dua atau memiliki simetri radial, dan untuk
aliran-aliran dengan geometri yang sangat sederhana. Persamaan-persamaan
Navier-Stokes untuk aliran steady tak mampu mampat mempunyai empat unsur
yang belum diketahui yaitu komponen-komponen kecepatan dan tekanan.

2.7 Sifat-Sifat Zat Cair


Zat cair mempunyai atau menunjukkan sifat - sifat atau karakteristik-
karakteristik yang dapat ditunjukkan sebagai berikut.
Menurut Biokimia et al.,(1919) Zat cair mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut:
1. Bentuknya berubah-ubah
2. Tidak dapat dimampatkan
3. Mempunyai rapat massa dan berat jenis
4. Mempunyai viskositas
5. Mempunyai kohesi, adhesi dan tegangan permukaan
6. Memiliki volume tertentu sesuai dengan volume wadah yang diisinya.

Tabel 2.1 Sifat- sifat zat cair


Dynamic Kinematik
Temperatur Spesific weight Density Viscosity Viscosity
( ) ( ) ) ) )

1 2 3 4 5
0 9.81 1000
5 9.81 1000
10 9.81 1000
15 9.81 1000
20 9.79 998
25 9.78 997
30 9.77 996
35 9.75 994
40 9.73 992
45 9.71 990
50 9.69 988
55 9.67 986
60 9.65 984
65 9.62 981
70 9.59 978
75 9.56 975
80 9.53 971
85 9.5 968
90 9.47 965
95 9.44 962
100 9.4 958
(Sumber: L.Molt & Robbert, 1994)
DAFTAR PUSTAKA BAB II

Abidin Kurniati dan Sri Wagiani, 2013, “Studi Analisis Perbandingan Kecepatan
Aliran Air Melalui Pipa Venturi Dengan Perbedaan Diameter Pipa”. Jurnal
Dinamika, halaman 62 - 78 ISSN 2087 – 7889.
Air-pw-ea, Wasser Pompa. 2015. “Vol. 5 No. 2 KARAKTERISTIK ALIRAN DAN
HEAD LOSSES WASSER POMPA AIR-PW-225EA” 5 (2).
Herman Ferdinan Philip Simanjuntak dkk, 2017. “Analisa Pengaruh Panjang,
Letak dan Geometri Lunas Bilga Terhadap Arah dan Kecepatan Aliran
(Wake) Pada Kapal Ikan Tradisioal (Studi Kasus Kapal Tipe Kragan)”.
Jurnal Teknik Perkapalan, Vol. 5, No. 1, ISSN 2338-0322.
Iwan Yudi Karyono, 2008. “Analisa Aliran Berkembang Penuh dalam Pipa”.
Skripsi Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Teknik Mesin.
J. Michael Jacob, 2001. “Industrial Control Electronics Applications and Design”.
London, Prentice-Hall International.
Lumbantoruan & Erislah Yulianti. 2016 " Pengaruh Suhu TerhadapViskositas
(Air)". Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Munson, dkk. 2002. Jenis Aliran Fluida. Universitas Negeri malang: Malang
Robert, L Molt. 1994. Sifat- sifat zat Cair. “Jurnal tentang perkembangan sifat
aliran fluida. Perth” : Australia
Waspodo, W 2017, 'Analisa Head Loss Sistem Jaringan Pipa Pada Sambungan Pipa
Kombinasi Diameter Berbeda', Suara Teknik: Jurnal Ilmiah
Waspodo, W. (2017). Analisa Head Loss Sistem Jaringan Pipa Pada Sambungan
Pipa Kombinasi Diameter Berbeda. Suara Teknik: Jurnal Ilmiah, 8(1).
Waspodo, W., & Sarwono, E. (2017). PERENCANAAN KONSTRUKSI
JARINGAN PIPA PENGECILAN PENAMPANG SISTEM GRAVITASI
DENGAN JARAK 5, 8 KM. Suara Teknik: Jurnal Ilmiah, 8(1).

Anda mungkin juga menyukai