Anda di halaman 1dari 30

MOTTO

“Selalu ada harapan bagi mereka yang sering


berdoa, Selalu ada jalan bagi mereka yang
sering berusaha”

(IRWANTO SYAMSUALAM
Desta Feruseha)

1
SURAT PERNYATAAN BEBAS DARI PLAGIASI

TUGAS MEMBUAT MAKALAH SEMESTER


GASAL
TAHUN AKADEMIK 2016/2017

Yang bertanda tangan di bawah ini saya:

Nama : Irwanto
NIM : 163104101125
Program : Sarjana
Program Studi : Psikologi
Konsentrasi : Psikologi Umum
Review : Resensi film agora

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa hasil resensi ini secara


keseluruhan adalah murni karya saya sendiri dan bukan plagiasi sebagian
atau keseluruhan dari karya orang lain, kecuali pada bagian-bagian yang
dirujuk sebagai sumber pustaka sesuai dengan aturan penulisan yang
berlaku.

Apabila di kemudian hari terbukti bahwa hasil resensi film Agora saya ini
merupakan plagiasi karya orang lain, saya sanggup menerima sanksi
akademik dari dosen yang bersangkutan. Demikian atas perhatiannya
disampaikan terima kasih.

Yogyakarta, 3 Januari 2017

Yang menyatakan,

2
Irwanto

INTISARI

EKSISTENSI BUKU DALAM FILM AGORA


KARYA ALEJANDRO AMENABAR
(Analisis Semiotika Charles Sander Pierce dan Ferdinand de Saussure)

Oleh:

Irwanto
NIM. 163104101125

Penelitian dengan judul “Eksistensi Buku Dalam Film Agora Karya Alejandro Amenabar
(Analisis Semiotika Charles Sander Pierce dan Ferdinand de Saussure) ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana eksistensi buku yang terdapat dalam sebuah film. Manfaat penelitian ini
adalah memberi wawasan dan pengetahuan mengenai eksistensi buku yang ditampilkan dalam
sebuah film. Penelitian ini termasuk kedalam penelitian kepustakaan (library research), dengan
sumber primer sign yang terdapat dalam film berupa scene dan dialog serta menggunakan
beberapa literatur lain sebagai data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara
observasi (menonton, mengamati, mencatat, mereduksi tanda), dokumetasi, dan studi pustaka.
Adapun untuk mengolah data digunakan pendekatan semiotika. Melalui penelitian ini, diperoleh
simpulan bahwa: 1) Buku dalam film tersebut memiliki aspek penting di antaranya; a) aspek
karya; b) aspek informasi; dan c) aspek pengetahuan. Ketiga aspek tersebut, menunjukan buku
tidak hanya sebagai media dokumentasi yang menghimpun pemikiran, gagasan dari seorang
penulis. Akan tetapi, lebih dari itu dalam film Agora nilai penting yang terkandung dalam buku
menunjukkan hal yang luar biasa karena didalam sebuah buku menyimpan “ideologi” dari
seorang penulis yang dapat memberikan pengaruh terhadap kemajuan dan kemunduran sebuah
peradaban. 2) Dalam film ini, eksistensi buku dalam kehidupan sosial ber Agama masyarakat,
buku menjadi sebuah ancaman bagi kaum Kristiani dalam penyebaran Agama di Alexandria. Hal
tersebut, memicu perilaku vandalism atau penghancuran budaya dengan menghapus ingatan
masyarakat terhadap ideologi sebelumnya. 3) Eksistensi buku dalam kehidupan sosial budaya
memiliki peran penting dalam bidang pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam
film ini, digambarkan dengan adanya sebuah karya dari dua Ilmuan dalam bidang astronomi
yaitu Ptolemy dan Aristrachus. karya tersebut yang menjadi awal dari perkembangan ilmu
pengetahuan yang dapat kita lihat sampai dengan hari ini.

3
Kata kunci: Eksistensi Buku, Film, Semiotika

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Saat ini, film bukan hanya sebuah seni tapi mampu memberikan kontribusi yang unik
selain sebagai media hiburan. Bahkan tidak jarang film dibuat berdasarkan fakta sejarah
sehingga nilai-nilai budaya yang ada di dalam film dapat dijadikan sebagai media pembelajaran.
Menurut Trianton (2013: 3) secara umum fungsi film dibagi menjadi empat yaitu (a) alat
hiburan, (b) sumber informasi, (c) alat pendidikan, (d) pencerminan nilai-nilai sosial budaya
suatu bangsa.
Dengan demikian, film dapat dijadikan sebagai bidang kajian menggunakan analisis
budaya. Saat ini, analisis budaya terhadap fiksi banyak di lakukan, khususnya untuk fiksi populer
yaitu film. Seperti yang dikemukan oleh Van Zoest dalam Sobur (2006: 128) rangkaian gambar
dalam film menciptakan imaji dan sistem penandaan.
Film yang berjudul “Agora” menggambarkan bagaimana kondisi masyarakat Mesir pada
tahun 391 Masehi. Film yang bersetting di Alexandria ini, memperlihatkan keterkaitan antara
ilmu pengetahuan dengan perpustakaan. Hal ini ditandai dengan digambarkannya Perpustakaan
Alexandria sebagai simbol budaya dan agama. Perpustakaan Alexandria dalam film tersebut
digambarkan sebagai pusat kegiatan masyarakat pagan (penyembah berhala), dan tempat
pengembangan ilmu pengetahuan.
Tokoh sentral dalam film ini adalah Hypatia yang merupakan anak dari Theon
Alexandricus, seorang kepala museum dan perpustakaan di Alexandria. Dalam film tersebut
Hypatia digambarkan sebagai sosok yang sangat terobsesi dengan ilmu pengetahuan. Ia bahkan
ingin meneruskan penelitian yang telah dilakukan Claudius Ptolemeus. Claudius Ptolemeus
adalah salah satu filsuf yang disinggung namanya dalam film tersebut. Dalam catatan sejarah,
Ptolemeus adalah seorang ahli astronomi dan geografi. Ptolemeus mengajukan teori “Geosentris”
di mana bumi adalah pusat tata surya sehingga seluruh planet dan matahari mengelilingi bumi.
"Geographia" adalah mahakarya Ptolemeus yang menghimpun pemikirannya mengenai teori
“Geosentris”.
Sementara itu berdasarkan tinjauan literatur, Geographia merupakan salah satu karya yang
berpangaruh di dunia. Selama hampir 1500 tahun pandangan Ptolemeus tentang dunia fisik telah

4
mendominasi geografi barat. Sampai sekarang buku Geographia masih menjadi sumber terbesar
para sejarawan untuk mengetahui gagasan Ptolemeus tentang dunia (Andrew Taylor, 2011:30).
Dalam kehidupan nyata, Hypatia benar-benar ada, ia dikenal sebagai filsuf, ahli astronomi, dan
matematika pada masanya. Ia menulis banyak karya tentang pemikirannya. Namun, hanya
sedikit yang masih ada di antaranya Tanggapan Atas Aritmatika Diofantus, Tanggapan Atas
Konik Apollonius, dan sebuah edisi dari buku ketiga naskah yang ditulis ayahnya untuk
menjelaskan Almagest Ptolemeus.
Sebagian besar karyanya hilang bersama hilangnya perpustakaan Alexandria (Beaz,
2013:95). Selanjutnya, dalam film ini diceritakan pula sebab kehancuran perpustakaan
Alexanderia. Kehancuran tersebut diakibatkan oleh konflik agama yang berkecamuk dan gejolak
politik di Mesir pada masa itu. Dalam film ini, buku dan perpustakaan menjadi objek
penghancuran demi sebuah kefanatikan terhadap agama dan kekuasaan. Berdasarkan
penelusuran peneliti, hal ini sama seperti yang di alami perpustakaan kuno sebelumnya yaitu
Perpustakaan Babilonia, Perpustakaan Asurbanipal, Remesseum, Rumah-rumah kehidupan di
Mesir. Pada setiap penghancurannya, ribuan buku dicuri, disita, di bakar dan dimusnahkan. Bisa
di bayangkan berapa banyak ilmu pengetahuan yang hancur dan hilang yang tidak akan pernah
tergantikan.
Buku secara historis memiliki keterkaitan yang erat dengan budaya dan masyarakat.
Dengan demikian buku memiliki aspek penting didalam masyarakat baik dari aspek karya,
pengetahuan dan informasi. Sehingga, peneliti tertarik mengkaji film ini dan mengangkat tema
tentang eksistensi buku. Eksistensi dapat diartikan sebagai keberadaan. Selanjutnya, Eksistensi
dalam kajian filsafat memiliki arti sebagai “sesuatu yang sanggup keluar dari keberadaannya”
atau “sesuatu yang mampu melampaui dirinya sendiri” (Abidin, 2000: 33).
Tetapi dalam penelitian ini, peneliti akan memfokuskan penelitiannya pada eksistensi
buku yang terkandung dalam sebuah film yang berjudul “Agora” dengan menggunakan analisis
semiotik. Peneliti tertarik mengkaji film berjudul “Agora” ini, karena alur cerita dalam film
tersebut menggambarkan tentang keterkaitan ilmu pengetahuan dan perpustakaan yang hadir di
tengah-tengah masyarakat sebagai sebuah simbol budaya dan agama.

B. RUMUSAN MASALAH

5
Dari latar belakang yang telah peneliti uraikan, selanjutnya penelitian ini akan diarahkan
untuk mengetahui bagaimanakah eksistensi buku yang ditampilkan dalam film Agora?

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, selanjutnya tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan eksistensi buku dalam film Agora dengan
memahami makna dalam gambaran sosial budaya yang ditampilkan dalam film. Manfaat
Penulisan. Adapun manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah:

a. Manfaat Akademis
1) Memberikan khazanah penelitian dalam kajian ilmu perpustakaan melalui pendek
atan yang berbeda, khususnya pendekatan semiotik.
2) Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan acuan dan referensi dalam
penelitian selanjutnya yang bertemakan sejenis.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan dan pengetahuan tentang
eksistensi buku yang ditampilkan dalam film.

6
C. TEORI RESENSI FILM AGORA

Judul Film      : Agora (2009)
Jenis Film       : Drama/Sejarah/Romansa
Sutradara       : Alejandro Amenabar
Skenario         : Alejandro Amenabar dan Mateo Gil

7
Produksi         : Newmarket Films
Pemain           : Rachel Weisz, Max Minghella, Oscar Isaac, Ashraf Barhom, Michael Lonsdale,
Rupert Evans, Homayoun, Ershadi
Durasi             : 127 Menit
PARA PEMAIN FILM AGORA

Rachel Weisz : Hypatia


Max Minghella: Davus
Oscar Isaac: Orestes
Ashraf Barhom: Ammonius
Michael Lonsdale: Theon
Rupert Evans: Synesius
Richard Durden: Olympius
Sami Samir: Cyril
Manuel Cauchi: Theophilus
Homayoun Ershadi: Aspasius
Oshri Cohen: Medorus

Director: Alejandro Amenábar


Writers: Alejandro Amenábar, Mateo Gil
Music Score: Dario Marianelli
Cinematography: Xavi Giménez

8
Agora adalah sebuah film yang mengisahkan seorang filosofis wanita Mesir dari kota

Alexandria, Hypatia. Hypatia yang hidupdi engah pergolakan politik dan keyakinan antara kaum

Pagan dan Kristen pada saat itu. Namun ia tak memperdulikan semua itu, karena kecintaannya

terhadap   ilmu   pengetahuan   dan   pendidikan,   ia   terus   saja   mengembangkan   penemuannya.

Dikisahkan dalam film ini saat itu merupakan pergolakan antara kaum Pagan dengan Kristen,

dimana  kaum  Kristen  muak   terhadap   kaum   Pagan  yang  dituding  penyembah  berhala.  Kaum

Pagan  pun  meremehkan   kaum  Kristen   dan hal  itu   menjadikan   kaum  Pagan  akhirnya  hancur

dikuasai kaum Kristen.

Selain   menceritakan   tentang   kehidupan   politik   dan   keyakinan,   dalam   film   ini   juga

menceritakan  tentang percintaan. Dalam perjalanan  hidupnya, Hypatia diperebutkan  oleh dua

orang   pria.Orestes,   muridnya   dan   Davus,   budaknya.Walau   pada   akhirnya   tak   ada   yang

mendapatkannya.Keterlibatan   Hypatia   dalam   masalah   ini   lebih   karena   rasa   kemanusiaannya,

tanpa   memperdulikan   keyakinan   manapun   dan   hanya   untuk   mengembangkan   ilmu

pengetahuan. Dalam film ini juga diceritakan dimana Hypatia berjuang keras menyelamatkan

koleksi   Perpustakaan   Alexandria   ketika   ada   penyerangan   dari   kaum   Kristen   untuk

menghancurkan perpustakaan yang semula dikuasai kaum Pagan, dan di perpustakaan itu pula

Hypatia   memberikan   pengajaran   pada   muridnya   serta   pengembangan   ilmu   pengetahuannya.

Hanya sedikit sekali koleksi dari perpustakaan tersebut yang mampu diselamatkan  meskipun

pada akhirnya dengan koleksi yang sedikit itu Hypatia membangun perpustakaan lagi.
Setting dari film Agora ini sungguh luar biasa. Kemasannya sangat apik, benar-benar
menggambarkan keadaan pada zaman itu.Alejandro Amenabar terlihat sangat maksimal dalam
menggarap film ini.Kekurangannya dalam film ini adalah penggambaran perang yang sangat
sadis dan mengerikan. Namun secara keseluruhan film Agora benar-benar bagus dan luar biasa
apalagi dengan didukung pemeran film yang berkualitas.

9
Agora: Pic by google

Agora merupakan film drama sejarah yang disutradarai oleh Alejandro Amenabar dengan
menampilkan beberapa bintang papan atas untuk menguatkan dan menghidupkan karakter tokoh
di film tersebut. Film berdurasi 126 menit dan dirilis pada 9 Oktober 2009 menggambarkan jalan
cerita yang tidak membosankan dan dapat memawa kita ke jaman akhir abad ke 4 Romawi
Mesir. Kata Agora merupakan istilah lain untuk menggambarkan tempat para anggota
pemerintahan bagian Romawi Kuno pada masa itu. Dimana dalam film ini, kita mendapatkan
sudut pandang yang elok dengan keindahan kota Alexandria.Tokoh utama dalam film Agora
adalah Hypatia (diperankan oleh aktris ternama Rachel Weisz), seorang perempuan filsuf,
astronom, dan seorang pagan. Pagan adalah tradisi bagi hampir kebanyakan penduduk di
Alexandria yang menyembah berhala.

Hypatia: Pic by google

10
Hypatia merupakan guru perempuan yang mempunyai ilmu pengetahuan sangat
mengagumkan, Ia mengajar disebuah sekolah yang pada dahulu merupakan sekolah bagi para
orang terhormat, sekolah platonis. Disana, Ia mengajar semua muridnya yang laki – laki, dua
murid yang disorot dalam film ini adalah Orestes (diperankan oleh Oscar Isaac) dan Synesius
(diperankan oleh Rupert Evans). Sama dengan Hypatia, Orestes adalah seorang pagan sementara
Synesius adalah seorang kristen. Pada saat awal cerita ini dituliskan, tidak ada konflik antara
seorang pagan atau kristen, keduanya dapat berdampingan sebagai harmonisasi kehidupan.

Orestes: Pic by google

Tokoh lain yang tak kalah penting dan justru menjadi “tombak” film adalah Davus
(diperankan oleh Max Minghella) adalah seorang budak yang setia kepada Hypatia. Ia mengikuti
kemana pun Hypatia pergi sambil diam-diam turut mempelajari ilmu pengetahuan yang
dijelaskan Hypatia di sekolah. Hingga pada satu waktu, Hypatia menaruh simpati kepada Davus
karena Ia mengamati dan mempelajari lebih daripada murid- muridnya.

11
Davus: Pic by google

Setelah mengulas kehidupan didalam Alexandria, film Agora kemudian menampilkan sisi
lain dari lingkungan sosial disekitarnya, dimana penganut kristen mulai berkembang disana.
Perkembangan yang tidak diduga oleh penganut pagan.Dimulai dari debat mulut antara tokoh
kristen dan pagan di pusat kota Alexandria, keduanya saling membenarkan kepercayaan masing
– masing. Cyril (diperankan Sami Samir) mulai menantang tokoh pagan untuk melewati belerang
api yang ada disana, dengan kesiapan emosional dan mental, Cyril berjalan diatasnya tanpa luka
sedikitpun, hal itu digunakannya sebagai pembenaran bahwa Tuhan menyertai langkahnya.
Namun tidak sama dengan penganut pagan, Ia bahkan hampir terbakar seluruhnya saat berjalan
diantara belerang api tersebut.Sampai pada tulisan ini, kita yang sudah menyaksikan film
tersebut harus lebih berhati – hati dalam menelaahnya. Kita harus belajar menganalisa dengan
cermat, bahwa dari hal yang paling sederhana pun jika kita salah menginterpretasikan, maka
dampaknya akan cukup rumit bagi diri sendiri. Dan menyumbang pemikiran dari sepenggal
cerita perdebatan kedua tokoh tersebut adalah si pagan justru hampir terbakar seluruhnya
dikarenakan ketidaksiapannya untuk berjalan diatas belerang api. Ia dipaksa dan didorong,
sehingga secara emosial dan mental Ia tidak siap mengantisipasi resikonya. Dan yang utama
adalah perihal kepentingan dalam melakukan pembuktian tersebut, Cyril mempunyai
kepentingan dalam penyebaran agama dan memperbanyak pengikut, sementara si pagan dalam
cerita ini tidak terlalu berambisi.

Cyril: Pic by google

12
Jalan cerita selanjutnya semakin mulai memanas saat Davus, budak Hypatia mulai
berkenalan dengan Cyril dan menyaksikan bagaimana kondisi masyarakat terpinggirkan di
Alexandria. Hatinya bergejolak dan sorot matanya mulai melakukan perlawanan saat dengan
emosional Ia membagi-bagikan makanan kepada masyarakat yang terpinggirkan. Ia mulai
mempercayai Kristen.Hypatia tentu masih sibuk dengan pengabdiannya kepada ilmu
pengetahuan, Ia seolah-olah tidak mempunyai waktu tentang yang lain, termasuk menanggapi
cinta yang diberikan salah satu muridnya Orestes. Hingga konflik antara pagan dan kristen pun
mulai anarkis.Kehidupan yang tenang di Alexandria terutama di Perpustakaan Serapeum, tempat
dimana Hypatia dan Davus kerap menghabiskan waktu menjadi mengerikan saat penganut
kristen mulai menyergap penganut pagan didalamnya. Selama beberapa saat kehidupan para
pagan menjadi terancam, hingga utusan dari Kaisar Romawi datang dan memberikan pernyataan
bahwa penganut pagan harus meninggalkan Perpustakaan Serapeum dan menyerahkan tersebut
kepada penganut kristen. Sorak sorai penganut kristen begitu membahana hingga menimbulkan
ketakutan bagi para pagan. Dengan cepat mereka kemudian pergi meninggalkan perpustakaan
tersebut.
Bagaimana dengan Hypatia? Hypatia begitu panik menyelematkan dokumen-dokumen
penting diperpustakaan, begitu panik hingga Ia membentak Davus si budak. Tak ada yang
sepeduli pada dokumen lebih daripada Hypatia.Davus, diantara rasa pedih antara cinta yang
diam-diam kepada Hypatia dan kepercayaannya kepada kristen, Ia memutuskan hendak melawan
para penyergap yang membuat penganut pagan kalang kabut seorang diri. Namun, apakah Davus
tertangkap dan mati? Tidak, penganut kristen sudah mengenal wajah Davus yang berteman
dengan Cyril. Davus bahkan turut mengambil bagian dalam menghandurkan patung-patung
berhala di Alexandria.Selang tak lama setelah kejadian tersebut, Davus menghampiri Hypatia
yang sedang sendirian. Dengan tergesa antara kerinduan, cinta dan marah, Ia melakukan
pelecehan seksual kepada Hypatia. Namun sadar dengan tindakan tercelanya, Davus justru
memberikan pedang yang Ia bawa kepada Hypatia dan mempersilahkan Hypatia untuk
mengakhiri hidupnya. Yang terjadi, Hypatia justru melepaskan kalung budak yang ada di leher
Davus dan membebaskannya.
Tahun demi tahun, kristen mulai menduduki wilayah tersebut dan pagan menjadi
terpinggirkan. Orestes, bekas murid Hypatia telah menjadi Gubernur dan seorang kristen. Meski
cintanya ditolak oleh Hypatia, keduanya tetap menjadi sahabat yang dekat.Bahkan, tidak ada

13
yang lebih didengar Orestes kecuali Hypatia.Kedekatan hubungan mereka tersebut kemudian
menimbulkan banyak kronik politik antara pemerintah dan kelompok gereja.Hypatia masih
seorang pagan dengan tetap mengabdikan hidupnya pada ilmu pengetahuan, Ia masih terus
mempelajari gerakan bumi, matahari, bulan dan planet. Tidak ada yang membuat Hypatia tertarik
kecuali poros bumi dengan segala astronomnya.Segala penemuan yang didapatkannya, kadang
disampaikan kepada Orestes.Hingga segala penemuan dan kepandaian Hypatia dianggap sesat
dan Hypatia dituduh penyihir.
Orestes yang tetap mencintai Hypatia tentu merasa kesal bila harus turut memusuhi
bahkan menjatuhi hukuman kepada Hypatia.Orestes tetap pada keyakinannya untuk melindungi
Hypatia, hingga salah satu teman sekolah lamanya datang, Synesius. Synesius telah menjadi
Uskup, dan Ia datang ke Alexandria untuk menasehati Orestes. Synesius meyakinkan Orestes,
bahwa Cyril adalah orang yang benar dan telah ditunjuk Tuhan untuk menyampaikan kebenaran,
kebenaran saat Cyril membacakan kalimat dalam kitab.Kitab yang pada film ini hanya Cyril
sendirilah yang boleh membuka dan membacanya, ingat pada pembahasan di awal bahwa Cyril
adalah orang dengan ambisi dan kepentingan, pembacaan kitab bisa saja menjadi jalan baginya
untuk melancarkan keinginannya bagi dominasi kristen di wilayah Alexandria.
Tepat pada saat Synesius telah menasehati Orestes, Hypatia mendatangi Orestes. Orestes
berusaha untuk menahan Hypatia agar tetap bersamanya karena penganut kristen atas perintah
Cyril mencarinya dan ingin membunuhnya. Namun Hypatia menolak, baginya ilmu pengetahuan
tidak bisa ditaklukkan atau pun dibungkam.

14
Synesius: Pic by google

Davus yang mengetahui rencana tersebut berlari mencari Hypatia, namun Ia terlambat
saat teman – temannya memanggil dengan Hypatia diantara mereka. Hypatia kemudian dibawa
disuatu tempat untuk disiksa dan dibunuh, namun Davus menyarankan agar tangan kristen tidak
kotor oleh darah seorang penyihir. Saran Davus rupanya berhasil, para penganut kristen
kemudian keluar dan mengambil batu untuk dilemparkan kepada Hypatia.Saat itulah Davus
memeluk Hypatia dari belakang, dengan saling berurai air mata, Davus membekap mulut dan
hidung Hypatia dengan tangannya.Davus membuat Hypatia tersungkur kehabisan nafas. Tak
lama kemudian penganut kristen masuk dan mulai melemparkan batu ke tubuh Hypatia.
Penjelasan di atas adalah review singkat terkait Film Agora yang naskahnya dituliskan
oleh Amenabar dan Mateo Gil. Pada review tersebut sebetulnya banyak tokoh yang memang
sengaja tidak saya masukkan, bukan karena tokoh tersebut tidak penting namun mempermudah
pembaca dalam meresapi sebagian tokoh – tokoh lainnya. Berdasarkan pengalaman saya,
penyebutan banyak tokoh dan istilah – istilah lama membuat tidak fokus pada permasalahan
tertentu meskipun pada nalarnya dengan pengenalan istilah dapat memperkaya ilmu, dengan ini
tentu saya ingin mengajak pembaca lebih mencari tahu dan menonton film tersebut.Lalu setelah
beberapa kali menonton dan membaca referensi dari berbagai sumber, saya biasanya akan
mengawali diskusi dengan beberapa teman magang di AI untuk menanyakan perasaan mereka
terlebih dahulu setelah menonton Agora. Perasaan lebih diutamakan untuk mengetahui
psikologis dari mahasiswa, berangkat dari perasaan kemudian diskusi digiring pada analisa dan
pendapat.Cara tersebut terkesan singkat namun justru banyak menghasilkan pokok – pokok
untuk dijadikan bahan diskusi.
Melanjutkan sesi diskusi Film Agora kepada mahasiswa, perasaan mereka pun bermacam
– macam.Ada yang pernah merasakan seperti perasaanku dulu, ada yang sedih, tidak menyangka
endingnya seperti itu, dan lainnya.Secara isu, teman – teman mahasiswa sangat memahami peran
– peran yang dibawakan oleh aktor dan aktris tersebut.Namun ketika dihadapakan apakah
kondisi dalam Film Agora masih ada hingga saat ini?Mereka cukup lama terdiam.Hanya
menjawab “ada” tanpa bisa memberikan contohnya.Tetapi mereka benar, kondisi dalam Film
Agora jika dibawa dalam konteks politik dan budaya saat ini di Indonesia memang masih
ada.Satu contoh nyata yang bisa kita lihat yaitu ingatkah kita pada kontroversi Lurah Susan?
Lurah didaerah Lenteng Agung yang sempat marak pada tahun 2013?Ia adalah Lurah Perempuan

15
yang beragama Kristen. Kesamaan yang bisa dikaitkan dengan Film Agora adalah bagaimana
perempuan selalu dinomorduakan, dianggap tidak bisa memimpin, terpinggirkan dan dianggap
penyihir bila mempunyai kemampuan diatas laki – laki patriarki. Hypatia dan Lurah Susan
adalah korban dari kronik agama, iman, politik, budaya dan bahkan ilmu pengetahuan.Mereka
berdua hidup dalam dominasi dari kelompok maskulinitas dan dominasi dari kelompok
mayoritas. Saya memang lebih ingin mengangkat bagaimana perempuan bahkan dari jaman akhir
abad ke 4 hingga detik ini masih mengalami diskriminasi atas kepentingan apapun.Bagaimana
perempuan dibungkam bila mempunyai kemampuan dan pengaruh lebih dari laki – laki
patriarki.Mereka terpinggirkan dan kemungkinan ditutup segala aksesnya untuk
mengembangkan potensi dirinya.Hypatia adalah salah satu tokoh yang saat ini bisa saya
kisahkan dan rangkumkan dalam penalaran singkat. Padahal dari berbagai cerita, jaman abad ke
3 dan ke 4 banyak sekali filsuf – filsuf perempuan yang luar biasa dengan ilmu pengetahuannya.
Namun kini, sejarahnya sangat sulit sekali kita temukan.
Hypatia sendiri merupakan film yang cukup mengundang kontroversi, dicemaskan film
ini akan menimbulkan kebencian terhadap agama tertentu. Bahkan kebenaran akan keyakinan
dan kematian Hypatia masih menjadi misteri, beberapa sumber mengatakan Hypatia mati dengan
dibakar hidup – hidup dipusat kota, dibakar adalah salah satu hukuman yang dituduhkan kepada
perempuan penyihir. Namun meski demikian, kisah Hypatia dalam Film Agora masih mampu
memberikan warna yang berbeda dalam memandang ajaran agama, bahwa jangan menggunakan
kitab suci sebagai pembenaran untuk melakukan pembunuhan.
AGORA, adalah drama sejarah pada masa pemerintahan Roma di Mesir (Alexandria).
Makna kata AGORA (bahasa Yunani: αγορα – agora) adalah tempat untuk pertemuan terbuka
untuk warga negara berkumpul untuk bermusyawarah dengan raja atau dewan di negara/kota di
Yunani Kuno. Film ini bercerita tentang tokoh sejarah perempuan yang bernama Hypatia (Rachel
Weisz) yang lahir antara tahun 350-370, meninggal pada bulan Maret 415 Masehi.Hypatia
adalah anak perempuan dari Theon Alexandricus (Michael Lonsdale), seorang kepala museum/
perpustakaan di Alexandria.Hypatia adalah seorang perempuan pertama yang diakui sebagai
ilmuwan, ahli matematika, anstronomi sekaligus dikenal sebagai Professor filsafat di Alexandria.
Hypatia sangat terobsesi dengan ilmu pengetahuan, ia ingin meneruskan penelitian yang telah
dilakukan Claudius Ptolemaeus (90-168 M), yang adalah ahli astronomi dan geografi. Ada 3
buah buku yang menjadi maha karya pemikirannya: "Almagest" (Risalah Besar), "Geographia,"

16
dan "Tetrabiblos" (4 Buku) mengenai astrologi, horoskop dan filsafat Aristotelian. Ptolemeus
mengajukan teori Geosentris di mana bumi adalah pusat tata surya sehingga seluruh planet dan
matahari mengelilingi bumi.Saking kuatnya pemikiran geosentris ini, Gereja pun sampai pada
abad-abad selanjutnya mengadopsi pemikiran ini sehingga teori Heliosentris (matahari sebagai
pusat tata surya) yang diajukan Copernicus (1473-1543 M) dan diperkuat oleh Galileo (1564-
1642 M) sempat dianggap sebagai hal yang sesat. Tetapi kemudian Gereja mengakuinya dan
merehabilitasi nama baik Galileo beberapa abad kemudian.

Hypatia mengajar di Platonic School (sekolah untuk kaum terhormat pada waktu itu yang
berdasarkan ajaran filsuf Plato). Hypatia mempunyai murid yang nantinya menjadi tokoh
masyarakat bernama Orestes (Oscar Isaac) dan Synesius (Rupert Evans).Orestes nanti menjadi
Gubernur Romawi di Alexandria dan Synesius menjadi uskup di Ptolemais/ Cyrene.Dalam film
ini pula diceritakan tokoh sentral lainnya, yaitu Davus (Max Minghella, anak dari sutradara dan
penulis skenario senior Anthony Minghella).Davus adalah seorang tokoh fiksi untuk
mendramatisasi kisah.Meski demikian, peristiwa yang diangkat dalam film ini tidak sepenuhnya
fiksi, tetapi juga sebuah cuplikan sejarah masa lalu. Sajian gambar visualisasi perpustakaan
sungguh amat bagus demikian pula suasana diskusi ilmiah tentang filsafat, astronomi dan
matematika di Alexandria, ini membuat film ini menjadi semakin menarik, bravo buat penulis
skenario film ini: Alejandro Amenábar dan Mateo Gil.
Orestes sang murid digambarkan sebagai pribadi yang menarik, setia dan teguh kepada
janjinya termasuk cintanya kepada Hypatia. Tetapi Hypatia tidak menerima cinta Orestes, karena

17
ia lebih mencintai filsafat sebagai jalan hidupnya. Demikian pula Davus si budak Kristen itupun
jatuh cinta kepada Lady Hypatia yang atheis.Sosok kecemerlangan intelegensi Hypatia rupanya
terlalu tinggi bagi setiap laki-laki untuk dapat memperistrinya, apalagi bagi Davus yang terjebak
pada strata sosial.
Pada akhir abad ke 4 ini, Kristianitas di Alexandria telah mendapatkan tempat pada
masyarakat luas terutama kaum papa termasuk kaum budak.Ajaran kasih dan persamaan derajat
menarik hati rakyat kelas bawah. Dalam masa ini pula diceritakan di Alexandria hidup 3 macam
golongan: Kristen, Yahudi dan Pagan. Ada satu paradoks yang ditampilkan disini, bahwa ajaran
tentang Kasih itu rupanya dapat membuat orang menjadi sombong, dan atas nama kasih pula
orang dapat berbuat anarki. Kekristenan yang diperkenalkan menjunjung kasih dan kedamaian
tidak selalu membuktikan atibut-atribut ini. Sebaliknya Kekristenan pada masa itu menunjukkan
arogansinya, menghina/ merendahkan kaum-kaum lainnya karena merasa bahwa ajaran yang
dipegangnya sekarang ini merupakan ajaran yang paling sempurna, karena ajaran itu diterima
dari Allah sendiri yang datang sebagai manusia. Penginjil Kristen Ammonius (Ashraf Barhom)
sebagai contoh dalam film ini bertindak sangat arogan ketika memperagakan mujizat yang dia
klaim dari Tuhan, ia dan kelompoknya bahkan tidak segan membakar hidup-hidup seorang pagan
dalam sebuah KKR "kompetisi mujizat" yang disaksikan orang-orang di tengah kota.
Kaum Pagan yang diketuai Olympius (Richard Durden) tidak tahan dengan penghinaan orang-
orang Kristen, kemudian atas restu Theon, ayah Hypatia mengadakan perlawanan.Namun
kekuatan Kristen arus bawah tidak dapat dibendung dan memaksa kaum Pagan bertahan di
Serapeun & Library. Kekacauan ini membuat pemerintah pusat melakukan tindakan, melalui
Gubernur Alexandria, Evagrius (Harry Borg), dibacakan keputusan penyelesaian konflik Pagan
vs Kristen, yaitu dengan mengampuni semua kalangan Pagan yang terlibat dalam konflik tetapi
mereka harus meninggalkan Serapeun & Library. Selanjutnya Serapeun & Libraryakan
diberikan kepada kaum Kristen. Hypatia dan murid-muridnya sibuk menyelamatkan literatur-
literatur yang sangat berharga yang ada di perpustakaan.Pada saat ini Davus di dalam konflik
batinnya antara memilih bergabung dengan kelompok Kristen ataukah tetap melayani lady-nya.
Selanjutnya Hypatia memberikan kebebasan kepadanya dari status budak dan Davus bergabung
dalam kelompok Parabolani di bawah asuhan penginjil Ammonius (Note: Parabolani adalah
kelompok Kristen yang melayani orang-orang miskin yang berani mati bagi Kristus, kadang pula

18
kelompok ini dipakai Gereja menjadi pengawal bagi uskup setempat, atau sebagai seksi
keamanan untuk Gereja atau lebih tepatnya premannya Gereja).
Kemudian cerita beralih ke tokoh sejarah yang lain, yaitu Bapa Gereja, St. Cyril dari
Alexandria (380-444). Cyril (Sami Samir) adalah keponakan dari uskup Alexandria sebelumnya
Theophilus (Manuel Cauchi). Sosok Cyril digambarkan sebagai seorang yang haus kekuasaan,
terlihat dari ketika ia melepas cincin dan topi keuskupan dari pamannya pada saat meninggal dan
kemudian mengangkat dirinya menjadi uskup selanjutnya. Di bawah kepemimpinannya,
kelompok Kristen tidak hanya mengambil hati arus bawah, lambat laun dapat mempengaruhi
orang-orang di pemerintahan, banyak pejabat pemerintahan yang kemudian menjadi
Kristen.Kemudian berlaku pula suatu keputusan di Alexandria bahwa segala bentuk
penyembahan paganisme dilarang, hanya agama Kristen dan agama Yahudi yang diperbolehkan.
Sementara itu Hypatia tetap menjadi anggota elit ilmuwan di Alexandria dan tetap
mengajar.Menariknya Hypatia ini selalu digambarkan melibatkan budaknya Aspasius
(Homayoun Ershadi) untuk bertukar pikiran tentang ilmu pengetahuan. Hubungannya dengan
Orestes sang murid yang juga telah menjadi Kristen ini tetap berjalan baik meskipun Hypatia
tidak pernah mau menikah. Banyak bekas murid Hypatia yang kemudian menduduki jabatan
penting/ social elite di Alexandria, Orestes menjadi Gubernur (Prefect) di Alexandria, dan ia
tetap menghormati Hypatia.
Kekuatan Kristen semakin menjadi, Cyril sang Uskup berambisi untuk membersihkan
Alexandria dari segala bentuk kepercayaan lain, dan termasuk kemudian memusuhi kaum
Yahudi. Kaum Yahudi kemudian mengadakan strategi perlawanan yaitu jebakan yang
menyebabkan banyak Parabolani mati dalam keadaan dirajam batu.Beruntung Davus dan
Ammonius selamat dalam insiden ini.Namun bagaimanapun Davus tetap diperhadapkan pada
perang batin, antara membela agamanya dan suara hati yang mengatakan bahwa sesungguhnya
kelompok Kristen yang dia bela juga melakukan kekejaman, kekotoran dan menyimpang dari
ajaran Kristus yang selalu mengajarkan pengampunan. Selanjutnya Cyril memerintahkan
Parabolani mengadakan pembalasan yang disebutnya "annihilation of women and children"
(penihilan/ pembasmian perempuan dan anak-anak). Orestes yang menjabat sebagai gubernur
(Prefect), tidak dapat berbuat banyak untuk mencegah kejahatan Cyril karena dia sendiri telah
menjadi Kristen dan bagian dari jemaat Gereja. Terlebih lagi semenjak kelompok Kristen juga
menguasai pemerintahan, pembelaan seorang Orestes kepada orang Yahudi akan dianggap

19
melawan pemerintah pusat. Saat Orestes menjadi gubernur, Hypatia cukup berpengaruh, ia
adalah satu-satunya perempuan yang bisa berbicara di depan para anggota parlemen dan dia juga
menjadi orang kepercayaan gubernur. Menanggapi insiden perang antara "Kristen dan Yahudi,"
Hypatia menegur Orestes di ruang senat dan meminta Orestes segera menangkap Cyril.Meski
Orestes memahami alasan yang dikemukakan Hypatia, namun ini mustahil
dilakukan.Oresteshanya dapat melakukan tindakan mencegahan kerusuhan selanjutnya dengan
mengusir orang-orang Yahudi keluar dari Alexandria.
Orestes memahami kritikan Hypatia. Namun Kritikannya yang dilakukan di depan
anggota Parlemen dan mengutuk tindakan Cyril sang Uskup dapat membahayakan
keselamatannya, apalagi Hypatia mengaku bahwa ia seorang yang hanya percaya pada filosofi
yang artinya dia adalah seorang atheis. Synesius yang telah menjadi uskup di Cyrene masih
sering mengunjungi Hypatia. Maka dalam suatu pertemuan antara Orestes, Hypatia dan
Synesius, sang gubernur itu meminta Synesius untuk mengadakan pendekatan kepada Cyril
uskup Alexandria. Kemudian Synesius mengadakan upaya mediasi antara Hypatia dan
Cyril.Cyril menolak untuk datang ke tempat Orestes, Cyril menganggap dialah wakil
Tuhan.Maka Orestes yang menjadi jemaat Gereja yang dipimpinyalah yang harus datang
kepadanya.Cyril meminta pertemuan diadakan saat kebaktian Minggu. Disini Cyril
memanfaatkan kesempatan denan berkhotbah yang diambil dari 1 Timotius 2:8-15 terutama ayat
12 "Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya memerintah
laki-laki; hendaklah ia berdiam diri."Cyrill menjabarkan ayat-ayat Alkitab untuk melawan
Hypatia sosok perempuan satu-satunya ilmuwan dan pengajar.Dari ayat itu Cyril menuduh
Hypatia adalah pengajar ajaran sesat dan bukan cermin kehidupan Kristen yang seperti ditulis
dalam Kitab Suci.Cyril menjabarkan ayat-ayat untuk kepentingannya dan untuk melakukan
tuduhan bahwa Hypatia adalah seorang fasik (menentang Allah/ ungodly) dan penyihir. Di lain
pihak Orestes juga merasakan bahwa khotbah yang disampaikan Cyrill adalah juga untuknya,
sebab dia menempatkan Hypatia adalah penasehat dalam pemerintahan yang ia pimpin. Dalam
sebuah tantangan Cyril yang disampaikan secara terbuka di kebaktian minggu itu, Orestes
menolak untuk mengkianati Hypatia di depan umum. Orestes selanjutnya justru menanggapi
khotbah Cyrill adalah hasil pemelintiran ayat
Davus semakin tidak tahan dengan paradoks perilaku nyata orang Kristen di depan
matanya dan pengajaran Yesus. Ketika Ammonius mencoba memprovokasi masa untuk

20
menyerang Orestes (sebab ia juga dianggap menentang kitab suci dan gereja). Davus memilih
tidak mengikuti ajakannya dan sebaliknya membunuh Ammonius.Davus melakukan langkah
berani karena dasar hati nurani dan ikatan batin antara dia Hypatia.Paradoks pula yang dihadapi,
dalam kematiannya itu Ammonius kemudian diangkat oleh Gereja sebagai seorang santo (orang
suci).Setelah insiden itu Orestes semakin di dalam dilema, antara membela perempuan yang dia
hormati dan cintai ataukah membela "agama"-nya. Dalam suasana yang gundah gulana ini
Orestes tidak berani melakukan langkah-langkah yang jelas di pihak manakah seharusnya ia
berpijak. Orestes berbicara kepada Synesius, apakah ia tetap menjadi kawan yang setia bagi
dirinya dan ia mengungkapkan ketidak setujuan terhadap tafsir ayat dipakai Cyrill untuk
menyerang Hypatia dan dirinya. Namun Synesius kembali memperhadapkan Orestes pada
keyakinan yang dipilihnya, apakah ia seorang Kristen sejati yang menghormati ayat-ayat kitab
suci yang adalah firman Allah?Kita tahu, persoalannya disini kita dapat melihat bukan dari isi
ayatnya itu sendiri, namun persoalannya adalah pada tafsir, yaitu tafsir yang disesuaikan dengan
kepentingan seorang yang menjabat sebagai kepala Gereja untuk menekan lawannya dan
menggiringnya kepada legitimasi untuk menghabisi seorang yang dianggap sesat dan fasik itu
atas nama Tuhan.
Orestes dan Synesius bersepakat untuk berusaha keras agar Hypatia selamat, mereka
memohon Hypatia untuk "berganti iman" menjadi seorang Kristen, hal ini dimaksudkan untuk
dapat meredakan kemarahan dan akibat dari kemarahan Cyrill. Meski mereka menggunakan
pendekatan filosofi yang pernah diajarkan Hypatia sendiri kepada mereka, Hypatia tetap pada
pendiriannya. Hal ini dapat dipahami, bagaimana mungkin seseorang berpindah iman menjadi
Kristen ketika orang-orang Kristen itu tidak memberikan kesaksian yang baik tentang Kristen itu
sendiri. Hypatia tetap memilih filosofi sebagai suatu hal tertinggi yang ia percayai. Hal ini berarti
Hypatia jelas akan berhadapan dengan kekuatan Gereja yang tidak segan menghukumnya dan
membunuhnya. Orestes meratapi kenyataan ini, posisinya sebagai gubernur tidak cukup mampu
melindungi Hypatia di dalam sebuah situasi dimana agama melebihi urusan kenegaraan.
Sementara itu kelompok Parabolani telah mendapatkan restu dari Gereja untuk menghabisi si
kafir Hypatia dan mereka menyusun rencana bagi pembunuhannya. Davus yang masih mencintai
lady-nya berusaha menemui Hypatia untuk memperingatkannya atau melindunginya, namun
keadaan tidak memungkinkan Hypatia terlanjur sudah berada dicengkeraman kelompok
Parabolani, mereka menelanjanginya, dan ketika kelompok Parabolani mempersiapkan

21
pembunuhan rajam bagi perempuan ini, Davus dengan terpaksa membunuh Hypatia dengan
harapan Hypatia dapat mati dengan cara yang tidak melalui sengsaranya ketakutan dan
penyiksaan hukuman rajam. Ketika Hypatia tergeletak lemas, Davus mengatakan kepada
kelompok Parabolani bahwa Hypatia hanya pinsan. Penghukuman dengan cara rajam tetap
dilakukan selanjutnya tubuh Hypatia dimutilasi, kejadian ini telah direkam dalam sejarah, dan
sepertinya tak mungkin menyangkalnya. Bahwa memang ada suatu ketika di masa lalu, seorang
ilmuwan pertama perempuan mati di tangan gerombolan Kristen dalam keadaan ditelanjangi dan
dihukum rajam dengan tuduhan bahwa dia adalah seorang fasik, penyihir sesat. Disini kita
diperhadapkan dengan keberadaban dan budi seorang filsuf atheis dan ketidakberadaban orang-
orang yang beragama. Meski tidak banyak teori-teori yang ditinggalkan Hypatia namun tetap dia
adalah seorang ahli matematika, ahli study conical curves, dan astronomer yang hebat. Seribu
dua ratus tahun kemudian yaitu pada abad ke 17, hasil pemikirannya tentang curves itu
dikembangkan oleh Johannes Kepler (1571-1630 M). Kepler menemukan jawaban tentang orbit
planet yang berbentuk ellipse.Konon setelah HypatiatewasPrefect Orestes menghilang entah
kemana, tidak ada orang yang tahu. Dengan absennya Orestes sebagai gubernur, Cyrill semakin
memiliki kekuasaan yang absolut di Alexandria.Gereja kemudian mengumumkan bahwa Orestes
adalah seorang pelanggar hukum. Pengasingan diri Orestes dapat dipahami, ia tak dapat lagi
menghadapi perang batin dan suara-suara hati yang menegurnya. Dia seorang Kristen, sekaligus
seorang yang berkuasa, tetapi ia tidak dapat melakukan hal-hal yang baik sebagai seorang
pejabat pemerintah, sebagai seorang Kristen yang takut akan Tuhan, dan sebagai seorang laki-
laki yang mencintai perempuan dengan tulus. Hal yang sama dialami oleh Davus, ia menemui
kebobrokan-kebobrokan dari agama yang dianutnya, dan ia tidak dapat berbuat apa-apa bahkan
menjadi bagian dari anarkisme itu. Dia tidak merasa menjadi seorang Kristen yang baik,
sebaliknya ia adalah seorang pendosa yang merasa malu akan dosanya.
Sejarah di satu sisi mencatat Cyril, uskup Alexandria itu dikukuhkan sebagai orang suci
(santo), dan menjadi salah satu Bapa Gereja mula-mula, dan di sisi yang lain terdapat catatan
pula bahwa ada nama Hypatia sang professor filsafat tewas terbunuh oleh anarkisme Kristen, di
masa Cyril menjabat.

D. ANALISIS PESERTA KELOMPOK

22
REFLEKSI FILM AGORA
Ular itu berkata kepada perempuan itu: "Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam
taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan? Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah
mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan
menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat." (Kejadian 3: 1-5)
Ayat diatas adalah sebuah contoh, bagaimana Firman yang telah diucapkan Allah dapat "diubah"
untuk disampaikan kepada manusia untuk suatu tujuan jahat. Demikian pula yang disajikan
dalam film AGORA.Seorang pemimpin agama dapat mempergunakan suatu ayat untuk
ambisinya, untuk suatu tujuan jahat menghabisi lawannya.
Film ini juga berceritera tentang catatan kecelakaan sejarah dari kaum Kristiani di masa
lalu.Ketika kaum Kristiani meraih kejayaan mendapat tempat di sebuah komunitas dan dapat
mempengaruhi politik. Ketika kesombongan itu terjadi, Kekristenan tidak beda dengan agama-
agama lainnya. Dia menghakimi semua orang yang dianggapnya sesat, bahkan melakukan
pembunuhan secara keji atas nama kasih kepada Tuhan. Sesungguhnya apa yang dilakukan
mereka ini adalah bentuk arogansi, ambisi yang busuk dalam kemasan agama Kristen. Sebagai
seorang Kristen, kita sering diperhadapkan dengan kecelakaan-kecelakaan sejarah yang
dilakukan oleh orang-orang Kristen sendiri, termasuk diantaranya adalah tragedi Perang salib
yang berlangsung ± 4 abad lamanya, Inquisisi/ pembunuhan kaum yang dianggap heresy yang
dilakukan Gereja Katolik Roma, maupun Inquisisi ala gereja-gereja Protestan, dll. Tuhan kita
rupanya tidak berbahagia ketika orang-orang Kristen membelaNya mati-matian dalam suatu
perjuangan yang salah, sebagai salah-satu buktinya adalah Perang salib yang berlangsung ± 4
abad itu pada akhirnya tidak dimenangkan oleh kubu Kristen, melainkan berakhir dengan
runtuhnya simbol kejayaan Kristen di Konstantinopel. Arogansi harus dibayar mahal dengan
simbol-simbol yang dibanggakannya.
Ada beberapa teman yang memberikan "warning" kepada saya agar jangan menonton
film AGORA ini, mereka menganggap film ini sesat, ngawur, mengada-ada dan digunakan untuk
menghina Kekristenan.Tetapi sesungguhnya tidak, dan sebaliknya film ini baik ditonton orang-
orang Kristen, sebagai suatu otokritik dan pembelajaran, supaya kita mengerti bahwa ajaran yang
kasih sempurna dari Tuhan Yesus Kristus pernah dibelokkan berkali-kali oleh orang-orang
Kristen sendiri, sehingga kasih berubah menjadi kebencian dan anarki, seperti yang diangkat
pada film AGORA ini.Umberto Eco seorang novelis, semiolog, dan seorang ahli abad

23
pertengahan, penulis buku "The Name of The Rose," juga mengupas "kejahatan Gereja" dan ia
berpendapat "Kejahatan bisa muncul dari kesalehan".
Kejahatan Gereja muncul ketika kasih yang mula-mula itu dilupakan, Alkitab sendiri
sudah memperingatkan dalam Wahyu 2:1-7 kepada jemaat di Efesus.Wahyu 2:4 ", dalam bahasa
Yunani menulis "την αγαπην σου την πρωτην αφηκας - tên agapên sou tên prôtên aphêkas,"
terjemahan harfiah "engkau telah meninggalkan kasih yang pertama (terdahulu)." Kasih-semula
dalam Wahyu 2:4 menyangkut dua aspek : Kasih persaudaraan; Kasih kepada Allah. Jemaat di
Efesus sebenarnya sudah mempunyai keunggulan : perbuatan baik, jerih lelah, ketekukan, tidak
sabar terhadap orang-orang jahat, membenci perbuatan penyembah berhala. Bukankah semuanya
ini baik?namun perbuatan baik saja tidak cukup, karena walaupun berbuat baik tetapi kalau
kehilangan kasih dapat pula menggiring jemaat untuk membenci dan melakukan perbuatan-
perbuatan anarki melawan orang-orang yang dianggap sesat. Kita bergereja dan belajar Firman
Tuhan adalah dikarenakan kita haus akan kebenaran. Namun hal ini tentu saja tidak cukup,
karena rasa kehausan itu jika tidak dilakukan dengan kasih akan juga berbelok arahnya. Sebab,
ketika manusia merasa tahu akan kebenaran dan merasa di dalam kebenaran, hal-hal ini pun
dapat menyebabkan arogansi. Saya kutip satu quote dari film The Devil's Advocate, si Iblis itu
berkata "vanity is my favorite sin" (kesombongan adalah dosa yang saya sukai). Maka satu-
satunya cara menuju kebenaran adalah belajar membebaskan diri kita dari nafsu tidak sehat akan
kebenaran. Dan kiranya kita selalu mengingat, kejatuhan yang paling dalam adalah pada saat
umat Tuhan/ Gereja Tuhan kehilangan kasih yang mula-mula.Itulah penyebab dari kejadian
kecelakaan-kecelakaan sejarah umat Kristiani yang mau tak mau telah tercatat dalam sejarah dan
tidak dapat dihapus sampai bumi ini berakhir.
Kekaisaran Romawi adalah masa di mana peradaban manusia mengalami kemajuan
yang begitu cepat.Di samping kepercayaan mereka yang masih menyembah dewa-dewa dan
patung-patung berhala, ilmu pengetahuan mereka justru sudah sangat tinggi.Banyak filsuf-filsuf
yang lahir pada zaman itu. Agora, film tahun 2009 yang berlatar sisa-sisa Kekaisaran Romawi
bertempat di Alexandria, menceritakan salah seorang filsuf yang bernama Hypatia.Hypatia
adalah filsuf wanita yang ahli dalam bidang astronomi. Sepanjang hidupnya ia habiskan untuk
mencari kebenaran mengenai pusat tata surya dan bagaimana planet-planet membentuk orbit
mengelilingi matahari. Hypatia merupakan representasi tentang bagaimana pedulinya orang-
orang Romawi terhadap ilmu pengetahuan. Namun, perkembangan di sisi lain yaitu dalam

24
bidang agama, memberikan pukulan telak bagi ilmu pengetahuan. Agama Kristen sebagai
pemegang kekuasaan baru memutarbalikkan politik, hukum, bahkan pemerintahan yang awalnya
berdasar pada kepercayaan terhadap dewa, kemudian dikendalikan oleh uskup-petinggi umat
Kristianidan setiap putusan dalam pemerintah harus berlandaskan kitab suci umat
Kristiani.Posisi para pemikir yang percaya pada filosofi dan ilmu pengetahuan tersingkirkan oleh
para petinggi agama.Agama dan ilmu pengetahuan seakan menjadi dua magnet satu kutub.Tak
bisa bersinergi, pun saling menjauh. Hypatia adalah contoh nyata yang diangkat dalam film
Agora. Ia yang seorang pemikir dan mendedikasikan hidupnya untuk ilmu pengetahuan,
seharusnya berada di posisi yang cukup disegani. Tetapi karena dianggap menghambat umat
Kristen dalam menguasai Alexandria akibat pemikirannya yang kritis dan rasional, ia pun
dihukum mati dengan tuduhan sebagai penyihir. Padahal, penemuan Hypatia sangat membantu
bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Abad ke-4 dalam film Agora ini menggambarkan dengan jelas bagaimana kekuatan
agama begitu besar dalam menggeser ilmu pengetahuan. Tak peduli betapa pentingnya ilmu
pengetahuan bagi peradaban manusia, jika tak berhubungan dengan agama(dalam film ini agama
Kristen) maka tak akan segan-segan dimusnahkan. Segala yang berdasarkan logika dan
rasionalitas adalah hal tabu, dan agama bukan untuk dipertanyakan. Kebebasan berpikir dilarang,
sehingga para filsuf pun dianggap bersalah.
Film Agora ini memiliki cerita yang padat, dengan sedikit bumbu percintaan di balik
konflik serius yang tengah melanda Alexandria. Tokoh pelayan Hypatia *lupa namanya siapa*
yang diam-diam memendam suka itu sangat adorable.Saya selalu suka tokoh-tokoh yang tidak
selalu ‘main fisik’ dalam mengekspresikan perasaan mereka terhadap orang yang disukai.Well,
yeah, even though there is a scene where he attacked Hypatia against a pillar and just kissed her
out of the blue.Tapi bisa dimaklumi lah ya, mengingat bagaimana kacaunya pikiran dia saat itu
dengan perang dan segala macamnya.Agora sebenarnya adalah sebuah film yang cukup
memperkenalkan kepada kita bagaimana filosofi berperan penting dalam ilmu pengetahuan sejak
berabab-abad lalu. Pengetahuan bisa diketahui karena adanya proses berpikir dan keinginan
untuk tahu bagaimana alam semesta ini bekerja. Bisa dibilang, jika dilihat berdasarkan
periodisasi filsafat, maka latar film ini adalah zaman Yunani. Jadi tidak heran jika pokok kajian
pengetahuannya berpusat pada alam semesta (teori geosentris maupun heliosentris lahir pada
zama ini).

25
Film yang disutradrai oleh Alejandro Amenábar tersebut diluncurkan tahun 2009.
[2] Film Agora menghadirkan kembali sosok Hypatia, sosok yang mungkin telah dilupakan
banyak orang. Kata “agora” itu sendiri berarti tempat berkumpul atau tempat pertemuan
masyarakat umum, dan juga pasar.Film Agora dibuka dengan kekisruhan di sebuah agora di kota
Alexandria. Di tempat tersebut, terjadi perdebatan antara pemeluk Kristen melawan pemeluk
agama lama Yunani-Roma-Mesir tentang persoalan ketuhanan. Film Agora diakhiri dengan
peristiwa tewasnya Hypatia di tangan orang-orang Kristen tanpa proses pengadilan. Di dalam
film Agora, pembunuhan terhadap Hypatia dikisahkan dilakukan oleh sekelompok parabalani
atau parabolani, yang merupakan relawan Kristen. Film Agora secara garis besar merupakan
upaya rekontruksi dan tafsir sejarah yang dilakukan oleh sutradara film dan penulis naskah.
Namun tentu saja terdapat imajinasi bebas dari sutradara dan penulis naskah yang bermain di
dalam film tersebut.Data-data sejarah digabungkan dengan fiksi-fiksi hasil kreasi dari imajinasi
penulis naskah dan sutradara.
Film Agora sering dinilai sebagai kisah perjuangan seorang filosof wanita di dalam
suasana pertentangan antara filsafat (pada saat itu, filsafat juga berarti sains) melawan agama.
Film yang dibintangi oleh Rachel Weisz ini juga dinilai sebagai kisah dogmatisisme di dalam
Kristen yang berbuah pada perlakuan kejam terhadap seseorang yang memiliki keyakinan yang
berbeda tentang ketuhanan, dan sekaligus seorang wanita.Maka kemudian, setelah menonton
film Agora, beberapa kalangan menempatkan Hypatia sebagai martyr bagi filsafat, atau sains,
dan mungkin bagi kalangan feminis sekaligus. Hypatia dipandang sebagai simbol perjuangan
kebebasan berpikir.Terlepas dari film Agora, anggapan serupa juga pernah dikatakan Carl Sagan
terkait Hypatia. Menurut Sagan, Hypatia adalah simbol sains dan kegiatan belajar. Pada era
ketika wanita hanya memiliki sedikit pilihan dan diperlakukan sekedar sebagai barang, Hypatia
bergerak bebas di dalam lingkungan yang didominasi pria.
Kesan yang ditimbulkan oleh film Agora terhadap kawan saya masih di dalam bingkai
yang serupa dengan pandangan Sagan tentang sosok Hypatia dan peristiwa yang terjadi pada
Hypatia.Hypatia ditempatkan sebagai pejuang kebebasan berpikir dan berlatar belakang
pertarungan rasionalitas filsafat melawan dogma agama.Jika dilihat di dalam setting sejarah,
maka kematian Hypatia sebenarnya sebelumnya telah didahului oleh kontradiksi-kontradiksi
yang terjadi di Alexandria pada khusunya dan imperium Roma pada umumnya. Kontradriksi-
kontradiksi tersebut antara lain: pertama, Orestes melawan Cyrill, yakni penguasa legal melawan

26
penguasa mayoritas rakyat riil di Alexandria. Bisa disebut juga pertentangan antara penguasa
administratif melawan penguasa ideologis Alexandria.Ke-dua, pemikiran agama lama (non-
Ibrahimik) melawan pemikiran agama baru (Ibrahimik).Ke-tiga, pemikiran filsafat-sains (kritis)
melawan pemikiran agama (dogmatis).Pertentangan antara filsafat-sains melawan agama telah
terjadi antara filsafat-sains melawan agama-agama lama (Yunani) di era-era terdahulu sebelum
jaman Hypatia (misal Anaxagoras).Ke-empat, pemikiran filsafat-sains melawan pemikiran agama
Kristen.Bagi Kristen saat itu, filsafat-sains Yunani dianggap bid’ah.Ke-lima, cara pandang
(kebudayaan) plural yang diinspirasi agama lama (politeistik) melawan cara pandang
(kebudayaan) singular yang diinspirasi agama baru (monoteistik). Ke-enam, klas bawah melawan
klas atas atau elit Alexandria.
Kematian Hypatia merupakan peristiwa persilangan antara persoalan pertarungan
pemikiran filsafat dan agama, persoalan politik kekuasaan, dan persoalan kondisi sosial-ekonomi
masyarakat. Namun, film Agora menempatkan fokus penonton film berada pada pertentangan
seputar filsafat dan agama, serta seputar politik kekuasaan Orestes dan Cyrill, dan kurang
mengeskplorasi kontradiksi keadaan sosial-ekonomi dan psiko-sosial masyarakat Alexandria saat
itu.Jika kawan saya memiliki pemikiran negatif pada agama Kristen setelah menonton film
Agora, maka pemikiran negatif tersebut berasal dari kesan tentang kesewenang-wenangan orang-
orang Kristen terhadap seorang filosof wanita Yunani di film Agora. Titik tekan analisa ini ada
pada kontradiksi antara agama Kristen melawan filsafat, serta antara agama Kristen melawan
agama Yunani-Roma-Mesir. Sebab utama segala kekacauan yang terjadi di Alexandria dianggap
berasal dari pertentangan-pertengangan antara filsafat Yunani, agama Yunani-Roma-Mesir, serta
agama Ibrahimik (Kristen dan Yahudi). Pendapat ini sebenarnya mengulangi anggapan penguasa
Roma lama non-Kristen bahwa umat Kristen adalah penyebab kekacauan di wilayah
Roma.Anggapan penguasa Roma lama non-Kristen ini mengabaikan fakta bahwa kekacauan
yang terjadi di Roma juga memiliki akar pada kondisi sosial-ekonomi masyarakat klas bawah.

PENDAPAT SAYA

27
Setelah menonton Film Agora tersebut, terbesit sedikit inspirasi untuk saya.Bahwasannya
sebuah perpustakaan itu butuh seorang pustakawan yang mau mengabdikan diri pada
perpustakaan itu secara maksimal, tidak setengah-setengah serta tanpa berniat hanya untuk
mencari penghasilan tetapi lebih karena ingin ikut andil dalam usaha mencerdaskan kehidupan
bangsa. Ketika sebuah perpustakaan ada dengan segala kelengkapan koleksi dan fasilitas yang
berkualitas tinggi, canggih, serta luar biasa namun tanpa diimbangi adanya pustakawan yang
mau menjadi pelayan informasi secara totalitas maka tujuan utama dari didirikannya
perpustakaan tersebut tidak akan pernah tercapai.
Tergambar dalam Film Agora, betapa perjuangan Hypatia sungguh luar biasa untuk
menyelamatkan koleksi Perpustakaan Alexandria ketika akan dihancurkan kaum Kristen
Alexandria. Ia pun lebih memilih melindungi koleksi perpustakaan daripada memikirkan
keselamatan dirinya. Walaupun hanya sedikit yang mampu terselamatkan, hal itu tidak membuat
putus asa Hypatia.Ia akhirnya membangun perpustakaan kembali di tempat tinggalnya yang baru
walau hanya perpustakaan kecil, tidak sebesar sebelumnya. Perjuangan Hypatia tersebut patut
kita contoh dan kita jadikan teladan bagi pustakawan atau calon pustakawan saat ini.
Pada mulanya, saya cukup bingung mencari benang merah untuk mendiskusikan dan
membedah film Agora yang diputar dan ditonton bersama beberapa mahasiswa yang magang di
AI. Film Agora memuat banyak sekali isu yang bisa dijadikan bahan pelajaran. Hingga butuh 3
kali menonton diwaktu yang tidak bersamaan dan membaca berbagai referensi film Agora untuk
akhirnya dapat dengan runut menggali permasalahan tersebut.Berbagai referensi tulisan yang
saya baca tentu menguak sedikit banyak pemikiran dari para perangkumnya, mereka berkisah
dari segi agama, budaya, politik, filsafat, dan juga cinta. Jadi semoga rangkuman saya turut
memperkaya wacana dari film Agora.

E. KESIMPULAN
Setelah melakukan penelitian terhadap film Agora dengan fokus kajian eksistensi buku.
Selanjutnya, peneliti dapat menarik sebuah simpulan sebagai berikut, gambaran eksistensi buku
dalam film Agora memperlihatkan aspek penting buku yaitu:
1) Aspek Karya (Creation)
2) Aspek informasi
3) Aspek pengetahuan.

28
Ketiga aspek tersebut, menunjukan buku tidak hanya sebagai media dokumentasi dan
media komunikasi ilmiah yang menghimpun pemikiran dari seorang penulis. Akan tetapi, dalam
film Agora nilai penting yang terkandung dalam buku menunjukan hal yang luar biasa karena di
dalam sebuah buku tersimpan “ideologi” dari seorang penulis yang secara tidak langsung dapat
memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat pada masa itu.
Selanjutnya, dari hasil analisis peneliti dalam film Agora, yang berlatarkan budaya
intelektual Yunani di Alexandria pada abad 3 Masehi. Eksistensi buku ditampilkan dalam
kehidupan sosial beragama masyarakat Alexandria. Dalam kehidupan sosial beragama,
“ideologi” yang terhimpun dalam buku-buku karya cendikiawan Yunani di Perpustakaan
Alexandria menjadi sebuah ancaman bagi kaum Kristiani dalam penyebaran Agama Kristen di
Alexandria. Hal tersebut, memicu perilaku vandalisme atau penghancuran budaya dengan
menghapus ingatan masyarakat melalui perusakan terhadap perpustakaan dan pembakaran buku-
buku karya cendikiawan Yunani. Sebab, menurut kaum Kristiani “ideologi” yang terkandung
dalam buku menyimpang dari ajaran agama mereka.
Sebaliknya, dalam kehidupan sosial budaya masyarakat. Ideologi yang terdapat pada buku
dalam film memiliki peran penting dalam perkembangan ilmu Pengetahuan yaitu tergambar
dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Intelektual Mesir dalam bidang pendidikan dan
pengembangan ilmu pengetahuan. Dalam film ini, digambarkan dengan adanya sebuah karya
dari dua Ilmuan dalam bidang astronomi yaitu Ptolemy dan Aristrachus. Dimana, masing-
masing dari karya ilmuan tersebut memiliki “ideologi” yang berbeda. Akan tetapi, dalam film
ini, justru karya tersebut yang menjadi awal dari perkembangan ilmu pengetahuan
Setelah menganalisis dan membahas mengenai eksistensi buku dalam film Agora. Maka,
pada bagian ini resensi ingin menyampaikan saran-saran antara lain:
1. Film Agora memberikan wawasan mengenai kota Alexandria sebagai sebuah pusat peradaban
manusia yang menakjubkan. Dalam penelitian ini, perpustakaan Alexandria sendiri tidak
disinggung secara detail. Selanjutnya, peneliti berharap kajian tentang perpustakaan
Alexandria akan terus dilanjutkan. Karya yang memuat tentang “Sejarah Perpustakaan
Alexandria” secara detail terdapat pada Kitab Maktabat Al Iskandariyyah Al Qadimah Wa
Mashru’ Ihyaiha Fi Al Waqt Al Hadir karya Sha’ban Abdul Aziz Khalifah. Kajian ini perlu
dilakukan lebih mendalam guna mendapatkan pengetahuan. Dengan demikian, akan

29
diperoleh gambaran secara utuh mengenai perpustakaan Alexandria yang akan memberikan
banyak hikmah bagi pembaca terutama akademika.
2. Bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan datang perlu mendapat pemahaman dan
bimbingan yang baik mengenai tradisi keberaksaraan. Dalam hal ini, mengenai tradisi
menghimpun informasi (information recording) karena ketika masyarakat sadar pentingnya
menghimpun informasi maka karya cipta manusia akan tetap lestari dan dapat bermanfaat
dikemudian hari.
3. Saat ini, karya fiksi banyak digunakan sebagai media pembelajaran. Bahkan, banyak sekali
film-film yang mengusung tema perpustakaan sebagai latar. Peneliti harap penelitian sejenis
akan terus berlanjut guna memperoleh pembelajaran dan memperkaya khazanah keilmuan
melalui pendekatan yang berbeda bagi ilmu perpustakaan.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. 2000. Filsafat Manusia: Memahami Manusia Melalui Filsafat. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Adi, Ida Rochani. 2011. Fiksi Populer: Teori dan Metode Kajian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ammenabar, Alejandro. 2009. “Agora”. Spain: Mod Producciones. Diunduh dari


http://nontonmovie.com pada tanggal 11 Januari 2015.

Azzasyofia, Mira. 2012. ”Representasi Perpustakaan dan Pustakawan Dalam Film The Librarian:
Quest For The Spear”. Dalam http://digilib.ui.ac.id diunduh pada tanggal 19 Desember
2014 pukul 23.28 WIB.

Badudu, Jusuf Syarief. 1994. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Baez, Fernando. 2015. Penghancuran Buku Dari Masa Ke Masa. Tangerang Selatan: Marjin Kiri.

Basuki, Sulistyo. 1993. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Eco, Umberto. 2009. Teori Semiotika: Signifikasi Komunikasi, Teori Kode, Serta Teori Produksi
Tanda. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Depdikbud. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Lasa, Hs. 2009.

30

Anda mungkin juga menyukai