(Parameter Temper)
Disusun oleh :
Kelompok 13
M. Fadhil 2712100082
LABORATORIUM METALURGI
JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
2015
ABSTRAK
Heat treatment merupakan salah satu metode yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
sifat mekanik dari suatu material. Pada dasarnya perlakuan panas dilakukan dengan
memanaskan material sampai pada temperatur tertentu, lalu mendiamkannya selama waktu
tertentu, dan mendinginkannya dengan laju tertentu. Salah satu jenis proses laku panas yaitu
tempering. Tempering dilakukan khususnya pada material yang telah mengalami proses
hardening, dimana strukturnya kaya akan martensit. Jumlah martensit yang banyak ini selain
akan meningkatkan kekerasan material, juga menyebabkan meningkatnya kegetasan sehingga
kurang baik jika dilakukan proses lanjutan. Oleh karena itu dilakukan tempering guna
mentransformasikan martensit tersebut. Secara khusus tempering bertujuan menurunkan
kekerasan serta meningkatkan keuletan/ketangguhan. Dalam melakukan tempering ada
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil akhir tempering, salah satunya yaitu
temperatur dan waktu holdingnya. Praktikum parameter temper ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui perubahan kekerasan pada baja AISI 1045 setelah ditemper. Spesimen
yang digunakan adalah baja AISI 104e5 yang telah dipanaskan sampai temperatur 800 oC,
diholding pada temperatur tersebut selama satu jam, dan diquench dengan media air tanpa
agitasi. Spesimen tersebut selanjutnya diuji kekerasan dan didapatkan nilai kekerasannya
sebesar 31,7 HRc. Dari hasil pengujian tersebut akan dilakukan tempering dengan waktu
holding satu jam guna menurunkan kekerasannya sebesar 10. Dengan menggunakan rumus
perhitungan temperatur temper dari Jaffe-Gordon, dihitung besarnya temperatur temper agar
dihasilkan penurunan nilai kekerasan sebesar 10. Karena rumus temperatur temper Jaffe-
Gordon ini berlaku untuk waktu holding empat jam, maka selanjutnya dilakukan perhitungan
parameter temper. Dimana jika nilai parameter temper sama, maka akan dihasilkan nilai
kekerasan yang sama meskipun temperatur dan waktu holdingnya berbeda. Setelah dilakukan
perhitungan, diperoleh nilai parameter temper untuk spesimen ini sebesar 8.692 dan
temperatur temper untuk waktu holding satu jam sebesar 162 oC. Berdasarkan hasil
perhitungan tersebut dilakukan pemanasan spesimen sampai temperatur 162oC, diholding
selama satu jam pada temperatur tersebut, dan didinginkan dengan media udara. Spesimen
kemudian dipreparasi untuk diuji kekerasan lagi. Hasil yang diperoleh yaitu nilai kekerasan
pada bagian ujung 57,67 HRc, agak tengah 56 HRc, dan bagian tengah 56 HRc. Jika dirata-
rata diperoleh nilai kekerasan akhir setelah tempering yaitu 56,56 HRc. Jika dibandingkan
dengan kekerasan sebelum dan setelah tempering, terjadi kenaikan sebesar 24,86. Hasil ini
tidak sesuai dengan teori yang ada yang menyatakan bahwa salah satu tujuan dari tempering
adalah menurunkan kekerasan. Dan berdasarkan hasil perhitungan temperatur temper dan
parameter temper yang telah dilakukan seharusnya bisa diperoleh penurunan nilai kekerasan.
Jika dianalisis, ada beberapa kemungkinan yang bisa menyebabkan terjadinya kenaikan nilai
kekerasan pada spesimen ini. Pertama, ketika proses pendinginan spesimen setelah ditemper
terjadi kesalahan pendinginan. Dimana seharusnya spesimen didinginkan dengan media
udara, tetapi pada praktikum ini spesimen tercampur dengan lem. Kedua, hasil dari alat uji
kekerasan kurang akurat karena belum dilakukannya kalibrasi pada alat uji kekerasan. Ketiga,
temperatur awal spesimen yang ditemper tidak sesuai dengan literatur, dimana seharusnya
sebelum mencapai temperatur kamar spesimen harus sudah ditemper. Keempat, furnace yang
dipakai mengalami kerusakan, karena ketika mencapai temperatur holding, temperaturnya
masih terus naik baru kemudian turun lagi. Jika disimpulkan, berdasarkan hasil praktikum ini,
besarnya temperatur temper dan waktu holding mempengaruhi nilai kekerasan setelah
tempering.
i
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
1.2 Tujuan Praktikum .................................................................................................................... 1
1.3 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 1
1.4 Manfaat Praktikum .................................................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Baja AISI 1045 ....................................................................................................................... 2
2.2 Perlakuan Panas ...................................................................................................................... 2
2.3 Tempering ............................................................................................................................... 2
2.4 Parameter Temper ................................................................................................................... 4
2.5 Kekerasan Setelah Temper ...................................................................................................... 6
BAB III METODOLOGI
3.1 Diagram Alir ........................................................................................................................... 7
3.2 Metode Penelitian ................................................................................................................... 8
3.3 Material ................................................................................................................................... 8
3.4 Alat .......................................................................................................................................... 8
3.5 Prosedur Percobaan ................................................................................................................. 8
3.6 Skema Percobaan .................................................................................................................... 8
BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Percobaan ............................................................................................................ 10
4.2 Grafik .................................................................................................................................... 11
4.3 Analisis ................................................................................................................................. 12
BAB V KESIMPULAN .............................................................................................................. 14
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 14
5.2 Saran ..................................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. iii
LAMPIRAN
TUGAS SEBELUM PRAKTIKUM ............................................................................................iv
LAPORAN SEMENTARA .......................................................................................................... v
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada aplikasinya ini baja tersebut harus mempunyai ketahanan aus yang baik karena
sesuai dengan fungsinya harus mempu menahan keausan akibat bergesekan dengan rantai.
Ketahanan aus didefinisikan sebagai ketahanan terhadap abrasi atau ketahanan terhadap
pengurangan dimensi akibat suatu gesekan [Avner, 1974]. Pada umumnya ketahanan aus
berbanding lurus dengan kekerasan.
(Agus Pramono. 2011)
Tabel II.1 Komposisi Kimia Baja AISI 1045
[http//www.strindustries.com, 2006]
2
mendekati kondisi equilibrium, sehingga menghasilkan struktur mikro yg mendekati diagram
fasenya. Bertujuan untuk melunakkan struktur kristal, menghaluskan butir, menghilangkan
tegangan dalam, dan memperbaiki machineability. Perlakuan panas near equilibrium dapat
berupa annealing, spheroidizing, normalizing, dan homogenizing.
Sedangkan non quilibrium bertujuan untuk mendapatkan kekerasan dan kekuatan yang
lebih tinggi. Perlakuan Panas non-equilibrium dapat berupa pengerasan (Hardening),
Tempering, Austempering, Martempering ,dan surface hardening Carburizing, Nitriding,
Cyaniding, Flame hardening, Induction hardening).
(Fahmi Mubarok.2008)
2.3 Tempering
Baja yang dikeraskan dengan pendinginan celup (quenching) akan membentuk
martensit yang sangat keras tetapi juga getas. Dengan memanaskan kembali martensit ini
akan bertransformasi menjadi produk transformasi yang lebih ulet/tangguh.
(Wahid. 2001.138)
3
Gambar 2.2 Struktur temper martensit dilihat dengan mikrograf elektron
(Callister. 2007. 344-347)
Penemperan biasanya harus dilakukan sebelum baja mencapai temperatur kamar,
sekitar 50-75oC. Penemperan dilakukan dengan memanaskan kembali martensit ke suatu
temperatur dan menahan pada temperatur tersebut selama beberapa saat (1-2 jam untuk tiap
inch tebal benda) kemudian didinginkan kembali. Tingginya temperatur pemanasan dan
lamanya waktu tahan (tempering time) sangat menetukan kekerasan yang terjadi setelah
penemperan.
Denagn melakukan penemperan pada berbagai temperatur (dengan waktu temper
tertentu) diperoleh variasi kekerasan setelah penemperan. Temperatur temper dan kekerasan
yang terjadi diplot dalam suatu grafik kekerasan-temperatur temper diperoleh suatu kurva
temper (tempering curve) seperti pada Gambar 2.2. Gambar tersebut menunjukan hubungan
antara kekerasan yang terjadi setelah penemperan (hardness after tempering) dengan
temperatur temper. Pada gambar tersebut juga diperlihatkan kurva untuk penemperan dengan
berbagai waktu temper (0.1, 1, 10, dan 100 jam).
Gambar 2.2 Kurva temper dari baja H13 pada berbagai waktu temper
4
Ternyata bahwa kekerasan sesudah penemperan tidak hanya dipengaruhi oleh
temperatur, tetapi jug awaktu penemperan (mengingat bahwa perubahan fase yang terjadi
pada penemperan adalah proses yang dikendalikan oleh difusi, proses yang temperature
activated and time dependant).
Holomon dan Jaffe menyatakan hubungan ini dengan suatu parameter temper
(tempering parameter). Kekerasan yang sama akan diperoleh bila penemperan dilakukan
dengan parameter temper yang sama. parameter temper dinyatakan sebagai:
P = T (k + log t)
dimana
P = parameter temper
T = temperatur temper (absolut, oK atau oR)
k = konstanta (20 untuk temperatur oK, literatur lain menggunakan k=18 untuk T dalam oR)
Dari kurva temper, untuk setiap titik dapat dicari harga parameter temper dan kekerasan
setelah temper untuk titik tersebut. Selanjutnya dari hasil perhitungan itu diplot suatu kurva
yang menggambarkan kekerasan setelah temper sebagai fungsi dari parameter temper, kurva
ini dinamakan master curve.
5
Gambar 2.4. Kurva temper baja H 13 dan grafik parameter temper
6
BAB III
METODOLOGI
MULAI
UJI KEKERASAN
UJI KEKERASAN
SELESAI
7
3.2 Metode Penelitian
Praktikum diawalai dengan melakukan preparasi spesimen yang akan digunakan
dengan ukuran panjangnya 1.5 cm dan diameter 2.5 cm. Spesimen tersebut kemudiam
dipanaskan sampai temperatur 800oC dengan diholding selama 60 menit, dan dilanjutkan
dengan quenching dengan media air tanpa agitasi. Dari hasil quenching tersebut lalu
dilakukan uji kekerasan. Setelah didapatkan nilai kekerasan tertentu, maka dilakukan
perhitungan untuk mencari temperatur temper dengan waktu holding 60 menit agar nilai
kekerasannya turun sebesar 10. Penemperan kemudian dilakukan dengan menggunakan hasil
perhitungan yang telah dilakukan dimana pendinginannya dilakukan dengan media udara.
Yang terakhir dilakukan uji kekerasan sekali lagi untuk mengetahui hasil penemperan dan
dilakukan analisa data serta pembahasan.
3.3 Material
1. Baja AISI 1045 1 buah
3.4 Alat
1. Furnace 1 buah
2. Alat uji kekerasan 1 buah
3. Penjepit 1 buah
4. Sarung tangan 1 pasang
5. Kikir 1 buah
6. Amplas secukupnya
(a) (b)
8
(c) (d)
(e) (f)
(g)
Keterangan gambar:
a. Spesimen setelah diquench, sebelum ditemper
b. Furnace sebelum dinyalakan
c. Memasukan spesimen ke dalam furnace
d. Menyalakan furnace
e. Furnace saat holding time
f. Mengambil spesimen dari furnace
g. Mendinginkan spesimen dengan media udara
9
BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN
P = T (k + log t) ...........................................................................................................(2)
dimana,
P = parameter temper
T = temperatur temper (K)
k = konstanta ( 20 untuk temperatur K)
t = waktu temper (jam)
Perhitungan Parameter Temper
Dari nilai temperatur temper yang sudah didapat dilakukan perhitungan nilai parameter
temper, karena temperatur tersebut berlaku untuk waktu holding 4 jam. Perhitungannya yaitu
sebagai berikut
P = T (k + log t)
P = 421,9 (20 + log 4)
P = 8.692
10
Ketika nilai parameter tempernya sama maka diasumsikan bahwa kekerasan yang didapatkan
sama. Maka dari itu dilakukan perhitungan temperatur untuk waktu holding 1 jam sebagai
berikut
P = T (k + log t)
8692 = T (20 + log 1)
T = 434,6 K
T = 162oC
Jadi untuk menghasilkan penurunan kekerasan sebesar 10, spesimen dipanaskan sampai
temperatur 162oC dengan diholding selama 1 jam.
4.2 Grafik
57,5
57
HRc
56,5
56
55,5
55
ujung agak tengah tengah
11
Perbandingan Nilai Kekerasan
60
50
40
HRc
30
20
10
0
Sebelum Sesudah
4.3 Analisis
Praktikum parameter temper ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui
pengaruh dari temperatur temper dan waktu temper terhadap kekerasan baja AISI 1045.
Dalam praktikum ini dipakai spesimen baja AISI 1045 yang telah dipanaskan sampai
temperatur 800oC, diholding selama 1 jam, dan diquench dengan media air tanpa agitasi.
Setelah itu dilakukan pengukuran kekerasan dari spesimen tersebut, dan didapatkan nilai rata-
rata kekerasan sebesar 31,4 HRc. Jika dilihat dari literatur, tempering merupakan salah satu
perlakuan panas yang salah satu tujuannya menurunkan nilai kekerasan [Wahid. 2011]. Pada
praktikum ini ingin dilakukan penurunan kekerasan dari spesimen AISI 1045 sebesar 10. Dan
setelah dilakukan perhitungan dengan persamaan (1) didapatkan nilai Tc sebesar 148,9oC.
Tetapi karena persamaan tersebut hanya berlaku untuk waktu holding selama 4 jam, maka
dilakukan perhitungan selanjutnya dengan persamaan (2). Dari situ didapatkan nilai P atau
parameter temper sebesar 8.692. Menurut teori yang ada, jika nilai parameter sama maka nilai
kekerasan yang dihasilkan juga sama [Wahid. 20011], sehingga dilakukan perhitungan untuk
mencari temperatur temper untuk waktu holding selama 1 jam dengan persamaa (2), dan
hasilnya diperoleh besarnya temperatur temper 162oC.
Setelah dilakukan tempering dengan temperatur 162oC, diholding selama 1 jam, dan
didinginkan dengan media udara, dilakukan pengujian kekerasan sekali lagi untuk
mengetahui nilai kekerasan setelah tempering. Dari hasil pengujian kekerasan diperoleh nilai
kekerasan rata-rata sebesar 56.56 HRc. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang ada. Karena
menurut literatur, tempering bertujuan untuk menurunkan kekerasan [Wahid. 2011].
Sedangkan dari hasil praktikum ini justru nilai kekerasannya naik sebesar 24,86.
Ada beberapa asumsi yang bisa diambil terkait kesalahan hasil praktikum ini. Pertama,
ketika proses pendinginan spesimen setelah ditemper terjadi kesalahan pendinginan. Dimana
seharusnya spesimen didinginkan dengan media udara, tetapi pada praktikum ini spesimen
tercampur dengan lem. Sehingga kemungkinan berpengaruh terhadap nilai kekerasan yang
dihasilkan. Kedua, dalam pengujian kekerasan terjadi kesalahan pada alat yang belum
dikalibrasi, sehingga berpengaruh pada hasil kekerasannya. Selain itu ukuran spesimen juga
12
berpengaruh saat dilakukan indentasi pada bagian tepi, dimana posisi spesimen ketika diberi
pembebanan menjadi sedikit miring dan kemungkinan mempengaruhi nilai kekerasan yang
diperoleh baik sebelum maupun sesudah ditemper. Ketiga, besarnya temperatur awal
pemanasan spesimen tidak sesuai. Pada praktikum ini, sebelum dimasukan ke dalam furnace
untuk ditemper, temperatur spesimen sudah mencapai temperatur kamar. Sedangkan menurut
literaur yang ada, penemperan biasanya harus dilakukan sebelum baja mencapai temperatur
kamar, sekitar 50-75oC [Wahid. 2011]. Keempat, furnace yang dipakai mengalami kerusakan,
karena ketika mencapai temperatur holding, temperaturnya masih terus naik baru kemudian
turun lagi. Sehingga berpengaruh terhadap spesimennya.
Jika dirunut, tempering dilakukan untuk menurunkan nilai kekerasan suatu material
yang telah mengalami proses hardening. Dalam proses hardening akan menghasilkan
spesimen yang keras, tetapi sangat getas. Karena memang struktur dari martensit itu sendiri
memiliki bentuk yang runcing seperti jarum. Tempering ini ditujukan untuk merubah fasa
tunggal martensit dengan struktur BCT yang mengandung supersaturated carbon
bertransformasi menjadi temper martensit, yang terdiri dari fasa ferit yang stabil dan
sementit, seperti yang tampak pada diagram fasa besi-besi karbida [Callister. 2007]. Dan
dalam prosesnya, besar dari temperatur temper dan waktu temper sangat berpengaruh
terhadap nilai kekerasan yang dihasilkan. Dimana besarnya kekerasan ini dapat diprediksi
dari kurva temper dan pa
13
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum parameter temper ini dapat disimpulakan bahwa nilai
kekerasan dari baja AISI 1045 mengalami kenaikan setelah ditemper sebesar 24,86.
5.2 Saran
Saran untuk praktikum parameter temper ini adalah
1. Memperhatikan furnace yang dipakai agar temperaturnya sesuai dengan seharusnya
2. Memastikan alat uji kekerasan yang dipakai hasilnya valid
3. Memperhatikan perhitungan temperatur temper
14
DAFTAR PUSTAKA
iii
TUGAS SEBELUM PRAKTIKUM
iv
LAPORAN SEMENTARA
1 58 58 57 57.67 Ujung
2 57 56 55 56 Agak tengah
3 55 55 58 56 Tengah