Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem perpipaan merupakan salah satu metode yang digunakan oleh
manusia untuk memindahkan fluida dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan
bantuan pompa ataupun tanpa menggunakan pompa (gravitasi). Fluida adalah suatu
zat alir yang dapat mengalami perubahan bentuk secara kontinyu (terus-menerus)
dan apabila diberi tegangan geser sekecil apapun akan mengalami pergeseran
(Aprizal, 2017). Fluida terbagi menjadi 2 jenis yaitu fluida compressible atau
mampu mampat dan fluida incompressible atau tak mampu mampat, dimana contoh
fluida compressible yaitu air dan fluida incompressible adalah uap (Ghurri, 2014).
Perancangan sistem pipa bertekanan yang tepat mampu meningkatkan
efisiensi distribusi aliran fluida bertekanan dan menurunkan persentase kerugian
tekanan aliran fluida yang signifikan. Namun pada sistem pipa bertekanan, aliran
fluida sering mengalami kondisi penurunan tekanan yang disebabkan karena aliran
fluida mengalami gesekan di sepanjang permukaan pipa dengan pengaruh
parameter kekasaran permukaan, ukuran dimensi pipa, dan penggunaan sambungan
pipa, serta viskositas dari fluida tersebut. Pengurangan gaya hambat pada aliran
fluida dapat dilakukan dengan penambahan energi, akan tetapi bersamaan dengan
penggunaan energi tersebut ada sebagian energi yang hilang pada aliran fluida,
dimana energi aliran fluida yang hilang akan mengakibatkan penurunan tekanan
aliran yang disebut juga dengan kerugian tekanan (Head Loss) (Ismail dkk, 2019).
Oleh karena itu dilakukan praktikum ini untuk mengetahui pressure drop dan
Friction Loss pada pipa-pipa.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum Aliran Fluida adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan tentang pola aliran fluida di dalam pipa.
2. Menghitung tekanan/pressure drop dan Friction Loss aliran fluida dalam
pipa.
3. Menjelaskan peralatan-peralatan yang berkaitan dengan transportasi fluida.
4. Bekerjasama dalam tim secara profesional.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fluida
Fluida adalah zat yang dapat mengalir dan menyesuaikan diri dengan
tempatnya serta tidak mampu menahan pengaruh gaya geser. Fluida dapat
berpindah satu tempat ke tempat lain berdasarkan perbedaan tekanan dimana fluida
di tempat bertekanan tinggi akan berpindah ke tempat yang bertekanan lebih
rendah. Aliran fluida adalah suatu perpindahan fluida dari titik satu ke titik yang
lainnya. Dari segi mekanik, fluida dibagi menjadi dua macam yaitu statika fluida
(fluida diam) dan dinamika fluida (fluida alir) (Andayani dkk., 2019).
Aliran fluida atau zat cair (termasuk uap air dan gas) dibedakan dari benda
padat karena kemampuannya untuk mengalir. Fluida lebih mudah mengalir karena
ikatan molekul dalam fluida jauh lebih kecil dari ikatan molekul dalam zat padat.
Zat padat mempertahankan suatu bentuk dan ukuran yang tetap, sekalipun suatu
gaya yang besar diberikan pada zat padat tersebut, zat padat tidak mudah berubah
bentuk maupun volumenya, sedangkan zat cair dan gas, zat cair tidak
mempertahankan bentuk yang tetap, zat cair mengikuti bentuk wadahnya dan
volumenya dapat diubah hanya jika diberikan padanya gaya yang sangat besar. Fase
cair dan gas tidak mempertahankan suatu bentuk yang tetap, keduanya mempunyai
kemampuan untuk mengalir. Dengan demikian kedua-duanya sering secara kolektif
disebut sebagai fluida (Olson dan Wright, 1990).
Menurut Andayani, dkk. (2019), Secara garis besar jenis aliran dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Aliran tunak (steady), suatu aliran dimana kecepatannya tidak terpengaruh
oleh perubahan waktu, sehingga kecepatan konstan pada setiap titik (tidak
memiliki percepatan).
2. Aliran tidak tunak (unsteady), suatu aliran dimana terjadi perubahan
kecepatan terhadap waktu.
3. Aliran seragam (uniform), suatu aliran yang tidak terjadi perubahan
kecepatan dan penampang lintasan.
4. Aliran tidak seragam (non-uniform), suatu aliran dalam kondisi berubah
baik kecepatan maupun penampang lintasan.

2
3

2.2 Sifat-Sifat Fluida


Prinsip dasar ini menyangkut konsep-konsep penting aliran fluida, karena
sifat-sifat fluida inilah yang mempengaruhi statika maupun dinamika dari fluida
atau objek yang ada pada fluida tersebut. Menurut Olson dan Wright, 1990 sifat-
sifat fluida adalah sebagai berikut:

2.2.1 Massa Jenis (Density)


Massa jenis sebuah fluida, dilambangkan dengan huruf Yunani ρ (rho),
didefinisikan sebagai massa fluida per satuan volume. Massa jenis menurut
biasanya digunakan untuk mengkarakteristikkan massa sebuah sistem fluida
𝒎
ρ = ............................................................. (2.1)
𝐕

(Olson dan Wright, 1990)


Harga kerapatan suatu fluida berbeda dengan fluida lainnya, untuk cairan
pengaruh tekanan dan temperatur sangat kecil terhadap harga kerapatan.

Gambar 2.1 Grafik Kerapatan Air sebagai Fungsi Temperatur

2.2.2 Volume Jenis (Specific Volume)


Volume jenis, Ʋ adalah volume per satuan massa dan oleh karena itu
merupakan kebalikan dari massa jenis (kerapatan)
𝑉 1
v = 𝑚 =  .................................................. (2.2)

(Olson dan Wright, 1990)

2.2.3 Berat jenis (Specific Weight)


Berat jenis dari sebuah fluida dilambangkan dengan huruf yunani γ
(gamma) didefinisikan sebagai berat fluida per satuan volume. Seperti halnya
kerapatan yang digunakan untuk mengkarakteristikan massa sebuah sistem fluida,
4

berat jenis digunakan untuk mengkarakteristikan berat dari sistem tersebut.

2.2.4 Gravitasi Jenis (Specific Gravity)


Gravitasi jenis sebuah fluida dilambangkan sebagai SG didefinisikan
sebagai perbandingan kerapatan fluida tersebut dengan kerapatan air pada
temperatur tertentu. Biasanya temperatur tersebut adalah 4°C dan pada temperatur
ini kerapatan air adalah 1000 kg/m3.

2.2.5 Kekentalan (Viscosity)


Kekentalan atau viskositas adalah sifat fluida yang mendasari diberikannya
tahanan terhadap tegangan geser oleh fluida tersebut. Jadi, viskositas disebabkan
oleh gesekan secara molekular antar partikel fluida. Menurut hukum Newton untuk
aliran dalam plat sejajar adalah:

Gambar 2.2 Perilaku dari Sebuah Fluida yang Ditempatkan antara Dua Plat
Paralel
Faktor konstanta μ adalah properti dari fluida yang dinamakan dengan viskositas
dinamik.

2.3 Bilangan Reynold


Menurut Ahyadi dkk. (2021) bilangan Reynolds merupakan bilangan tak
berdimensi yang dapat membedakan suatu jenis aliran yang terjadi, yaitu laminer,
transisi atau turbulen dan dapat dihitung besarnya bilangan Reynold dengan
menggunakan persamaan:
ρvD
Re = ...................................................... (2.3)
μ

(Ahyadi dkk., 2021)


Dimana: Re = Bilangan Reynold
ρ = Massa jenis atau densitas (Kg/m3)
v = Kecepatan aliran (m/s)
5

D = Diameter (m)
μ = Viskositas dinamis (N.s/m2)
Pada fluida air, suatu aliran diklasifikasikan laminer apabila aliran tersebut
mempunyai bilangan Reynold (Re) kurang dari 2300. Untuk aliran transisi berada
pada bilangan 2300 < Re < 4000, disebut juga sebagai bilangan Reynold kritis,
sedangkan untuk aliran turbulen mempunyai bilangan Reynolds lebih dari 4000
(Jalaluddin dkk, 2019)

2.4 Aliran Fluida


Menurut Simanjuntak dkk. (2017) terdapat tiga jenis aliran fluida yaitu:
1. Aliran Laminer (Re<2300)
Aliran laminer adalah aliran fluida yang ditunjukkan dengan gerak partikel-
partikel fluidanya sejajar dengan garis-garis arusnya. Dalam aliran laminer,
partikel-partikel fluida seolah-olah bergerak sepanjang lintasan-lintasan yang
halus dan lancar, dengan satu lapisan meluncur satu arah pada lapisan yang
bersebelahan. Aliran laminer bersifat steady maksudnya alirannya tetap. Hal ini
menunjukkan bahwa di seluruh aliran air, debit alirannya tetap atau kecepatan
alirannya tidak berubah menurut waktu. Aliran laminer ini mempunyai nilai
bilangan Reynoldsnya kurang dari 2300.

Gambar 2.3 Aliran Laminer


2. Aliran Transisi (2300>Re>4000)
Aliran Transisi adalah dimana kondisi partikel fluida berada pada peralihan
dari kondisi seragam menuju kondisi acak, pada kondisi nyatanya kondisi seperti
ini sangat sulit terjadi. aliran transisi mempunyai nilai bilangan Reynoldsnya
antara 2300 sampai dengan 4000.
6

Gambar 2.4 Aliran Transisi


3. Aliran Turbulen (Re>4000)
Kecepatan aliran yang relatif besar akan menghasilkan aliran yang tidak
laminer melainkan kompleks, lintasan gerak partikel saling tidak teratur antara
satu dengan yang lain. Sehingga didapatkan ciri dari aliran turbulen yaitu tidak
adanya keteraturan dalam lintasan fluidanya, aliran banyak bercampur, kecepatan
fluida tinggi, panjang skala aliran besar dan viskositasnya rendah. Aliran turbulen
ini mempunyai nilai bilangan Reynolds lebih dari 4000.

Gambar 2.5 Aliran Turbulen

2.5 Persamaan Bernoulli


Hukum Bernoulli menjelaskan tentang konsep dasar aliran fluida (zat cair
dan gas) bahwa peningkatan kecepatan pada suatu aliran zat cair atau gas, akan
mengakibatkan penurunan tekanan pada zat cair atau gas tersebut. Artinya, akan
terdapat penurunan energi potensial pada aliran fluida tersebut.
Prinsip Bernoulli adalah sebuah istilah di dalam mekanika fluida yang
menyatakan bahwa pada suatu aliran fluida, peningkatan pada kecepatan fluida
akan menimbulkan penurunan tekanan pada aliran tersebut. Prinsip ini sebenarnya
merupakan penyederhanaan dari Persamaan Bernoulli yang menyatakan bahwa
jumlah energi pada suatu titik di dalam suatu aliran tertutup sama besarnya dengan
jumlah energi di titik lain pada jalur aliran yang sama. Prinsip ini diambil dari nama
ilmuwan Belanda/Swiss yang bernama Daniel Bernoulli (Masyuda, 2018).
7

Konsep dasar ini berlaku pada fluida aliran termampatkan compressible


flow, juga pada fluida dengan aliran tak-termampatkan incompressible-flow.
Hukum Bernoulli sebetulnya dapat dikatakan sebagai bentuk khusus dari konsep
dalam mekanika fluida secara umum, yang dikenal dalam persamaan Bernoulli.
Secara matematis persamaan bernoulli adalah sebagai berikut:
P1 V1.2 P2 V1.2
+ + Z2 = + + Z2 ……….………… (2.4)
γ1 2g γ2 2g

(Masyuda, 2018)
Dimana: P1.2 = tekanan di penampang 1 dan 2 (N/m2)
V1.2 = kecepatan di penampang 1 dan 2 (m/s2)
Z1.2 = tinggi pada permukaan 1 dan 2 (m)
γ1.2 = berat jenis 1 dan 2 (N/m3)
g = gravitasi bumi (9,82 m/s2)

2.6 Gesekan dalam Pipa


Gesekan pada pipa dapat menyebabkan hilangnya energi mekanik fluida.
Gesekan inilah yang menentukan aliran fluida dalam pipa, apakah laminer atau
turbulen. Gesekan juga dapat menimbulkan panas pada pipa sehingga merubah
energi mekanik menjadi energi panas (kalor). Dalam aplikasi kesehariannya, ada
banyak sekali bentuk dan model pipa, seperti pipa bentuk elbow, mitter, tee,
reducer, cross, dan lainnya. Bentuk serta model yang beraneka ragam tersebut
sangat membantu dalam desain layout sistem perpipaan di dunia industri. Pada saat
operasi, bentuk dan model pipa yang bermacam-macam tersebut akan memiliki
karakteristik tegangan yang berbeda-beda sebagai akibat dari pembebanan yang
diterimanya.
Akumulasi dari berat pipa itu sendiri dan tekanan fluida yang mengalir
didalamnya, akan menyebabkan tegangan pada pipa yang dikenal sebagai beban
statis. Namun efek dari pembebanan seperti ini dapat diminimalisasi dengan
memilih jenis penyangga (support) yang sesuai, dan menggunakan penyangga
tersebut dalam jumlah cukup. Secara umum, beban dinamik dan beban termal pada
pipa merupakan dua hal yang lebih penting, dan lebih sulit untuk ditangani.
Pembebanan dinamik terjadi pada pipa yang berhubungan langsung dengan
peralatan bergetar seperti pompa atau kompresor. Beban dinamik juga terjadi pada
pipa yang mengalami beban termal, sehingga beberapa bagian pipa berekspansi dan
8

menimbulkan tegangan pada pipa. Oleh sebab itu, perlu digunakan beberapa alat
atau mekanisme yang didesain untuk memperkecil tegangan pada sistem perpipaan
tersebut, agar kelebihan beban yang bisa mengakibatkan kegagalan pada bagian
pipa, atau kerusakan pada alat yang terhubung dengannya dapat dihindari
(Masyuda, 2018).
Salah satu komponen penyambungan dalam sistem perpipaan adalah pipe
bend (pipa lengkung) atau elbow. Pipe bend berfungsi untuk membelokkan arah
aliran fluida didalam pipa. Namun pipe bend lebih sulit untuk dianalisa karena
permukaannya menjadi oval di bawah pembebanan momen bending. Hal ini
menyebabkan pipe bend memiliki fleksibilitas yang lebih besar dibandingkan
dengan pipa lurus yang sama ukuran dan jenis materialnya. Lebihnya fleksibilitas
ini menjadikan pipe bend berfungsi sebagai penyerap ekspansi thermal. Dengan
berbagai karakteristik tersebut, pipe bend menjadi komponen yang sangat penting
di dalam sistem perpipaan dan memerlukan berbagai macam pertimbangan dalam
proses perancangannya (Mc.Cabe dan Smith, 1985).

2.7 Head Loss


Menurut Putra dkk. (2017), fluida yang melewati sistem perpipaan akan
mengalami kerugian energi, kerugian energi ini disebut Head Loss. Head Loss
adalah rugi energi pada suatu aliran akibat gesekan ataupun faktor-faktor lain seperti
adanya sudut belokan, sambungan, ataupun katup. Kerugian energi tersebut
diakibatkan oleh pressure drop yang terjadi pada aliran. Satuan Head Loss adalah
satuan panjang. Di dalam sistem perpipaan terdapat dua jenis Head Loss, yaitu
sebagai berikut :
1. Head Loss Mayor
Head Loss mayor disebut juga kehilangan energi primer atau kehilangan
energi akibat gesekan dan merupakan kerugian yang terjadi pada pipa utama dari
sistem perpipaan. Head Loss mayor terjadi pada pipa lurus dan berdiameter
konstan. Jadi Head Loss mayor dapat dinyatakan sebagai kerugian tekanan aliran
fluida berkembang penuh melalui pipa penampang konstan. Menurut Putra dkk.
(2017), perumusan untuk menentukan nilai Head Loss mayor dapat menggunakan
perumusan Darcy Weisbach:
9

𝐿𝑉 2
ℎ𝑙 = 𝑓 𝐷2𝑔 …….………………… (2.5)

(Putra dkk., 2017)

Dimana: hl = Head Loss mayor (m)


f = koefisien gesekan
L = panjang pipa (m)
D = diameter dalam pipa (m)
V = kecepatan aliran dalam pipa (m/s)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
2. Head Loss Minor
Menurut Masyuda (2018), Head Loss minor merupakan suatu kerugian
aliran fluida yang disebabkan oleh perubahan bentuk (sudden expotion) dan yang
disebabkan oleh konstruksi (sudden contruction) misal: perubahan penampang
dari kecil ke besar atau sebaliknya adanya katup, saringan, belokan dan
sebagainya. Faktor kerugian gesekan dalam pipa:
𝐿 𝑉2
𝐻 = 𝑓 ⌊𝐷⌋ ⌊2𝑔⌋ ……………………….. (2.6)

(Masyuda, 2018)

2.8 Pressure Drop


Penurunan tekanan atau pressure drop adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan penurunan tekanan dari satu titik dalam pipa atau tabung ke hilir
titik. "Penurunan tekanan" merupakan hasil dari gaya gesek pada fluida ketika
mengalir melalui tabung yang disebabkan oleh resistensi terhadap aliran. Penentu
utama resistensi terhadap aliran fluida adalah kecepatan fluida melalui sistem
perpipaan dan viskositas fluida. Aliran cairan atau gas akan selalu mengalir dalam
arah berlawanan paling sedikit tekanan berkurang.
Penurunan tekanan meningkat sebanding dengan gaya gesek yang terjadi
dalam jaringan pipa. Penurunan tekanan dipengaruhi oleh sebuah jaringan pipa
yang berisi rating kekasaran relatif tinggi serta terdapat banyak pipa fitting dan
sendi, konvergensi tabung, divergensi, kekasaran permukaan dan sifat fisik lainnya.
Selain itu perubahan energi kinetik dan perhitungan penurunan tekanan yang
disebabkan oleh gesekan dalam pipa melingkar juga berpengaruh terhadap pressure
10

drop. Kecepatan aliran tinggi dan cairan viskositas tinggi dalam hasil penurunan
tekanan yang lebih besar dibagian pipa atau katup dan siku. Kecepatan rendah akan
mengakibatkan penurunan tekanan yang lebih rendah atau tidak ada (Masyuda,
2018).
Penurunan tekanan dapat dihitung dengan 2 nilai: Reynolds Number NRE
(menentukan laminer atau aliran turbulen), dan kekasaran relatif pipa, ε/D. NRE =
Dvρ/μ Dimana D adalah diameter pipa dalam meter, v adalah kecepatan aliran
dalam meter perdetik, ρ adalah densitas dalam kilogram per meter kubik, dan μ
adalah dalam kilogram permeter-detik. Pressure menunjukkan penurunan tekanan
dari titik 1 ke titik 2 dalam suatu sistem aliran fluida. Penurunan tekanan, biasa
dinyatakan juga dengan ∆P saja. Pressure drop biasanya diukur menggunakan alat
ukur manometer pada pressure tap. Manometer yang sering digunakan ialah
manometer raksa.

Gambar 2.6 Manometer Raksa


Pressure drop adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan
penurunan tekanan dari satu titik di dalam pipa atau aliran air. "Penurunan
Tekanan" adalah hasil dari gaya gesek pada fluida seperti yang mengalir melalui
tabung. Gaya gesek disebabkan oleh resistensi terhadap aliran. Faktor utama yang
mempengaruhi resistensi terhadap aliran fluida adalah kecepatan fluida melalui
pipa dan viskositas fluida. Aliran cairan atau gas selalu akan mengalir ke arah
perlawanan sedikit (kurang tekanan). Pada aliran satu fase, pressure drop
dipengaruhi oleh Reynold number yang merupakan fungsi dari viskositas, densitas
fluida dan diameter pipa (Jalaluddin dkk., 2019).
11

2.9 Komponen Sistem Perpipaan


Menurut Akbar (2014), sistem perpipaan sangat diperlukan dalam industri
minyak dan gas sebagai media untuk mendistribusikan fluida (zat cair dan gas) dari
suatu tempat ke tempat lainnya. Untuk mengalirkan suatu fluida (cair atau gas) dari
satu atau beberapa titik ke satu atau beberapa titik lainnya digunakan suatu media
berupa pipa. Gabungan dari pipa-pipa yang memiliki panjang dan digunakan untuk
mengalirkan fluida dari suatu peralatan ke peralatan lainnya yang beroperasi pada
suatu plant disebut sistem perpipaan (piping system). Dalam sistem perpipaan
terdapat komponen-komponen seperti katup, flange, elbow, percabangan, nozzle,
reducer, support, isolasi, dan lain-lain.

2.9.1 Pipa
Pipa merupakan tabung dengan bentuk silinder yang menjadi bagian
utama dari sistem perpipaan. Di dalam pipa inilah proses pengaliran fluida terjadi.
Setiap kondisi proses pengaliran fluida, pipa yang digunakan memiliki spesifikasi
masing-masing. Misalkan proses yang terjadi memerlukan tekanan yang tinggi dan
dalam suhu yang tinggi, maka pipa yang diperlukan adalah dengan spesifikasi
tersebut menurut standar yang dikeluarkan oleh ASTM (American Society of
Testing Materials) atau ASME (The American Society of Mechanical Engineers).
Standar yang dikeluarkan oleh ASTM, terdapat bagian dari pipa yang telah diukur
sesuai standar yang ditentukan. Bagian-bagian tersebut berupa keterangan
mengenai bahan pipa, diameter, ketebalan pipa, serta schedule pipa (Widodo,
2009).

2.9.2 Sambungan
Menurut Widodo (2009), sambungan pipa merupakan bagian dari
sistem perpipaan, yang berfungsi menyambung sebuah pipa dengan pipa yang
lain untuk keperluan tertentu. Sambungan perpipaan dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu:
1. Sambungan dengan menggunakan pengelasan.
2. Sambungan dengan menggunakan ulir.
3. Sambungan menggunakan flanges.
Penggunaan jenis sambungan ini bergantung pada besar diameter pipa
serta besarnya tekanan. Untuk pipa dengan tekanan rendah dan diameter dibawah
12

2 inci digunakan sambungan ulir. Dari ketiga kelompok jenis sambungan di atas,
sambungan pipa masih dibagi lagi dalam bentuk-bentuk tertentu, sesuai dengan
kebutuhan sistem perpipaan. Jenis-jenis sambungan tersebut adalah tee, elbow,
cross dan reducer.

1. Tee (Sambungan Tee)


Sambungan Tee merupakan sambungan yang menghubungkan pipa
dengan pipa, sehingga menghasilkan percabangan pipa lebih dari satu.
Gambar 2.7 menampilkan dimensi sambungan Tee.

Gambar 2.7 Tee


2. Elbow (belokan)
Elbow adalah sambungan yang menghubungkan satu pipa dengan pipa
yang lain, untuk mengubah arah pipa dalam sudut tertentu. Kebanyakan
sudut yang digunakan adalah sebesar 900, namun terdapat juga elbow dengan
sudut 450. Gambar 2.8 menampilkan dimensi belokan pipa.

Gambar 2.8 Elbow 450 dan 900


3. Cross

Cross adalah sambungan antara satu pipa dengan pipa yang lain
sehingga menghasilkan empat percabangan pipa. Gambar 2.9 menampilkan
13

dimensi Cross.

Gambar 2.9 Cross

2.9.3 Valve
Menurut Dahmani (2017), valve adalah sebuah perangkat yang terpasang
pada sistem perpipaan, yang berfungsi untuk mengatur, mengontrol dan
mengarahkan laju aliran fluida dengan cara membuka, menutup atau mengalirkan
sebagian fluida. Selain itu valve juga berfungsi sebagai pengatur besar kecilnya
tekanan fluida dan mencegah aliran balik (one way valve). One way valve atau non-
return valve merupakan valve satu arah yang tidak memungkinkan fluida untuk
kembali ke arah berlawanan apabila sudah melewati valve tersebut. Valve yang
sering digunakan adalah gate valve, ball valve, dan check valve (non-return valve).
Gate valve merupakan salah satu jenis gate yang paling sering ditemui dalam
instalasi perpipaan. Dalam banyak hal valve ini difungsikan hanya untuk terbuka
penuh atau tertutup penuh, sehingga valve ini jarang digunakan sebagai alat
pengontrol aliran.

Gambar 2.10 Gate Valve


Selain gate valve, ball valve juga merupakan salah satu komponen penting
dalam sistem perpipaan. Ball valve merupakan valve yang dapat dioperasikan
secara cepat, karena hanya memiliki seperempat putaran dari posisi tertutup ke
posisi terbuka dan sebaliknya. Valve ini sering disebut juga sebagai quarter turn
14

valve. Jenis valve ini memiliki bagian terpenting yang berupa sebuah bola
berlubang lurus dari satu sisi ke sisi yang lain yang dipasang sejajar dengan arah
aliran pada rumah valve-nya. Arah dari lubang pada bola inilah yang menentukan
mengalir dan tidaknya cairan yang melalui rumah valve atau katup.

Gambar 2.11 Ball Valve


Beberapa jenis katup bola (ball valve) telah dikembangkan dengan
permukaan berbentuk menyerupai bola pada satu sisinya dalam posisi terbuka dan
berputar ke bagian aliran sehingga dapat menutup aliran sepenuhnya. Dengan
memutar ball valve searah 90º ball valve berada dalam keadaan tertutup
sepenuhnya atau terbuka sepenuhnya (fully open). Gaya gesek yang terjadi pada
jenis valve ini hanya diakibatkan oleh gesekan antara ball dan sealing rings,
sehingga resistansi geseknya (frictional resistance) rendah (Dahmani, 2017).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat-Alat Yang Digunakan


Alat-alat yang digunakan dalam praktikum aliran fluida, yaitu:
1. Rangkaian alat General Arrangement of Apparatus
2. Manometer Connection Diagram
3. Stopwatch
4. Internal Vernier Calliper

3.2 Bahan-Bahan Yang Digunakan


Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum aliran fluida, yaitu:
1. Air

3.3 Prosedur Percobaan


3.3.1 Head Loss Dan Friction Loss Pada Pipa Lurus
1. Peralatan diperiksa dan dipastikan sudah dirangkai dengan baik.
2. Tangki diisi air dan pompa dihidupkan.
3. Valve pada pipa yang digunakan dibuka sehingga air dialirkan melalui
melalui pipa yang diinginkan.
4. Ditentukan Head Loss pada pipa 2 dan ditutup semua valve yang ada selain
pada pipa 2 untuk menutup aliran setiap pipa.
5. Kecepatan volumetrik dan pressure drop diukur saat aliran stabil yang
ditandai dengan tidak adanya gelembung udara pada aliran.
6. Valve aliran keluaran dibuka sebesar 25%.
7. Dihitung kecepatan volumetrik air yang dibutuhkan saat air dialirkan setiap
6, 12, 18, 24 dan 30 liter.
8. Dihitung nilai pressure drop dengan melihat tinggi raksa pada manometer.
9. Langkah 3-8 dilakukan kembali pada aliran keluaran sebesar 50%, 75% dan
100%.
10. Langkah 3-9 dilakukan kembali pada pipa lurus 4.

3.3.2 Head Loss Dan Friction Loss Pada Elbow 45˚ dan Elbow 90˚
1. Peralatan diperiksa dan dipastikan sudah dirangkai dengan baik.
2. Tangki diisi air dan pompa dihidupkan.

15
16

3. Valve pada pipa yang digunakan dibuka sehingga air dialirkan melalui
melalui pipa yang diinginkan.
4. Ditentukan Head Loss pada elbow 45˚ dan ditutup semua valve yang ada
selain pada pipa 4 untuk menutup aliran setiap pipa.
5. Kecepatan volumetrik dan pressure drop diukur saat aliran stabil yang
ditandai dengan tidak adanya gelembung udara pada aliran.
6. Valve aliran keluaran dibuka sebesar 25%.
7. Dihitung kecepatan volumetrik air yang dibutuhkan saat air dialirkan setiap
6, 12, 18, 24 dan 30 liter.
8. Dihitung nilai pressure drop dengan melihat tinggi raksa pada manometer.
9. Langkah 3-8 dilakukan kembali pada aliran keluaran sebesar 50%, 75%
dan 100%.
10. Langkah 3-9 dilakukan kembali pada elbow 90˚.

3.3.3 Head Loss Dan Friction Loss Pada Enlargement Dan Contruction
1. Peralatan diperiksa dan dipastikan sudah dirangkai dengan baik.
2. Tangki diisi air dan pompa dihidupkan.
3. Valve pada pipa yang digunakan dibuka sehingga air dialirkan melalui
melalui pipa yang diinginkan.
4. Ditentukan Head Loss pada enlargement dan ditutup semua valve yang ada
selain pada pipa 2 untuk menutup aliran setiap pipa.
5. Kecepatan volumetrik dan pressure drop diukur saat aliran stabil yang
ditandai dengan tidak adanya gelembung udara pada aliran.
6. Valve aliran keluaran dibuka sebesar 25%.
7. Dihitung kecepatan volumetrik air yang dibutuhkan saat air dialirkan setiap
6, 12, 18, 24 dan 30 liter.
8. Dihitung nilai pressure drop dengan melihat tinggi raksa pada manometer.
9. Langkah 3-8 dilakukan kembali pada alran keluaran sebesar 50%, 75% dan
100%.
10. Langkah 3-9 dilakukan kembali pada contruction.
17

3.4 Rangkaian Alat

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Aliran Fluida


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
A. Pipa Horizontal (Pipa No.2)
Pada percobaan yang dilakukan di pipa horizontal (pipa no.2 dan no.4)
didapatkan hasil semakin besar bukaan valve, maka kecepatan volumetrik dan head
loss semakin tinggi pula.
B. Pipa Horizontal (Pipa No.4)
Pada percobaan yang dilakukan di pipa elbow 45◦ didapatkan hasil semakin
besar bukaan valve, head loss semakin rendah dan kecepatan volumetriknya
semakin tinggi. Sedangkan pada pipa elbow 90◦ didapatkan hasil semakin besar
bukaan valve, head loss dan kecepatan volumetrik semakin tinggi.
C. Pipa Elbow 45◦ & 90◦
Pada percobaan yang dilakukan di pipa enlargement didapatkan hasil
semakin besar bukaan valve, head loss semakin rendah dan kecepatan volumetrik
serta friction loss menjadi tidak beraturan (naik-turun). Sedangkan di pipa
construction hasil yang didapatkan yaitu semakin besar bukaan valve, head loss
mengalami kenaikan kemudian berada di posisi netral lalu mengalami penurunan,
sedangkan kecepatan volumetrik dan friction loss tidak beraturan (naik-turun).

4.2 Pembahasan
4.2.1. Hubungan Antara Heat Loss dan Friction Loss
Aliran fluida di dalam pipa dapat mengalami penurunan tekanan seiring
dengan panjang pipa yang dilalui fluida tersebut. Menurut teori dalam mekanika
fluida, hal ini disebebkan karena fluida yang mengalir memliki viskositas.
Viskositas menyebabkan timbulnya gaya gesek yang sifatnya menghambat. Untuk
melawan gaya gesek tersebut diperlukan energi sehingga mengakibatkan adanya
energi yang hilang pada aliran fluida. Energi yang hilang serta mengakibatkan
penurunan tekanan aliran fluida disebut juga kerugian tekanan (Wibowo dkk.,
2017).

18
19

Untuk mengalirkan fluida dari tempat yang satu ketempat lain diperlukan
suatu peralatan yaitu sistem perpipaan. Tidak hanya pipa, ada banyak alat lain yang
digunakan untuk mengalirkan fluida. Aliran fluida yang melalui pipa akan selalu
mengalami head loss. Hal ini disebabkan oleh gesekan yang terjadi antara fluida
dengan dinding pipa atau karena perubahan kecepatan yang dialami oleh aliran
fluida. Head loss tidak hanya terjadi pada yang lurus saja tetapi terjadi pada belokan
pipa, siku, sambungan, katup, perbesaran pipa, pengecilan pipa, dan lain
sebagainya. Kecepatan volumetrik dihitung dengan cara menghitung lamanya
waktu yang dibutuhkan fluida untuk mengalir. Sedangkan head loss dapat dihitung
dengan mengukur selisih tinggi air raksa di dalam manometer (Widodo, 2009).

4.2.2 Pipa Horizontal


Pipa horizontal adalah pipa lurus yang memiliiki diameter tertentu, pada
percobaan pipa horizontal dilakukan perbandingan diameter pipa yakni, pipa
horizontal dua dan pipa horizontal empat. Diameter pada pipa akan mempengaruhi
luas penampang pada pipa kemudian berpengaruh juga terhadap debit aliran, yang
semakin besar luas penampang pada pipa semakin besar debit aliran. Hal ini juga
akan mempengaruhi nilai dari bilangan Reynold yakni semakin besar nilai debit
maka nilai bilangan Reynold semakin besar (Nurnawaty & Sumardi, 2020). Pada
percobaan yang dilakukan, head loss dan kecepatan volumetrik semakin lama
semakin tinggi hal ini disebabkan oleh pengaruh Reynold number terhadap head
loss, semakin bertambah nilai Reynold number maka head loss juga akan semakin
meningkat sehingga meningkatkan gesekan yang terjadi antara fluida dengan
dinding pipa atau perubahan kecepatan yang dialami oleh fluida.

4.2.3 Elbow 45◦ dan Elbow 90◦


Elbow adalah belokan pipa yang berfungsi untuk menyambung sistem
perpipaan pada sistem distribusi fluida. Belokan pipa dapat menyebabkan
hilangnya energi yang cukup besar pada aliran, hal ini dikarenakan pada belokan
terjadi pemisahan aliran dan turbelensi membentuk aliran sekunder (kutipan jurnal).
Pada percobaan ini digunakan elbow 45º dan 90º untuk mengukur faktor gesekan
pada masing-masing elbow. Pada daerah sambungan (fitting) atau belokan (bend)
20

menyebabkan kehilangan tekanan dalam intalasi pipa (Putri & Sruyani, 2017). Pada
percobaan yang dilakukan terjadi ketidakstabilan head loss. Menurut Ramadon &
Adi (2016) head loss yang tidak stabil dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti kekentalan (viscosity) yang menyebabkan gaya gesek antara partikel-
partikel zat cair dan juga antara zat cair dan dinding permukaan pipa.

4.2.4 Pipa Enlargement dan Construction


Pipa Enlargement adalah pipa yang dimana pipa berubah dari kecil ke pipa
besar dengan diameter pertama lebih kecil dari pada diameter akhirnya. Perbedaan
diameter dari kecil ke besar tentunya akan berpengaruh pada kecepatan volumetrik
fluida pada pipa sehingga akan mempengaruhi bilangan Reynold yang didapat.
Selain itu perubahan diameter juga akan mempengaruhi nilai dari gesekan di dalam
pipa. Pipa Contruction adalah pipa yang dimana diameter berubah dari pipa besar
ke pipa kecil dengan diameter pipa pertama lebih kecil dibandingkan pipa akhirnya.
Hal yang sama juga terjadi pada pipa contruction yakni, perbedaaan diameter akan
mempengaruhi kecepatan volumetrik, bilangan Reynold, dan juga nilai dari
gesekan didalam pipa. Hilangnya energi pada fluida dalam sistem perpipaan dapat
juga disebabkan karena lintasan pipa yang dilalui oleh fluida seperti, belokan pada
pipa, penyempitan pada pipa (kontraksi), dan pembesaran pada pipa (ekpansi). Pada
percobaan ini digunakan enlargement dan contruction pada pipa dua horizontal,
dapat dilihat bahwa semakin besar bilangan Reynold maka faktor gesekannya akan
semakin kecil (Nurcholis, 2008).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai
berikut:
1. Semakin besar bukaan valve, maka kecepatan fluida yang mengalir semakin
besar.
2. Semakin besar kecepatan volumetrik fluida yang mengalir dalam pipa,
maka semakin besar pula head loss yang terjadi.
3. Jenis aliran yang terjadi adalah aliran turbulen karena bilangan Reynold
yang lebih dari 4000.

5.2 Saran
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan terdapat beberapa saran yang
dapat diperhatikan yaitu:
1. Dalam melakukan pengukuran dan perhitungan data, praktikan dituntut
untuk teliti dan fokus agar hasil yang didapat dapat akurat.

44
DAFTAR PUSTAKA

Ahyadi, H., dkk. 2021. Analisis Kinerja Sistem Distribusi Air Bersih di Anjungan
Lepas Pantai Pt. X. JURNAL PRESESI. 23(2).
Akbar, C., N. 2014. Analisa Sistem Perpipaan Dari Gas Scrubber Menuju
Condensate Flash Drum Di Onshore Receiving Facility PT. Pertamina
Hulu Energi west Madura Offshore. Analisa Sistem Perpipaan Dari Gas
Scrubber. 1:2-4.
Andayani, dkk. 2019. Pengaruh Jenis Lapisan Kekasaran Permukaan Pipa terhadap
Koefisien Gesek. Jurnal Teknika. 5(2): 181-194.
Aprizal. 2017. Rancangan Alat Sistem Pemipaan dengan Cara Teoritis Untuk Uji
Pompa Skala Laboratorium. Jurnal Fakultas Teknik Universitas Pasir
Pengaraian. 9(2).
Asriati, S.Q, Nasrul ZA, Muhammad, Jalaluddin, Azhar,. 2021. Simulasi Pengaruh
Bukaan Valve Terhadap Pressure Drop Dan Kavitasi Pada Control Valve
Tipe Ball Valve Dengan Menggunakan Software Autodesk Cfd
(Computational Dynamics Fluid). Chemical Engineering Journal Storage
1:2 : 46-55.
Dahmani, Z., A. 2017. Studi Karakteristik Pompa Sentrifugal dan Cussons Friction
Loss Apparatus dengan Modifikasi Orifice dan Ball Valve. Tugas Akhir.
Institut Teknologi Sepuluh November: Surabaya.
Fahruddin, A., & Mulyadi. 2018. Rancang Bangun Alat Uji Head Losses Dengan
Variasi Debit Dan Jarak Elbow 90 Untuk Sistem Perpipaan Yang Efisien.
Program Studi Teknik Mesin, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Jawa
Timur, 7(1), 32–35.
Geankoplis, C.J. 1993. Transport Process and Unit Operations. 3rd ed. New Jersey:
Prentice-Hall, Inc.
Ghurri, A. 2014. Dasar-dasar Mekanika Fluida. Bali: Universitas Udayana.
Hardinata, C., Sela A., Titu A. 2014. Aliran Fluida Dalam Sistem Perpipaan.
Laporan Laboratorium Instruksional Dasar Proses & Operasi Pabrik.
Universitas Riau : Pekanbaru.
Ilhami, D.N., Ghea, C., Gustin, M.K., Ima, R. 2011. Laporan Praktikum Pendukung
Proses Aliran Fluida. Bandung: Politeknik Negeri Bandung.
Ismail, dkk. 2019. Analisis Penurunan Tekanan Aliran Udara Pada Pipa
Bertekanan. Jurnal Teknik Mesin Untirta. 5(2).
Jalaluddin, dkk. 2019. Analisa Profil Aliran Fluida Cair dan Pressure Drop pada
Pipa L menggunakan Metode Simulasi Computational Fluid Dynamic
(CFD). Jurnal Teknologi Kimia Unimal. 8(2).
Masyuda, F., A. 2018. Analisa Kerugian Head Losses dan Friction pada Sistem
Perpipaan Beda Jenis Valve dengan Variasi Bukaan Valve. Tesis.
Universitas Muhammadiyah Malang: Malang.
McCabe, W., I., dan Smith, J., C. 1985. Unit Operation of Chemical Engineering.
4th edition. McGraw Hill Book Company. Singapore.
Muchsin. 2013. Kerugian-Kerugian pada pipa lurus dengan variasi debit aliran.
Jurnal Mekanikal Vol. 4 No.2 : 386-393.
Mustakim dan Abdul Syakura. 2015. Pengaruh Reynold Number ( Re ) Terhadap
Head Losses Pada Variasi Jenis Belokan Pipa ( Berjari – Jari Dan Patah ).
Jurnal Teknik Mesin Vol. 3 N0. 2 : 19-23.

45
46

Ndruru R.E, Marihat Situmorang, dan Gim Tarigan. 2014. Analisa Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Hasil Produksi Padi Di Deli Serdang. Jurnal Saintia
Matematika Vol. 2, No. 1: 71–83
Nurcholis, L. 2008 Perhitungan Laju Aliran Fluida Pada Jaringan Pipa. Traksi. Vol.
7. No. 1, Juni 2008 Lttp: // Jurual. Unimus. Ac. i D, 7(1).
Nurnawaty, & Sumardi. 2020. Analisis Perubahan Tinggi Tekanan Akibat Sudut
Belokan 90 Dan 45 Dengan Menggunakan Fluid Friction Apparatus.
Volume 13 Nomor 1, Februari 2020 Jurnal Teknik Hidro Universitas
Muhammadiyah Makassar, 13, 28–37.
Olson, R., M., & Wright, S., 1990. Dasar-Dasar Mekanika Fluida Teknik. Penerbit
PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Putra, I., dkk. Analisa Rugi Aliran (Head Losses) pada Belokan Pipa PVC. Seminar
Nasional Peranan Ipteks Menuju Industri Masa Depan (PIMIMD-4).
Institut Teknologi Padang (ITP).
Putri, T. S., & Sriyani, R. (2017). Analisa Perubahan Debit Terhadap Perubahan
Penampang Pada Pipa (Uji Laboratorium ). Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Teknik, Universitas Halu Oleo Kendari, 3(November), 35–39.
Simanjuntak, H., dkk. 2017. Analisa Pengaruh Panjang, Letak dan Geometri Lunas
Bilga Terhadap Arah dan Kecepatan Aliran (Wake) Pada Kapal Ikan
Tradisioal (Studi Kasus Kapal Tipe Kragan). Jurnal Teknik Perkapalan.
5(1).
Sulfikran, Abdul Rivai Suleman, dan Zulvyah Faisal. 2014. Penentuan Faktor
Gesekan (Friction Factor) Berdasarkan Karakteristik Aliran Dengan
Menggunakan Bilangan Reynolds. Jurnal Teknik Sipil: 2-16.
Sumantri, A., Arina, U., Kukuh, S.P. 2012. Praktikum Dasar Teknik Kimia Aliran
Fluida. Yogyakarta: Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Yogyakarta.
Syahputra, D dan Panjaitan. 2018. Analisa Distribusi Kapasitas Aliran Fluida di
Daerah Percabangan Pada Sistem Perpipaan. Jurnal Teknologi Terapan
Vol. 3 (1): 7–11.
Widodo, D., P. 2009. Analisis Percabangan Pipa pada Hydrant dengan
Menggunakan “Program CAE”. Tugas Akhir. Universitas Sanata Dharma:
Yogyakarta.
Widodo,A.S, Awaluddin, dan Wahyudi,S. 2014. Analisis Aliran Fluida Dua Fase
(Udara-Air) melalui Belokan 45˚. Jurnal Rekayasa Mesin Vol. 5(3): 217–
224.
Wibowo, S. S., Kun, S., & Widodo, S. 2017. Analisis Debit Fluida Pada Pipa
Elbow 90° Dengan Variasi Diameter Pipa. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas
Teknik, Universitas Tidar, 0259, 48–54.
Young dan Freedman. 2007. Fisika Universitas. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai