Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM MS3133 PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

Modul 3 Forced Convection : Time, Temperature, and Velocity

DISUSUN OLEH :

Andika Dwi Neza (118170109)

Edwa Rainal Hafiz (119170107)

Fajar Sidik Sadono (119170069)

Fardhan Gurun S.Y (119170102)

Galang Akbar M.P (119170090)

Jusub Nababan (119170033)

LABORATORIUM KONVERSI ENERGI


PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perpindahan panas adalah ilmu yang mempelajari tentang perpindahan
panas di antara material atau benda karena adanya perbedaan suhu
perpindahan panas tidak akan terjadi pada sistem yang memiliki temperatur
yang sama sehingga perbedaan temperatur menjadi penggerak terjadinya
perpindahan panas atau kalor. yang sama dengan sebagai gerakan
Perpindahan energi listrik yang intinya adalah berpindah dan bergerak akibat
perbedaan temperature.
Penelitian mengenai fenomena perpindahan panas konveksi paksa telah
banyak dilakukan baik secara eksperimental maupun secara numerik.
Penelitian secara eksperimen lab untuk mengetahui fenomena yang terjadi
pada proses perpindahan panas konveksi paksa membutuhkan biaya yang
cukup mahal dan proses yang cukup rumit. Oleh karena itu, dikembangkan
penelitian secara simulasi numerik yang membutuhkan biaya yang jauh lebih
murah. Berbagai metode pendekatan numerik untuk mengetahui fenomena
perpindahan panas konveksi paksa telah dilakukan, dengan menggunakan
model matematika dari persamaan Navier Stokes yang meliputi persamaan
kontinuitas, momentum dan energi. Ramaswamy (1993) meneliti aliran
kental tak mampat dengan menggunakan metode elemen hingga (finite-
element). Lemos (1993) menggunakan pendekatan beda hingga (finite
different) pada staggered grid untuk meneliti aliran fluida tak mampat. A.N.
Pavlov, S.S. Sazhin, R.P. Fedorenko, M.R. Heikal (1998) meneliti tentang
aliran transien di sekitar kotak prisma dengan menggunakan metode beda
hingga pada staggered grid. Sutrisno (2001) menggunakan pendekatan beda
hingga (finite different) pada staggered grid untuk meneliti perpindahan
panas pada aliran di sekitar silinder. Penelitian ini mengacu pada penelitian
yang dilakukan Sutrisno dengan perbedaan bentuk geometri dimana
lingkaran digantikan dengan kotak 2D, sehingga dapat diketahui fenomena
yang terjadi pada aliran di sekitar kotak 2D dengan berbagai variasi bilangan
Reynolds yang mengacu pada viskositas kinematik fluida dan variasi
bilangan Peclet yang mengacu pada difusifitas termal.
Perpindahan panas adalah ilmu yang mempelajari tentang perpindahan
panas di antara material atau benda karena adanya perbedaan suhu
perpindahan panas tidak akan terjadi pada sistem yang memiliki temperatur
yang sama sehingga perbedaan temperatur menjadi penggerak terjadinya
perpindahan panas atau kalor. yang sama dengan sebagai gerakan
Perpindahan energi listrik yang intinya adalah berpindah dan bergerak akibat
perbedaan temperature.

B. Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan pada praktikum kali ini adalah
sebagai berikut
1. Dapat merangkai dan mengoperasikan peralatan free and force
convection.
2. Mengenal dan memahami komponen-komponen peralatan free and
force convection beserta fungsinya.
3. Dapat memahami fenomena fisik perpindahan panas konveksi paksa.
4. Untuk mengetahui karakteristik sesungguhnya proses perpindahan
panas konveksi paksa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Perpindahan Panas (heat transfer)


Perpindahan panas merupakan ilmu untuk meramalkan perpindahan
energi dalam bentuk panas yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di
antara benda atau material Dalam proses perpindahan energi tersebut tentu
ada kecepatan perpindahan panas yang terjadi, atau yang lebih dikenal dengan
laju perpindahan panas. Maka ilmu perpindahan panas juga merupakan ilmu
untuk meramalkan laju perpindahan panas yang terjadi pada kondisi-kondisi
tertentu. Perpindahan kalor dapat didefinisikan sebagai suatu proses
berpindahnya suatu energi (kalor) dari satu daerah ke daerah lain akibat
adanya perbedaan temperatur pada daerah tersebut. Ada tiga bentuk
mekanisme perpindahan panas yang diketahui, yaitu konduksi, konveksi, dan
radiasi
Perpindahan panas (heat transfer) merupakan disiplin ilmu yang
mempelajari bagaimana panas dapat berpindah dari suatu benda ke benda
lainnya melalui berbagai macam medium perambatan. Panas dapat berpindah
dari suatu tempat ke tempat lain akibat adanya perbedaan suhu. Dalam ilmu
perpindahan panas, dikenal 3 (tiga) proses perpindahan panas dilihat dari
medium perambatannya, yaitu konduksi, konveksi dan radiasi. (Kharis
Bruhani, Ramelan ,Rizqi Fitri Naryanto, 2014)

B. Proses Perpindahan Panas Konveksi


Perpindahan panas konveksi, di mana perpindahan panas terjadi di
antara permukaan sebuah benda padat dengan fluida (cairan atau gas) yang
mengalir menyentuh permukaan tadi. Pada fenomena konveksi, perpindahan
panas konveksi dipertahankan baik oleh gerakan molekul acak dan oleh
gerakan massal fluida di dalam lapisan batas. Dengan penerapan konveksi
yang dapat dilihat pada gambar 1. (Bhutta, Mahmoud Aslam, Hair Hayat,
Kanwar Naveed Ahmad, 2008)

Gambar 1. Perpindahan panas secara konveksi

Konveksi ialah pengangkutan kalor oleh gerak dari zat yang


dipanaskan.Proses perpindahan ka1or secara aliran atau konveksi merupakan
bentuk suatu fenomena permukaan. Proses konveksi hanya terjadi di
permukaan bahan. Jadi dalam proses ini struktur bagian dalam bahan kurang
penting. Keadaan permukaan dan keadaan sekelilingnya serta kedudukan
permukaan itu adalah yang utama.Umumnya, keadaan kesetimbangan
termodinamik di dalam bahan akibat proses konduksi, suhu permukaan bahan
akan berbeda dari suhu sekelilingnya. Dalam hali ni dikatakan suhu
permukaan adalah T1 dan suhu udara sekeliling adalah T2, dengan demikian
nilai Tl lebih besar dari T2. Kini terdapat keadaan suhu tidak seimbang
diantara bahan dengan sekelilingnya. Perpindahan kalor dengan jalan aliran
dalamindustri kimia merupakan cara pengangkutan kalor yang paling banyak
dipakai.

Konveksi pada dasarnya hanya dapat terjadi melalui zat yang mengalir,
maka bentuk pengangkutan kalor ini hanya terdapat pada zat cair dan gas.
Pada pemanasan zat ini terjadi aliran, karena massa yang akan dipanaskan
tidak sekaligus di bawake suhu yang sama tinggi. Oleh karena itu bagian yang
paling banyak atau yang pertama dipanaskan memperoleh massa jenis yang
lebih kecil daripada bagian massa yang lebih dingin. Sebagai akibatnya
terjadi sirkulasi, sehingga kalor akhimya tersebar pada seluruh zat. Konveksi
adalah proses perpindahan kalor dari satu bagianfluida ke bagian lain fluida
oleh pergerakan fluida itu sendiri. Konveksi dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu konveksi alamiah dan konveksi paksa (forced convection). (Giles, 1993)

Setiap bagian fluida yang menerima kalor atau dipanasi memuai dan
massa jenisnya menjadi lebih kecil, sehingga fluida akan bergerak ke atas.
Kemudian tempatnya akan digantikan oleh bagian fluida dingin yang jatuh ke
bawah karena massanya jenisnya lebih besar. Sedangkan pada konveksi
paksa, fluida yang telah dipanasi akan langsung diarahkan tujuannya oleh
sebuah blower atau pompa. Konveksi digunakan untuk menunjukkan proses
pada perpindahan panas yang akan terjadi antara permukaan dan fluida yang
bergerak ketika mereka berada pada nilai perbedaan temperatur. Perpindahan
panas konveksi terdiri dari dua mekanisme yaitu perpindahan energi sebagai
akibat dari pergerakan molekular acak dan ada juga energi yang dipindahkan
oleh pergerakan secara mikroskopis darifluida. Perpindahan panas konveksi
yang terjadi antara fluida yang bergerak dan batas permukaan, ketika
keduanya berada pada nilai temperatur yang berbeda. Dengan rumus yang
dimiliki sebagai berikut:

𝑞𝑐 = ℎ. 𝐴(𝑇𝑠 − 𝑇∞ ) ........................................... (1)


Dengan keterangan:
𝑞𝑐 = laju perpindahan panas konveksi (W)
ℎ = koefisien konveksi (W/m2.C)
𝑇𝑠 = suhu permukaan dinding (°C)
𝑇∞ = suhu fluida (°C)
𝐴 = Luas penampang bidang (m2)

C. Jenis-Jenis Perpindahan Panas Konveksi Berdasarkan Gerak Alirannya


Terdapat dua jenis proses perpindahan panas secara konveksi
berdasarkan gerak alirannya. Proses tersebut adalah perpindahan panas
konveksi secara (Fosced Convection) dan (Natural convection).
1. Forced convection
Forced Convection merupakan proses perpindahan panas aliran
gas atau cairan yang disebabkan adanya pengaruh tenaga dari luar.
Contohnya: aliran udara yang di hembuskan ke arah papan komponen
yang sedang dalam keadaan panas. (Theodore L, 2011)

Gambar 2. Forced Convection

2. Natural Convection
Konveksi alami (free convection) terjadi karena fluida mengalami
proses pemanasan, berubah densitasnya dan bergerak naik. Gerakan
fluida dalam konveksi alami, baik fluida itu gas maupun zat cair terjadi
karena gaya apung (bouyancy force) yang dialami apabila densitas
fluida di dekat permukaan perpindahan kalor berkurang sebagai akibat
proses pemanasan. Secara sederhana konveksi alami dapat diartikan
sebagai perpindahan kalor yang terjadi secara alami atau pergerakan
fluida yang terjadi akibat perbedaan massa jenis, misalnya pemanasan
air. Bagian fluida yang dipanasi memuai dan massa jenisnya menjadi
lebih kecil,sehingga bergerak ke atas. Kemudian tempatnya akan
digantikan oleh bagian fluida dingin yang jatuh ke arah bawah karena
massanya jenisnya bernilai lebih besar
Gambar 3. Natural Convection

D. Konveksi Paksa
Konveksi paksa adalah konveksi yang terjadi karena disengaja.
Perpindahan panas yang mana dialirannya tersebut berasal dari luar, seperti
dari blower atau krandan pompa. Konveksi paksa dalam pipa merupakan
persoalan perpindahan konveksi untuk aliran dalam atau yang disebut dengan
internal flow. Adapun aliran yang terjadi dalam pipa adalah fluida yang
dibatasi oleh suatu permukaan. Sehingga lapisan batas tidak dapat
berkembang secara bebas seperti halnya pada aliran luar.

E. Jenis-Jenis Konveksi Paksa Berdasarkan Jenis Fluidanya


Terdapat dua jenis proses konveksi berdasarkan jenis fluidanya. Proses
tersebut adalah (konveksi paksa pada gas (ssap)) dan (konveksi paksa pada
zat cair).
1. Konveksi Paksa Pada Gas (Asap)
Konveksi paksa banyak terjadi dalam kehidupan sehari misalnya
lampuminyak dan sirkulasi udara di ruang tamu, cerobong asap pabrik
dan cerobong asapdapur, terjadinya angin darat maupun angin laut.
Untuk konveksi pada gas misalnya, pada tungku pabrik biasanya
dipasang cerobong asap agar selalu ada tarikan olehudara ke atas.
Sebelum ada pemanasan di dalam tungku, massa jenis udara
dalamcerobong sama dengan massa jenis udara di luar cerobong.
Setelah ada pemanasan,udara di dalam tungku memuai sehingga udara
dari luar cerobong yang lebih dingindan massa jenisnya lebih besar
akan mendesak udara panas dalam cerobong ke atas. Semakin tinggi
cerobong maka semakin besar tarikannya, sebab perbedaanmassa jenis
gas dalam cerobong dan massa jenis udara dari luar makin
besar.Besarnya energi (kalor) yang dapat dipindahkan persatuan waktu
pada konveksisecara paksa sama seperti pada konveksi alamiah yakni
akan sebanding dengan luas permukaan benda yang bersentuhan
dengan fluida dengan beda suhu ΔT. Secara matematis bentuk dari
persamaannya dapat ditulis sebagai berikut.

𝑞⁄
𝑡 = ℎ. 𝐴(∆𝑇)……………………………….(2)

Dengan keterangan:
q = Kalor jenis (J/s)
h = Koefisien konveksi (W/m2.C)
A= Luas permukaan (m2)
t = Waktu terjadi aliran kalor (s)
∆T = Perbedaan temperature (°C)

2. Konveksi Paksa Pada Zat Cair


Perpindahan kalor secara konveksi paksa banyak digunakan pada
sistem pendingin mesin atau yang dikenal dengan istilah radiator.
Sistem pendingin inidigunakan pada mesin mobil. Tanpa menggunakan
sistem pendingin (radiator) makamobil akan cepat rusak, karena suhu
yang diterima mesin mobil dari proses pembakaran mencapai 1600°C.
Akibatnya mesin mobil yang terbuat dari logam akanmemuai melebihi
batas keamanan sehingga bagian-bagian mesin akan menjadi lemah.
Cara mengurangi panas akibat efek dari proses pembakaran
makadigunakanlah sistem pendingin mesin (radiator).

Panas pada mesin mobil berpindah boleh sirkulasi air menuju ke


radiator. Udara dingin yang berada diluar mesin ditarik oleh sebuah
kipas untuk mendinginkan air pada radiator sehingga air yang dingin
itukembali mengalir dan bersentuhan dengan blok-blok mesin untuk
mengulangsirkulasi berikutnya. Penggunaan radiator ini agar menjaga
suhu mesin mobil tidakmelampau batas suhu yang diizinkan sehingga
mesin mobil tidak mudah rusak.Mesin mobil tidak mampu menahan
angka ture yang berada cukup tinggi. (Giles, 1993)

Gambar 4. Sistem Pendingin Radiator

F. Hal yang Diperhatikan dalam Perpindahan Panas konveksi


Perpindahan panas konveksi sebagai perpindahan energi yang terjadi
dala fluida akibat dari efek kombinasi dari konduksi serta pergerakan kasar
fluida. Adapun energi yang dipindahkan adalah energi dalam fluida,begitu
juga dengan konveksi sebagai pertukaran panas laten. Yang dihubungkan
debgab perubahan fase antara keadaan cairan dan uap fluida. Dengan
memperhatikan kondisi aliran fluida tanpa melihat cara perpindahan panas
konveksi persamaan kajunya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut:

q = h . A ( Ts - T∞)……………………….….(3)
dimana q,fluks panas konveksi (Ꞷ/m2 ) adalah berbanding lurus dengan
perbedaan temperature antara permukaan dan fluida untuk masing-masing Ts
dan T∞ (temperatur). Sedangkan h adalah koefisien konveksi local atau
koefisien perpindahan panas.
G. Suhu
Suhu merupakan ukuran atau derajat panas atau dinginnya suatu benda
atau system suhu didefinisikan sebagai suatu besaran fisika yang dimiliki
bersama antara dau benda atau lebih yang berada dalam kesetimbangan
termal. Jika panas dialirkan pada suatu benda maka suhu benda pertama yang
mengaliri panas akan terasa dingin atau dengan kata lain kehilangan panas.
Akan tetapi hubungan antara satuan panas dengan satuan suhu tidak
merupakan suatu konstanta,karena besarnya peningkatan suhu akibat
penerimaan panas dalam jumlah tertentu akan dipengaruhi oleh daya tamping
panas (heat capacity) yang dimiliki oleh benda penerima tersebut. Suatu
benda yang dalam keadaan panas dikatakan memiliki suhu benda yang
tinggi,dan sebaliknya suaatu benda yang dalam keadaan dingin dikatakan
memiliki suhu rendah. Perubahan suhu benda baik menjadi panas atau dingin
yang biasanya diikuti dengan perubahan bentuk bendanya atau wujudnya.
Misalnya perubahan wujud cair menjadi padat karena air mengalami proses
kehilangan kalor (panas). Sedangkan perubahan wujud padat menjadi cair
karena menerima panas dari luar (lingkungan). Dan perubahan wujud benda
cair menjadi gas karena benda menerima panas dari lingkungan. (Idawati
Supu, 2016).

H. Aliran Diatas Plat Datar

Gambar 5. Berbagai daerah aliran lapisan batas diatas plat rata

Pengembangan lapisan batas pada pelat datar diilustrasikan pada


gambar di atas. Dalam banyak kasus, kondisi suatu aliran laminar dan
turbulen terjadi melalui kondisi laminar terjadi terlebih dahulu kemudian
dilanjutkan dengan terjadinya kondisi turbulen. Pengelompokan aliran yang
mengalir di atas plat diketahui berdasarkan nilai dari bilangan Reynolds.
Transisi dari aliran laminar menjadi aliran turbulen tergantung pada bentuk
geometri, kekasaran permukaan, kecepatan aliran, temperatur permukaan dan
tipe dari fluida dikarakteristikan dengan bilangan Reynold. Bilangan Reynold
pada jarak x dari ujung plat ditunjukan persamaan:

𝜌𝑉𝑥 𝑉𝑥
𝑅𝑒𝑥 = = ………………………………(4)
𝜇 𝑣

Keterangan:
V = kecepatan aliran bebas
x = jarak dari tepi depan
υ = μ/ρ = viskositas kinematic

Nilai dari bilangan Reynolds akan bervariasi sepanjang plat datar


sepanjang aliran mencapai nilai 𝑅𝑒𝐿 = 𝑉𝐿 𝜐 pada ujung dari plat. Untuk aliran
yang mengalir diatas plat datar, proses transisi dari laminar menjadi aliran
turbulen terjadi pada angka Reynold kritis pada Re > 5x105 . Angka Reynold
kritis pada plat datar akan bernilai bervariasi dari nilai 105 sampai 3.106 ,
untuk aliran sepanjang plat rata, lapisan batas selalu turbulen untuk Re ≥ 4.
106 tergantung pada kekasaran permukaan dan level turbulensi dari aliran.
Pada kasus tertentu yang mana aliran yang terjadi pada plat pada awalnya
aliran laminar kemudian pada jarak tertentu terjadi aliran turbulent dengan
tanpa mengabaikan perpindahan panas yg terjadi pada daerah laminar maka
koefisien perpindahan panas rata-rata pada seluruh plat dapat ditentukan
dengan persamaan:

𝑁𝑢 = ℎ𝑐𝐿 𝑘 ................................................... (5)

Dimana L adalah Panjang permukaan udara bergerak ( untuk plat datar hanya
panjang plat). Pada percobaan forced convection ini, daya listrik yang masuk
dinyatakan dengan persamaan:
W = 𝑉 × 𝐼 (Watt)............................................. (6)
Laju perpindahan panas terhadap waktu didefinisikan sebagai :
𝑄̇ = 𝑄 𝑡 (Watt) .............................................. (7)

Dimana untuk heater:


𝐴 = 𝜋𝐷𝐿 + 𝜋𝐷 2 4 (m2 ) ...................................... (6)

Koefisien perpindahan panas konveksi:


ℎ𝑐 = 𝑄̇ /(𝐴𝑠 𝑋 𝑇𝑚) .......................................... (7)

Menghitung Tm (Temperatur rata-rata logaritmik):


Tout – Tin
𝑇𝑚 = Ts−Tin (°K) ....................................... (8)
𝑙𝑜𝑔Ts−Tout

Keterangan:
1. Fan merupakan bagian alat yang digunakan untuk menggerakkan fluida
untuk forced convection.
2. T1 merupakan sensor temperatur berupa thermocouple yang digunakan
untuk mengukur suhu fluida yang masuk (inflow).
3. T2 merupakan sensor temperatur berupa thermocouple yang digunakan
untuk mengukur suhu permukaan heater.
4. T3 merupakan sensor temperatur berupa thermocouple yang digunakan
untuk mengukur suhu udara keluar (outflow).
5. Flowrate sensor merupakan alat yang digunakan untuk membaca laju
alir fluida yang melewati pipa.
6. Heater merupakan alat yang digunakan untuk memanaskan fluida
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


Pada Praktikum Modul 3 Forced Convection: Time, Temperature, and
Velocity kali ini menggunakan alat dan bahan berikut:

1. Mesin Free and Force Convection

Gambar 1. Mesin Free and Force Convection

2. Flat Plate

Gambar 2. Flat Plate


3. Pinned Surface

Gambar 3. Pinned Surface

4. Finned Surface

Gambar 4. Finned Surface


5. Stopwatch

Gambar 5. Stopwatch
6. Anemometer

Gambar 6. Anemometer

7. Fan

Gambar 7. Fan

B. Prosedur Percobaan
1. Menyalakan perangkat computer (PC).
2. Menjalankan software VDAS (mengklik dua kali pada icon VDAS).
3. Memasang permukaan perpindahan panas yang telah di tentukan
(Finned, Pinned dan Flat Plate).
4. Menghidupkan mesin dengan menekan tombol power mesin yang
terletak di belakang mesin.
5. Menghidupkan power heater menekan tombol power mesin yang
terletak di depan mesin.
6. Menjalankan program VDAS mengklik “start”.
7. Mengatur power heater hingga mencapai 15 Watt (yang telah di
tentukan).
8. Menunggu hingga pembacaan temperature stabil (15 menit).
9. Menghidupkan fan dengan cara memutar fan searah jarum jam sebesar
2 m.s-1 (yang telah di tentukan).
10. Mencatat perubahan temperature dengan interval 30 sekon selama 480
s dengan cara mengklik “record data”.
11. Mematikan fan dengan cara putar fan berlawanan arah jarum jam
hingga pembacaan flow rate 0.
12. Mengulangi percobaan 7-11 dengan mengganti permukaan kerja
perpindahan panas (Finned, Pinned dan Flat Plate) dan variasi Power
Heater.
13. Bila telah selesai, mengatue power heater hingga nol kemudian
mematikan power heater, mematikan power mesin dan PC.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Hasil Praktikum


1. Data Hasil Praktikum

Tabel 1. Data Hasil Praktikum Untuk Surface Finned 1,5 m/s.


No Q Time T1 T2 T3 T2-T1 Tmc −
ℎ𝑐
Inlet Surface Out
watt (s) (oC) (oC) (oC) (oC) (oC) (W/m2K)
1 15 30 28,6 54,3 35,1 25,7 51,3 3,2
2 15 60 28,6 53,3 34,7 24,7 49,5 3,3
3 15 90 28,6 52,5 34,2 23,9 48,3 3,4
4 15 120 28,6 51,7 34 23,1 46,7 3,5
5 15 150 28,6 51,1 33,8 22,5 45,6 3,6
6 15 180 28,6 50,4 33,6 21,8 44,2 3,7
7 15 210 28,7 50 33,6 21,3 43,2 3,8
8 15 240 28,7 49,6 33,5 20,9 42,4 3,8
9 15 270 28,7 49,3 33,4 20,6 41,8 3,9
10 15 300 28,7 48,7 33,3 20 40,5 4,0
11 15 330 28,7 48,4 33,2 19,7 40,0 4,1
12 15 360 28,7 48,1 33,1 19,4 39,4 4,1
13 15 390 28,6 48 33,1 19,4 39,3 4,2
14 15 420 28,6 47,7 33,1 19,1 38,6 4,2
15 15 450 28,7 47,1 33 18,4 37,2 4,4

Tabel 2. Data Hasil Praktikum Untuk Surface Pinned 1,5 m/s.


No Q Time T1 T2 T3 T2-T1 Tmc −
ℎ𝑐
Inlet Surface Out
watt (s) (oC) (oC) (oC) (oC) (oC) (W/m2K)
1 15 30 28,6 60,2 35,4 31,6 64,6 8,6
2 15 60 28,6 59,5 34,9 30,9 63,6 8,7
3 15 90 28,6 59 34,5 30,4 63,0 8,8
4 15 120 28,6 58,6 34 30 62,7 8,9
5 15 150 28,6 57,8 33,8 29,2 61,1 9,1
6 15 180 28,6 56,1 33,6 27,5 57,4 9,7
7 15 210 28,7 55,3 33,3 26,6 55,8 10,0
8 15 240 28,7 54,5 33,2 25,8 54,1 10,3
9 15 270 28,7 53,8 33,1 25,1 52,6 10,6
10 15 300 28,7 53,2 33,1 24,5 51,2 10,9
11 15 330 28,7 52,5 33,1 23,8 49,6 11,2
12 15 360 28,7 51,9 33 23,2 48,3 11,5
13 15 390 28,6 51,2 33 22,6 46,8 11,9
14 15 420 28,6 50,5 29,9 21,9 48,9 11,4
15 15 450 28,7 50 29,8 21,3 47,8 11,6

2. Perhitungan
a) Surface Finned 1,5 m/s.
Perhitungan Selisih 𝑇1 − 𝑇2
1) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,6 °𝐶 − 54,3 °𝐶 = 25,7 °𝐶
2) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,6 °𝐶 − 53,3 °𝐶 = 24,7 °𝐶
3) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,6 °𝐶 − 52,5°𝐶 = 23,9 °𝐶
4) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,6 °𝐶 − 51,1 °𝐶 = 23,1 °𝐶
5) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,6 °𝐶 − 51,1 °𝐶 = 22,5 °𝐶
6) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,6 °𝐶 − 50,4 °𝐶 = 22,5 °𝐶
7) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,7 °𝐶 − 50 °𝐶 = 21,3 °𝐶
8) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,7 °𝐶 − 49,6 °𝐶 = 20,9°𝐶
9) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,7 °𝐶 − 49,3 °𝐶 = 20,6 °𝐶
10) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,7 °𝐶 − 48,7 °𝐶 = 20 °𝐶
11) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,7 °𝐶 − 48,4 °𝐶 = 19,7 °𝐶
12) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,7 °𝐶 − 48,1 °𝐶 = 19,4 °𝐶
13) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,6 °𝐶 − 48 °𝐶 = 19,4 °𝐶
14) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,6 °𝐶 − 47,7 °𝐶 = 19,1 °𝐶
15) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,7 °𝐶 − 47,1 °𝐶 = 18,4 °𝐶
Perhitungan nilai 𝑇𝑚𝑐
𝑇3 −𝑇1 35,1 °𝐶−28,6 °𝐶
1) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 28,7 °𝐶 = 51,3 °𝐶
log( 2 1 ) log( )
𝑇2 −𝑇3 54,3 °𝐶−35,1 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 34,7 °𝐶−28,6 °𝐶


2) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 24,7 °𝐶 = 49,5 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log( )
2 3 53,3 °𝐶−34,7 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 34,2 °𝐶−28,6 °𝐶


3) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 23,9 °𝐶 = 48,3 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log( )
2 3 52,5 °𝐶−34,2 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 32,5 °𝐶−29,2 °𝐶


4) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 32,3 °𝐶 = 46,7 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log(61,5 °𝐶−32,5 °𝐶)
2 3

𝑇3 −𝑇1 32,6 °𝐶−29,2 °𝐶


5) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 32,6 °𝐶 = 45,6 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log(63,5 °𝐶−32,6 °𝐶)
2 3

𝑇3 −𝑇1 32,7 °𝐶−29,2 °𝐶


6) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 34,3 °𝐶 = 44,2 °𝐶
log( 2 1 ) log(65,4 °𝐶−32,7 °𝐶)
𝑇2 −𝑇3

𝑇3 −𝑇1 32,7 °𝐶−29,2 °𝐶


7) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 36,2 °𝐶 = 43,2 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log( )
2 3 67,1 °𝐶−32,7 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 32,8 °𝐶−29,1 °𝐶


8) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 37,9 °𝐶 = 42,4 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log( )
2 3 68,7 °𝐶−32,8 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 32,9 °𝐶−29,1 °𝐶


9) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 40,9 °𝐶 = 41,8 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log(70,0 °𝐶−32,9 °𝐶)
2 3

𝑇3 −𝑇1 32,9 °𝐶−29,1 °𝐶


10) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 42,2 °𝐶 = 40,5 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log(71,3 °𝐶−32,9 °𝐶)
2 3

𝑇3 −𝑇1 33 °𝐶−29,1 °𝐶
11) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 43,6 °𝐶 = 40,0 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log(72,7 °𝐶−33,0 °𝐶)
2 3

𝑇3 −𝑇1 33 °𝐶−29,1 °𝐶
12) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 44,5 °𝐶 = 39,8 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log( )
2 3 73,6 °𝐶−33,0 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 33,1 °𝐶−29,1 °𝐶


13) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 45,6 °𝐶 = 39,3 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log(74,7 °𝐶−33,1 °𝐶)
2 3

𝑇3 −𝑇1 33,2 °𝐶−29,1 °𝐶


14) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 46,5 °𝐶 = 38,6 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log(75,6 °𝐶−33,2 °𝐶)
2 3

𝑇3 −𝑇1 33,2 °𝐶−29,1 °𝐶


15) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 47,5 °𝐶 = 37,2 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log(76,6 °𝐶−33,2 °𝐶)
2 3

Perhitungan nilai ℎ𝑐
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
1) ℎ𝑐 = = = 33,4
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,092 𝑚2 ×53,5 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
2) ℎ𝑐 = = = 30,1
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,092 𝑚2 ×59,3 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
3) ℎ𝑐 = = = 27,4
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,092 𝑚2 ×65,1 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
4) ℎ𝑐 = = = 25,3
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,092 𝑚2 ×70,5 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
5) ℎ𝑐 = = = 23,8
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,092 𝑚2 ×75,0 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
6) ℎ𝑐 = = = 22,5
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,092 𝑚2 ×79,30 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
7) ℎ𝑐 = = = 21,5
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,092 𝑚2 ×83,20 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
8) ℎ𝑐 = = = 20,6
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,092 𝑚2 ×86,90 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
9) ℎ𝑐 = = = 19,9
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,092 𝑚2 ×89,70 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
10) ℎ𝑐 = = = 19,3
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,092 𝑚2 ×92,70 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
11) ℎ𝑐 = = = 18,6
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,092 𝑚2 ×95,80 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
12) ℎ𝑐 = = = 18,2
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,092 𝑚2 ×97,90 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
13) ℎ𝑐 = = = 17,8
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,092 𝑚2 ×100,3 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
14) ℎ𝑐 = = = 17,5
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,092 𝑚2 ×102,3 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
15) ℎ𝑐 = = = 17,1
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,092 𝑚2 ×104,6 𝑚2 𝐾

b) Surface Pinned 1,5 m/s.


Perhitungan Selisih 𝑇1 − 𝑇2
1) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,6 °𝐶 − 60,2 °𝐶 = 31,6 °𝐶
2) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,6 °𝐶 − 59,5 °𝐶 = 30,9 °𝐶
3) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,6 °𝐶 − 59°𝐶 = 30,4 °𝐶
4) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,6 °𝐶 − 58,6 °𝐶 = 30 °𝐶
5) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,6 °𝐶 − 57,8 °𝐶 = 29,2 °𝐶
6) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,6 °𝐶 − 56,1 °𝐶 = 27,5 °𝐶
7) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,7 °𝐶 − 55,3 °𝐶 = 26,6 °𝐶
8) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,7 °𝐶 − 54,5 °𝐶 = 25,8°𝐶
9) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,7 °𝐶 − 53,8 °𝐶 = 25,1 °𝐶
10) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,7 °𝐶 − 53,2 °𝐶 = 24,5 °𝐶
11) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,7 °𝐶 − 52,5 °𝐶 = 23,8 °𝐶
12) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,7 °𝐶 − 51,9 °𝐶 = 23,2 °𝐶
13) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,7 °𝐶 − 51,2 °𝐶 = 22,6 °𝐶
14) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,6 °𝐶 − 50,5 °𝐶 = 21,9 °𝐶
15) 𝑇1 − 𝑇2 = 28,6 °𝐶 − 50 °𝐶 = 21,3 °𝐶
Perhitungan nilai 𝑇𝑚𝑐
𝑇3 −𝑇1 35,4 °𝐶−28,6 °𝐶
1) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 28,7 °𝐶 = 64,6 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log(54,3 °𝐶−35,1 °𝐶)
2 3

𝑇3 −𝑇1 34,9 °𝐶−28,6 °𝐶


2) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 24,7 °𝐶 = 63,6 °𝐶
log( 2 1 ) log(53,3 °𝐶−34,7 °𝐶)
𝑇2 −𝑇3

𝑇3 −𝑇1 34,5 °𝐶−29,2 °𝐶


3) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 29,9 °𝐶 = 63,0 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log( )
2 3 59,1 °𝐶−32,4 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 32,5 °𝐶−29,2 °𝐶


4) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 32,3 °𝐶 = 62,7 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log( )
2 3 61,5 °𝐶−32,5 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 32,6 °𝐶−29,2 °𝐶


5) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 32,6 °𝐶 = 61,1 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log(63,5 °𝐶−32,6 °𝐶)
2 3

𝑇3 −𝑇1 32,7 °𝐶−29,2 °𝐶


6) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 34,3 °𝐶 = 57,4 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log( )
2 3 65,4 °𝐶−32,7 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 32,7 °𝐶−29,2 °𝐶


7) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 36,2 °𝐶 = 55,8 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log(67,1 °𝐶−32,7 °𝐶)
2 3

𝑇3 −𝑇1 32,8 °𝐶−29,1 °𝐶


8) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 37,9 °𝐶 = 54,1 °𝐶
log( 2 1 ) log(68,7 °𝐶−32,8 °𝐶)
𝑇2 −𝑇3

𝑇3 −𝑇1 32,9 °𝐶−29,1 °𝐶


9) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 40,9 °𝐶 = 52,6 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log(70,0 °𝐶−32,9 °𝐶)
2 3

𝑇3 −𝑇1 32,9 °𝐶−29,1 °𝐶


10) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 42,2 °𝐶 = 51,2 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log( )
2 3 71,3 °𝐶−32,9 °𝐶

𝑇3 −𝑇1 33 °𝐶−29,1 °𝐶
11) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 43,6 °𝐶 = 49,6 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log(72,7 °𝐶−33,0 °𝐶)
2 3

𝑇3 −𝑇1 33 °𝐶−29,1 °𝐶
12) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 44,5 °𝐶 = 48,3 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log(73,6 °𝐶−33,0 °𝐶)
2 3

𝑇3 −𝑇1 33,1 °𝐶−29,1 °𝐶


13) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 45,6 °𝐶 = 46,8 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log(74,7 °𝐶−33,1 °𝐶)
2 3

𝑇3 −𝑇1 33,2 °𝐶−29,1 °𝐶


14) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 46,5 °𝐶 = 48,9 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log(75,6 °𝐶−33,2 °𝐶)
2 3

𝑇3 −𝑇1 33,2 °𝐶−29,1 °𝐶


15) 𝑇𝑚𝑐 = 𝑇 −𝑇 = 47,5 °𝐶 = 47,8 °𝐶
log(𝑇2 −𝑇1 ) log(76,6 °𝐶−33,2 °𝐶)
2 3

Perhitungan nilai ℎ𝑐
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
1) ℎ𝑐 = = = 8,6
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,027 𝑚2 ×53,5 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
2) ℎ𝑐 = = = 8,7
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,027𝑚2 ×65,1 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
3) ℎ𝑐 = = = 8,8
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,027 𝑚2 ×70,5 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
4) ℎ𝑐 = = = 8,9
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,027 𝑚2 ×75,0 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
5) ℎ𝑐 = = = 9,1
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,027 𝑚2 ×79,30 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
6) ℎ𝑐 = = = 9,7
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,027 𝑚2 ×83,20 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
7) ℎ𝑐 = = = 10,0
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,027 𝑚2 ×86,90 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
8) ℎ𝑐 = = = 10,3
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,027 𝑚2 ×89,70 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
9) ℎ𝑐 = = = 10,6
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,027 𝑚2 ×92,70 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
10) ℎ𝑐 = = = 10,9
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,027 𝑚2 ×95,80 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
11) ℎ𝑐 = = = 11,2
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,027 𝑚2 ×97,90 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
12) ℎ𝑐 = = = 11,5
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,027 𝑚2 ×100,3 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
13) ℎ𝑐 = = = 11,9
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,027 𝑚2 ×102,3 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
14) ℎ𝑐 = = = 11,4
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,027 𝑚2 ×104,6 𝑚2 𝐾
𝑄 20 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑊
15) ℎ𝑐 = = = 11,6
𝐴𝑠 ×𝑇𝑚𝑐 0,027 𝑚2 ×104,6 𝑚2 𝐾

B. Pembahasan
Konveksi adalah perpindahan panas yang disertai dengan pergerakan
partikel. Konveksi terjadi karena adanya cairan, udara atau air, melewati atau
bersentuhan dengan permukaan benda padat. Menurut aliran fluidanya,
konveksi terdiri dari dua jenis, yaitu konveksi paksa dan konveksi alami.
Namun pada praktikum kali ini kita akan mengalami konveksi paksa dimana
fluida mengalir bukan karena perbedaan densitas tetapi dengan bantuan alat
seperti kipas angin. Setelah melakukan serangkaian percobaan dan
perhitungan, diperoleh grafik hubungan antar parameter sebagai berikut.
Tmc Vs Waktu
80.0

60.0

Tmc (C)
40.0 Surface Finned 1,5
m/s
20.0
Surface Pinned 1,5
0.0 m/s
0 200 400 600
Waktu (s)

Gambar 1. Grafik Hubungan Antara Tmc dan Waktu

Berdasarkan gambar di atas yang berkaitan dengan hubungan antara


Tmc dan waktu, dapat kita lihat bahwa semakin lama waktu yang dibutuhkan
maka nilai Tmc akan semakin berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa nilai
Tmc lebih baik dibandingkan dengan nilai perubahan dari waktu ke waktu.
Pada grafik ini juga dapat dilihat bahwa permukaan yang disematkan
memiliki nilai Tmc yang lebih tinggi dibandingkan dengan permukaan yang
bersirip.

hc Vs Tmc
15.0

10.0
Surface Finned 1,5
hc

m/s
5.0
Surface Pinned 1,5
0.0 m/s
0.0 20.0 40.0 60.0 80.0
Tmc

Gambar 2. Grafik Hubungan Antara hc dan Tmc

Kemudian kita bandingkan dan juga mencari hubungan antara hc dan


Tmc. Dimana, menurut grafik di atas, kita tahu bahwa nilai hc akan terus
menurun seiring dengan meningkatnya nilai Tmc. Hal ini menunjukkan
bahwa hc berbanding terbalik dengan nilai Tmc. Selain itu, permukaan yang
dipaku memiliki nilai hc yang lebih tinggi daripada permukaan bersirip, hal
ini karena nilai luas permukaan pada permukaan yang dipaku lebih kecil dari
pada permukaan bersirip.

Kecepatan Vs Tempeatur Terendah


20
15
v (m/s)

10
Surface Finned
5
Surface Pinned
0
0 10 20 30 40
T2-T1 (C)

Gambar 3. Grafik Hubungan Antara Kecepatan dan Temperatur


Terendah

Dan terakhir, kita akan membahas hubungan antara nilai kecepatan dan
suhu yang lebih rendah. Pada praktikum ini nilai kecepatan yang digunakan
adalah 1,5 m/s untuk setiap permukaan benda uji. Berdasarkan grafik diatas
diketahui bahwa nilai kecepatan akan mempengaruhi suhu yang terbaca pada
mesin konveksi bebas dan paksa. Selanjutnya, kami juga mencatat bahwa
nilai T2T1 pada permukaan berlabuh lebih besar dari pada permukaan
berlabuh. Ini mungkin karena bentuk permukaan benda uji.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum perpindahan panas dan massa
tentang Force Convection adalah sebagai berikut :
1. Potongan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari pelat datar,
permukaan bersirip dan permukaan tesselated. Dari ketiga buah
tersebut ditempatkan secara bergantian pada tumpuan yang ada pada
alat konveksi bebas dan paksa dan potongan tersebut menerima arus
listrik yang akan diubah menjadi energi panas. Letak potongan berada
di bagian bawah kipas, fungsi kipas adalah untuk memaksa aliran udara
melewati potongan. Perubahan suhu dipengaruhi oleh perpindahan
panas, yang dipengaruhi oleh suhu permukaan (Ts), semakin besar
perbedaan suhu dari permukaan, semakin besar perpindahan panas.
2. Dalam hasil pengujian untuk mendapatkan nilai koefisien juga sama
dengan pengambilan hasil temperatur, dimana nilai koefisien juga
mengalami penurunan seiring berjalannya waktu. Namun hal tersebut
terjadi kembali pada hasil pengujian kali ini, data yang dihasilkan tidak
lah terpaut jauh dengan hasil sebelumnya, akan tetapi terjadinya
penurunan suhu yang sangat drastis dapat diindikasikan sebagai error
pada saat pengujian
3. Keceptan udara mempengaruhi penurunan suhu pada surface finned.
Sedangkan pada surface pinned karena terjadi kesalahan pada saat
pengujian yang menyebabkan nilai terendah memiliki nilai yang sangat
kecil sehingga kita tidak bisa menentukan kesimpulan dengan jelas
tentang pengaruh kecepatan udara terhadap temperatur.

B. Saran
Saran yang dapat dituliskan setelah melakukan praktikum Force
Convection ini adalah:
1. Praktikum dimulai tepat waktu agar tidak menganggu agenda yang
lainnya.
2. Meningkatkan kualitas perekaman audio serta video dengan mengganti
microfon dan juga menambah stabilizer pada kamera.
3. Pada akhir vidio praktikum, terdapat space waktu yang cukup panjang
dan seharusnya itu dapat dihilangkan.
4. Kamera dapat menggunakan stabilizer agar gambar yang dibuat tidak
golang dan hasilnya akan maksimal.
5. Memperhatikan video praktikum dengan seksama dalam proses
praktikum agar dapat memahami praktikum kali ini.
DAFTAR PUSTAKA

Bhutta, Mahmoud Aslam, Hair Hayat, Kanwar Naveed Ahmad. (2008).


Computational Fluid Dynamics Variation Invarious Heat Excahnger Design
Review. Elsevier.

Giles, R. V. (1993). Mekanika Fluida dan Hidraulika . Jakarta: Erlangga.

Idawati Supu, B. U. (2016). Pengaruh Suhu Terhadap Perpindahan Panas Pada


Material Yang Berbeda . Jurnal Dinamika , 67-73.

Kharis Bruhani, Ramelan ,Rizqi Fitri Naryanto. (2014). PENGEMBANGAN


MEDIA PEMBELAJARAN PERPINDAHAN PANAS RADIASI
DENGAN VARIASI BEDA PERLAKUAN PERMUKAAN SPESIMEN
UJI. Journal of Mechanical Engineering Learning.

Theodore L, B. A. (2011). Intoduction To Heat Transfer.


LAMPIRAN

Tugas Setelah Praktikum

1. Velocity Boundary Layer

Secara umum, ketika fluida mengalir di atas permukaan yang diam, mis. pelat

datar, dasar sungai, atau dinding pipa, fluida yang menyentuh permukaan

diistirahatkan oleh tegangan geser ke dinding. Daerah di mana aliran

menyesuaikan dari kecepatan nol di dinding ke maksimum di aliran utama

aliran disebut lapisan batas. Konsep lapisan batas sangat penting dalam semua

dinamika fluida kental dan juga dalam teori perpindahan panas.

Thermal Boundary Layer

Termal boundary layer harus terbentuk jika suhu curah dan suhu permukaan

berbeda. Pertimbangkan aliran di atas pelat datar isotermal pada suhu konstan

Twall. Di ujung depan profil suhu seragam dengan Tbulk. Partikel fluida yang

bersentuhan dengan pelat mencapai kesetimbangan termal pada suhu

permukaan pelat. Pada titik ini, aliran energi terjadi di permukaan murni

dengan konduksi.

2. S

3.

Anda mungkin juga menyukai