BANGSA INDONESIA
Dosen Pengajar :
H. M. Wazir Tamam, SH
Disusun Oleh :
Rifqi Auliya Saputra
432022312182
Daftar Isi.....................................................................................................................................I
Bab I...........................................................................................................................................1
Pendahuluan...............................................................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................................1
B. Pokok Permasalahan..........................................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan...........................................................................................................1
D. Metodologi Penelitian........................................................................................................2
Bab II..........................................................................................................................................3
Pembahasan................................................................................................................................3
A. Sejarah Bhinneka Tunggal Ika..........................................................................................3
B. Arti, Fungsi dan Tujuan Bhinneka Tunggal Ika................................................................4
C. Pengertian Local Wisdom.................................................................................................6
1. Arti dari Local Wisdom..................................................................................................6
2. Ciri-Ciri Local Wisdom..................................................................................................6
3. Fungsi Local Wisdom.....................................................................................................7
D. Penerapan Bhinneka Tunggal Ika Dalam Kehidupan........................................................8
Bab IV......................................................................................................................................12
Kesimpulan..............................................................................................................................12
Daftar Pustaka..........................................................................................................................14
I
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang memiliki karakteristik atau ciri khas
tersendiri yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain. Dalam mengelola kemajemukan
masyarakat, Indonesia memiliki pengalaman sejarah yang cukup panjang bila dibandingkan
dengan bangsa-bangsa lain. Negara Barat relatif masih baru mewacanakan hal ini, sebelum
dikenal apa yang disebut dengan multikulturalisme di Barat, jauh berabad-abad yang lalu
bangsa Indonesia sudah memiliki falsafah “Bhinneka Tunggal Ika”. Sejarah juga
membuktikan bahwa semakin banyak suatu bangsa menerima warisan kemajemukan, maka
semakin toleran bangsa tersebut terhadap kehadiran “yang lain”.
Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan negara yang menjadi navigator bahwa bangsa
Indonesia beragam, tetapi tetap satu dalam bingkai NKRI. Itu adalah fakta sejarah yang tak
bisa kita hindari. Karena itu sebagai bangsa yang beragam yang bersatu dalam bingkai NKRI,
semboyan Bhinneka Tunggal Ika perlu menjadi kesadaran kita bersama dalam rangka
mewujudkan Indonesia yang saling menghargai dan hidup dalam perdamaian.
Ditetapkannya Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara menggambarkan adanya
kesadaran historis akan realitas kultural masyarakat Indonesia. Di dalamnya terkandung nilai,
mitologi beserta harapan yang berguna dalam mewujudkan persatuan bangsa. Sementara,
persatuan bangsa merupakan prasyarat utama bagi terwujudnya tujuan-tujuan lebih luhur,
seperti terciptanya keadilan sosial dan kesejahteraan umum. Pada pembahasan kali ini, sang
penulis ingin membahas mengenai Bhinneka Tunggal Ika sebagai local wisdom bangsa
Indonesia.
B. Pokok Permasalahan
Sang penulis telah merangkum berbagai permasalahan yang ada sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah munculnya semboyan Bhinneka Tunggal Ika ?
2. Apakah arti, fungsi dan tujuan dari Bhinneka Tunggal Ika ?
3. Apakah yang dimaksud dengan local wisdom ?
4. Bagaimanakah penerapan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan ?
C. Tujuan Pembahasan
Diantara tujuan yang terdapat di dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui sejarah munculnya semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
1
2
D. Metodologi Penelitian
Dalam melakukan penelitian terdapat metodologi penelitian yang digunakan untuk
mendapat informasi yang benar-benar dimengerti dan hasilnya sesuai dengan hasil yang
diharapkan serta mendapatkan hasil karya ilmiah yang berkualitas dalam penyusunan
laporan, maka penyusun menggunakan metode berupa “Studi Literatur” yaitu menjadikan
buku-buku sebagai rujukan dasar dalam pembahasan pancasila sebagai ideologi berbangsa
dan bernegara.
3
Bab II
Pembahasan
4
5
Budha. Kitab yang ditulis [Mpu Tantular] sekitar 1350-an, tujuh abad yang silam, ternyata di
antara isi pesannya bergulir dalam proses membingkai negara baru Indonesia.
Dalam proses perumusan konstitusi Indonesia, jasa Muh.Yamin harus dicatat sebagai
tokoh yang pertama kali mengusulkan kepada Bung Karno agar Bhinneka Tunggal Ika
dijadikan semboyan sesanti negara. Muh. Yamin sebagai tokoh kebudayaan dan bahasa
memang dikenal sudah lama bersentuhan dengan segala hal yang berkenaan dengan
kebesaran Majapahit (Prabaswara, I Made, 2003). Konon, di sela-sela Sidang BPUPKI antara
Mei-Juni 1945, Muh. Yamin menyebut-nyebut ungkapan Bhinneka Tunggal Ika itu sendirian.
Namun I Gusti Bagus Sugriwa (temannya dari Buleleng) yang duduk di sampingnya
sontak menyambut sambungan ungkapan itu dengan “tan hana dharma mangrwa.”
Sambungan spontan ini di samping menyenangkan Yamin, sekaligus menunjukkan bahwa di
Bali ungkapan Bhinneka Tunggal Ika itu masih hidup dan dipelajari orang (Prabaswara, I
Made, 2003). Meskipun Kitab Sutasoma ditulis oleh seorang sastrawan Buddha, pengaruhnya
cukup besar di lingkungan masyarakat intelektual Hindu Bali.
Para pendiri bangsa Indonesia yang sebagian besar beragama Islam tampaknya cukup
toleran untuk menerima warisan Mpu Tantular tersebut. Sikap toleran ini merupakan watak
dasar suku-suku bangsa di Indonesia yang telah mengenal beragam agama, berlapis-lapis
kepercayaan dan tradisi, jauh sebelum Islam datang ke Nusantara. Sekalipun dengan
runtuhnya Kerajaan Majapahit abad XV, pengaruh Hindu-Budha secara politik sudah sangat
melemah, secara kultural pengaruh tersebut tetap lestari sampai hari ini.
Majapahit untuk mengantisipasi adanya keanekaragaman agama yang dipeluk oleh rakyat
Majapahit pada waktu itu. Meskipun mereka berbeda agama tetapi mereka tetap satu dalam
pengabdian.
Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah pertama kali semboyan Bhinneka Tunggal Ika
yang diungkap oleh Empu Tan-tular, ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai semboyan
resmi Negara Republik Indonesia dengan Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan
Pemerintah tersebut menentukan bahwa sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika
ditetapkan sebagai semboyan yang terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia,
“Garuda Pancasila.” Kata “bhinna ika,” kemudian dirangkai menjadi satu kata “bhinneka”.
Pada perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai
semboyan resmi yang terdapat dalam Lambang Negara, dan tercantum dalam pasal 36A
UUD 1945.
Setalah dijadikan semboyan dalam lambang negara, secara harfiah bhinneka tunggal ika
diartikan sebagai “bercerai berai tetapi satu”. Semboyan ini digunakan sebagai ilustrasi dari
jati diri bangsa Indonesia yang secara natural dan sosial-kultural dibangun diatas
keanekaragaman.
Kemajemukan bangsa Indonesia disadari sebagai hal yang menjadikan bangsa ini unik,
karena terdiri dari berbagai suku dan bahasa, dengan keanekaragaman budaya. Kemaje-
mukan itu bisa berpotensi disintegrasi jika antara satu dan lain tidak merasa sebagai bagian
dari entitas bernama Indonesia. Oleh karena itu Bhinneka Tunggal Ika menjadi semboyan
bangsa Indonesia, untuk menyadarkan bahwa kita memiliki keanekaragaman, namun
kesemuanya satu, suatu tekad yang telah dicanangkan sejak Sumpah Pemuda. Tanpanya,
setiap daerah, setiap entitas etnis, suku, dan kelompok akan merasa dapat berdiri sendiri tanpa
suatu wadah negara Indonesia.
Dalam kalimat Bhinneka Tunggal Ika ada dua unsur yang saling silang terkait satu sama
lain, yakni keragaman dan kesatuan. Keberagaman menunjuk pada realitas sosio-kultural
masyarakat Indonesia yang terdiri dari aneka macam suku, ras, agama, bahasa, budaya dan
lain-lain. Realitas itu tak dapat ditolak atau diingkari karena merupakan anugerah Tuhan. Ia
hanya bisa diterima, diakui serta disyukuri sebagai suatu pemberian, berkah (given). Siapa
pun tak akan bisa lari dari kenyataan tersebut. Ia merupakan sunnatullah (keniscayaan) yang
berlaku bagi semua mahluk hidup di bumi.
Sementara itu, unsur kesatuan merujuk pada cita-cita kehidupan. Disebut cita-cita karena
pada dasarnya manusia berbeda-beda, terpecah ke dalam individu-individu, komunitas-
komunitas beserta suku-suku dengan kehendak masing-masing. Namun, karena kehendak itu
tak dapat diwujudkan tanpa individu atau komunitas lain, maka kerja sama dalam bingkai
kesatuan dan persatuan dibutuhkan. Kesatuan dan persatuan mesti dibangun untuk
merealisasikan tujuan yang lebih mendasar. Dan dalam konteks negara, kesatuan itu
menjelma dalam persatuan nasional Negara Republik Indonesia (NKRI).
Keberagaman dicirikan oleh perbedaan, sedangkan kesatuan dicirikan oleh persamaan.
Hubungan antara perbedaan dan persamaan saling menegasi (menidakkan) sekaligus
mengafirmasi (menguatkan). Pada satu sisi, berbeda berarti tidak sama dan sama berarti tidak
beda. Tapi pada sisi lain, adanya perbedaan justru meneguhkan adanya persamaan. Perbedaan
ada karena adanya persamaan. Begitu pula persamaan dikatakan ada karena adanya
7
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti dapat mengambil benang merah bahwa
kearifan lokal merupakan gagasan yang timbul dan berkembang secara terus-menerus di
dalam sebuah masyarakat berupa adat istiadat, tata aturan/norma, budaya, bahasa,
kepercayaan, dan kebiasaan sehari-hari.
2. Ciri-Ciri Local Wisdom
Local Wisdom (kearifan local) memiliki beberapa karakteristik, yaitu :
akan memunculkan berbagai sistem pengetahuan, baik lingkungan alam maupun sosial.
Namun, yang pasti, kegunaannya tak lain ialah mengembangkan kebudayaan atas ilmu
pengetahuan.
Kearifan lokal dalam hal ini menjadi bagian integrasi sosial budaya yang diciptakan oleh
pemeran- pemeran lokal melalui proses yang berulang-ulang, dengan mempergunakan makna
internalisasi dan interpretasi ajaran agama serta budaya yang disosialisasikan dalam
bentuk norma-norma sosial, kemudian dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari bagi
masyarakat setempat.
Di dalam kehidupan, kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang
tidak dapat dipisahkan. Kearifan lokal (local wisdom) biasanya diwariskan secara turun
temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut. Kearifan lokal
dapat dijumpai dalam berbagai bentuk kebudayaan yang berkembang, baik yang tertulis
maupun tidak tertulis, yang meliputi cerita rakyat, peribahasa, lagu, dan permainan rakyat.
Bhinneka Tunggal Ika adalah identitas sosio-kultural Indonesia, yang menjadi salah satu
dasar negara Indonesia terbentuk. Ia adalah perangkat nilai atau imajinasi yang menjadi
perekat nasional, sekaligus refrensi ideal yang seharusnya dipelihara dan diperjuangkan
dalam bidang sosial, politik, hukum, dan budaya.
Tujuan dari Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yaittu mempersatukan bangsa Indonesia,
mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, meminimalisir konflik atas
kepentingan pribadi atau kelompok, serta menciptakan negara yang aman, tentram dan damai.
Penerapan Bhinneka Tunggal Ika dapat di implementasikan melalui toleransi dan rasa
kemanusiaan dalam kehidupan bernegara. Pemahaman Bhinneka Tunggal Ika membuat kita
menjalankan sikap saling menghargai, memahami perbedaan, tenggang rasa, dan serta tidak
melakukan diskriminasi atau membeda bedakan seseorang berdasarkan status dalam
kehidupan sehari hari karena hal ini dapat mempererat tali persaudaraan.
a. Demokrasi
b. Persatuan Nasional
Untuk mewadahi multikulturalisme yang ada Secara instrumental dalam ketiga konstitusi
tersebut juga telah digariskan adanya sejumlah perangkat demokrasi seperti lembaga
perwakilan rakyat, pemilihan umum yang bersifat umum, langsung, bebas dan rahasia untuk
mengisi lembaga perwakilan rakyat; partisipasi politik rakyat melalui partai politik;
kepemimpinan nasional dengan sistem presidentil atau parlementer, perlin-dungan terhadap
hak azasi manusia; sistem desentralisasi dalam wadah negara kesatuan (UUD 45 dan UUDS
50) atau sistem negara federal (KRIS 49); pembagian kekuasaan legislatif, ekse-kutif, dan
yudikatif; orientasi pada keadilan dan kesejahteraan rakyat; dan demokrasi yang ber-
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika mengandung rasa kebangsaan yang sangat dalam,
terutama semboyan ini tidak dapat dipisahkan dari Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia, dan
Dasar Negara Pancasila. Hal ini sesuai dengan komponen yang terdapat dalam Lambang
11
Negara Indonesia. Bhinneka tunggal ika sebagai Lambang Negara dapat digali nilai wawasan
kebangsaannya sebagai berikut :
3) Lima sila yang terdapat dalam perisai adalah: Ketuhanan Yang Maha Esa dilam-
bangkan dengan “bintang bersudut lima” yang terletak di tengah perisai yang
menggambarkan “sinar ilahi”. Rantai yang merupakan rangkaian yang tidak terputus dari
bulatan dan persegi menggambarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, yang sekaligus
melambangkan monodualistik manusia Indonesia. Kebangsaan dilambangkan oleh “pohon
beringin”, sebagai “tempat berlindung”. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawa-rakatan/perwakilandilambangkan dengan banteng yang
menggambarkan “kekuatan” dan “kedaulatan rakyat”. Sedangkan Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia dengan kapas dan padi yang menggambarkan “kesejahteraan” dan
“kemakmuran”.
Adanya kesadaran warga negara terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara lebih
disebabkan oleh beberapa hal penting, yaitu:
Keempat aspek ini memiliki kesatuan arti yang utuh, serta memiliki hubungan dan
kesamaan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya. Karena adanya rasa
kebangsaan juga akan menanamkan faham kebangsaan, dan terta-namnya faham kebangsaan
akan memper-tinggi semangat kebangsaan, sementara tingginya semangat kebangsaan juga
akan memperkuat wawasan kebangsaan, dan pada gilirannya kuatnya wawasan kebangsaan
juga akan meningkatkan semangat nasionalisme yang tinggi.
Adapun Bhinneka Tunggal Ika mengandung arti “berbeda-beda tetapi satu jua”. Istilah ini
berasal dari buku Sutasoma karangan Empu Tantular. Pengertian Bhineka Tunggal Ika ini
menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki banyak suku, agama, ras, kesenian, adat,
bahasa, dan lain sebagainya, namun tetap satu kesatuan yang sebangsa dan setanah air.
12
Dipersatukan dengan bendera, lagu kebangsaan, mata uang, bahasa dan lain-lain yang sama.
Kata-kata Bhinneka Tunggal Ika, terdapat pada lambang negara Republik Indonesia yaitu
Burung Garuda. Di kaki Burung Garuda, Pancasila mencengkram sebuah pita yang
bertuliskan “Bhinneka Tunggal Ika”. Pada perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhinneka
Tunggal Ika dikukuhkan sebagai semboyan resmi yang terdapat dalam Lambang Negara, dan
tercantum dalam pasal 36a UUD 1945.
2. Perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda
3. Semboyan yang ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Di atas pita tertulis
dengan huruf Latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa Kuno yang berbunyi : BHINNEKA
TUNGGAL IKA.
13
Bab IV
Kesimpulan
Bunyi lengkap dari ungkapan Bhinneka Tunggal Ika dapat ditemukan dalam Kitab
Sutasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular pada abad XIV di masa Kerajaan Majapahit. Dalam
kitab tersebut Mpu Tantular menulis “Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa, Bhinnêki
rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa” (Bahwa agama Buddha dan Siwa (Hindu)
merupakan zat yang berbeda, tetapi nilai-nilai kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah
tunggal. Terpecah belah, tetapi satu jua, artinya tak ada dharma yang mendua). Nama Mpu
Tantular sendiri terdiri dari tan (tidak) dan tular (terpangaruh), dengan demikian, Mpu
Tantular adalah seorang Mpu (cendekiawan, pemikir) yang berpendirian teguh, tidak mudah
terpengaruh oleh siapa pun).
Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah pertama kali semboyan Bhinneka Tunggal Ika
yang diungkap oleh Empu Tan-tular, ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai semboyan
resmi Negara Republik Indonesia dengan Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan
Pemerintah tersebut menentukan bahwa sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika
ditetapkan sebagai semboyan yang terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia,
“Garuda Pancasila.” Kata “bhinna ika,” kemudian dirangkai menjadi satu kata “bhinneka”.
Pada perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai
semboyan resmi yang terdapat dalam Lambang Negara, dan tercantum dalam pasal 36A
UUD 1945.
Setalah dijadikan semboyan dalam lambang negara, secara harfiah bhinneka tunggal ika
diartikan sebagai “bercerai berai tetapi satu”. Semboyan ini digunakan sebagai ilustrasi dari
jati diri bangsa Indonesia yang secara natural dan sosial-kultural dibangun diatas
keanekaragaman.
Local Wisdom (kearifan lokal) adalah identitas atau kepribadian budaya sebuah bangsa
yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap, bahkan mengolah kebudayaan yang
berasal dari luar/bangsa lain menjadi watak dan kemampuan sendiri. Identitas dan
Kepribadian tersebut tentunya menyesuaikan dengan pandangan hidup masyarakat sekitar
agar tidak terjadi pergesaran nilai-nilai. Kearifan lokal adalah salah satu sarana dalam
mengolah kebudayaan dan mempertahankan diri dari kebudayaan asing yang tidak baik.
Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi
kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab
berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dalam bahasa asing sering juga
dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat local wisdom atau pengetahuan setempat “local
knowledge” atau kecerdasan setempat local genious Fajarini (2014:123). Berbagai strategi
dilakukan oleh masyarakat setempat untuk menjaga kebudayaannya.
Terdapat beberapa fungsi Local Wisdom (kearifan lokal), yaitu sebagai berikut:
14
15
Tujuan dari Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yaittu mempersatukan bangsa Indonesia,
mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, meminimalisir konflik atas
kepentingan pribadi atau kelompok, serta menciptakan negara yang aman, tentram dan damai.
Penerapan Bhinneka Tunggal Ika dapat di implementasikan melalui toleransi dan rasa
kemanusiaan dalam kehidupan bernegara. Pemahaman Bhinneka Tunggal Ika membuat kita
menjalankan sikap saling menghargai, memahami perbedaan, tenggang rasa, dan serta tidak
melakukan diskriminasi atau membeda bedakan seseorang berdasarkan status dalam
kehidupan sehari hari karena hal ini dapat mempererat tali persaudaraan.
Daftar Pustaka
1. Pusat Pengkajian MPR RI. 2014. Bhinneka Tunggal Ika dan Integrasi Nasional. Pusat
Pengkajian MPR RI.
2. Badri Khaeruman & A. Muchtar Ghazali. 2020. 4 Pilar Wawasan Kebangsaan. Bandung.
LP2M UIN Sunan Gunung Djati.
3. Sekretariat Jenderal MPR RI. 2012. Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.
Jakarta. Sekretariat Jenderal MPR RI.
4. https://www.kompasiana.com/zakiyatun14342/60a88728d541df37db525422/penerapan-
bhinneka-tunggal-ika-dalam-kehidupan-sehari-hari
6. Analisislah, Bagaimana Bhinneka Tunggal Ika sebagai kearifan lokal bangsa Indonesia -
Brainly.co.id
16