Anda di halaman 1dari 20

Laporan Praktikum Perlakuan Panas

(Parameter Temper)

Disusun oleh :

Kelompok 13

Widia Anggia Vicky 2712100007

Gilang Maulana H 2712100053

M. Fadhil 2712100082

Faris Adham 2712100120

LABORATORIUM METALURGI
JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
2015
ABSTRAK
Heat treatment merupakan salah satu metode yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
sifat mekanik dari suatu material. Pada dasarnya perlakuan panas dilakukan dengan
memanaskan material sampai pada temperatur tertentu, lalu mendiamkannya selama waktu
tertentu, dan mendinginkannya dengan laju tertentu. Salah satu jenis proses laku panas yaitu
tempering. Tempering dilakukan khususnya pada material yang telah mengalami proses
hardening, dimana strukturnya kaya akan martensit. Jumlah martensit yang banyak ini selain
akan meningkatkan kekerasan material, juga menyebabkan meningkatnya kegetasan sehingga
kurang baik jika dilakukan proses lanjutan. Oleh karena itu dilakukan tempering guna
mentransformasikan martensit tersebut. Secara khusus tempering bertujuan menurunkan
kekerasan serta meningkatkan keuletan/ketangguhan. Dalam melakukan tempering ada
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil akhir tempering, salah satunya yaitu
temperatur dan waktu holdingnya. Praktikum parameter temper ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui perubahan kekerasan pada baja AISI 1045 setelah ditemper. Spesimen
yang digunakan adalah baja AISI 104e5 yang telah dipanaskan sampai temperatur 800 oC,
diholding pada temperatur tersebut selama satu jam, dan diquench dengan media air tanpa
agitasi. Spesimen tersebut selanjutnya diuji kekerasan dan didapatkan nilai kekerasannya
sebesar 31,7 HRc. Dari hasil pengujian tersebut akan dilakukan tempering dengan waktu
holding satu jam guna menurunkan kekerasannya sebesar 10. Dengan menggunakan rumus
perhitungan temperatur temper dari Jaffe-Gordon, dihitung besarnya temperatur temper agar
dihasilkan penurunan nilai kekerasan sebesar 10. Karena rumus temperatur temper Jaffe-
Gordon ini berlaku untuk waktu holding empat jam, maka selanjutnya dilakukan perhitungan
parameter temper. Dimana jika nilai parameter temper sama, maka akan dihasilkan nilai
kekerasan yang sama meskipun temperatur dan waktu holdingnya berbeda. Setelah dilakukan
perhitungan, diperoleh nilai parameter temper untuk spesimen ini sebesar 8.692 dan
temperatur temper untuk waktu holding satu jam sebesar 162 oC. Berdasarkan hasil
perhitungan tersebut dilakukan pemanasan spesimen sampai temperatur 162oC, diholding
selama satu jam pada temperatur tersebut, dan didinginkan dengan media udara. Spesimen
kemudian dipreparasi untuk diuji kekerasan lagi. Hasil yang diperoleh yaitu nilai kekerasan
pada bagian ujung 57,67 HRc, agak tengah 56 HRc, dan bagian tengah 56 HRc. Jika dirata-
rata diperoleh nilai kekerasan akhir setelah tempering yaitu 56,56 HRc. Jika dibandingkan
dengan kekerasan sebelum dan setelah tempering, terjadi kenaikan sebesar 24,86. Hasil ini
tidak sesuai dengan teori yang ada yang menyatakan bahwa salah satu tujuan dari tempering
adalah menurunkan kekerasan. Dan berdasarkan hasil perhitungan temperatur temper dan
parameter temper yang telah dilakukan seharusnya bisa diperoleh penurunan nilai kekerasan.
Jika dianalisis, ada beberapa kemungkinan yang bisa menyebabkan terjadinya kenaikan nilai
kekerasan pada spesimen ini. Pertama, ketika proses pendinginan spesimen setelah ditemper
terjadi kesalahan pendinginan. Dimana seharusnya spesimen didinginkan dengan media
udara, tetapi pada praktikum ini spesimen tercampur dengan lem. Kedua, hasil dari alat uji
kekerasan kurang akurat karena belum dilakukannya kalibrasi pada alat uji kekerasan. Ketiga,
temperatur awal spesimen yang ditemper tidak sesuai dengan literatur, dimana seharusnya
sebelum mencapai temperatur kamar spesimen harus sudah ditemper. Keempat, furnace yang
dipakai mengalami kerusakan, karena ketika mencapai temperatur holding, temperaturnya
masih terus naik baru kemudian turun lagi. Jika disimpulkan, berdasarkan hasil praktikum ini,
besarnya temperatur temper dan waktu holding mempengaruhi nilai kekerasan setelah
tempering.

i
DAFTAR ISI

ABSTRAK ....................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
1.2 Tujuan Praktikum .................................................................................................................... 1
1.3 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 1
1.4 Manfaat Praktikum .................................................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Baja AISI 1045 ....................................................................................................................... 2
2.2 Perlakuan Panas ...................................................................................................................... 2
2.3 Tempering ............................................................................................................................... 2
2.4 Parameter Temper ................................................................................................................... 4
2.5 Kekerasan Setelah Temper ...................................................................................................... 6
BAB III METODOLOGI
3.1 Diagram Alir ........................................................................................................................... 7
3.2 Metode Penelitian ................................................................................................................... 8
3.3 Material ................................................................................................................................... 8
3.4 Alat .......................................................................................................................................... 8
3.5 Prosedur Percobaan ................................................................................................................. 8
3.6 Skema Percobaan .................................................................................................................... 8
BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Percobaan ............................................................................................................ 10
4.2 Grafik .................................................................................................................................... 11
4.3 Analisis ................................................................................................................................. 12
BAB V KESIMPULAN .............................................................................................................. 14
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 14
5.2 Saran ..................................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. iii
LAMPIRAN
TUGAS SEBELUM PRAKTIKUM ............................................................................................iv
LAPORAN SEMENTARA .......................................................................................................... v

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perlakuan panas atau heat treatment adalah salah satu metode yang digunakan untuk
memperbaiki sifat-sifat dari material. Proses heat treatment sendiri pada dasarnya dilakukan
dengan memanaskan material sampai pada temperatur tertentu (biasanya sampai temperatur
austenisasi), lalu menahannya pada temperatur tersebut, kemudian mendinginkannya dengan
laju pendinginan tertentu.
Struktur mikro yang didapatkan di akhir proses heat treatment akan mempengaruhi
sifat yang didapatkan. Sedangkan terbentuknya struktur mikro ini selain dipengaruhi oleh
komposisi kimia dari material juga dipengaruhi oleh proses heat treatment yang diterima dan
kondisi awal material tersebut.
Dari proses heat treatment yang dilakukan, khususnya pada baja, akan dihasilkan
struktur akhir yang terdiri dari martensit. Dimana martensit ini memiliki sifat yang sangat
getas. Sehingga dalam pemakaiannya akan sulit untuk dilakukan proses machining atau
proses lainnya. Maka dari itu, pada umumnya setelah dilakukan proses heat treatment,
khususnya hardening, akan dilakukan proses penemperan. Dimana tempering ini akan
berfungsi mengurangi tegangan sisa yang ada pada baja, serta mengurangi kegetasan atau
dengan kata lain meningkatkan keuletan/ketangguhan.
Maka dari itu dianggap perlu untuk melakukan praktikum tempering ini, dimana
prosesnya akan dilakukan pada baja AISI 1045. Yang pada kondisi di lapangannya akan
banyak dipakai dalam aplikasi industri maupun sehari-hari.

1.2 Tujuan Praktikum


Setelah dilaksanakannya praktikum parameter temper dengan spesimen baja AISI 1045
nanti diharapkan dapat mencapai tujuan mengetahui perubahan kekerasan baja AISI 1045
sesudah mengalami tempering.

1.3 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari praktikum parameter temper ini yaitu bagaimana perubahan
kekerasan baja AISI 1045 setelah ditemper?

1.4 Manfaat Praktikum


Manfaat yang dapat diperoleh praktikan setelah praktikum ini yaitu
1. Dapat mengetahui proses tempering
2. Dapat mengetahui pengaruh waktu dan temperatur temper terhadap kekerasan dari
spesimen uji
3. Dapat mengoperasikan furnace dan mesin hardness test.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Baja AISI 1045


Baja karbon AISI 1045 adalah baja karbon yang mempunyai kandungan karbon sakitar
0.43-0.5 dan termasuk golongankarbon menengah. Baja spesifikasi ini banyak digunakan
sebagai komponen otomatif, misalnya untuk komponen roda gigi pada kendaraan bermotor.
Baja AISI 1045 disebut dengan baja karbon karena sesuai dengan pengkodean
internasional, yaitu seri 10xx berdasarkan nomenklatur yang dikeluarkan oleh AISI dan SAE.
Pada angka 10 pertama merupakan kode yang menunjukkan plain carbon, kemudian kode xx
setelah angka 10 menunjukkan komposisi karbon. Jadi, baja AISI 1045 berarti baja karbon
atau plain carbon steel yang mempunyai komposisi karbon sebesar 0.45%. baja spesifikasi ini
banyak digunakan sebagai komponen roda gigi, poros, dan bantalan.
(Haryono. 2013. 67)

Pada aplikasinya ini baja tersebut harus mempunyai ketahanan aus yang baik karena
sesuai dengan fungsinya harus mempu menahan keausan akibat bergesekan dengan rantai.
Ketahanan aus didefinisikan sebagai ketahanan terhadap abrasi atau ketahanan terhadap
pengurangan dimensi akibat suatu gesekan [Avner, 1974]. Pada umumnya ketahanan aus
berbanding lurus dengan kekerasan.
(Agus Pramono. 2011)
Tabel II.1 Komposisi Kimia Baja AISI 1045
[http//www.strindustries.com, 2006]

2.2. Perlakuan Panas


Perlakuan panas adalah proses pemanasan dan pendinginan material yang terkontrol
dengan maksud merubah sifat fisik untuk tujuan tertentu. Secara umum proses perlakuan
panas adalah sebagai berikut:
a. Pemanasan material sampai suhu tertentu dengan kecepatan tertentu pula.
b. Mempertahankan suhu untuk waktu tertentu sehingga temperaturnya merata
c. Pendinginan dengan media pendingin (air, oli atau udara)
Ketiga hal diatas tergantung dari material yang akan di heat treatment dan sifat-sifat
akhir yang diinginkan. Melalui perlakuan panas yang tepat tegangan dalam dapat
dihilangkan, besar butir diperbesar atau diperkecil, ketangguhan ditingkatkan atau dapat
dihasilkan suatu permukaan yang keras di sekeliling inti yang ulet. Untuk memungkinkan
perlakuan panas yang tepat, susunan kimia logam harus diketahui karena perubahan
komposisi kimia, khususnya karbon(C) dapat mengakibatkan perubahan sifat fisis.
Perlakuan panas terdiri dari 2 pendekatan, yakni near equilibrium (mendekati
kesetimbangan) dan non equilibrium (tidak setimbang). Near equilibrium dilakukan

2
mendekati kondisi equilibrium, sehingga menghasilkan struktur mikro yg mendekati diagram
fasenya. Bertujuan untuk melunakkan struktur kristal, menghaluskan butir, menghilangkan
tegangan dalam, dan memperbaiki machineability. Perlakuan panas near equilibrium dapat
berupa annealing, spheroidizing, normalizing, dan homogenizing.
Sedangkan non quilibrium bertujuan untuk mendapatkan kekerasan dan kekuatan yang
lebih tinggi. Perlakuan Panas non-equilibrium dapat berupa pengerasan (Hardening),
Tempering, Austempering, Martempering ,dan surface hardening Carburizing, Nitriding,
Cyaniding, Flame hardening, Induction hardening).
(Fahmi Mubarok.2008)
2.3 Tempering
Baja yang dikeraskan dengan pendinginan celup (quenching) akan membentuk
martensit yang sangat keras tetapi juga getas. Dengan memanaskan kembali martensit ini
akan bertransformasi menjadi produk transformasi yang lebih ulet/tangguh.
(Wahid. 2001.138)

Gambar 2.1 Transformasi dekomposisi martensit


Normalnya, proses tempering dilakukan pada temperatur antara 250-650oC, tegangan
sisa sendiri mulai berkurang pada temperatur di bawah 200oC. Pada tempering berlangsung
peristiwa difusi yang akhirnya terbentuk temper martensit berdasarkan reaksi
martensit(BCT, fasa tunggal)  temper martensit (α + Fe3C)
dimana fasa tunggal martensit dengan struktur BCT yang mengandung supersaturated carbon
bertransformasi menjadi temper martensit, yang terdiri dari fasa ferit yang stabil dan
sementit, seperti yang tampak pada diagram fasa besi-besi karbida.
Mikrostruktur dari temper martensit terdiri partikel sementit yang sangat kecil dan
tersebar merata pada matriks ferrit. Mikrostruktur ini mirip dengan struktur speroid, kecuali
pada bentuk sementitnya yang jauh lebih kecil. Gambar dari mikrostruktur temper martensit
dapat dilihat pada Gambar 2.2.

3
Gambar 2.2 Struktur temper martensit dilihat dengan mikrograf elektron
(Callister. 2007. 344-347)
Penemperan biasanya harus dilakukan sebelum baja mencapai temperatur kamar,
sekitar 50-75oC. Penemperan dilakukan dengan memanaskan kembali martensit ke suatu
temperatur dan menahan pada temperatur tersebut selama beberapa saat (1-2 jam untuk tiap
inch tebal benda) kemudian didinginkan kembali. Tingginya temperatur pemanasan dan
lamanya waktu tahan (tempering time) sangat menetukan kekerasan yang terjadi setelah
penemperan.
Denagn melakukan penemperan pada berbagai temperatur (dengan waktu temper
tertentu) diperoleh variasi kekerasan setelah penemperan. Temperatur temper dan kekerasan
yang terjadi diplot dalam suatu grafik kekerasan-temperatur temper diperoleh suatu kurva
temper (tempering curve) seperti pada Gambar 2.2. Gambar tersebut menunjukan hubungan
antara kekerasan yang terjadi setelah penemperan (hardness after tempering) dengan
temperatur temper. Pada gambar tersebut juga diperlihatkan kurva untuk penemperan dengan
berbagai waktu temper (0.1, 1, 10, dan 100 jam).

Gambar 2.2 Kurva temper dari baja H13 pada berbagai waktu temper

2.4 Parameter Temper

4
Ternyata bahwa kekerasan sesudah penemperan tidak hanya dipengaruhi oleh
temperatur, tetapi jug awaktu penemperan (mengingat bahwa perubahan fase yang terjadi
pada penemperan adalah proses yang dikendalikan oleh difusi, proses yang temperature
activated and time dependant).
Holomon dan Jaffe menyatakan hubungan ini dengan suatu parameter temper
(tempering parameter). Kekerasan yang sama akan diperoleh bila penemperan dilakukan
dengan parameter temper yang sama. parameter temper dinyatakan sebagai:
P = T (k + log t)
dimana
P = parameter temper
T = temperatur temper (absolut, oK atau oR)
k = konstanta (20 untuk temperatur oK, literatur lain menggunakan k=18 untuk T dalam oR)
Dari kurva temper, untuk setiap titik dapat dicari harga parameter temper dan kekerasan
setelah temper untuk titik tersebut. Selanjutnya dari hasil perhitungan itu diplot suatu kurva
yang menggambarkan kekerasan setelah temper sebagai fungsi dari parameter temper, kurva
ini dinamakan master curve.

Gambar 2.3. Master curve untuk penemperan dari baja H 13


Akan lebih mudah lagi bila kurva temper digabungkan dengan grafik parameter temper,
seperti terlihat pada Gambar 2.4. Bila diketahui kekerasan yang diinginkan maka dapat dilihat
temperatur tempernya. Dengan menarik garis ke bawah hingga memotong garis temperatur
(garis miring), dapat dipilih temperatur yang diinginkan, dari perpotongan itu ditarik garis ke
kiri untuk melihat waktu tempernya.

5
Gambar 2.4. Kurva temper baja H 13 dan grafik parameter temper

2.5 Kekerasan Setelah Temper


Jaffe dan Gordon membuat suatu formula untuk memperhitungkan temperatur temper
bila diinginkan harga kekerasan setelah tempering tertentu berdasarkan komposisi kimia dari
baja tersebut. Rumus ini berlaku dengan asumsi bahwa dengan pengerasan diperoleh struktur
martensitik. Rumusnya:
Tf = 30 (Hc - Ha) atau Tc = 16,67(Hc – Ha) – 17,8
dimana
Tf (Tc) = temperatur temper dalam oF (oC)
Hc = kekerasan Rc dihitung berdasarkan komposisi kimia
Ha = kekrasan Rc setelah tempering yang diinginkan
Rumus ini berlaku untuk waktu temper 4 jam.
(Wahid. 2011)

6
BAB III
METODOLOGI

3.1 Diagram Alir

MULAI

PREPARASI ALAT DAN BAHAN

MEMOTONG SPESIMEN BAJA AISI 1045

PEMANASAN PADA T=800OC DAN DIHOLDING SELAMA 60 MENIT

QUENCHING DENGAN AIR TANPA AGITASI

UJI KEKERASAN

PERHITUNGAN TEMPERATUR TEMPER UNTUK WAKTU


60 MENIT

TEMPERING DENGAN TEMPERATUR SESUAI PERHITUNGAN

PENDINGINAN DENGAN MEDIA UDARA

UJI KEKERASAN

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

SELESAI

7
3.2 Metode Penelitian
Praktikum diawalai dengan melakukan preparasi spesimen yang akan digunakan
dengan ukuran panjangnya 1.5 cm dan diameter 2.5 cm. Spesimen tersebut kemudiam
dipanaskan sampai temperatur 800oC dengan diholding selama 60 menit, dan dilanjutkan
dengan quenching dengan media air tanpa agitasi. Dari hasil quenching tersebut lalu
dilakukan uji kekerasan. Setelah didapatkan nilai kekerasan tertentu, maka dilakukan
perhitungan untuk mencari temperatur temper dengan waktu holding 60 menit agar nilai
kekerasannya turun sebesar 10. Penemperan kemudian dilakukan dengan menggunakan hasil
perhitungan yang telah dilakukan dimana pendinginannya dilakukan dengan media udara.
Yang terakhir dilakukan uji kekerasan sekali lagi untuk mengetahui hasil penemperan dan
dilakukan analisa data serta pembahasan.

3.3 Material
1. Baja AISI 1045 1 buah

3.4 Alat
1. Furnace 1 buah
2. Alat uji kekerasan 1 buah
3. Penjepit 1 buah
4. Sarung tangan 1 pasang
5. Kikir 1 buah
6. Amplas secukupnya

3.5 Prosedur Percobaan


1. Mempersiapkan alat dan bahan
2. Memanaskan spesimen sampai temperatur 800oC dan melakukan holding selama 60
menit
3. Melakukan quenching dengan media air tanpa agitasi
4. Melakukan uji kekerasan Rockwell C pada spesimen
5. Menghitung temperatur temper dari spesimen uji untuk waktu 60 menit untuk
menghasilkan penurunan kekerasan sebesar 10
6. Melakukan tempering sampai temperatur 162oC dengan diholding selama 60 menit
7. Mendinginkan spesimen dengan media udara
8. Melakukan uji kekerasan Rockwell C pada spesimen

3.6 Skema Percobaan

(a) (b)

8
(c) (d)

(e) (f)

(g)

Keterangan gambar:
a. Spesimen setelah diquench, sebelum ditemper
b. Furnace sebelum dinyalakan
c. Memasukan spesimen ke dalam furnace
d. Menyalakan furnace
e. Furnace saat holding time
f. Mengambil spesimen dari furnace
g. Mendinginkan spesimen dengan media udara

9
BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Percobaan


4.1.1 Hasil Uji Kekerasan Sebelum Tempering
Tabel 4.1 Hasil uji kekerasan setelah diquench
No Kekerasan (HRc) Rata-Rata (HRc)
1 31
2 38 31.7
3 26

4.1.2 Perhitungan Temperatur Temper


 Rumus Perhitungan Temperatur Temper
Rumus perhitungan temperatur temper (berlaku untuk waktu temper 4 jam)

Tc = 16,67 (Hc – Ha) – 17,8 ...................................................................................(1)


dimana,
Tc = temperatur temper (oF)
Hc = kekerasan sebelum ditempering (HRc)
Ha = kekerasan setelah tempering (HRc)
 Perhitungan Temperatur Temper
Dari praktikum ini diharapkan kekerasannya turun sebesar 10, maka dilakukan perhitungan
sebagai berikut
Tc = 16,67 (Hc – Ha) – 17,8
Tc = 16,67 (10) – 17,8
Tc = 148,9oC
T = 421,9 K
Jadi temperatur yang dipakai agar kekerasannya turun sebesar 10 yaitu 148,9oC.
 Rumus Parameter Temper
Rumus perhitungan parameter temper

P = T (k + log t) ...........................................................................................................(2)
dimana,
P = parameter temper
T = temperatur temper (K)
k = konstanta ( 20 untuk temperatur K)
t = waktu temper (jam)
 Perhitungan Parameter Temper
Dari nilai temperatur temper yang sudah didapat dilakukan perhitungan nilai parameter
temper, karena temperatur tersebut berlaku untuk waktu holding 4 jam. Perhitungannya yaitu
sebagai berikut
P = T (k + log t)
P = 421,9 (20 + log 4)
P = 8.692

10
Ketika nilai parameter tempernya sama maka diasumsikan bahwa kekerasan yang didapatkan
sama. Maka dari itu dilakukan perhitungan temperatur untuk waktu holding 1 jam sebagai
berikut
P = T (k + log t)
8692 = T (20 + log 1)
T = 434,6 K
T = 162oC
Jadi untuk menghasilkan penurunan kekerasan sebesar 10, spesimen dipanaskan sampai
temperatur 162oC dengan diholding selama 1 jam.

4.1.3 Hasil Uji Kekerasan Setelah Tempering


Tabel 4.2 Hasil uji kekerasan setelah tempering
Rata-rata
No Kekerasan Kekerasan Kekerasan Keterangan
(HRc) (HRc) (HRc) (HRc)
1 58 58 57 57.67 Ujung
2 57 56 55 56 agak tengah
2 55 55 58 56 Tengah

4.2 Grafik

Nilai Kekerasan Setelah Tempering


58

57,5

57
HRc

56,5

56

55,5

55
ujung agak tengah tengah

Grafik 4.1 Nilai kekerasan setelah tempering

11
Perbandingan Nilai Kekerasan
60

50

40
HRc

30

20

10

0
Sebelum Sesudah

Grafik 4.2 Perbedaan nilai kekerasan sebelum dan sesudah tempering

4.3 Analisis
Praktikum parameter temper ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui
pengaruh dari temperatur temper dan waktu temper terhadap kekerasan baja AISI 1045.
Dalam praktikum ini dipakai spesimen baja AISI 1045 yang telah dipanaskan sampai
temperatur 800oC, diholding selama 1 jam, dan diquench dengan media air tanpa agitasi.
Setelah itu dilakukan pengukuran kekerasan dari spesimen tersebut, dan didapatkan nilai rata-
rata kekerasan sebesar 31,4 HRc. Jika dilihat dari literatur, tempering merupakan salah satu
perlakuan panas yang salah satu tujuannya menurunkan nilai kekerasan [Wahid. 2011]. Pada
praktikum ini ingin dilakukan penurunan kekerasan dari spesimen AISI 1045 sebesar 10. Dan
setelah dilakukan perhitungan dengan persamaan (1) didapatkan nilai Tc sebesar 148,9oC.
Tetapi karena persamaan tersebut hanya berlaku untuk waktu holding selama 4 jam, maka
dilakukan perhitungan selanjutnya dengan persamaan (2). Dari situ didapatkan nilai P atau
parameter temper sebesar 8.692. Menurut teori yang ada, jika nilai parameter sama maka nilai
kekerasan yang dihasilkan juga sama [Wahid. 20011], sehingga dilakukan perhitungan untuk
mencari temperatur temper untuk waktu holding selama 1 jam dengan persamaa (2), dan
hasilnya diperoleh besarnya temperatur temper 162oC.
Setelah dilakukan tempering dengan temperatur 162oC, diholding selama 1 jam, dan
didinginkan dengan media udara, dilakukan pengujian kekerasan sekali lagi untuk
mengetahui nilai kekerasan setelah tempering. Dari hasil pengujian kekerasan diperoleh nilai
kekerasan rata-rata sebesar 56.56 HRc. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang ada. Karena
menurut literatur, tempering bertujuan untuk menurunkan kekerasan [Wahid. 2011].
Sedangkan dari hasil praktikum ini justru nilai kekerasannya naik sebesar 24,86.
Ada beberapa asumsi yang bisa diambil terkait kesalahan hasil praktikum ini. Pertama,
ketika proses pendinginan spesimen setelah ditemper terjadi kesalahan pendinginan. Dimana
seharusnya spesimen didinginkan dengan media udara, tetapi pada praktikum ini spesimen
tercampur dengan lem. Sehingga kemungkinan berpengaruh terhadap nilai kekerasan yang
dihasilkan. Kedua, dalam pengujian kekerasan terjadi kesalahan pada alat yang belum
dikalibrasi, sehingga berpengaruh pada hasil kekerasannya. Selain itu ukuran spesimen juga

12
berpengaruh saat dilakukan indentasi pada bagian tepi, dimana posisi spesimen ketika diberi
pembebanan menjadi sedikit miring dan kemungkinan mempengaruhi nilai kekerasan yang
diperoleh baik sebelum maupun sesudah ditemper. Ketiga, besarnya temperatur awal
pemanasan spesimen tidak sesuai. Pada praktikum ini, sebelum dimasukan ke dalam furnace
untuk ditemper, temperatur spesimen sudah mencapai temperatur kamar. Sedangkan menurut
literaur yang ada, penemperan biasanya harus dilakukan sebelum baja mencapai temperatur
kamar, sekitar 50-75oC [Wahid. 2011]. Keempat, furnace yang dipakai mengalami kerusakan,
karena ketika mencapai temperatur holding, temperaturnya masih terus naik baru kemudian
turun lagi. Sehingga berpengaruh terhadap spesimennya.
Jika dirunut, tempering dilakukan untuk menurunkan nilai kekerasan suatu material
yang telah mengalami proses hardening. Dalam proses hardening akan menghasilkan
spesimen yang keras, tetapi sangat getas. Karena memang struktur dari martensit itu sendiri
memiliki bentuk yang runcing seperti jarum. Tempering ini ditujukan untuk merubah fasa
tunggal martensit dengan struktur BCT yang mengandung supersaturated carbon
bertransformasi menjadi temper martensit, yang terdiri dari fasa ferit yang stabil dan
sementit, seperti yang tampak pada diagram fasa besi-besi karbida [Callister. 2007]. Dan
dalam prosesnya, besar dari temperatur temper dan waktu temper sangat berpengaruh
terhadap nilai kekerasan yang dihasilkan. Dimana besarnya kekerasan ini dapat diprediksi
dari kurva temper dan pa

13
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum parameter temper ini dapat disimpulakan bahwa nilai
kekerasan dari baja AISI 1045 mengalami kenaikan setelah ditemper sebesar 24,86.

5.2 Saran
Saran untuk praktikum parameter temper ini adalah
1. Memperhatikan furnace yang dipakai agar temperaturnya sesuai dengan seharusnya
2. Memastikan alat uji kekerasan yang dipakai hasilnya valid
3. Memperhatikan perhitungan temperatur temper

14
DAFTAR PUSTAKA

Amanto, Hari. I999. Ilmu Bahan. BumiAksara, Jakarta.


Callister, William D. 2007. Materials Science and Engineering 7th Edition. New York:
Quebecor Versailes.
Haryono, Irsyad. 2013. Effect of Slab on Weld Distrosion Result in Medium Carbon Steel AII
1045 by SMAW Method. Lampung: Fakultas Teknik Universitas Lampung.
Rajan, TJ, Sharma, 1997. Heat Treatment Principles and Techniques. Prentice Hallof India
Private Limited,New Delhi.
Suherman, Wahid, 2001. Perlakuan Panas. Surabaya : Institut teknologi Sepuluh Nopember.

iii
TUGAS SEBELUM PRAKTIKUM

1. Apa yang dimaksud dengan tempering? Jelaskan!


Tempering adalah pemanasan logam sampai di bawah suhu kritis yang dilakukan
setelah proses pengerasan, pembentukan dingin dan pengelasan, lalu diholding selama
waktu tertentu, kemudian didinginkan dengang kecepatan yang memadai, guna
memperbaiki sifat yang dikehendaki.
2. Sebutkan jenis-jenis tempering! Jelaskan!
a. Direct Quenching, atau Quenching Tempering dimulai dengan memanaskan
Logam baja sampai temperature austenite, di atas temperature kritis ( 800 -950
celcius), tergantung pada komposisi logamnya. Kemudian ditahan untuk beberapa
waktu, agar fasa logam menjadi homogen. Pada temperature ini, Seluruh ferit dan
sementit berubah menjadi austenite. Dekomposisi fasa yang terjadi selama
pemanasan adalah sebagai berikut:
Selanjutnya logam baja pada fasa austenite tersebut didinginkan dengan cepat ke
dalam suatu media pendingin, biasanya air, larutan garam, minyak atau oli sampai
ke temperature ruang. Laju pendinginan akan tergantung pada media yang
digunakan.
Fasa yang diperoleh dari operasi ini adalah mertensit. Martensit terjadi di bawah
temperature eutectoid, namun masih di atas temperatur kamar. Transformasi fasa
austenite ke fasa martensit diperoleh dengan pendinginan tanpa memotong hidung
kurva transformasi. Transformasi terjadi sangat cepat sehingga austenite tidak
sempat berubah membentuk ferit dan sementit. Atom-atom karbon yang telah
larut dalam austenite tidak mempunyai kesempatan untuk berdifusi dan
membentuk sementit. Sehingga transformasi terjadi karena pergeseran atom dan
bukan karena difusi.
3. Apa tujuan tempering?
Tempering dilakukan untuk mengembalikan kembali kekuatan ketangguhan dan
keuletan dari suatu material setelah mengalami proses quenching, tapi material logam
ini akan kehilangan beberapa kekerasannya setelah mengalami tempering. Selain itu
juga bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan tegangan sisa yang dihasilkan
selama proses hardening.

iv
LAPORAN SEMENTARA

Modul : Parameter Temper


Kode Praktikum: M
Kelompok : 13
Tanggal : 30 April 2015
Nama PIC : Widia Anggia Vicky

Kekerasan Kekerasan Kekerasan


No Rata Rata Keterangan
(HRC) (HRC) (HRC)

1 58 58 57 57.67 Ujung
2 57 56 55 56 Agak tengah
3 55 55 58 56 Tengah

Anda mungkin juga menyukai