Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM MS3134 MEKANIKA FLUIDA

Modul 1 Hydraulic Bench


Modul 2 Eksperimen Teorema Bernaulli

DISUSUN OLEH:
Adi Kuswara (119170001)
Rene Hario Galih (119170006)
Rahmat Ervan Nurhuda (119170008)
Dwi Andrianto (119170010)
Angga Jihan Pratama (119170020)
Muhammad Naufal Ammar (119170026)

LABORATORIUM KONVERSI ENERGI


PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat melihat penerapan dari prinsip
Bernoulli yaitu seperti pada pengaliran asap gas sisa pembakaran pabrik melalui
cerobong asap, karburator mobil dan alat semprot serangga. Asas Bernoulli juga
dapat digunakan untuk menganalisis pernerbangan pesawat, pembangkit listrik
tenaga air system perpipaan dan lain-lain.
Fluida baik gas maupun cairan, akan bergerak dari daerah bertekanan tinggi
ke tekanan rendah. Fluida ini mempunyai kecepatan tertentu ketika bergerak.
Berdasarkan prinsip Bernoulli, tekanan fluida juga bisa berubah-ubah tergantung
laju aliran fluida tersebut. Hubungan antara tekanan, laju aliran dan ketinggian
aliran dapat diperoleh dengan persamaan Bernoulli.
Pada persamaan Bernoulli terdapat dua bentuk persamaan yang pertama yaitu
berlaku untuk aliran tak-termampatkan dan yang lainnya adalah untuk fluida
termampatkan. Pada praktikum yang akan dilakukan kali ini bertujuan untuk
mengukur debit aliran air pada hydraulic bench Menganalisa perubahan tekanan
pada venturimeter dan mengaikatnnya dengan persamaan Bernoulli

B. Tujuan Praktikum
1. Adapun tujuan praktikum pada modul Hydraulic Bench:
a) Mengetahui komponen-komponen dan fungsi dari mesin Hydraulic
Bench.
b) Dapat mengoprasikan mesin Hydraulic Bench.
c) Dapat mengukur debit aliran air pada Hydraulic Bench.
2. Adapun tujuan praktikum pada modul Eksperimen Teorema Bernoulli
a) Dapat mengoprasikan mesin/alat Bernoulli.
b) Menganalisa perubahan tekanan pada Venturimeter dan mengaitkannya
dengan persamaan Bernoulli.
c) Mengamati perubahan tekanan pada pipa konvergen-divergen.
d) Menentukan besarnya coefficient of discharge (C).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Fluida
Fluida merupakan suatu zat/bahan yang dalam keadaan setimbang tak dapat
menahan gaya atau tegangan geser (shear force). Dapat pula didefinisikan
sebagai zat yang dapat mengalir bila ada perbedaan tekanan dan atau tinggi.
Suatu sifat dasar fluida nyata, yaitu tahanan terhadap aliran yang diukur sebagai
tegangan geser yang terjadi pada bidang geser yang dikenai tegangan tersebut
adalah viskositas atau kekentalan/kerapatan zat fluida tersebut. Berdasarkan
wujudnya, fluida dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:
1. Fluida gas, merupakan fluida dengan partikel yang renggang dimana gaya
tarik antara molekul sejenis relatif lemah dan sangat ringan sehingga dapat
melayang dengan bebas serta volumenya tidak menentu.
2. Fluida cair, merupakan fluida dengan partikel yang rapat dimana gaya tarik
antara molekul sejenisnya sangat kuat dan mempunyai permukaan bebas
serta cenderung untuk mempertahankan volumenya.
3. Untuk fluida gas sifat aliran dianggap laminer, sedangkan untuk fluida cair
dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu :
a) Aliran laminer, merupakan aliran dimana fluida dianggap mengalir pada

lapisan masing-masing dengan kecepatan konstan. Suatu aliran yang


tetap dan tidak ada pencampuran partikel-partikel antara lapisan.
Terjadi karena kecepatan aliran rendah, fluida cukup kental, aliran pada
lorong sempit dan Re < 2300.
b) Aliran Transisi, merupakan kondisi dimana partikel fluida berada pada
peralihan dari kondisi seragam menuju kondisi acak, pada kondisi
nyatanya kondisi seperti ini sangat sulit terjadi 2300>Re>4000.
c) Aliran turbulen, merupakan aliran dengan kecepatan tinggi, fluida encer,

aliran lorong besar, Re > 4000, aliran bercampur dari lapisan ke lapisan,
bahkan seperti bergulung-gulung.

B. Aliran Fluida Di Dalam Pipa


Aliran fluida di dalam sebuah pipa mungkin merupakan aliran laminar atau
aliran turbulen. Osborne Reynolds (1842- 1912), ilmuwan dan ahli matematika
Inggris, adalah orang yang pertama kali membedakan dua klasifikasi aliran ini
dengan menggunakan sebuah peralatan sederhana. Untuk laju aliran yang cukup
kecil, guratan zat pewarna (sebuah garisgurat) akan tetap berupa garis yang
terlihat jelas selama mengalir, dengan hanya sedikit saja menjadi kabur karena
difusi molekuler dari zat pewarna ke air di sekelilingnya. Untuk suatu laju aliran
sedang yang lebih besar, guratan zat pewarna berfluktuasi menurut waktu dan
ruang, dan olakan putusputus dengan perilaku tak beraturan muncul di sepanjang
guratan.
Sementara itu, untuk laju aliran yang cukup besar guratan zat pewarna
dengan sangat segera menjadi kabur dan menyebar di seluruh pipa dengan pola
yang acak. Ketiga karakteristik ini, yang masing-masing disebut sebagai aliran
laminar, transisi dan turbulen. Kita tidak seharusnya menyebutkan besaran
berdimensi sebagai "besar" atau "kecil" seperti "laju aliran yang cukup kecil".
Untuk aliran pipa parameter tak berdimensi yang paling penting adalah bilangan
Reynolds, Re yaitu perbandingan antara efek inersia dan viskos dalam aliran.

ρVD
ℜ=
μ

Keterangan:
V = Viskositas kinematik
µ = Viskosotas dinamis
D = Diameter
ρ = Densitas Fluida
Re = Reynolds Number
Dimana V adalah kecepatan rata-rata di dalam pipa. Artinya, aliran di
dalam sebuah pipa adalah laminar, transisi atau turbulen jika bilangan
Reynoldsnya "cukup kecil", "sedang" atau "cukup besar". Bukan hanya
kecepatan fluida yang menentukan sifat aliran, namun kerapatan, viskositas dan
diameter pipa juga sama pentingnya. Parameter-parameter ini menghasilkan
bilangan Reynolds. Perbedaan antara aliran pipa laminar dan turbulen dan
ketergantungannya terhadap sebuah besaran tak berdimensi yang sesuai pertama
kali ditunjukkan oleh Osborne Reynolds pada tahun 1883.
Kisaran bilangan Reynolds di mana akan diperoleh aliran pipa yang laminar,
transisi atau turbulen tidak dapat ditentukan dengan tepat. Transisi yang aktual
dari aliran laminar ke turbulen mungkin berlangsung pada berbagai bilangan
Reynolds, tergantung pada berapa besar afiran terganggu oleh getaran pipa,
kekasaran dari daerah masuk, dan hal-hal sejenis, lainnya. (Hariyono, Rubiono,
& Mujianto, 2016)

C. Saluran Terbuka
Saluran terbuka adalah saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan
bebas. Pada semua titik di sepanjang saluran tekanan di permukaan air adalah
sama, yang biasanya berupa tekanan atmosfir. Pengaliran melalui suatu pipa
yang tidak penuh masih ada muka air bebas termasuk aliran melalui saluran
terbuka. Oleh karena aliran melalui saluran terbuka harus mempunyai muka air
bebas, maka aliran ini biasanya berhubungan dengan zat cair dan umumnya
adalah air. Menurut Chow (1992:17) saluran yang mengalirkan air dengan suatu
permukaan bebas disebut saluran terbuka. Menurut asalnya saluran dapat
digolongkan menjadi saluran alam (natural) dan saluran buatan (artificial).
Saluran alam meliputi semua alur air yang terdapat secara alamiah di bumi, mulai
dari anak selokan kecil di pegunungan, selokan kecil, sungai kecil dan sungai
besar sampai ke muara sungai. Saluran terbuka menurut Triatmodjo (1996:103)
adalah saluran dimana air mengalir dengan muka air bebas. Pada saluran terbuka,
misalnya sungai (saluran alam), variabel aliran sangat tidak teratur terhadap
ruang dan waktu. Variabel tersebut adalah tampang lintang saluran, kekasaran
dasr, belokan, debit aliran dan sebagainya. Tipe aliran saluran terbuka menurut
Triatmdojo (1996:104) adalah turbulen, karena kecepatan aliran dan kekasaran
dinding relative besar. Aliran melalui saluran terbuka akan turbulen apabila
angka Reynolds Re > 1.000, dan laminar apabila Re <500. Aliran melalui saluran
terbuka dianggap seragam (uniform) apabila berbagai variabel aliran seperti
kedalaman, tampang basah, kecepatan, dan debit pada setiap tampang saluran
terbuka adalah konsan. Aliran melalui saluran terbuka disebut tidak seragam atau
berubah (non uniform flow atau varied flow), apabila variabel aliran seperti
kedalaman, tampang basah, kecepatan di sepanjang saluran tidak konstan.
Apabila perubahan aliran terjadi pada jarak yang pendek maka disebut aliran
berubah

D. Viskositas
Viskositas suatu fluida adalah suatu sifat yang sangat penting dalam
penganalisaan tingkah laku fluida dan gerakan fluida dekat batas padat. Viskositas
merupakan hasil dari gaya-gaya antara molekul yang timbul pada saat lapisan-
lapisan fluida berusaha menggeser satu dengan lainnya. Shearing stress (tegangan
geser) antara rapisan-rapisan fluida nonturbulen yang bergerak pada saluran lurus
dapat ditentukan. Viskositas kinematis adalah merupakan perbandingan antara
koefisien viskositas (viskositas dinamis) dengan density. Pada suatu kasus fluida
bergerak sepanjang permukaan tetap misalnya dinding pipa. Pada suatu jarak
sebesar y dari permukaan, fluida memiliki kecepatan u relatif terhadap
permukaan. Gerak relative tersebut menyebabkan suatu tegangan geser (shear
stress) 𝜏 yang cenderung memperlambat gerakan fluida sehingga kecepatan di
dekat permukaan berkurang menjadi lebih kecil dari u. Tegangan geser tersebut
menghasilkan suatu gradient kecepatan du/dy yang besarnya proporsional
terhadap tegangan yang diberikan. Konstanta proporsionalitas antara tegangan
geser dengan gradient kecepatan tersebut disebut koefisien viskositas. (Gerhart,
Gerhart, & Hochstein, 2018)

E. Sistem Suspensi Hidraulis


Sistem suspensi memainkan peran penting pada gaya vertikal pada sebuah
kendaraan. Sistem suspensi digunakan untuk meningkatkan kenyamanan
berkendara serta pengendalian berkendara. Umumnya, sistem suspensi yang
digunakan pada kendraan angkut menggunakan sistem suspensi hidraulis. Gaya
redam yang terjadi pada shock absorber pada suspensi konvensional bergantung
pada orifice compensation, yang mana menyalurkan energi getaran ke minyak
peredam. Energi getaran tersebut menghasilkan panas yang dilepas ke
lingkungan melalui pipa. gaya peredaman minimal saat kendaraan bergerak ke
bawah supaya gaya yang diterima penumpang juga minimal. Sebaliknya, saat
langkah tarik, kendaraan hanya menghantam udara. Oleh karena itu, tak akan ada
reaksi berlebihan yang diterima penumpang.

F. Redaman
Pada umumnya, energi getaran diubah menjadi panas atau suara. Karena
pengurangan energi, respon (seperti perpindahan pada sistem) akan menurun.
Mekanisme dari energi getaran diubah menjadi panas atau suara diketahui sebagai
redaman (damping). Walaupun jumlah energi yang diubah menjadi panas atau
suara relatif kecil, pertimbangan redaman menjadi penting untuk prediksi yang
akurat dari respon getaran sistem. Berikut beberapa jenis redaman:
1. Viscous Damping merupakan mekanisme redaman yang paling
seringdigunakan dalam analisis getaran. Saat sistem mekanis bergetar
dalam media fluida (seperti udara, gas, air, atau oli), perlawanan dari
fluida terhadap sistem inilah yang menyebabkan energi terdisipasi. Jumlah
energi yang terdisipasi bergantung pada beberapa faktor, yaitu bentuk dan
ukuran massa yang bergetar, viskositas fluida, frekuensi getaran, dan
kecepatan massa tersebut bergetar. Dalam viscous damping, gaya redam
sebanding dengan kecepatan massa bergetar. Contoh dari viscous
damping: (1)film cairan antara permukaan geser, (2)aliran cairan di sekitar
piston di dalam silinder, (3)aliran fluida melalui lubang (orifice), dan
(4)film cairan di sekitar sebuah jurnal di bantalan (bearing).
2. Coulomb or Dry-Friction Damping. Gaya redam besarnya konstan tetapi
berlawanan arah dengan gerak massa yang bergetar. Hal ini disebabkan
oleh gesekan antara menggosok permukaan yang baik kering atau
pelumasan cukup.
3. Material or Solid or Hysteretic Damping. Ketika material berdeformasi,
energi akan diserap dan terdisipasi oleh material. Hal ini disebabkan
karena gesekan antara bagian dalam yang slip atau bergeser karena
deformasi.

G. Hukum Bernoulli

Sejumlah fluida mengalir di dalam pipa dari titik 1 menuju titik 2. Titik 1
lebih rendah daripada titik 2, dan ini berarti energi potensial di titik 1 lebih kecil
daripada energi potensial di titik 2. Luas penampang 1 lebih besar daripada luas
penampang 2. Menurut persamaan kontinuitas (Av = konstan), kecepatan fluida di
2 lebih besar daripada di 1, dan ini berarti bahwa energi kinetik fluida di 1 lebih
kecil daripada energi kinetik fluida di 2. Jumlah energi potensial dan energi
kinetik dan energi kinetik adalah energi mekanik. Dengan demikian, energi
mekanik fluida di 1 lebih kecil daripada energi mekanik fluida di 2.

Jika energi mekanik di 1 lebih kecil daripada energi mekanik di 2, bagaimana


mungkin fluida berpindah dari titik1 ke titik 2? Bernoulli mengetahui tentang
teorema usaha-energi mekanik. Menurut teorema ini, fluida dapat berpindah dari
1 ke 2. Usaha adalah gaya kali perpindahan (W Fs = ∆ ). Agar usaha W positif,
beda gaya 1 2 ∆FFF = − haruslah positif. Gaya adalah tekanan kali luas
penampang (F = pA), ehingga agar beda gaya ∆F positif, 11 2 2 ∆= − F pA pA
haruslah positif. Dari sinilah bernoulli menemukan besaran ketiga yang
berhubungan dengan usaha positif yang dilakkan fluida, yaitu tekanan p sehingga
flida dapat berpindah dari 1 ke 2 walaupun energi mekanik di 1 lebih kecil
daripada energi mekanik

H. Persamaan Bernoulli
Akibat dari gerakan pada suatu fluida dapat menimbulkan atau menghasilkan
energi, terutama energi mekanik yaitu sebagai akibat dari kecepatan fluida
(energi kinetis) dan dari tekanannya (energi potensial) serta elevasi (energi
potensial dari elevasi). Dalam mekanika fluida terutama bila memperhatikan
sifat-sifat fluida dengan mengabaikan compressibility, Streeter (1987), maka
akan didapatkan energi spesifik atau energi per satuan berat fluida (E) sebagai
berikut :

V2 p
E= + +z
2 g ρg

Keterangan:

V = kecepatan (m/s)

g = percepatan gravitasi (m/s2)

P= tekanan pada cairan (N/m2)

ρ = massa jenis (kg/s2)

z= elevasi (m)

Jika aliran tetap/tenang pada suatu fluida ideal yang terletak antara 2 titik
pada suatu aliran lanar akan mempunyai energi spesifik yakni E1 dan E2 dari
persamaan diatas maka dapat juga dituliskan dengan persamaan yaitu sebagai
berikut :
E 1=E 2

V P1 V 22 P2
+ +Z = + +Z
2 g ρg 1 2 g ρg 2

Persamaan di atas biasa dikenal dengan persamaan Bernoulli.namun


keadaan sebenarnya perhitungan akan berbeda karena perlu perhitungan gesekan
antara fluida dengan saluran/pipa serta kerugian kecil yang terjadi pada aliran.
(Rahmat & Irawan, 2010) Maka bentuk Persamaan Bernoulli akan menjadi:

E 1=E 2

Untuk mayor losses bentuk persamaan Bernoullinya yaitu adalah:

V P1 V 22 P2 LV
2
+ + Z 1 = + + Z 2+ f
2 g ρg 2 g ρg D .2 g

Untuk minor losses bentuk persamaan beroullinya yaitu adalah

2
V P1 V 2 P2 hm .2 g
+ + Z 1 = + + Z 2+ k 2
2 g ρg 2 g ρg V

I. Sistem Pengendalian Proses


System pengendalian atau sistem kontrol adalah susunan beberapa komponen
yang terangkai membentuk aksi pengendalian. System pengendalian yang
diterapkan dalam teknologi proses disebut sistem pengendalian proses. Dalam
bidang ini, pengendalian proses diterapkan pada reaktor, penukar panas (heat
exchanger), kolom pemisahan (misalnya distilasi, absorpsi, ekstraksi), tangki
penampung cairan, aliran fluida, dan masih banyak lagi (Susmita, 2010)
Ada parameter yang harus dikendalikan di dalam suatu proses. Diantaranya,
yang paling umum, adalah tekanan (pressure) di dalam sebuah vassel atau pipa,
aliran (flow) di dalam pipa, suhu (temperature) di unit proses seperti heat
exchanger, atau permukaan zat cair (level) di sebuah tangki. Ada beberapa
parameter di luar keempat paramter tersebut yang cukup penting dan juga perlu
dikendalikan karena kebutuhan spesifik proses, diantaranya: pH di industri
Petrokimia, warna produk di suatu fasilitas pencairan gas (NGL), dan sebagainya.
Gabungan serta kerja alat-alat pengendalian otomatis itulah yang dinamai sistem
pengendalian proses (process control system), sedangkan semua peralatan yang
membentuk sistem pengendalian disebut instrumen pengendalian proses (process
control instrumentation) (Gunterus, 1994)

J. Persamaan Kotinuitas
Persamaan kontinuitas diperoleh dari hukum kekekalan massa yang
menyatakan bahwa untuk aliran yang stasioner massa fluida yang melalui semua
bagian dalam arus fluida tiap satuan waktu adalah sama. Persamaan kontinuitas
dapat dinyatakan sebagai beriku:

ṁ=ρ 1. Q1=ρ 2.Q 2=konstan

Untuk aliran yang tidak termampatkan (ρ = konstan) maka persamaan di atas


menjadi :

Q 1=Q 2

A 1.V 1= A 2. V 2

Keterangan:

A= luas penampang

V= kecepatan aliran di tiap penampang


BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sebagai
berikut:

1. Hydraulic Bench
Adapun alat dan bahan pada praktikum hydraulic bench adalah sebagai
berikut:
a. Mesin Hydraulic Bench

Gambar 3.1. Mesin Hydraulic Bench

b. Stopwatch
Gambar 3.2. Stopwatch
c. Gelas Ukur 5 Liter

Gambar 3.3. Gelas Ukur 5 Liter

d. Selang Penghubung

Gambar 3.4. Selang Penghubung

e. Air
Gambar 3.5. Air
f. Pewarna

Gambar 3.6. Pewarna

2. Teorema Bernaulli
Adapun alat dan bahan pada praktikum teorema Bernaulli adalah sebagai
berikut:
a. Mesin Hydraulic Bench

Gambar 3.7. Mesin Hydraulic Bench


b. Alat Teorema Bernaulli

Gambar 3.8. Alat Teorema Bernaulli


c. Gelas Ukur 5 Liter

Gambar 3.9. Gelas Ukur 5 Liter

d. Selang Penghubung

Gambar 3.10. Selang Penghubung

e. Air
Gambar 3.11. Air
B. Prosedur Percobaan
Adapun prosedur percobaan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Hydraulic Bench
Adapun prosedur percobaan pada praktikum hydraulic bench adalah
sebagai berikut:
a. Memastikan katub air terbuka.
b. Menghubungkan hydraulic Bench dengan sumber arus listrik.
c. Memutar ke arah kanan tombol power untuk menghidupkan pompa air
d. Mengatur debit aliran air dengan memutar katub air.
e. Menghitung waktu dengan stopwatch hingga debit air yang di inginkan
5liter/min, 10liter/menit (yg telah ditentukan).
f. Mematikan pompa air dengan cara menekan tombol power.

2. Teorema Bernaulli
Adapun prosedur percobaan pada praktikum teorema Bernoulli adalah
sebagai berikut:

a. Menghubungkan mesin/alat Bernoulli Experiment dengan hydraulic


Bench sesuai manual book.
b. Membuka penuh katub pada Bernoulli dengan memutar berlawanan arah
jarum jam.
c. Menghidupkan pompa hydraulic bench dengan kecepatan yang telah
ditentukan 5 l/min.
d. Membuka katub V-1 untuk membuang udara yang tersisa pada venturi
dan selang yang menghubungkan venturi dengan tube kemudian tutup
kembali.
e. Memastikan ketinggian air pada manometer dapat di baca tidak terlalu
tinggi dan rendah, bisa menggunakan alat bantu pompa untuk
menambahkan udara pada tube.
f. Mencatat h1 dan h2 dengan cara menggeser pitot sesuai titik 0-6 dengan
perlahan dan hati-hati.
g. Mengulangi percobaan ini dengan menggantu aliran bench sebesar 10 dan
15 l/min.
h. Mematikan pompa Hydraulic bench dengan cara menekan tombol on/off
mesin.
i. Menguras air pada tube,venturi dan selang hingga habis dengan bantuan
pompa tangan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Hasil Praktikum


Adapun hasil data yang didapat dari praktikum ini antara lain adalah sebagai
berikut:

Tabel 4.1. Hasil Percobaan Teorema Bernaulli


Q₁ (4 l/min) Q₂ (8 l/min) Q₃(12 l/min)
Posisi
h₁ h₂ h₁ h₂ h₁ h₂
0 241 244 228 280 425 428
1 200 240 132 262 60 400
2 198 238 122 260 54 386
3 200 236 145 260 95 383
4 206 235 164 258 149 381
5 214 235 135 250 190 328
6 220 230 194 220 255 300

B. Data Hasil Perhitungan


Adapun hasil dari perhitungan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Q1


Q1(4 l/min)
Posisi v₁ S₁ Kinetic Piezimetric
h₂-h₁
(m/s) (m²) Head (m) Head (m) Total Head (kin+piez)
0 3 0,24 16,49 1293,26 2,36 1295,62
1 40 0,88 4,51 354,17 1,96 356,13
2 40 0,88 4,51 354,17 1,94 356,11
3 36 0,84 4,76 373,33 1,96 375,29
4 29 0,75 5,30 415,95 2,01 417,97
5 21 0,64 6,23 488,80 2,09 490,90
6 10 0,44 9,03 708,35 2,15 710,50
Tabel 4.3. Hasil Perhitungan Q2
Q2(8 l/min)
Posisi h₂- v₁ Kinetic Piezimetric Head Total Head
h₁ (m/s) S₁ (m²) Head (m) (m) (kin+piez)
0 52 1,00 3,96 310,63 2,23 312,86
1 130 1,59 2,50 196,46 1,29 197,75
2 138 1,64 2,43 190,68 1,19 191,87
3 115 1,50 2,66 208,88 1,42 210,30
4 94 1,35 2,94 231,03 1,60 232,64
5 115 1,50 2,66 208,88 1,32 210,20
6 26 0,71 5,60 439,30 1,90 441,20

Tabel 4.4. Hasil Perhitungan Q3


Q3(12 l/min)
Posisi v₁ Kinetic Head Piezimetric Head Total Head
h₂-h₁
(m/s) S₁ (m²) (m) (m) (kin+piez)
0 3 0,24 16,49 1293,26 4,16 1297,42
1 340 2,58 1,54 121,48 0,58 122,06
2 332 2,55 1,56 122,93 0,52 123,46
3 288 2,37 1,68 131,99 0,93 132,92
4 232 2,13 1,87 147,06 1,46 148,52
5 138 1,64 2,43 190,68 1,86 192,54
6 45 0,93 4,25 333,91 2,49 336,41

C. Perhitungan
Adapun hasil perhitungan yang didapat dari praktikum kali ini adalah
sebagai berikut :
1. Debit 4 L/min
a. h2 −h1=244−241=3 mm=3 ×10−3

√ 2 g ( h2−h1 )

−3
2× 9.8 ×3 ×10
v 1= = =0.24 m/s
ρ 1000
Q 4 2
s= = =16.4 m
v 0.24
Q2
h k= =¿ ¿
2 g s2
hi 189 ×10−3 −5
hp= = =1.9× 10 m
ρg 1000 ×9.8
−6 −5 −5
ht =h k + h p=8.0× 10 +1.9 ×10 =2.7 ×10 m

−3
b. h2 −h1=190−149=41mm=41 ×10 m

v 1=
√ 2 g ( h2−h1 )
ρ
−3
=
√ 2× 9.8 ×41 ×10−3
1000
=0.028 m/s

10

Q 60 −3 2
s= = =2.4 × 10 m
v 0.028
Q2
hk= =¿ ¿
2 g s2
hi 149 ×10−3 −5
hp= = =1.5× 10 m
ρg 1000 ×9.8
−6 −5 −5
ht =h k + h p=8.0× 10 +1.9 ×10 =5.6 ×10 m

−3
c. h2 −h1=189−147=42 mm=42× 10 m

v 1=
√ 2 g ( h2−h1 )
ρ
−3
=
√ 2× 9.8 ×42 ×10−3
1000
=0.029 m/s

10

Q 60 −3 2
s= = =2.3 ×10 m
v 0.029
Q2
hk= 2
=¿ ¿
2 gs
hi 147 ×10−3 −5
hp = = =1.5× 10 m
ρg 1000 ×9.8
−5 −5 −5
ht =h k + h p=4.2× 10 +1.5 ×10 =5.7 ×10 m

−3
d. h2 −h1=188−149=39 mm=39 ×10 m

√ 2 g ( h2−h1 )

−3
2× 9.8 ×39 ×10
v 1= = =0.028 m/ s
ρ 1000
−3
10

Q 60
s= = =2.4 × 10−3 m2
v 0.028
2
Q
hk= 2
=¿ ¿
2 gs
hi 149 ×10−3 −5
hp= = =1.5× 10 m
ρg 1000 ×9.8
−5 −5 −5
ht =h k + h p=3.9 ×10 +1.5 ×10 =5.4 ×10 m

e. h2 −h1=187−159=31 mm=31× 10−3 m

√ 2 g ( h2−h1 )

−3
2× 9.8 ×31 ×10
v 1= = =0.025 m/s
ρ 1000
−3
10

Q 60
s= = =2.7 × 10−3 m2
v 0.025
2
Q
hk= 2
=¿ ¿
2 gs
hi 159 ×10−3 −5
hp= = =1.6× 10 m
ρg 1000 ×9.8
−5 −5 −5
ht =h k + h p=3.1 ×10 + 1.6× 10 =4.7 ×10 m

f. h2 −h1=186−163=23 mm=23 ×10−3 m

√ 2 g ( h2−h1 )

−3
2× 9.8 ×23 ×10
v 1= = =0.021m/ s
ρ 1000
−3
10

Q 60
s= = =3.1 ×10−3 m2
v 0.021
2
Q
hk= 2
=¿ ¿
2 gs
hi 163 ×10−3 −5
hp= = =1.7 ×10 m
ρg 1000 ×9.8
−5 −5 −5
ht =h k + h p=2.3 × 10 +1.7 ×10 =4 ×10 m
g. h2 −h1=180−170=10 mm=10 ×10−3 m

v 1=
√ 2 g ( h2−h1 )
ρ
=
√ 2× 9.8 ×10 ×10−3
1000
=0.014 m/s

10−3

Q 60
s= = =4.8× 10−3 m2
v 0.014
Q2
hk= =¿ ¿
2 g s2
hi 170 ×10−3 −5
hp= = =1.7 ×10 m
ρg 1000 ×9.8
−5 −5 −5
ht =h k + h p=1 ×10 + 1.7 ×10 =2.7 ×10 m

2. Debit 8 L/min
−3
a. h2 −h1=272−263=109 mm=109× 10 m

√ 2 g ( h2−h1 )

−3
2× 9.8 ×109 ×10
v 1= = =0.046 m/s
ρ 1000
10−3

Q 60 −3 2
s= = =2.9× 10 m
v 0.046
2
Q
h k= =¿ ¿
2 g s2
hi 263 ×10−3 −5
hp= = =1.7 ×10 m
ρg 1000 ×9.8
ht =h k + h p=1.1 ×10−4 +1.7 ×10−5=1.3 ×10−4 m

−3
b. h2 −h1=260−115=145 mm=145 ×10 m

√ 2 g ( h2−h1 )

−3
2× 9.8 ×145 ×10
v 1= = =0.053m/ s
ρ 1000
−3
10

Q 60
s= = =2.5× 10−3 m2
v 0.053
2
Q
h k= 2
=¿ ¿
2 gs
hi 115 ×10−3 −5
hp= = =1.2× 10 m
ρg 1000 ×9.8
−4 −5 −4
ht =h k + h p=1.5 ×10 +1.2 ×10 =1.6 ×10 m

c. h2 −h1=252−109=143 mm=143× 10−3 m

√ 2 g ( h2−h1 )

−3
2× 9.8 ×143 ×10
v 1= = =0.053m/ s
ρ 1000
−3
10

Q 60
s= = =2.5× 10−3 m2
v 0.053
2
Q
h k= 2
=¿ ¿
2 gs
hi 109 ×10−3 −5
hp= = =1.1× 10 m
ρg 1000 ×9.8
−4 −5 −4
ht =h k + h p=1.4 × 10 + 1.1× 10 =1.5 ×10 m

d. h2 −h1=250−128=122 mm=122×10−3 m

√ 2 g ( h2−h1 )

−3
2× 9.8 ×122× 10
v 1= = =0.049 m/s
ρ 1000
−3
10

Q 60
s= = =2.7 ×10−3 m2
v 0.049
2
Q
hk= 2
=¿ ¿
2 gs
hi 128 ×10−3 −5
hp= = =1.3× 10 m
ρg 1000 ×9.8
−4 −5 −4
ht =h k + h p=1.2 ×10 +1.3 ×10 =1.4 ×10 m
e. h2 −h1=250−153=97 mm=97× 10−3 m

v 1=
√ 2 g ( h2−h1 )
ρ
=
√ 2× 9.8 ×97 × 10−3
1000
=0.044 m/s

10−3

Q 60
s= = =3.1×10−3 m2
v 0.044
Q2
hk= =¿ ¿
2 g s2
hi 153 ×10−3 −5
hp= = =1.6× 10 m
ρg 1000 ×9.8
−5 −5 −4
ht =h k + h p=9.7 ×10 +1.6 ×10 =1.1 ×10 m

f. h2 −h1=250−171=79 mm=79× 10−3 m

v 1=
√ 2 g ( h2−h1 )
ρ
=
√ 2× 9.8 ×79 ×10−3
1000
=0.039m/ s

10−3

Q 60 −3 2
s= = =3.4 ×10 m
v 0.039
Q2
hk= =¿ ¿
2 g s2
hi 171 ×10−3 −5
hp= = =1.7 ×10 m
ρg 1000 ×9.8
−5 −5 −5
ht =h k + h p=7.9 ×10 +1.7 ×10 =9.6 ×10 m

g. h2 −h1=242−195=47 mm=47 ×10−3 m

v 1=
√ 2 g ( h2−h1 )
ρ
=
√ 2× 9.8 ×47 × 10−3
1000
=0.03 m/s

10−3

Q 60 −3 2
s= = =4.4 × 10 m
v 0.03
2
Q
hk= =¿ ¿
2 g s2
hi 195 ×10−3 −5
hp= = =2× 10 m
ρg 1000 ×9.8
−5 −5 −5
ht =h k + h p=4.7 ×10 + 2×10 =6.7 × 10 m

3. Debit 12 L/min
−3
a. h2 −h1=430−424=6 mm=6× 10 m

v 1=
√ 2 g ( h2−h1 )
ρ
−3
=
√ 2× 9.8 ×6 ×10−3
1000
=0.011 m/ s

10
12×
Q 60 −3 2
s= = =1.8 ×10 m
v 0.011
Q2
hk= 2
=¿ ¿
2 gs
hi 424 ×10−3 −5
hp= = =4.3 ×10 m
ρg 1000× 9.8
−6 −5 −5
ht =h k + h p=6 × 10 + 4.3× 10 =4.9 ×10 m

−3
b. h2 −h1=405−47=358 mm=358 ×10 m

√ 2 g ( h2−h1 )

−3
2× 9.8 ×358 ×10
v 1= = =0.084 m/ s
ρ 1000
−3
10
12×
Q 60 −3 2
s= = =2.4 × 10 m
v 0.084
Q2
hk= 2
=¿ ¿
2 gs
hi 47 × 10−3 −6
hp= = =4.8 ×10 m
ρg 1000 ×9.8
−4 −6 −4
ht =h k + h p=3.6 × 10 + 4.8 ×10 =3.6 ×10 m
c. h2 −h1=392−42=350 mm=350 ×10−3 m

√ 2 g ( h2−h1 )

−3
2× 9.8 ×350 ×10
v 1= = =0.083 m/ s
ρ 1000
−3
10
12×
Q 60
s= = =2.4 × 10−3 m2
v 0.083
2
Q
hk= 2
=¿ ¿
2 gs
hi 42×10−3 −6
hp= = =4.3 ×10 m
ρg 1000 ×9.8
ht =h k + h p=3.5 ×10−4 + 4.3 ×10−6 =3.5× 10− 4 m

d. h2 −h1=385−91=294 mm=294 × 10−3 m

√ 2 g ( h2−h1 )

−3
2× 9.8 ×294 × 10
v 1= = =0.076 m/s
ρ 1000
−3
10
12×
Q 60
s= = =2.6 ×10−3 m2
v 0.076
2
Q
hk= 2
=¿ ¿
2 gs
hi 91 ×10−3 −6
hp= = =9.3 ×10 m
ρg 1000 ×9.8
ht =h k + h p=2.9 × 10−4 + 9.3× 10−6=3× 10−4 m

e. h2 −h1=380−145=235 mm=235 ×10−3 m

√ 2 g ( h2−h1 )

−3
2× 9.8 ×235 ×10
v 1= = =0.068 m/ s
ρ 1000
−3
10
12×
Q 60
s= = =2.9 ×10−3 m2
v 0.068
2
Q
hk= 2
=¿ ¿
2 gs
hi 145 ×10−3 −5
hp= = =1.5× 10 m
ρg 1000 ×9.8
−4 −5 −4
ht =h k + h p=2.4 ×10 +1.5× 10 =2.5× 10 m

−3
f. h2 −h1=377−189=188 mm=188 ×10 m

√ 2 g ( h2−h1 )

−3
2× 9.8 ×188 ×10
v 1= = =0.061m/s
ρ 1000
10−3
12×
Q 60 −3 2
s= = =3.3 ×10 m
v 0.061
2
Q
hk= 2
=¿ ¿
2 gs
hi 189 ×10−3 −5
hp= = =1.9× 10 m
ρg 1000 ×9.8
−4 −5 −4
ht =h k + h p=1.9 ×10 +1.9 ×10 =2.1 ×10 m

g. h2 −h1=310−255=55 mm=55 ×10−3 m

√ 2 g ( h2−h1 )

−3
2× 9.8 ×55 ×10
v 1= = =0.033m/ s
ρ 1000
10−3
12×
Q 60 −3 2
s= = =6.1 ×10 m
v 0.033
2
Q
h k= =¿ ¿
2 g s2
hi 255 ×10−3 −5
hp= = =2.6 ×10 m
ρg 1000 ×9.8
−5 −5 −5
ht =h k + h p=5.5 ×10 +2.6 ×10 =8.1 ×10 m

D. Pembahasan
Setelah melakukan praktikum mekanika fluida ini tentang modul Hydraulic
Bench dan Modul Eksperimen Teorema Bernoulli maka didapatkan beberapa hasil
dari 3 kecepatan aliran bench yang berbeda yakni 4 liter/min, 8liter/min dan 12
liter/min didapatkan beberapa hasil yakni h1 dan h2 pada 0-6 posisi, dari
perhitungan didapat kecepatan aliran tiap bagian (v), luas venturi (S), kinetic head,
piezometric head dan total head, lalu didapatkan beberapa grafik perbandingan
sebagai berikut:

Perbandingan Kinetic Head Terhadap


1400
1293.26460298476
Posisi
1200

1000
Kinetic Head

800 708.350195877717

600 488.808074128623
415.957557516596 439.300142709532
354.175097938859 373.333333333333
354.175097938859 333.919484639969
310.632109886128
400
196.460996324775
190.68146288996 231.03835916197
208.88107704583 208.88107704583
190.68146288996
147.063204802889
131.993265821489
122.935971188453
200 121.481056378447

0
0 1 2 3 4 5 6 7
Posisi
Q1(4 l/min) Q2(8 l/min) Q3(12 l/min)

Grafik 4.1. Perbandingan Kinetic Head Terhadap Posisi

Pada grafik yang pertama yaitu tentang grafik hubungan antara posisi dan
kinetic head didapatkan beberapa nilai yang bisa dilihat pada grafik diatas untuk
warna biru menunjukan Q1 (4 liter/min), untuk warna oranye Q2 (8 liter/min), dan
untuk warna abu abu menunjukan Q3 (12 liter/min), pada grafik bisa dilihat bahwa
Q mempengaruhi nilai dari kinetic head,pada posisi ke 1 sampai posisi ke 2
mengalami kenaikan kinetic head pada seluruh kecepatan aliran Q, lalu untuk
pada posisi 2 sampai 7 mengalami penurunan yang stabil kecuali pada kecepatan
aliran Q3 yang mengalami fluktuasi pada saat penurunan kinetic head.
Perbandingan Piezimetric Head Terhadap
4.165
4.5
Posisi
4
3.5
3
Piezimetric Head

2.3618 2.499
2.2344
2.5 2.0972 2.156
1.96 1.9404 1.96 2.0188 1.9012
1.862
2 1.6072
1.421 1.4602 1.323
1.5 1.2936 1.1956
0.931
1 0.588 0.5292
0.5
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Posisi

Q1(4 l/min) Q2(8 l/min) Q3(12 l/min)

Grafik 4.2. Perbandingan Piezimetric Head Terhadap Posisi

Lalu pada grafik yang kedua yaitu tentang grafik hubungan antara posisi dan
piezometric head didapatkan beberapa nilai yang bisa dilihat pada grafik diatas
untuk warna biru menunjukan Q1 (4 liter/min), untuk warna oranye Q2 (8
liter/min), dan untuk warna abu abu menunjukan Q3 (12 liter/min), pada grafik
bisa dilihat bahwa Q mempengaruhi nilai dari piezometric head, pada posisi ke 1
sampai posisi ke 2 mengalami penurunan piezometric head pada seluruh kecepatan
aliran Q dengan Q3 memiliki penurunan terbesar, lalu untuk posisi 3 sampai 7
mengalami kenaikan yang stabil pada seluruh aliran Q dengan Q 3 mengalami
kenaikan yang terbesar.
Perbandingan Total Head Terhadap
1297.42960298476
1295.62640298476
1400
Posisi
1200

1000

710.506195877717
Total Head

800

600 490.905274128623
417.976357516596 441.201342709532
356.135097938858 375.293333333333
356.115497938859 336.418484639969
312.866509886128
400
197.754596324775
191.87706288996 232.64555916197
210.30207704583 210.20407704583
192.54346288996
148.523404802889
132.924265821489
123.465171188453
200 122.069056378447

0
0 1 2 3 4 5 6 7

Posisi
Q1(4 l/min) Q2(8 l/min) Q3(12 l/min)

Grafik 4.3. Perbandingan Total Head Terhadap Posisi

Lalu pada grafik yang ketiga ini yaitu tentang grafik hubungan antara posisi
dan total head didapatkan beberapa nilai yang bisa dilihat pada grafik diatas untuk
warna biru menunjukan Q1 (4 liter/min), untuk warna oranye Q2 (8 liter/min), dan
untuk warna abu abu menunjukan Q3 (12 liter/min), pada grafik ini memiliki
bentuk yang tidak jauh berbeda dari grafik yang pertama karena nilai dari
Piezometric head memiliki nilai yang tidak terlalu besar sehingga tidak banyak
berpengaruh terhadap total head sehingga bisa dilihat bahwa Q mempengaruhi
nilai dari total head, pada posisi ke 1 sampai posisi ke 2 mengalami kenaikan total
head pada seluruh kecepatan aliran Q, lalu untuk pada posisi 2 sampai 7
mengalami penurunan yang stabil kecuali pada kecepatan aliran Q3 yang
mengalami fluktuasi pada saat penurunan total head.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat di ambil dari percobaan hydraulic bench dan
eksperimen teorema bernaulli adalah sebagai berikut :
1. Pada debit aktual 12 l/min memiliki nilai piezometric head paling besar di
bandingkan pada debit aktual 8 l/min dan 4 l/min.
2. Pada debit aktual 12 l/min memiliki nilai kinetic head paling besar di
bandingkan pada debit aktual 8 l/min dan 4 l/min.
3. Pada debit aktual 12 l/min memiliki nilai head total paling besar di bandingkan
pada debit aktual 8 l/min dan 4 l/min.
4. Pada debit aktual 12 l/min memiliki nilai piezometric head, kinetic head dan
head total yang tidak signifikan atau tidak beraturan dibandingkan dengan
fluida yang memiliki debit aktual 8 l/min dan 4 l/min.
5. Piezometric head, kinetic head dan head total di pengaruhi oleh nilai debit
aktual fluida dan posisi.

B. Saran
Adapun saran yang dapat di ambil dari percobaan hydraulic bench dan
eksperimen teorema bernaulli adalah sebagai berikut :
1. Penjabaran dari setiap alat agar lebih teliti lagi.
2. Sebaiknya dalam praktikum ini dilakukan secara offline agar mudah
memahami apa yang dimaksud dari asisten praktikum
3. Sebelum melakukan praktikum mengenai hydraulic bench dan eksperimen
teorema bernaulli ini sebaiknya praktikan membaca modul dan literasi dari
buku yang mengacu tentang praktikum hydraulic bench dan eksperimen
teorema bernaulli
4. Praktikan seharusnya lebih aktif lagi agar mendapatkan hasil yang maksimal
dalam melaksanakan praktikum tentang hydraulic bench dan eksperimen
teorema bernaulli
5. Praktikan harus lebih teliti dalam menonton video praktikum
DAFTAR PUSTAKA

Gerhart, P. M., Gerhart, A. L., & Hochstein, J. I. (2018). Munson, Young and
Okiishi's Fundamentals of Fluid Mechanics, 8th Edition. USA: Wiley.

Gunterus, F. (1994). Sistem Pengendalian.

Hariyono, Rubiono, G., & Mujianto, H. (2016). Study Eksperimental Perilaku Fluida
Pada Sambungan Belokan Pipa. Jurnal Prodi Teknik Mesin Universitas PGRI
Banyuwangi, 12-17.

Modul Praktikum. (n.d.). Lampung Selatan.

Rahmat, S., & Irawan, A. (2010). Analisa Kerugian Head Akibat Perluasan Dan
Penyempitan Penampang Pada Sambungan 90. Makassar.

Susmita, A. (2010). Penerapan Hukum Bernoulli.

Anda mungkin juga menyukai