Anda di halaman 1dari 18

MODUL PRAKTIKUM

MODUL PRAKTIKUM
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
Mekanika Fluida

INSTITUT TEKNOLOGI SUMATRA


LABORATORIUM KONVERSI ENERGI
Modul 4

Percobaan Osborne Reynolds

1. Latar Belakang

Saat fluida mengalir di sekitar batas suatu benda padat (solid boundary), sifat-
sifat dari aliran nya akan tergantung pada kecepatan fluida relative terhadap solid
boundary tersebut. Pada kecepatan rendah,lapisan-lapisan fluida bergeaj dengan
lancer di atas yang lain. Namun demukian, dengan meningkatnya kecepatan,
gangguan-gangguan kecil menyebabkan terjadinya eddy-eddy ( pusaran) yang
mengacaukan lapisan-lapisan area fluida tersebut sehingga terbentuk aliran pola
lain. Perubahan pola aliran ini memiliki pengaruh penting pada gaya-gaya yang
bekerja antara fluida dan batas padat dan pemahaman mengenai sifat-sifat ini sangat
penting dalam mekanika fluida.

Bilangan Reynold ini digunakan untuk mengidentikasikan jenis aliran yang


berbeda, misalnya laminar dan turbulen. Jika dua pola aliran yang mirip secara
geometris, mungkin pada fluida yang berbeda dan laju alir yang berbeda pula,
memiliki nilai bilangan tak berdimensi yang relevan,keduanya disebut memiliki
kemiripan dinamis. Secara umum benda yang dapat mengalir disebut fluida,
sehingga yang termasuk ke dalam fluidadapat berbentuk gas, cairan atau padatan.
Namun dalam pembahasan disini, fluida yang dimaksud adalah benda cair.

Pada dasarnya jenis aliran yang terjadi pada percobaan Osborne Reynolds
dipengaruhi oleh kecepatan aliran air terhadap waktu dan volume dimana akan
didapatkan bilangan Reynolds . Bilangan Reynolds mengambil nama dari
penelitinya , Prof. Osbourne Reynold (Inggris, 1842-1942), adalah suatu bilangan
yang dipakai untuk menentukan jenis aliran yaitu aliran laminar, transisi, dan
turbulen.
a. Aliran laminer : aliran fluida yang bergerak dalm lapisan-lapisan atau
lamina-lamina dengan suatu lapisan meluncur secara lancar pada lapisan
yang bersebelahan dengan saling tukar momentum secara moleculer saja.
b. Aliran transisi : aliran peralihan dari laminar menjadi turbulen atau dari
turbulen menjadi laminer.
c. Aliran turbulen : bergerak dengan gerakan partikel-partikel fluida yang
sangat tidak menentu dengan saling tukar momentum dalan arah melintang
yang dahsyat.

Reynolds numberjuga mempelajari kondisi dimana suatu jenis aliran dapat


berubah menjadi jenis aliran lain, yaitu aliran transisi dimana aliran zat warna akan
dapat menunjukkan aliran tak beraturan dan akan menunjukkan suatu gejolak
singkat dari pencampuran kemudian diikuti dengan aliran yang bersifat laminar.
Aliran fluida dalam pipa bisa berupa laminar (Re<2100),transisi (2100<Re<4000),
dan turbulen (Re>4000). Tipe aliran yang terjadi pada suatu fluida yang berada pada
pipa sangat penting dalam menyebabkan masalah dalam termodinamika fluida.
Pada praktikum kali ini akan menunjukkan bagaimana perubahan-perubahan aliran
yang terjadi pada nilai bilangan Reynolds yang sama, apapun jenis fluidanya dan
berapapun ukuran pipanya.

2. Tujuan

Adapun tujuan dari percobaan kali ini adalah sebagai berikut :

a. Menunjukkan ketergantungan aliran terhadap bilangan Reynolds.


b. Memperlajari sifat aliran dengan mengamati prilaku dari suatu filament
pewarna yang diinjeksikan ke dalam aliran fluida.
c. Mempelajari perubahan dari aliran laminar ke turbulen dengan memvariasikan
kecepatan aliran.
d. Mempelajari pengaruh viskositas terhadap prilaku aliran dengan
memvariasikan temperature atau dengan mengganti dengan fluida lain
3. Landasan Teori

Pada suatu kasusu fluida bergerak sepanjang permukaan tetap misalnya


dinding pipa. Pada suatu jarak sebesar y dari permukaan, fluida memiliki kecepatan
u relatif terhadap permukaan. Gerak relative tersebut menyebabkan suatu tegangan
geser (shear stress) 𝜏 yang cenderung memperlambat gerakan fluida sehingga
kecepatan di dekat permukaan berkurang menjadi lebih kecil dari u. Tegangan geser
tersebut menghasilkan suatu gradient kecepatan du/dy yang besarnya proporsional
terhadap tegangan yang diberikan. Konstanta proporsionalitas antara tegangan geser
dengan gradient kecepatan tersebut disebut koefisien viskositas dan persamaan nya
ditulis dengan :

𝑑𝑢
𝜏 = 𝜇 ……………….............................(1)
𝑑𝑦

Persamaan (1) merepresentasikan suatu model dari situasi dimana lapisan-


lapisan fluida bergerak satu diatas yang lain, yang disebut aliran laminar. Untuk
kondisi tersebut, eksperimen menunjukkan bahwa persamaan (1) berlaku dan bahwa
nilai u konstan untuk suatu fluida tertentu pada temperature tertentu.

Dapat terlihat bahwa tegangan geser dan gradient kecepatan memiliki


hubungan yang tetap, yang ditentukan hanya oleh viskositas fluida. Namun
demikian, eksperimen juga menunjukkan bahwa hal ini hanya berlaku pada
kecepatan rendah. Jika kecepatan menungkat diatas suatu nilai tertentu, gangguan-
gangguan kecil akan menghasilkan eddy-eddy di dalam aliran dan menyebabkan
percampuran antara lapisan-lapisan dengan berenergi tinggi dan lapisan-lapisan
berenergi rendah pada fluida. Hal ini disebut aliran turbulen dan pada kondisi-
kondisi ini didapati bahwa hubungan antara tegangan geser dan gradient kecepatan
akan bergantung pada banyak faktor selain viskositas fluida. Sifat aliran akan sama
sekali berbeda karena pertukaran energy diantara lapisan-lapisan sekarang
tergantung pada kekuatan dari eddy-eddy dan bukan hanya viskositas. Persamaan
(1) masih tetap berlaku, namun koefisiennya tidak lagi merepresentasikan viskositas
fluida tetapi sekarang disebut dengan “eddy viscosity” yang mana nilainya tidak lagi
konstan utuk fluida pada temperature tertentu. Nilai dari “eddy viscosity” ini
tergantung pada kondisi di hulu aliran dan lebih besar daripada koefisien viskositas
fluida, maka pada kecepatan fluida yang saa, tegangan geser yang terjadi pada aliran
turbulen akan lebih besar daripada aliran laminar. Kita telah melihat bahwa aliran
laminar merupakan hasil dari gaya-gaya viskos dan bahwa aliran turbulen adalah
terkait dengan gaya-gaya inersia. Hal ini kemudian dirumuskan oleh Reynolds
bahwa jenis aliran yang terjadi adalah tergantung pada rasio dari gaya-gaya inersia
dan viskos. Rasio tersebut dinyatakan dalam suatu variable tak berdimensi, disebut
dengan bilangan Reynolds.

Secara fisik, dapat dikatakan bahwa gaya-gaya inersia adalah sebanding


dengan massa dikalikan dengan perubahan kecepatan dibagi dengan waktu. Karena
massa dibagi dengan waktu adalah laju aliran massa dan bersarnya sama dengan
massa jenis dikalikan dengan luas penampang dikalikan dengan kecepatan u maka
kita dapat menuliskan sebagai berikut :

𝐼𝑛𝑠𝑒𝑟𝑡𝑖𝑎 𝐹𝑜𝑟𝑐𝑒𝑠 𝑥 𝜌𝑑2𝑢.………………….……….(2)

Serupa dengan itu, gaya-gaya viskos diberikan oleh tegangan geser dikalikan
dengan luas sehingga, menggunakan persamaan (1), dapat dituliskan :

𝑢 2
𝑉𝑖𝑠𝑐𝑜𝑢𝑠 𝐹𝑜𝑟𝑐𝑒𝑠 𝑥 𝑎𝜇 𝑑
𝑑 ………………………….(3)

Dengan membagi gaya-gaya inersia dengan gaya-gaya viskos, diperoleh


bilangan Reynolds :

𝜌𝑑2𝑢 2 𝜌𝑑𝑢
𝑅𝑒 = = ………………………………. (4)
𝜇𝑢𝑑 𝜇

Suku 𝜌 disebut dengan viskositas kinematik, 𝑣, dan seringkali persamaan (4)


ditulisakan sebagai :
𝑢𝑑
𝑅𝑒 = ………………………...………….. (5)
𝑣

Hal penting mengenai bilangan Reynolds adalah bahwa untuk aliran laminar
biasa didalam pipa. Transisi aluran laminar dan turbulen selalu terjadi pada sekitar
suatu nilai bilangan Reynolds yang sama, tanpa tergantung pada jenis fluida dan
ukuran pipa. Dengan demikian, kondisi aliran pada sembarang ukuran pipa dan
sembarang jenis aliran dapat dipredikisi. Namun tetap harus diingat bahwa tidak
pernah ada suatu nilai presisi dari bilangan Reynolds pada mana terjadi transisi
antara laminar dan turbulen.

Pada suatu kasus peningkatan kecepatan di dalam pipa. Pada awal gaya-gaya
viskos mendominasi dan alirannya adalah laminar. Dengan meningkatnya
kecepatan aliran, eddy-eddy mulai terbentuk namun dapat segera diredam oleh
pengaruh viskositas. Peningkatan kecepatan lebih lanjut akan disertai oleh
peningkatan jumlah eddy-eddy yang tebentuk hingga tercapainya suatu titik dimana
keseluruhan aliran mengalami percampuran turbulen dan dapat dianggap sebagai
turbulen penuh. Transisi dari laminar penuh ke turbulen penh dapat terjadi
berselang-selang dengan terdapatnya periode dimana terjadi aliran laminar yang
tunak. Transisi akhir aliran ke turbulen penuh cenderung lebih jelas karena diatas
level turbulensi tertentu akan menghasilkan turbulensi dengan alirannya sendiri dan
gangguan saja dapat menyebabkan keseluruhan aliran bergerak secara turbulen.
Pada kasus mengenai penurunan kecepatan aliran di dalam pipa. Dalam kasus ini
gerakan turbulen cenderung berlanjut hingga kecepatan berada dibawah titik dimana
aliran turbulen pada awalnya terbentuk. Pada akhirnya, suatu titik tercapai dimana
gaya-gaya viskos meredam eddy-eddy dan alirannya kembali menjadi laminar.
Prilaku ini didemonstrasikan melalui visualisasi alira dan juga dengan mengukur
kehilangan tinggi tekan sepanjang pipa.

Sebagai contoh, gambar dibawah ini menunjukan variasi dari head loss degan
kecepatan pada sebuah pipa haus. Pada saat kecepatan meningkat, transisi terjadi
antara titik A dan B, dan saat penurunan kecepaan transisi terjadi diantara titik C
dan D. Terdapat hysteresis pada area transisi, dimana lokasi aliran berubah dari
laminar ke turbulen A-B tidak sama dengan arah sebaliknya ketika arah berubah
dari turbulen ke laminar C-D disebabkan adanya keengganan fluida untuk berubah
dari suatu kondisi ke kondisi lainnya. Umumya titik D adalah yang palung jelas dan
biasanya diterima bahwa transisi dari turbulen kembali ke laminar terjadi pada
bilangan Reynolds antara 2000 dan 2300. Bilangan Reynolds pada titik A,B,dan C
bergantung pada kondisi masuk dan kekasaran permukaan pipa. Biasanya titik A
terjadi pada bilangan Reynolds antara 2000 dan 2500 namun jika sisi masuk aliran
dikontrol dengan cermat dan permukaan pipa sangat halus aliran laminar dapat
berlanjut hingga nilai bilangan Reynolds yang lebih tinggi lagi. Range bilangan
Reynolds dimana laminar terjadi dapat diperpanjang dengan menghilangkan
sumber-sumber turbulensi tetapi tidak dengan sebaliknya, bagaimanapun dengan
menghilangkan turbulensi di sisi masuk, aliran akan selalu kembali ke laminar saat
bilangan Reynolds berada dibawah 2000. Maka, dapat dikatakan bahwa dibawah
nilai bilangan Reynolds 2000 ini aliran turbulen tidak dapat terjadi, tetapi diatas itu
aliran bisa bisa saja laminar atau turbulen tergantung pada kondisi masuk fluida.

Gambar 3.1 Variasi Head Loss dengan kecepatan untuk airan didalam pipa
Prilaku ini ditunjukkan dan diamati dengan menggunakan peralatan Osborne-
Reynolds. Dalam mempertimbangkan hasilnya, harus diingat bahwa titik-titik
transisi tidak selalu dapat ditetapkan dengan jelas dan bahwa nilai-nilai bilangan
Reynolds akan sedikit bervariasi antara percobaan satu dengan yang lain.

4. Peralatan Percobaan

Alat Osborne-Reynolds ditunjukkan pada gambar 4.1 dilengkapi dengan


modul pengontrol temperature. Pada dasarnya Alat Osborne-Reynolds terdiri dari :

a. Tabung/pipa kaca berdiameter dalam 11 mm


b. Tangki dengan head constant, dengan lubang masuk ke pipa kaca
dibawahnya berbentuk bell-mouth
c. Jalur pipa suplai air ke dalam tangka, air masuk ke dalam tangka
melalui diffuser yang terletak di bawah bell-mouth
d. Stilling bed, berupa butiran-butiran kaca untuk memastikan air masuk
ke dalam tangka dengan halus agar aliran pada mulut bell-mouth
seragam dan steady
e. Overflow pipe, untuk memastikan ketinggian air konstan.
f. Discharge control valve, untuk mengontrol aliran melalui pipa kaca.
Aliran diukur dengan mencatat waktu yang dibutuhkan untuk
menampung suatu volume air tertentu.
g. Dye injector bottle, valve and tube, untuk menginjeksikan filament
halus pewarna kedalam pipa kaca. Outlet dari dye injector tube harus
berada tepat di pusat bell-mouth
h. Temperature control module berfungsi untuk memanaskan dan
mengontrol temperatur air sebelum masuk ke jalur suplai air ke tangka
Gambar 4.1 Skematik peralatan Osborne-Reynolds

5. Prosedur Kerja

5.1 Prosedur Dasar Eksperimen

Adapun prosedur dasar pelaksanaan eksperimen percobaan kali ini adalah


sebagai berikut :

a. Pastikan peralatan telah terinstalasi dengan benar sesuai manual book


b. Tutup valve pewarna (dye) da nisi pewarna ke dalam reservoirnya
c. Hubungkan temperature control module ke sumber listrik yang
sesuai,jangan hidupkan modul sebelum air mengalir pastikan semua
pipa dan konektor tersambung aman
d. Buka katup suplai air dan buka discharge valve (katup dibagian tengan
pipa) sebagian
e. Atur suplai air sampai level pada tangki tepat diatas overflow pipe dan
dijaga pada level ini oleh sedikit aliran yang keluar melalui overflow
pipe. Pada setiap kondisi overflow haruslah sedemikian sehingga dapat
mempertahan kan head konstan di dalam tangki
f. Buka dana tur dye injector valve (katup injector pewarna cairan) untuk
memperoleh filament halus dari pewarna di dalam aliran yang mengalir
ke bawah melalui pipa kaca. Jika pewarna terdispersi di dalam pipa
kurangi debit aliran dengan mentup discharge valve dan mengatur supai
seperlunya untuk mempertahankan head di dalam tangka. Suatu kondisi
aliran laminar tercapai pada saat filament pewarna turun melewati
sepanjang penuh pipa tanpa gangguan.
g. Perlahan-lahan tingkatkan debit dengan membuka discharge valve
sampai gangguan-gangguan pada filament pewarna terlihat. Ini dapat
dianggap sebagai titik awal transisi ke aliran turbulen. Naikkan debit
suplai air untuk mempertahankan head di dalam tangka.
h. Catat temperatur air menggunakan thermometer, kemudian ukur debit
dengan mencatat waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan suatu
volume air tertentu dari discharge valve
i. Tingkatkan debit air lagi sampai gangguan-gangguan meningkat
sedemikian sehingga filament pewarna terdifusi dengan cepat. Eddy-
eddy kecil akan terlihat tepat di atas titik dimana filament pewarna
tersebar secara sempurna. Ini dapat dianggap sebagai permulaan dari
aliran turbulen penuh. Catat temperatur dan debit sebagaimana langlah
“h”
j. Turunkan debit air perlahan sampai pewarna tepat kembali ke bentuk
filament yang steady dimana hal tersebut merepresentasikan aliran
laminar. Catat temperatur dan debit aliran
Gambar 5.1 Pola aliran pada berbagai kondisi aliran
3.4.3. Prosedur Eksperimen Pengaruh Variasi Viskositas
Viskositas air berubah terhadadp temperature sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 3.4. Variasinya relative besar pada range 10 -
40 dan ini dapat digunakan untuk mendemonstrasikan pengaruh
viskositas pada kecepatan pada saat terjadinya transisi.

Gambar 3.4 Grafik Viskositas Kinematik Air Terhadap Temperatur

Temperatur dapat divariasikan dengan menggunakan temperature


control module. Prosedurnya adalah sebagai berikut :
1. Nyalakan suplai listrik ke modul, kemudian set control temperatur
ke MAX. Hidupkan suplai air. Atur control valve modul pada sisi
kiri modul, dan atur juga discharge valve pada alat Osborne-
Reynolds, untuk mencapai kondisi aliran turbulen pada pipa dan
ketinggian head yang konstan pada tangki.
2. Atur pengontrol temperatur untuk memperoleh temperature air yang
diinginkan pada eksperimen. Perhatikan bahwa control temperature
akan berpengaruh pada debit aliran air. Sekali temperature telah
tercapai, control temperature tidak boleh dirubah lagi, pengontrolan
debit dilakukan dengan menggunakan flow control valve.
3. Apabila temperatur telah stabil, ikuti prosedur pada bagian
sebelumnya (3.4.2. Prosedur dasar eksperimental) untuk
menentukan debit pada tiap titik transisi. Gunakan flow control valve
pada temperature control module untuk mengontrol suplai aliran ke
peralatan eksperimen.
4. Prosedur diulang untuk eksperimen pada temperature-temperatur
berbeda, dengan melakukan pengaturan temperature pada
temperature control module.

3.5 Pengambilan Data


Data yang diperlukan dalam percobaan ini adalah temperature air serta
waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan sejumlah kuantitas volume air
keluar dari discharge valve pada tiap-tiap kondisi aliran. Gunakan tabel
dibawah sebagai panduan pengambilan data.
Tabel 3.1 Spesifikasi Data Yang Diambil Pada Percobaan
Data
No Lembar Sim Sat Jumlah
yang Keterangan
. Data bol uan Data
Diambil
12
Pada tiap
(4
Temper temperature
T C temperatur
atur tertentu, diamati 3
, 3 kondisi
kondisi aliran
aliran)
Tabel
Waktu yang
1 temperature
12 dibutuhkan untuk
dan waktu
Det (4 mengumpulkan
Waktu t ik temperatur 200 ml air dari
(s) , 3 kondisi discharge valve
aliran) pada tiap kondisi
aliran

3.6 Pengolahan Data


Langkah-langkah pengolahan data adalah ebagai berikut :
1. Menghitung Kecepatan Fluida
Kecepatan fluida u dalam m/s dihitung sebagai berikut :
V
u=
 r2 t
Dimana,
V : suatu volume tetap air yang keluar dari discharge valve ( m3 )
r : jari-jari pipa (m)
t : waktu yang diperlukan (s) untuk mengisi air sebanyak volume V
2. Menghitung Bilangan Reynolds
Kecepatan yang dihitung sebelumnya dipergunakan dalam menghitung
bilangan Reynold (Re, tak berdimensi-tanpa satuan) sebagai berikut :
ud
Re =
v
Dimana,
u : kecepatan (m/s) yang telah dihitung sebelumnya
d : diameter pipa (m)
v : viskositas kinematic ( m2 / s ) yang diperoleh dari grafik viskositas
kinematik terhadap temperature untuk air (Gambar 3.4)

3.7 Analisis Data


Data hasil eksperimen dan perhitungan kemudian dianalisis dengan
pendekatan sebagai berikut :
1. Tabel nilai pengukuran dan hasil perhitungan
Nilai-nilai yang diperoleh pada saat eksperimen dan nilai-nilai yang
dihitung berdasarkan hasil eksperimen kemudian ditabulasikan untuk
memudahkan analisis. Tabel yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Temp Kondisi Aliran Waktu Kecepatan Viskositas Re
(C) untuk (m/s) kinematik
… ml ( m2 / s )
(s)
Mulai turbulen
(menaikkan debit)
Turbulen penuh
(menaikkan debit)
Laminar penuh
(menurunkan debit)
Mulai turbulen
(menaikkan debit)
Turbulen penuh
(menaikkan debit)
Laminar penuh
(menurunkan debit)
Mulai turbulen
(menaikkan debit)
Turbulen penuh
(menaikkan debit)
Laminar penuh
(menurunkan debit)
Mulai turbulen
(menaikkan debit)
Turbulen penuh
(menaikkan debit)
Laminar penuh
(menurunkan debit)
Mulai turbulen
(menaikkan debit)
Turbulen penuh
(menaikkan debit)
Mulai turbulen
(menaikkan debit)

2. Grafik Reynolds number terhadap viskositas kinematic untuk setiap kondisi


aliran.
Berdasarkan nilai-nilai pada tabel yang telah dibuat sebelumnya, buatlah
grafik bilangan Reynolds (sumbu tegak) terhadap viskositas kinematik
(sumbu mendatar) untuk setiap kondisi aliran.
Gambar 3.5 adalah contoh grafik yang harus dibuat ingat bahwa grafik ini
hanya merupakan contoh, nilai-nilai sebenarnya yang harus di plot dalam
laporan praktikum adalah sesuai dengan nilai-nilai yang diperoleh dari
eksperimen.
Pada grafik terhadap 3 seri data (masing-masing untuk tiap kondisi aliran),
dimana tiap seri terdapat 4 titik data (eksperimen contoh ini dilakukan pada
4 temperatur berbeda, dengan demikian 4 viskositas berbeda). Jumlah titik
data tergantung pada berapa temperature yang di-eksperimen-kan.

Gambar 3.5 Contoh grafik Re vs v hasil eksperimen

Hal-hal yang perlu dianalisis adalah diantaranya (namun tidak terbatas


pada) :
a. Hubungan tiap-tiap parameter hasil pengukuran (dan perhitungan) pada
temperatur-temperatur yang berbeda
b. Persebaran nilai-nilai bilangan Reynolds untuk suatu kondisi aliran.
Pada temperatur/viskositas yang berbeda-beda
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembacaan parameter hasil
pengukuran dan perhitungan (error dalam pengukuran, pembulatan
angka, dan sebagainya)
d. Analisis-analisis lain terkait data yang dihasilkan
3.8 Kesimpulan
Buatlah kesimpulan yang mengacu pada tujuan praktikum serta saran untuk
perbaikan kedepannya.

3.9 Daftar Pustaka


Buatlah daftar referensi yang digunakan dalam penulisan laporan
praktikum, sesuai dengan kaidah penulisan daftar pustaka.
FORMULIR PENGAMATAN
MODUL 3: EKSPERIMEN OSBORNE-REYNOLDS
PRAKTIKAN: MAHASISWA TEKNIK MESIN ITERA

Kelompok :

No. Nama NIM Paraf Tanggal Praktikum

Asisten

(…………………...)
Tanggal terakhir pemasukan laporan

Data Alat
1 Diameter pipa 11 mm

Temp Condition Time for U v.106 Re


(C) … ml (s) ( m.s−1 ) ( m2.s−1 )
Just turbulent (up)
Fully turbulent (up)
Fully laminar (down)
Just turbulent (up)
Fully turbulent (up)
Fully laminar (down)
Just turbulent (up)
Fully turbulent (up)
Fully laminar (down)
Just turbulent (up)
Fully turbulent (up)
Fully laminar (down)

Anda mungkin juga menyukai