Anda di halaman 1dari 18

BHINNEKA TUNGGAL IKA SEBAGAI LOCAL WISDOM

BANGSA INDONESIA
Dosen Pengajar :
H. M. Wazir Tamam, SH

Disusun Oleh :
Rifqi Auliya Saputra
432022312182

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB


FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR
1444/2022
Daftar Isi

Daftar Isi.....................................................................................................................................I
Bab I...........................................................................................................................................1
Pendahuluan...............................................................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................................1
B. Pokok Permasalahan..........................................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan...........................................................................................................1
D. Metodologi Penelitian........................................................................................................2
Bab II..........................................................................................................................................3
Pembahasan................................................................................................................................3
A. Sejarah Bhinneka Tunggal Ika..........................................................................................3
B. Arti, Fungsi dan Tujuan Bhinneka Tunggal Ika................................................................4
C. Pengertian Local Wisdom.................................................................................................6
1. Arti dari Local Wisdom..................................................................................................6
2. Ciri-Ciri Local Wisdom..................................................................................................6
3. Fungsi Local Wisdom.....................................................................................................7
D. Penerapan Bhinneka Tunggal Ika Dalam Kehidupan........................................................8
Bab IV......................................................................................................................................12
Kesimpulan..............................................................................................................................12
Daftar Pustaka..........................................................................................................................14

I
Bab I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang memiliki karakteristik atau ciri khas
tersendiri yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain. Dalam mengelola kemajemukan
masyarakat, Indonesia memiliki pengalaman sejarah yang cukup panjang bila dibandingkan
dengan bangsa-bangsa lain. Negara Barat relatif masih baru mewacanakan hal ini, sebelum
dikenal apa yang disebut dengan multikulturalisme di Barat, jauh berabad-abad yang lalu
bangsa Indonesia sudah memiliki falsafah “Bhinneka Tunggal Ika”. Sejarah juga
membuktikan bahwa semakin banyak suatu bangsa menerima warisan kemajemukan, maka
semakin toleran bangsa tersebut terhadap kehadiran “yang lain”.
Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan negara yang menjadi navigator bahwa bangsa
Indonesia beragam, tetapi tetap satu dalam bingkai NKRI. Itu adalah fakta sejarah yang tak
bisa kita hindari. Karena itu sebagai bangsa yang beragam yang bersatu dalam bingkai NKRI,
semboyan Bhinneka Tunggal Ika perlu menjadi kesadaran kita bersama dalam rangka
mewujudkan Indonesia yang saling menghargai dan hidup dalam perdamaian.
Ditetapkannya Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara menggambarkan adanya
kesadaran historis akan realitas kultural masyarakat Indonesia. Di dalamnya terkandung nilai,
mitologi beserta harapan yang berguna dalam mewujudkan persatuan bangsa. Sementara,
persatuan bangsa merupakan prasyarat utama bagi terwujudnya tujuan-tujuan lebih luhur,
seperti terciptanya keadilan sosial dan kesejahteraan umum. Pada pembahasan kali ini, sang
penulis ingin membahas mengenai Bhinneka Tunggal Ika sebagai local wisdom bangsa
Indonesia.

B. Pokok Permasalahan
Sang penulis telah merangkum berbagai permasalahan yang ada sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah munculnya semboyan Bhinneka Tunggal Ika ?
2. Apakah arti, fungsi dan tujuan dari Bhinneka Tunggal Ika ?
3. Apakah yang dimaksud dengan local wisdom ?
4. Bagaimanakah penerapan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan ?

C. Tujuan Pembahasan
Diantara tujuan yang terdapat di dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui sejarah munculnya semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

1
2

2. Mengetahui arti, fungsi dan tujuan dari Bhinneka Tunggal Ika.


3. Mengetahui pengertian dari local wisdom.
4. Mengetahui penerapan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan.

D. Metodologi Penelitian
Dalam melakukan penelitian terdapat metodologi penelitian yang digunakan untuk
mendapat informasi yang benar-benar dimengerti dan hasilnya sesuai dengan hasil yang
diharapkan serta mendapatkan hasil karya ilmiah yang berkualitas dalam penyusunan
laporan, maka penyusun menggunakan metode berupa “Studi Literatur” yaitu menjadikan
buku-buku sebagai rujukan dasar dalam pembahasan pancasila sebagai ideologi berbangsa
dan bernegara.
3
Bab II
Pembahasan

A. Sejarah Bhinneka Tunggal Ika


Bunyi lengkap dari ungkapan Bhinneka Tunggal Ika dapat ditemukan dalam Kitab
Sutasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular pada abad XIV di masa Kerajaan Majapahit. Dalam
kitab tersebut Mpu Tantular menulis “Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa, Bhinnêki
rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa” (Bahwa agama Buddha dan Siwa (Hindu)
merupakan zat yang berbeda, tetapi nilai-nilai kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah
tunggal. Terpecah belah, tetapi satu jua, artinya tak ada dharma yang mendua). Nama Mpu
Tantular sendiri terdiri dari tan (tidak) dan tular (terpangaruh), dengan demikian, Mpu
Tantular adalah seorang Mpu (cendekiawan, pemikir) yang berpendirian teguh, tidak mudah
terpengaruh oleh siapa pun).
Ungkapan dalam bahasa Jawa Kuno tersebut, secara harfiah mengandung arti bhinneka
(beragam), tunggal (satu), ika (itu) yaitu beragam satu itu. Doktrin yang bercorak teologis ini
semula dimaksudkan agar antara agama Buddha (Jina) dan agama Hindu (Siwa) dapat hidup
berdampingan dengan damai dan harmonis, sebab hakikat kebenaran yang terkandung dalam
ajaran keduanya adalah tunggal (satu). Mpu Tantular sendiri adalah penganut Buddha
Tantrayana, tetapi merasa aman hidup dalam kerajaan Majapahit yang lebih bercorak Hindu.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika mulai menjadi pembicaraan terbatas antara Muhammad
Yamin, Bung Karno, I Gusti Bagus Sugriwa dalam sidang-sidang BPUPKI sekitar dua
setengah bulan sebelum Proklamasi (Kusuma R.M. A.B, 2004). Bahkan Bung Hatta sendiri
mengatakan bahwa Bhinneka Tunggal Ika adalah ciptaan Bung Karno setelah Indonesia
merdeka. Setelah beberapa tahun kemudian ketika merancang Lambang Negara Republik
Indonesia dalam bentuk Garuda Pancasila, semboyan Bhinneka Tunggal Ika dimasukkan ke
dalamnya.
Secara resmi lambang tersebut dipakai dalam Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat
yang dipimpin Bung Hatta pada 11 Februari 1950 berdasarkan rancangan yang dibuat oleh
Sultan Hamid II (1913-1978). Dalam sidang tersebut muncul beberapa usulan rancangan
lambang negara, kemudian yang dipilih adalah usulan yang dibuat Sultan Hamid II dan
Muhammad Yamin, dan rancangan dari Sultan Hamid yang kemudian ditetapkan.
Terkait dengan semboyan yang ditulis Mpu Tantular, dapat diketahui bahwa wawasan
pemikiran pujangga besar yang hidup di zaman kejayaan Majapahit ini, terbukti telah
melompat jauh ke depan. Nyatanya, semboyan tersebut hingga sekarang masih relevan
terhadap perkembangan bangsa, negara dan bahkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang pesat di era global. Dan Kekawin Sutasoma yang semula dipersembahkan
kepada Raja Rajasanagara (Hayam Wuruk) adalah hasil perenungan dan kristalisasi
pemikiran yang panjang, setidaknya membutuhkan waktu satu dasawarsa (sepuluh tahun)
sedangkan Kekawin maksudnya adalah pembacaan ayat-ayat suci dalam agama Hindu-

4
5

Budha. Kitab yang ditulis [Mpu Tantular] sekitar 1350-an, tujuh abad yang silam, ternyata di
antara isi pesannya bergulir dalam proses membingkai negara baru Indonesia.
Dalam proses perumusan konstitusi Indonesia, jasa Muh.Yamin harus dicatat sebagai
tokoh yang pertama kali mengusulkan kepada Bung Karno agar Bhinneka Tunggal Ika
dijadikan semboyan sesanti negara. Muh. Yamin sebagai tokoh kebudayaan dan bahasa
memang dikenal sudah lama bersentuhan dengan segala hal yang berkenaan dengan
kebesaran Majapahit (Prabaswara, I Made, 2003). Konon, di sela-sela Sidang BPUPKI antara
Mei-Juni 1945, Muh. Yamin menyebut-nyebut ungkapan Bhinneka Tunggal Ika itu sendirian.
Namun I Gusti Bagus Sugriwa (temannya dari Buleleng) yang duduk di sampingnya
sontak menyambut sambungan ungkapan itu dengan “tan hana dharma mangrwa.”
Sambungan spontan ini di samping menyenangkan Yamin, sekaligus menunjukkan bahwa di
Bali ungkapan Bhinneka Tunggal Ika itu masih hidup dan dipelajari orang (Prabaswara, I
Made, 2003). Meskipun Kitab Sutasoma ditulis oleh seorang sastrawan Buddha, pengaruhnya
cukup besar di lingkungan masyarakat intelektual Hindu Bali.
Para pendiri bangsa Indonesia yang sebagian besar beragama Islam tampaknya cukup
toleran untuk menerima warisan Mpu Tantular tersebut. Sikap toleran ini merupakan watak
dasar suku-suku bangsa di Indonesia yang telah mengenal beragam agama, berlapis-lapis
kepercayaan dan tradisi, jauh sebelum Islam datang ke Nusantara. Sekalipun dengan
runtuhnya Kerajaan Majapahit abad XV, pengaruh Hindu-Budha secara politik sudah sangat
melemah, secara kultural pengaruh tersebut tetap lestari sampai hari ini.

B. Arti, Fungsi dan Tujuan Bhinneka Tunggal Ika


Bangsa Indonesia sudah berabad-abad hidup dalam kebersamaan dengan keberagaman dan
perbedaan. Perbedaan warna kulit, bahasa, adat istiadat, agama, dan berbagai perbedaan
lainya. Perbedaan tersebut dijadikan para leluhur sebagai modal untuk membangun bangsa ini
menjadi sebuah bangsa yang besar. Sejarah mencatat bahwa seluruh anak bangsa yang
berasal dari berbagai suku semua terlibat dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Semua ikut berjuang dengan mengambil peran masing-masing.
Bhinneka Tunggal Ika mengandung arti “berbeda-beda tetapi satu jua”. Istilah ini berasal
dari buku Sutasoma karangan Empu Tantular. Pengertian Bhineka Tunggal Ika ini
menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki banyak suku, agama, ras, kesenian, adat,
bahasa, dan lain sebagainya, namun tetap satu kesatuan yang sebangsa dan setanah air.
Dipersatukan dengan bendera, lagu kebangsaan, mata uang, bahasa dan lain-lain yang sama.
Kata-kata Bhinneka Tunggal Ika, terdapat pada lambang negara Republik Indo-nesia yaitu
Burung Garuda. Di kaki Burung Garuda, Pancasila mencengkram sebuah pita yang
bertuliskan “Bhinneka Tunggal Ika”.
Bhinneka Tunggal Ika berfungsi sebagai motto negara, yang diangkat dari penggalan
kakawin Sutasoma karya besar Mpu Tantular pada jaman Keprabonan Majapahit (abad 14).
Sesanti atau semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh Mpu Tantular,
pujangga agung kerajaan Majapahit yang hidup pada masa pemerintahan Raja Hayamwuruk,
di abad ke empatbelas (1350-1389). Sesanti tersebut berbunyi “Bhinna ika tunggal ika, tan
hana dharma mangrwa,” yang artinya, “berbeda-beda itu, satu itu, tak ada pengabdian yang
mendua.” Semboyan yang kemudian dijadikan prinsip dalam peme-rintahan kerajaan
6

Majapahit untuk mengantisipasi adanya keanekaragaman agama yang dipeluk oleh rakyat
Majapahit pada waktu itu. Meskipun mereka berbeda agama tetapi mereka tetap satu dalam
pengabdian.
Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah pertama kali semboyan Bhinneka Tunggal Ika
yang diungkap oleh Empu Tan-tular, ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai semboyan
resmi Negara Republik Indonesia dengan Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan
Pemerintah tersebut menentukan bahwa sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika
ditetapkan sebagai semboyan yang terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia,
“Garuda Pancasila.” Kata “bhinna ika,” kemudian dirangkai menjadi satu kata “bhinneka”.
Pada perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai
semboyan resmi yang terdapat dalam Lambang Negara, dan tercantum dalam pasal 36A
UUD 1945.
Setalah dijadikan semboyan dalam lambang negara, secara harfiah bhinneka tunggal ika
diartikan sebagai “bercerai berai tetapi satu”. Semboyan ini digunakan sebagai ilustrasi dari
jati diri bangsa Indonesia yang secara natural dan sosial-kultural dibangun diatas
keanekaragaman.
Kemajemukan bangsa Indonesia disadari sebagai hal yang menjadikan bangsa ini unik,
karena terdiri dari berbagai suku dan bahasa, dengan keanekaragaman budaya. Kemaje-
mukan itu bisa berpotensi disintegrasi jika antara satu dan lain tidak merasa sebagai bagian
dari entitas bernama Indonesia. Oleh karena itu Bhinneka Tunggal Ika menjadi semboyan
bangsa Indonesia, untuk menyadarkan bahwa kita memiliki keanekaragaman, namun
kesemuanya satu, suatu tekad yang telah dicanangkan sejak Sumpah Pemuda. Tanpanya,
setiap daerah, setiap entitas etnis, suku, dan kelompok akan merasa dapat berdiri sendiri tanpa
suatu wadah negara Indonesia.
Dalam kalimat Bhinneka Tunggal Ika ada dua unsur yang saling silang terkait satu sama
lain, yakni keragaman dan kesatuan. Keberagaman menunjuk pada realitas sosio-kultural
masyarakat Indonesia yang terdiri dari aneka macam suku, ras, agama, bahasa, budaya dan
lain-lain. Realitas itu tak dapat ditolak atau diingkari karena merupakan anugerah Tuhan. Ia
hanya bisa diterima, diakui serta disyukuri sebagai suatu pemberian, berkah (given). Siapa
pun tak akan bisa lari dari kenyataan tersebut. Ia merupakan sunnatullah (keniscayaan) yang
berlaku bagi semua mahluk hidup di bumi.
Sementara itu, unsur kesatuan merujuk pada cita-cita kehidupan. Disebut cita-cita karena
pada dasarnya manusia berbeda-beda, terpecah ke dalam individu-individu, komunitas-
komunitas beserta suku-suku dengan kehendak masing-masing. Namun, karena kehendak itu
tak dapat diwujudkan tanpa individu atau komunitas lain, maka kerja sama dalam bingkai
kesatuan dan persatuan dibutuhkan. Kesatuan dan persatuan mesti dibangun untuk
merealisasikan tujuan yang lebih mendasar. Dan dalam konteks negara, kesatuan itu
menjelma dalam persatuan nasional Negara Republik Indonesia (NKRI).
Keberagaman dicirikan oleh perbedaan, sedangkan kesatuan dicirikan oleh persamaan.
Hubungan antara perbedaan dan persamaan saling menegasi (menidakkan) sekaligus
mengafirmasi (menguatkan). Pada satu sisi, berbeda berarti tidak sama dan sama berarti tidak
beda. Tapi pada sisi lain, adanya perbedaan justru meneguhkan adanya persamaan. Perbedaan
ada karena adanya persamaan. Begitu pula persamaan dikatakan ada karena adanya
7

perbedaan. Melalui hubungan yang demikian, maka sebenarnya upaya menyatukan


perbedaan dan persamaan tidaklah mudah. Keduanya akan selalu berada dalam ketegangan
terus menerus.

C. Pengertian Local Wisdom


1. Arti dari Local Wisdom
Local Wisdom (kearifan lokal) adalah identitas atau kepribadian budaya sebuah bangsa
yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap, bahkan mengolah kebudayaan yang
berasal dari luar/bangsa lain menjadi watak dan kemampuan sendiri. Identitas dan
Kepribadian tersebut tentunya menyesuaikan dengan pandangan hidup masyarakat sekitar
agar tidak terjadi pergesaran nilai-nilai. Kearifan lokal adalah salah satu sarana dalam
mengolah kebudayaan dan mempertahankan diri dari kebudayaan asing yang tidak baik.
Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi
kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab
berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dalam bahasa asing sering juga
dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat local wisdom atau pengetahuan setempat “local
knowledge” atau kecerdasan setempat local genious Fajarini (2014:123). Berbagai strategi
dilakukan oleh masyarakat setempat untuk menjaga kebudayaannya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Alfian (2013: 428) Kearifan lokal diartikan sebagai
pandangan hidup dan pengetahuan serta sebagai strategi kehidupan yang berwujud aktifitas
yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam memenuhi kebutuhan mereka. Berdasarkan
pendapat Alfian itu dapat diartikan bahwa kearifan lokal merupakan adat dan kebiasan yang
telah mentradisi dilakukan oleh sekelompok masyarakat secara turun temurun yang hingga
saat ini masih dipertahankan keberadaannya oleh masyarakat hukum adat tertentu di daerah
tertentu. Berdasarkan pengertian di atas dapat diartikan bahwa local wisdom (kearifan lokal)
dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat local yang bersifat bijaksana, penuh
kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Selanjutnya Istiawati (2016:5) berpandangan bahwa kearifan lokal merupakan cara orang
bersikap dan bertindak dalam menanggapi perubahan dalam lingkungan fisik dan budaya.
Suatu gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara
terus-menerus dalam kesadaran masyarakat dari yang sifatnya berkaitan dengan kehidupan
yang sakral sampai dengan yang profan (bagian keseharian dari hidup dan sifatnya biasa-
biasa saja). Kearifan lokal atau local wisdom dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan
setempat local yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan
diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Kearifan lokal menurut (Ratna,2011:94) adalah semen pengikat dalam bentuk kebudayaan
yang sudah ada sehingga didasari keberadaan. Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai
suatu budaya yang diciptakan oleh aktor-aktor lokal melalui proses yang berulang-ulang,
melalui internalisasi dan interpretasi ajaran agama dan budaya yang disosialisasikan dalam
bentuk norma-norma dan dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat.
8

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti dapat mengambil benang merah bahwa
kearifan lokal merupakan gagasan yang timbul dan berkembang secara terus-menerus di
dalam sebuah masyarakat berupa adat istiadat, tata aturan/norma, budaya, bahasa,
kepercayaan, dan kebiasaan sehari-hari.
2. Ciri-Ciri Local Wisdom
Local Wisdom (kearifan local) memiliki beberapa karakteristik, yaitu :

1. Mempunyai kemampuan untuk mengendalikan


Kearifan lokal yang didasari dengan kebijaksanaan yang menjadi kesepakatan bersama
masyarakat di wilayah tertentu, pada pelaksanannya mempunyai kemampuan untuk
mengendalikan suatu budaya lokal yang berkembang sebagai keunggulan yang melekat.

2. Menjadi pertahanan terhadap pengaruh budaya luar


Kearifan lokal dengan aspek-aspek pemeran lokal menjadi landasan kuat dalam
mempertahankan budaya lokal yang berkembang, sehingga menjadi penyaring
berkembangnya pengaruh budaya dari luar, agar tetap bersifat fleksibel namun tidak
sembarang menyerap pengaruh budaya luar.

3. Mempunyai kemampuan mengakomodasi terhadap budaya luar


Kearifan lokal senantisa memiliki sifat fleksibel terhadap perubahan secara signifikan
mempunyai kemampuan dalam mengakomodasi pengaruh budaya luar, yang kemudian
memberi akses kemudahan terhadap masuknya budaya luar.

4. Mempunyai kemampuan dalam mengarahkan perkembangan budaya


Kearifan lokal yang terkonstruksikan dengan kebijaksanaan maupun kecerdasan lokal di
suatu wilayah, memiliki karakteristik yaitu kemampuan dalam mengarahkan perkembangan
budaya yang mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang semakin modern.

5. Mempunyai kemampuan memadukan budaya asli dengan budaya luar


Kearifan lokal dengan kebijakasanaan lokal yang melekat, dengan kemampuan memberi
akses kemudahan terhadap masuknya budaya luar, yang kemudian terjadinya perpaduan
budaya antara budaya masyarakat setempat asli dengan budaya luar yang masuk.

3. Fungsi Local Wisdom


Terdapat beberapa fungsi Local Wisdom (kearifan lokal), yaitu sebagai berikut:

1. Sebagai sarana konservasi dan pelesterian sumber daya alam


Prihal manfaat ini, adanya kearifan lokal secara mendasar merupakan produk budaya masa
lalu yang secara terus-menerus dijadikan pedoman dalam kehidupan, meskipun bernilai lokal
tetapi nilai yang terkandung didalamnya dianggap universal yang umumnya dipergunakan
dalam menciptakan pelestarian sumber daya alam.

2. Sebagai sarana mengembangkan kebudayaan serta ilmu pengetahuan


Kearifan lokal di berbeda- beda dalam dimensi wilayah dan waktu tertentu. Perbedaan
kearifan lokal di masing- masing wilayah disebabkan oleh tantangan kondisi alam dan
beragamnya kebutuhan hidup, sehingga pengalaman dalam tujuan pemenuhan kebutuhan,
9

akan memunculkan berbagai sistem pengetahuan, baik lingkungan alam maupun sosial.
Namun, yang pasti, kegunaannya tak lain ialah mengembangkan kebudayaan atas ilmu
pengetahuan.

3. Sebagai petuah, kepercayaan, sastra, dan pantangan


Kearifan lokal secara mendasar bersifat dinamis, dapat menyesuaiakan dengan perubahan
zaman. Jadi dalam hal ini kearifan lokal dapat mengalami perubahan yang signifikan
tergantung dari tekanan dan ikatan sosial budaya yang berkembang di masyarakat yang
kadangkala dianggap sebagai tuntunan, kepercayaan, dan pantangan.

4. Sebagai sarana integrasi sosial


Kearifan lokal menjadi pengetahuan yang diciptakan oleh masyarakat lokal tertentu,
kemudian dikembangkan melalui sekumpulan pengalaman dan diintegrasikan dengan
pemahaman terhadap arti kebudayaan dan kondisi alam suatu wilayah.

Kearifan lokal dalam hal ini menjadi bagian integrasi sosial budaya yang diciptakan oleh
pemeran- pemeran lokal melalui proses yang berulang-ulang, dengan mempergunakan makna
internalisasi dan interpretasi ajaran agama serta budaya yang disosialisasikan dalam
bentuk norma-norma sosial, kemudian dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari bagi
masyarakat setempat.

5. Sebagai sarana perwujudan etika dan moral


Prihal ini adanya kearifan lokal tercipta sebagai suatu keunggulan pada aspek budaya
masyarakat setempat, yang berkaitan dengan kondisi geografis dalam perwujutan etika dan
moral. Sehingga kearifan lokal dalam perkembangannya secara terus-menerus dijadikan
pedoman dalam kehidupan.

Di dalam kehidupan, kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang
tidak dapat dipisahkan. Kearifan lokal (local wisdom) biasanya diwariskan secara turun
temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut. Kearifan lokal
dapat dijumpai dalam berbagai bentuk kebudayaan yang berkembang, baik yang tertulis
maupun tidak tertulis, yang meliputi  cerita rakyat, peribahasa, lagu, dan permainan rakyat.

D. Penerapan Bhinneka Tunggal Ika Dalam Kehidupan


Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki beragam suku bangsa, budaya, ras,
kepercayaan, bahasa, dan lain sebagainya. Dengan kondisi yang demikian Indonesia memiliki
predikat sebagai negara multikulturalisme terbesar di dunia. Dengan khasanah budaya yang
beragam Indonesia dapat menyatukan perbedaan tersebut melalui semboyan “Bhinneka
Tunggal Ika”, yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

Hubungan-hubungan antar kebudayaan tersebut dapat berjalan terjalin dalam bingkai


“Bhinneka Tunggal Ika”, dimana bisa kita maknai bahwa konteks keanekaragamannya bukan
hanya mengacu kepada keanekaragaman kelompok suku bangsa semata namun kepada
konteks kebudayaan. Didasari pula bahwa dengan jumlah kelompok suku bangsa kurang
lebih 700 suku bangsa di seluruh nusantara, dengan berbagai tipe kelompok masyarakat yang
beragam, serta keragaman agamanya, pakaian adat, rumah adat kesenian adat bahkan
makanan yang dimakan pun beraneka ragam. Kebudayaan yang beraneka ragam itu
mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia itu sendiri, menjadi pedoman bagi mereka.
10

Tiap daerah mempunyai kebudayaannya masing-masing, mempunyai kebijakan dan kearifan


yang berbeda-beda.

Bhinneka Tunggal Ika adalah identitas sosio-kultural Indonesia, yang menjadi salah satu
dasar negara Indonesia terbentuk. Ia adalah perangkat nilai atau imajinasi yang menjadi
perekat nasional, sekaligus refrensi ideal yang seharusnya dipelihara dan diperjuangkan
dalam bidang sosial, politik, hukum, dan budaya.

Tujuan  dari Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yaittu mempersatukan bangsa Indonesia,
mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, meminimalisir konflik atas
kepentingan pribadi atau kelompok, serta menciptakan negara yang aman, tentram dan damai.

Penerapan Bhinneka Tunggal Ika dapat di implementasikan melalui toleransi dan rasa
kemanusiaan dalam kehidupan bernegara. Pemahaman Bhinneka Tunggal Ika membuat kita
menjalankan sikap saling menghargai, memahami perbedaan, tenggang rasa, dan serta tidak
melakukan diskriminasi atau membeda bedakan seseorang berdasarkan status dalam
kehidupan sehari hari karena hal ini dapat mempererat tali persaudaraan.

Nilai Dasar Wawasan Kebangsaan dalam Bhinneka Tunggal Ika:

a. Demokrasi

Indonesia dikonsepsikan dan dibangun sebagai multicultural nation-state dalam konteks


negara-kebangsaan Indonesia modern, bukan 93 sebagai monocultural nation-state. Hal itu
dapat dicermati dari dinamika praksis kehidupan bernegara Indonesia sejak Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 sampai saat ini dengan mengacu pada konstitusi
yang pernah dan sedang berlaku, yakni UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUDS 1950,
serta praksis kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang menjadi dampak langsung dan
dampak pengiring dari berlakunya setiap konstitusi serta dampak perkembangan internasional
pada setiap jamannya itu. Demokrasi adalah nilai dasar yang tercermin dari bhinneka tunggal
ika. Cita-cita, nilai, dan konsep demokrasi, yang secara substantif dan prosedural menghargai
persamaan dalam perbeda-an dan persatuan dalam keberagaman, secara formal konstitusional
dianut oleh ketiga konstitusi tersebut.

b. Persatuan Nasional

Untuk mewadahi multikulturalisme yang ada Secara instrumental dalam ketiga konstitusi
tersebut juga telah digariskan adanya sejumlah perangkat demokrasi seperti lembaga
perwakilan rakyat, pemilihan umum yang bersifat umum, langsung, bebas dan rahasia untuk
mengisi lembaga perwakilan rakyat; partisipasi politik rakyat melalui partai politik;
kepemimpinan nasional dengan sistem presidentil atau parlementer, perlin-dungan terhadap
hak azasi manusia; sistem desentralisasi dalam wadah negara kesatuan (UUD 45 dan UUDS
50) atau sistem negara federal (KRIS 49); pembagian kekuasaan legislatif, ekse-kutif, dan
yudikatif; orientasi pada keadilan dan kesejahteraan rakyat; dan demokrasi yang ber-
Ketuhanan Yang Maha Esa.

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika mengandung rasa kebangsaan yang sangat dalam,
terutama semboyan ini tidak dapat dipisahkan dari Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia, dan
Dasar Negara Pancasila. Hal ini sesuai dengan komponen yang terdapat dalam Lambang
11

Negara Indonesia. Bhinneka tunggal ika sebagai Lambang Negara dapat digali nilai wawasan
kebangsaannya sebagai berikut :

1) Burung Garuda, disamping menggam-barkan tenaga pembangunan yang kokoh dan


kuat, juga melambangkan tanggal kemerdekaan bangsa Indonesia yang digambarkan oleh
bulu-bulu yang terdapat pada Burung Garuda tersebut. Jumlah bulu sayap sebanyak 17 di tiap
sayapnya melambangkan tanggal 17, jumlah bulu pada ekor sebanyak 8 melambangkan bulan
8, jumlah bulu dibawah perisai sebanyak 19, sedang jumlah bulu pada leher sebanyak 45.
Dengan demikian jumlah bulu-bulu burung garuda tersebut melambangkan tanggal hari
kemerdekaan bangsa Indonesia, yakni 17 Agustus 1945.

2) Perisai, yang tergantung di leher garuda menggambarkan Negara Indonesia yang


terletak di garis khalustiwa, dilambangkan dengan garis hitam horizontal yang membagi
perisai, sedang lima segmen menggambarkan sila-sila Pancasila.

3) Lima sila yang terdapat dalam perisai adalah: Ketuhanan Yang Maha Esa dilam-
bangkan dengan “bintang bersudut lima” yang terletak di tengah perisai yang
menggambarkan “sinar ilahi”. Rantai yang merupakan rangkaian yang tidak terputus dari
bulatan dan persegi menggambarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, yang sekaligus
melambangkan monodualistik manusia Indonesia. Kebangsaan dilambangkan oleh “pohon
beringin”, sebagai “tempat berlindung”. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawa-rakatan/perwakilandilambangkan dengan banteng yang
menggambarkan “kekuatan” dan “kedaulatan rakyat”. Sedangkan Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia dengan kapas dan padi yang menggambarkan “kesejahteraan” dan
“kemakmuran”.

c. Kesadaran Berbangsa dan Bernegara

Adanya kesadaran warga negara terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara lebih
disebabkan oleh beberapa hal penting, yaitu:

1) karena adanya rasa kebangsaan

2) tertanamnya faham kebangsaan

3) tingginya semangat kebangsaan

4) kuatnya wawasan kebangsaan.

Keempat aspek ini memiliki kesatuan arti yang utuh, serta memiliki hubungan dan
kesamaan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya. Karena adanya rasa
kebangsaan juga akan menanamkan faham kebangsaan, dan terta-namnya faham kebangsaan
akan memper-tinggi semangat kebangsaan, sementara tingginya semangat kebangsaan juga
akan memperkuat wawasan kebangsaan, dan pada gilirannya kuatnya wawasan kebangsaan
juga akan meningkatkan semangat nasionalisme yang tinggi.

Adapun Bhinneka Tunggal Ika mengandung arti “berbeda-beda tetapi satu jua”. Istilah ini
berasal dari buku Sutasoma karangan Empu Tantular. Pengertian Bhineka Tunggal Ika ini
menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki banyak suku, agama, ras, kesenian, adat,
bahasa, dan lain sebagainya, namun tetap satu kesatuan yang sebangsa dan setanah air.
12

Dipersatukan dengan bendera, lagu kebangsaan, mata uang, bahasa dan lain-lain yang sama.
Kata-kata Bhinneka Tunggal Ika, terdapat pada lambang negara Republik Indonesia yaitu
Burung Garuda. Di kaki Burung Garuda, Pancasila mencengkram sebuah pita yang
bertuliskan “Bhinneka Tunggal Ika”. Pada perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhinneka
Tunggal Ika dikukuhkan sebagai semboyan resmi yang terdapat dalam Lambang Negara, dan
tercantum dalam pasal 36a UUD 1945.

Lambang Negara terdiri atas tiga bagian, yaitu:

1. Burung Garuda yang menengok dengan kepalanya lurus ke sebelah kanannya

2. Perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda

3. Semboyan yang ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Di atas pita tertulis
dengan huruf Latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa Kuno yang berbunyi : BHINNEKA
TUNGGAL IKA.
13
Bab IV
Kesimpulan

Bunyi lengkap dari ungkapan Bhinneka Tunggal Ika dapat ditemukan dalam Kitab
Sutasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular pada abad XIV di masa Kerajaan Majapahit. Dalam
kitab tersebut Mpu Tantular menulis “Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa, Bhinnêki
rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa” (Bahwa agama Buddha dan Siwa (Hindu)
merupakan zat yang berbeda, tetapi nilai-nilai kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah
tunggal. Terpecah belah, tetapi satu jua, artinya tak ada dharma yang mendua). Nama Mpu
Tantular sendiri terdiri dari tan (tidak) dan tular (terpangaruh), dengan demikian, Mpu
Tantular adalah seorang Mpu (cendekiawan, pemikir) yang berpendirian teguh, tidak mudah
terpengaruh oleh siapa pun).
Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah pertama kali semboyan Bhinneka Tunggal Ika
yang diungkap oleh Empu Tan-tular, ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai semboyan
resmi Negara Republik Indonesia dengan Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan
Pemerintah tersebut menentukan bahwa sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika
ditetapkan sebagai semboyan yang terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia,
“Garuda Pancasila.” Kata “bhinna ika,” kemudian dirangkai menjadi satu kata “bhinneka”.
Pada perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai
semboyan resmi yang terdapat dalam Lambang Negara, dan tercantum dalam pasal 36A
UUD 1945.
Setalah dijadikan semboyan dalam lambang negara, secara harfiah bhinneka tunggal ika
diartikan sebagai “bercerai berai tetapi satu”. Semboyan ini digunakan sebagai ilustrasi dari
jati diri bangsa Indonesia yang secara natural dan sosial-kultural dibangun diatas
keanekaragaman.
Local Wisdom (kearifan lokal) adalah identitas atau kepribadian budaya sebuah bangsa
yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap, bahkan mengolah kebudayaan yang
berasal dari luar/bangsa lain menjadi watak dan kemampuan sendiri. Identitas dan
Kepribadian tersebut tentunya menyesuaikan dengan pandangan hidup masyarakat sekitar
agar tidak terjadi pergesaran nilai-nilai. Kearifan lokal adalah salah satu sarana dalam
mengolah kebudayaan dan mempertahankan diri dari kebudayaan asing yang tidak baik.
Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi
kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab
berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dalam bahasa asing sering juga
dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat local wisdom atau pengetahuan setempat “local
knowledge” atau kecerdasan setempat local genious Fajarini (2014:123). Berbagai strategi
dilakukan oleh masyarakat setempat untuk menjaga kebudayaannya.
Terdapat beberapa fungsi Local Wisdom (kearifan lokal), yaitu sebagai berikut:

1. Sebagai sarana konservasi dan pelesterian sumber daya alam

14
15

2. Sebagai sarana mengembangkan kebudayaan serta ilmu pengetahuan


3. Sebagai petuah, kepercayaan, sastra, dan pantangan
4. Sebagai sarana integrasi sosial
5. Sebagai sarana perwujudan etika dan moral
Bhinneka Tunggal Ika adalah identitas sosio-kultural Indonesia, yang menjadi salah satu
dasar negara Indonesia terbentuk. Ia adalah perangkat nilai atau imajinasi yang menjadi
perekat nasional, sekaligus refrensi ideal yang seharusnya dipelihara dan diperjuangkan
dalam bidang sosial, politik, hukum, dan budaya.

Tujuan  dari Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yaittu mempersatukan bangsa Indonesia,
mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, meminimalisir konflik atas
kepentingan pribadi atau kelompok, serta menciptakan negara yang aman, tentram dan damai.

Penerapan Bhinneka Tunggal Ika dapat di implementasikan melalui toleransi dan rasa
kemanusiaan dalam kehidupan bernegara. Pemahaman Bhinneka Tunggal Ika membuat kita
menjalankan sikap saling menghargai, memahami perbedaan, tenggang rasa, dan serta tidak
melakukan diskriminasi atau membeda bedakan seseorang berdasarkan status dalam
kehidupan sehari hari karena hal ini dapat mempererat tali persaudaraan.
Daftar Pustaka

1. Pusat Pengkajian MPR RI. 2014. Bhinneka Tunggal Ika dan Integrasi Nasional. Pusat
Pengkajian MPR RI.

2. Badri Khaeruman & A. Muchtar Ghazali. 2020. 4 Pilar Wawasan Kebangsaan. Bandung.
LP2M UIN Sunan Gunung Djati.

3. Sekretariat Jenderal MPR RI. 2012. Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.
Jakarta. Sekretariat Jenderal MPR RI.

4. https://www.kompasiana.com/zakiyatun14342/60a88728d541df37db525422/penerapan-
bhinneka-tunggal-ika-dalam-kehidupan-sehari-hari

5. Pengertian Kearifan Lokal, Ciri, Fungsi, dan Contohnya | DosenSosiologi.Com

6. Analisislah, Bagaimana Bhinneka Tunggal Ika sebagai kearifan lokal bangsa Indonesia -
Brainly.co.id

16

Anda mungkin juga menyukai