DISUSUN OLEH :
LEMBAR ASISTENSI
Kelompok :4
Konsep yang ada pada konduksi merupakan suatu aktivitas atomik dan
molekuler. Sehingga peristiwa yang terjadi pada konduksi adalah
perpindahan energi dari partikel yang lebih energetik (molekul yang lebih
berenergi atau bertemperatur tinggi) menuju partikel yang kurang energetik
(molekul yang kurang berenergi atau bertemperatur lebih rendah), akibat
adanya interaksi antara partikel-partikel tersebut. Proses perpindahan panas
secara konduksi pada steady state melalui dinding datar suatu dimensi
seperti ditunjukkan pada Gambar 1.2.2.
………………………..(1)
Dimana:
= Laju perpindahan panas konduksi (W)
k = Konduktivitas thermal bahan (W/m.K)
A = Luas penampang tegak lurus terhadap arah aliran panas (m)
1.2.3 Suhu/Temperatur
Suhu merupakan ukuran atau derajat panas atau dinginnya suatu benda
atau sistem. Suhu di definisikan sebagai suatu besaran fisika yang dimiliki
bersama antara dua benda atau lebih yang berada dalam kesetimbangan
termal. Jika panas dialirkan pada suhu benda, maka suhu benda tersebut
akan turun jika benda yang bersangkutan kehilangan panas. Akan tetapi
hubungan antara satuan panas dengan satuan suhu tidak merupakan suatu
konstanta, karena besarnya peningkatan suhu akibat penerimaan panas
dalam jumlah tertentu akan dipengaruhi oleh daya tampung panas (heat
capacity) yang dimiliki oleh benda penerima tersebut.
Suatu benda yang dalam keadaan panas dikatakan memiliki suhu yang
tinggi, dan sebaliknya, suatu benda yang dalam keadaan dingin dikatakan
memiliki suhu yang rendah. Perubahan suhu benda, baik menjadi lebih
panas atau menjadi lebih dingin biasanya diikuti dengan perubahan bentuk
atau wujudnya. Misalnya, perubahan wujud air menjadi es batu atau uap air
karena pengaruh panas atau dingin.
Sejumlah es batu yang dipanaskan akan berubah wujud menjadi air.
Bila terus-menerus dipanaskan, maka pada suatu ketika (ketika telah
mencapai titik didih) air akan mendidih dan berubah wujud menjadi uap air
atau gas. Proses sebaliknya terjadi mana kala air yang berada dalam bentuk
gas atau uap air didinginkan, maka akan kembali ke bentuk cair, dan ketika
terus didinginkan, maka pada saat tertentu (ketika telah mencapai titik beku)
air akan membeku dan kembali berwujud padat yaitu es batu (Idawati Supu,
2016).
1.2.4 Pengukur Temperatur/Suhu
Termometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu sebuah
benda. Termometer bekerja dengan memanfaatkan perubahan sifat
termometrik suatu benda ketika benda tersebut mengalami perubahan suhu.
Perubahan sifat termometrik suatu benda menunjukkan adanya perubahan
suhu benda, dan dengan melakukan kalibrasi atau peneraan tertentu
terhadap sifat termometrik yang teramati dan terukur, maka nilai suhu benda
dapat dinyatakan secara kuantitatif. Tidak semua sifat termometrik benda
yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan termometer.
Sifat termometrik yang dapat digunakan dalam pembuatan
termometer harus merupakan sifat termometrik yang teratur. Artinya,
perubahan sifat termometrik terhadap perubahan suhu harus bersifat tetap
atau linier, sehingga peneraan skala termometer dapat dibuat lebih mudah
dan termometer tersebut nantinya dapat digunakan untuk mengukur suhu
secara teliti. Berdasarkan sifat termometrik yang dimiliki suatu benda, jenis-
jenis termometer diantaranya termometer zat cair, termometer gas,
termometer hambatan, termokopel, pirometer, termometer bimetal, dan
sebagainya. Sedangkan berdasarkan hasil tampilan pengukurannya,
termometer dibagi menjadi termometer analog dan termometer digital
b. Transient
Dipengaruhi/tergantung pada perubahan waktu.
b. Thermocouple
Stainless Steel
442 184,4539874
(25 mm)
Kuningan (25
312 261,3098
mm)
Kuningan (10
382 1333,91136
mm)
c. Perhitungan
Berdasarkan nilai pada table hasil data yang didapat saat
praktikum, maka dihitung sebagai berikut:
1. Stainless Steel (D 25 mm)
a) Perbedaan suhu pada bagian penampang panas (hot)
K/m
( )
( )
220.347736271 Watt/m.K
( )
( )
243.369141553 Watt/m.K
( )
1630.57324841Watt/m.K
( )
( )
184.453987376Watt/m.K
2. Kuningan (D 25 mm)
a) Perbedaan suhu pada bagian penampang panas (hot)
K/m
( )
( )
232.939035487 Watt/m.K
j) Konduktivitas termal material bagian penampang tengah
(intermediate)
( )
( )
291,1738 Watt/m.K
( )
( )
596,5512 Watt/m.K
( )
( )
261,3098 Watt/m.K
3. Kuningan (D 10 mm)
a) Perbedaan suhu pada bagian penampang panas (hot)
K/m
c) Perbedaan suhu pada bagian penampang tengah (intermediate)
( )
( )
1698,514 Watt/m.K
( )
( )
1213,224 Watt/m.K
( )
( )
10191,08 Watt/m.K
( )
( )
1333.91136159 Watt/m.K
1.4.1 Pembahasan
Pada benda padat, perpindahan panas konduksi terjadi dengan cara
temperatur merambat melalui partikel-partikel benda padat dengan
kecepatan dan kerataan merambatnya panas bergantung pada
konduktivitas termal benda tersebut. Pada benda cair, perpindahan panas
tidak dapat terjadi secara konduksi, karena pada dasarnya benda cair
merupakan zat perantara berbentuk fluida yang memiliki massa jenis.
Benda cair memiliki partikel yang bergerak bebas dan dapat berubah
massa jenisnya seiring dengan perubahan temperaturnya. Hal ini juga
terjadi pada gas yang juga merupakan fluida, sehingga dapat dikatakan
perpindahan panas yang terjadi pada benda cair dan gas adalah konveksi
dan tidak dapat mengalami konduksi.
Pada dasarnya, konduktivitas termal dari sebagian besar benda
padat lebih besar daripada cairan. Penyebabnya adalah kekuatan ikatan
molekul yang berbeda antara benda padat dan benda cair. Ikatan dalam zat
padat bersifat kaku dan kuat karena saling mengikat satu sama lain,
sedangkan ikatan dalam zat cair jauh lebih lemah karena tidak memiliki
ikatan antarmolekul yang pasti dan partikelnya dapat berpindah dalam
keadaan apapun dan dalam kondisi apapun. Struktur kisi pada benda padat
sangat memperbaiki posisi molekul yang membuat elektron saling
berhubungan erat. Hal ini akan memberikan konduktivitas termal dan
konduktivitas elektron yang baik, terutama pada logam. Oleh karena itu
benda padat sebagai konduktor termal yang baik, sedangkan benda cair
sebagai konduktor yang buruk karena memiliki nilai konduktivitas termal
yang kecil. Sementara, zat gas memiliki konduktivitas termal yang lebih
kecil lagi karena tidak memiliki ikatan molekul dan tidak memiliki bentuk
yang jelas.
Material isotropik adalah jenis material yang memiliki sifat
mekanik dan sifat termal yang sama dalam semua kondisi jika material
ditarik atau ditekan ke semua arah. Material ini hanya memiliki satu nilai
dari modulus elastisitas, Poisson’s ratio, ultimate strength, dan modulus
gesernya. Sehingga material isotropik akan mengalami kerataan distribusi
temperatur saat mengalami konduksi dengan konduktivitas termal yang
sedemikian rupa.
Konduktivitas termal suatu benda dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain kepadatan, porositas, temperatur, dan kandungan uap
air. Kepadatan dan porositas suatu benda berpengaruh pada konduktivitas
termal suatu benda. Semakin banyak rongga pada benda tersebut maka
semakin besar persentasi porositasnya, dan semakin besar porositas
menyebabkan nilai konduktivitas semakin menurun. Temperatur memiliki
pengaruh yang sangat kecil, tetapi temperatur tetap memiliki pengaruh
terhadap konduktivitas. Semakin bertambahnya temperatur, konduktivitas
termal bahan tertentu juga akan meningkat. Kandungan uap air juga
memengaruhi konduktivitas thermal. Konduktivitas termal akan
meningkat seiring meningkatnya kandungan kelembaman suatu benda.
Panas yang mengalir melalui suatu material bergantung pada
perbedaan temperatur dialaminya. Ketebalan yang semakin besar pada
suatu material berarti panas yang mengalir pada suatu material semakin
sedikit, sama halnya dengan konduktivitas. Resistansi termal suatu
material dibentuk oleh parameter-parameter tersebut. Resistansi termal itu
berbanding lurus dengan ketebalan suatu material dan berbanding terbalik
dengan konduktivitasnya. Lapisan material dengan resistansi termal yang
tinggi adalah insulator yang baik, sedangkan material dengan resistansi
termal yang rendah adalah insulator yang buruk.
Grafik 1.4.1. Pengamatan pada batang stainless steel diameter 25 mm
50
40
30
20
10
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
L (m)
40
30
20
10
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
L (m)
40
30
20
10
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
L (m)
1.5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang kita dapatkan setelah melakukan praktikum
mengenai Linier Heat Conduction kali ini ialah :
a. Modul linear heat conduction merupakan rangkaian alat yang terdiri
dari computer controller yang berfungsi mengoperasikan thermocouple
melalui rangkaian elektrik, dan thermocouple yang berfungsi mengubah
energi listrik menjadi energi panas supaya dapat dialirkan ke spesimen
uji untuk mengetahui konduktivitas termal dan sifat termal lain dari
spesimen uji.
b. Perpindahan panas secara konduksi terjadi dengan panas dari sumber
energi pada thermocouple merambat melalui partikel-partikel stainless
steel dan brass (kuningan) dengan meningkatnya temperatur pada kedua
jenis spesimen tersebut, tanpa disertai perpindahan partikel-partikel di
dalamnya.
c. Setelah melalui pengujian konduksi, dapat diketahui stainless steel
dapat menerima panas dengan lebih baik daripada brass (kuningan).
d. Pada temperatur ruangan, stainless steel memiliki konduktivitas termal
16 W/m.K dan brass (kuningan) memiliki konduktivitas termal 109
W/m.K—123 W/m.K, dan nilainya akan berubah seiring dengan
perubahan temperatur serta perbedaan penampang.
e. Pada batang stainless steel diameter 25 mm, diketahui gradien
temperatur bernilai 370 pada ST1-ST4, 335 pada ST5-ST7, 50 pada
ST8-ST11, dan 442 pada seluruh penampang.
f. Pada batang brass (kuningan) diameter 25 mm, diketahui gradien
temperatur bernilai 350 pada ST1-ST4, 280 pada ST5-ST7, 136,67 pada
ST8-ST11, dan 312 pada seluruh penampang.
g. Pada batang brass (kuningan) diameter 25 mm, diketahui gradien
temperatur bernilai 300 pada ST1-ST4, 420 pada ST5-ST7, 50 pada
ST8-ST11, dan 382 pada seluruh penampang.
1.5.2 Saran
Saran yang dapat kami berikan setelah melakukan praktikum
mengenai Linier Heat Conduction ialah :
a. Sebaiknya sebelum melakukan praktikum para praktikan membaca
modul terlebih dahulu.
b. Sebaiknya untuk praktikum selanjutnya specimen yang di uji lebih
beragam.
c. Sebaiknya untuk praktikum selanjutnya para praktikan dapat
mengoperasikan alat secara langsung.
d. Sebaiknya penjelasan pada video praktikum lebih detail lagi.
e. Sebaiknya data praktikum diambil sendiri oleh praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
Intan Nurul Rokhimi, P. (2015). Alat Peraga Pembelajaran Laju Hantaran Kalor
Konduksi . Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika
(SNFPF) Ke-6 , 272.
Jawab
1. a. Pada benda padat, perpindahan panas konduksi terjadi dengan cara
temperatur merambat melalui partikel-partikel benda padat dengan
kecepatan dan kerataan merambatnya panas bergantung pada konduktivitas
termal benda tersebut. Pada benda cair, perpindahan panas tidak dapat
terjadi secara konduksi, karena pada dasarnya benda cair merupakan zat
perantara berbentuk fluida yang memiliki massa jenis. Benda cair memiliki
partikel yang bergerak bebas dan dapat berubah massa jenisnya seiring
dengan perubahan temperaturnya. Hal ini juga terjadi pada gas yang juga
merupakan fluida, sehingga dapat dikatakan perpindahan panas yang terjadi
pada benda cair dan gas adalah konveksi dan tidak dapat mengalami
konduksi.
b. Pada dasarnya, konduktivitas termal dari sebagian besar benda padat lebih
besar daripada cairan. Penyebabnya adalah kekuatan ikatan molekul yang
berbeda antara benda padat dan benda cair. Ikatan dalam zat padat bersifat
kaku dan kuat karena saling mengikat satu sama lain, sedangkan ikatan
dalam zat cair jauh lebih lemah karena tidak memiliki ikatan antarmolekul
yang pasti dan partikelnya dapat berpindah dalam keadaan apapun dan
dalam kondisi apapun. Struktur kisi pada benda padat sangat memperbaiki
posisi molekul yang membuat elektron saling berhubungan erat. Hal ini
akan memberikan konduktivitas termal dan konduktivitas elektron yang
baik, terutama pada logam. Oleh karena itu benda padat sebagai konduktor
termal yang baik, sedangkan benda cair sebagai konduktor yang buruk
karena memiliki nilai konduktivitas termal yang kecil. Sementara, zat gas
memiliki konduktivitas termal yang lebih kecil lagi karena tidak memiliki
ikatan molekul dan tidak memiliki bentuk yang jelas.
2. Material isotropik adalah jenis material yang memiliki sifat mekanik dan sifat
termal yang sama dalam semua kondisi jika material ditarik atau ditekan ke
semua arah. Material ini hanya memiliki satu nilai dari modulus elastisitas,
Poisson’s ratio, ultimate strength, dan modulus gesernya. Sehingga material
isotropik akan mengalami kerataan distribusi temperatur saat mengalami
konduksi dengan konduktivitas termal yang sedemikian rupa.
5.
Pengamatan pada batang stainless steel diameter 25 mm
50
40
30
20
10
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
L (m)
40
30
20
10
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
L (m)
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat hubungan antara temperatur
dengan titik bagian penampang batang brass (kuningan) yang diuji.
Pengujian ini disetel dengan SW-1 = 40 W. Panas yang ideal pada
percobaan ini adalah saat temperatur berkisar 60ºC-80ºC. Batang brass
(kuningan) yang diuji ini memiliki diameter penampang 25 mm. Pada
bagian yang terdekat dengan sumber energi listrik (ST1) dengan jarak 0 m,
memiliki temperatur tertinggi 65,2ºC dan sampai pada ST4 tercatat bahwa
gradien sebesar 350. Pada bagian tengah dari penampang yang diamati,
yaitu ST5-ST7, temperatur yang terukur adalah 41,2ºC-46,8ºC, dengan
jarak terhadap sumber energi listrik adalah 0,04 m-0,06 m dan gradien
sebesar 280. Pada bagian terjauh dari sumber panas, yaitu pada ST11 yang
berjarak 0,1 m, temperatur terukur adalah 34,0ºC dan pada ST8-ST11
tercatat bahwa gradien sebesar 136,67. Selama proses pengujian, air terus
mengalir melalui SC-2 dengan debit 2 liter/m.
Berdasarkan pengamatan, dapat dilihat bahwa spesimen dapat
memanas secara konduksi dengan cukup mudah mencapai temperatur
pengamatan 65,2ºC dan panas memusat pada bagian yang dekat dengan
sumber panas dan listrik. Hal ini terjadi karena brass (kuningan) memiliki
nilai konduktivitas termal yang cukup baik pada temperatur ruangan, dan
meningkat jika temperatur yang diterapkan pada brass (kuningan) semakin
tinggi. Akan tetapi, konduksi yang terjadi tidak sebaik stainless steel,
dapat dilihat pada temperatur tertinggi brass (kuningan) adalah 65,2ºC.
Dengan luas penampang 4,9×10-4 m2, panas dalam brass (kuningan)
merata cukup lambat, dapat dilihat pada penampang paling ujung yang
memiliki temperatur 34,0ºC. Sehingga dapat disimpulkan bahwa brass
(kuningan) menerima panas tidak sebaik stainless steel dan persebaran
temperatur pada seluruh panjang penampang tidak begitu merata.
Pengamatan pada batang brass (kuningan) diameter 10 mm
40
30
20
10
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
L (m)
Disusun Oleh:
Kelompok 4
Asisten Praktikum:
Naufal Hasnur (17117088)
LEMBAR ASISTENSI
Nama Anggota : Indra Anggi (118170012)
Fernando Loe P. (118170027)
Imam Sulistiyo (118170035)
Bayu Prastio (118170074)
Raden Achmad Fachrozi (17117092)
Bastian Roni Petrus M. (118170094)
M. Ryan Mahendra P. (118170107)
Kelompok :4
Modul : (Modul 2) (Free Convection: Time-Temperature
Variation)
NO TANGGAL KETERANGAN PARAF
1. 26-11-2020 1. Perbaiki format cover
2. BAB IV, perbaiki perhitungan ̇
tidak perlu dibagi dengan t, ikuti data
yang sudah tertera.
2. 26-11-2020 1. ACC
BAB I
PENDAHULUAN
………………………………(2.2)
Dimana
ΔQ = panas yang masuk atau panas yang keluar, W
h = koefisien perpindahan panas, W/(m2K)
A = luas permukaan perpindahan panas, m2
= perbedaan temperatur antara permukaan padat dengan luas
permukaan kontak dengan fluida, K
(Kusuma, 2018).
2.2.5 Perpindahan Panas Steady vs Transient
a. Steady State
Tidak dipengaruhi/tidak tergantung pada waktu setiap titik perpindahan
panas pada mediumnya.
b. Transient
Dipengaruhi/tergantung pada perubahan waktu.
2.2.10 Suhu/Temperatur
Suhu merupakan ukuran atau derajat panas atau dinginnya suatu benda
atau sistem. Suhu di definisikan sebagai suatu besaran fisika yang dimiliki
bersama antara dua benda atau lebih yang berada dalam kesetimbangan
termal. Jika panas dialirkan pada suhu benda, maka suhu benda tersebut
akan turun jika benda yang bersangkutan kehilangan panas. Akan tetapi
hubungan antara satuan panas dengan satuan suhu tidak merupakan suatu
konstanta, karena besarnya peningkatan suhu akibat penerimaan panas
dalam jumlah tertentu akan dipengaruhi oleh daya tampung panas (heat
capacity) yang dimiliki oleh benda penerima tersebut.
Suatu benda yang dalam keadaan panas dikatakan memiliki suhu yang
tinggi, dan sebaliknya, suatu benda yang dalam keadaan dingin dikatakan
memiliki suhu yang rendah. Perubahan suhu benda, baik menjadi lebih
panas atau menjadi lebih dingin biasanya diikuti dengan perubahan bentuk
atau wujudnya. Misalnya, perubahan wujud air menjadi es batu atau uap air
karena pengaruh panas atau dingin.
Sejumlah es batu yang dipanaskan akan berubah wujud menjadi air.
Bila terus-menerus dipanaskan, maka pada suatu ketika (ketika telah
mencapai titik didih) air akan mendidih dan berubah wujud menjadi uap air
atau gas. Proses sebaliknya terjadi mana kala air yang berada dalam bentuk
gas atau uap air didinginkan, maka akan kembali ke bentuk cair, dan ketika
terus didinginkan, maka pada saat tertentu (ketika telah mencapai titik beku)
air akan membeku dan kembali berwujud padat yaitu es batu.
2.2.11 Pengukur Temperatur/Suhu
Termometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu sebuah
benda. Termometer bekerja dengan memanfaatkan perubahan sifat
termometrik suatu benda ketika benda tersebut mengalami perubahan suhu.
Perubahan sifat termometrik suatu benda menunjukkan adanya perubahan
suhu benda, dan dengan melakukan kalibrasi atau peneraan tertentu
terhadap sifat termometrik yang teramati dan terukur, maka nilai suhu benda
dapat dinyatakan secara kuantitatif. Tidak semua sifat termometrik benda
yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan termometer.
Sifat termometrik yang dapat digunakan dalam pembuatan
termometer harus merupakan sifat termometrik yang teratur. Artinya,
perubahan sifat termometrik terhadap perubahan suhu harus bersifat tetap
atau linier, sehingga peneraan skala termometer dapat dibuat lebih mudah
dan termometer tersebut nantinya dapat digunakan untuk mengukur suhu
secara teliti. Berdasarkan sifat termometrik yang dimiliki suatu benda, jenis-
jenis termometer diantaranya termometer zat cair, termometer gas,
termometer hambatan, termokopel, pirometer, termometer bimetal, dan
sebagainya. Sedangkan berdasarkan hasil tampilan pengukurannya,
termometer dibagi menjadi termometer analog dan termometer digital
b. Bahan yang Digunakan: Flat Plate, Pinned Surface, dan Finned Surface
Flat flate, pinned surface, dan finned surface, yaitu bahan yang
digunakan saat uji konveksi paksa. Berikut merupakan bahan-bahan
yang diujikan, yaitu;
1. Flat Plate;
2. Pinned Surface
3. Finned Surface
d. Anemometer
Anemometer, yaitu alat yang berfungsi untuk membaca laju alir fluida
yang melewati pipa; dan
̇
2. Free Convection Finned Surface Power 15 Watt
a) Tm
b) Hc
̇
3. Free Convection Flat Plate Surface Power 25 Watt
a) Tm
b) Hc
̇
4. Free Convection Finned Surface Power 25 Watt
a) Tm
b) Hc
̇
2.4.2 Pembahasan
Fluida quiescent merupakan sebuah kategori dari sebuah fluida yang
diam. Pada hakikatnya, fluida ini merupakan fluida yang memiliki bulk
property dalam jumlah tak hingga saat tidak ada konveksi paksa yang
dikenakan padanya. Dengan demikian, fluida akan memperlihatkan semua
sifat yang dimilikinya tanpa melalui proses yang dilakukan untuk suatu
tujuan tertentu, baik dalam jumlah yang besar maupun kecil. Fluida
quiescent bukanlah suatu jenis fluida, melainkan suatu keadaan fluida ketika
tidak mengalami perubahan sifat apapun karen faktor internal maupun
eksternal. Fluida tersebut berada dalam keadaan stagnan dan diamati pada
keadaan tersebut.
Velocity boundary layer pada aliran udara melalui plat datar akan
mengalirkan fluida secara uniform pada sepanjang plat, dan velocity
boundary layer akan terus berkembang setiap kali ada aliran di atas
permukaan. Hal tersebut dipengaruhi oleh tegangan geser sejajar dengan
permukaan dan peningkatan kecepatan akan dihasilkan melalui boundary
layer dari nol tepat di permukaan ke kecepatan freestream jauh dari
permukaan. Pada konveksi bebas, udara mengalir melalui sistem tanpa
ditarik atau didorong oleh suatu alat atau faktor lain yang memaksa udara
tersebut mengalir di dalam sistem. Dengan demikian, kecepatan udara pada
konveksi bebas cenderung rendah. Sama halnya dengan velocity boundary
layer pada konveksi bebas yang tidak besar karena besar udara yang melalui
penampang pelat tidaklah besar. Pada konveksi paksa, kecepatan aliran
udara dapat diatur secara bebas dalam sistem, baik itu lambat maupun cepat.
Jika aliran udara diatur mengair secara lambat, maka akan memperlihatkan
velocity boundary layer yang kecil. Namun, jika aliran udara diatur mengalir
secara cepat, maka akan menghasilkan velocity boundary layer yang lebih
besar, dan velocity boundary layer akan semakin besar jika kecepatan aliran
udara dalam sistem diatur bergerak cepat.
Koefisien konveksi bukanlah suatu karakteristik yang dimiliki fluida,
melainkan sebuah nilai yang menunjukkan mudah atau sulitnya konveksi
terjadi pada suatu fluida. Besaran koefisien konveksi, didapatkan dengan
melalui eksperimen terhadap fluida ketika terjadi perbedaan temperatur
antara fluida tersebut dengan kondisi di sekitarnya. Pada free convection,
udara mengalir dalam jumlah yang umumnya lebih sedikit jika
dibandingkan forced convection. Sistem dengan free convection memiliki
permukaan dengan temperatur yang diatur oleh sistem itu sendiri dengan
tanpa atau minim pengaruh dari udara yang memasuki sistem. Dengan
begitu, sistem yang memiliki daya sedemikian besar akan menghasilkan
permukaan yang semakin panas seiring berjalannya waktu, sehingga
koefisien konveksi pada permukaan akan mengecil seiring berjalannya
waktu. Sebaliknya, sistem forced convection dapat mengatur jumlah udara
yang memasuki sistem. Temperatur dari udara yang memasuki sistem akan
memiliki besaran yang tidak jauh berbeda dengan lingkungannya. Dengan
demikian, pada sistem yang permukaannya memiliki temperatur tinggi akan
mengikuti temperatur udara yang memasuki sistem. Maka, koefisien
konveksi pada forced convection akan semakin besar seiring berjalannya
waktu. Perbedaan koefisien konveksi pada kedua jenis konveksi tersebut
lebih dominan pada perbedaan temperatur pada sistemnya.
Grafik Perbedaan Temperatur Terhadap Waktu
60
1.5
0.5
0
40 50 60 70 80 90
Temperatur Permukaan (ºC)
1.5
0.5
0
20 40 60 80 100 120
Perbedaan Temperatur (ºC)
2.5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum Free Convection: Time-Temperature
Variation mahasiswa dapat menyimpulkan beberapa hal yaitu:
a. Dapat mengetahui cara merangkai dan mengoperasikan peralatan Free
and Force Convection, dengan memulai memasang spesimen uji yaitu
Pinned, Finned dan Flat plate secara bergantian dan dilakukan
pengambilan data hingga percobaan berhasil sesuai dengan data yang
diinginkan.
b. Dapat mengenal dan memahami komponen-komponen peralatan Free
and Force Convection beserta fungsinya. Dengan komputer yang
dilengkapi Software VDAS, kemudian menggunakan benda uji Finned,
Pinned dan Flate Plate sebagai permukaan perpindahan dan dilengkapi
dengan Anemometer untuk mengkalibrasi panas yang hilang dan juga
dilengkapi dengan kipas (Fan) jika akan melakukan pengujian
perpindahan panas konveksi paksa.
c. Dapat mengetahui fenomena fisik yang terjadi pada perpindahan panas
secara konveksi bebas yaitu dengan cara panas yang berpindah dari
suatu permukaan kepermukaan lain yaitu terjadi secara alamiah (karena
perbedaan temperatur permukaan benda tersebut) yang dapat kita
ketahui melalui percobaan perpindahan panas konveksi bebas dengan
menggunakan permukaan uji yaitu Pinned, Finned dan Flat Plate
dengan waktu yang telah ditentukan.
d. Untuk mengetahui karakteristik sesungguhnya proses perpindahan
panas konveksi alami yang melewati sebuah permukaan (surface)
Pinned, Finned dan Flat Plate. Perubahan temperaturnya dipengaruhi
oleh Heat Transfer dipengaruhi dari temperature permukaan (Ts)
semakin besar perbedaan temperatur dari permukaan maka akan
menghasilkan Heat Transfer yang lebih besar.
2.5.2 Saran
Saran yang dapat dituliskan setelah melakukan praktikum Free
Convection: Time-Temperature Variation ini adalah :
a. Sebaiknya membaca modul terlebih dahulu sebelum melakukan
praktikum agar lebih paham dan praktikum berjalan dengan lancar.
b. Spesimen uji yang digunakan harus terpasang secara tepat pada mesin
untuk menghindari terjadinya kesalahan (Error) pada saat melakukan
percobaan.
c. Mempersiapkan jaringan internet terbaik supaya tidak terjadi gangguan
dalam proses praktikum online.
d. Memperhatikan video praktikum dengan seksama dalam proses
praktikum agar dapat memahami praktikum kali ini.
e. Diharapkan saat melakukan praktikum untuk menaati atau membaca
SOP praktikum agar tidak terjadi kecelakaan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Disusun Oleh:
Kelompok 4
LEMBAR ASISTENSI
Nama Anggota : Indra Anggi (118170012)
Kelompok :4
3.1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum perpindahan panas dengan judul
konveksi paksa adalah sebagai berikut:
a. Dapat merangkai dan mengoperasikan peralatan free and force
convection.
b. Mengenal dan memahami komponen-komponen peralatan free and
force convection beserta fungsinya.
c. Dpat memahami fenomena fisik perpindahan panas konveksi paksa.
d. Mengetahui karakteristik sesungguhnya proses perpindahan panas
konveksi paksa.
BAB II
LANDASAN TEORI
3.2.3 Suhu/Temperatur
Suhu merupakan ukuran atau derajat panas atau dinginnya suatu benda
atau sistem. Suhu di definisikan sebagai suatu besaran fisika yang dimiliki
bersama antara dua benda atau lebih yang berada dalam kesetimbangan
termal. Jika panas dialirkan pada suhu benda, maka suhu benda tersebut
akan turun jika benda yang bersangkutan kehilangan panas. Akan tetapi
hubungan antara satuan panas dengan satuan suhu tidak merupakan suatu
konstanta, karena besarnya peningkatan suhu akibat penerimaan panas
dalam jumlah tertentu akan dipengaruhi oleh daya tampung panas (heat
capacity) yang dimiliki oleh benda penerima tersebut.
Suatu benda yang dalam keadaan panas dikatakan memiliki suhu yang
tinggi, dan sebaliknya, suatu benda yang dalam keadaan dingin dikatakan
memiliki suhu yang rendah. Perubahan suhu benda, baik menjadi lebih
panas atau menjadi lebih dingin biasanya diikuti dengan perubahan bentuk
atau wujudnya. Misalnya, perubahan wujud air menjadi es batu atau uap air
karena pengaruh panas atau dingin.
Sejumlah es batu yang dipanaskan akan berubah wujud menjadi air.
Bila terus-menerus dipanaskan, maka pada suatu ketika (ketika telah
mencapai titik didih) air akan mendidih dan berubah wujud menjadi uap air
atau gas. Proses sebaliknya terjadi mana kala air yang berada dalam bentuk
gas atau uap air didinginkan, maka akan kembali ke bentuk cair, dan ketika
terus didinginkan, maka pada saat tertentu (ketika telah mencapai titik beku)
air akan membeku dan kembali berwujud padat yaitu es batu.
3.2.4 Pengukur Temperatur/Suhu
Termometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu sebuah
benda. Termometer bekerja dengan memanfaatkan perubahan sifat
termometrik suatu benda ketika benda tersebut mengalami perubahan suhu.
Perubahan sifat termometrik suatu benda menunjukkan adanya perubahan
suhu benda, dan dengan melakukan kalibrasi atau peneraan tertentu
terhadap sifat termometrik yang teramati dan terukur, maka nilai suhu benda
dapat dinyatakan secara kuantitatif. Tidak semua sifat termometrik benda
yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan termometer.
Sifat termometrik yang dapat digunakan dalam pembuatan
termometer harus merupakan sifat termometrik yang teratur. Artinya,
perubahan sifat termometrik terhadap perubahan suhu harus bersifat tetap
atau linier, sehingga peneraan skala termometer dapat dibuat lebih mudah
dan termometer tersebut nantinya dapat digunakan untuk mengukur suhu
secara teliti. Berdasarkan sifat termometrik yang dimiliki suatu benda, jenis-
jenis termometer diantaranya termometer zat cair, termometer gas,
termometer hambatan, termokopel, pirometer, termometer bimetal, dan
sebagainya. Sedangkan berdasarkan hasil tampilan pengukurannya,
termometer dibagi menjadi termometer analog dan termometer digital
b. Transient
Dipengaruhi/tergantung pada perubahan waktu.
Dimana :
Q = jumlah kalor yang dipindahkan (J)
t = waktu terjadi aliran kalor (s)
h = koefisien konveksi (W/m2K)
A = luas permukaan (m2)
ΔT = beda suhu antara benda dan fluida (K)
………………………………(3.4)
di mana
ΔQ = panas yang masuk atau panas yang keluar, W
h = koefisien perpindahan panas, W/(m2K)
A = luas permukaan perpindahan panas, m2
= perbedaan temperatur antara permukaan padat dengan luas
permukaan kontak dengan fluida, K
METODOLOGI PRAKTIKUM
1. Flat Plate;
2. Pinned Surface
c. Stopwatch
Stopwatch yaitu alat yang berfungsi untuk mengukur waktu dengan
ketelitian hingga ms.
e. Fan
Fan yaitu bagian alat yang digunakan untuk menggerakkan fluida
untuk forced convection.
b. Perhitungan
1. Heat Transfer Finned Surface Velocity 1,5 m/s
a) Tm
b) Hc
̇
2. Heat Transfer Finned Surface Velocity 3 m/s
a) Tm
b) Hc
̇
3. Heat Transfer Flat Plate Surface Velocity 1,5 m/s
a) Tm
b) Hc
̇
4. Heat Transfer Flat Plate Surface Velocity 3 m/s
a) Tm
b) Hc
̇
3.4.2 Pembahasan
Boundary layer adalah daerah dimana aliran mengalami hambatan karena
adanya tegangan geser yang besar pada permukaan benda, sehingga partikel-
partikel fluida terpaksa tertahan di sekitar permukaan benda karena gesekan
viscous. Proses pembentukan boundary layer mungkin paling baik bila
divisualisasikan dengan membayangkan aliran di sepanjang sebuah pelat rata. Pada
aliran uniform, sebuah fluida inkompresibel mendekati pelat dengan kecepatan
freestream. Boundary layer menebal dalam arah yang sama dengan arah aliran,
sehingga menyebabkan perubahan kecepatan dari nol hingga jarak tertentu pada
jarak δ semakin jauh menjadi semakin besar pada permukaan pelat.
Velocity boundary layer pada aliran udara melalui plat datar akan
mengalirkan uniform sepanjang plat, dan akan terus Lapisan batas kecepatan
berkembang setiap kali ada aliran di atas permukaan. Hal tersebut terkait dengan
tegangan geser sejajar dengan permukaan dan menghasilkan peningkatan
kecepatan melalui lapisan batas dari nol tepat di permukaan ke kecepatan
freestream jauh dari permukaan. Ketebalan boundary layer umumnya didefinisikan
sebagai jarak dari permukaan di mana kecepatannya adalah 99% dari kecepatan
freestream.
Thermal boundary layer berkaitan dengan gradien temperatur di dekat
permukaan dan berkembang ketika perbedaan temperatur antara aliran bebas fluida
dan permukaan muncul. Pada permukaan fluida, perpindahan panas hanya terjadi
melalui konduksi. Ketebalan dari thermal boundary layer didefinisikan sebagai
titik dengan perbedaan temperatur antara fluida dan permukaan adalah 99%
perbedaan temperatur antara fluida freestream dan permukaan. Kecepatan fluida
yang mengenai boundary layer akan meningkatkatkan kecepatan aliran ketika ada
aliran fluida di atas permukaan berbeda.
Berikut merupakan penurunan dari persamaan log mean temperature
difference atau temperatur rata-rata logaritmik (Tm) secara sistematis.
15
10
0
0 100 200 300 400 500 600
Waktu (s)
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0 10 20 30 40 50 60
Temperature (ºC)
3.5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum Forced Convection : Time, Temperature
and Velocity Variation mahasiswa dapat menyimpulkan beberapa hal yaitu:
a. Perpindahan panas konveksi, merupakan perpindahan panas terjadi di
antara permukaan sebuah benda padat dengan fluida (cairan atau gas)
yang mengalir menyentuh permukaan benda tersebut.
b. Forced convection adalah mekanisme atau jenis transportasi panas
dimana gerakan fluida yang dihasilkan oleh sumber eksternal (seperti
pompa, kipas angin, alat penghisap, dll)
c. Besarnya energi (kalor) yang dapat dipindahkan persatuan waktu pada
konveksi secara paksa sama seperti pada konveksi alamiah yaitu akan
sebanding dengan luas permukaan benda yang bersentuhan dengan
fluida, dengan beda suhu ΔT.
d. Dapat kita ketahui bahwa nilai temperatur mean yang tertinggi terdapat
dari material finned dengan kecepatan (V=1,5) dan nilai temperatur
mean terendah terdapat dari material pinned dengan kecepatan (V=3).
3.5.2 Saran
Saran yang dapat dituliskan setelah melakukan praktikum Forced
Convection : Time, Temperature and Velocity Variation ini adalah:
a. Sebaiknya membaca modul terlebih dahulu sebelum melakukan
praktikum.
b. Memperhatikan video praktikum dengan seksama dalam proses
praktikum agar dapat memahami praktikum kali ini.
c. Mempersiapkan jaringan internet terbaik supaya lancar dalam proses
praktikum online.
d. Untuk format penulisan laporan praktikum lebih jelas lagi sebelum
praktikum dimulai.
DAFTAR PUSTAKA
JAWABAN
1. a. Velocity boundary layer pada aliran udara melalui plat datar akan
mengalirkan uniform sepanjang plat, dan akan terus Lapisan batas
kecepatan berkembang setiap kali ada aliran di atas permukaan. Hal
tersebut terkait dengan tegangan geser sejajar dengan permukaan dan
menghasilkan peningkatan kecepatan melalui lapisan batas dari nol tepat
di permukaan ke kecepatan freestream jauh dari permukaan. Ketebalan
boundary layer umumnya didefinisikan sebagai jarak dari permukaan di
mana kecepatannya adalah 99% dari kecepatan freestream.
b. Thermal boundary layer berkaitan dengan gradien temperatur di dekat
permukaan dan berkembang ketika perbedaan temperatur antara aliran
bebas fluida dan permukaan muncul. Pada permukaan fluida, perpindahan
panas hanya terjadi melalui konduksi. Ketebalan dari thermal boundary
layer didefinisikan sebagai titik dengan perbedaan temperatur antara fluida
dan permukaan adalah 99% perbedaan temperatur antara fluida freestream
dan permukaan. Kecepatan fluida yang mengenai boundary layer akan
meningkatkatkan kecepatan aliran ketika ada aliran fluida di atas
permukaan berbeda.
–
2. =
Disusun Oleh:
Kelompok 4
Asisten Praktikum:
Naufal Hasnur (17117088)
LEMBAR ASISTENSI
Nama Anggota : Indra Anggi (118170012)
Fernando Loe P. (118170027)
Imam Sulistiyo (118170035)
Bayu Prastio (118170074)
Raden Achmad Fachrozi (17117092)
Bastian Roni Petrus M. (118170094)
M. Ryan Mahendra P. (118170107)
Kelompok :4
Modul : (Modul 4) (Heat Transfer Coefficient and Nusselt
Number)
NO TANGGAL KETERANGAN PARAF
1. 04-12-2020 1. ACC
BAB I
PENDAHULUAN
4.2.2 Tujuan
Adapun Tujuan dari praktikum Heat Transfer Coefficient and Nusselt
Number yang akan dilakukan kali ini adalah sebagai berikut:
a. Dapat merangkai dan mengoperasikan peralatan free and force
convection.
b. Mengenal dan memahami komponen-komponen peralatan free and
force convection beserta fungsinya.
c. Mengetahui Temperatur di seluruh titik duct transfer probe.
d. Untuk mengetahui koefisien panas dan bilangan Nusselt pada
permukaan perpindahan panas dalam kondisi konveksi alami maupun
paksa.
BAB II
LANDASAN TEORI
………………………………(4.1)
dimana :
ΔQ = panas yang masuk atau panas yang keluar, W
h = koefisien perpindahan panas, W/(m2K)
A = luas permukaan perpindahan panas, m2
= perbedaan temperatur antara permukaan padat dengan luas
permukaan kontak dengan fluida, K
( )
......................................(4.2)
(Irsyad, 2016)
Konsep yang ada pada konduksi merupakan suatu aktivitas atomik dan
molekuler. Sehingga peristiwa yang terjadi pada konduksi adalah
perpindahan energi dari partikel yang lebih energetik (molekul yang lebih
berenergi atau bertemperatur tinggi) menuju partikel yang kurang energetik
(molekul yang kurang berenergi atau bertemperatur lebih rendah), akibat
adanya interaksi antara partikel-partikel tersebut. Proses perpindahan panas
secara konduksi pada steady state melalui dinding datar suatu dimensi
seperti ditunjukkan pada Gambar 1.2.2.
............................................. (4.3)
Dimana:
= Laju perpindahan panas konduksi (W)
k = Konduktivitas thermal bahan (W/m.K)
A = Luas penampang tegak lurus terhadap arah aliran panas (m)
4.2.7 Suhu/Temperatur
Suhu merupakan ukuran atau derajat panas atau dinginnya suatu benda
atau sistem. Suhu di definisikan sebagai suatu besaran fisika yang dimiliki
bersama antara dua benda atau lebih yang berada dalam kesetimbangan
termal. Jika panas dialirkan pada suhu benda, maka suhu benda tersebut
akan turun jika benda yang bersangkutan kehilangan panas. Akan tetapi
hubungan antara satuan panas dengan satuan suhu tidak merupakan suatu
konstanta, karena besarnya peningkatan suhu akibat penerimaan panas
dalam jumlah tertentu akan dipengaruhi oleh daya tampung panas (heat
capacity) yang dimiliki oleh benda penerima tersebut.
Suatu benda yang dalam keadaan panas dikatakan memiliki suhu yang
tinggi, dan sebaliknya, suatu benda yang dalam keadaan dingin dikatakan
memiliki suhu yang rendah. Perubahan suhu benda, baik menjadi lebih
panas atau menjadi lebih dingin biasanya diikuti dengan perubahan bentuk
atau wujudnya. Misalnya, perubahan wujud air menjadi es batu atau uap air
karena pengaruh panas atau dingin.
Sejumlah es batu yang dipanaskan akan berubah wujud menjadi air.
Bila terus-menerus dipanaskan, maka pada suatu ketika (ketika telah
mencapai titik didih) air akan mendidih dan berubah wujud menjadi uap air
atau gas. Proses sebaliknya terjadi mana kala air yang berada dalam bentuk
gas atau uap air didinginkan, maka akan kembali ke bentuk cair, dan ketika
terus didinginkan, maka pada saat tertentu (ketika telah mencapai titik beku)
air akan membeku dan kembali berwujud padat yaitu es batu
4.2.9 Aliran Viscos, Aliran Tidak Viscos (Inviscid), dan Rejim Aliran
Berawal dari leading edge (pada gambar 4.2.4 merupakan ujung plat
sebelah kiri), rejim aliran terbentuk pada lokasi di mana gaya viskos
viskositas dinamik. Rejim aliran yang terbentuk dari ujung plat di mana
efek viskositas teramati disebut lapisan batas (boundary layer). Transisi
dari aliran laminar ke turbulen terjadi saat :
................................. (4.6)
...................................(4.8)
Untuk aliran turbulen. Namun, terdapat rentang umum bilangan
Reynold yaitu :
................................. (4.9)
( ) ............................... (4.10)
dengan adalah jari-jari dalam pipa dan adalah jari-jari luar pipa.
Sedangkan koefisien perpindahan kalor menyeluruh dinyatakan sebagai
(subskrip i menunjukkan sisi dalam dan o menunjukkan sisi luar dari pipa
yang lebih kecil) :
( ) .............................. (4.11)
( ) ............................ (4.12)
b. Bahan yang Digunakan: Flat Plate, Pinned Surface, dan Finned Surface
Flat flate, pinned surface, dan finned surface, yaitu bahan yang
digunakan saat uji konveksi paksa. Berikut merupakan bahan-bahan
yang diujikan, yaitu;
1. Flat Plate;
2. Pinned Surface
3. Finned Surface
d. Anemometer
Anemometer, yaitu alat yang berfungsi untuk membaca laju alir
fluida yang melewati pipa; dan
f. Hand Held
Hand held yaitu alat yang digunakan untuk mengecek temperatur secara
manual pada bahan yang digunakan pada mesin free and forced
convection.
Power: 20 Watt
Air Velocity: 0 m/s
Heat Transfer Pinned Surface
Duct
Traverse T1 T2 T3
Ts-Tin Tp-Tin Tm Hc k
Probe Tin Ts Tp 2 Nu
(ºC) (ºC) (K) (W/m .K) (W/m.K)
Position (ºC) (ºC) (ºC)
(mm)
7,5 28,8 59,9 42,2 31,1 13,4 54,74 13,53 0,0274 3,70
19,5 28,9 59,8 37 30,9 8,1 61,35 12,07 0,0270 8,70
31,5 28,8 59,8 36 31 7,2 62,72 11,81 0,0269 13,79
43,5 28,9 59,6 35,8 30,7 6,9 62,41 11,87 0,0269 19,15
55,5 28,9 59,6 35 30,7 6,1 63,41 11,68 0,0268 24,11
67,5 29 59,5 32,1 30,5 3,1 66,59 11,12 0,0266 28,14
Tabel 4.4.2. Heat transfer coefficient dan Nusselt number pada pinned
surface power 20 W velocity 3m/s
Power: 20 Watt
Air Velocity: 3 m/s
Heat Transfer Pinned Surface
Duct
Traverse T1 T2 T3
Ts-Tin Tp-Tin Tm Hc k
Probe Tin Ts Tp 2 Nu
(ºC) (ºC) (K) (W/m .K) (W/m.K)
Position (ºC) (ºC) (ºC)
(mm)
7,5 28,7 43 31,3 14,3 2,6 29,83 24,83 0,0266 6,99
19,5 28,8 43 30,8 14,2 2 30,33 24,42 0,0265 17,91
31,5 28,7 42,8 30,6 14,1 1,9 30,22 24,50 0,0265 29,05
43,5 28,7 42,8 30,4 14,1 1,7 30,46 24,31 0,0265 39,83
55,5 28,8 42,7 30,4 13,9 1,6 30,12 24,58 0,0265 51,39
67,5 28,8 42,6 30,3 13,8 1,5 30,01 24,67 0,0265 62,75
Tabel 4.4.3. Heat transfer coefficient dan Nusselt number pada finned
surface power 20 W velocity 0 m/s
Power: 20 Watt
Air Velocity: 0 m/s
Heat Transfer Finned Surface
Duct
Traverse T1 T2 T3
Ts-Tin Tp-Tin Tm Hc k
Probe Tin Ts Tp 2 Nu
(ºC) (ºC) (K) (W/m .K) (W/m.K)
Position (ºC) (ºC) (ºC)
(mm)
7,5 29,2 67,9 40,9 38,7 11,7 74,83 2,90 0,0273 0,79
19,5 29,2 67,7 39,1 38,5 9,9 76,68 2,83 0,0272 2,03
31,5 29,2 67,5 36,4 38,3 7,2 79,61 2,73 0,0269 3,18
43,5 29,2 67,5 36,3 38,3 7,1 79,73 2,72 0,0269 4,39
55,5 29,2 67,4 34,7 38,2 5,5 81,46 2,66 0,0271 5,46
Power: 20 Watt
Air Velocity: 0 m/s
Heat Transfer Finned Surface
Duct
Traverse T1 T2 T3
Ts-Tin Tp-Tin Tm Hc k
Probe Tin Ts Tp 2 Nu
(ºC) (ºC) (K) (W/m .K) (W/m.K)
Position (ºC) (ºC) (ºC)
(mm)
7,5 28,9 53,2 33,9 24,3 5 49,97 4,349955 0,0268 1,21
55,5 28,9 52,8 31,5 23,9 2,6 51,98 4,18 0,0266 8,71
b. Perhitungan
1. Heat transfer coefficient dan Nusselt number pada pinned
surface power 20 W velocity 0 m/s
a) Ts-Tin
b) Tp-Tin
c) Tm
d) Hc
̇
e) k
f) Nu
( )( )
( )( )
( )( )
( )( )
( )( )
( )( )
b) Tp-Tin
c) Tm
d) Hc
e) k
f) Nu
( )( )
( )( )
( )( )
( )( )
( )( )
( )( )
b) Tp-Tin
c) Tm
d) Hc
e) k
f) Nu
( )( )
( )( )
( )( )
( )( )
( )( )
( )( )
c) Tm
d) Hc
̇
e) k
f) Nu
( )( )
( )( )
( )( )
( )( )
( )( )
( )( )
4.4.2 Pembahasan
Perpindahan panas konveksi merupakan proses transport energi
dengan kerja gabungan dari konduksi termal, penyimpanan energi, dan
proses pencampuran. Proses perpindahan panas konveksi terjadi pada
permukaan benda padat, cair, dan gas. Perpindahan panas konveksi
bergantung pada viskositas fluida, selain pada sifat-sifat termal fluida. Pada
perpindahan panas konveksi, terdapat dua jenis sistem berdasarkan tipe
aliran fluidanya, yaitu konveksi paksa dan konveksi bebas. Konveksi paksa
atau forced convection adalah mekanisme perpindahan panas dengan
pergerakan fluida dalam sistem dihasilkan oleh faktor eksternal. Artinya,
pergerakan fluida diakibatkan oleh faktor yang mendorong suatu fluida
masuk ke dalam sistem dan mengalir hingga keluar dari sistem. Sementara,
pada konveksi alami atau konveksi bebas terjadi karena fluida bergerak
secara alami dengan pergerakan fluida tersebut terjadi karena perbedaan
massa jenis fluida akibat adanya variasi temperatur pada fluida tersebut.
Konveksi alami terjadi pada saat fluida dengan temperatur lebih
dingin atau panas berada di dekat permukaan benda padat, sehingga
menghasilkan suatu sirkulasi karena perbedaan densitas yang muncul karena
adanya perbedaan temperatur fluida. Sirkulasi pada konveksi alami
menghasilkan pertukaran posisi fluida dengan temperatur lebih tinggi
dengan densitas yang rendah untuk bertukar tempat dengan fluida yang
memiliki temperatur lebih dingin dengan densitas yang lebih tinggi.
Pertukaran posisi tersebut terjadi berdasarkan gaya apung yang mengikuti
arah percepatan gravitasi, yaitu fluida panas bergerak ke atas, sedangkan
fluida dingin bergerak ke bawah. Oleh karena itu, perbedaan mendasar dari
konveksi alami dan konveksi paksa adalah adanya gaya apung pada
konveksi alami yang tidak dimiliki konveksi paksa.
Berdasarkan media alirannya, jenis konveksi dibedakan menjadi dua,
yaitu aliran dalam dan aliran luar. Konveksi pada aliran dalam merupakan
konveksi yang terjadi pada suatu penampang dengan luas permukaan dan
panjang aliran tertentu. Pada aliran dalam, fluida bergerak dengan mengikuti
bentuk penampang dengan panjang jalur aliran adalah panjang media itu
sendiri. Umumnya di dalam aliran dalam, fluida didorong oleh faktor
tertentu yang merupakan faktor eksternal, yang berarti fluida tidak mengalir
dengan sendirinya. Sepanjang fluida mengalir, dapat terjadi perpindahan
panas antara fluida dengan permukaan media. Hal tersebut adalah yang
menyebabkan konveksi paksa terjadi. Pada aliran dalam, suatu fluida dapat
mengalir karena pengaruh ketinggian yang disertai percepatan gravitasi.
Pada aliran seperti ini, fluida dipaksa mengalir melalui suatu media
penampang tertentu, tetapi alirannya bergerak secara alami mengikuti arah
percepatan gravitasi. Maka, aliran ini merupakan konveksi alami dan
konveksi paksa sekaligus. Pada aliran eksternal, fluida mengalir secara
bebas tanpa dipengaruhi bentuk penampang aliran, sehingga fluida dapat
menggerakkan partikel-partikelnya tanpa arah yang jelas. Jika aliran ini
mengenai suatu penampang, maka akan terjadi pertukaran temperatur antara
fluida dengan permukaan tanpa disebabkan oleh faktor apapun. Hal ini
menyebabkan suatu konveksi alami antara fluida yang bergerak bebas
dengan penampang yang dikenainya.
10
8
6
4
2
0
5 25 45 65
Position (mm)
4.5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum Heat Transfer Coefficient and Nusselt
Number mahasiswa dapat menyimpulkan beberapa hal yaitu :
a. Dapat merangkai dan mengoperasikan peralatan Free and Force
Convection, dengan memulai memasang spesimen uji yaitu Pinned,
Finned dan Flat plate secara bergantian dan dilakukan pengambilan
data hingga percobaan berhasil sesuai dengan data yang diharapkan.
b. Forced convection adalah mekanisme atau jenis transportasi panas
dimana gerakan fluida yang dihasilkan oleh sumber eksternal (seperti
pompa, kipas angin, alat penghisap, dll)
c. Dapat mengenal dan memahami komponen peralatan Free and Force
Convection beserta fungsinya. Dengan komputer yang dilengkapi
Software VDAS, kemudian menggunakan benda uji Finned, Pinned dan
Flate Plate sebagai permukaan perpindahan.
d. Untuk mengetahui karakteristik sesungguhnya proses perpindahan
panas konveksi bebas yang melewati sebuah permukaan (surface)
Pinned, Finned dan Flat Plate. Perubahan temperaturnya dipengaruhi
oleh Heat Transfer dari temperature permukaan (Ts) semakin besar
perbedaan temperatur dari permukaan maka akan menghasilkan Heat
Transfer yang lebih besar.
4.5.2 Saran
Saran yang dapat dituliskan setelah melakukan praktikum Heat Transfer
Coefficient and Nusselt Number ini adalah :
a. Sebaiknya membaca modul terlebih dahulu sebelum melakukan
praktikum agar lebih paham dan praktikum berjalan dengan lancar.
b. Praktikan harus memperhatikan jalannya praktikum dengan baik agar
tidak terjadi penjelasan yang diulang-ulang.
c. Spesimen uji yang digunakan harus terpasang secara tepat pada mesin
untuk menghindari terjadinya kesalahan (Error) pada saat melakukan
percobaan.
d. Mempersiapkan jaringan internet terbaik agar tidak menghambat
jalannya praktikum online.
e. Memperhatikan video praktikum dengan fokus agar dapat memahami
praktikum yang dilakukan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
10
8
6
4
2
0
5 25 45 65
Position (mm)
4. Hitung kofisien konveksi rata-rata (untuk kasus konveksi paksa dan konveksi
alami) dari semua benda uji (Finned, Pinned dan Flat Plate) kemudian
tentukan juga Nusselt Number (Nu).
a. Hasil percobaan praktikum
b. Perhitungan menggunakan persamaan (9) – (14) pada modul.
c. Bandingkan dengan
Nilai K yang didapat dari perhitungan
K1-6 = Pinned (Air velocity 0 m/s) = 0,1262 ( )
K1-6 = Pinned (Air velocity 3 m/s) = 0,1262 ( )
K1-6 = Finned (Air velocity 0 m/s) = 0,1625( )
K1-6 = Finned (Air velocity 3 m/s) = 0,0266( )
Maka niilai rata-rata K dari kedua benda uji diatas yaitu sebagai berikut:
̅ ( )
( )
̅ ( )
( )
̅ ( )
( )
̅ ( )
( )
Sehingga nilai rata-rata K secara keselruhan:
̅
̅ ̅ ̅ ̅
( ) ( ) ( ) ( )
( )
( )
( )
LAPORAN PRAKTIKUM MS3133 PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA
Modul 5 Cross Flow Heat Exchanger “ Tekanan, Kecepatan dan Kalibrasi Katub
Udara”
DISUSUN OLEH :
LEMBAR ASISTENSI
Kelompok :4
ACC
BAB I
PENDAHULUAN
5.2.4 Tekanan
Tekanan dinyatakan sebagai gaya per satuan luas. Untuk keadaan dimana
gaya (F) terdistribusi merata atas suatu luas (A), maka:
…………………...………………(5.5)
Dimana :
P = tekanan fluida (Pa atau N/m2 )
F = gaya (N)
A = luas (m2 )
Penurunan tekanan pada dua titik, pada ketinggian yang sama dalam suatu
fluida adalah:
…………………........(5.6)
dengan :
∆P = penurunan tekanan (N/m2 )
γHg = berat jenis raksa (N/m3 )
γair = berat jenis air (N/m3 )
∆h = perbedaan ketinggian (m)
Untuk mengetahui perbedaan tekanan antara dua titik menggunakan
manometer diferensial.
…………..……………………..(5.7)
Dimana
ρ = Kerapatan udara (kg/m3 ),
P = Tekanan udara statis (hpa),
T = Temperatur absolute 287 (J/K mol), dan
R= Konstanta Gas (J/K mol).
Dengan
ρ = Kerapatan udara,
V = Kecepatan (velocity).
……….…………………..(5.9)
Dimana :
P0 =Tekanan statis (Pa)
=Kerapatan udara (kg/m3 )
V =Kecepatan udara (m/s)
(Suwarti, et al., 2016).
5.2.11 Suhu/Temperatur
Suhu merupakan ukuran atau derajat panas atau dinginnya suatu benda
atau sistem. Suhu di definisikan sebagai suatu besaran fisika yang dimiliki
bersama antara dua benda atau lebih yang berada dalam kesetimbangan
termal. Jika panas dialirkan pada suhu benda, maka suhu benda tersebut
akan turun jika benda yang bersangkutan kehilangan panas. Akan tetapi
hubungan antara satuan panas dengan satuan suhu tidak merupakan suatu
konstanta, karena besarnya peningkatan suhu akibat penerimaan panas
dalam jumlah tertentu akan dipengaruhi oleh daya tampung panas (heat
capacity) yang dimiliki oleh benda penerima tersebut.
Suatu benda yang dalam keadaan panas dikatakan memiliki suhu yang
tinggi, dan sebaliknya, suatu benda yang dalam keadaan dingin dikatakan
memiliki suhu yang rendah. Perubahan suhu benda, baik menjadi lebih
panas atau menjadi lebih dingin biasanya diikuti dengan perubahan bentuk
atau wujudnya. Misalnya, perubahan wujud air menjadi es batu atau uap air
karena pengaruh panas atau dingin.
Sejumlah es batu yang dipanaskan akan berubah wujud menjadi air.
Bila terus-menerus dipanaskan, maka pada suatu ketika (ketika telah
mencapai titik didih) air akan mendidih dan berubah wujud menjadi uap air
atau gas. Proses sebaliknya terjadi mana kala air yang berada dalam bentuk
gas atau uap air didinginkan, maka akan kembali ke bentuk cair, dan ketika
terus didinginkan, maka pada saat tertentu (ketika telah mencapai titik beku)
air akan membeku dan kembali berwujud padat yaitu es batu (Idawati Supu,
2016).
b. Fan Motor
Fan motor adalah alat yang digunakan untuk menggerakkan fluida dan
gas untuk melewati tube dalam praktikum ini.
c. Heated Rod
Heated Rod adalah alat yang berfungsi sebagai tabung pemanas fluida
dan gas yang ada pada rods sehingga diketahui perpindahan panas yang
terjadi pada rods
Gambar 5.3.3 Heated Rod
d. Rods
Rod adalah alat yang digunakan sebagai wadah melajunya aliran fluida
atau gas dalam praktikum ini.
e. Head rods
Head Rods adalah kepada penutup dari rods sehingga panas tidak keluar.
All Rods
Bukaan
Pt-Pu Pt-Pd T1 V1 V2 V
Katub
(Pa) (Pa) (K) (m/s) (m/s) (m/s)
Udara %
100 114 506 302,2 13.977 29.430 27.940
90 110 482 302,2 13.722 28.725 27.445
80 99 440 302,2 13.018 27.445 26.037
70 91 400 302,2 12.481 26.168 24.962
60 72 329 302,1 11.100 23.728 22.200
50 50 233 302,1 9.250 19.968 18.500
40 35 166 302,1 7.739 16.854 15.478
30 22 103 302,1 6.135 13.276 12.271
One Rod
Bukaan
Pt-Pu Pt-Pd T1 V1 V2 V
Katub
(Pa) (Pa) (K) (m/s) (m/s) (m/s)
Udara %
100 285 90 302,2 22.088 12.412 44.177
90 259 84 302,2 21.056 11.991 42.113
80 213 73 301,9 19.086 11.173 38.172
70 162 54 302,2 16.653 9.614 33.306
60 115 37 302,2 14.031 7.958 28.062
50 78 25 302,2 11.555 6.542 23.111
40 44 16 302,2 8.679 5.233 17.358
30 26 12 302,2 6.671 4.532 13.343
b. Perhitungan
1. All Rods
a) V1
b) V2
√
√
c) V
2. One Rod
a) V1
√
√
b) V2
√
c) V
5.4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dengan judul Cross Flow Heat Exchanger
“Tekanan, Kecepatan, dan Kalibrasi Katub Udara” didapatkan data All
Rods dan One Rods. pada data all rods dicari besar nilai kecapatan udara
upstream (V1), downstream (V2) dan kecepatan udara (V). dengan bukaan
katub udara 30%,40%,50%…100%. Perhitungan pertama dimulai dengan
bukaan katub 100% didapatkan nilai V1 sebesar 13,97003. V2 sebesar
29,43202, dan V sebesar 27,94006. Selanjutnya dengan bukaan katub
90% didapatkan nilai V1 sebesar 13,72275. V2 sebesar 28,72555 dan V
sebesar 27,4455. Dan selanjutnya bukaan 80%-30% dan didapatkan nialai
yang bisa dilihat pada data hasil praktikum.
Setelah itu melakukan perhitungan pada data one rods deang cara
yang sama, pada bukaan katub 100% didapatkan nilai V1 sebesar
22,0885547. V2 sebesar 12,4127 dan V sebesar 44,17711. Selanjutnya
bukaan katub 90% didapatkan nilai V1 sebesar 21,0569154. V2 sebesar
11,9918 dan V 42,11383. Lalu dilanjutkan dengan mencari pada bukaan
80%-30% dengan cara yang sama dan didapatkan nilai yang bisa dilihat
pada data hasil praktikum. Setelah dilakukan perhitungan didapatkan
grafik perbandingan ∆P2 terhadap ∆P1
Grafik perbandingan ∆P1 terhadap ∆P2
Pada garfik diatas dapat dilihat bahwa pada grafik all rods
memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan grafik one rods
Pada garfik P2 pada one rods memiliki nilai dan peningkatan yang
paling rendah, lalu diikuti dengan grafik P1 pada all rods yang nilainya
sedikit lebih tinggi, setelah itu ada grafik P1 pada one rods yang memiliki
nailai tidak jauh berbeda dari kedua grafik sebelumnya pada bukaan 30%
namun grafik ini meningkat lebih tinggi. Terakhir ada grafik P2 pada all
rods yang memiliki nilai dan peningkatan paling tinggi dari semuanya.
Grafik ∆P1 terhadap kecepatan upstream dan downstream
Pada grafik V2 pada one rods memilki nilai yang paling rendah.
Lalu ada grafik V1 pada all rods dan V1 pada one rods yang nilainya
saling berdekatan namun grafik V1 pada all rods lebih pendek karena tidak
mencapai nilai ∆P1 <150. Terakhir ada grafik V2 pada all rods yang
memiliki nilai kecepatan paling tinggi namun tekananya sama seperti
grafik V1 nya yaitu tidak mencapai 150.
BAB V
PENUTUP
3.5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum Cross Flow Heat Exchanger mahasiswa
dapat menyimpulkan beberapa hal yaitu:
a. Prinsip kerja Cross Flow Heat Exchanger ialah dua fluida yang
mengalir memiliki arah yang saling tegak lurus atau bersilangan.
b. Kehilangan tekanan buasanya diakibatkan oleh adanya gesekan dengan
dinding, perubahan luas penampang, sambungan, katup-katup, belokan
pipa dan kerugian-kerugian khusus lainnya, yang mana kehilangan
tekanan ini dapat di hitung menggunakan persamaan Darcy.
c. Rumus yang digunakan untuk menghitung kecepatan masuk adalah
3.5.2 Saran
Saran yang dapat dituliskan setelah melakukan praktikum Cross Flow
Heat Exchanger ini adalah:
a. Sebaiknya membaca modul terlebih dahulu sebelum melakukan
praktikum.
b. Memperhatikan video praktikum dengan seksama dalam proses
praktikum agar dapat memahami praktikum kali ini.
c. Mempersiapkan jaringan internet terbaik supaya lancar dalam proses
praktikum online.
d. Untuk format penulisan laporan praktikum lebih jelas lagi sebelum
praktikum dimulai.
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad, F. (2013). Studi Pengaruh Suhu Dan Tekanan Udara Terhadap Daya
Angkat Pesawat Di Bandara S. Babullah Ternate . JURNAL Teori dan
Aplikasi Fisika , 121-130.
Harini. (2017). ANALISIS PERHITUNGAN LAJU PERPINDAHAN PANAS
ALAT PENUKAR KALOR TYPE PIPA GANDA DI LABORATORIUM
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA. Jurnal Konversi Energi
dan Manufaktur UNJ, 51-61.
Idawati Supu, B. U. (2016). PENGARUH SUHU TERHADAP PERPINDAHAN
PANAS PADA MATERIAL YANG BERBEDA. Jurnal Dinamika, 63-
66.
Intan Nurul Rokhimi, P. (2015). Alat Peraga Pembelajaran Laju Hantaran Kalor
Konduksi . Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika
(SNFPF) Ke-6 , 272.
Kusuma, G. E. (2018). PERPINDAHAN PANAS UNTUK POLITEKNIK. 27-28.
MARPAUNG, Y. V. (2013). APLIKASI PERHITUNGAN HASIL KALIBRASI
DAN NILAI KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN DALAM
SERTIFIKAT KALIBRASI BERBASIS VISUAL BASIC. 1-15.
Muhammad, A. (2007). ANALISIS PERPINDAHAN KALOR PADA HEAT
EXCHANGER PIPA GANDA DENGAN SIRIP BERBENTUK DELTA
WING. 1-62.
Sudirham, S. (2013). Sifat-Sifat Thermal . Darpublic, 1-10.
Suwarti, Mulyono, Budhi, P., Ahmad, R., Ika, R. D., Lussy, I., et al. (2016).
PEMBUATAN MONITORING KECEPATAN ANGIN DAN ARAH
ANGIN MENGGUNAKAN MIKROKONTROLER ARDUINO. 56-64.
Syaichurrozia, I., Afdwiyarny, M. K., & Ahmad, I. (2014). Kajian Performa Alat
Penukar Panas Plate and Frame : Pengaruh Laju Alir Massa, Temperatur
Umpan dan Arah Aliran Terhadap Koefisien Perpindahan Panas
Menyeluruh. 11-18.
Syukran. (2018). KAJI EFISIENSI TEMPERATUR PENUKAR PANAS
DENGAN VARIASI ALIRANUNTUK APLIKASI PENGERING. Jurnal
Polimesin, 39-42.
Tripler. 2009. Fisika Jilid II. Jakarta: Erlangga
LAPORAN PRAKTIKUM MS3133 PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA
Modul 6 Shell and Tube (Parallel Flow dan Counter flow)
DISUSUN OLEH :
LEMBAR ASISTENSI
Kelompok :4
Modul : (Modul 6) (Shell and Tube (Parallel Flow dan Counter flow))
Gambar 6.2.1 Shell and Tube Heat Exchanger dan arah alirannya
6.2.3 Tube
Diameter luar tabung atau lebih dikenal dengan tube OD ¾” dan 1"
sangat umum digunakan untuk mendesain sebuah compact heat exchanger.
Ketebalan tabung dinyatakan dalam BWG (Birmingham Wire Gauge) dan
diameter luar dinyatakan dalam OD (outer diameter).
6.2.4 Shell
Shell adalah wadah untuk cairan shell dan tube bundle yang
ditempatkan di dalam shell. Untuk keperluan yang diperlukan dari pada tube
bundle, diameter shell harus didesain sesuai keperluannya. Clearance antara
tube bundle dan dinding shell dalam tergantung pada jenis penukar.
Dimana :
Uc = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh bersih ( W/m2 0C )
Ud = Koefisien perpindahan (k)
....................................(6.2)
...................................(6.3)
Mengingat bahwa fluida itu mengalami belokan pada saat passnya, maka
akan terdapat kerugian tambahan penurunan tekanan.
...........................................(6.4)
............................................(6.9)
6.2.11 Suhu/Temperatur
Suhu merupakan ukuran atau derajat panas atau dinginnya suatu benda
atau sistem. Suhu di definisikan sebagai suatu besaran fisika yang dimiliki
bersama antara dua benda atau lebih yang berada dalam kesetimbangan
termal. Jika panas dialirkan pada suhu benda, maka suhu benda tersebut
akan turun jika benda yang bersangkutan kehilangan panas. Akan tetapi
hubungan antara satuan panas dengan satuan suhu tidak merupakan suatu
konstanta, karena besarnya peningkatan suhu akibat penerimaan panas
dalam jumlah tertentu akan dipengaruhi oleh daya tampung panas (heat
capacity) yang dimiliki oleh benda penerima tersebut.
Suatu benda yang dalam keadaan panas dikatakan memiliki suhu yang
tinggi, dan sebaliknya, suatu benda yang dalam keadaan dingin dikatakan
memiliki suhu yang rendah. Perubahan suhu benda, baik menjadi lebih
panas atau menjadi lebih dingin biasanya diikuti dengan perubahan bentuk
atau wujudnya. Misalnya, perubahan wujud air menjadi es batu atau uap air
karena pengaruh panas atau dingin.
Sejumlah es batu yang dipanaskan akan berubah wujud menjadi air.
Bila terus-menerus dipanaskan, maka pada suatu ketika (ketika telah
mencapai titik didih) air akan mendidih dan berubah wujud menjadi uap air
atau gas. Proses sebaliknya terjadi mana kala air yang berada dalam bentuk
gas atau uap air didinginkan, maka akan kembali ke bentuk cair, dan ketika
terus didinginkan, maka pada saat tertentu (ketika telah mencapai titik beku)
air akan membeku dan kembali berwujud padat yaitu es batu.
b. Transient
Dipengaruhi/tergantung pada perubahan waktu.
6.2.14 Pengaruh suhu masuk fluida panas dan dingin terhadap koefisien
perpindahan panas
Dalam teori perpindahan panas yang mana dipengaruhi oleh
perbedaan suhu antara 2 atau lebih fluida yang berbeda, dimana panas
akan berpindah dari fluida yang bersuhu tinggi ke fluida yang bersuhu
rendah. Ketika kalor bergerak akan terjadi pertukaran dan kemudian
berhenti ketika kedua tempat tersebut memiliki suhu yang sama. semakin
kecil nilai ΔTLMTD maka semakin besar koefisien perpindahan panas
begitu juga sebaliknya. dimana suhu fluida dingin yang memiliki nilai
suhu yang rendah agar bisa memaksimalkan pendiginan pada fluida panas.
Pada penelitian yang dilakukan oleh suhu fluida bahan yang masuk rendah
sehingga nilai koefisien perpindahan panas tinggi.
6.2.15 Pengaruh laju alir fluida terhadap nilai koefisien perpindahan panas
total
Salah satu cara meningkatkan laju perpindahan panas adalah flowrate
fluida. Dimana perubahan laju alir dari kedua fluida sangat mempengaruhi
nilai dari efektivitas alat penukar panas. Dalam suatu proses perpindahan
panas terdapat laju alir fluida dingin dan laju alir fluida panas. laju alir
fluida dingin 324900 l/m lebih besar dibanding fluida panas sehingga nilai
koefisien perpindahan pun besar (Sugeng & Abdul, 2020).
b. Perhitungan
a) Counter-Current Flow
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
b) Parallel Flow
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
6.4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dengan judul shell and tube (parallel flow
dan counter flow) didapatkan data counter-current flow dan parallel
flow. Lalu setelah itu dilakukan perhitungan yang pertama dengan data
counter-current flow untuk mendapatkan nilai ∆Tlm percobaan ke 1
sebesar 11,22321 . ke 2 sebesar 9,798639 . ke 3 sebesar 8,875978 . dan
ke 4 sebesar 6,668037. Setelah itu mencari nilai Cph ke 1 sebesar
4,18092. Ke 2 sebesar 4,18072. Ke 3 sebesar 4,17974. Ke 4 sebesar
4,17907. Selanjutnya mencari nilai Cpc ke 1 sebesar 4,17821. Ke 2
sebesar 4,1784. Ke 3 sebesar 4,17801. Ke 4 sebesar 4,178. Selanjutnya
mencari nilai qh ke 1 sebesar 438954,3. Ke 2 sebesar 396072,9. Ke 3
sebesar 310527,5. Ke 4 sebesar 190847,3. Selanjutnya mencari nilai qc
ke 1 sebesar 464673,6. Ke 2 sebesar 316014,4. Ke 3 sebesar 289766,6.
Ke 4 sebesar 207561. Selanjutnya mencari nilai losses ke 1 sebesar -
25719,4. Ke 2 sebesar 80058,5. Ke 3 sebesar 20760,9. Ke 4 sebesar -
16713,6. Selanjutnya mencari nilai Ai dan Ao didapatkan nilai sebesar
0,29857632 dan nilai Ao sebesar 0,3732204 . setelah itu mencari nilai
hh dan didapatkan nilai hh ke 1 sebesar 130992,64. hh ke 2 sebesar
135379,832. hh ke 3 sebesar 117173,2573. Dan hh ke 4 sebesar
95858,94979. Lalu terakhir mencari nilai hc didapatkan nilai hc ke 1
sebesar 138667,8061. hc ke 2 sebesar 108015,4092. hc ke 3 sebesar
109339,419. Dan hc ke 4 sebesar 104253,8914.
Setelah selesai mengolah data dan mencari nilai yang dibutuhkan
pada counter-current flow. Kita mengolah dan mencari nilai pada
parallel flow dengan proses dan cara yang sama seperti sebelumnya dan
didapatkan nilai yang dapat dilihat pada data tabel perhitungan parallel
flow.
53
51
49
47
45
0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000
hh
53
51
49
47
45
-10000 10000 30000 50000 70000 90000 110000 130000 150000
hc
53
51
49
47
45
-100000 0 100000 200000 300000 400000
Losses
3.5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum Cross Flow Heat Exchanger mahasiswa
dapat menyimpulkan beberapa hal yaitu:
a. Shell and Tube Heat Exchanger mampu beroperasi pada temperatur dan
tekanan tinggi.
b. Penukar panas jenis Shell and Tube Heat Exchanger terdiri atas tiga
komponen utama yaitu shell, tube, dan baffle.
c. Pada Shell and Tube Heat Exchanger proses perpindahan panas terjadi
antara fluida yang mengalir dalam tube (tabung) dengan fluida pada
shell (selongsong) yang mengalir di luar tabung.
d. Rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien perpindahan panas
yaitu
3.5.2 Saran
Saran yang dapat dituliskan setelah melakukan praktikum Cross Flow
Heat Exchanger ini adalah:
a. Sebaiknya membaca modul terlebih dahulu sebelum melakukan
praktikum.
b. Memperhatikan video praktikum dengan seksama dalam proses
praktikum agar dapat memahami praktikum kali ini.
c. Mempersiapkan jaringan internet terbaik supaya lancar dalam proses
praktikum online.
d. Untuk format penulisan laporan praktikum lebih jelas lagi sebelum
praktikum dimulai.
DAFTAR PUSTAKA