Anda di halaman 1dari 26

ALASAN DIPERLUKAN TATA KELOLA YANG BAIK DAN ETIKA

BISNIS

Dosen Pengajar

Dr. Jenny Morasa, SE, M.Si, Ak, CA

Oleh

Milenya Arumasi

Meiva Fransiska Lomboan

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

MANADO

2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas
tentang Alasan diperlukan Tata Kelola yang Baik dan Etika Bisnis dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya. Kami berterima kasih kepada dosen
pengajar pada mata kuliah Etika Profesi dan Tata Pamong.

Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah


wawasan serta pengetahuan kita semua mengenai Etika Profesi. Kami menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam Makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang nantinya kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Manado, September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 2
1.2 Tujuan ............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Alasan Diperlukan Tata Kelola yang Baik ......................................... 3
2.2 Definisi dan Prinsip Dasar Tata Kelola .............................................. 5
2.3 Tinjauan Struktur Tata Kelola di Indonesia ........................................ 8
2.4 Prinsip-prinsip Tata Kelola Menurut OECD (Organization For
Economic Co-peration and Develompment) ..................................... 11
2.5 Manfaat Tata Kelola bagi Korporat dan Lingkungan ........................ 12
2.6 Overview Regulasi dan Pedoman Tata Kelola di Indonesia .............. 15
2.7 Instrumen Penilaian dan Bukti Empiris Terhadap Praktik Tata Kelola
di Indonesia dan ASEAN ................................................................. 18
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan ......................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan tata kelola perusahaan berangkat dari tori keagenan (agency
theory) yang dikembangkan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976. Tori
tersebut mendasarkan hubungan kontrak antara prinsipal dan agen. Prinsipal
merupakan pihak yang memiliki sumberdaya dan memberikan mandat kepada
agen untuk bertindak atas nama prinsipal, sedangkan agen merupakan pihak yang
diberi amanat oleh prinsipal untuk mengelola sumberdaya. gen berkewajiban
untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanahkan oleh prinsipal
kepadanya serta memiliki kewenangan pengambilan keputusan yang akan
mempengaruhi kesejahteraan prinsipal.
Perusahaan berinteraksi dengan berbagai pihak dalam menjalankan
usahanya, antara lain dengan Direksi/Manajemen, pemegang saham pengendali
dan non-pengendali, kreditor, pemerintah, karyawan, masyarakat. Sumber daya
tidak hanya berupa modal finansial tetapi antara lain juga modal intelektual dan
ketrampilan, layanan publik/infrastruktur, sumber daya alam. Contoh hubungan
prinsipal-agen tidak hanya terbatas pada hubungan antara pemegang saham dan
manager, hubungan prinsipal-agen dapat pula terjadi hubungan antara:
a. Kreditor (prinsipal) dan Manajemen (agen).
b. Pemegang Saham Non-Pengendali (prinsipal) dan Pemegang Saham
Pengendali (agen).
c. Pemerintah (prinsipal) dan Manajemen (agen).
d. Karyawan (prinsipal)-Manajemen (agen).
e. Publik (prinsipal)-Manajemen (agen).
Agen sebagai pihak yang bertugas untuk mengelola perusahaan mempunyai
lebih banyak informasi mengenai perusahaan dibanding prinsipal. Hal inilah yang
mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi antara prinsipal dan agen.
Ketidakseimbangan informasi karena adanya distribusi informasi yang tidak sama
antara prinsipal dan agen disebut dengan asimetri informasi (asymmetric
information)

1
Tanpa pengawasan yang kuat, agen cenderung untuk mengejar
kepentingannya sendiri (yaitu, self interest), yang mungkin bertentangan dengan
kepentingan prinsipal. Dengan tingkat asimetri informasi yang tinggi, tindakan
agen tidak dapat dilihat/diamati dengan baik sehingga agen akan cenderung
melakukan tindakan yang menguntungkan dirinya dan merugikan prinsipal.
Contoh-contoh manifestasi konflik kepentingan antara prinsipal dan agen adalah:
pemegang saham - manajemen (Enron, Worldcom, Bank Global), pemegang
saham pengendali - pemegang saham non-pengendali (Parmalat, Bank Century,
Satyam), kreditur- manajemen (Bank Century, Parmalat, Great River Garment),
masyarakat - manajemen (Inti Indorayon). Berikut adalah penjelasan lebih rinci
terhadap beberapa konflik kepentingan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa alasan diperlukan tata kelola yang baik dan etika bisnis?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa alasan diperlukan tata kelola yang baik dan
etika bisnis.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Alasan Diperlukan Tata Kelola yang Baik
Konflik Pemegang Saham dan Manajer
Perilaku mementingkan diri sendiri (self interest) dari manager (agen) akan
menimbulkan konflik dengan kepentingan pemegang saham (prinsipal). Manajer
lebih suka pertumbuhan dan ukuran perusahaan menjadi bear karena berarti akan
mendapat keamanan kerja yang lebih besar, kompensasi yang lebih besar, prestise
yang lebih bear dan pengeluaran diskresioner yang lebih besar. Konfik antara
manajer dan pemegang saham dapat berbentuk:
1. Konsumsi penghasilan tambahan yang berlebihan (perquisites) dapat
berbentuk manfaat langsung maupun manfaat tidak langsung. Manfaat
langsung misalnya penggunaan mobil perusahaan yang terlalu mewah dan
pengeluaran pengeluaran lain yang tidak perlu, sedangkan manfaat tidak
langsung misalnya ruangan kantor yang terlalu mewah.
2. Manajer melakukan shirking (lalai) dimana manager tidak bekerja dengan
upaya terbaik mereka. Contoh masalah ini dapat dilihat pada kasus Bank
Global, kasus Enron dan Worldcom.
Konflik antara Kreditur dan Pemegang Saham
Ketika membahas konflik Kreditur - Pemegang Saham ini, diasumsikan
manager bertindak mewakili pemegang saham yang mengadakan kontrak dengan
kreditur. Masalah keagenan terkait hutang terjadi ketika manajer sebagai
perwakilan pemegang saham berusaha mentransfer kesejahteraan dari kreditur ke
pemegang saham dan atau dirinya sendiri, Ketika perusahaan mengeluarkan
hutang yang berisiko, perusahaan memiliki pilihan untuk gagal membayar hutang.
Konflik in dapat terwujud dalam tiga cara yaitu: aset substitusi, underinvestment
dan claim dilution.
1. Asset Substitution Problem
Aset substitusi terjadi ketika sebuah perusahaan menukar investasi pada
aset-aset berisiko rendah kepada investasi pada aset berisiko tinggi. Substitusi aset
ini menyebabkan meningkatnya resiko. Peningkatan level resiko ini akan
berdampak negatif terhadap kreditur karena meningkatnya kemungkinan

3
perusahaan gagal dalam membayar hutang. Pengalihan aset menimbulkan risiko
yang lebih tinggi bagi kreditur dengan tanpa memberikan tambahan kompensasi
bagi mereka karena mereka hanya mendapatkan imbal hasil tetap dari hutang yang
diberikan kepada perusahaan. Maka dapat dikatakan bahwa substitusi aset ini akan
mentransfer keuntungan dari kreditur kepada para pemegang saham.
2. Underinvestment
Underinvestment terjadi ketika perusahaan menolak untuk berinvestasi pada
aset yang berisiko rendah dengan tujuan untuk memaksimalkan kekayaan
pemegang saham, namun hal ini berarti dengan mengabaikan kepentingan
kreditur. Proyek berisiko rendah akan memberikan keamanan yang lebih bagi
pemegang utang karena aliran kas yang dihasilkan dapat melunasi pinjaman.
Namun arus kas yang aman tersebut tidak menghasilkan imbal hasil yang
memadai untuk pemegang saham. Akibatnya proyek in ditolak oleh perusahaan
meskipun dapat meningkatkan nilai perusahaan secara keseluruhan.
3. Claim Dilution
Divestasi perusahaan untuk penciptaan sebuah entitas baru melalui
penerbitan saham baru adalah situasi lain yang mengarah kekonflik antara
pemegang saham dan pemegang obligasi. Manajemen dapat mentransfer kekayaan
kepada pemegang saham yang ada atau yang bar dengan menerbitkan utang baru.
Dengan menerbitkan utang baru, risiko Keuangan perusahaan meningkat dan nilai
obligasi akan berkurang.
Konflik antara Pemegang Saham Pengendali dan Pemegang Saham
Minoritas
Dalam konflik pemegang saham pengendali - pemegang saham minoritas,
pemegang saham pengendali dapat menggunakan kekuasaan mereka untuk
menguntungkan dir sendiri dengan mengorbankan kepentingan para pemegang
saham minoritas atau apa yang disebut dengan ekspropriasi.
a. Pemegang saham pengendali dapat mengekspropriasi kekayaan pemegang
saham non-pengendali melalui antara lain transaksi dengan pihak terafiliasi
(RPT).
b. Transaksi antara pihak terafiliasi mungkin tidak dilakukan dengan harga dan
persyaratan dan kondisi yang sama antara pihak ketiga. Contohnya,

4
perusahaan terbuka membeli bahan baku dengan harga di mark-up dari
perusahaan yang 100 persen sahamnya dimiliki pemegang saham
pengendali perusahaan terbuka tersebut. Kerugian di perusahaan terbuka
sebagian ditanggung pemegang saham non-pengendali sementara
keuntungan di perusahaan privat sepenuhnya dinikmati pemegang saham
pengendali. Akibatnya terjadi transfer kekayaan dari pemegang saham non-
pengendali ke pemegang saham pengendali.
Contoh: Bank Century, Parmalat, Satyam.
Tata kelola korporat berperan untuk mengatasi konflik kepentingan in
dengan melindungi kepentingan prinsipal, mengurangi tingkat
informasiasimetridan mengawasiagen. Tatakelola yang baik akan memberikan
perlindungan yang memadai dan memperlakukan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya secara adil. Tata kelola mengatur pembagian tugas, hak, dan
kewajiban pihak-pihak dalam organisasi terhadap kehidupan perusahaan,
termasuk para pemegang saham, direksi, dewan komisaris dan pemangku
kepentingan. Pembagian tugas, hak, dan kewajiban juga berfungsi sebagai
pedoman pengawasan dan pengevaluasian kinerja dewan komisaris dan
direksi/manajemen perusahaan.
2.2. Definisi dan Prinsip Dasar Tata Kelola
Setiap perusahaan harus memberikan kepastian atas penerapan prinsip atau
asas GCG di setiap aspek bisnisnya. Menurut KNKG (2006), prinsip-prinsip GCG
terdiri dari transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta
kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha
(sustainability) perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan
(stakeholders).
- Transparansi (Transparancy)
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah
diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil
inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh
peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan

5
keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan
lainnya.Pedoman pokok pelaksanaannya:
a. Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai,
jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku
kepentingan sesuai dengan haknya.
b. Informasi yang harus diungkapkan meliputi tetapi tidak terbatas pada, visi,
misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan
kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham
oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota
keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem manajemen
resiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan
pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang
dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.
c. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi
kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak
pribadi.
d. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional
dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.
- Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur
dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas
merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang
berkesinambungan.Pedoman pokok pelaksanaannya:
a. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-
masing pihak perusahaan yang bersangkutan dan semua karyawan secara
jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values),
dan strategi perusahaan.

6
b. Perusahaan harus meyakini bahwa semua pihak perusahaan yang
berkepentingan dan semua karyawan mempunyai kemampuan sesuai
dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan GCG.
c. Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang
efektif dalam pengelolaan perusahaan.
d. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan
yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem
penghargaan dan sanksi (reward and punishment system).
Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap pihak
perusahaan yang bersangkutan dan semua karyawan harus berpegang pada etika
bisnis dan pedoman perilaku (code of conduct) yang telah disepakati.
- Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga
dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat
pengakuan sebagai good corporate citizen. Pedoman pokok pelaksanaannya:
a. Pihak-pihak perusahaan yang berkepentingan harus berpegang pada prinsip
kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws).
b. Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain
peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar
perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
- Independensi (Independency)
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola
secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.Pedoman pokok
pelaksanaannya:
a. Masing-masing pihak perusahaan yang bersangkutan harus menghindari
terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh
kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest)
dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan
dapat dilakukan secara obyektif.

7
b. Masing-masing karyawan perusahaan harus melaksanakan fungsi dan
tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan,
tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu
dengan yang lain.
- Kewajaran (fairness)
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya
berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Pedoman pokok pelaksanaannya:
a. Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan
untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan
perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip
transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing.
b. Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada
pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang
diberikan kepada perusahaan.
c. Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan
karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik.
2.3. Tinjauan Struktur Tata Kelola di Indonesia
Perbandingan Struktur Satu Dewan dan Dua Dewan
Dalam diskusi corporate governance sering ditemukan istilah one-tier system
dan two-tier system. One-tier system banyak dipakai di negara anglo-saxon seperti
US, UK, Canada dan Australia. Sedangkan two-tier system banyak dipakai di negara
Eropa daratan seperti Jerman, Belanda. Indonesia termasuk menganut sistem two-tier.
Dalam one-tier system, peran dewan komisaris (pengawas) dan peran dewan direksi
(pelaksana/eksekutif) dijadikan dalam satu wadah, wadah ini disebut board of
director (BOD). Penyatuan ini membuat tidak jelasnya peran dari pengawas dan
pelaksana. Di dalam one-tier corporate governance system, ada empat tipe struktur
board:
1. Semua direktur eksekutif adalah anggota board. Top managers adalah juga anggota
board. ini banyak ditemukan pada perusahaan kecil, perusahaan keluarga dan
start-up business.

8
2. Mayoritas anggota board adalah direktur eksekutif. Di struktur ini ada direktur non-
eksekutif dalam board namun jumlahnya sedikit (minoritas).
3. Mayoritas adalah direktur non-eksekutif. Sebagian besar dari direktur non-
eksekutif ini adalah direktur independen.
4. Semua non-eksekutif direktur adalah anggota board. Banyak ditemukan dalam
organisasi non-laba.
Sedangkan di dalam two-tier system, peran dewan komisaris dan dewan direksi
dipisah secara jelas. Dewan komisaris akan mengawasi kerja dewan direksi.Untuk
two-tier corporate governance system, struktur yang ada ialah terdiri dari dua board:
1. Dewan pengawas (supervisory board). Ini terdiri dari direktur non-eksekutif
independen dan direktur non-eksekutif tidak independen (connected).
2. Dewan pelaksana (executive board). Ini terdiri dari semua direktur pelaksana
seperti CEO, CFO, COO, CIO (C-level management).
Seperti disebutkan di atas, Indonesia menganut sistem two-tier governance. Hal
ini mungkin karena pengaruh Belanda yang juga menganut sistem itu. Hanya saja,
sistem two-tier ala Eropa menempatkan wakil dari karyawan (employee) pada level
dewan direksi. Ini yang tidak ditiru oleh sistem di Indonesia.
Organ Korporat
Organ perusahaan terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS),
Dewan Komisaris, dan Direksi. Setiap organ memiliki fungsinya sendiri-sendiri
sesuai dengan ketetuan yang berlaku. Dalam konteks good corporate governance,
masing-masing organ harus melakukan tugasnya secara independen untuk
kepentingan perusahaan.
Hubungan antar Organ
1. RUPS adalah organ perusahaan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam
perusahaan dan memegang segala kewenangan yang tidak diserahkan kepada
Direksi dan Dewan Komisaris. RUPS sebagai organ perusahaan merupakan
wadah para pemegang saham untuk mengambil keputusan penting yang berkaitan
dengan modal yang ditanam dalam perusahaan, dengan memperhatikan ketentuan
anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan. Keputusan yang diambil
dalam RUPS didasari pada kepentingan usaha perusahaan dalam jangka panjang.
Kewenangan RUPS antara lain mengangkat dan memberhentikan anggota Dewan
Komisaris dan Direksi, mengevaluasi kinerja Dewan Komisaris dan Direksi,

9
menyetujui perubahan Anggaran Dasar, menyetujui laporan tahunan dan
menetapkan bentuk dan jumlah remunerasi anggota Dewan Komisaris dan Direksi
serta mengambil keputusan terkait tindakan korporasi atau keputusan strategis
lainnya yang diajukan Direksi. Keputusan yang diambil dalam RUPS didasarkan
pada kepentinganperusahaan. Tanpa mengurangi kekuasaan dan wewenang yang
dimiliki oleh RUPS, RUPS atau pemegang saham tidak dapat melakukan
intervensi terhadap pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang Dewan Komisaris
dan Direksi untuk menjalankan kewajiban dan haknya sesuai dengan anggaran
dasar dan peraturan perundang-undangan. Pengambilan keputusan RUPS
dilakukan secara wajar dan transparan.
2. Dewan Komisaris merupakan organ perusahaan yang bertugas dan
bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan
nasihat kepada Direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan GCG
pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Dalam melaksanakan tugas,
Dewan Komisaris bertanggung jawab kepada RUPS. Pertanggungjawaban Dewan
Komisaris kepada RUPS merupakan perwujudan akuntabilitas pengawasan atas
pengelolaan perusahaan dalam rangka pelaksanaan prinsip-prinsip GCG. Kinerja
Dewan Komisaris dievaluasi berdasarkan unsur-unsur penilaian kinerja yang
disusun secara mandiri oleh Dewan Komisaris. Pelaksanaan penilaian dilakukan
pada tiap akhir periode tutup buku. Hasil penilaian kinerja Dewan Komisaris
disampaikan dalam RUPS. Tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dapat
dirinci sebagai berikut:
a. Melakukan pengawasan atas jalannya pengurusan Perusahaan oleh Direksi
serta memberikan persetujuan dan pengesahan atas rencana kerja dan
anggaran tahunan Perusahaan.
b. Mengadakan rapat atau pertemuan secara berkala untuk membahas
pengelolaan operasional Perusahaan.
c. Mengawasi pengelolaan Perusahaan atas kebijakan yang telah ditetapkan
oleh Direksi dan memberikan masukan jika diperlukan.
d. Menominasikan dan menunjuk calon anggota Dewan Komisaris dan Direksi
untuk diajukan dan disetujui dalam RUPS Tahunan.

10
e. Menentukan jumlah remunerasi bagi anggota Dewan Komisaris dan Direksi,
berlandaskan pada wewenang yang diberikan dalam RUPS Tahunan.
f. Menunjuk dan menetapkan anggota Komite Audit.
3. Direksi adalah organ perusahaan yang bertanggungjawab penuh atas
pengurusan perusahaan untuk kepentingan dan tujuan perusahaan sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar. Dalam melaksanakan tugasnya, Direksi bertanggung
jawab kepada RUPS. Pertanggungjawaban Direksi kepada RUPS merupakan
perwujudan akuntabilitas pengelolaan perusahaan dalam rangka pelaksanaan
prinsip-prinsip GCG. Kinerja Direksi dievaluasi oleh Dewan Komisaris baik
secara individual maupun kolektif berdasarkan unsur-unsur penilaian kinerja yang
disusun oleh Komite Nominasi. Pelaksanaan penilaian dilakukan pada tiap akhir
periode tahun buku. Hasil penilaian kinerja Direksi oleh Dewan Komisaris
disampaikan dalam RUPS. Berdasarkan ketentuan Anggaran Dasar, tugas utama
Direksi adalah bertanggung jawab penuh dalam melaksanakan tugasnya untuk
kepentingan Perusahaan dalam mencapai maksud tujuan. Maka dari itu setiap
anggota Direksi wajib mempertanggungjawabkan tugasnya sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku dan Anggaran Dasar Perusahaan. Tugas
pokok Direksi adalah sebagai berikut:
a. Memimpin, mengurus, dan mengendalikan Perusahaan sesuai dengan tujuan
Perusahaan;
b. Menguasai, memelihara, dan mengurus kekayaan Perusahaan;
c. Menyusun rencana kerja tahunan yang memuat anggaran tahunan
Perusahaan, dan wajib disampaikan kepada Dewan Komisaris untuk
memperoleh persetujuan dari Dewan Komisaris, sebelum tahun buku
tersebut dimulai.
2.4. Prinsip-Prinsip Tata Kelola Menurut OECD (Organization For
Economic Co-Operation And Development)
Perusahaan harus memastikan dasar kerangka tata kelola perusahaan yang
efektif (OECD, 2004). Kerangka tata kelola perusahaan harus menunjukkan
transparansi dan pasar yang efisien, konsisten dengan aturan hukum dan jelas
mengartikulasikan pembagian tanggung jawab antara berbagai pengawasan dan

11
penegakan hukum yang berlaku. Dasar kerangka tata kelola perusahaan yang
efektif yaitu:
- Kerangka tata kelola perusahaan harus dikembangkan dengan tujuan untuk
berdampak pada kinerja ekonomi secara keseluruhan, integritas pasar dan
insentif untuk menciptakan pelaku pasar dan kenaikan pasar yang transparan
dan efisien.
- Persyaratan hukum dan peraturan yang mempengaruhi praktik tata kelola
perusahaan dalam yurisdiksi harus konsisten dengan aturan hukum,
transparan, dan dapat dilaksanakan.
- Pembagian tanggung jawab antara otoritas yang berbeda dalam yurisdiksi
yang harus jelas diartikulasikan dan memastikan bahwa kepentingan umum
disajikan.
- Pengawas, pihak berwenang, dan penegak hukum harus memiliki
wewenang, integritas dan sumber daya untuk memenuhi tugas mereka
secara profesional dan obyektif. Selain itu,keputusan mereka harus tepat
waktu,transparan dan sepenuhnya dijelaskan.
2.5. Manfaat Tata Kelola Bagi Korporat dan Lingkungan
1. Meningkatkan kualitas kerja para karyawan
Dengan adanya good corporate governance, maka kondisi lingkungan
pekerjaan akan menjadi lebih baik. Bertambah baiknya lingkungan dan
suasana dari lingkungan pekerjaan, maka karyawan akan merasa lebih
dihargai dalam pekerjaannya. Hal ini akan bermanfaat pada lebih baiknya
dan meningkatnya kualitas kerja yang dilakukan oleh para karyawan.
Karyawan bisa merasa nyaman dan senang dalam bekerja di perusahaan
yang menerapkan good corporate governance tersebut.
2. Meningkatkan keterikatan kerja para karyawan
Kualitas pekerjaan dari para karyawannya bertambah dan juga kondisi dari
lingkungan pekerjaan yang membuat nyaman, maka karyawan pun akan
memiliki keterikatan kerja yang baik dengan perusahaannya. Hal ini akan
berdampak pada perusahaan yang tidak perlu repot dalam mengevaluasi
hasil kerja dari para karyawannya. Karena dengan meningkatnya keterikatan

12
kerja dari para karyawan, maka hasil pekerjaan pun akan menjadi lebih baik
dan juga lebih fokus.
3. Meningkatkan kinerja perusahaan
Manfaat GCG yang berdampak pada kualitas pekerjaan pada karyawan,
maka hal ini akan berdampak langsung pada kinerja keseluruhan dari
perusahaan tersebut. Good corporate governance dapat mempengaruhi
kualitas pekerjaan dari karyawan, dan juga akan berpengaruh pada
meningkatnya kinerja keseluruhan dari perusahaan itu sendiri.
4. Neraca perusahaan yang lebih baik
Dengan meningkatnya kondisi kualitas pekerjaan dari karyawan dan juga
meningkatnya kinerja dari perusahaan secara keseluruhan, maka hal ini juga
akan berdampak pada kondisi neraca keuangan dari perusahaan yang akan
menjadi lebih baik dan mengarah kea rah yang positif. Itu artinya,
kemungkinan perusahaan merugi resikonya akn menjadi lebih kecil,
dibandingkan perusahaan yang tidak menerapkan good corporate
governance.
5. Penggunaan sumber daya yang lebih efektif
Selain itu manfaat GCG bagi perusahaan yang diterapkan , pengelolaan dan
penggunaan sumber daya akan menjadi lebih efektif. Perusahaan hanya akan
menaruh karyawan yang sesuai dengan kemampuannya. Hal ini tidak terjadi
tumpang tindih tugas yang menagkibatkan kekacauan pada tubuh
perusahaan tersebut.
6. Dapat mencegah munculnya KKN
KKN atau yang sering kita kenal dengan istilah korupsi, kolusi dan
nepotisme merupakan salah satu faktor penghambat dari kemajuan suatu
perusahaan. Dengan adanya KKN pada suatu perusahaan dapat
menyebabkan:
- Perusahaan menjadi rugi
- Penempatan sumber daya yang tidak pas dan tidak efektif
- Bangkrut
- Terjerat kasus hukum

13
Dengan menerapkan prinsip dan konsep dari good corporate governance ini,
maka KKN yang sering terjadi pada perusahaan dapat dikrangi dan ditekan
jumlahnya.
7. Suasana lingkungan bekerja yang lebih baik
Manfaat Good corporate governance juga berguna untuk meningkatkan
lingkungan bekerja menjadi lebih baik. Setiap karyawan akan merasa
dihargai dan membuat mereka akan merasa betah. Dengan begitu,
penerapan good corporate governance akan menyebabkan lingkungan
pekerjaan darikaryawan menjadi lebih baik.
8. Mencegah terjadinya turnover pada karyawan
Turnover merupakan istilah lain untuk pindah kerja pada karyawan. Sering
sekali kita mendengan ada istilah karyawan yang tidak betah, baru 1 – 2
tahun bekerja sudah ingin berhenti dan pindah dari pekerjaannya. Tentu saja
hal ini dapat merugikan pihak perusahaan. Namun demikian, dengan
penerapan konsep good corporate governance, intensi karyawan dalam
melakukan turnover ini dapat ditekan dan diminamilisir.Hal ini karena good
corporate governance dapat meningkatkan kualitas pekerjaan dan membuat
karyawan menjadi lebih betah berapa dalam perusahaan tersebut.
9. Melindungi hak para pemegang saham
Manfaat GCG bagi perusahaan dalam konsep ini dapat melindungi hak dan
kepentingan dari para pemegang saham perusahaan. Dengan adanya good
corporate governance, maka kepentingan dan juga hak dari pemegang
saham untuk menjalankan tugasnya menjadi lebih optimal, sehingga para
pemegang saham dapat menciptakan kebijakaan – kebijakan yang nantinya
akan bermanfaat bagi perusahaan dan karyawannya.
10. Meningkatkan nilai perusahaan dan menarik investor
Suatu perusahaan yang menerapkan good corporate governance dengan bak
dan optimal akan memiliki suasana dan kualitas pekerjaan yang baik. Selain
itu good corporate governance juga dapat berpengaruh pada kondisi neraca
keuangan perusahaan. Hal ini akan menjadi nilai tambah dari suatu
perusahaan di mata para investor.Para investor akan lebih tertarik untuk

14
menanamkan saham pada perusahaan yang memiliki kualitas dan suasana
bekerja yang baik serta neraca keuangan yang positif.
11. Hubungan antar perangkat perusahaan yang lebih baik
Biasanya beberapa karyawan terutama bawahan seringkali merasa takut
apabila berhadapan dengan atasannya. Namun, dengan penerapan good
corporate governance secara tepat, hal ini tidak akan tejadi. Hubungan
antara perangkat perusahaan, baik horizontal maupun vertical akan menjadi
lebih harmonis.
2.6. Overview Regulasi dan Pedoman Tata Kelola di Indonesia
Setelah krisis moneter yang mengahantam perekonomian di negara-negara

Asia menjelang akhir tahun 1990-an, muncul inisiatif untuk menguatkan kerangka

tata kelola perusahaan, baik di tingkat nasional maupun regional.Studi yang

dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) mengidentifikasi bahwa

kontributor utama dalam krisis ekonomi tersebut yakni lemahnya tata keola

perusahaan.Dengan demikian, krisis Asia menjadi momentum penting yang

mendorong urgensi reformasi tata kelola perusahaan di Asia, dan juga di

Indonesia.

1. Pembentukan Komite Nasional Kebijakan Coporate Governance.

Krisis yang melanda Asia tersebut mendorong pemerintah Indonesia untuk

bersungguh-sungguh meyelesaikan masalah tata kelola perusahaan di Indonesia.

Untuk itu, dibentuklah Komite Nasional Kebijakan Coperate Governance

(KNKCG) pada tahun 1999 melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang

Ekonomi, Keuangan dan Industri, dengan melibatkan 30 orang perwakilan dari

sektor publik swasta untuk merekomendasikan prinsip GCG nasional.

Pada tahun 2004, KNCKG dirubah menjadi Komite Nasional Kebijakan

Governance (KNKG) dengan pertimbangan untuk memperluas cakupan ke tata

kelola sector publik (public governance).KNKG telah menerbitkan Pedoman

15
Nasional Good Corporate Governance (Pedoman Nasional GCG) pertama kali

pada tahun 1999, yang kemudian direvisi pada tahun 2001 dan 2006.

Selanjutnya, untuk mendukung upaya reformasi yang dilakukan pemerintah,

kemudian bermunculan berbagai inisiatif yang digagas oleh berbagai kalangan

yang menaruh kepedulian untuk membangun kembali Indonesia setelah krisis.

Berbagai organisasi yang mempelopori pentingnya praktik tata kelola perusahaan

yang baik di Indonesia antara lain, Indonesian Institute for Corporate Directorship

(IICD), Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG), Forum for

Corporate Governance In Indonesia (FCGI), Ikatan Komite Audit Indonesia

(IKAI), dan Lembaga Komisaris dan Direksi Indonesia (LKDI). Organisasi

tersebut bertujuan untuk mempromosikan kepedulian terhadap kelola dengan

mengadakan seminar dan konferensi, membantu perusahaan untuk melakukan

self-assessment, menyediakan program pendidikan dan pelatihan, melakukan

penilaian praktik tata kelola, serta menyediakan indeks persepsi tata kelola secara

tahunan.

2. Undang-Undang Perseroan Terbatas

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Peseroan Terbatas (UUPT)

yang menggantikan undang-undang sebelumnya tahun 1995 merupakan undang-

undang yang lebih komprehensif dalam mengakomodasi dan menjabarkan

prinsip-prinsip tata kelola dengan mengatur kesetaraan organ perusahaan yang

terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris, dan

Direksi. UUPT juga menjelaskan peran dan tanggungjawab dari Dewan Komisaris

dan Direksi, serta elemen tata kelola perusahaan lainnya.Revisi UUPT ini

mencerminkan bahwa masalah tata kelola perusahaan di Indonesia telah

16
diakomodasi sedemikian rupa dalam peraturan perundang-undangan yang penting

tentang perusahaan di Indonesia.

3. Pedoman-Pedoman GCG

Untuk melengkapi Pedoman Umum GCG yang sudah dikeluarkan oleh KNKG,

KNKG juga menerbitkan serangkaian pedoman-pedoman sektoral dan manual

penerapan tata kelola perusahaan.

Pedoman
Pedoman Umum Manual GCG
Sektoral
(General Code) (GCG Manual)
(Sectoral Code)

Good Corperrate
Banking (2004,
Governance Business Ethic
2013)
(2001,2006)

Whistleblowing
Good Public Insurance And
System (WBS)
Governance (2006) Reinsurance (2009)
(2008)

Good Governance
Bisnis Syariah Actuarial Audit Committee
(2011) Consultants (2011) (2002)

Insurance And Risk Management


Reinsurance Brokers (2011)
(2011)

Pedoman GCG yang Diterbitkan KNKG

4. Inisiatif Tata Kelola Lainnya

Berbagai inisiatif lainnya di bidang tata kelola perusahaa yang bertujuan

untuk memberikan insentif atau penghargaan kepada perusahan-perusahaan yang

menerapkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik pun telah terbangun.

Diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Annual Report Award (ARA)

Penghargaan terhadap laporan tahunan perusahaan Indonesia, telah

dilaksanakan sejak tahun 2002.Acara ini merupakan hasil kerja sama 7

17
(tujuh) institusi yaitu OJK, Direktorat Jenderal Pajak, Kementrian BUMN,

Bank Indonesia, Komite Nasional Kebijakan Governance, Bursa Efek

Indonesia, dan Ikatan Akuntan Indonesia, serta dikoordinasikan oleh OJK.

Pada awalnya, ARA diikuti oleh 83 perusahaan, dan tahun 2013 diikuti

oleh 234 peserta.

b. Capital Market Awards

Bursa Efek Indonesia mulai mengadakan Capital Market Awards pada

tahun 2006, dengan tujuan utama untuk mendorong penerapan standar dan

praktik bisnis yang baik dan berkelanjutan oleh perusahaan tercatat dan

Perusahaan Efek, yang diantaranya meliputi praktik tata kelola perusahaan

yang baik.

c. IICD Corporate Governance Award

Penghargaan ini diadakan oleh IICD pertama kali pada tahun 2009 dan

didasari pada pengungkapan praktik tata kelola perusahaan tercatat di

Indonesia. Instrumen penilaian adalah CG Scorecard yang juga digunakan

oleh Institute of Directors lainnyadi beberapa Negara ASEAN.

d. IICG Award – Most Trusted Award

IICG meluncurkan Penghargaan “Most Trusted Companies” pada tahun

2001.Penghargaan ini fokus pada perusahaan terbuka, BUMN dan swasta,

serta berdasarkan Corporate Governance Perception Index (CGPI) versi

IICG.

2.7. Instrumen Penilaian dan Bukti Empiris Terhadap Praktek Tata Kelola

di Indonesia dan ASEAN

18
Untuk mengukur kemajuan pasar modal Indonesia dalam menerapkan tata

kelola perusahaan dan mengidentifikasi area-area yang harus diperbaiki dengan

memperhatikan keteladanan yang berlaku di tingkat internasional, beberapa

inisiatif penilaian terhadap penilaian terhadap praktik tersebut sudah dilakukan

oleh beberapa lembaga internasional. Penilaian terhadap tata kelola perusahaan di

Indonesia yang dilakukan oleh lembaga internasional yaitu sebagai berikut:

1. Penilaian Tata Kelola Korporat Indonesia Oleh Bank Dunia

Tata kelola perusahaan merupakan salah satu dari 12 standar yang

ditetapkan oleh komunitas keuangan internasional. The Word Bank dan The

Monetary Fund (IMF) bekerjasama dalam melakukan penilaian atas penerapan

Prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan yang disusun oleh Organisation for

Economic Co-operation and Development (OECD) Hasil penilaian dilaporkan

dalam bentuk Reports on the Observance of Standards and Codes (ROSC).

Tujuan dari inisiatif ROSC adalah untuk mengidentifikasi berbagai kelemahan

yang dapat berkontribusi terhadap kerentanan ekonomi dan keuangan terhadap

suatu Negara. Penilaian ROSC atas tata kelola perusahaan dilakukan dengan

menilai kerangka hukum dan peraturan perundang-undangan, praktik bisnis dan

kepatuhan dari perusahaan terbuka, dan kapasitas penegakannya terhadap prinsip-

prinsip tata kelola yang dikeluarkan oleh OECD (World Bank, 2010) .

2. Penilaian Berdasarkan ASEAN Corportae Governance Scorecard dari

ASEAN Capital Market Forum

Pada tahun 2009, para Menteri Keuangan Negara-negara Association of

South-East Asian Nation (ASEAN) menyepakati rencana implementasi (ACMF

Implementation Plan) untuk mempromosikan pengembangan pasar modal yang

19
terintegrasi. ASEAN Capital Market Forum (ACMF) merupakan asosiasi

regulator pasar modal di kawasan ASEAN yang berupaya untuk mewujudkan

ASEAN sebagai sebuah komunitas ekonomi tunggal pada tahun 2015.Diantara

berbagai inisiatif tersebut, ASEAN Coporate Governance Scorecard (ASEAN

CG Scorecard) diperkenalkan sebagai suatu alat untuk memeringkat kinerja tata

kelola perusahaan publik dan terbuka di ASEAN.Inisiatif ASEAN CG Scorecard

yang bertujuan untuk mengukur dan meningkatkan efektivitas dari implemetasi

prinsip-prinsip tata kelola perusahaan, diluncurkan tahun 2011. Indonesia

bersama-sama dengan 5 (lima) negara anggota ACMF lainnya(Malaysia, Filipina,

Singapura, Thailand, and Vietnam) sepakat untuk mengadopsi kriteria yang

merupakan penjabaran lebih rinci dari prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang

diterbitkan OECD sebagai acuan penilaian untuk ASEAN CG Scorecard.

Penilaian ASEAN CG Scorecard didasarkan pada dokumentasi yang dapat

diakses oleh publik, dan bertujuan agar dapat disusun suatu kumpulan perusahaan

public di kawasan ASEAN dengan tata kelola yang baik, dan dapat dipromosikan

kepada investor mancanegara.

20
BAB III
SIMPULAN
3.1. Simpulan
Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik diyakini mampu memperkuat
posisi daya saing perusahaan secara berkesinambungan, mengelola sumber daya
dan risiko secara lebih efisien dan efektif, meningkatkan corporate value dan
kepercayaan investor.
Untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan komitmen yang tinggi untuk
mengimplementasikan prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik pada
semua organ dan jenjang organisasi secara terencana, terarah, dan terukur
sedemikian rupa sehingga penerapan tata kelola perusahaan yang baik dapat
berlangsung secara konsisten dan sesuai dengan praktik-praktik terbaik (best
practice) penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik.

21
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Akuntan Indonesia. 2015. Modul Chartered Accountant: Etika Profesi dan
Tata Kelola Korporat. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.
Hakim, Gilang Anwar dan Lujai Ayu Astuti. 2016. Etika Profesi dan Tata Kelola
dan Etika Bisnis. Diakses dari:
https://id.scribd.com/document/331738167/Alasan-Diperlukan-Tata-Kelola-
Yg-Baik-Dan-Etika-Bisnis

22

Anda mungkin juga menyukai