Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Bakti Saraswati Vol. 05 No. 01.

Maret 2016 ISSN : 2088-2149

KEARIFAN BUDAYA LOKAL PEREKAT IDENTITAS BANGSA

Ida Bagus Brata


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Mahasaraswati Denpasar

ABSTRAK
Kajian tentang permasalahan kesadaran kolektif lokal dan identitas nasional dalam era
globalisasi sangat relevan diwacanakan. Kenyataan ini seiring dengan berbagai perubahan yang
terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara pasca reformasi seiring
timbulnya tuntutan yang berlebihan hampir dalam segala aspek kehidupan. Tuntutan yang demikian
sering memicu permasalahan krusial, sehingga dapat mengancam keutuhan dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kearifan lokal merupakan elemen budaya yang harus
digali, dikaji, dan direvitalisasikan karena esensinya begitu penting dalam penguatan fondasi jatidiri
bangsa dalam menghadapi tantangan globalisasi. Pertanyaan yang muncul adalah apakah nilai-nilai
budaya lokal sebagai perekat identitas bangsa masih relevan untuk direvitalisasi dalam menghadapi
berbagai permasalahan di era kesejagatan ini.
Kata kunci: kearifan lokal, identitas bangsa

ABSTRACT
The study on the problems of the local collective consciousness and national identity is very
relevant to be discussed in the era of globalization. This fact goes along with the changes that occur
in the life of the society, nation, and state after the reform as the emergence of excessive demands in
almost every aspect of life. Such demands often lead to crucial issues that may threaten the integrity
of the life of society, nation, and state. Local genius is a cultural element that must be explored,
examined, and revitalized because its essence is so important in strengthening the foundations of
national identity to face the challenges of globalization. The question that arises is whether the
values of the local culture as the basis of national identity is still relevant to be revitalized in
dealing with various issues in this globalization era.
Keywords: local genius, national identity

I. PENDAHULUAN satu komunitas yang diidealkan. Bermodal


Identitas masa dan ruang mempunyai pada suasana awal hubungan antar kelompok
makna penting dalam permasalahan etnis yang tersebar di seluruh kawasan
kebudayaan. Bagi sebuah negara modern nusantara ini, kendatipun dalam kenyataannya
seperti Indonesia, bukan hanya berwujud sering diwarnai ketegangan-ketegangan
sebuah unit geopolitik semata, namun dalam namun cukup kondusif bagi terbangunnya
kenyataannya senantiasa mengandung satu komunitas terbayang (Anderson, 1991).
keragaman kelompok sosial dan sistem Kenyataan ini juga diperkuat oleh aktivitas
budaya yang tercermin pada keanekaragaman silang yang saling mendekatkan di antara
kebudayaan suku bangsa. Melalui perjalanan berbagai kelompok etnis tersebut, berkat
sejarah, berbagai proses kehidupan manusia pengaruh persebaran budaya-budaya (agama)
telah melahirkan ciri keanekaragaman bentuk besar yang datang ke Indonesia.
budaya. Mencermati sejarah bangsa ini Deskripsi untuk merumuskan identitas
terlihat liku-liku proses yang dilalui menuju bangsa Indonesia yang tepat bukanlah

9
Jurnal Bakti Saraswati Vol. 05 No. 01. Maret 2016 ISSN : 2088-2149

pekerjaan mudah. Diakui realitas sosial Multikulturalisme dapat dimaknai


bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku sebagai sebuah kepercayaan yang menyatakan
bangsa dengan kebudayaannya masing- bahwa kelompok-kelompok etnik atau budaya
masing. Sejauh ini masih terjadi perbedaan (ethnic and cultural groups) dapat hidup
pemahaman dalam mengartikan konsep suku berdampingan secara damai dalam prinsip co-
bangsa, sehingga berapakah tepatnya jumlah existence yang ditandai oleh kesediaan
suku bangsa di Indonesia. Ada yang menghormati budaya lain. Multikulturalisme
mengatakan bahwa di Indonesia terdapat juga merupakan sebuah formasi sosial yang
sekitar 300 suku bangsa (Hildred Geerts, membukakan jalan bagi dibagunnya ruang-
1981; Poerwanto, 2003), bahkan ada yang ruang bagi identitas yang beragam dan
menyebutkan jauh lebih banyak dari jumlah sekaligus jembatan yang menghubungkan
tersebut. Melalatoa (1997) mencatat tidak ruang-ruang itu untuk sebuah integrasi
kurang dari 520 suku bangsa di Indonesia (Sparingga, 2003). Paham multikulturalisme
dengan berbagai kebudayaannya. ini muncul sebagai reaksi dari semakin
Identitas seseorang ditentukan oleh kuatnya cengkeraman globalisasi yang
keanggotaannya di dalam berbagai kesatuan cenderung menyatukan dunia (budaya)
sosial. Seseorang adalah berasal dari suku menjadi satu di bawah pengaruh ideologi
Bugis dengan kebudayaan Bugisnya, kapitalisme atau modernisme. Sebagai bangsa
sehingga dapat dikatakan ia mempunyai yang memiliki sejarah panjang, sehingga
identitas Bugis, dan demikian seterusnya tidak dapat dihindari bahwa bangsa Indonesia
terhadap suku Dani, Amukme, Tugutil, Jawa, berada dalam kehidupan dengan beraneka
Bali, Manggarai dan lain-lain. budaya di dalamnya, seperti: budaya Jawa,
Nasikun (2001:4) dengan menyitir Sunda, Madura, Minang, Batak, Makasar,
pandangan beberapa ahli ilmu Bugis, Toraja, Manggarai, Sikka, Sumba,
kemasyarakatan bangsa asing yang Bali, Sasak dan lain-lain yang hidup
menganggap semboyan Bhineka Tunggal berdampingan dan saling melengkapi satu
Ika sesungguhnya masih lebih merupakan sama lain.
suatu cita-cita yang masih harus Dengan berpegang pada prinsip bahwa
diperjuangkan oleh segenap bangsa Indonesia tiada masyarakat dan kebudayaan yang
daripada sebagai kenyataan yang benar-benar bersifat statis, maka dalam perspektif kultural,
hidup di dalam masyarakat. Oleh karena secara garis besar masyarakat dan kebudayaan
itulah memahami kebudayaan Indonesia dari lokal telah bergerak secara dinamis. Namun
berbagai segi penting artinya dalam rangka hadirnya Four T Revolution
menemukan integrasi sebagai unsur penting (Telecommunication, Transformation, Trade,
dalam usaha persatuan bangsa. Kebudayaan Tourism) telah memunculkan kecenderungan
Indonesia berakar dari kebudayaan etnik baru di era globalisasi, seperti terjadinya
(lokal) di Indonesia yang memiliki kesamaan atau homogenitas budaya antara
keragaman. Pantaslah motto Bhinneka daerah atau negara, akibatnya sekat antar
Tunggal Ika menjadi bingkai dalam negara menjadi kabur. Dalam kaitan ini setiap
memahami isi (nilai) kebudayaan ini. individu atau masyarakat tentu tidak ingin
Berkaitan dengan tujuan inilah sangat penting kehilangan jati dirinya atau tercerabut dari
dipupuk rasa persatuan dalam pembinaan dan akar budaya yang dimilikinya. Berbicara
pengembangan kebudayaan Indonesia untuk tentang jatidiri bangsa atau identitas suatu
memahaminya lewat pendekatan kebudayaan kelompok etnik tertentu tampaknya dapat
se-Indonesia. ditelusuri dari tradisi yang dimiliki oleh

10
Jurnal Bakti Saraswati Vol. 05 No. 01. Maret 2016 ISSN : 2088-2149

kelompok etnik bersangkutan (Giddens, bersifat tidak abadi, dapat menyusut, dan
2003). Sehubungan dengan itu, maka tidak selamanya tampak jelas secara lahiriah.
pemahaman terhadap kebudayaan etnik yang Sementara Poespowardojo (dalam Astra,
kaya akan nilai-nilai kearifan lokal dan 2004:114) secara tegas menyebutkan bahwa
pembahasan terhadap persoalan kesadaran sifat-sifat hakiki kearifan lokal adalah: 1)
kolektif lokal yang merefleksikan identitas mampu bertahan terhadap budaya luar; 2)
suatu kelompok etnik atau bangsa menjadi memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-
sangat relevan diangkat kepermukaan seiring unsur budaya luar; 3) mempunyai
dengan berbagai perubahan yang terjadi kemampuan mengintegrasi unsur-unsur
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. budaya luar ke dalam kebudayaan asli; 4)
mampu mengendalikan; dan 5) mampu
II. KERANGKA KONSEPSUAL DAN memberikan arah pada perkembangan
TEORETIK budaya. Atas dasar itu kearifan lokal dapat
Kebudayaan tradisional menjadi mitos dimaknai sebagai kebijakan manusia dan
sebagai sosok kebudayaan yang arif. Mitos itu komunitas dengan bersandar pada filosofi,
sesungguhnya mengusung kelestarian dan nilai-nilai, etika, cara-cara, dan perilaku yang
jagadhita. Namun secara realitas di tengah- melembaga secara tradisional mengelola
tengah gelombang perubahan akibat berbagai sumber daya alam, sumber daya
kapitalisme, modernisme, dan globalisme, hayati, sumber daya manusia, dan sumber
konflik antar budaya tradisional dan budaya daya budaya untuk kelestarian sumber kaya
modern tidak dapat dihindarkan walaupun tersebut bagi kelangsungan hidup
sinergi dan adaptasi unsur tradisional dengan berkelanjutan.
unsur modern merupakan fakta kultural yang Barker (2005:14) mengatakan
tidak terbantahkan. identitas lebih merupakan konstruksi
Secara konsepsual kearifan lokal diskursif, produk wacana-wacana, atau cara-
merupakan bagian dari kebudayaan. Haryati cara tertentu dalam berbicara (regulated ways
Subadio (1986:18-19) mengatakan kearifan of speaking) tentang dunia. Sebagai
lokal (local genius) secara keseluruhan konstruksi diskursif karena melalui pertuturan
meliputi, bahkan mungkin dapat dianggap dan pertulisan-lah seseorang dan atau
sama dengan cultural identity yang dapat sekelompok orang dapat dikenal dan
diartikan dengan identitas atau keperibadian memperkenalkan jati dirinya. Jati diri sebagai
budaya suatu bangsa. Sementara itu konsep guru, pejabat, pedagang, dokter dan lain-lain
kearifan lokal (local genius) yang dapat disimak dan difahami lewat bahasanya,
dikemukakan oleh Quaritch Wales (dalam lewat tuturan dan tulisannya. Dengan istilah
Astra,2004:112) adalah ....the sum of lain identitas diciptakan dan bukan
cultural characteristic which the vast ditemukan, dan terbentuk dari representasi-
majority of people have in common as a result representasi terutama bahasa.
of their experiences in early life Maunati (2004:30) menjelaskan
(keseluruhan ciri-ciri kebudayaan yang bahwa penanda-penanda identitas budaya
dimiliki oleh suatu masyarakat/bangsa misalnya bisa berasal dari sebuah kekhasan
sebagai hasil pengalaman mereka di masa yang diyakini ada pada agama, bahasa, dan
lampau). adat pada budaya yang bersangkutan. Namun
Dalam pandangan Mundardjito demikian tumpang tindih dapat terjadi di
(1986:41) bahwa kearifan lokal terbina secara antara kelompok-kelompok etnis yang
kumulatif, terbentuk secara evolusioner, berbeda. Dengan mengikuti sejarah perjalanan

11
Jurnal Bakti Saraswati Vol. 05 No. 01. Maret 2016 ISSN : 2088-2149

bangsa ini dengan mudah dapat dilihat bahwa dilupakan. Namun sering dalam kenyataan
persoalan agama, etnisitas, dan identitas dapat disaksikan adanya tuntutan berlebihan
merupakan isu sensitif yang serting kali dapat baik dalam skala mikro maupun skala makro,
dimanipulasi untuk memicu reaksi-reaksi bahkan tidak jarang menjadi masalah krusial
emosional yang sering kali apabila tidak yang dapat mengancam keutuhan berbangsa
diantisipasi dengan baik berpotensi dan bernegara. Dalam konteks ini kebijakan
menimbulkan hal-hal yang bersifat fatal. pelestarian nilai-nilai kearifan lokal terjebak
pada persoalan politik tanpa aplikasi yang
III. KEARIFAM LOKAL SEBAGAI nyata.
PEREKAT IDENTITAS BANGSA Struktur masyarakat Indonesia yang
Huntington (2003:5-11) meramalkan multi dimensional merupakan suatu kendala
bahwa masa depan politik dunia akan bagi terwujudnya konsep integrasi secara
semakin mengarah kepada benturan antar hoorizontal. Hal ini dapat dilihat dari
kebudayaan, bahkan antar peradaban. Para beberapa karakteristik yang dapat dikenali
ahli meramalkan bahwa dalam era global isu- sebagai sifat dasar dari suatu masyarakat
isu kebudayaan, agama, etnik, gender, dan majemuk sebagaimana yang telah
cara hidup akan lebih penting daripada isu dikemukakan oleh van den Berghe yakni: (1)
tentang konflik ekonomi yang terjadi pada terjadinya segmentasi ke dalam bentuk
masa industri (Toffler and Toffler, 1996). kelompok yang sering kali memiliki
Kecenderungan yang lain juga muncul seperti kebudayaan atau lebih tepat sub kebudayaan,
adanya semacam penolakan terhadap yang berbeda satu sama lainnya; (2) memiliki
keseragaman yang ditimbulkan oleh struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam
kebudayaan global (kebudayaan asing), lembaga-lembaga yang bersifat non
sehingga muncul hasrat untuk menegaskan komplementer; (3) kurang mengembangkan
keunikan kultur dan bahasa sendiri. Dalam konsesus di antara para anggota masyarakat
kaitan ini kearifan lokal sebagai pusaka tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar;
budaya menempati posisi sentral sebagai (4) secara relatif seringkali terjadi konflik di
inspirasi dalam penguatan jati diri atau antara kelompok yang satu dengan kelompok
identitas kultural. Penguatan jati diri suatu yang lainnya; (5) secara relatif integrasi sosial
kelompok etnik atau bangsa menjadi begitu tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling
penting di era globalisasi, dengan harapan ketergantungan di dalam bidang ekonomi;
jangan sampai tercerabut dari akar budaya serta (6) adanya dimensi politik oleh suatu
yang kita warisi dari para pendahulu di kelompok di atas kelompok-kelompok yang
tengah-tengah kecenderungan homogenitas lain.
kebudayaan sebagai akibat dari globalisasi. Patut disyukuri bahwa hubungan antar
Indonesia sebagai negara bangsa yang suku bangsa dan golongan yang ada di
multietnis dan multikultural memang sejak wilayah NKRI ini, belum seburuk seperti di
awal berdirinya mengandung masalah beberapa negara lain, namun potensi
legitimasi kultural. Kesenjangan, terpendam untuk konflik karena masalah
ketidakadilan, kurangnya pemerataan ketegangan antar suku bangsa dan golongan
pembangunan, tirani minoritas yang terjadi di tidak bisa diabaikan demikian saja. Dalam
berbagai wilayah di tanah air dalam kaitan inilah Koentjaraningrat (1980),
kenyataannya telah memicu terjadinya konflik mengemukakan, bahwa dalam rangka
sosial di berbagai wilayah di Indonesia, menganalisis hubungan antara suku bangsa
cenderung menjadi luka sejarah yang sulit atau antara golongan, maka beberapa hal yang

12
Jurnal Bakti Saraswati Vol. 05 No. 01. Maret 2016 ISSN : 2088-2149

harus diketahui adalah: 1) Sumber-sumber baik. Artinya di satu pihak perlu adanya
konflik; 2) Potensi untuk toleransi; 3) Sikap upaya memulihkan dan membangkitkan
dan pandangan dari suku bangsa atau kembali ingatan dan kesadaran kolektif
golongan terhadap sesama suku bangsa atau masyarakat lokal dengan ciri dan identitas
golongan; 4) Tingkat masyarakat dimana budayanya masing-masing, sementara di
hubungan dan pergaulan antara suku bangsa pihak lain perlu adanya komitmen untuk
atau golongan tadi berlangsung. Lebih lanjut meningkatkan kesasdaran kolektif bersama
dijelaskan bahwa ada lima sumber konflik sehingga semakin kuat tumbuhnya kesadaran
antara suku-suku bangsa atau golongan yaitu: identitas nasional yang memang telah ada
1) Konflik bisa terjadi kalau warga dari dua sejalan dengan perkembangan historis bangsa
suku bangsa masing-masing bersaing dalam ini.
hal mendapatkan lapangan mata pencaharian Di tengah munculnya kecenderungan
hidup yang sama; 2) Konflik juga bisa terjadi kehidupan dunia yang makin bergerak ke arah
kalau warga dari satu suku bangsa mencoba bebas sekat, maka wawasan lokal makin
memaksakan unsur-unsur dari kebudayaannya terintegrasi ke dalam wawasan nasional dan
kepada warga dari suatu suku bangsa lain; 3) global. Pada masyarakat Indonesia wawasan
Konflik yang sama dasarnya, tetapi lebih kesatuan jiwa Bhinneka Tunggal Ika yang
fanatik dalam wujudnya, bisa terjadi kalau bermakna kesatuan dalam keragaman, spirit
warga dari satu suku bangsa mencoba gotong royong dengan istilah berbeda-beda
memaksakan konsep-konsep agamanya pada setiap daerah, seperti sambatan/gugur
kepada warga dari suku bangsa lain yang gunung (Jawa), metetulung (Bali),
berbeda agama; 4) Konflik terang akan terjadi pelagandong (Maluku), halawo sato (Nias),
kalau satu suku bangsa berusaha mapalus (Minahasa), dan lain-lain dapat
mendominasi suatu suku bangsa lain secara diposisikan sebagai modal budaya yang
politis; 5) Potensi konflik terpendam ada sangat penting bagi basis kehidupan
dalam hubungan antara suku-suku bangsa berbangsa dan bernegara. Modal budaya
yang telah bermusuhan secara adat. Indonesia terdiri dari kebudayaan-kebudayaan
Sehubungan dengan hal di atas perlu asli yang tersebar dalam kehidupan
kiranya dipikirkan kembali apa yang akan masyarakat daerah di Indonesia yang
dikerjakan bangsa ini dalam menghadapi mencerminkan keberagaman, termasuk
perubahan-perubahan yang berlangsung puncak-puncak kebudayaan daerah yang
begitu cepat dalam masyarakat. Apakah nilai- terhitung sebagai kebudayaan bangsa, sesuai
nilai budaya lokal cukup relevan dengan isi pasal 32 UUD 1945. Oleh karena
direvitalisasikan dalam menghadapi berbagai itu kebudayaan bangsa adalah kebudayaan
krisis konflik yang berdimensi sosial, yang timbul sebagai buah usaha budinya
ekonomi, budaya, politik, dan termasuk rakyat Indonesia seluruhnya. Istilah rakyat
persoalan Ham yang terjadi di tanah air. Indonesia seluruhnya sesungguhnya di
Secara historis seringkali pengalaman masa dalamnya terimplisit suatu pernyataan bahwa
lalu menjadi begitu berharga dalam kebudayaan salah satu suku bangsa belum
mempertahankan eksistensi kehidupan dapat dikatakan kebudayaan nasional.
masyarakat. Wacana tentang upaya untuk Apabila penjelasan itu ditelusuri lebih
merevitalisasi nilai-nilai kearifan lokal lanjut, maka dinyatakan pula bahwa usaha
sebagai langkah memberdayakan kebudayaan kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan
lokal dalam rangka mengantisipasi adab, budaya dan persatuan, dengan tidak
perkembangan jaman menuju arah yang lebih menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan

13
Jurnal Bakti Saraswati Vol. 05 No. 01. Maret 2016 ISSN : 2088-2149

asing yang dapat memperkembangkan atau pelaku); adagium rwa bhineda (dua yang
memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta berbeda). Kearifan lokal Bali yang fungsional
mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa bagi konservasi dan pelestarian sumber daya
Indonesia. alam, seperti: mitologi watugunung, upacara
Dalam kaitan ini Geriya (2000) tumpek wariga. Kearifan lokal yang
menunjukkan bahwa ada sekurang-kurangnya fungsional bagi pengembangan SDM, seperti:
tujuh indikator terkait dengan kemampuan upacara daur hidup. Kearifan lokal yang
ketahanan modal budaya suatu kolektiva fungsional bagi pelestarian dan
untuk tumbuh secara surplus atau defisit. pengembangan kebudayaan dan ilmu
Ketujuh indikator tersebut adalah: (1) pengetahaun, seperti: upacara saraswati.
ketahanan ideal (ketahanan sistem nilai); (2) Sementara ungkapan-ungkapan yang berasal
ketahanan struktural (ketahanan dari tanah Jawa yang sudah sering didengar
kelembagaan); (3) ketahanan pisikal seperti: ing harso sung tulodo, ing madyo
(ketahanan sistem budaya fisik); (4) mangun karso, tut wuri handayani; tepo
ketahanan mental (ketahanan sikap mental); saliro; jer basuki mawa beya; ambeg parama
(5) Ketahanan fungsional (ketahanan fungsi arta dll. Ungkapan-ungkapan itu
unsure-unsur kebudayaan); (6) ketahanan mencerminkan kearifan lokal, walaupun
sistemik (ketahanan totalitas sistem dengan intensitas yang berbeda, telah dikenal
masyarakat); dan (7) ketahanan prosesual luas dikalangan masyarakat di nusantara.
(ketahanan dan kelenturan menghadapi Penting untuk disadari bahwa bangsa
perubahan). Kerentanan dan kelemahan daya Indonesia mewarisi berbagai kekayaan alam,
tahan mengakibatkan defisit modal sosial, dan kekayaan hayati, dan kekayaan
sebaliknya kekokohan, kreativitas dan keanekaragaman sosiokultural. Kekayaan ini
adaptivitas publik mampu menumbuhkan merupakan modal dasar yang harus dikelola
surplus modal sosial. untuk kesejahteraan masyarakatnya. Kearifan
Sistem nilai merupakan inti dari lokal sebagai modal budaya Indonesia
kebudayaan. Konfigurasi nilai menjadi diharapkan mampu menumbuhkembangkan
identitas dan karakteristik dasar suatu identitas ke-Indonesiaan, menjadi referensi
kebudayaan (Alisyahbana, 1985). Selanjutnya dalam mengembangkan wawasan
Koentjaraningrat (1986) mengatakan bahwa kebangsaan, membangun bobot kualitas
sistem nilai merupakan sistem ide tentang hal- manusia dan bangsa Indonesia, kemuliaan
hal yang dianggap berharga dan bernilai harkat dan martabat bangsa yang memancar
dalam kehidupan. Dalam masyarakat di ke dalam bagi keadaban warga negara bangsa
nusantara religius, solidaritas, keadilan dan ke luar dalam membangun citra dan
merupakan sistem nilai, karena manusia dan pergaulan antar bangsa dalam bingkai
masyarakat Indonesia menilai tinggi diplomasi kebudayaan. Franz Magnis Suseno
ketuhanan, persatuan, dan keadilan. Dalam (2005:216) secara tegas mengatakan bahwa
masyarakat Bali, di samping ketiga nilai yang Indonesia hanya dapat bersatu jika pluralitas
disebutkan di atas juga berkembang nilai yang menjadi kenyataan sosialnya dihormati.
harmoni, estetika, dan keseimbangan. Ke-Indonesia-an dibangun bukan untuk
Untuk menyebut beberapa kearifan menghilangkan identitas khas semua
lokal yang berasal dari daerah Bali, seperti: tri komponen bangsa, melainkan agar semuanya
hita karana (tiga hal yang menimbulkan dapat menjadi warga Negara Indonesia tanpa
kesejahteraan); tat twam asi (engkau adalah merasa terasing. Sikap saling menghormati
dia); desa kala patra (tempat, waktu, dan dalam identitas masing-masing, tidak

14
Jurnal Bakti Saraswati Vol. 05 No. 01. Maret 2016 ISSN : 2088-2149

memaksakan kehendak atas kelompok yang luar biasa banyaknya dan yang menunjukkan
lain merupakan syarat dasar membangun keberagaman jenisnya. Secara selektif banyak
masa depan bangsa Indonesia. di antaranya yang dapat diangkat sebagai
Menjalankan diplomasi kebudayaan asset kekayaan kebudayaan bangsa dan dapat
berarti dengan sengaja dan terarah ada upaya dijadikan sebagai perekat sekaligus sebagai
untuk menanamkan, mengembangkan, dan modal dasar untuk memperkokoh
memelihara citra Indonesia di luar negeri identitas/jati diri bangsa.
sebagai negara dan bangsa yang
berkebudayaan tinggi. Menanamkan bilamana DAFTAR PUSTAKA
citra yang baik belum ada, Anderson, Benedict. 1999. Komunitas-
mengembangkannya di mana telah ada usaha Komunitas terbayang Renungan
untuk menumbuhkan citra tersebut, dan Tentang Asal Usul dan Penyebaran
memeliharanya apabila di suatu tempat telah Nasionalisme. Alih Bahasa Omi Intan
lahir suatu citra yang baik mengenai Naomi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
kebudayaan Indonesia. Astra, I Gde Semadi. Revitalisasi Kearifan
Pada era globalisasi dewasa ini Lokal dalam Memperkokoh Jati Diri
muncul upaya-upaya untuk membangkitkan Bangsa di Era Global dalam I Wayan
kembali atau pemberdayaan, pelestarian dan Ardika dan Darma Putra (ed). Politik
pengembangan adat istiadat dan peran dari Kebudayaan dan Identitas Etnik.
lembaga-lembaga adat. Menggunakan nilai- Denpasar: Fakultas Sastra Universitas
nilai budaya lokal untuk menjawab berbagai Udayana dan Balimangsi Press.
tantangan inilah sebagai wujud nyata Barker, Chris. 2005. Cultural Studies Teori
revitalisasi budaya lokal itu. Bahkan tidak dan Praktek. Yogyakarta: Bentang
hanya mampu menjawab berbagai tantangan Geertz, Hildred. 1981. Aneka Budaya dan
ke depan, namun kearifan lokal itu dapat Komunitas di Indonesia (Penerjemah:
dijadikan sebagai perekat sekaligus A. Rahman Zainuddin). Jakarta:
memperkokoh identitas bangsa. Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial & FIS-UI.
Geriya, I Wayan. 2000. Transformasi
IV. SIMPULAN Kebudayaan Bali Memasuki Abad
Merujuk uraian yang telah XXI. Denpasar: Unit Percetakan Bali.
dikemukakan tampaknya bangsa Indonesia Giddens, Anthony. 2003. Beyond Left and
memang ditakdirkan sebagai bangsa yang Right Tarian Ideologi Alternatif di
multikultur, atas dasar itulah semua Atas Pusara Sosialisme dan
komponen bangsa ini berkewajiban Kapitalisme. Yogyakarta: IRCiSoD.
memelihara dan mendidik masyarakat untuk Huntington, Samuel P. 2003. Benturan
mampu hidup bersama dalam Antarperadaban dan Masa Depan
keanekaragaman tanpa kehilangan identitas Politik Dunia. Yogyakarta: LP3ES.
budaya masing-masing dan mampu memberi Koentjaraningrat. 1980. Manusia dan
jaminan hidup budaya orang/etnis lain. Oleh Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:
sebab itu perlu pembelajaran yang tepat agar Djambatan.
budaya kekerasan yang banyak terjadi dikikis Nasikun. 2001. Sistem Sosial Indonesia.
dengan budaya damai. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Kearifan lokal yang dimiliki daerah- Poespowardojo, Soerjanto. 1986. Pengertian
daerah dalam lingkup wilayah Negara Local Genius dan Relevansinya dalam
Kesatuan Republik Indonesia sungguh sangat Modernisasi dalam Ayatrohaedi (ed).

15
Jurnal Bakti Saraswati Vol. 05 No. 01. Maret 2016 ISSN : 2088-2149

Keperibadian Budaya Bangsa(Local Tilaar, H.A.R. 2007. Mengindonesia Etnisitas


Genius). Jakarta Pustaka Jaya. dan Identitas Bangsa Indonesia
Suseno, Franz Magnis. 2005. Berebut Jiwa Tinjauan dari Perspektif Ilmu
Bangsa. Jakarta: Kompas. Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sparringa, D. T. (2003). Multikulturalisme Toffler, Alvin. 1991. Knowledge Wealrh and
Dan Multi Perspektif di Indonesia. Violence at The Edge of The 21 st
Surabaya: Forum Rektor Simpul Jawa Century (Alih bahasa Hermawan
Timur. Sulistyo). Jakarta: Pantja Simpati.

16

Anda mungkin juga menyukai