Anda di halaman 1dari 23

ETIKA AKUNTANSI DAN PROFESI LANJUTAN

“ETIKA AKUNTAN PROFESIONAL DALAM AKUNTANSI KEUANGAN DAN


AKUNTANSI MANAJEMEN SERTA WHISTLE BLOWING”

OLEH :

SELMA PUTRI SAFIRA 19062020010


SALMAN ALFARISI 19062020033

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
TAHUN 2019 – 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul “Etika Akuntan Profesional Dalam Akuntansi Keuangan dan
Akuntansi Manajemen Serta Wihtle Blowing” dengan baik tanpa ada halangan yang
berarti.
Tugas ujian ini telah kami selesaikan dengan maksimal dengan berbagai referensi
yang ada. Oleh karena itu kami sampaikan banyak terima kasih kepada segenap pihak yang
telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian tugas makalah ini baik secara
langsung maupun tidak langsung. Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari
sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas makalah ini, baik dari
segi tata bahasa, susunan kalimat maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati,
kami selaku penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga tugas ujian ini dapat menambah
khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat untuk masyarakat.

Surabaya, 5 November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... ii

PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 3

1. Tanggungjawab Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen .................................... 3

2. Etika Profesional Akuntansi Manajemen ............................................................................... 4

3. Etika Dalam Akuntansi Keuangan .......................................................................................... 6

4. Whistleblowing .......................................................................................................................... 7

5. Whistleblower ............................................................................................................................. 9

6. Whistleblowing System ............................................................................................................ 10

ANALISIS KASUS ............................................................................................................................. 17

“Whistle Blowing System Kementrian Keuangan Ungkap Suap Restitusi Pajak Dealer Mobil
Mewah” ............................................................................................................................................ 17

Pembahasan Kasus Telaah teori ...................................................................................................... 19

Telaah Teori ...................................................................................................................................... 20

Relevansi Dengan Nilai-Nilai Bela Negara ................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................. 22

ii
PEMBAHASAN

1. Tanggungjawab Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen


(Shofi, 2018) Etika dalam akuntansi keuangan dan manajemen merupakan suatu bidang
keuangan yang merupakan sebuah bidang yang luas. Bidang ini berpengaruh langsung terhadap
kehidupan setiap orang dan organisasi. Akuntansi keuangan merupakan bagian dari akuntansi
yang berkaitan dengan laporan keuangan untuk pihak luar, seperti pemegang saham, kreditor,
pemasok serta pemerintah. Hal penting dari akuntansi keuangan adalah adanya Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) yang merupakan aturan-aturan yang harus digunakan dalam
pengukuran dan penyajian laporan keuangan.
Sedangkan akuntansi manajemen merupakan penyatuan bagian manajemen yang
mencakup penyajian dan penafsiran informasi yang digunakan untuk perumusan strategi,
aktivitas perencanaan dan pengendalian, pembuatan keputusan, optimalisasi penggunaan sumber
daya, pengungkapan kepada pemilik dan pihak luar, pengungkapan pada pekerja, pengamanan
aset.
Persamaan akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen prinsip yang diterima baik
dalam akuntansi keuangan kemungkinan besar juga merupakan prinsip pengukuran yang relevan
dalam akuntansi manajemen dan menggunakan sistem informasi operasi operasi yang sama
sebagai bahan baku untuk menghasilkan informasi yang disajikan kepada pemakainya.
(Sience, 2013) Berikut perbedaan akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen :
No. Perbedaan Akuntansi Keuangan Akuntansi Manajemen
1 Dasar Pencatatan Prinsip Akuntansi yang lazim Tidak terikat dengan prinsip
akuntansi yang lazim
2 Fokus Informasi Informasi masa lalu Informasi masa lalu dan masa
yang akan datang
3 Lingkup Informasi Secara Keseluruhan Bagian Perusahaan
4 Sifat Laporan Yang Berupa ringkasan Lebih rinci dan unsur taksiran
Dihasilkan lebih dominan
5 Keterlibatan dalam Lebih mementingkan Lebih bersangkutan dengan
perilaku manusia pengukuran kejadian ekonomi pengukuran kinerja
manajemen
6 Disiplin Sumber Yang Ilmu Ekonomi Ilmu Ekonomi dan Ilmu
Melandasi Psikologi Sosial

3
2. Etika Profesional Akuntansi Manajemen
(Yuditama, 2016) Ikatan Akuntan Manajemen (Institute of Management Accountant –
IMA) di Amerika Serikat telah mengembangkan kode etik yang disebut Standar Kode Etik untuk
Praktisi Akuntan Manajemen dan Manajemen Keuangan (Standards of Ethical Conduct for
Practitioners of Management Accounting and Financial Management).
Akuntansi manajemen merupakan suatu sistem akuntansi yang berkaitan dengan
ketentuan dan penggunaan informasi akuntansi untuk manajer atau manajemen dalam suatu
organisasi dan untuk memberikan dasar kepada manajemen untuk membuat keputusan bisnis
yang akan memungkinkan manajemen akan lebih siap dalam pengelolaan dan melakukan fungsi
control. Tanggung jawab yang dimiliki oleh seorang akuntan manajemen, yaitu:
1) Perencanaan, menyusun dan berpartisipasi dalam mengembangkan sistem perencanaan,
menyusun sasaran-sasaran yang diharapkan, dan memilih cara-cara yang tepat untuk
memonitor arah kemajuan dalam pencapaian sasaran.
2) Pengevaluasian, mempertimbangkan implikasi-implikasi historical dan kejadian-kejadian
yang diharapkan, serta membantu memilih cara terbaik untuk bertindak.
3) Pengendalian, menjamin integritas informasi finansial yang berhubungan dengan aktivitas
organisasi dan sumber-sumbernya, memonitor dan mengukur prestasi, dan mengadakan
tindakan koreksi yang diperlukan untuk mengembalikan kegiatan pada cara-cara yang
diharapkan.
4) Menjamin pertanggungjawaban sumber, mengimplementasikan suatu sistem pelaporan yang
disesuaikan dengan pusat-pusat pertanggungjawaban dalam suatu organisasi sehingga sistem
pelaporan tersebut dapat memberikan kontribusi kepada efektifitas penggunaan sumber daya
dan pengukuran prestasi manajemen.
5) Pelaporan eksternal, ikut berpartisipasi dalam proses mengembangkan prinsip-prinsip
akuntansi yang mendasari pelaporan eksternal.
Ada empat standar etika untuk akuntan manajemen yaitu:
1. Kompetensi
Artinya, akuntan harus memelihara pengetahuan dan keahlian yang sepantasnya,
mengikuti hukum, peraturan dan standar teknis, dan membuat laporan yang jelas dan lengkap
berdasarkan informasi yang dapat dipercaya dan relevan. Praktisi manajemen akuntansi dan
manajemen keuangan memiliki tanggung jawab untuk:

4
a. Menjaga tingkat kompetensi profesional sesuai dengan pembangunan berkelanjutan,
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
b. Melakukan tugas sesuai dengan hukum, peraturan dan standar teknis yang berlaku.
c. Mampu menyiapkan laporan yang lengkap, jelas, dengan informasi yang relevan serta
dapat diandalkan.
2. Kerahasiaan (Confidentiality)
Mengharuskan seorang akuntan manajemen untuk tidak mengungkapkan informasi
rahasia kecuali ada otorisasi dan hukum yang mengharuskan untuk melakukan hal tersebut.
Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki tanggung jawab untuk:
a. Mampu menahan diri dari mengungkapkan informasi rahasia yang diperoleh dalam
pekerjaan, kecuali ada izin dari atasan atau atas dasar kewajiban hukum.
b. Menginformasikan kepada bawahan mengenai kerahasiaan informasi yang diperoleh,
agar dapat menghindari bocornya rahasia perusahaan. Hal ini dilakukan juga untuk
menjaga pemeliharaan kerahasiaan.
c. Menghindari diri dari mengungkapkan informasi yang diperoleh untuk kepentingan
pribadi maupun kelompok secara ilegal melalui pihak ketiga.
3. Integritas (Integrity)
Mengharuskan untuk menghindari “conflicts of interest”, menghindari kegiatan yang
dapat menimbulkan prasangka terhadap kemampuan mereka dalam menjunjung etika. Praktisi
manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki tanggung jawab untuk:
a. Menghindari adanya konflik akrual dan menyarankan semua pihak agar terhindar dari
potensi konflik.
b. Menahan diri dari agar tidak terlibat dalam kegiatan apapun yang akan mengurangi
kemampuan mereka dalam menjalankan tigas secara etis.
c. Menolak berbagai hadiah, bantuan, atau bentuk sogokan lain yang dapat mempengaruhi
tindakan mereka.
d. Menahan diri dari aktivitas negati yang dapat menghalangi dalam pencapaian tujuan
organisasi.
e. Mampu mengenali dan mengatasi keterbatasan profesional atau kendala lain yang dapat
menghalagi penilaian tanggung jawab kinerja dari suatu kegiatan.

5
f. Mengkomunikasikan informasi yang tidak menguntungkan serta yang menguntungkan
dalam penilaian profesional.
g. Menahan diri agar tidak terlibat dalam aktivitas apapun yang akan mendiskreditkan
profesi.
4. Objektifias (Objectifity)
Mengharuskan para akuntan untuk mengkomunikasikan informasi secara wajar dan
objektif, mengungkapan secara penuh (fully disclose) semua informasi relevan yang diharapkan
dapat mempengaruhi pemahaman user terhadap pelaporan, komentar dan rekomendasi yang
ditampilkan. Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki tanggung jawab
untuk:
a. Mengkomunikasikan atau menyebarkan informasi yang cukup dan objektif.
b. Mengungkapkan semua informasi relevan yang diharapkan dapat memberikan
pemahaman akan laporan atau rekomendasi yang disampaikan.

3. Etika Dalam Akuntansi Keuangan


Akuntansi keuangan merupakan bidang akuntansi yang mengkhususkan fungsi dan
aktivitasnya pada kegiatan pengolahan data akuntansi dari suatu perusahaan dan penyusunan
laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan berbagai pihak, yaitu pihak internal dan eksternal.
Oleh karena tujuan akuntansi keuangan adalah menyediakan informasi kepada pihak yang
berkepentingan, maka laporan keuangan harus bersifat umum sehingga dapat diterima oleh
semua pihak yang berkepentingan.
Laporan keuangan yang dimaksud harus mampu menunjukkan keadaan keuangan dan
hasil usaha perusahaan.Laporan keuangan tersebut harus mampu memberikan suatu rangkaian
historis informasi dari sumber-sumber ekonomi, dan kewajiban-kewajiban perusahaan, serta
kegiatan-kegiatan yang mengabaikan perubahan terhadap sumber-sumber ekonomi dan
kewajiban-kewajiban tersebut, yang dinyatakan secara kuantitatif dengan satuan mata uang.
Seorang akuntan keuangan bertanggung jawab untuk:
a) Menyusun laporan keuangan dari perusahaan secara integral, sehingga dapat digunakan
oleh pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan dalam pengambilan keputusan.
b) Membuat laporan keuangan yang sesuai dengan karakterisitk kualitatif laporan keuangan
yaitu dapat dipahami, relevan, materialitas, keandalan (penyajian yang jujur, substansi

6
mengungguli bentuk, netralitas, pertimbangan sehat, kelengkapan), dapat
diperbandingkan, kendala informasi yang relevan dan handal (tepat waktu, keseimbangan
antara biaya dan manfaat, keseimbangan di antara karakterisitk kualitatif), serta penyajian
yang wajar.

4. Whistleblowing
(Putri, 2017) Whistle blowing merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau
beberapa orang karyawan untuk membocorkan kecurangan baik yang dilakukan oleh perusahaan
atau atasannya kepada pihak lain. Pihak yang dilaporkan ini bisa saja atasan yang lebih tinggi
ataupun masyarakat luas. Rahasia perusahaan adalah sesuatu yang konfidensial dan memang
harus dirahasiakan, dan pada umumnya tidak menyangkut efek yang merugikan bagi pihak lain,
entah itu masyarakat atau perusahaan lain. Whistle blowing menyangkut kecurangan tertentu
yang merugikan perusahaan sendiri maupun pihak lain, apabila dibongkar atau
disebarluaskanakan merugikan perusahaan, paling minimal merusak nama baik perusahaan
tersebut.
Menurut Brandon (2013), whistleblowing merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang
atau beberapa orang karyawan untuk membocorkan kecurangan baik yang dilakukan oleh
perusahaan atau atasannya kepada pihak lain. Menurut Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG) (2008) dalam Tuanakotta (2010), menyatakan bahwa whistleblowing
pada umumnya dilakukan secara rahasia (confidential). Pengungkapan harus dilakukan dengan
itikad baik dan bukan merupakan suatu keluhan pribadi atas suatu kebijakan perusahaan
tertentu (grievance) ataupun didasari kehendak buruk/fitnah.

Menurut Brandon (2013), terdapat dua tipe whistleblowing, yaitu :

1. Whistleblowing internal

Terjadi ketika seseorang atau beberapa orang karyawan mengetahui kecurangan

yang dilakukan oleh karyawan lain atau kepala bagiannya, kemudian melaporkan

kecurangan itu kepada pimpinan perusahaan yang lebih tinggi. Motivasi utama

7
whistleblowing adalah motivasi moral demi mencegah kerugian bagi perusahaan

tersebut.

2. Whistleblowing eksternal

Whistleblowing eksternal menyangkut kasus dimana seorang pekerja mengetahui

kecurangan yang dilakukan perusahaannya lalu membocorkan kepada masyarakat

karena dia tahu bahwa kecurangan itu akan merugikan masyarakat. Motivasi

utamanya adalah mencegah kerugian bagi masyarakat atau konsumen.

Rothschild & Miethe (1999) dalam Nixson (2013) menggunakan sampel pekerja dewasa di

US untuk memastikan terjadinya whistleblowing, dan ditemukan bahwa 37% dari mereka

menemukan tindakan menyimpang di dalam lingkungan kerja mereka dan 62% dari porsi ini

melakukan tindakan whistleblowing. Namun hanya 16% yang melaporkan ke pihak eksternal,

sisanya hanya melapor kepada pihak internal yang memiliki kuasa lebih tinggi. Walaupun

terbukti banyak terjadi kasus whistleblowing, namun ada resiko yang harus dihadapi oleh para

whistleblower tersebut. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ethics Resource Center

(2003), menyatakan bahwa sebanyak 44% karyawan non–manajemen tidak melaporkan

pelanggaran yang diketahuinya karena mereka merasa tidak yakin kasusnya akan

ditindaklanjuti, dan takut bila pelanggaran yang dilaporkan tidak dapat dijaga kerahasiaannya.

Semakin serius kasus pelanggaran yang dilaporkan oleh karyawan, maka semakin kejam

pembalasan yang akan diterima. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa 89% whistleblower

akan kesulitan menemukan pekerjaan di sektor publik (Elias, 2008 dalam Merdikawati dan

Prastiwi, 2012).

8
5. Whistleblower

Menurut Tuanakotta (2006), whistleblower dalam bahasa Inggris merupakan slang. Namun,

secara sederhana whistleblower adalah orang yang memberitahu kepada pihak berwenang

tentang pelanggaran yang dilakukan atasannya dan dapat merugikan negara. Menurut

Tuanakotta (2010), menyatakan bahwa pada dasarnya whistleblower adalah karyawan dari

organisasi itu sendiri (pihak internal), akan tetapi tidak tertutup adanya pelapor berasal dari

pihak eksternal (pelanggan, pemasok, masyarakat). Pelapor setidaknya diharuskan untuk

memberikan bukti, informasi, atau indikasi yang jelas atas terjadinya pelanggaran yang

dilaporkan, sehingga dapat ditelusuri atau ditindaklanjuti.

Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (2003), menyatakan bahwa

whistleblower ialah seseorang yang melaporkan perbuatan yang berindikasi tindak pidana

korupsi yang terjadi di dalam organisasi tempat dia bekerja, dan dia memiliki akses informasi

yang memadai atas terjadinya indikasi tindak pidana korupsi tersebut. Menurut Sarbanes

Oxley Act (2002) dalam Fajri (2009) mengatakan bahwa definisi whistleblower ialah setiap

karyawan yang menyatakan pengungkapan kepada supervisor, atau orang lain yang memiliki

kewenangan untuk menginvestigasi, menemukan, atau menyelesaikan kecurangan, perlu

mendapatkan sebuah perlindungan. Tidak mudah untuk menjadi whistleblower.

Whistleblower harus memiliki data yang lengkap dan dapat dipercaya, dimana data tersebut

akan digunakan sebagai bukti tentang kasus kecurangan di perusahaan. Banyak orang tidak

berani menjadi whistleblower karena resiko yang sangat tinggi, seperti penurunan jabatan atau

bahkan sampai ke pemutusan hubungan kerja (PHK). Menurut Arifin (2005) dalam Nixson

(2013), berdasarkan survey terhadap 233 whistleblowers, 90 persen dari mereka harus

kehilangan pekerjaan setelah mengungkap fakta kepada publik dan hanya 16 persen yang

9
menyatakan berhenti untuk menjadi whistleblower, sementara sisanya mengungkapkan akan

tetap menjadi whistleblower, tetapi mereka adalah para pegawai yang berprestasi, dan

memiliki komitmen tinggi dalam bekerja. Menurut Qusqas dan Kleiner (2011), whistleblower

akan kesulitan mencari pekerjaan karena perilaku yang dilakukannya dianggap tidak beretika.

Whistleblower akan mendapatkan rekomendasi buruk dari perusahaan sebelumnya oleh

karena perilaku yang telah dilakukannya terhadap perusahaannya.

6. Whistleblowing System

Whistleblowing system merupakan aplikasi yang berguna untuk melaporkan pelaporan

pelanggaran. Whistleblowing system dalam pemerintah maupun dalam perusahaan pada

umumnya berbeda. Whistleblowing system yang dimiliki oleh pemerintah memiliki website

tersendiri yaitu WiSe, sedangkan di dalam perusahaan pada umumnya setiap perusahaan

memiliki aplikasi whistleblowing system nya sendiri.

Whistleblowing system di sektor pemerintahan adalah aplikasi yang disediakan oleh

Kementerian Keuangan bagi seorang yang memiliki informasi dan ingin melaporkan suatu

perbuatan berindikasi pelanggaran yang terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan

Republik Indonesia. Sedangkan, whistleblowing system di sektor swasta dijelaskan dalam

Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG)

tahun 2008 (Amri, 2008). Berbeda dengan sektor pemerintah, laporan whistleblower di

sektor swasta tidak ditujukan kepada lembaga khusus yang menangani laporan seorang

whistleblower. Perusahaan swasta harus memiliki sistem pelaporan tersendiri yang dikelola

oleh perusahan tersebut dan dibuat dengan berpedoman pada Sistem Pelaporan Pelanggaran

Komite Nasional Kebijakan Governance.

10
Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran KNKG (2008) dalam Amri (2008) menyatakan

bahwa whistleblowing system adalah bagian dari pengendalian perusahaan dalam mencegah

bentuk-bentuk kecurangan, maka hal ini menjadi masalah kepengurusan perusahaan.

Dengan demikian kepemimpinan dalam penyelenggaraan whistleblowing system disarankan

berada pada Direksi, khususnya Direktur Utama.

Adapun manfaat whistleblowing system menurut Tuanakotta (2010), antara lain :

1. Tersedianya cara penyampaian informasi penting dan kritis bagi perusahaan kepada

pihak yang harus segera menanganinya secara aman.

2. Timbulnya keengganan untuk melakukan pelanggaran, dengan semakin meningkatnya


kesediaan untuk melaporkan terjadinya pelanggaran, karena kepercayaan terhadap
sistem pelaporan yang efektif.
3. Tersedianya mekanisme deteksi dini (early warning system) atas
kemungkinan terjadinya masalah akibat suatu pelanggaran.
4. Tersedianya kesempatan untuk menangani masalah pelanggaran secara internal terlebih
dahulu, sebelum meluas menjadi masalah pelanggaran yang bersifat publik.
5. Mengurangi resiko yang dihadapi organisasi, akibat dari pelanggaran baik dari segi
keuangan, operasi, hukum, keselamatan kerja, dan reputasi.
6. Mengurangi biaya dalam menangani akibat dari terjadinya pelanggaran.
7. Meningkatnya reputasi perusahaan di mata pemangku kepentingan, regulator, dan

masyarakat umum.

8. Memberikan masukan kepada organisasi untuk melihat lebih jauh area kritikal dan

proses kerja yang memiliki kelemahan pengendalian internal, serta untuk merancang

tindakan perbaikan yang diperlukan.

11
Australian Standards 8000 (2003) dalam Daniri, dkk. (2007), menyatakan bahwa

whistleblowing system terdiri dari tiga elemen, antara lain :

1. Elemen struktural

Dalam elemen struktural, whistleblowing system dikatakan harus memiliki komitmen

kuat dari manajemen bahwa sistem ini dijamin berfungsi secara independen dan bebas

intervensi. Selain itu juga, harus mempunyai komite atau organisasi khusus yang

melaksanakan dan mempunyai resources yang handal. Dalam usaha melindungi

whistleblower, dasar hukum yang terkandung didalamnya harus jelas yaitu UU No 13

tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dalam hal ini, manajemen

bertanggung jawab penuh terhadap perlindungan saksi, yang mencakup ancaman fisik,

psikologis, dan tuntutan hukum.

2. Elemen operasional

Dalam elemen operasional, whistleblowing system dikatakan harus memiliki sistem

komunikasi pelaporan yang cepat, dapat menjamin kerahasiaan, aman, dan mudah

diakses oleh semua orang. Selain itu juga, harus memiliki code of conduct dan prosedur

operasional standar dalam melaksanakan investigasi dan penindakan, dan harus ada

personel yang mempunyai kompetensi untuk melakukan investigasi dan mengerti

hukum. Sistem ini harus dipercaya oleh pelapor, oleh karena itu pelapor sebaiknya

anonim agar partisipasi pelapor bisa maksimal. Investigasi dan penindakan harus

independen, bebas intervensi manajemen, dan berdasarkan bukti atau fakta yang jelas.

3. Elemen maintenance

Dalam elemen maintenance, whistleblowing system dikatakan harus memiliki

pendidikan dan training yang berkesinambungan untuk meningkatkan kemampuan

12
investigator. Selain itu, reliabilitas, keandalan, dan keamanan sistem komunikasi harus

ditinjau secara berkala.

Adapun mekanisme whistleblowing system menurut Bloch (2003) dalam Daniri, dkk (2007),

yaitu :

1. Intake

Pelapor melaporkan kasus yang dilihatnya melalui whistleblowing system (sistem

pelaporan pelanggaran) yang sudah disediakan.

2. Retention

Laporan yang masuk diterima dan di file dengan tidak lupa mencatat alamat

pengirim (email, no telepon) agar dapat dihubungi.

3. Treatment

Laporan yang masuk diserahkan kepada tim investigasi untuk mulai diproses.

Dalam tahap ini terdapat lima tahap pemrosesan, antara lain :

a. Communication, yaitu proses mengontak pelapor, konfirmasi laporan diterima,

menunjuk investigator

b. Evaluation, yaitu proses evaluasi laporan, menetapkan apakah kasus layak diproses

atau tidak

c. Investigative, merupakan laporan yang diproses akan diserahkan ke

investigator

d. Report, dimana investigator melaporkan hasil penyelidikan dan menentukan apakah

memang terjadi fraud

e. Corrective Action, yaitu proses penyerahkan kasus kepada yang berwenang

agar dilakukan penindakan lebih lanjut

13
Menurut Amri (2008) Unit pengelola Sistem Pelaporan Pelanggaran, harus merupakan

fungsi atau unit yang independen dari operasi perusahaan sehari-hari dan mempunyai akses

kepada pimpinan tertinggi perusahaan. Unsur dari unit pengelola whistlwblowing system

terdiri dari dua elemen utama yaitu:

1. Sub-unit Perlindungan Pelapor

Sub-unit yang menerima pelaporan pelanggaran, menyeleksi laporan pelanggaran untuk

diproses lebih lanjut oleh sub-unit investigasi tanpa membuka identitas pelapor. Sub-

unit ini juga bertanggung jawab atas pelaksanaan program perlindungan pelapor sesuai

dengan kebijakan yang telah dicanangkan, terutama aspek kerahasiaan dan jaminan

keamanan pelapor. Untuk keperluan ini petugas pada sub-unit ini haruslah

mendapatkan akses terhadap bantuan hukum, keuangan dan operasional bila

diperlukan.

2. Sub-unit Investigasi

Sub-unit yang bertugas untuk melakukan investigasi lebih lanjut terhadap substansi

pelanggaran yang dilaporkan. Tujuannya adalah mencari dan mengumpulkan bukti-

bukti yang diperlukan guna memastikan bahwa memang telah terjadi pelanggaran.

Dalam hal terdapat bukti-bukti yang memadai, maka rekomendasi sanksi terhadap

pelanggaran yang dilakukan diberikan kepada Direksi untuk memutuskan. Akan tetapi

bila tidak ditemukan bukti-bukti yang mencukupi, maka proses investigasi dihentikan

dan laporan pelanggaran tidak dilanjutkan. Untuk keperluan tugasnya pejabat dalam

unit ini haruslah mendapatkan bantuan akses operasional dan informasi terhadap

seluruh unit yang diinvestigasi. Selain kedua sub-unit tersebut, juga diperlukan suatu

komite khusus untuk menangani keluhan ataupun pengaduan dari pelapor yang

14
mendapatkan tekanan atau perlakuan atau ancaman dari terlapor. Komite ini sebaiknya

dikelola oleh Dewan Komisaris, dipimpin oleh Komisaris Utama.

Menurut Amri (2008) jika pelanggaran dilakukan oleh anggota Direksi, atau orang yang

mempunyai hubungan khusus dengan anggota Direksi, maka laporan pelanggaran

disampaikan kepada Komisaris Utama. Penanganan lebih lanjut diserahkan kepada

Dewan Komisaris dan bila diperlukan investigasi, disarankan untuk menggunakan

investigator / auditor luar yang independen. Jika pelanggaran dilakukan oleh anggota

Dewan Komisaris maka laporan pelanggaran tersebut diserahkan kepada Direktur

Utama. Pananganan lebih lanjut atas laporan pelanggaran tersebut dilakukan oleh

Direksi, dan bila diperlukan investigasi, disarankan menggunakan untuk menggunakan

investigator/auditor eksternal yang independen. Jika pelanggaran dilakukan oleh anggota

petugas Sistem Pelaporan Pelanggaran, maka laporan pelanggaran tersebut diserahkan

langsung kepada Direktur Utama. Penanganan lebih lanjut atas laporan pelanggaran

tersebut dilakukan oleh Direksi, dan bila diperlukan investigasi, disarankan untuk

menggunakan investigator / auditor eksternal yang independen. Sedangkan, jika

pelanggaran dilakukan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan anggota

pelaksana Sistem Pelaporan Pelanggaran, maka laporan pelanggaran tersebut diserahkan

kepada penegak hukum yang berwenang seperti Polisi, Kejaksaan, Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pengawas Persaingan Usaha, atau Penyidik

Pegawai Negeri Sipil.

Amri (2008) menyebutkan bahwa whistleblowing system dapat dikatakan efektif

bila dapat menurunkan jumlah pelanggaran akibat diterapkannya program

15
whistleblowing system selama jangka waktu tertentu. Efektifitas penerapan

whistleblowing system tergantung dari:

a. Kondisi yang membuat karyawan yang menyaksikan atau mengetahui adanya

pelanggaran mau untuk melaporkannya

b. Sikap perusahaan terhadap pembalasan yang mungkin dialami oleh pelapor

pelanggaran

c. Kemungkinan tersedianya akses pelaporan pelanggaran ke luar perusahaan

16
ANALISIS KASUS

“Whistle Blowing System Kementrian Keuangan Ungkap Suap Restitusi Pajak Dealer
Mobil Mewah”
Sumber : https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d560f3a34cf0/whistle-blowing-system-
ungkap-suap-restitusi-pajak-dealer-mobil-mewah/ (16 Agustus 2019)

Dalam dua perkara terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan pegawai
pajak sebagai tersangka dan terbukti di persidangan yang diawali dengan proses Operasi
Tangkap Tangan (OTT). Contohnya OTT yang dilakukan terhadap Kepala KPP Pratama Ambon
La Masikamba dan Pemeriksa Pajak KPP Pratama Ambon Sulimin Ratmin pada Oktober 2018
lalu. Pada 2016, KPK juga menetapkan Handang Soekarno, pejabat eselon III Ditjen Pajak
sebagai tersangka juga hasil dari OTT Handang ketika itu diduga menerima suap (terbukti di
persidangan) sebesar Rp1,9 miliar dari Ramapanicker Rajamonan Nair terkait permasalahan
pajak PT EK Prima. Kali ini, KPK kembali menetapkan dua oknum pegawai pajak sebagai
tersangka korupsi, tetapi tidak melalui proses tangkap tangan. Wakil Ketua KPK Saut
Situmorang mengatakan dalam penanganan perkara ini, pihaknya bekerja sama dengan
Kementerian Keuangan, khususnya Inspektorat Bidang Investigasi (IBI) yang berada di bawah
struktur Inspektur Jenderal. Hasilnya, ditemukan bukti permulaan yang cukup untuk melakukan
penyidikan dan menetapkan lima tersangka korupsi suap terkait pemeriksaan atas restitusi pajak
PT WAE tahun pajak 2015 dan 2016.
PT WAE merupakan perusahaan penamaman modal asing (PMA) yang menjalankan bisnis
dealer hingga servis berbagai merek mobil. Merek mobil yang dimaksud yakni Jaguar, Bentley,
Land Rover, dan Mazda. "PT WAE menjalankan bisnis dealer dan pengelola layanan sales,
services, spare part, dan body paint untuk mobil merek Jaguar, Bentley, Land Rover dan Mazda,"
jelas Saut. Satu orang merupakan pihak swasta dan empat orang lainnya dari unsur
penyelenggara negara yaitu oknum pegawai pajak. Pihak swasta yang dimaksud
adalah Komisaris PT Wahana Auto Eka Marga (WAE) Darwin Maspolim (DM). Sementara
empat pegawai pajak yaitu Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga
Kanwil Jakarta Khusus sekaligus Penyidik Pegawai Negeri Sipil, Yul Dirga (YD). Kemudian
Supervisor Tim Pemeriksa Pajak PT WAE di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing
Tiga Hadi Sutrisno (HS); lalu dua orang lainnya adalah Ketua Tim Pemeriksa Pajak PT WAE
Jumari (JU) dan Anggota Pemeriksa Pajak PT WAE M. Naif Fahmi (MNF). "KPK telah
menyelesaikan penyelidikan dengan mengumpulkan informasi dan data yang relevan hingga
terpenuhinya bukti permulaan yang cukup, maka KPK meningkatkan perkara ini ke tingkat
Penyidikan," terang Saut. Konstruksi perkara ini berawal saat PT WAE menyampaikan SPT
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan tahun 2015 dengan mengajukan restitusi
(keringanan) sebesar Rp5,03 miliar. Kantor Pelayanan Pajak PMA Tiga melakukan pemeriksaan
lapangan terkait pengajuan restitusi tersebut.
Dalam tim itu Hadi Sutrisno sebagai supervisor, Jumari sebagai Ketua Tim dan M. Naif
Fahmi sebagai anggota Tim yang ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan. Dan hasilnya Hadi
Sutrisno menyampaikan kepada PT WAE bahwa mereka tidak lebih bayar, tapi kurang bayar.

17
Dari hasil pemeriksaan itu, Hadi menawarkan bantuan untuk menyetujui restitusi dengan
imbalan di atas Rp1 miliar. Darwin Maspolim selaku Komisaris PT WAE menyetujui
permintaan tersebut. Saut mengatakan pihak PT WAE pun mencairkan uang dalam dua tahap
dan menukarkannya dengan bentuk valuta asing dollar Amerika Serikat. Pada April 2017 terbit
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak Penghasilan yang menyetujui restitusi
sebesar Rp4,59 miliar. SKPLB tersebut ditandatangani oleh Yul Dirga sebagai Kepala KPP PMA
Tiga.
"Sekitar awal Mei 2017, salah satu staf PT WAE menyerahkan uang kepada tersangka HS di
parkiran sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Barat sebesar AS$73,700. Uang itu pun yang
dikemas dalam sebuah kantong plastik berwana hitam," terangnya. Hadi tidak sendiri, uang
tersebut dibagi-bagi kepada Yul, Jumari, dan Naim masing-masing sebesar AS$18.425. Pada
2016, PT WAE pun kembali menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
Badan Tahun 2016 dengan mengajukan restitusi sebesar Rp2,7 miliar. Saut mengatakan sebagai
tindak lanjut, Yul Dirga menandatangani surat pemeriksaan lapangan dengan Hadi sebagai salah
satu tim pemeriksa. Pada saat proses klarifikasi, Hadi memberitahukan pihak PT WAE bahwa
terdapat banyak koreksi. Seperti pada SPT Tahunan PPn WP Badan 2015 PT WAE ternyata
masih kurang bayar, bukan lebih bayar. Hadi pun kembali mengajukan bantuan dengan meminta
uang senilai Rp1 miliar kepada PT WAE. Kali ini permintaan Hadi tidak langsung disetujui
pihak PT WAE. Alhasil, Hadi membicarakan negosiasi fee dengan Yul Dirga. Akhirnya
disepakati Komitmen fee sejumlah Rp800 juta. Pihak PT WAE kembali menggunakan
sarana money changer untuk menukar uang suap itu menjadi Dollar Amerika Serikat. "Pada Juni
2018 terbit Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak Penghasilan yang ditandatangani
oleh Tersangka YD, menyetujui restitusi sebesar Rp2,77 miliar," kata Saut.
Dua hari kemudian, pihak PT WAE menyerahkan uang senilai AS$57.500 pada Tersangka
Hadi di toilet pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan. Uang tersebut kemudian dibagi Hadi kepada
dan Tim Pemeriksa Jumari, dan M. Naif Fahmi selaku anggota timnya. Masing-masing
mendapat sekitar AS$13.700. Sementara itu Yul Dirga, Kepala KPP PMA Tiga mendapatkan
US$14,400. Atas perbuatannya, Darwin sebagai pemberi disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a
atau Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Sementara itu empat orang lainnya selaku penerima disangkakan
melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dari Whistle Blower


Itjen Kemenkeu Sumiyati tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya atas kejadian ini.
Menurutnya, apa yang dilakukan oleh para oknum Ditjen Pajak tidak hanya menciderai dirinya
sendiri, direktorat pajak, tetapi juga menciderai nama Kementrian Keuangan secara
keseluruhan. Dirjen Pajak sangat oenting untuk bangun negeri kita, yang harus kita jaga
bersama-sama. untuk membiayai negara ini. “Bu Menkeu berpesan bila ada oknum yang tak
berintegritas, itu adalah pengkhianatan. Tak hanya bikin malu pelaku, keluarga, tapi juga institusi
Kemenkeu," tegasnya. Sumiyati juga mengatakan Kemenkeu memang telah menjalin hubungan
kerja sama dengan KPK. Dan perkara ini terungkap saat pihaknya menerima informasi dari
Whistle Blowing System pada 2018 lalu. Tak lama kemudian, KPK juga menerima informasi
terkait kasus ini. "Oleh karenanya kami bersama KPK terus menindaklanjuti dan

18
mengembangkan serta menginformasikan pengembangannya. Atas info pengaduan tersebut, lalu
melanjutkan investigasi. Ternyata kami menemukan bukti penyimpangan atau fraud dalam
whistle blowing system kami," kata dia. Terkait status para tersangka itu sendiri, saat ini Jumari
dan Naim Fahmi sudah dijatuhkan hukuman disiplin. Sementara Yul Dirga dan Hadi Sutrisno
masih dalam proses internal, tapi sudah dibebastugaskan dari jabatannya.

Pembahasan Kasus Telaah teori


Dalam hal ini, kasus yang terjadi pada lingkungan Direktorat Jenderal Pajak,
membuktikan bhawa system tidak dapat melakukan manipulasi apabila terjadi adanya
kecurangan. Sehingga dalam hal ini sangat membantu pihak pemerintah dalam mengungkapkan
segala kasus kecurangan. Disamping itu
a. Kode etik pertama yang dilanggar yaitu prinsip pertama tentang tanggung jawab profesi:
Prinsip tanggung jawab profesi ini mengandung makna bahwa akuntan sebagai pemberi
jasa professional memiliki tanggung jawab kepada semua pemakai jasa mereka termasuk
masyarakat dan juga pemegang saham. Dalam kasus ini, dengan mengajukan SKLB yang
tidak mencerminkan nilai sesungguhnya, maka akuntan telah menyalahi kepercayaan
yang diberikan masyarakat kepada mereka selaku orang yang dianggap dapat dipercaya
dalam pelaporan pajaknya.
b. Kode etik kedua yang dilanggar yaitu prinsip kepentingan publik: Prinsip kepentingan
publik adalah setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen
atas profesionalisme. Dalam kasus ini, pihak – pihak dalam instansi perpajakan
melakukan manipulasi yang dapat meresahkan masyarakat
c. Kode etik yang ketiga yang dilanggar yaitu prinsip integritas: Prinsip integritas yaitu
untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya, dengan integritas setinggi mungkin. Dalam kasus ini,
beberapa oknum tidak bersikap jujur dan berterus terang kepada masyarakat umum
dengan melakukan koalisi dengan kliennya.
d. Kode etik keempat yang dilanggar yaitu prinsip objektifitas: Prinsip objektifitas yaitu
setiap anggota harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya. Dalam kasus ini, pejabat pemerintah dianggap
tidak objektif dalam menjalankan tugas. Mereka telah bertindak berat sebelah yaitu,
mengutamakan kepentingan klien dan mereka tidak dapat memberikan penilaian yang

19
adil, tidak memihak, serta bebas dari benturan kepingan pihak lain.

Telaah Teori
Berdasarkan kasus tersebut, adanya kepentingan bersama dapat menimbulkan
kerugian masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan pandangan Agency Theory, Fraud Theory,
dan Egoism Theory. Berdasarkan teori keagenan, hubungan keagenan adalah sebuah kontrak
antara manajer (agent) dengan pemilik (principal). Hubungan agensi muncul ketika satu
orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa
yang kemudian memberikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut
dimana adanya kepentingan antar pihak sehingga dapat merugikan pihak lainnya.
Kepentingan yang ditimbulkan adalah, dengan melaporkan SKLB dan setelah disetujui,
ternyata uang tersebut dibagi-bagikan oleh oknum yang terlibat didalamnya. Hal ini jelas
termasuk tindakan yang menyimpang dan tidak sesuai dengan kode etik yang berlaku. Salah
satu hal yang dapat memicu munculnya agency problem ialah conflict of interest atau
benturan kepentingan antara pemilik perusahaan dengan manajer yang dapat mempengaruhi
kualitas laba yang dilaporkan.
Selain itu kasus tersebut juga sesuai dengan Teori Kecurangan dimana terdiri dari
dorongan, peluang, dan rasionalisasi. Dorongan ini terjadi karena memang ghirahnya manusia
yang tidak bisa menahan diri ketika berurusan dengan uang, selanjutnya peluang dimana hal ini
dimanfaatkan oleh oknum-oknum tersebut untuk melakukan kecurangan, selain itu adanya
tindakan rasionalisasi yang melakukan kecurangan dengan mencari pembenaran atas suatu
tindakan.
Selanjutnya, Teori egoism diungkapkan oleh Friedrich Wilhelm Nietche yang berprinsip
bahwa setiap orang harus bersifa keakuan, yaitu melakukan sesuatu yang bertujuan memberikan
manfaat kepada diri sendiri.
 Setiap perbuatan yang memberikan keuntungan merupkan perbuatan yang baik dan satu
perbuatan yang buruk jika merugikan diri sendiri.
 Bukan suatu kesalahan menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli dengan
pendritaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap sebagai temandekat.
Teori egoism ini lebih pada adanya kepentingan antar-antar oknum yang memiliki kepentingan.
Dimana pihak dealer mobil ingin keringanan dalam pajaknya dengan melibatkan orang-orang

20
dalam kemudian setelah disetujui membagikan hasilnya kepada orang-orang tersebut.

Relevansi Dengan Nilai-Nilai Bela Negara


Nilai Bela Negara Yang Dicedarai oleh Oknum Dirjen Pajak antara lain :
1. Lebih mementingkan kepentingan pribadi/golongan dibandingkan orang banyak atau
masyrakat umum.
2. Cinta tanah air Republik Indonesia, mengenal dan mencintai wilayah nasional, selalu
waspada, siap membela NKRI terhadapsegla bentuk ancaman . dalam hal ini pihak dealer
mobil maupun pihak dari instansi pemerintah tidak memiliki jiwa cinta tanah air karena
dengan sengaja melakukan pemalsuan laporan pajak dan menikmati uang rakyat tersebut
untuk kepentingan pribadi
3. Kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia, selalu membina kerukunan, persatuan dan
kesatuan, selalu mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau
golongan, memahami lambing Negara. Lagu kebangsaan dan memtaati seluruh perundang-
undangan yang berlaku. Dalam hal ini tidak mengutamakan kepentingan bangsa, karena bisa
dibilang “mendzolimi” apa yang menjadi hak-hak negara
4. Menyakini kebenaran pancasila sebagai filsafah dan ideology Negara. Dalam hal ini pihak
instansi pemerintah melanggar Pancasila sila ke 1 dan sila ke 5 karena tidak menjalankan
apa yang menjadi tugasnya secara baik dan jujur serta melakukan kecurangan terhadap hal
yang menjadi hak negara untuk pembangunan negara
5. Rela berkorban bagi bangsa dan Negara. Dalam hal ini pihak yang bersangkutan tidak
memiliki jiwa rela berkoban bagi bangsa dan negara karena dengan sengaja melakukan
kecurangan yang tidak mencerminkan perilaku sebagai warga negara yang baik.
6. Memiliki kemampuan awal Bela Negara. Sebenarnya pihak-pihak tersebut sudah memiliki
kemampuan awal bela negara, hanya saja tidak menerapkannya dalam melakukan pekerjaan
atau kewajibannya sebagai pegawai pemerintahan

21
DAFTAR PUSTAKA

Putri, F. R. (2017). ETIKA DALAM AKUNTANSI KEUANGAN DAN AKUNTANSI


MANAJEMEN. Retrieved October 30, 2019, from https://febianaputri.blogspot.com/
website: https://febianaputri.blogspot.com/2017/01/etika-dalam-akuntansi-keuangan-
dan.html
Shofi, A. (2018). Etika dalam Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen. Retrieved
October 31, 2019, from adamshofi.wordpress.com website:
https://adamshofi.wordpress.com/2018/01/23/etika-dalam-akuntansi-keuangan-dan-
akuntansi-manajemen/
Sience, D. (2013). Etika dalam Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen. Retrieved
October 31, 2019, from www.coursehero.com website:
https://www.coursehero.com/file/p6oog5h/Etika-dalam-Akuntansi-Keuangan-dan-
Akuntansi-Manajemen-Jurnal-Mas-Bro-Posted-on/
Yuditama, R. (2016). Etika Dalam Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen. Retrieved
October 31, 2019, from https://radityoyuditama.wordpress.com website:
https://radityoyuditama.wordpress.com/2016/01/04/etika-dalam-akuntansi-keuangan-dan-
akuntansi-manajemen/
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d560f3a34cf0/whistle-blowing-system-ungkap-
suap-restitusi-pajak-dealer-mobil-mewah/

22

Anda mungkin juga menyukai