MODUL PRAKTIKUM
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
Mekanika Fluida
1. Latar Belakang
Saat fluida mengalir di sekitar batas suatu benda padat (solid boundary), sifat-
sifat dari aliran nya akan tergantung pada kecepatan fluida relative terhadap solid
boundary tersebut. Pada kecepatan rendah,lapisan-lapisan fluida bergeaj dengan
lancer di atas yang lain. Namun demukian, dengan meningkatnya kecepatan,
gangguan-gangguan kecil menyebabkan terjadinya eddy-eddy ( pusaran) yang
mengacaukan lapisan-lapisan area fluida tersebut sehingga terbentuk aliran pola
lain. Perubahan pola aliran ini memiliki pengaruh penting pada gaya-gaya yang
bekerja antara fluida dan batas padat dan pemahaman mengenai sifat-sifat ini sangat
penting dalam mekanika fluida.
Pada dasarnya jenis aliran yang terjadi pada percobaan Osborne Reynolds
dipengaruhi oleh kecepatan aliran air terhadap waktu dan volume dimana akan
didapatkan bilangan Reynolds . Bilangan Reynolds mengambil nama dari
penelitinya , Prof. Osbourne Reynold (Inggris, 1842-1942), adalah suatu bilangan
yang dipakai untuk menentukan jenis aliran yaitu aliran laminar, transisi, dan
turbulen.
a. Aliran laminer : aliran fluida yang bergerak dalm lapisan-lapisan atau
lamina-lamina dengan suatu lapisan meluncur secara lancar pada lapisan
yang bersebelahan dengan saling tukar momentum secara moleculer saja.
b. Aliran transisi : aliran peralihan dari laminar menjadi turbulen atau dari
turbulen menjadi laminer.
c. Aliran turbulen : bergerak dengan gerakan partikel-partikel fluida yang
sangat tidak menentu dengan saling tukar momentum dalan arah melintang
yang dahsyat.
2. Tujuan
𝑑𝑢
𝜏 = 𝜇 ……………….............................(1)
𝑑𝑦
Serupa dengan itu, gaya-gaya viskos diberikan oleh tegangan geser dikalikan
dengan luas sehingga, menggunakan persamaan (1), dapat dituliskan :
𝑢 2
𝑉𝑖𝑠𝑐𝑜𝑢𝑠 𝐹𝑜𝑟𝑐𝑒𝑠 𝑥 𝑎𝜇 𝑑
𝑑 ………………………….(3)
𝜌𝑑2𝑢 2 𝜌𝑑𝑢
𝑅𝑒 = = ………………………………. (4)
𝜇𝑢𝑑 𝜇
Hal penting mengenai bilangan Reynolds adalah bahwa untuk aliran laminar
biasa didalam pipa. Transisi aluran laminar dan turbulen selalu terjadi pada sekitar
suatu nilai bilangan Reynolds yang sama, tanpa tergantung pada jenis fluida dan
ukuran pipa. Dengan demikian, kondisi aliran pada sembarang ukuran pipa dan
sembarang jenis aliran dapat dipredikisi. Namun tetap harus diingat bahwa tidak
pernah ada suatu nilai presisi dari bilangan Reynolds pada mana terjadi transisi
antara laminar dan turbulen.
Pada suatu kasus peningkatan kecepatan di dalam pipa. Pada awal gaya-gaya
viskos mendominasi dan alirannya adalah laminar. Dengan meningkatnya
kecepatan aliran, eddy-eddy mulai terbentuk namun dapat segera diredam oleh
pengaruh viskositas. Peningkatan kecepatan lebih lanjut akan disertai oleh
peningkatan jumlah eddy-eddy yang tebentuk hingga tercapainya suatu titik dimana
keseluruhan aliran mengalami percampuran turbulen dan dapat dianggap sebagai
turbulen penuh. Transisi dari laminar penuh ke turbulen penh dapat terjadi
berselang-selang dengan terdapatnya periode dimana terjadi aliran laminar yang
tunak. Transisi akhir aliran ke turbulen penuh cenderung lebih jelas karena diatas
level turbulensi tertentu akan menghasilkan turbulensi dengan alirannya sendiri dan
gangguan saja dapat menyebabkan keseluruhan aliran bergerak secara turbulen.
Pada kasus mengenai penurunan kecepatan aliran di dalam pipa. Dalam kasus ini
gerakan turbulen cenderung berlanjut hingga kecepatan berada dibawah titik dimana
aliran turbulen pada awalnya terbentuk. Pada akhirnya, suatu titik tercapai dimana
gaya-gaya viskos meredam eddy-eddy dan alirannya kembali menjadi laminar.
Prilaku ini didemonstrasikan melalui visualisasi alira dan juga dengan mengukur
kehilangan tinggi tekan sepanjang pipa.
Sebagai contoh, gambar dibawah ini menunjukan variasi dari head loss degan
kecepatan pada sebuah pipa haus. Pada saat kecepatan meningkat, transisi terjadi
antara titik A dan B, dan saat penurunan kecepaan transisi terjadi diantara titik C
dan D. Terdapat hysteresis pada area transisi, dimana lokasi aliran berubah dari
laminar ke turbulen A-B tidak sama dengan arah sebaliknya ketika arah berubah
dari turbulen ke laminar C-D disebabkan adanya keengganan fluida untuk berubah
dari suatu kondisi ke kondisi lainnya. Umumya titik D adalah yang palung jelas dan
biasanya diterima bahwa transisi dari turbulen kembali ke laminar terjadi pada
bilangan Reynolds antara 2000 dan 2300. Bilangan Reynolds pada titik A,B,dan C
bergantung pada kondisi masuk dan kekasaran permukaan pipa. Biasanya titik A
terjadi pada bilangan Reynolds antara 2000 dan 2500 namun jika sisi masuk aliran
dikontrol dengan cermat dan permukaan pipa sangat halus aliran laminar dapat
berlanjut hingga nilai bilangan Reynolds yang lebih tinggi lagi. Range bilangan
Reynolds dimana laminar terjadi dapat diperpanjang dengan menghilangkan
sumber-sumber turbulensi tetapi tidak dengan sebaliknya, bagaimanapun dengan
menghilangkan turbulensi di sisi masuk, aliran akan selalu kembali ke laminar saat
bilangan Reynolds berada dibawah 2000. Maka, dapat dikatakan bahwa dibawah
nilai bilangan Reynolds 2000 ini aliran turbulen tidak dapat terjadi, tetapi diatas itu
aliran bisa bisa saja laminar atau turbulen tergantung pada kondisi masuk fluida.
Gambar 3.1 Variasi Head Loss dengan kecepatan untuk airan didalam pipa
Prilaku ini ditunjukkan dan diamati dengan menggunakan peralatan Osborne-
Reynolds. Dalam mempertimbangkan hasilnya, harus diingat bahwa titik-titik
transisi tidak selalu dapat ditetapkan dengan jelas dan bahwa nilai-nilai bilangan
Reynolds akan sedikit bervariasi antara percobaan satu dengan yang lain.
4. Peralatan Percobaan
5. Prosedur Kerja
Kelompok :
Asisten
(…………………...)
Tanggal terakhir pemasukan laporan
Data Alat
1 Diameter pipa 11 mm