Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara umum,akuntansi memiliki konsep dasar yang menjadi acuan dalam penyusunan
standar akuntansi yang digunakan yang bertujuan untuk diterapkan dalam praktek akuntansi.
Karena hal inilah yang membuat munculnya berbagai konsep-konsep dasar akuntansi dalam
penyajian dan pelaporan keuangan suatu entitas. Sehingga membuat beberapa sumber yang
mengajukan berbagai konsep-konsep dasar akuntansi yang berbeda-beda
Di dalam pengertian konsep dasar menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam
dalam Kerangka Dasar Penyajian dan Pelaporan Keuangan (KDPPLK) menyatakan bahwa
asumsi dasar akuntansi dasar akuntansi berdasarkan dasar akrual dan kelangsungan usaha(going
concern). Menurut IFRS dalam The Conceptual Framework for Financial Reporting sebagai
asumsi dasar akuntansi adalah hanya kelangsungan usaha. Sedangkan menurut Patondan
Littleton,konsep dasar akuntansi terdiri dari konsep kesatuan usaha , kontinuitas usaha
,penghargaan sepakatan , kos melekat, upaya dan hasil , bukti terverifikasi dan asumsi.
Menurut Anthony, Hawkins dan Merchant, konsep dasar akuntansi terdapat beberapa
point seperti konsep pengukuran dengan unit uang, konsep entitas, konsep kelangsungan usaha,
konsep kos, aspek ganda, periode akuntansi, konservatisme, realisasi, penandingan, konsistensi
dan materialitas. Hal-hal mengenai konsep dasar akuntansi inipun dipelajari dalam mata kuliah
Teori Akuntansi yang perlu diketahui oleh mahasiswa-mahasiswa akuntansi dalam menambah
pengetahuan dan acuan dalam pengembangan pendidikan akuntansi yang dipelajari. Dalam
makalah ini kami akan membahas mengenai pemahaman mengenai konsep dasar akuntansi

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan konsep dasar yang melandasi perlakuan akuntansi tertentu?
2. Apa manfaat konsep-konsep dasar yang melandasi perlakuan akuntansi tersebut?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep-konsep dasar akuntansi
2. Untuk mengetahui manfaat dari konsep dasar akuntansi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sumber Konsep Dasar

Konsep dasar pada umumnya merupakan abstraksi atau konseptualisasi karakteristik lingkungan
tempat atau wilayah diterapkannya pelaporan keuangan. Berbagai sumber atau penylis
mengajukan sehimpunan atau seperangkat konsep dasar yang isinya berbeda-beda. Berikut
adalah daftar seperangkat konsep dasar dari beberapa sumber.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)

IAI mengadopsi rerangka konseptual IASC sehingga konsep dasar yang dipilih juga mengikuti
IASC. Ada dua konsep dasar (dinamakan asumsi pelandas atau underlying assumptions) yang
disebut secara spesifik dalam rerangka konseptual IASC. Konsep dasar tersebut adalah:

1. Basis akrual (Accrual basis)


Basis akrual (Accrual basis) adalah suatu konsep yang menyatakan bahwa transaksi atau
peristiwa lain diakui pada waktu kejadian tersebut. Secara mudahnya accrual basis dapat
diartikan sebagai pencatatan atas sebuah transaksi baik pengakuan beban atau pendapatan
yang dilakukan pada saat transaksaksi tersebut terjadi.
2. Usaha berlanjut (Going concern)
Konsep dasar Usaha berlanjut (Going concern) adalah suatu konsep yang
mengasumsikan bahwa perusahaan akan terus berjalan sampai waktu yang tidak
ditentukan, karena perusahaan dalam melakukan kegiatan usahanya tentu berupaya untuk
melaksanakan kegiatan perusahaan secara berlanjut atau berkesinambungan.

Accounting Principles Board

Accounting Principles Board (APB) menyebut konsep dasar sebagai ciri-ciri dasar (basic
features) dan memuatnya dalam APB Statement No. 4.3 APB mengidentifikasi tiga belas konsep
dasar yang merupakan karakteristik lingkungan diterapkannya akuntansi, yaitu:
1. Entitas akuntansi (Accounting Entity)
2. Usaha berlanjut (Going concern)
3. Pengukuran sumber ekonomik dan kewajiban (Measurement of economic resources and
obligations)
4. Perioda-perioda waktu (Time periods)
5. Pengukuran dalam unit uang (Measurement in terms of money)
6. Akrual (Accrual)
7. Harga pertukaran (Exchange price)
8. Angka pendekatan (Approximation)
9. Pertimbangan (Judgement)
10. Informasi keuangan umum (General-purpose financial information)
11. Statemen keuangan berkaitan secara mendasar (Fundamentally related financial
statements)
12. Substansi daripada bentuk (Substance over form)
13. Materialitas (Materiality)

3
Accounting Principles Board, “Basic Concepts and Accounting Principles Underlying
Financial Statements of Business Enterprises,” Statement No. 4 (New York: AICPA, 1970), hlm.
10-11

Paton dan Littleton

Seperangkat konsep dasar yang dikemukakan Paton dan Littleton (1970) merupakan konsep-
konsep dasar yang dikenalkan sebelum sumber-sumber yang disebut sebelumnya. Buku Paton
dan Littleton (P&L) yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1940 tersebut merupakan salah
satu karya klasik yang mempengaruhi pemikiran akuntansi sesudah itu.6 Berikut adalah konsep-
konsep dasar yang dikemukakan oleh P&L.

1. Entitas bisnis atau kesatuan usaha (The business entity)


2. Kontinuitas kegiatan/usaha (Contiunity of activity)
3. Penghargaan sepakatan (Measured consideration)
4. Kos melekat (Costs attach)
5. Upaya dan capaian/hasil (Effort and accomplishment)
6. Bukti terverifikasi dan objektif (Verifiable, objective evidence)
7. Asumsi (Assumptions)

Beberapa daftar di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tentang apa yang
dimasukkan sebagai konsep dasar oleh berbagai sumber di atas. Perbedaan dapat terjadi
karena perbedaan persepsi berbagai sumber tentang faktor lingkungan atau karena perbedaan
pendefinisian makna atau status suatu konsep sebagai konsep dasar. Sebagai contoh, Grady
menganggap bahwa hak milik pribadi merupakan suatu konsep dasar sedangkan penulis lain
menganggap hak milik pribadi adalah suatu faktor lingkungan. P&L tidak memasukkan
materialitas sebagai konsep dasar mungkin karena mereka menganggap bahwa materialitas
lebih merupakan kriteria pemilihan informasi dan karenanya kurang validalitasnya sebagai
konsep dasar. Demikian juga, konsep taksiran sering tidak dimasukkan dalam konsep dasar
karena konsep taksiran lebih merupakan keterbatasan informasi keuangan daripada sebagai
konsep itu sendiri.

Suatu konsep dasar acapkali merupakan turunan atau konsekuensi logis dari konsep dasar
yang lain sehingga terjadi perbedaan tentang banyaknya konsep-konsep yang masuk dalam
seperangkat konsep dasar. Konsep sistem berpasangan, misalnya, sebenarnya adalah
konsekuensi atau turunan dari konsep entitas bisnis. Demikian juga, konsep perioda waktu
dan konsep akrual, keduanya sebenarnya adalah turunan konsep dasar penandingan upaya
dan hasil. Untuk menunjuk konsep yang maknanya sama sering kali juga digunakan beberapa
istilah yang berbeda. Misalnya: kesatuan akuntansi, kesatuan usaha, kesatuan, entitas;
continuity, going concern, kesinambungan, berlangsung terus, dan kontinuitas usaha.

Konsep-konsep dasar yang diuraikan oleh P&L sebenarnya sudah cukup lengkap karena
dapat menjelaskan tentang faktor lingkungan dan praktik akuntansi yang berjalan pada
jamannya. P&L juga menunjukkan kaitan antara konsep-konsep dasar yang satu dengan yang
lain secara koheren. Dapat dikatakan demikian karena konsep dasar yang satu berkaitan
dengan konsep dasar yang lain secara logis sehingga membentuk satu kesatuan. Oleh karena
itu, konsep dasar P&L dijadikan bahan bahasan utama kemudian disusul pembahasan konsep
dasar lain dengan menunjukkan hubungan dengan konsep dasar P&L. Pembahasan konsep
dasar berikut diarahkan untuk menunjukkan pengertian, validitas, implikasi konsep dasar
terhadap standar atau praktik akuntansi, dan hal-hal penting lain yang berkaitan dengan
konsep dasar yang bersangkutan.

B. Kesatuan Usaha

Konsep ini menyatakan bahwa perusahaan dianggap sebagai suatu kesatuan atau badan
usaha ekonomik yang berdiri sendiri, bertindak atas namanya sendiri, dan kedudukannya terpisah
dari pemilik atau pihak lain yang menanamkan dana dalam perusahaan dan kesatuan ekonomik
tersebut menjadi pusat perhatian atau sudut pandang akuntansi.

Berdiri sendiri dan bertindak atas namanya sendiri berarti bahwa suatu kesatuan atau
badan usaha diperlakukan sebagai orang. Dengan demikian, konsep ini mempersonifikasikan
badan usaha sehingga usaha dapat melakukan perbuatan hukum dan ekonomik atas nama badan
tersebut dan bukan atas nama pemilik. Hubungan antara kesatuan usaha dan pemilik dipandang
sebagai hubungan bisnis. Pemisahan kedudukan kesatuan usaha dan pemilik berarti bahwa fungsi
manajemen terpisah dengan fungsi investasi. Kesatuan usaha menjadi sudut pandang akuntansi
berarti bahwa akuntansi berkepentingan dengan pelaporan keuangan kesatuan usaha bukan
pemilik. Dengan kata lain, kesatuan usaha menjadi kesatuan pelapor yang bertanggung jelas
kepada pemilik. Statemen keuangan merupakan medium pertanggung jelasan.

Kesatuan usaha menjadi sudut pandang akuntansi berarti bahwa akuntansiberkepentingan dengan
pelaporan keuangan kesatuan usaha, dan bukan pemilik badanusaha. Dengan kata lain badan
usaha atau kesatuan usaha bertindak sebagai kesatuanpelapor ( reporting entity ) yang
bertanggung jawab kepada pemilik. Kesatuan usahamerupakan pusat pertanggung jawaban dan
statement keuangan merupakan mediumpertanggungjawaban. Konsep dasar ini didukung
legitimasinya dari segi administrasiyang baik. Secara administrasif, pemisahan antara pemilikan
dan manajemen(khususnya perusahaan tidak berbadan hokum) merupakan praktek yang sehat
yangsangat penting. Dari segi yuridis, konsep ini sangan didukung legitimasinya
dengandiakuinya bentuk badan usaha perseroan terbatas (PT) secara hukum.
Dengan pengertian di atas, bila konsep kesatuan usaha dianut, konsep ini mempunyai beberapa
implikasi di bawah ini. Kesatuan usaha hanya merupakan salah satu konsep kesatuan. Konsep
kesatuan yang lain (misalnya kesatuan pemilik) akan dibahas dalam topik laba di bab lain buku
ini.

Batas Kesatuan

Walaupun secara yuridis kesatuan usaha didukung keberadaannya, batas kesatuan usaha dari segi
akuntansi bukanlah kesatuan yuridis atau hukum melainkan kesatuan ekonomik. Artinya,
akuntansi memperlakukan badan usaha sebagai kesatuan ekonomik. Batas kesatuan ekonomik
adalah kendali oleh satu manajemen. Oleh karena itu, untuk menentukan kesatuan usaha sebagai
pusat pertanggungjelasan keuangan, pertimbangan akuntansi adalah apakah secara ekonomik
suatu kegiatan usaha atau lebih dapat dianggap berdiri sendiri sebagai satu kesatuan. Beberapa
buah perseroan yang secara yuridis terpisah tetapi mempunyai saling-hubungan ekonomik
sebagai satu kegiatan dibawah satu kendali diperlakukan akuntansi sebagai kesatuan usaha.
Sebagai contoh adalah suatu perusahaan induk yang memiliki sebagian besar saham beberapa
perseroan terbatas sehingga secara ekonomik menguasai kebijakan perseroan tersebut. Karena
dikuasai satu perusahaan, secara ekonomik seluruh perusahaan (induk dan beberapa anak)
dipandangan sebagai suatu kesatuan usaha. Itulah sebabnya standari akuntansi mewajibkan agar
statemen keuangan konsolidasian disusun untuk pelaporan induk yang mempunyai beberapa
perusahana anak yang ada di bawah kendalinya.

Pengertian Ekuitas

Karena hubungan antara kesatuan usaha terpisah dengan pemilik dan hubungan tersebut
dipandang sebagai hubungan bisnis, konsep kesatuan usaha mempunyai implikasi terhadap
pendefinisian ekuitas. Dengan sudut pandang kesatuan usaha, secara konseptual ekuitas atau
modal merupakan utang atau kewajiban perusahaan pada pemilik. Hal ini berlawanan dengan
pendefinisian secara structural bahwa ekuitas adalah hak residual pemilik terhadap asset bersih
sebagimana didefinisi dalam rerangka konseptual FASB. Dalam hal ini, sudut panda FASB
adalah pemilik. Hubungan konsep kesatuan usaha dan definis keuitas dinyatakan secara simbolik
dalam Gambar 5.2 berikut.

Pengertian Pendapatan

Konsep Kesatuan Usaha dapat menjelaskan mengapa pendapatan (dan untung) didefinisi sebagai
kenaikan atau aliran masuk aset. Dengan konsep kesatuan usaha, semua sumber ekenomik yang
dimiliki atau dikuasai oleh perusahaan merupakan aset perusahaan bukan aset pimilik. Kalau ada
aliran aset masuk (misalnya kas) yang terjadi karena perusahaan menjual barang atau
menyerahkan jasa maka aset perusahaan akan bertambah. Kas masuk itulah yang disebut
pendapatan. Tambahan aset ini pada akhirnya nanti akan dikembalikan kepada pemilik kalau
perusahaan tidak diteruskan atau dilikuidasi. Ini berarti bahwa pada saat kas masuk sebagai
pendapatan, perusahaan sebenarnya telah mempunyai utang kepada pemilik yang pada saatnya
nanti harus dikembalikan. Telah disebut di atas, utang kesatuan usaha kepada pemilik disebut
ekuitas. Pada saat terjadi pendapatan (kenaikan aset), pada saat yang sama utang unit usaha
kepada pemilik bertambah yang berarti ekuitas bertambah. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa pendapatan menambah ekuitas (utang kesatuan usaha kepada pimilik).

Jadi, pendapatan menambah ekuitas karena dengan konsep kesatuan usaha pendapatan
sebagai kenaikan (aliran masuk) kas menimbulkan kenaikan utang kcsatuan usaha kepada
pemilik (ekuitas) Dengan demikian, definisi pendapatan menurut FASB konsisten dengan
konsep kesatuan usaha.

Dengan cara berpikir yang sama dapat dijelaskan pula mengapa pendapatan (untung)
juga didefinisi sebagai penurunan kewajiban. Kewajiban suatu saat akan mengakibatkan aliran
aset keluar. Kalau kewajiban turun tanpa dibarengi dengan keluarnya aset berarti jumlah rupiah
aset yang tidak jadi keluar akhirnya akan kembali ke pemilik sehingga utang kesatuan usaha
kepada pemilik bertambah. Ini berarti aset yang tidak jadi keluar menjadi pendapatan. Contoh
penurunan kewajiban yang merupakan pendapatan adalah bagian dari pendapatan diterima di
muka (unearned revenues) yang audah dapat diakui sebagai pendapatan dalam penyesuaian akhir
tahun. Pendapatan diterima di muka merupakan kewajiban bagi perusahaan untuk menyerahkan
harang dan jasa. Kalau kewajiban tersebut telah dipenuhi, kewajihan (pendapatan diterima di
muka) tersebut berkurang dan menjadi pendapatan.

Pengertian Biaya

Sejalan dengan penalaran dalam pengertian pendapatan sebagai kenaikan aset, definisi biaya
sebagai penurunan aset atau timbulnya kewajiban dapat dijelaskan dengan konsep kesatuan
usaha. Penyerahan produk dalam rangka menciptakan pendapatan, menyebabkan aset (sediaan
barang) berkurang. Berkurangnya aset (sebesar kos barang terjual) inilah yang disebut biaya.
Bila pendapatan yang diperoleh diabaikan atau dipisahkan dengan berkurangnya aset, maka
berkurangnya aset sebesar kos barang terjual ini harus ditanggung oleh pemilik. Jadi, senadainya
semua aset (setelah dikurangi utang) harus dikembalikan kepada pemilik, jumlah rupiah yang
kembali ke pemilik akan berkurang sebesar biaya tersebut/ Ini berarti bahwa, pada saat terjadi
biaya utang kepada pemilik berkurang dan pemilik harus bersedia menanggung biaya tersebut
karena kesatuan usaha dapat dikatkan bertindak untuk kepentingan pemilik.

Jadi, dapat dikatakan bahwa biaya mengurangi ekuitsa, Penalaran yang sama dapat
digunakan untuk menjelaskan mengapa biaya dapat didefinisi sebagai timbulnya kewajiban.
Penyerahan barang atau produk tidak selalu berasal dari aset tetapi dapat berasal dari kewajiban
sehingga biaya dapat didefinisi sebagai timbulnya kewajiban dalam rangka menciptakan
pendapatan yang akhirnya mengakibatkan turunnya aset. Jadi, definisi baiaya oleh FASB
konsisten dengan konep kesatuan usaha.

Sesuai dengan gagasan P&L di atas, pendapatan dan biaya merupakan pendapatan dan
biaya kesatuan usaha bukan pemilik. Oleh karena itu, pendapatan dan biaya tidak didefinisi atas
dasar perubahan ekuitas tetapi atas dasar perubahan aset. Bahwa pendaptan dan biaya
mempengaruhi ekuitas merupakan akibat dianutkan konsep kesatuan usaha. Dengan kata lain,
pendapatan, biaya, untung dan rugi merupakjan penyebab perubahan ekuitas. Hal ini sejalan
dengan kedudukan keempat elemen tersebut terhadap ekuitas yang ditunjukkan dalam Gambar
4.13. implikasi pendefinisian pendapatan dan biaya dilukiskan dalam Gambar 5.3 berikut ini.

Konsep di atas bermanfaat untuk menalarkan kepada pelajar akuntansi pemula mengapa
jurnal transaksi penjualan dicatat sebagai debit kas/piutang dan kredit penjualan. Dengan
pengertian pendapatan dan biaya di atas, pengertian laba juga mengikuti konsep di atas. Laba
(atau rugi) merupakan elemen yang harus didefinisi sebagai perubahan aset perusahaan dan baru
kemudian ditunjukkan pengaruhnya terhadap ekuitas. Dari suduh pandang kesatuan usaha, laba
ditahan( retained earnings) merupakan utang perusahaan kepada pemilik.

Sistem Berpasangan

Sistem berpasangan (double-entry) atau aspek ganda (dual aspect) yang dikemukakan Anthony,
Hawkins, Merchant sebearnya merupakan konsekuensi logis atau turunan dari konsep kesatuan
usaha. Hubungan bisnis antara manajemen dan pemilik mengakibatkan manajemen harus selalu
mempertanggung jelaskan aset yang dikelolanya dan sumbet aset tersebut. Ini berarti bahwa
pengaruh transaksi terhadap hubungan bisnis dan posisi keuangan (termasuk utang-piutang
dengan pemilik serta pihak lainnya) harus selalu ditunjukkan. Untuk melaksanakan hal ini
dengan mudah dan nyaman, digunakanlah sistem berpasangan.

Persamaan Akuntansi

Konsep kesatuan usaha memishkan manajemen dengan penyedia dana (investor dan kreditor)
dan manajemen bertanggung jawab kepada mereka, pertanggungjelasan menuntut agar aset yang
dipercayakan kepada manajemen selalu ditunjukkan sumber atau asalahnya. Pelaporan keuangan
harus menunjukkan hubunga ini. Hubungan fungsional inilah yang disebut persamaan akuntansi.
Persamaan akuntansi merupakan cara mempresentasi sistem berpasangan.

Agar penyusnan statemen keungan dapat dilakukan dengan cept, sistem akuntasi (buku
besar) harus diorganisasi atas dasar persamaan akuntasi. Oelh karena itu, persamaan akuntansi
dapat dikatakan sebagai hubungan fungsional buku besar yang merepresentasi elemen statemen
keuangan. Dengan konsep kesatuan usaha, elemen pendapatan (serta untung) dan biaya (serta
rugi) merupakan penyebab perubahan ekuitas. Hubungan fungsional antarbuku besar ini dapat
dinyatakan sebagai berikut:

A=K+E+P–B+I–D

Karena I dan D dipandang jarang terjadi, persamaan akuntansi sering hanyar dinyatakan
sebagai A = K + E + P – B. Dengan konsep kesatuan usaha, persamaan akuntansi merupakan
persamaan spesifik atau khusus dan bukan persamaan aljabar. Oleh karena itu, susunan
persamaan akuntansi tidak dapat dibolak-balik secara sembarang. Misalnya suku B dan D
dipindah ke rusah kiri seperti persamaan aljabar sehinggar persamaan menjadi A+ B + D = K + E
+ I.

C. Kontinuitas Usaha

Konsep kontinuitas usaha atau usaha berlanjut menyatakan bahwa kalau tidak ada tanda-tanda,
gejala-gejala, atau rencana pasti dimasa datang bahwa kesatuan usaha akan dibubarkan atau
dilikuidasi maka akuntansi menganggap bahwa kesatuan usaha tersebut akan berlangsung terus
sampai waktu yang tidak terbatas.

Konsep ini akan menjadi pertimbangan pada saat penyusunan statement keuangan atau
pada saat akuntansi menghadapi berbagai pilihan dalam proses perekayasaan atau penyusunan
standar karena kenyataan bahwa kelangsungan hidup perusahaan dimasa datang tidak pasti.

Dalam menghadapi ketidakpastian kelangsungan usaha, akuntansi menganut konsep ini


atas dasar penalaran bahwa harapan normal atau umum (normal expectation) pendirian
perusahaan adalah untuk berlangsung terus dan berkembang bukan untuk mati atau dilikuidasi.
Validitas harapan normal ini juga didukung secara empiris dengan banyaknya perusahaan yang
hidup cukup lama.

Perusahaan tidak didirikan untuk usaha-usaha yang sporadik dan berjangka pendek dan
begitu hasil yang diinginkan tercapai kemudian perusahaan dilikuidasi. Karena likuidasi bukan
merupakan harapan yang umum dalam pendirian perusahaan, harapan yang logis dan masuk akal
adalah justru kontinuitas usaha. Semata-mata adalah kemungkinan bahwa perusahaan akan
bangkrut atau bubar setiap saat tidak dapat dijadikan pegangan dalam perekayasaan pelaporan
keuangan atau penyusunan standar. Walaupun demikian, dalam kasus atau kondisi tertentu yang
meberi gejala atau kepastian bahwa perusahaan akan mengalami masalah dengan kelangsungan
hidupnya, perlakuan akuntansi khusus atas dasar likuidasi dapat diterapkan.

Konsep ini mempunyai implikasi terhadap makna laporan periodik, fungsi statemen laba-
rugi dalam menentukan daya melaba (earning power) jangka panjang, dan fungsi neraca dalam
hubungannya dengan penilaian terhadap aset atau sumber ekonomik perusahaan.
Arti Penting Laporan Periodik

Dengan konsep kontinuitas usaha, perusahaan berusaha untuk maju dan berkembang dengan
jalan menciptakan laba terus-menerus dalam jangka panjang. Laba diperoleh melalui kegiatan
menyerahkan barang atau jasa yang menimbulkan biasa serta aliran keluar aset (sumber
ekonomik) dan kegiatan mentadangkan pendapatan yang merupakan aliran aset masuk akibat
penyerahan barang atau jasa tersebut. Dengan demikian, kesatuan usaha dapat dipandang sebagai
pusat aliran pendapatan dan biaya yang berlangsung terus. Kesatuan usaha juga akan mengubah
sumber ekonomik yang satu menjadi yang lain secara terus menerus untuk menyediakan barang
atau jasa

Dengan penalaran di atas, kinerja akhir dapat diketahui secara tuntas dan objektif kalau
perusahaan benar-benar dinyatakan berhenti, dinilai pada saat itu, dan kemudian dilikuidasi.
Akan tetapi, akuntansi tidak harus menunggu sampaikesatuan usaha dilikuidasi hanya untuk
mengukur kinerja akhir secara objektif karena memang bukan likuidasi yang menjadi tujuan
perusahaan. Pelaporan keuangan lebih berkepentingan dengan daya melaba (earning power)
perusahaan. Untuk suatu perioda, tingkat mendapatkan laba dengan tingkat sumber ekonomik
tertentu disebut dengan tingkat imbalan investasi (rate of return on investment). Tingkat
imbalan tersebut dapat diukur secara periodik. Daya melaba adalah rata-rata dalam jangka
panjang tingkat imbalan periodic tersebut. Tentu saja, perusahaan diharapkan berkembang terus
sehingga laba dan tingkat investasi periodik terus meningkat dalam jangka panjang. Gambar 5.5
melukiskan makna daya melaba dalam bentuk laba nominal dan tingkat imbalan. Gambar
tersebut menunjukkan bahwa daya melaba dapat dipandang sebagai kecenderungan (trend) laba
atau sebagai rata-rata tingkat imbalan investasi dalam jangka panjang.
Kedudukan Statement Laba-Rugi

Untuk mengukur daya melaba jangka panjang, aliran kontinus sumber ekonomik masuk dan
keluar kesatuan usaha (pendapatan dan biaya) harus dipenggal-penggal dengan perioda waktu
sebagai wadah atau penakar. Jadi, konsep perioda waktu yang dikemukakan Anthony, Hawkins,
dan Merchant atau perioda akuntansi oleh APB sebenarnya merupakan turunan dai konsep dasar
kontinuitas usaha. Penggalan pendapatan dan biaya untuk suatu perioda dituangkan dalam
statement laba-rugi periodik sehingga statemen laba-rugi dipandang sebagai statemen yang
paling penting dalam pelaporan keuangan karena tingkat laba dalam rangka menilai daya
melaba.

Pemenggalan aliran data yang terus-menerus dalam penggalan waktu sebagai penakar
cenderung memutus keterkaitan antara kejadian-kejadian antar perioda yang berkaitan.
Akibatnya, kalau tidak hati-hati, orang cenderung mengartikan bahwa laba besar suatu perioda
merupakan indikator kesuksesan manajemen pada perioda tersebut padahal laba yang besar itu
sebenarnya hasil dari penjualan yang besar akibat kampanye produk secara besar-besaran pada
beberapa perioda sebelumnya. Selanjutnya, apa yang ditunjukkan oleh laporan periodic tersebut
harus diuji dengan kejadian-kejadian atau fakta-fakta yang akan terjadi pada perioda-perioda
berikutnya. Evaluasi kinerja perusahaan yang hanya mendasarkan pada satu laporan periodik
akan sangat sangat menyesatkan.

Oleh karena itu, informasi keuangan yang dituangkan dalam statemen keuangan periodik
harus dianggap bersifat tentative (provisional in character) dan bukannya tuntas (final).
Informasi keuangan jangka panjang terdiri atas serangkaian penggalan-penggalan statemen
kronologis akan lebih lebih menggambarkan kinerja secara objektif dan terandalkan
dibandingkan dengan statemen untuk satu penggalan saja. Implikasi konsep ini terhadap standar
adalah adanya ketentuan penyajian statemen komparatif paling tidak untuk dua perioda berturut-
turut. Karena daya melaba jangka panjang menjadi perhatian, fluktuasi laba antar perioda yang
disebabkan kejadian atau kondisi istimewa suatu perioda (misalnya untung atau rugi luar biasa)
harus dilaporkan seperti apa adanya pada perioda (misalnya untung atau rugi luar biasa) harus
dilaporkan seperti apa adanya pada perioda tersebut bukan langsung dilaporkan dalam perubahan
ekuitas (laba ditahan). Jadi, penyusunan statemen laba-rugi all-inclusive dan laba komprehensif
sebenarnya dilandasi oleh konsep kontinuitas usaha ini.

Fungsi Neraca dan Penilaian Elemennya

Konsep kontinuitas usaha sangat besar peranannya dalam mendasari penilaian elemen atau pos
neraca dan interpretasi jumlah rupiah yang dimuat di dalamnya. Dengan konsep kontinuitas
usaha, tujuan pelaporan pos neraca adalah untuk menunjukkan sisa potensi-potensi jasa (service
potentials) atau sumber-sumber ekonomik yang belum dikonsumsi (menjadi biaya) dalam tahun
yang berakhir pada tanggal neraca. Dengan kata lain, neraca berfungsi untuk menunjukkan
potensi jasa yang masih dimiliki/dikuasai kesatuan usaha untuk menghasilkan pendapatan dalam
perioda-perioda berikutnya.

Oleh karena itu, proses penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada tiap pos
neraca bukanlah merupakan proses penilaian harga jual tetapi merupakan pengukuran sisa
potensi jasa yang direpresentasi oleh kos yang melekat padanya sehingga akuntansi menilai pos-
pos neraca pada umumnya berdasarkan kos historis (historical cost principle concept). Jadi,
konsep prinsip kos yang dikemukakan Anthony, Hawkins, dan Merchant merupakan turunan
konsep dasar ini. Gambar 5.6 di halaman berikut ini meringkas secara diagramatik konsep
kontinuitas usaha dan implikasinya.

Dalam gambar di atas, anak panah mewakili objek atau pos pendapatan atau biaya. Untuk
dapat menyediakan barang dan jasa, kesatuan usaha melakukan kegiatan terus-menerus yang
melibatkan pengubahan sumber ekonomik (potensi jasa) yang satu menjadi potensi jasa lainnya.
Misalnya kesatuan usaha membeli barang secara tunai yang berarti mengubah potensi jasa kas
menjadi potensi jasa sediaan untuk dapat diserahkan ke pelanggan (menjadi kos barang terjual)
dalam rangka mendatangkan pendapatan.
D. Penghargaan Sepakatan

Konsep ini menyatakan bahwa jumlah rupiah/agregat-harga (price-aggregate) atau


penghargaan sepakatan (measured consideration) yang terlibat dalam tiap transaksi atau kegiatan
pertukaran (exchange activities) merupakan bahan olah dasar akuntansi (the basic subject matter
of accounting) yang paling objektif terutama dalam mengukur sumber ekonomik yang masuk
(pendapatan) dan sumber ekonomik yang keluar (biaya). Sebagai konsekuensi, elemen-elemen
atau pos-pos pelaporan keuangan diukur atas dasar penghargaan sepakatan tersebut.

Konsep ini dilandasi pemikiran bahwa fungsi akuntansi adalah menyediakan informasi yang
berpaut dengan kegiatan perusahaan yang sebagian besar terdiri atas transaksi pertukaran dengan
perusahaan lain. Objek yang terlibat dalam tiap transaksi atau kegiatan merupakan fenomena
atau realitas perusahaan. Penghargaan sepakatan merupakan dasar kuantifikasi berbagai jenis
objek menjadi objek-objek homogenus yang paling objektif untuk menyajikan hubungan
antarobjek yang bermakna. Penghargaan sepakatan tersebut akan dicatat dan diolah lebih lanjut
dalam sistem akuntansi perusahaan untuk dijadikan data kuantitatif dasar (basic quantitative
data) dalam penyusunan berbagai laporan manajerial dan statemen keuangan.

Istilah yang Tepat


P&L tidak menyebut bahan olah dasar akuntansi sebagai nilai (value) karena nilai bagi orang
yang satu mungkin sekali berbeda dengan nilai bagi orang yang lain sehingga nilai akan
menimbulkan berbagai interpretasi. Istilah nilai akan memberi kesan bahwa akuntansi mengolah
bahan yang tidak homogenus. Nilai bersifat subjektif dan interpretatif sedangkan penghargaan
sepakatan adalah apa yang melekat pada objek sehingga bersifat objektif dan inheren.

Penghargaan sepakatan dalam suatu pertukaran merupakan istilah yang mengandung makna
adanya penilaian bersama antara pembeli dan penjual. Pada saat transaksi terjadi, pencatatan
penghargaan sepakatan atau agregat-harga memang dapat dikatakan sebagai pencatatan nilai.
Tetapi beberapa saat setelah transaksi, nilai dapat berubah tetapi jumlah rupiah yang tercatat
tidak. Jumlah rupiah yang tercatat itulah yang akan tetap menjadi bahan olah akuntansi. Tentu
saja dengan berjalannya waktu jumlah yang tercatat tersebut tidak dapat disebut nilai lagi. Jadi,
akuntansi tidak mengolah nilai tetapi penghargaan sepakatan.
P&L tidak menggunakan istilah cost untuk menunjuk penghargaan sepakatan karena cost
terlanjur mempunyai makna umum sebagai acquisition cost dari sudut pandang pihak yang
memperoleh sumber ekonomik. Perusahaan memperoleh (membeli) barang atau jasa dan
mencatat cost. Pada saat bersamaan, perusahaan juga menyerahkan (menjual) barang atau jasa
dan mencatat harga kesepakatan penjualan. Kalau dikatakan bahwa perusahaan mencatat cost
penjualan alih-alih penghargaan sepakatan penjualan, orang akan mengartikan perusahaan
mencatat penjualan sebesar cost of production padahal maksudnya adalah pada harga jualnya.
Inilah keterbatasan cost sebagai satu istilah untuk menyatakan hal yang sama baik dari segi
pembeli ataupun penjual. Istilah penghargaan sepakatan atau agregat-harga cukup memadai
untuk mencakupi pandangan dari kedua pihak tersebut.

Kalau dalam tiap ungkapan istilah penghargaan sepakatan diganti dengan cost atau nilai,
boleh jadi akan terjadi salah interpreatasi. Misalnya nilai sediaan, cost penjualan kemungkinan
besar akan diartikan sehagai production cost padahal maksudnya adalah jumlah rupiah
penjualan. Jadi, istilah cost tidak cukup luas untuk mengganti penghargaan sepakatan atau
agregat-harga sebagai bahan olah dasar akuntansi. Walaupun cost tidak pas untuk mengganti
penghargaan sepakatan, P&L akhirnya juga memaknai cost sebagai penghargaan sepakatan
asalkan cost didefinisi dalam arti paling luas.

Cost dalam arti luas sebagaimana dinyatakan P&L, Kos di sini adalah istilah serapan bukan
terjemahan istilah cost itu sendiri karena cost dapat diterjemahkan menjadi berbagai istilah
Indonesia yang mempunyai banyak arti. Kos merupakan istilah baru dengan pengertian sebagai
bahan olah akuntansi yang akan menjadi data dasar dalam penyusunan statemen keuangan.
Secara konseptual, kos dapat juga digunakan untuk menyebut penghargaan sepakatan dalam
penjualan produk atau jasa. Misalnya untuk menyebut jumlah rupiah hasil penjualan digunakan
ungkapan kos penjualan. Dengan konsep kos ini, akuntansi kemudian akan tampak mengolah
satu macam bahan olah yang berasal dari berbagai macam transaksi atau kejadian. Dengan
demikian, akuntansi bukan mengolah biaya melainkan kos walaupun kos tersebut akhirnya akan
melekat pada elemen biaya.

Dengan pemahaman seperti digambarkan di atas, tujuan akuntansi untuk menyediakan jasa
berupa data kuantitatif dasar (basic quantitative data) akan mencapai tingkat manfaat yang tinggi
karena adanya kesatuan pengertian ten- tang bahan olah dasarnya. Kalau sudah ada kesepakatan
tentang bahan olah dasar, persoalan kemudian adalah bagaímana mengukur besarnya kos yang
harus dicatat pertama kali untuk tiap barang atau jasa yang diperoleh. Hal ini akan dibahas lebih
lanjut pada waktu pembahasan aset di bab setelah ini.

Jasa di Balik Kos

Akuntansi menggunakan satuan mata uang karena satuan tersebut paling mudah untuk
mengkuatifikasi objek atau jasa ke dalam satuan yang homogenus dan karena harga dalam satuan
uang adalah cara yang sudah umum untuk menyatakan kesepakatan dalam pertukaran. Dari segi
akuntansi, sebenarnya bukan uang atau harga itu sendiri yang mempunyai arti penting
melainkan justru potensi jasa yang ada di balik angka koslah yang mempunyai arti penting.
Misalnya, kas Rp5.000.000 ditukarkan dengan mesin, ini berarti bahwa daya beli (kos
Rp5.000.000) ditukarkan dengan daya produksi (kos Rp5.000.000).

Keterbatasan Informasi Akuntansi

Dengan memahami arti penting kos sebagai bahan olah akuntansi sebenarnya dapat dikenali
keterbatasan akuntansi dalam memberikan informasi untuk kepentingan pengambilan keputusan.
Informasi akuntansi hanya merupakan sebagian dari informasi yang mungkin dibutuhkan untuk
pengambilan keputusan oleh pihak eksternal dan manajemen. Lebih dari itu, walaupun segala
pertimbangan dan kebijakan didasarkan pada data akuntansi secara cukup mendalam, pada
akhirnya keputusan yang dihasilkan akan diwarnai dengan hal-hal yang sangat kualitatif dan
subjektif seperti: tujuan secara keseluruhan, sasaran jangka pendek, selera pribadi, kepentingan
umum, peraturan pemerintah, alasan politik, dan sebagainya.

E. Kos Melekat

Konsep ini menyatakan bahwa kos melekat pada objek yang direpresentasinya sehingga kos
bersifat mudah bergerak dan dapat dipecah-pecah atau digabung-gabungkan kembali mengikuti
objek yang didekatinya. Berbagai kos mempunyai daya saling mengikat antara yang satu dengan
lainnya mengikuti ikatan objek-objek yang disimbolkannya. Bila berbagai komponen digabung
menjadi suatu objek atau barang baru, gabungan kos yang baru semata-mata merupakan
penggabungan berbagai kos yang melekat, pada tiap komponen tanpa memperhatikan nilai
ekonomik baru yang melekat pad abarang baru.

Dasar pikiran konsep ini adalah bahwa tujuan pengelompokan, pemecahan, dan
penggabungan kos adalah untuk mengikuti aliran upaya (effort) dalam menyediakan produk atau
jasa. Produk biasanya mempunyai manfaat atau utilitas (utility) baru yang lebih daripada manfaat
masing-masing komponen secara terpisah. Dalam mengikuti aliran tersebut, berbagai jenis kos
sekadar dikelompokan kembali untuk menentukan kos yang melekat pada produk akhir. Nilai
tambahan baru (addtional utility) yang dikendung produk tidak dicatat.

Kos melekat dilandasi oleh konsep kos yang disebut kos terkandung (embodied cost) yaitu kos
yang benar-benar terkandung dalam suatu objek atau produk sebagai pasangan kos penggantian
(dispacement cost) yaitu kos seandainya objek tersebut tidak ada dan harus diadakan sehingga
maknanya sama dengan kos kesempatan (opportunity cost). Jadi, untuk barang sebagai hasil
akhir kegiatan produksi, kos terkandung adalah kos komponen yang melekat pada barang
tersebut tidak ada (nilai keluaran/harga jual) atau price aggregate yang harus dikorbankan kalau
perusahaan tidak memproduksi barang tersebut (nilai masukan). Jadi, kos melekat merupakan
konsep dasar untuk mendukung bahwa bahan olah akuntasn i adalah kos yang sesungguhnya
telah terjadi.

Saat Pengakuan Nilai Tambah

Secara ekonomik, kegiatan perusahaan terdiri atau penggabungan berbagai faktor produksi
untuk menghasilkan produk baru yang manfaatnya lebih tinggi. Kalau kegiatan produksi
menggunakan bahan baku dan bermacam-macam faktor produksi, kegiatan akuntansi
menggunakan kos untuk menyatakan pemrosesan faktor produksitersebut. Tujuan kegiatan
akuntansi adalah mengikuti secarra tepat pengubahan tersebut dengan menggolongkan,
memecah, dan mengikhtisarkan kos bahan baku, kos tenaga kerja, kos jasa mesin (depresiasi) ,
dan kos faktor produksi lainnya sehingga seluruh kos tersebut secara bersama-sama akan
memproduksi lainnya sehingga seluruh kos tersebut secara bersama-sama akan membenuk kos
produk (product-cost). Jadi, konsep dasar kos melekat diperlukan karena dalam mengikuti aliran
fisis tersebut harus ada anggapan bahwa tiap kos mempunyai daya saling mengikat bila
digabungkan dengan kos lain secara tepat.
Konsep dasar ini mempunyai implikasi penting terhadap saat pengakuan\ tambahan
manfaat produk fisis yang dihasilkan. Kalau kos produk harus menunjuk nilai, maka ke dalam
kos produk tersebut harus dimasukan jumlah rupiah nilai yang merupakan tambahan manfaat
yang melekat pada produk sebagai akibat proses produksi itu. Akan tetapi, tidak diketahui secara
objektif dan menyakinkan berapa besarnya nilai tambahan tersebut. Nilai tambahan ini akan
terealisasi kalau produk telah terjual dan aset (kos) baru masuk ke dalam kesatuan usaha kalau
produk telah terjual dan aset (kos) baru masuk ke dalam kesatuan usaha.

Kalau penjualan sudah terjadi dan penghargaan sepakatan lebih tinggi dari pada
gabungan kos (kos produk) maka nilai tambahan tersebut telah dapat ditentukan secara objektif
jumlah rupiahnya. Penjelasan ini mendasari prinsip akuntansi yang menentukan bahwa
pendapatan hendaknya diakui setelah pendapatan tersebut terealisasi (realized).

Realisasi pendapatan melalui penjualan sebenarnya menandai dan mengukur dua macam
kos baru sebagai bahan olah akuntansi selanjutnya yaitu :

1. Kos baru sebagai penggantian kos yang melekat dan dikorbankan (keluar dari kesatuan
usaha) yang merepresentasi upaya penyediaan produk atau jasa yang diserahkan kepada
pembeli produk.
2. Kos baru sebagai sebagai tambahan aset (laba) yang menunjukan imbalan untuk jasa
modal yang ditanamkan dan risiko yang ditanggung dalam menjalankan usaha.

Kos yang melekat pada barang atau asa yang telah dikorbankan (kelaur dari kesatuan
usaha) untuk menimbulkan pendapatan akan menjadi pengukur besarnya biaya (expenses)
sedangkan kos yang belum dianggap kelaur merupakan himpunan kos yang melekat pada aset
dan menunggu pengalokasian dan penggabungan lebih lanjut. Oleh karena itu, kos aset tidak
dapat disebut sebagai nilai atau biaya tetapi sekadar kos yang menunggu.

Wadah Penggabungan

Dalam mengikuti aliran fisis produksi, kos dipecah, dikelompokkan, dan kemudian digabung
kembali mengikuti unti fisis produk. Ini berarti bahwa kos digabungkan dengan produk sebagai
wadah atau penakar penggabungan. Setelah produk diserahkan kepada pelanggaran (telah terjadi
penjualan) maka kos yang melekat pada unit produk yang telah diserahkan akan mengukur biaya
dan secara logis dapat disebut dengan kos barang terjual (cost of goods sold).

Kos yang ikatannya dengan produk dapat dikenali dengan medah, seperti misalnya kos
tenaga kerja langsung, biasanya wadah penggabungannya adalah produk. Kos yang tidak erat
kaitannya dengan produk atau sukar diruntut secara praktis ke produk, seperti misalnya kos
administrasi, wadah penggabungannya adalah periode (waktu) dan akan membentuk kos periode
(period cost). Kos perioda yang telah dinyatakan keluar dalam rangka penyerahan produk akan
menjadi pengukur biaya, misalnya biaya administrasi. Secara diagramatik, konsep kos melekat
dan implikasinya dilukiskan dalam gambar 5.8 berikut :
F. Upaya dan Hasil

Konsep ini menyatakan bahwa biaya merupakan upaya dalam rangka memperoleh hasil
berupa pendapatan. Dengan kata lain, tidak ada hasil (pendapatan) tanpa upaya (biaya). Secara
konseptual, pendapatan timbul karena biaya bukan sebaliknya pendapatan menanggung biaya.
Artinya, begitu kesatuan usaha melakukan kegiatan produktif (yang direpresentasi dengan
terhimpunnya kos) maka pendapatan dapat dikatakan telah terbentuk pula walaupun belum
terrealisasi. Secara teknis, kesatuan usaha harus menghasilkan atau menyediakan barang atau
jasa untuk menciptakan pendapatan dengan cara menyerahkan atau menukarkan barang/jasa
tersebut. Konsep ini mempunyai beberapa implikasi.

Perlunya Basis Asosiasi


Kalau dihubungkan dengan Gambar 5.6, aliran kos keluar (disposition price-ag gregates)
merupakan pengukur upaya (effort) dan aliran kos masuk (acquisition price-aggregates)
merupakan pengukur hasil atau capaian (accomplishment) Selisih antara kedua komponen
tersebut akan membentuk laba. Laba mencerminkan keefektifan manajemen dalam mengelola
sumber ekonomik dan merupakan informasi penting bagi pihak yang berkepentingan khususnya
bagi mereka yang menyediakan sumber ekonomik dan menanggung risiko akhir. Ukuran
keefektifan ini akan tepat apabila hasil ditandingkan dengan upaya yang menimbulkan hasil
tersebut. Dengan demikian, diperlukanlah dasar asosiasi (basis of association) yang tepat dan
rasional antara kedua komponen tersebut agar laba mempunyai makna atau nilai sebagai
pengukur kinerja yang terandalkan.

Penakar Asosiasi Ideal dan Praktis


Konsep ini merupakan konsekuensi lebih lanjut dari konsep kontinuitas usaha bahwa untuk
menentukan kemajuan perusahaan tidak perlu ditunggu nasib akhir perusahaan itu terjadi. Oleh
karena itu, pihak yang berkepentingan dengan peru sahaan memerlukan wadah atau penakar
kemajuan dari waktu ke waktu. Yang di takar adalah biaya sebagai upaya dan pendapatan
sebagai hasil upaya tersebut.
Penakar yang dimaksud di sini tidak lain adalah dasar atau wadah penandingan antara biaya dan
pendapatan. Penakar yang paling cocok adalah penakar yang dapat menunjukkan secara tepat
dan objektif bahwa biaya yang masuk dalam penakar adalah biaya yang benar-benar
menyebabkan timbulnya pendapatan yang masuk dalam penakar tersebut. Kalau penakar sudah
ditentukan, masalah berikutnya adalah menentukan berapakah kos yang harus masuk ke dalam
penakar sehingga dapat dibaca (dihitung) kos yang dapat diperhitungkan sebagai upaya dan
"kos" pendapatan yang dapat diperhitungkan sebagai hasil.
Idealnya semua kos dilekatkan pada produk sehingga asosiasi antara biaya dan pendapatan yang
ditimbulkan oleh biaya tersebut sangat jelas. Kalau hal ini dimungkinkan (secara teknis dan
ekononik), laba yang diperoleh perusahaan di- ukur atas dasar unit barang yang terjual bukan
atas dasar perioda akuntansi. Akan tetapi, kondisi yang ideal ini hanya dapat dijumpai untuk
jenis perusahaan tertentu seperti perusahaan kontraktor bangunan, perusahaan yang melayani
pekerjaan khusus atas dasar kontrak, dan sejenisnya. Keadaan yang umum (typical) dalam dunia
usaha adalah bahwa perusahaan menjalankan kegiatan usaha yang terus menerus. Hal ini
menimbulkan kesulitan dalam mencari dasar pelekatan kos ke produk yang memungkinkan
semua kos yang terjadi dapat dialokasi secara cukup teliti ke dalam divisi produksi, administrasi,
dan pemasaran atau departemen, atau pusat kos tertentu yang akhirnya seluruh kos membentuk
kos produk. Karena tidak semua kos mudah dikaitkan dengan produk, akuntansi beralih pada
perioda waktu sebagai penakar untuk dijadikan dasar dalam menandingkan (matching) kos yang
telah dikorbankan (biaya) dan pendapatan. Perioda akuntansi merupakan penakar pengganti yang
memang mudah dilaksanakan tetapi konsep dasarnya tetap yaitu bahwa untuk mengukur laba
yang tepat dalam suatu perioda maka pendapatan dari hasil penjualan sejumlah produk (atau
jasa) harus ditandingkan dengan biaya (diukur dengan kos) yang keluar dari kesatuan usaha
untuk memperoleh pendapatan tersebut. Jadi, akuntansi mengklasifikasi kos yang merepresentasi
upaya menjadi kos produk dan kos perioda. Dalam statemen laba-rugi, kos produk mengukur kos
barang terjual dan kos perioda mengukur biaya administrasi dan biaya penjualan.

Laba Akuntansi versus Ekonomik


Konsep ini mempunyai implikasi terhadap interpretasi laba akuntansi. Dengan konsep ini, laba
dipandang sebagai residual atau selisih pengukuran dua elemen yang berkaitan yaitu pendapatan
dan biaya. Laba yeng diperoleh dengan cara seperti ini disebut dengan laba struktural atau
formal. Disebut laba formal karena labe diperoleh sebagai hasil penerapan ketentuan-ketentuan
formal (dalam hal ini adalah prinsip atau standar akuntansi). Karena perbedaan konsep dasar,
pengertian dan tujuan, laba akuntansi dapat berbeda maknanya (bahkan memang demikian)
dengan laba ekonomik atau laba material yang sering digunakan dalam ekonomika atau
perpajakan. Namun demikian akuntansi juga mengupayakan agar laba AQ akuntansi sedapat-
dapatnya merupakan representasi atau proksi laba ekonomik.

Kos Aktual
Dalam menandingkan upaya dengan hasil, akuntansi hanyalah menandingkan upaya yang benar-
benar telah dilakukan oleh suatu kesatuan usaha sehingga laba yang diperoleh adalah selisih
biaya dan pendapatan yang diukur dengan kos yang sesungguhnya terjadi. Artinya, kos tersebut
timbul karena transaksi, kejadian transaksi atau upaya yang nyata-nyata dilakukan. Untuk
mengakui kos harus ada transaksi masa lalu (past trarsactions). Dengan kata lain, biaya
sesungguhnya adalah binya ang terjadi akibat suatu kegiatan yang nyata (real) sehingga kos
hipotetis atau asumsian (hypothetical atau imputed cost) tidak diakui. Contoh kos hipotetis
adalah penghematan kos yang terjadi akibat perusahaan membangun sendiri gedung dan bukan
menyerahkan ke kontraktor. Harga dari kontraktor lebih mahal karena memperhitungkan bunga
dan laba. Akan tetapi, karena tidak ada transaksi yang melandasi, selisih tersebut semata-mata
hanya asumsi bukan kos nyata

Asas Akrual atau Himpun


Karena akuntansi mendasarkan diri pada konsep upaya dan hasil dalam menentukan besarnya
laba, akuntansi tidak membatasi pengertian biaya atau pendapat an pada biaya yang telah dibayar
atau pendapatan yang telah diterima. Akuntansi menekankan substansi suatu kegiatan atau
transaksi yang menimbulkan biaya dan pendapatan. Artinya, akibat suatu transaksi tertentu yang
telah terjadi (past events), berjalannya waktu sudah dapat menjadi dasar untuk mengakui biaya
atau pendapatan. Karena itu dalam proaes penandingan (matching), akuntansi mendasarkan diri
pada asas akrual hukannya asas tunai. Konsep dasar akrual yang diajukan APB sebenarnya
merupakan turunan konsep dasar ini.
Asas akrual adalah asas dalam pengakuan pendapatan dan biaya yang menyatakan bahwa
pendapatan diakui pada saat hak kesatuan usaha timbul lantaran penyerahan barang atau jasa ke
pilhak luar dan biaya diakui pada saat kewajiban timbul lantaran penggunaan sumber ekonomik
yang melekat pada barang dan jasa yang diserah kan tersebut. Sebagai konsekuensi asas ini,
akuntansi mengakui pos-pos akruan (accrued) dan tangguhan (deferred). Penghimpunan atau
pengakruan (accruing) dan tangguhan (deferring) adalah tahap-tahap yang sangat erat
hubungannya dengan proses penandingan (matching).
Kalau dalam suatu pos aset terdapat bagian kos yang tidak dapat dibebankan (didebit) ke
pendapatan pada perioda berjalan maka kos tersebut berstatus sebagai beban tangguhan (deferred
charge). Secara konseptual, hampir semua kos aset sebenarnya merupakan pengukur biaya yang
ditangguhkan pembebanannya ke pendapatan untuk menentukan laba perioda tersebut
Pengertian Depresiasi Depresiasi adalah biaya nyata bukan hipotetis Depresiasi untuk suatu
perioda harus diperhitungkan dan diakuni sebagai biaya karena jasa yang diberikan oleh aset
tetap tidak terjadi sekaligus pada saat penerolehan atau pomberhentian aset tersebut.

Pengertian Depresiasi
Depresiasi adalah biaya nyata bukan hipotesis. Depresiasi untuk suatu perioda harus
diperhitungkan dan diakui sebagai biaya karena jasa yang diberikan oleh asset tetap tidak terjadi
sekaligus pada saat pemerolehan atau pemberhentian asset tersebut. Seluruh potensi saja asset
tetap jelas akan dimanfaatkan atau dipakai dengan cara tertentu sampai jasa yang terkandung
didalamnya habis. Jadi, depresiasi adalah bagian dari kos asset yang telah diperhitungkan sebagai
biaya.

Kapasitas Menganggur
Biaya depresiasi yang telah dihitung dengan metoda tertentu harus tetap merupakan biaya untuk
menghasilkan pendapatan walaupun perhitungan tersebut menimbulkan atau bahkan menambah
rugi operasi. Meskipun demikian tidak tertutup kemungkinan untuk memisahkan dalam laporan
laba-rugi bagian depresiasi tahun berjalan yang merepresentasikapasitas menganggur.

Pos-Pos Luar Biasa


Untuk menentukan laba periodic, konsep menandingkan yang berorientasi jangka panjang akan
memasukkan juga:
Untung luar biasa, yaitu timbulnya atau bertambahnya manfaat ekonomik atau asset yang terjadi
tanpa upaya yang jelas dan direncanakan.
Rugi luar biasa, yaitu hilangnya atau berkurangnya manfaat ekonomik atau asset yang terjadi
akibat hal-hal yang tidak ada hubungannya atau tidak mudah dihubungkan dengan upaya untuk
memperoleh hasil

BUKTI TERVERIFIKASI DAN OBJEKTIF

Konsep ini menyatakan bahwa informasi keuangan akan mempunyai tingkat kemanfaatan dan
tingkat keterandalan yang cukup tinggi apabila terjadinya data keuangan didukung oleh bukti-
bukti yang objektif dan dapat diuji kebenarannya.objektivitas bukti harus dievaluasi atas dasar
kondisi yang melingkupi penciftaan, pengukuran, dan penangkapan atau pengakuan data
akuntansi. Jadi, akuntansi tidak mendasarkan diri pada objektivitas mutlak melainkan pada
objektivitas relative yaitu objektivitas yang paling tinggi pada waktu transaksi terjadi dengan
mempertimbangkan keadaan dan tersedianya informasi pada waktu tersebut.

Arti Penting Untuk Pengauditan


Konsep bukti yang dapat diuji kebenarannya dan objektif menjadi penting dalam kaitannya
dengan pengauditan untuk menentukan kewajaran statemen keuangan.salah satu criteria
kewajaran adalah bahwa pos-pos statemen didefinisi, diukur, dinilai, diakui, dan disajikan sesuai
dengan PABU.

Objektivitas Bukti
Bukti adalah sarana untuk memastikan kebenaran atau memberikan pembuktian.bukti yang kuat
adalah bukti yang dapat memberikan keyakinan tinggi akan kebenaran suatu pernyataan. Bukti
terverifikkasi adalah bukti yang mempunyai sifat tertentu sehingga memungkinkan untuk
menjadi bahan pembuktian kebenaran pernyataan.

objektivitas Relative
Akuntansi bukan ilmu pasti sehingga objektivitas bukti dalam akuntansi bersifat relatif. Kegiatan
usaha tidak memungkinkan untuk dijadikan bahan analisis laboraturium dan tidak pula
mengikuti rumrus-rumus matemetik. Oleh karena itu konsep objektivitas dalam penciptaan data
akuntansi adalah objektivitas yang disesuaikan dengan keadaan yang ada pada saat penentuan
fakta bukan objektivitas mutlak.

Objektivitas Dan Keterverifikasian Jangka Panjang


Bukti yang paling kuat dan paling diinginkan adalah bukti yang sepenuhnya objektif. Akan tetapi
bila persyaratan objektivitas semacam ini harus diikuti secara mutlak dalam segala hal maka
akuntansi akan menjadi berpandangan jangka pendek dan bertentangan dengan konsep
kontinuitas usaha.

Bukti akuntansi juga tidak harus mendasarkan pada bukti yuridis. Itulah sebabnya untuk dapat
dinyatakan sebagai asset yang dikuasai kesatuan usaha, suatu asset tidak harus dimiliki kesatuan
usaha akan tetapi cukup dikuasai.

G. ASUMSI

Asumsi dalam daftar konsep P&L sebernarnya bukan merupakan konsep dasar tetapi
lebih merupakan penjelasan bahwa keenam konsep dasar sebelumnya merupakan asumsi atau
didasarkan atas asumsi tertentu dengan segala keterbatasannya. Berikut ini adalah beberapa
contoh asumsi yang menjadi landasan penalaran dalam memilih konsep yang relevan.

a. Kontinuitas Usaha
Konsep kontinuitas usaaha hanya dapat dibenarkan atas dasar pengalaman perusahaan
pada umumnya. Oleh karena itu, penerapan konsep ini dalam perusahaan tertentu adalah
semata-mata asumsi dan kenyataan ini harus tetap dipertimbangkan dalam proses
pelaporan.

b. Perioda Satu Tahun


Pelaporan periodik dengan waktu sebagai wadah pengukuran adalah salah satu kebiasaan
penting dalam akuntansi. Untuk tujuan "penakaran" terhadap pendapatan dan biaya yang
menghasilkan pendapatan tersebut, interval waktu yang biasanya digunakan adalah satu
tahun, baik tahun kalender ataupun tahun buku/ fiskal. Akuntansi menganganggap
(walaupun tidak dapat diuji validitasnya) bahwa waktu satu tahun adalah periode waktu
yang tepat untuk pelaporan. Waktu satu tahun dianggap tidak terlalu pendek dan juga
tidak terlalu panjang. Penakar alternatif adalah unit produksi, pekerjaan-order (job), atau
projek. Untuk perusahaan dagang dan perusahaan pemanufakturan pada umumnya,
penggunaan perioda sebagai penakar pengukuran adalah lebih unggul dari segi
kepraktisan dibandingkan dengan penakar yang lain. Namun demikian, perlu diingat
bahwa terdapat keterbatasan statemen laba-rugi tahunan sebagai indikator kemajuan
perusahaan yang hidup terus. Sampai tingkat tertentu, indikator tahunan semacam itu
bagaimanapun baiknya selalu bersifat sementara (tentatif).

c. Kos sebagai Bahan Olah


Penghargaan sepakatan yang menjadi bahan oleh akuntansi didasarkan atas asumsi bahwa
kos faktor produksi yang diperoleh perusahaan menunjukkan nilai wajar pada saat
terjadinya. Asumsi di balik penalaran tersebut adalah bahwa para pelaku ekonomi
bertindak rasional, suatu asumsi yang tidak selalu benar dalam tiap keadaan. Dapat terjadi
bahwa pihak-pihak yang melakukan transaksi tidak bertindak sepenuhnya mengikuti
mekanisme pasar yang berlaku. Para pelaku transaksi mungkin tidak mempunyai
informasi yang sama atau tidak mempunyai kehendak yang sama untuk melakukan
transaksi. Sering juga terjadi bahwa transaksi dilakukan dengan tidak bijaksana atau
serampangan. Kalau para pihak tersebut samasekali tidak bebas melakukan keputusan,
maka pertimbangan-pertimbangan nonekonomik mungkin akan mempunyai pengaruh
yang sangat besar terhadap objektivitas kos.

d. Daya Beli Uang Stabil


Konsep bahwa jumlah rupiah yang tercatat akan tetap menunjukkan nilai dilandasi
asumsi bahwa daya beli uang adalah stabil sepanjang masa. Dalam perioda-perioda yang
mengalami inflasi cukup tinggi asumsi tersebut jelas tidak berlaku (valid) lagi untuk
tujuan-tujuan tertentu. Kebermanfaatan informasi akuntansi menghadapi tantangan pada
masalah ini. Namun, tidak berarti bahwa akuntansi sebagai penyedia data dasar (basic
quantitativè data) berupa kos historis menjadi berkurang fungsi dan kekuatannya.
e. Tujuan Mencari Laba
Konsep pendapatan dan biaya sebagai aliran jumlah rupiah yang ditandingkan sebenarnya
mengandung asumsi bahwa pendapatan adalah objek yang dituju oleh upaya yang diukur
dengan kos. Dengan kata lain, perusahaan dipandang sebagai suatu organisasi yang
dibentuk untuk menghasilkan laba. Asumsi ini tidak diragukan kelayakannya. Keinginan
untuk menghasilkan laba adalah karakteristik nyata yang melekat pada perusahaan-
perusahaan komersial pada umumnya. Memang benar bahwa kalau perusahaan dikelola
oleh pemerintah tujuan mencari laba ditekan sampai minimal, namun demikian cukup
beralasanlah dalam hal ini untuk menganggap bahwa biaya harus terjadi atau dikeluarkan
untuk menghasilkan pendapatan guna menutup (mengkompensasi) biaya tersebut dan
bahwa prestasi dan kelangsungan hidup perusahaan harus dievaluasi paling tidak atas
dasar kemampuan pendapatan menutup biaya.

H. Keanekaragaman Akuntansi Antarentitas

Konsep ini menyatakan bahwa perbedaan perlakuan (metoda) akuntansi antarkesatuan usaha
merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari karena perbedaan kondisi yang melingkupi dan
karakteristik kesatuan usaha individual. Keunikan kesatuan usaha justru menghendaki perlakuan
akuntansi yang berbeda agar informasi keuangan lebih menggambarkan keadaan unit usaha yang
sebenarnya.

Tentu saja, akuntansi juga menghendaki agar statemen keuangan dapat saling
diperbandingkan antar perusahaan dalam betas-batas yang layak. Oleh karena itu, akuntansi tidak
berusaha untuk menekankan keseragaman mutlak (melalui akuntansi standardisasian dan
standardized accounting) tetapi lebih menekankan pada penentuan pedoman-pedoman umum
yang memberikan kelolasaan untuk memilih perlakuan yang paling sesuai dengan kondisi
masing-masing kesatuan usaha dalam batas-batas yang realistik sehingga pembandingan
antarkesatuan usaha masih tetap memberikan makna yang cukup berarti.
I. Konservatisma
Konservatisma adalah sikap atau aliran (mazhab) dalam menghadapi ketidakpastian
untuk mengambil tindakan atau keputusan atas dasar munculan (outcome) yang terjelek dari
ketidakpastian tersebut. Sikap konservatif juga mengandung makna sikap berhati-hati dalam
menghadapi risiko dengan cara bersedia mengorbankan sesuatu untuk mengurangi atau
menghilangkan risiko.
Ilustrasi berikut memberi gambaran apa yang disebut sikap konservatif. Seseorang yang akan
pergi ke kantor harus memutuskan untuk membawa payung atau tidak sementara cuaca mendung
sekali dan kemungkinan akan turun hujan. Ketidakpastian di sini adalah hujan atau tidak hujan
yang merupakan munculan ketidakpastian tersebut. Membawa payung dianggap terlalu repot
sementara hujan tidak disukai orang tersebut (mungkin karena mudah masuk angin). Kalau dia
membawa payung dan ternyata tidak jadi hujan, dia merasa repot; kalau dia tidak membawa
payung dan ternyata hujan, dia menghadapi risiko sakit. Kalau dia memutuskan untuk membawa
payung karena munculan hujan yang dia pilih sebagai dasar keputusannya, die bersikap
konservatif. Sebaliknya, kalau dia tidak membawa payung (dengan risiko kehujanan tapi
mengharapkan tidak hujan), dia ber sikap optimistik.
Kalau akuntansi menganut konsep dasar konservatisma, dalam menyikapi ketidakpastian,
akuntansi (penyusun standar) akan menentukan pilihan perlakuan atau prinsip akuntansi yang
didasarkan pada munculan (keadaan, harapan, kejadian, atau hasil) yang dianggap kurang
menguntungkan. Seandainya pada saat sekarang penyusun standar harus memutuskan ketentuan
untuk mengakui rugi piutang tak tertagih pada akhir tahun atau tidak (walaupun belum pasti
terjadi), akuntansi akan memutuskan untuk mengakui rugi tersebut. Implikasi konsep ini
terhadap pelaporan keuangan adalah bahwa pada umumnya akuntansi akan segera mengakui
biaya atau rugi yang kemungkinan besar akan terjadi tetapi tidak mengantisipasi (mengakui lebih
dahulu) untung atau pendapatan yang akan datang walaupun kemungkinan terjadinya besar.
Pengendalian Internal Menjamin Keterandalan Data
Konsep ini menyatakan bahwa sistem pengendalian internal yang memadai merupakan sarana
untuk mendapatkan keterandalan informasi yang tinggi. Konsep yang diajukan Grady ini
dilandasi penalaran bahwa objektivitas dalam akuntansi bukan merupakan objektivitas mutlak
dan akuntansi mengakui adanya taksiran-taksiran sehingga keterandalan data hanya dapat
dijamin kalau kesatuan usaha mempunyai sistem pengendalian internal yang memadai. Oleh
karena itu, pengendalian internal juga merupakan salah satu bentuk bukti yang mendukung
keterandalan, objektivitas, dan keterverifikasian angka-angka akuntansi. Sebagai bukti, auditor
harus menilai (to assess) struktur pengendalian internal kesatuan usaha yang diauditnya.

J. Manfaat Konsep Dasar

Walaupun telah disinggung sebelumnya bahwa konsep dasar berfungsi melandasi penalaran pada
tingkat perekayasaan akuntasi, konsep dasar lebih banyak manfaatnya bagi penyusun standar
dalam beragumen untuk menentukan konsep, prinsip, metode atau teknik yang akan dijadikan
standar. Dalam tiap standar yang diterbitkan ( Statement of Financial Accounting Standards ),
misalnya, FASE yang menyertakan bagian yang disebut di dalamnya terrefleksi konsep dasar
yang dianut baik secara ekplisit maupun implisit. P&L menegasakan bahwa penyusunan standar
harus dilandasi oleh pemikiran atau penalaran yang jelas dan jernih (hallmarks of clear thinking).
Hal ini dinyatakannya sebagai berikut (hlm.6):21

The standards of accunting , like those of any other field of human endeavor, shoul be in
accord with the accepted hallmarks of clear thinking. Thus accounting standards should
be orderly, systematic, coherent; they should be in harmony with observable, objective
conditions; they shoud be impersonal and impartial. At the same time it should be noted
that a formulated standard may not always conform with generally accepted practice.
The latter is like stastistical mean in the mids of surrounding data; the former may often
be a guide to the gradual improvement of corporation accounting practices and a gauge
against which to measure variations .

Gagasan di atas sejalan dengan apa yang dikatakan Kam (1990) yang menyatakan bahwa
praktik yang sehat harus dilandasi oleh teori yang sehat pula (good practice is based on good
theory). Bahwa standar harus objektif dan tak memihak ( impersonal and Impartial ) berarti
bahwa standar harus bebas dari selera dan kepentingan pribadi atau kelompok . pemilihan istilah,
misalnya, harus didasarkan atas pemikiran yang jernih dan kaidah kebahasaan yang baik
bukannya atas selera seseorang yang berkuasa. Demekian juga, standar akuntansi tidak harus
tunduk apa yang nyatanya dipraktikan tetapi harus lebih berorientasi ke masa depan demi
peraikan secara bertahap ( gradual improvement ).

Anda mungkin juga menyukai