Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM MS3133 PERPINDAHAN PANAS

DAN MASA
Modul 3 Force Convection

DISUSUN OLEH :
Adi Kuswara (119170001)
Rene Harioh Galih (119170006)
Rahmat Ervan Nurhuda (119170008)
Dwi Andrianto (119170010)
Angga Jihan Pratama (119170020)
Muhammad Naufal Ammar (119170026)

LABORATORIUM KONVERSI ENERGI


PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2021
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi

INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA


Jalan Terusan Ryacudu, Desa Way Hui, Kecamatan Jati Agung,
Lampung Selatan 35365 Telepon:(0721) 8030188, Email:
pusat@itera.ac , Website: http://www.itera.ac.id

LEMBAR ASISTENSI
Nama Anggota : Adi Kuswara (119170001)
Rene Harioh Galih (119170006)
Rahmat Ervan Nurhuda (119170008)
Dwi Andrianto (119170010)
Angga Jihan Pratama (119170020)
Muhammad Naufal Ammar (119170026)
Kelompok : 11
Modul : 3 (Force Convection)
NO TANGGAL KETERANGAN PARAF
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perpindahan panas dapat didefinisikan sebagai berpindahnya energi dari
satu daerah ke daerah lainnya sebagai akibat dari beda suhu antara daerah-daerah
tersebut dari temperatur fluida yang lebih tinggi ke fluida lain yang memiliki
temperatur lebih rendah. Menurut P. Incopera Perpindahan panas pada umumnya
dibedakan menjadi tiga cara perpindahan panas yang berbeda : konduksi,
konveksi, dan radiasi. Konveksi adalah proses transport energi dengan kerja
gabungan dari konduksi panas, penyimpanan dan gerakan dari fluida. Perpindahan
panas konveksi diklasifikasikan dalam konveksi bebas (free convection) dan
konveksi paksa (forced convection). Konveksi paksa yang terjadi pada permukaan
suatu benda merupakan bagian dalam perpindahan panas konveksi untuk aliran
luar atau disebut dengan external flow dimana yang diamati adalah pengaruh dari
aliran yang terjadi kontak dengan permukaan benda.
Aplikasi perpindahan panas dapat kita jumpai dalam berbagai bidang
keteknikan diantaranya seperti pada industry permesinan, pesawat terbang system
permesinan dan system pendinginan. Pada pengaplikasiannya mekanisme yang
digunakan selalu melibatkan tiga mekanisme perpindahan panas yaitu perpindahan
panas konduksi, konveksi dan radiasi. Mekanisme perpindanhan panas pada plat
datar merupakan salah satu dari berbagai jenis penampang yang paling sering
digunakan.
Forced convection adalah mekanisme atau jenis transportasi panas dimana
gerakan fluida yang dihasilkan oleh sumber eksternal (seperti pompa, kipas angin,
alat penghisap, dll). Ini harus dipertimbangkan sebagai salah satu metode utama
perpindahan panas berguna sebagai sejumlah besar panas dapat diangkut sebagai
sangat efisien dan mekanisme ini ditemukan sangat umum dalam kehidupan
sehari-hari, termasuk pemanas sentral AC, turbin uap dan mesin lainnya. Konveksi
paksa sering dihadapi oleh para insinyur merancang atau menganalisis penukar
panas, aliran pipa, dan aliran atas piring pada suhu yang berbeda dari aliran.

B. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari percobaan yang akan dilakukan pada praktikum kali ini
yaitu adalah
1. Dapat merangkai dan mengoperasikan peralatan free and force convection.
2. Mengenal dan memahami komponen-komponen peralatan free and force
convection beserta fungsinya.
3. Dapat memahami fenomena fisik perpindahan panas konveksi paksa.
4. Untuk mengetahui karakteristik sesungguhnya proses perpindahan panas
konveksi paksa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Perpindahan Panas
Perpindahan panasa dalah salah satu dari disiplin ilmu teknik termal yang
mempelajari cara menghasilkan panas, menggunakan panas, mengubah panas,
dan menukarkan panas diantara sistem fisik. Konveksi adalah perpindahan
panas antara permukaan padat yang berbatasan dengan fluida yang mengalir,
fluida dapat berupa cair maupun gas. Syarat utama mekanisme perpindahan
panas konveksi adalah adanya aliran fluida.
Panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu tempat
ketempat lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan samasekali. Dalam
suatu proses, panas dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu suatu zat dan
atau perubahan tekanan, reaksi kimia dan kelistrikan. Proses terjadinya
perpindahan panas dapat dilakukan secara langsung, yaitu fluida yang panas akan
bercampur secara langsung dengan fluida dingin tanpa adanya pemisah dan secara
tidak langsung, yaitu bila diantara fluida panas dan fluida dingin tidak
berhubungan langsung tetapi dipisahkan oleh sekat-sekat pemisah.
Perpindahan panas (heat transfer) merupakan disiplin ilmu yang mempelajari
bagaimana panas dapat berpindah dari suatu benda ke benda lainnya melalui
berbagai macam medium perambatan. Panas dapat berpindah dari suatu tempat ke
tempat lain akibat adanya perbedaan suhu. Dalam ilmu perpindahan panas, dikenal
3 (tiga) proses perpindahan panas dilihat dari medium perambatannya, yaitu
konduksi, konveksi dan radiasi. (Burhan, 2014)
Konveksi adalah perpindahan panas melalui aliran yang zat perantaranya
berpindah. Jika partikel berpindah dan mengakibatkan ka;or merambat, terjadilah
konevksi. Konveksi terjadi pada zat cair dan gas. Fenomena perpindahan pada
konveksi terdiri dari dua mekanisme yaotu perpindahan energi sebagai akibat dari
pergerakkan molecular acak dan energo yang di pindahkan seacara makroskopik
dari fluida
Definisi paling sederhana dan umum dari perpindahan panas adalah
perpindahan panas terjadi akibat dari perbedaan temperatur. Proses perpindahan
panas ini terjadi dengan berbagai cara. Jika ada perbedaan temperatur di dalam
media diam (cair atau padat) digunakan istilah konduksi untuk menunjukkan
perpindahan panas yang terjadi melintasi media. Istilah konveksi untuk
menunjukkan perpindahan panas yang terjadi antara permukaan dan fluida yang
bergerak ketika berada pada perbedaan temperatur. Istilah radiasi untuk
menunjukkan perpindahan panas akibat suatu permukaan pada temperatur tertentu
yang memancarkan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Oleh karena
itu, tanpa adanya media, akan terjadi perpindahan panas secara radiasi antara dua
permukaan yang berada pada perbedaan temperatur.
Secara umum ada tiga cara perpindahan panas yang berbeda yaitu konduksi
(conduction; dikenal dengan istilah hantaran), radiasi (radiation) dan konveksi
(convection; dikenal dengan istilah ilian). Jika kita berbicara secara tepat, maka
hanya konduksi dan radiasi dapat digolongkan sebagai proses perpindahan panas,
karena hanya kedua mekanisme ini yang tergantung pada beda suhu. Sedang
konveksi, tidak secara tepat memenuhi definisi perpindahan panas, karena untuk
penyelenggaraanya bergantung pada transport massa mekanik pula. Tetapi karena
konveksi juga menghasilkan pemindahan energi dari daerah yang bersuhu lebih
tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah, maka istilah“perpindahan panas
dengan cara konveksi” telah diterima secara umum
Perpindahan panas adalah ilmu yang mempelajari tentang laju perpindahan
panas di antara material atau benda karena adanya perbedaan suhu (panas dan
dingin). Perpindahan kalor tidak akan terjadi pada sistem yang memiliki
temperatur sama, Perbedaan temperatur menjadi daya tarik penggerak untuk
terjadinya perpindahan kalor, Sama dengan perbedaan kalor terjadi dari suatu
sistem yang memiliki temperatur yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah.
Keseimbangan pada masing-masing sistem terjadi ketika sistem memiliki
temperatur yang sama. Perpindahan kalor dapat berlangsung dengan tiga cara
yaitu:
1. Perpindahan kalor konveksi
2. Perpindahan kalor konduksi.
3. Perpindahan kalor radiasi.

B. Konveksi
Konveksi terjadi ketika aliran atau fluida (gas atau cairan) membawa
panas bersama dengan aliran materi.Aliran fluida dapat terjadi karena proses
eksternal, seperti gravitasi atau gaya apung akibat energi panas
mengembangkan volume fluida. Konveksi paksa terjadi ketika fluida dipaksa
mengalir menggunakan pompa, kipas, atau cara mekanis lainnya. Panas atau
kalor adalah energi yang berpindah akibat perbedaan suhu, dimana panas
bergerak dari daerah bersuhu tinggi ke daerah bersuhu rendah. Setiap
benda memiliki energi dalam yang berhubungan dengan gerak acak dari atom-
atom atau molekul penyusunnya. Energi dalam ini berbanding lurusterhadap
suhu benda, ketika dua benda dengan suhu berbeda berdekatan, maka akan
bertukar energy internal sampai suhu kedua benda tersebut seimbang. Material
dengan nilai konduktivitas tinggi maka daya hantarnya semakin bagus
sedangkan material dengan konduktivitas yang rendah maka daya hantarnya
semakin berkurang sehingga lebih cocok sebagai isolator (Rimpassa, 2019)
Konveksi adalah pengangkutan kalor oleh gerak dari zat yang dipanaskan,
Proses perpindahan panas kalor secara alami atau konveksi merupakan suatu
fenomena permukaan. Proses konveksi hanya terjadi di permukaan benda. Jadi di
dalam proses ini struktur bagian dalam bahan kurang penting, karena keadaan
permukaan dan keadaan sekelilingnya serta kedudukan pembukaan itu adalah yang
utama. Lazimnya keadaan seimbang termodinamik di dalam bahan akibat proses
produksi suhu permukaan dan akan berbeda dari suhu kelilingnya.
Konveksi untuk menunjukkan pada perpindahan panas yang akan terjadi antara
permukaan dan fluida yang bergerak ketika mereka berada pada perbedaan
temperatur. Perpindahan panas konveksi terdiri dari dua mekanisme yaitu
perpindahan energi sebagai akibat dari pergerakan molekular acak dan ada juga
energi yang dipindahkan oleh pergerakan secara microskopis dari fluida.
Perpindahan panas konveksi yang terjadi antara fluida yang bergerak dan batas
permukaan, ketika keduanya berada pada temperatur yang berbeda. (Walujodjati,
2006)

Gambar 2.1. Pengembangan Lapisan Batas Dalam Perpindahan Panas


Konveksi

Perpindahan energy dari suatu permukaan yang temperaturenya di atas


temperaturnya di atas temperature sekitarnya dan angkutan energy. Karena
terjadinya dalam arah gradient temperature sebagai akibat gerakan massa
partikel-partikel zat yang mengalir. Konveksi adalah bentuk dari transfer energi
diantara permukaan padat dan fluida yang bergerak dan terkandung efek
kombinasi konduksi dan fluida bergerak.

𝑞 = ℎ. 𝐴. ∆𝑡………………………………….(1)
Keterangan:
q = Laju perpindahan panas konveksi (W)
h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2K)
A = Luas penampang (m2)
∆T = Perubahan atau perbedaan temperature (℃)
1. Konveksi Bebas
Konveksi alamai terjadi karena fluida mengalami proses pemanasan.
Berubah densitasnya dan bergerak naik. Gerakan fluida dalam konveksi
alami, baik fluida itu gas maupun zat cair terjadi kerana gaya apung yang
dialami apabila densitas fluida di dekat permukaan perpindahan kalor
berkurang sebagai akibat proses pemanasan dengan bahasa yang lebih
sederhana, komveksi alami merupakan proses perpindahan panas yang
disebebabkan oleh beda tempratur dan beda rapat saja dan tidak ada hanya
dari luar yang mendorongnya.
Konveksi bebas atau alamiah adalah perpindahan panas yang disebabkan
oleh beda suhu danbeda raport saja dan tidak ada tenaga dari luar yang
mendorongnya, contohnya seperti aliran udara melintasi radiator panas
panas dibiarkan berada di luar udara sekitar tanpa adanya sumber gerakan
dari luar.
2. Konveksi Paksa
Konnveksi Paksa Konveksi paksa adalah gerakan fluida disebabkan
oleh adanya gaya luar yang bekerja pada fluida melewati suatu permukaan
pada temperatur yang lebih tinggi atau lebih rendah dari fluida tersebut.
Karena kecepatan fluida pada konveksi paksa lebih besar dari konveksi
bebas. (Sary, 2016).
Proses konveksi paksa pada pengeringan kopi ini yaitu udara panas di
paksa masuk dari ruang bakar menuju ruang pengering yang bertujuan untuk
mempercepat waktu pengeringan dan mengoptimalkan hasil pengeringan
(Sary, 2016).
Konveksi paksa adalah perpindahan panas yang aliran gas atau cairan
yang disebabkan adanya tenaga dari luar, contohnya seperti pola panas
dihembus udara dengan blower. Konveksi adalah perpindahan panas yang
terjadi antara permukaan padat dengan fluida yang mengalir di sekitarnya,
dengan menggunakan media penghantar berupa fluida(cairan/gas).
C. Konduksi
Konduksi adalah perpindahan kalor melalui zat penghantar tanpa disertai
perpindahan bagian-bagian zat itu. Perpindahan kalor dengan cara konduksi pada
umumnya terjadi pada zat padat. Suatu zat dapat menghantar kalor disebut
konduktor, seperti berbagai jenis logam. Sedangkan zat penghantar kalor yang
buruk disebut isolator, pada umumnya benda-benda non logam. Contoh konduksi
adalah memanaskan batang besi di atas nyala api. Apabila salah satu ujung besi
dipanaskan, kemudian ujung yang lain dipegang, maka semakin lama ujung yang
dipegang semakin panas. Hal ini menunjukkan bahwa kalor atau panas berpindah
dari ujung besi yang dipanaskan ke ujung besi yang dipegang. (Kusuma, 2017)

Gambar 2.2. Perpindahan Panas Konduksi

Konduksi juga dapat didefinisikan sebagai perpindahan kalor dari suatu daerah
yang memiliki temperatur lebih tinggi ke daerah yang memiliki temperature lebih
rendah di dalam suatu medium (padat, cair, atau gas) atau antara medium yang
berlainan kontak fisik secara langsung. Pada aliran kalor secara konduksi,
molekul-molekul pada daerah bertemperatur tinggi akan memindahkan bagian dari
energi yang dimilikinya kepada molekul–molekul bertemperatur rendah.
Perpindahan energi tersebut dapat berlangsung dengan tumbukan elastis
(elasticimpact), misalnya dalam fluida atau dengan difusi dari elektron-elektron
yang bergerak lebih cepat dari daerah yang bertemperatur tinggi ke
daerah yang bertemperatur lebih rendah misalnya pada logam-logam.
Perpindahan kalor induksi pada ahkirnya akan menuju kesetimbangan temperature

D. Radiasi
Berlainan dengan mekanisme konduksi dan konveksi, dimana perpindahan
energi terjadi melalui bahan antara, kalor juga dapat berpindah melalui
daerah-daerah hampa. Mekanismenya adalah sinaran atau radiasi electromagnet

Gambar 2.3. Perpindahan Panas Secara Radiasi (Pancaran)

Proses perpindahan panas mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke


benda bertemperatur lebih rendah bila benda tersebut terpisah di dalam ruang.
Energy radiasi bergerak dengan kecepatan 3 × 108 𝑚/𝑠 dan gejala-gejalanya
sepertti menyerupai radiasi cahaya. Perpindahan panas radiasi adalah perpindahan
panas yang terjadi tanpa melalui media perantara (padat dan fluida). Persamaan
untuk mencari perpindahan panas radiasi adalah sebagai berikut

qrad= 𝜀 𝐴 𝜎 (Ts4-Tsur4)………………….……………(2)
Keterangan:
qrad = Laju perpindahan panas radiasi (W)
𝜀 = Emvitas bahan
A = Luas Permukaan (m2)
𝜎 = Konstantan Stefan – Boltzman (5,67 x 10-8 W/m2k4)
Ts = Temperatur permukaan (K)
Tsur = Temperatur lingkungan (K)

E. Mekanisme Perpindahan Konveksi


Mekanisme perpindahan kalor konveksi (gambar 4) adalah kombinasi
antara perpindahan kalor konduksi dan perpindahan massa atau partikel fluida.
Pada daerah aliran yang sangat dekat dengan permukaan terdapat daerah aliran
yang dipengaruhi oleh perubahan kecepatan yang disebut daerah lapis batas
(boundary layer). Dalam daerah ini terdapat lapisan partikel-partikel yang
mengmpel diam pada permukaan , :sehingga akan teradi perpindahan kalor secara
konduksi dan mengakibatkan kenaikan tingkat energi partikel tersebut.,Di atas
lapisan partikel yang diam ini terdapat lapisan partikel-partikel yang bergerak
menurut garis lintasan aliran yang kecepatan U2 karena ada perbedaan tingakt
energi terhadap partikel-pertikelrdi bawahnya maka akan terjadi perpindahan kalor
konduksi, dan tingkat energinya menjaadi E2. Dengan demikian'partikel-paetikel
fluida ini sambil bergerak akan membawa energi. Karena partikel-partikel pada
lapisan di atasnya mempunyai tingkat enrcrgi yang lebih rendah, maka
berlangsung juga perpindahan kalor konduksi yang mengakibatkan partikel-
partikel fluida mempunyai tingkat energi E3. Demikian seterusnya sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat kombinasi antara perpindahan kaloi-secara konduksi
danFmeka perpindahan seperti melalui massa yang bergerak .

F. Konduktivitas Thermal (Daya Hantar Panas)


Konduksi thermal merupakan sifat dari sautu bahan yang menunjukkan
seberapa cepat bahan tersebut dapat menghantarkan panas. Konduksi thermal pada
umumnya dianggap tetap namum sebenarnya nilai k dipengaruhi oleh faktor suhu
(T). konduktor merupakan bahan yang memiliki konduktivitas yang baik contonya
seperti logam, sedangkan isolator merupakan bahan yang memiliki konduktivitas
yang buruk contohnya seperti asbes. Bahan yang memiliki konduktivitas termal
besar merupakan konduktor yang baik dan sebaliknya bahan yang memiliki
konduktivitas kecil merupakan konduktor yang jelek. Pada tabel dibawah ini
diberikan nilai untuk berbagai bahan

Konduktivitas termal dapat didefinisikan sebagai ukuran kemampuan bahan


untuk menghantarkan panas. Konduktivitas termal adalah sifat bahan dan
menunjukkan jumlah panas yang mengalir melintasi satu satuan luas jika gradien
suhunya satu. Bahan yang mempunyai konduktivitas termal yang tinggi dinamakan
konduktor, sedangkan bahan yang konduktivitas termalnya rendah disebut isolator.
Konduktivitas termal berubah dengan suhu, tetapi dalam banyak soal perekayasaan
perubahannya cukup kecil untuk diabaikan. Nilai angka konduktivitas termal
menunjukkan seberapa cepat kalor mengalir dalam bahan tertentu. Makin cepat
molekul bergerak, makin cepat pula ia mengangkut energi. Jadi konduktivitas
termal bergantung pada suhu. Pada pengukuran konduktivitas termal mekanisme
perpindahannya dengan cara konduksi.

Gambar 2.4. Laju aliran kalor

𝑑𝑇 𝐸
𝑞 = −λ. A. 𝑑𝑡 dan 𝑞 = 𝐴𝑥𝑡…………………..………(3)

Keterangan :
𝑞 : Laju aliran panas tiap satuan luas A tiap satuan waktu t
𝐸 : Energi
𝐴 : Luas penampang lintang sampel
𝑇 : Suhu
λ ∶ Konduktivitas termal
t : Waktu

G. Heat Exchanger
Alat penukar panas (heat exchanger) adalah suatu alat yang digunakan
untuk memindahkan panas antara dua buah fluida atau lebih yang memiliki
perbedaan temperature yaitu fluida yang bertemperatur tinggi kefluida
yang bertemperatur rendah. Perpindahan panas teesebut baik secara
langsung maupun secara tidak langsung. Pada kebanyakan sistem kedua
fluida ini tidak mengalami kontak langsung. Kontak langsung alat penukar
kalor terjadi sebagai contoh pada gas kalor yang terfluidisasi dalam cairan
dingin untuk meningkatkan temperatur cairan atau mendinginkan gas.
Alat penukar panas banyak digunakan pada berbagai instalasi industri,
antara lain pada : boiler, kondensor, cooler, cooling tower. Sedangkan pada
kendaraan kita dapat menjumpai radiator yang fungsinya pada dasarnya
adalah sebagai alat penukar panas. Tujuan perpindahan panas tersebut di
dalam proses industri diantaranya adalah :

1. Memanaskan atau mendinginkan fluida hingga mencapai temperature


tertentu yang dapat memenuhi persyaratan untuk proses selanjutnya,
seperti pemanasan reaktan atau pendinginan produk dan lain-lain.
2. Mengubah keadaan (fase) fluida : destilasi, evaporasi, kondensassi dan
lain-lain.
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah
sebagai berikut :
1. Mesin Free And Force Convection

Gambar 3.1. Mesin Free And Force Convection

2. Flat Plate

Gambar 3.2. Flat Plate


3. Pinned Surface

Gambar 3.3. Pinned Surface

4. Finned Surface

Gambar 3.4. Finned Surface

5. Stopwatch

Gambar 3.5. Stopwatch


6. Anemometer

Gambar 3.6. Anemometer

7. Fan

Gambar 3.7. Fan

B. Prosedur Percobaan
Untuk memudahkan penggunaan peralatan ini diperlukan prosedur percobaan
yang baku guna mendapatkan data pengamatan yang akurat. Adapun tahapannya
adalah sebagai berikut:
1. Menyalakan perangkat computer (PC).
2. Menjalankan software VDAS (Klik dua kali pada icon VDAS).
3. Memasang permukaan perpindahan panas yang telah ditentukan (Finned,
Pinned dan Flat Plate).
4. Menghidupkan mesin dengan menekan tombol power mesin yang terletak di
belakang mesin.
5. Menghidupkan power heater dengan menekan tombol power mesin yang
terletak di depan mesin
6. Menjalankan program VDAS Menekan “start”.
7. Mengatur power heater hingga mencapai 15 Watt (yang telah ditentukan).
8. Menunggu hingga pembacaan temperatur stabil (15menit).
9. Menghidupakan fan dengan memutar fan searah jaru jam sebesar 2m.s-1 (yang
telah ditentukan).
10. Mencatat perubahan temperatur dengan interval 30 sekon selama 480 s dengan
cara menekan “record data”
11. Memtaikan fan dengan memutar fan berlawanan arah jarum jam hingga
pembacaan flow rate 0.
12. Mengulangi percobaan 7-11 dengan mengganti permukaan kerja perpindahan
panas (Finned, Pinned dan Flat Plate) dan variasi power heater.
13. Mengatur power heaer hingga nol kemudian mematikan power heater,Bila
telah selesai.
14. Mematikan power mesin dan PC.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Perhitungan
Dari praktikum ini mendapatkan data awal dan juga hasil perhitungan,
sebagai berikut:

Tabel 4.1. Data Hasil Praktikum Untuk Surface Finned 2 m/s


no time(s) T1 T2 T3 T2-T1 Tmc hc

1 30 28.6 54.3 34.6 25.7 51.96 3.138


2 60 28.6 53.3 34.2 24.7 50.15 3.251

3 90 28.6 52.5 33.7 23.9 48.93 3.332


4 120 28.6 51.7 33.5 23.1 47.32 3.445

5 150 28.6 51.1 33.3 22.5 46.19 3.530


6 180 28.6 50.4 33.1 21.8 44.82 3.638

7 210 28.7 50 33.1 21.3 43.78 3.724


8 240 28.7 49.6 33 20.9 42.98 3.793

9 270 28.7 49.3 32.9 20.6 42.41 3.844


10 300 28.7 48.7 32.8 20 41.15 3.962
11 330 28.7 48.4 32.7 19.7 40.58 4.018
12 360 28.7 48.1 32.6 19.4 40.01 4.075
13 390 28.6 48 32.6 19.4 39.89 4.088

14 420 28.6 47.7 32.6 19.1 39.19 4.160


15 450 28.7 47.7 32.5 19 39.21 4.158
Tabel 4.2. Data Hasil Praktikum Untuk Surface Pinned 2 m/s
no time(s) T1 T2 T3 T2-T1 tmc hc

1 30 28.6 60.2 34.8 31.6 20.48 0.683


2 60 28.6 59.5 34.3 30.9 20.80 0.348

3 90 28.6 59 33.9 30.4 21.02 0.233


4 120 28.6 58.6 33.4 30 21.12 0.176

5 150 28.6 57.8 33.2 29.2 21.67 0.144


6 180 28.6 56.1 33 27.5 23.04 0.128

7 210 28.7 55.3 32.7 26.6 23.69 0.112


8 240 28.7 54.5 32.6 25.8 24.44 0.101

9 270 28.7 53.8 32.5 25.1 25.12 0.093


10 300 28.7 53.2 32.5 24.5 25.79 0.086

11 330 28.7 52.5 32.5 23.8 26.62 0.080


12 360 28.7 51.9 32.4 23.2 27.31 0.075
13 390 28.6 51.2 32.4 22.6 28.17 0.072

14 420 28.6 50.5 29.3 21.9 26.99 0.064


15 450 28.7 50 29.2 21.3 27.63 0.061
1. Surface Finned 2 m/s
Perhitungan Selisih 𝑇1 − 𝑇2
a. 𝑇1 − 𝑇2 = 28,6 °𝐶 − 54,3 °𝐶 = 25,7 °𝐶
b. 𝑇1 − 𝑇2 = 28,6 °𝐶 − 53,3 °𝐶 = 24,7 °𝐶
c. 𝑇1 − 𝑇2 = 28,6 °𝐶 − 52,5°𝐶 = 23,9 °𝐶
d. 𝑇1 − 𝑇2 = 28,6 °𝐶 − 51,1 °𝐶 = 23,1 °𝐶
e. 𝑇1 − 𝑇2 = 28,6 °𝐶 − 51,1 °𝐶 = 22,5 °𝐶
f. 𝑇1 − 𝑇2 = 28,6 °𝐶 − 50,4 °𝐶 = 21,8 °𝐶
g. 𝑇1 − 𝑇2 = 28,7 °𝐶 − 50 °𝐶 = 21,3 °𝐶
h. 𝑇1 − 𝑇2 = 28,7 °𝐶 − 49,6 °𝐶 = 20,9°𝐶
i. 𝑇1 − 𝑇2 = 28,7 °𝐶 − 49,3 °𝐶 = 20,6 °𝐶
j. 𝑇1 − 𝑇2 = 28,7 °𝐶 − 48,7 °𝐶 = 20 °𝐶
k. 𝑇1 − 𝑇2 = 28,7 °𝐶 − 48,4 °𝐶 = 19,7 °𝐶
l. 𝑇1 − 𝑇2 = 28,7 °𝐶 − 48,1 °𝐶 = 19,4 °𝐶
m. 𝑇1 − 𝑇2 = 28,6 °𝐶 − 48 °𝐶 = 19,4 °𝐶
n. 𝑇1 − 𝑇2 = 28,6 °𝐶 − 47,7 °𝐶 = 19,1 °𝐶
o. 𝑇1 − 𝑇2 = 28,7 °𝐶 − 47,1 °𝐶 = 19 °𝐶

Perhitungan nilai 𝑇𝑚𝑐


𝑇3 −𝑇1 34,6 °𝐶−28,6 °𝐶
a. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 28,7 °𝐶 = 51,96 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 54,3 °𝐶−34,6 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 34,2 °𝐶−28,6 °𝐶


b. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 24,7 °𝐶 = 50,15 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 53,3 °𝐶−34,2 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 33,7 °𝐶−28,6 °𝐶


c. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 23,9 °𝐶 = 48,93 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 52,5 °𝐶−33,7 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 33,5 °𝐶−29,2 °𝐶


d. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 32,3 °𝐶 = 47,32 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 61,5 °𝐶−33,5 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 33,3 °𝐶−29,2 °𝐶


e. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 32,6 °𝐶 = 46,19 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 63,5 °𝐶−33,3 °𝐶
𝑇3 −𝑇1 33,1 °𝐶−29,2 °𝐶
f. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 34,3 °𝐶 = 44,82 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 65,4 °𝐶−33,1 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 33,1 °𝐶−29,2 °𝐶


g. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 36,2 °𝐶 = 43,78 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 67,1 °𝐶−33,1 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 33 °𝐶−29,1 °𝐶
h. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 37,9 °𝐶 = 42,98 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 68,7 °𝐶−33 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 32,9 °𝐶−29,1 °𝐶


i. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 40,9 °𝐶 = 42,41 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 70,0 °𝐶−32,9 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 32,8 °𝐶−29,1 °𝐶


j. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 42,2 °𝐶 = 41,15 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 71,3 °𝐶−32,8 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 32,7 °𝐶−29,1 °𝐶


k. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 43,6 °𝐶 = 40,58 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 72,7 °𝐶−32,7 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 32,6 °𝐶−29,1 °𝐶


l. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 44,5 °𝐶 = 40,01 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 73,6 °𝐶−32,6 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 32,6 °𝐶−29,1 °𝐶


m. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 45,6 °𝐶 = 39,89 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 74,7 °𝐶−32,6 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 32,6 °𝐶−29,1 °𝐶


n. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 46,5 °𝐶 = 39,19 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 75,6 °𝐶−32,6 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 32,5 °𝐶−29,1 °𝐶


o. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 47,5 °𝐶 = 39,21 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 76,6 °𝐶−32,5 °𝐶

Perhitungan nilai ℎ𝑐
𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
a. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,092 𝑚2×51,96 = 3,13 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
b. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,092 𝑚2×50,15 = 3,25 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
c. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,092 𝑚2×48,93 = 3,33 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
d. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,092 𝑚2×47,32 = 3,44 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
e. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,092 𝑚2×46,19 = 3,53 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
f. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,092 𝑚2×44,82 = 3,63 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐
𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
g. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,092 𝑚2×43,78 = 3,72 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
h. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,092 𝑚2×42,98 = 3,79 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
i. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,092 𝑚2×42,41 = 3,84 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
j. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,092 𝑚2×41,15 = 3,96 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
k. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,092 𝑚2×40,58 = 4,01 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
l. ℎ𝑐 = = = 4,07
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,092 𝑚2×40,01 𝑚2 𝐾

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
m. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,092 𝑚2×39,89 = 4,08 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
n. ℎ𝑐 = = = 4,16
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,092 𝑚2×39,19 𝑚2 𝐾

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
o. ℎ𝑐 = = = 4,15
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,092 𝑚2×39,21 𝑚2 𝐾

2. Surface Pinned 2 m/s


Perhitungan Selisih 𝑇2 − 𝑇1
a. 𝑇2 − 𝑇1 = 60,2 °𝐶 − 28,6 °𝐶 = 31,6 °𝐶
b. 𝑇2 − 𝑇1 = 59,5 °𝐶 − 28,6 °𝐶 = 30,9 °𝐶
c. 𝑇2 − 𝑇1 = 59 °𝐶 − 28,6°𝐶 = 30,4 °𝐶
d. 𝑇2 − 𝑇1 = 58,6 °𝐶 − 28,6 °𝐶 = 30 °𝐶
e. 𝑇2 − 𝑇1 = 57,8 °𝐶 − 28,6 °𝐶 = 29,2 °𝐶
f. 𝑇2 − 𝑇1 = 56,1 °𝐶 − 28,6 °𝐶 = 27,5 °𝐶
g. 𝑇2 − 𝑇1 = 55,3 °𝐶 − 28,7 °𝐶 = 26,6 °𝐶
h. 𝑇2 − 𝑇1 = 54,5 °𝐶 − 28,7 °𝐶 = 25,8°𝐶
i. 𝑇2 − 𝑇1 = 53,8 °𝐶 − 28,7 °𝐶 = 25,1 °𝐶
j. 𝑇2 − 𝑇1 = 53,2 °𝐶 − 28,7 °𝐶 = 24,5 °𝐶
k. 𝑇2 − 𝑇1 = 52,5 °𝐶 − 28,7 °𝐶 = 23,8 °𝐶
l. 𝑇2 − 𝑇1 = 51,9 °𝐶 − 28,7 °𝐶 = 23,2 °𝐶
m. 𝑇2 − 𝑇1 = 51,2 °𝐶 − 28,7 °𝐶 = 22,6 °𝐶
n. 𝑇2 − 𝑇1 = 50,5 °𝐶 − 28,6 °𝐶 = 21,9 °𝐶
o. 𝑇2 − 𝑇1 = 50 °𝐶 − 28,6 °𝐶 = 21,3 °𝐶

Perhitungan nilai 𝑇𝑚𝑐


𝑇3 −𝑇1 34,8 °𝐶−28,6 °𝐶
a. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 31,6 °𝐶 = 65,36 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 60,2°𝐶−34,8 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 34,3 °𝐶−28,6 °𝐶


b. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 30,9 °𝐶 = 64,36 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 59,5 °𝐶−34,3 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 33,9 °𝐶−28,6 °𝐶


c. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 30,4 °𝐶 = 63,7 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 59 °𝐶−33,9 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 33,4 °𝐶−28,6 °𝐶


d. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 30 °𝐶 = 63,39 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 58,6 °𝐶−33,4 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 33,2 °𝐶−28,6 °𝐶


e. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 29,2 °𝐶 = 61,78 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 57,8 °𝐶−33,2 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 33 °𝐶−28,6 °𝐶
f. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 27,5 °𝐶 = 58,10 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 56,1 °𝐶−33 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 32,7 °𝐶−28,7 °𝐶


g. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 26.6 °𝐶 = 56,51 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 55,3 °𝐶−32,7 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 32,6 °𝐶−28,7 °𝐶


h. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 25,8 °𝐶 = 54,79 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 54,5 °𝐶−32,6 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 32,5 °𝐶−28,7 °𝐶


i. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 25,1 °𝐶 = 53,3 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 53,8 °𝐶−32,5 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 32,5 °𝐶−28,7 °𝐶


j. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 24,5 °𝐶 = 51,91 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 53,2 °𝐶−32,5 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 32,5 °𝐶−28,7 °𝐶


k. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 23,8 °𝐶 = 50,29 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 52,5 °𝐶−32,5 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 32,4 °𝐶−28,7 °𝐶


l. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 23,2 °𝐶 = 49,03 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 51,9 °𝐶−32,4 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 32,4 °𝐶−28,6 °𝐶


m. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 22,6 °𝐶 = 47,52 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 51,2 °𝐶−32,4 °𝐶
𝑇3 −𝑇1 29,3 °𝐶−28,6 °𝐶
n. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 21,9 °𝐶 = 49,61 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 50,5 °𝐶−29,3 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 29,2 °𝐶−28,7 °𝐶


o. 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 21,3 °𝐶 = 48,46 °𝐶
log( 2 1) log( )
𝑇2 −𝑇3 50 °𝐶−29,2 °𝐶

Perhitungan nilai ℎ𝑐
𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
a. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,027 𝑚2 ×65,3 = 20,4 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
b. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,027𝑚2×64,3 = 20,8 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
c. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,027 𝑚2 ×63,7 = 21,02 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
d. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,027 𝑚2 ×63,3 = 21,1 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
e. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,027 𝑚2 ×61,7 = 21,6 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
f. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,027 𝑚2 ×58,1 = 23,04 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
g. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,027 𝑚2 ×56,5 = 23,6 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
h. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,027 𝑚2 ×54,7 = 24,4 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
i. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,027 𝑚2 ×53,3 = 25,1 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
j. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,027 𝑚2 ×51,9 = 25,7 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
k. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,027 𝑚2 ×50,2 = 26,6 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
l. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,027 𝑚2 ×49,03 = 27,3 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
m. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,027 𝑚2 ×47,5 = 28,1 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
n. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,027 𝑚2 ×49,6 = 26,9 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐

𝑄 15 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
o. ℎ𝑐 = 𝐴 = 0,027 𝑚2 ×48,4 = 27,6 𝑚2 𝐾
𝑠 ×𝑇𝑚𝑐
B. Pembahasan
Konveksi merupakan perpindahan panas yang disertai dengan perpindahan
partikel-partikelnya. Konveksi terjadi karena adanya fluida baik itu udara ataupun
air yang melewati atau bersentuhan dengan permukaan suatu benda padat.
Berdasarkan aliran fluidanya konveksi terdiri atas dua macam yaitu konveksi
paksa dan konveksi alami. Tetapi pada praktikum ini kita akan melakukan
percobaan dengan konveksi paksa di mana fluida dialirkan bukan karena adanya
perbedaan densitas tetapi karena bantuan suatu alat seperti fan. Setelah melakukan
serangkaian percobaan dan perhitungan maka didapatkan grafik hubungan antara
parameter-parameter seperti berikut.

TMC VS TIME
70.00
60.00
50.00
40.00
TMC

30.00 Finned
20.00 Pinned
10.00
0.00
0 100 200 300 400 500
TIME

Gambar 4.1. Grafik Hubungan Antara Tmc dan Waktu

Berdasarkan gambar di atas mengenai hubungan antara Tmc dan waktu, kita
dapat mengetahui bahwa semakin lama waktu yang digunakan maka nilai dari Tmc
akan semakin berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa nilai Tmc berbanding
terbaik dengan nilai perubahan waktu. Dari grafik ini juga kita dapat mengetahui
bahwa surface pinned memiliki nilai Tmc yang lebih besar jika dibandingkan
dengan surfaec finned.
HC VS WAKTU
0.800

0.600
HC
0.400
Finned
0.200
Pinned
0.000
0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00
WAKTU

Gambar 4.2. Grafik Hubungan Antara hc dan waktu

Kemudian kita juga membandingkan dan mencari hubungan antara hc dan Tmc.
Dimana berdasarkan grafik di atas kita mengetahui bahwa nilai dari hc akan terus
berkurang dengan bertambahnya nilai Tmc. Hal ini menunjukkan bahwa hc
berbanding terbalik dengan nilai Tmc. Selain itu, surface pinned memiliki nilai hc
yang lebih besar dibandingkan dengan surface finned, ini karena nilai luas
permukaan pada surface pinned lebih rendah dibandingkan surface finned,

Q VS T2-T1
0.60
0.50
0.40
0.30
Q

0.20
0.10
0.00
0 5 10 15 20 25 30 35
T2-T1

Gambar 4.3. Grafik Hubungan Antara Kecepatan dan Temperatur Terendah


Terakhir, kita akan membahas mengenai hubungan antara nilai kecepatan dan
temperatur terendah. Pada praktikum ini nilai kecepatan yang digunakan adalah 2
m/s untuk setiap permukaan benda uji. Berdasarkan grafik di atas kita mengetahui
bahwa nilai dari kecepatan akan mempengaruhi temperatur yang terbaca pada
mesin free and force convection. Selain itu, kita juga memperhatikan bahwa nilai
T2-T1pada surface finned lebih besar daripada surface pinned. Hal ini bisa
disebabkan karena bentuk dari permukaan benda ujinya.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada praktikum ini setelah menyelesaikan praktikum terdapat kesimpulan
yang kami dapatkan yaitu:
1. Mahasiswa bisa menggunakan Alat free and force convection
2. Mahasiswa dapat mengenal dan memahami komponen-komponen peralatan
free and force convection beserta fungsinya.
3. Mahasiswa dapat memahami fenomena fisik perpindahan panas konveksi
alami.
4. Perpindahan panas konveksi bebas tidak memerlukan alat bantu pendorong
udara seperti: Kipas, Pompa, Blower, dll.
5. Mahasiswa dapat membedakan Perpindahan panas konveksi alami pada
permukaan Flat Plate, Finned Plate,

B. Saran
Saran yang dapat dituliskan setelah melakukan praktikum Force
Convection ini adalah:
1. Untuk microphone bisa didekatkan ke mulut agar suara tidak hilang timbul.
2. Pada akhir vidio praktikum, terdapat space waktu yang cukup panjang dan
seharusnya itu dapat dihilangkan.
3. Kamera dapat menggunakan stabilizer agar gambar yang dibuat tidak golang
dan hasilnya akan maksimal.
4. Memperhatikan video praktikum dengan seksama dalam proses praktikum
agar dapat memahami praktikum kali ini.
DAFTAR PUSTAKA

Burhan, K. (2014). PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN


PERPINDAHAN PANAS RADIASI DENGAN VARIASI BEDA
PERLAKUAN PERMUKAAN SPESIMEN UJI. Journal of Mechanical
Engineering Learning.

Kusuma, G. (2017). Aplikasi Kalman Filter Dan Ensemble Kalman Filter Pada
Pendeteksian Gangguan Konduksi Panas Pada Keping Logam Berbentuk
Silinder. Jurnal. Jurnal Logik.

Rimpassa, H. (2019). ANALISIS KONVEKSI ALAMI DAN PAKSA DENGAN


VARIASI MATERIAL. 40Jurnal Teknik Mesin Vol. 8No.1Juni2019.

Sary, R. (2016). KAJI EKSPERIMENTAL PENGERINGAN BIJI KOPI DENGAN


MENGGUNAKAN SISTEM KONVEKSI PAKSA. Jurnal Polimesin.

Walujodjati, A. (2006). PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PAKSA. Jurusan


Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang.
LAMPIRAN

Tugas Akhir Praktikum

1. Jelaskan konsep velocity boundary layer dan thermal boundary layer pada aliran
udara melalui pelat datar.
2. Turunkanlah kembali persamaan log mean temperature difference atau
temperature rata-rata logaritmik (Tm) yang tercantum pada modul praktikum ini
di persamaan (8) secara sistematis.
3. Mengapa perhitungan koefisien konveksi pada praktikum ini menggunakan
temperatur rata-rata logaritmik dibandingkan temperatur rata-rata aritmatik ₸ =
T1=T2/2? Jelaskan.
4. Buatlah Grafik hubungan berikut, kemudian berikan komentar dan penjelasan
terhadap grafik hasil pengamatan pengujian tersebut untuk masing-masing benda
uji (Finned, Pinned dan Flat Plate):
a. Perbedaan temperatur terhadap waktu
b. Koefisien perpindahan panas terhadap waktu
c. Kecepatan terhadap perbedaan temperatur terendah

Jawaban

1. Velocity boundary layer:


Pada aliran udara melalui plat datar akan mengalirkan uniform sepanjang plat, dan
akan terus sampai lapisan batas kecepatan berkembang setiap kali ada aliran di atas
permukaan. Hal tersebut terkait dengan tegangan geser sejajar dengan permukaan
dan menghasilkan peningkatan kecepatan melalui lapisan batas dari nol tepat
dipermukaan ke kecepatan freestream jauh dari permukaan. Ketebalan boundary
layer umumnya didefinikan sebagai jarak dari permukaan dimana kecepatannya
adalah 99% dari kecepatan freestream.
Thermal boundary layer:
Berkaitan dengan gradien temperature didekat permukaan dan berkembang Ketika
perbedaan temperature antara aliran bebas fluida dan permukaan muncul. Pada
permukaan fluida, perpindahan panas hanya terjadi melalui konduksi. Ketebalan
dari thermal boundary layer didefinisakan sebagai titik dengan perbedaan
temperature antara fluida dan permukaan adalah 99% perbedaan temperature
antara fluida freestream dan permukaan. Kecepatan fluida yang mengenai
boundary layer akan meningkatkan kecepatan aliran Ketika ada aliran fluida diatas
permukaan berbeda.

𝑇𝑜𝑢𝑡 −𝑇𝑖𝑛
2. 𝑇𝑚 = 𝑇𝑆−𝑇
𝐿𝑜𝑔 𝑖𝑛
𝑇𝑆 −𝑇𝑜𝑢𝑡

∆𝑇0 − ∆𝑇𝑖
𝛥𝑇𝑚 =
∆𝑇𝑄
𝐼𝑛 ( )
∆𝑇𝑖

∆𝑇0 𝑇∞ − 𝑇𝑚,𝑜 𝑈𝐴𝑠


= = 𝑒𝑥𝑝 (− )
∆𝑇𝑖 𝑇∞ − 𝑇𝑚,𝑖 𝑚𝑐𝑝

3. Menghitung koefisien konveksi dapat menggunakan rata-rata temperature


logaritmik dan aritmatik karena memiliki fungsi yang sama, yaitu menghitung
perbedaan temperature rata-rata pada aliran panas dan dingin. Hal yang
membedakan hanya temperature rata-rata logaritmik lebih akurat karena harus
mempertimbangkan temperature pada outlet dan temperature pada inlet supaya
dapat diketahui perbedaan yang jelas antara keduanya. Sementara, persamaan
temperature rata-rata aritmatik menghitung beda temperature sepanjang aliran
tersebut, sehingga dapat dikatakan hasil yang didapatkan hanyalah sebuah
aproksimasi secara sederhana yang tidak menggambarkan hasil yang rinci.
4.

TMC VS TIME
70.00
60.00
50.00
40.00
TMC

30.00 Finned
20.00 Pinned
10.00
0.00
0 100 200 300 400 500
TIME

Grafik 1 Tmc Terhadap Waktu

Berdasarkan grafik tersebut, dapat diketahui bahwa besaran konveksi alami


pada finned surface dan pinned surface memiliki nilai yang tidak jauh berbeda
pada dua macam kecepatan yang diberikan dalam system. Pada system, diterapkan
daya sebesar 15watt dalam percobaan yang berbeda-beda kecepatan udara dan
jenis permukannya. Pada finned surface dengan kecepata 2 m/s, dapat diketahui
bahwa setelah system menerima konveksi selama 450 detik. Berdasarkan
pengamatan tersebut, interval temperature yang tidak jauh dihasilkan dari
percobaan pada system dapat terjadi karena kesamaan material yang dimiliki
kedua jenis permukaan. Meskipun bentuk kedua permukaan berbeda, tetapi jika
temperature hanya diamati pada satu titik, maka temperature akan cenderung
bernilai sama pada titik lainnya selama material berjenis permukaan sama.
Kecenderungan besar temperature yang diterima tidak jauh berbeda jiga karena
system melalui prosedur percobaan yang sama, sehingga hasil konveksi yang
diamati akan memiliki nilai yang saling mendekati.
HC VS WAKTU
0.800

0.600
HC

0.400
Finned
0.200
Pinned
0.000
0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00
WAKTU

Grafik 2 Grafik Hc Terhadap Waktu

Berdasarkan grafik tersebut, dapat diketahui bahwa besaran konveksi alami


pada finned surface dan pinned surface memiliki nilai yang tidak jauh berbeda
pada dua macam kecepatan yang diberikan dalam system. Pada system, diterapkan
daya sebesar 15watt dalam percobaan yang berbeda-beda kecepatan udara dan
jenis permukaannya. Pada finned surface dengan kecepatan 2 m/s, dapat diketahui
bahwa setelah system menerima konveksi selama 450 detik. Berdasarkan
pengamatan tersebut, interval temperature yang tidak jauh dihasilkan dari
percobaan pada system dapat terjadi karena kesamaan material yang dimiliki
kedua jenis permukaan. Meskipun bentuk kedua permukaan berbeda, tetapi jika
temperature hanya diamati pada satu titik, maka temperature akan cenderung
bernilai sama pada titik lainnya selama material berjenis permukaan sama.
Kecenderungan besar temperature yang diterima tidak jauh berbeda jiga karena
system melalui prosedur percobaan yang sama, sehingga hasil konveksi yang
diamati akan memiliki nilai yang saling mendekati.
Q VS T2-T1
0.60
0.50
0.40
0.30
Q

0.20
0.10
0.00
0 5 10 15 20 25 30 35
T2-T1

Grafik 3 Kecepatan Terhadap Temperature Terendah

Terakhir, kita akan membahas mengenai hubungan antara nilai kecepatan


dan temperatur terendah. Pada praktikum ini nilai kecepatan yang digunakan
adalah 2 m/s untuk setiap permukaan benda uji. Berdasarkan grafik di atas kita
mengetahui bahwa nilai dari kecepatan akan mempengaruhi temperatur yang
terbaca pada mesin free and force convection. Selain itu, kita juga memperhatikan
bahwa nilai T2-T1pada surface finned lebih besar daripada surface pinned. Hal ini
bisa disebabkan karena bentuk dari permukaan benda ujinya.

Anda mungkin juga menyukai