Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fluida
Menurut Raswari (1986), fluida merupakan suatu zat/bahan yang dalam
keadaan setimbang tak dapat menahan gaya atau tegangan geser (shear force).
Dapat pula didefinisikan sebagai zat yang dapat mengalir bila ada perbedaan
tekanan dan atau tinggi. Suatu sifat dasar fluida nyata, yaitu tahanan terhadap
aliran yang diukur sebagai tegangan geser yang terjadi pada bidang geser yang
dikenai tegangan tersebut adalah viskositas atau kekentalan/kerapatan zat fluida
tersebut.
Aliran fluida atau zat cair (termasuk uap air dan gas) dibedakan dari benda
padat karena kemampuannya untuk mengalir. Fluida lebih mudah mengalir karena
ikatan molekul dalam fluida jauh lebih kecil dari ikatan molekul dalam zat padat,
akibatnya fluida mempunyai hambatan yang relatif kecil pada perubahan bentuk
karena gesekan. Zat padat mempertahankan suatu bentuk dan ukuran yang tetap,
sekalipun suatu gaya yang besar diberikan pada zat padat tersebut, zat padat tidak
mudah berubah bentuk maupun volumenya, sedangkan zat cair dan gas, zat cair
tidak mempertahankan bentuk yang tetap, zat cair mengikuti bentuk wadahnya
dan volumenya dapat diubah hanya jika diberikan padanya gaya yang sangat besar
(Olson, 1990).

2.2 Konsep Dasar Aliran Fluida


Fluida dapat diklasifikasikan pula sebagai fluida incompressible dan fluida
compresibble. Fluida imcompressible adalah fluida yang tidak mengalami banyak
perubahan volume pada saat diberi gaya dari luar seperti perubahan tekanan atau
suhu. Fluida compressible adalah fluida yang mengalami perubahan volume pada
saat diberi gaya dari luar. Contoh dari fluida compresibble adalah gas dan uap
(Welty, 2006).
Menurut Young dan Freeddman (2007), ada 3 tipe aliran fluida didalam
pipa, yaitu :
1. Aliran Laminer, aliran fluida dengan kecepatan rendah. Partikel-partikel fluida
mengalir secara teratur dan sejajar dengan sumbu pipa. Reynold menunjukkan
bahwa untuk aliran laminer berlaku Bilangan Reynold, N Re<2100. Pada
keadaan ini juga berlaku hubungan Head Loss berbanding lurus dengan
kecepatan linear fluida, atau H α V.
2. Aliran Turbulen, aliran fluida dengan kecepatan tinggi. Partikel-partikel fluida
mengalir secara tidak teratur atau acak didalam pipa. Reynold menunjukkan
bahwa untuk aliran turbulen berlaku Bilangan Reynold, N Re< 4000. Pada
keadaan ini juga berlaku hubungan Head Loss berbanding lurus dengan
kecepatan linear berpangkat n, atau H α Vn.
3. Aliran Transisi, aliran fluida dengan kecepatan diantara kecepatan linear dan
kecepatan turbulen. Aliran berbentuk laminar atau turbulen sangat tergantung
oleh pipa dan perlengkapannya. Reynold menunjukkan bahwa untuk aliran
transisi berlaku hubungan Bilangan Reynold, 2100 < NRe< 4000.

Gambar 2.1 Jenis Aliran Fluida (Geankoplis, 1993)

Angka Reynolds adalah bilangan tanpa dimensi yang nilainya bergantung


pada kekasaran dan kehalusan pipa sehingga dapat menentukan jenis aliran dalam
pipa. Profesor Osborne Reynolds menyatakan bahwa ada dua tipe aliran yang ada
didalam suatu pipa yaitu :
1. Aliran laminar pada kecepatan rendah dimana berlaku h α v
2. Aliran Turbulen pada kecepatan tinggi dimana berlaku h α vn
Dalam penelitiannya, Reynolds mempelajari kondisi dimana satu jenis
aliranberubah menjadi aliran jenis lain, dan bahwa kecepatan kritis, dimana aliran
laminar berubah menjadi aliran turbulen. Keadan ini bergantung pada empat buah
besaran yaitu: diameter tabung, viskositas, densitas dan kecepatan linear rata-rata
zat cair. Lebih jauh ia menemukan bahwa ke empat faktor itu dapat digabungkan
menjadi suatu gugus, dan bahwa perubahan macam aliran berlangsung pada suatu
nilai tertentu gugus itu (Wright, 2006). Pengelompokan variabel menurut
penemuannya itu adalah :
D ⋅V ⋅ ρ
NRe¿
μ
Dimana : D = Diameter pipa ( m )
V = Kecepatan rata-rata zat cair ( m/s )
μ = Viskositas zat cair ( kg/m.s )
ρ = Densitas zat cair ( kg/m3 )

2.3 Head Loss & Friction Loss pada pipa Horizontal


Head loss biasanya dinyatakan dengan satuan panjang. Sehingga untuk
persamaan (2),\head loss adalah harga ∆p yang dinyatakan dengan satuan panjang
mmHg atau inchHg. Harga F sendiri bergantung pada tipe alirannya. Menurut
Haruo Tahara Sularso (2000), untuk aliran laminar, dimana NRe < 2100, berlaku
persamaan :
f L ⋅V 2
F= ⋅
2 gc ⋅ D
Untuk aliran turbulen dengan NRe > 4000, berlaku persamaan:
32⋅ μ L ⋅V 2
F= ⋅ 2
gc D ρ

2.4 Head loss & Friction loss pada Elbow


Sambungan-sambungan didalam pipa, misalnya elbow, kran, valve, tee
akan mengganggu pola aliran fluida dan menyebabkan terjadinya rugi gesekan
atau Friction Loss. Friction loss ini biasanya dinyatakan sebagai rugi gesekan
yang setara dengan panjang pipa lurus. Untuk 45o Elbow, dengan diameter pipa 1
in – 3 in, misalnya, maka setara dengan panjang pipa 15 x D, sedangkan untuk 90 o
Elbow, dengan diameter 3/8 in – 2,5 in, misalnya maka setara dengan panjang
pipa 30 x D.
Persamaan-persamaan yang digunakan didalam pipa Horizontal, termasuk
untuk menentukan head loss juga berlaku untuk elbow dengan catatan elbow juga
dalam posisi horizontal didalam sistem perpipaan. Hasil pengujian head loss
menunjukkan bahwa, sudut sambungan belokkan berbanding lurus dengan head
loss. Semakinn besar sudut sambungan belokan pipa, nilai head loss yang
dihasilkan semakin besar. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tinggi tekan pada
sebelum dan setelah belokan pipa yang semakin meningkat. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa kecepatan air berbanding terbalik dengan sudut sambungan
belokan pipa, semakin besar sudut sambungan belokan pipa maka kecepatan air
semakin kecil, dan sebaliknya semakin kecil sudut sambungan belokan pipa
kecepatan air semakin besar. Hal tersebut disebabkan karenan waktu yang
diperlukan lebih lama untuk sudut belokan yang semakin besar (Haruo Tahara
Sularso, 2000).

2.5 Friction Loss pada Enlargement dan Contraction


Untuk pipa dimana diameternya berubah kecil kebesar, pipa pertama
dengan diameter D1 dan pipa kedua dengan diameter D 2, atau enlargement, dan
pipa masih didalam posisi horizontal, tidak ada kerja pada sistem, maka ∆Z =0,
W = 0 dengan persamaan (Geankoplis, 1993) :
∆V2 ∆ p
−F= +
2 gC ρ
∆p ∆ v2
Jika sangat kecil,dan bisa diabaikan terhadap harga dari , maka:
ρ 2 gc
∆ v2
=−F
2 gc

2.6 Pressure Drop


Pressure menunjukkan penurunan tekanan dari titik 1 ke titik 2 dalam
suatu sistem aliran fluida. Penurunan tekanan,biasa dinyatakan juga dengan ∆P
saja. Jika manometer yang digunakan adalah manometer air raksa,dan beda tinggi
air raksa dalam manometer H ft, maka :
∆ p=H ( ρ∙ Hg ) g/ g
Pressure drop adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
penurunan tekanan dari satu titik di dalam pipa atau aliran air. "Penurunan
Tekanan" adalah hasil dari gaya gesek pada fluida seperti yang mengalir melalui
tabung. Gaya gesek disebabkan oleh resistensi terhadap aliran. Faktor utama yang
mempengaruhi resistensi terhadap aliran fluida adalah kecepatan fluida melalui
pipa dan viskositas fluida. Aliran cairan atau gas selalu akan mengalir ke arah
perlawanan sedikit (kurang tekanan). Pada aliran satu fase, pressure drop
dipengaruhi oleh Reynolds number yang merupakan fungsi dari viskositas,
densitas fluida dan diameter pipa (Munson, 2003).

2.7 Sifat-Sifat Fluida


Menurut Olson (1990), untuk mengerti aliran fluida maka harus
mengetahui beberapa sifat dasar fluida. Adapun sifat–sifat dasar fluida yaitu:
kerapatan (density) ρ, (specific gravity) (s.g), tekanan (pressure) P, kekentalan
(viscosity) µ.

2.7.1 Kerapatan (density)


Kerapatan (density) ρ suatu zat adalah ukuran untuk konsentrasi zat
tersebut dan dinyatakan dalam massa per satuan volume. Sifat ini ditentukan
dengan cara menghitung perbandingan massa zat yang terkandung dalam suatu
bagian tertentu terhadap volume bagian tersebut.
m
ρ=
v
Dimana: v = volume fluida (m3)
m = massa fluida (kg)
ρ = rapat massa (kg/m3)
Volume jenis (v) adalah volume yang ditempati oleh sebuah satuan massa
zat dan karena itu merupakan kebalikan dari kerapatan :
1
v=
ρ
Berat jenis γ adalah gaya gravitasi terhadap massa yang terkandung dalam
sebuah satuan volume zat, maka:
γ = ρ.g
Dimana: ρ = rapat massa (kg/m3)
g = percepatan gravitasi (9,81 m/s2)

2.7.2 Spesific grafity( s ⋅ g)


Spesific grafity ( s ⋅ g) adalah sifat yang digunakan untuk membandingkan
kerapatan suatu zat dengan kerapatan air. Karena kerapatan semua zat cair
bergantung pada temperatur serta tekanan, maka temperatur zat cair yang
dipertanyakan, serta temperatur air yang dijadikan acuan, harus dinyatakan untuk
mendapatkan harga-harga gravitasi jenis yang tepat (Olson, 1990).
ρ
s ⋅ g=
ρw
Dimana : s ⋅ g= spesifik grafity
ρ = rapat massa (kg/m3)
ρw = kerapatan air (kg/m3)

2.7.3 Laju Aliran Massa


Laju aliran massa yang mengalir dapat diketahui dengan persamaan
dibawah ini:
ṁ=ρ⋅ v ⋅ A
V⋅A
ṁ=
v
Dimana: ṁ = laju aliran massa (kg/s)
V = kecepatan aliran fluida (m/s)
v = volume jenis (m3/kg)
A = luas penampang pipa (m2)
Laju aliran adalah volume fluida yang dikeluarkan tiap detiknya. Laju aliran
dapat diketahui dengan menggunakan persamaan berikut:
Q = V⋅A
Dimana: Q = debit aliran (m3/s)
V = kecepatan aliran (m/s)
A = Luas Penampang (m2)
D = diameter pipa (m)
laju aliran melalui A1 dan A2 harus sama, dengan demikian:
ρ1 ⋅ A 1 ⋅ V 1 =ρ1 ⋅ A 2 ⋅V 2
disebut persamaan kontinuitas. Jika ρ1 = ρ2, maka persamaan kontinuitas menjadi:
A1 ⋅V 1= A2 ⋅V 2
Gambar 2.2 Kontinuitas (Olson dkk, 1990).

2.7.4 Vislositas
Menurut Olson (1990), viskositas adalah ukuran ketahanan sebuah fluida
terhadap deformasi atau perubahan-perubahan bentuk. Viskositas zat cair
cenderung menurun dengan seiring bertambahnya kenaikan temperatur, hal ini
disebabkan gaya-gaya kohesi pada zat cair bila dipanaskan akan mengalami
penurunan dengan semakin bertambahnya temperatur pada zat cair yang
menyebabkan berturunnya viskositas dari zat cair tersebut. Viskositas dibagi
menjadi dua yaitu :
a. Viskositas dinamik atau viskositas mutlak atau absolute viscosity.
Viskositas dinamik adalah sifat fluida yang menghubungkan tegangan
geser dengan gerakan fluida. Viskositas dinamik tampaknya sama dengan
ratio tegangan geser terhadap gradien kecepatan.
τ
μ=
du
dx
Dimana: µ = viskositas dinamik (kg/m.s)
τ = tegangan geser (N/m2)
du
= gradien kecepatan ((m/s)/m)
dx
b. Viskositas Kinematik
Viskositas kinematik adalah perbandingan antara viskositas dinamik
dengan kerapatan fluida.
μ
υ=
ρ
Dimana: υ = viskositas kinematik (m2/s)
µ = viskositas dinamik (kg/m.s)
ρ = kerapatan fluida (kg/m3)

2.8 Pengukuran Aliran Fluida


Untuk melakukan pengendalian pada proses-proses industri, kuantitas bahan
yang masuk dan keluar dari proses perlu diketahui. Oleh karena itu, perlu diukur
laju alir fluida pada pipa atau saluran. Alat ukur dapat didasarkan pada
pengukuran volume langsung, dengan menggunakan tangki tekan variabel, alat
ukur penampang aliran, alat ukur arus, alat ukur positive displacement, alat ukur
magnetik dan alat ukur ultrasonik (Wright, 2006).
Pengukuran aliran fluida bertujuan untuk mencegah kerusakan peralatan
karena sifat aliran yang melebihi kapasitas alat, mendapatkan mutu produksi yang
diinginkan dan untuk mengontrol jalannya proses. Alat ukur aliran fluida yang
paling banyak digunakan adalah alat ukur aliran fluida jenis beda tekanan. Hal ini
dikarenakan konstruksi pompa yang sederhana dan pemasangan yang lebih mudah
(Wright, 2006).
a. Tabung Venturi
Tabung venturi adalah suatu alat yang terdiri dari pipa dengan
penyempitan dibagian tengah yang dipasang di dalam suatu pipa aliran
untuk mengukur kecepatan aliran suatu zat cair. Fluida yang
digunakan pada venturi meter ini dapat berupa cairan gas dan uap. Tabung
Venturi ini merupakan alat primer dari pengukuran aliran yang berfungsi
untuk mendapatkan beda tekanannya. Sedangkan alat untuk menunjukkan
besaran aliran fluida yang diukur atau alat sekundernya adalah manometer
tabung U. Tabung venture. Pada venturi ini fluida masuk melalui bagian
inlet dan diteruskan kebagaian inlet cone. Pada bagian inlet ini
ditempatkan titik pengambilan tekanan awal. Pada bagian inlet cone
fluida akan mengalami penurunan tekanan yang disebabkan oleh
bagian inlet cone yang berbentuk kerucut atau semakin mengecil kebagian
throat. Kemudian fluida akan masuk kebagian throat, pada bagian throat
inilah tempat-tempat pengambilan tekanan akhir dimana throat ini
berbentuk bulat datar (Wright, 2006).
Laju fluida akan melewati bagian akhir dari tabung venturi yaitu
outlet cone. Outlet cone ini berbentuk kerucut dimanan bagian kecil
berada pada throat dan pada outlet cone ini tekanan akan kembali normal.
Jika aliran melalui tabung venturi benar-benar tanpa gesekan, maka
tekanan fluida yang meninggalkan meteran tentulah sama persis dengan
tekanan fluida yang memasuki meteran dan keberadaan meteran dalam
jalur tersebut tidak akan menyebabkan kehilangan tekanan yang bersifat
permanen dalam tekanan. Penurunan tekanan pada inlet cone akan
dipulihkan dengan sempurna pada outlet cone. Gesekan tidak dapat
ditiadakan dan juga kehilangan tekanan yang permanen dalam sebuah
meteran yang dirancang dengan tepat (Wright, 2006).
b. Plat Orifice
Plat orifice merupakan pengukur aliran yang paling murah, paling
mudah pemasangannya tetapi kecil juga ketelitiannya di antara pengukur-
pengukur aliran jenis head flow meter. Plat orifice merupakan plat yang
berlubang dengan piringan tajam. Plat-plat ini terbuat dari bahan-bahan
yang kuat. selain terbuat dari logam, ada juga orificenya yang terbuat dari
plastic agar tidak terpengaruh oleh fluida yang mengalir (Wright, 2006).
c. Nozzle
Flow nozzle sama halnya dengan plat orifice yaitu terpasang
diantara dua flens. Flow nozzle biasa digunakan untuk aliran fluida yang
besar, sedangkan plat orifice digunakan untuk aliran fluida yang kecil. Karena
flow nozzle mempunyai lubang besar dan kehilangan tekanan lebih kecil dari
pada plat orifice sehingga flow nozzle dipakai untuk fluida kecepatan
tinggi seperti uap tekanan tinggi pada temperatur tinggi dan untuk penyediaan air
ketel. Flow nozzle ini merupakan alat primer dari pengukuran aliran yang
berfungsi untuk mendapatkan beda tekanannya. Sedangkan alat untuk
menunjukkan besaran aliran fluida yang diukur atau alat sekundernya
adalah berupa manometer (Wright, 2006).
Pada flow nozzle kecepatan bertambah dan tekanan semakin
berkurang seperti dalam venturi meter. Dan aliran fluida akan keluar
secara bebas setelah melewati lubang flow nozzle sama seperti pada plat orifice.
Flow nozzle terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian yang melengkung
dan bagian yang silinder. Pada flow nozzle tap-up stream atau tap awal
ditempatkan pada jarak yang sama dengan diameter dari pipa yang
digunakan, sedangkan untuk tap-down stream atau tap akhir ditempatkan
pada jarak setengah dari diameter pipa yang digunakan (Wright, 2006).
d. Pitot Tubes
Nama pitot tubes datang dari konsepsi Henry De Pitot pada tahun
1732. Pitot tubes mengukur besaran aliran fluida dengan jalan
menghasilkan beda tekanan yang diberikan oleh kecepatan fluida itu
sendiri. Pitot tubes membutuhkan dua lubang pengukur tekanan untuk
menghasilkan sesuatu beda tekanan. Pada pitot tube ini biasanya fluida
yang digunakan adalah jenis cairan dan gas. Pitot tubes terbuat dari
stainless steel dan kuningan (Wright, 2006).
DAPUS
Geankoplis, C.J. 1993. Transport Processes and Unit Opertion Third Edition.
New York: Prentice-Hall International, Inc.
Haruo Tahara, Sularso, 2000. Pompa dan Kompresor. Jakarta: Penerbit PT.
Pradnya Pramita.
Munson, B.R.,Young, D. F. And Okiishi, T. H. 2003. Mekanika Fluida. Jakarta:
Erlangga.
Olson, R. M. dan S. J. Wright. 1990. Dasar-Dasar Mekanika Fluida Teknik.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Raswari. 1986. Teknologi dan Perencanaan Sistem Perpipaan. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia.
Welty, J.R. 2006. Dasar-Dasar Fenomena Transport Edisi Keempat. Jakarta:
Erlangga.
Wright, P.H. 2006. Pengantar Engineering Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai