Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM MS3133 PERPINDAHAN PANAS

DAN MASA
Modul 1 Linear Heat Conduction

DISUSUN OLEH :
Adi Kuswara (119170001)
Rene Harioh Galih (119170006)
Rahmat Ervan Nurhuda (119170008)
Dwi Andrianto (119170010)
Angga Jihan Pratama (119170020)
Muhammad Naufal Ammar (119170026)

LABORATORIUM KONVERSI ENERGI


PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2021
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi

INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA


Jalan Terusan Ryacudu, Desa Way Hui, Kecamatan Jati Agung,
Lampung Selatan 35365 Telepon:(0721) 8030188, Email:
pusat@itera.ac , Website: http://www.itera.ac.id

LEMBAR ASISTENSI
Nama Anggota : Adi Kuswara (119170001)
Rene Harioh Galih (119170006)
Rahmat Ervan Nurhuda (119170008)
Dwi Andrianto (119170010)
Angga Jihan Pratama (119170020)
Muhammad Naufal Ammar (119170026)
Kelompok : 11
Modul : (Modul 1) (Linear Heat Conduction)
NO TANGGAL KETERANGAN PARAF
1 6 Oktober 2021 1. ada bab 4 tambahkan grafik yang ada
di soal lampiran
2. perbaiki tulisan pada tabel data
3. sertakan seluruh nama kelompoknya
4. perbaiki format yang telah ditentukan
2 9 Oktober 2021 1. pada bab V di rapikan lagi
2. ACC

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam proses industri, Heat Exchanger didesain untuk memindahkan


panas dari satu fluida ke fluida lain atau dari satu zat ke zat yang lain. Seperti
pada proses kimia, Air Conditioning dan Refrigerator. Heat Exchanger
diklasifikasikan berdasarkan desain dan tipe dari alirannya. Pada beberapa
jenis Heat Exchanger, dua aliran dipisahkan oleh dinding atau membran dan
perpindahan panas terjadi pada dua aliran tersebut dengan cara konveksi atau
konduksi. Dari banyaknya kegunaan Heat Exchanger dan digunakan dalam
dunia industri, maka kendali dari sistem Heat Exchanger sangat diperlukan.
Dengan menggunakan model dinamik, prediksi dapat dibuat untuk mengubah
variabel bebas dari sistem yang dapat mengubah keluaran. Pengendali akan
bekerja dengan baik jika model yang digunakan mewakili proses yang
sebenarnya. Model suatu sistem pada umumnya diperoleh melalui dua metode
yaitu dengan pemodelan fisik atau identifikasi suatu sistem. Pemodelan fisik
digunakan untuk mendapatkan model dengan menggunakan prinsip dasar
persamaan diferensial dan melakukan linearisasi pada satu titik operasi.
Sedangkan identifikasi sistem adalah metode yang digunakan untuk
mendapatkan model berdasarkan kumpulan data masukan dan keluaran hasil
pengukuran sistem tersebut, dengan terlebih dahulu menetapkan struktur
model sebelum parameter ditentukan.

Proses perpindahan panas ini terjadi dengan berbagai cara. Jika ada
perbedaan temperatur di dalam media diam (cair atau padat) digunakan istilah
konduksi untuk menunjukkan perpindahan panas yang terjadi melintasi
media. Istilah konveksi untuk menunjukkan perpindahan panas yang terjadi
antara permukaan dan fluida yang bergerak ketika berada pada perbedaan
temperatur. Istilah radiasi untuk menunjukkan perpindahan panas akibat suatu

2
permukaan pada temperatur tertentu yang memancarkan energi dalam bentuk
gelombang elektromagnetik. Oleh karena itu, tanpa adanya media, akan
terjadi perpindahan panas secara radiasi antara dua permukaan yang berada
pada perbedaan temperatur. Perpindahan panas konduksi merupakan proses
perpindahan panas yang terjadi antara benda atau partikel-partikel yang
berkontak langsung, melekat satu dengan yang lainnya dan tidak ada
pergerakan relatif diantara benda-benda tersebut. Misalnya terjadi
perpindahan panas yang berpindah di dalam sebuat batang logam akibat
pemanasan di salah satu ujung lainnya, sehingga terjadi kenaikan temperatur
di ujung yang tidak dipanasi secara langsung. Praktikum ini dilakukan untuk
mengetahui karakteristik proses perpindahan panas secara konduksi,
menggunakan suatu uji coba peralatan dengan cara memodelkan pada kondisi
operasional yang sebenarnya

B. Tujuan
Adapun tujuan percobaan ini adalah:
1. Mahasiswa dapat merangkai dan mengoperasikan peralatan linear heat
conduction.
2. Mahasiswa dapat memahami aplikasi dari teori perpindahan panas secara
konduksi.
3. Mahasiswa mengetahui sifat-sifat bahan dalam perpindahan panas.
4. Mahasiswa dapat mengetahui besarnya gradient di setiap bagian
penampang dan seluruh penampang.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Heat transfer (Perpindahan Psnas)

Perpindahan panas (heat transfer) merupakan disiplin ilmu yang mempelajari


bagaimana panas dapat berpindah dari suatubenda ke benda lainnya melalui
berbagai macam medium perambatan. Panas dapat berpindah dari suatu tempat ke
tempat lain akibat adanya perbedaan suhu. Pada perpindahan panas terdapat juga
kalor yang merupakan salah satu bentuk energi, sehingga dapat berpindah dari satu
sistem ke sistem yang lain karena adanya perbedaan suhu. Kalor mengalir dari
sistem bersuhu tinggi ke sistem yang bersuhu lebih rendah. Sebaliknya, setiap ada
perbedaan suhu antara dua sistem maka akan terjadi perpindahan kalor.
Perpindahan kalor adalah salah satu ilmu yang mempelajari apa itu perpindahan
panas, bagaimana panas yang ditransfer, dan bagaimana relevansi juga pentingnya
proses tersebut (burhani, 2014).

Perpindahan panas dapat juga disebut perpindahan kalor. Perpindahan kalor


merupakan perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material yang
memiliki temperatur tinggi ke benda atau material yang bertemperatur lebih
rendah. Dari termodinamika telah diketahui bahwa energi yang pindah itu
dinamakan kalor atau panas (heat) Ilmu perpindahan kalor tidak hanya mencoba
menjelaskan bagaimana energi kalor itu berpindah dari suatu benda ke benda lain,
tetapi juga dapat meramalkan laju perpindahan yang terjadi pada kondisi- kondisi
tertentu. Kenyataan bahwa di sini yang menjadi sasasran analisis ialah masalah
laju perpindahan, inilah yang membedakan ilmu perpindahan kalor dengan ilmu
termodinamika. Termodinamika membahas sistem dan kesetimbangaan; ilmu ini
dapat digunakan untuk meramalkan energi yang diperlukan untuk mengubah
sistem dari suatu keadaan seimbang ke keadaan seimbang Jainnya, tetapi tidak
dapat meramalkan kecepatan perpindahan itu. Hali ini disebabkan karena pada
waktu proses perpindahan itu berlangsung, sistem tidak berada dalam keadaan

4
seimbang. Ilmu perpinadahan kalor melengkapi hukum pertama dan kedua hukum
termodinamika, yaitu dengan memberikan beberapa kaidah percobaan yang dapat
dimanfaatkan untuk menentukan perpindahan energi. Sebagaimana juga dalam
ilmu termodinamika, kaidah-kaidah percobaan yang digunakan dalam
permasalahan perpindahan kalor cukup sederhana, dan dapat dengan mudah
dikembangkan sehingga mencakup berbagai ragam situasi praktis. Energi dapat
berpindah dalam bentuk kalor dari suatu zat ke lingkungannya atau zat lain apabila
diantara kedua zat tersebut berbeda temperaturnya. Jadi beda temperatur
merupakan potensial utama terjadinya perpindahan energi dalam bentuk kalor.
Dari hasil studi pustaka diperoleh bahwa ada tiga cara perpindahan kalor yaitu:
1. Perpindahan kalor secara konduksi
2. Perpindahan kalor secara konveksi
3. Perpindahan kalor secara radiasi
Dimana masing-masing sistem memiliki ciri atau karakter tertentu sesuai dengan
prosesnya. Dalam suatu peristiwa, tiga cara perpindahan kalor tersebut dapat
terjadi secara bersamaan.
1. Konduksi (Conduction)

Konduksi adalah perpindahan kalor melalui zat penghantar tanpa disertai


perpindahan bagian-bagian zat itu. Perpindahan kalor dengan cara konduksi
pada umumnya terjadi pada zat padat. Suatu zat dapat menghantar kalor
disebut konduktor, seperti berbagai jenis logam. Sedangkan zat penghantar
kalor yang buruk disebut isolator, pada umumnya benda-benda non logam.
Contoh konduksi adalah memanaskan batang besi di atas nyala api. Apabila
salah satu ujung besi dipanaskan, kemudian ujung yang lain dipegang, maka
semakin lama ujung yang dipegang semakin panas. Hal ini menunjukkan
bahwa kalor atau panas berpindah dari ujung besi yang dipanaskan ke ujung
besi yang dipegang (Kusuma, 2017).

Konduksi juga dapat didefinisikan sebagai perpindahan kalor dari suatu


daerah yang memiliki temperatur lebih tinggi ke daerah yang memiliki

5
temperature lebih rendah di dalam suatu medium (padat, cair, atau gas) atau
antara medium yang berlainan kontak fisik secara langsung. Pada aliran kalor
secara konduksi, molekul-molekul pada daerah bertemperatur tinggi akan
memindahkan bagian dari energi yang dimilikinya kepada molekul–
molekul bertemperatur rendah. Perpindahan energi tersebut dapat berlangsung
dengan tumbukan elastis (elasticimpact), misalnya dalam fluida atau dengan
difusi dari elektron-elektron yang bergerak lebih cepat dari daerah yang
bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur lebih rendah misalnya
pada logam-logam. Perpindahan kalor induksi pada ahkirnya akan menuju
kesetimbangan temperature

2. Konveksi (Convection)
Konveksi terjadi ketika aliran atau fluida (gas atau cairan) membawa panas
bersama dengan aliran materi. Aliran fluida dapat terjadi karena proses
eksternal, seperti gravitasi atau gaya apung akibat energi panas
mengembangkan volume fluida. Konveksi paksa terjadi ketika fluida dipaksa
mengalir menggunakan pompa, kipas, atau cara mekanis lainnya. Panas atau
kalor adalah energi yang berpindah akibat perbedaan suhu, dimana panas
bergerak dari daerah bersuhu tinggi ke daerah bersuhu rendah. Setiap
benda memiliki energi dalam yang berhubungan dengan gerak acak dari
atom-atom atau molekul penyusunnya. Energi dalam ini berbanding
lurusterhadap suhu benda, ketika dua benda dengan suhu berbeda berdekatan,
maka akan bertukar energy internal sampai suhu kedua benda tersebut
seimbang. Material dengan nilai konduktivitas tinggi maka daya hantarnya
semakin bagus sedangkan material dengan konduktivitas yang rendah maka
daya hantarnya semakin berkurang sehingga lebih cocok sebagai isolator
(Rimpassa, 2019).

6
q
m,cp

aliran

Gambar 2.1. Perpindahan panas konveksi


Perpindahan energy dari suatu permukaan yang temperaturenya di atas
temperaturnya di atas temperature sekitarnya dan angkutan energy. Karena
terjadinya dalam arah gradient temperature sebagai akibat gerakan massa
partikel-partikel zat yang mengalir. Konveksi adalah bentuk dari transfer
energi diantara permukaan padat dan fluida yang bergerak dan terkandung
efek kombinasi konduksi dan fluida bergerak.

𝑞 = ℎ. 𝐴. ∆𝑡……………………………… (1)
Keterangan:
q = Laju perpindahan panas konveksi (W)
h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2K)
A = Luas penampang (m2)
∆T = Perubahan atau perbedaan temperature (℃)

Tanda minus (-) digunakan untuk memenuhi hukum II thermodinamika,


sedangkan panas yang dipindahkan selalu mempunyai tanda positif (+).
Koefisien pindah panas permukaan h, bukanlah suatu sifat zat, akan tetapi
menyatakan besarnya laju pindah panas didaerah dekat pada permukaan itu.

7
Gambar 2.2. Perpindahan Panas Konveksi
Perpindahan konveksi paksa dalam kenyataanya sering dijumpai, kaarena
dapat meningkatkan efisiensi pemanasan maupun pendinginan satu fluida
dengan fluida yang lain.
3. Radiasi (Radiation)

Berlainan dengan mekanisme konduksi dan konveksi, dimana perpindahan


energi terjadi melalui bahan antara, kalor juga dapat berpindah melalui daerah-
daerah hampa. Mekanismenya adalah sinaran atau radiasi electromagnet
(Irawati, 2019).

Proses perpindahan panas mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke


benda bertemperatur lebih rendah bila benda tersebut terpisah di dalam ruang.
Energy radiasi bergerak dengan kecepatan 3 × 108 𝑚/𝑠 dan gejala-gejalanya
sepertti menyerupai radiasi cahaya. Perpindahan panas radiasi adalah
perpindahan panas yang terjadi tanpa melalui media perantara (padat dan
fluida). Persamaan untuk mencari perpindahan panas radiasi adalah sebagai
berikut

qrad= 𝜀 𝐴 𝜎 (Ts4-Tsur4) ……………….…………… (2)


Keterangan:
qrad = Laju perpindahan panas radiasi (W)

8
𝜀 = Emvitas bahan
A = Luas Permukaan (m2)
𝜎 = Konstantan Stefan – Boltzman (5,67 x 10-8 W/m2k4)
Ts = Temperatur permukaan (K)
Tsur = Temperatur lingkungan (K)

B. Perpindahan Kalor Secara Konduksi

Perpindahan kalor Konduksi adalah perpindahan kalor yang mengalir dari


daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur lebih rendah di
dalam suatu medium (padat, cair atau gas) atau antara medium-medium yang
berlainan tetapi bersinggungan secara langsung (kontak langsung). Pada
konduksi ini perpindahan kalor yang terjadi akibat kontak langsung antara
molekul-molekul dalam medium atau zat tersebut tanpa adanya perpindahan
molekul yang cukup besar. Untuk kebanyakan zat, perpindahan kalor secara
kooduksi dengan mudah dapat dijelaskan dengan menggunakan teori partikel zat.
Konduksi kalor dapat dipandang sebagai akibat perpindahan energi kinetik dari
suatu partikel ke partikel yang lain melalui tumbukan. Di tempat yang
dipanaskan, energi kinetiknya lebih besar sehingga memberikan sebagian energi
kinetiknya ke partikel-partikel tetangganya melalui tumbukan. Akibatnya
partikel-partikel tetangganya bergetar dengan energi kinetik yang besar pula.
Selanjutnya partikel-partikel ini memindahkan lagi energi kinetiknya ke tetangga
berikutnya, demikian seterusnya. Secara keseluruhan tidak ada perpindahan
partikel di zat tersebut. Ada zat yang mudah sekali rnenghantarkan atau
merambatkan kalor misalnya besi, baja, perak, tembaga, alumunium dan jenis-
jenis logam lainnya. Benda-benda yang mudah menghantarkan panas ini disebut
dengan konduktor. Sebaliknya ada zat yang sulit merambatkan atau
menghantarkan kalor, misalnya karet, plastik dan sebagainya. Zat yang sulit
menghantarkan kalor ini disebut dengan isolator. Adapun contoh perpindahan
kalor secara konduksi di kehidupan sehari-hari adalah pegang ujung sendok

9
makan yang terbuat dari - logam sementara ujung lainnya panaskan diatas lilin,
maka kalor dapat merambat melalui batang logam tersebut. Untuk perpindahan
kalor konduksi ini dikemukakan oleh ilmuwan Perancis, JB.J Fourier, sebuah
hubungan laju perpindahan panas konduksi qk dalam suatu bahan dinyatakan
dengan

𝑑𝑇
𝑞𝑘 = −𝑘 𝐴 𝑑𝑋 ……………………………… (3)

dimana:

qk = Laju perpindahan kalor konduksi (Watt)

A = Luas penampang (m2)

k = Konduktivitas bahan (W/m. °C)

dT/Dx = Gradient temperatur terhadap jarak

Nilai konduktivitas termal merupakan sifat fisik bahan atau zat yang sangat
penting dalam pemilihan untuk suatu aplikasi proses perpindahan kalor. Nilai
konduktivitas termal yang tinggi menunjukan laju perpindahan energi yang besar
dan bahan yang mempunyai konduktivitas termal yang tinggi disebut konduktor
sedangkan yang mempunyai harga k yang rendah disebut isolator. Umumnya
kondisi berlangsungnya proses perpindahan panas ada 2 macam yaitu:

1. Kondisi Steady (Tunak).


2. Kondisi Unsteady (Tidak tunak)

Dalam prakteknya kita sering menemui perpindahan kalor pada dinding yang
terdiri dari beberapa lapisan material yang berbeda. konsep tahanan termal masih
dapat · digunakan untuk menentukan laju perpindahan panas melalui dinding
komposit stabil tersebut, dengan membagi perbedaan suhu antara dua permukaan
pada suhu yang dikenal dengan tahanan termal total antara lapisan material
tersebut. Dalam penerapan hukum Fourier tentang konduksi termal untuk
menghitung aliran termal dalam sistem sederhana satu-dimensi ini termasuk

10
berbagai bentuk fisik yang berlainan sistem silinder dan bola adalah satu-dirnensi
bilamana suhu benda hanya merupakan fungsi jarak radial dan tidak tergantung
dari letak pada poros.

C. Konduktivitas Thermal (Daya Hantar Panas)

Konduksi thermal merupakan sifat dari sautu bahan yang menunjukkan


seberapa cepat bahan tersebut dapat menghantarkan panas. Konduksi thermal
pada umumnya dianggap tetap namum sebenarnya nilai k dipengaruhi oleh faktor
suhu (T). konduktor merupakan bahan yang memiliki konduktivitas yang baik
contonya seperti logam, sedangkan isolator merupakan bahan yang memiliki
konduktivitas yang buruk contohnya seperti asbes. Bahan yang memiliki
konduktivitas termal besar merupakan konduktor yang baik dan sebaliknya bahan
yang memiliki konduktivitas kecil merupakan konduktor yang jelek. Pada tabel
dibawah ini diberikan nilai untuk berbagai bahan

Tabel 2.1. Konduktivitas termal untuk berbagai bahan.

Bahan k Bahan k
(W/m. (W/m.
K) K)
Logam Lain-lain
Aluminiu 205,0 Bata 0,6
m
Kuningan 109,0 merah 0,15
Tembaga 385,0 Bata 0,8
Timbal 34,7 isolasi 0,04
Perak 406,0 Beton 0,8
Baja 50,2 Gabus 0,04
Raksa 8,3 Kaca 0,01
Besi 73 Batu
Gas Styrofoa
m
Udara 0,024
Argon 0,016
Helium 0,14
Hidrogen 0,14
Oksigen 0,023

Konduktivitas termal dapat didefinisikan sebagai ukuran kemampuan bahan


untuk menghantarkan panas. Konduktivitas termal adalah sifat bahan dan
menunjukkan jumlah panas yang mengalir melintasi satu satuan luas jika gradien

11
suhunya satu. Bahan yang mempunyai konduktivitas termal yang tinggi
dinamakan konduktor, sedangkan bahan yang konduktivitas termalnya rendah
disebut isolator. Konduktivitas termal berubah dengan suhu, tetapi dalam banyak
soal perekayasaan perubahannya cukup kecil untuk diabaikan. Nilai angka
konduktivitas termal menunjukkan seberapa cepat kalor mengalir dalam bahan
tertentu. Makin cepat molekul bergerak, makin cepat pula ia mengangkut energi.
Jadi konduktivitas termal bergantung pada suhu. Pada pengukuran konduktivitas
termal mekanisme perpindahannya dengan cara konduksi.

Gambar 2.3. Laju aliran kalor

𝑑𝑇 𝐸
𝑞 = −λ. A. 𝑑𝑡 dan 𝑞 = 𝐴𝑥𝑡………………………… (4)

Keterangan:
𝑞 : Laju aliran panas tiap satuan luas A tiap satuan waktu t
𝐸 : Energi
𝐴 : Luas penampang lintang sampel
𝑇 : Suhu
λ ∶ Konduktivitas termal
t : Waktu
Silinder standar menggunakan logam Cu (Tembaga) terdiri dari 3 segmen
mempunyai diameter 40 mm dengan ketebalan 90 mm pada segmen atas, 30 mm
pada segmen tengah dan 90 mm pada segmen bawah. konduktivitas termal 320
Kcal/cmh°C atau 397 W/m.°C. Sedangkan sampel yang digunakan berjumlah

12
dua buah dengan diameter 40mm dan ketebalan masing-masing 4 mm dan 2 mm.
Sampel diletakkan diantara segmen silinder standar.
Proses mengalirnya panas dari daerah bersuhu tinggi ke daerah bersuhu lebih
rendah di dalam suatu medium tanpa disertai partikel medium atau antara
medium berlainan dinamakan proses konduksi, misalnya proses yang terjadi saat
sebatang besi dipanaskan. Dalam proses konduksi, apabila medium cepat
mengkonduksi panas, maka kenaikan suhu akan berjalan lambat, sebaliknya
apabila medium lambat mengkonduksi panas maka kenaikan suhu akan berjalan
cepat. Selanjutnya dengan mengeplot kenaikan suhu sebagai fungsi waktu.
D. Heat Exchanger
Alat penukar panas (heat exchanger) adalah suatu alat yang
digunakan untuk memindahkan panas antara dua buah fluida atau lebih
yang memiliki perbedaan temperature yaitu fluida yang bertemperatur
tinggi kefluida yang bertemperatur rendah. Perpindahan panas teesebut
baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pada kebanyakan
sistem kedua fluida ini tidak mengalami kontak langsung. Kontak
langsung alat penukar kalor terjadi sebagai contoh pada gas kalor yang
terfluidisasi dalam cairan dingin untuk meningkatkan temperatur cairan
atau mendinginkan gas.
Alat penukar panas banyak digunakan pada berbagai instalasi
industri, antara lain pada : boiler, kondensor, cooler, cooling tower.
Sedangkan pada kendaraan kita dapat menjumpai radiator yang fungsinya
pada dasarnya adalah sebagai alat penukar panas. Tujuan perpindahan
panas tersebut di dalam proses industri diantaranya adalah :
1. Memanaskan atau mendinginkan fluida hingga mencapai temperature
tertentu yang dapat memenuhi persyaratan untuk proses selanjutnya,
seperti pemanasan reaktan atau pendinginan produk dan lain-lain.
2. Mengubah keadaan (fase) fluida : destilasi, evaporasi, kondensassi
dan lain-lain.

13
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat Dan Bahan


Adapun alat dan bahan pada percobaan kali ini adalah sebagai berikut:
1. Modul Linear Heat Conduction

Gambar 3.1. Modul Linear Heat Conduction

2. Thermocouple

Gambar 3.2. Thermocouple

14
3. Computer Controller

Gamber 3.3. Computer Controller

4. Batang Silinder Stainless Steel Diameter 25mm

Gambar 3.4. Batang Silinder Stainless Steel Diameter 25mm

5. Batang Silinder Brass (Kuningan) Diameter 25mm

Gambar 3.5. Batang Silinder Brass (Kuningan) Diameter 25mm

15
6. Batang Silinder Brass (Kuningan) Diameter 10mm

Gambar 3.6. Batang Silinder Brass (Kuningan) Diameter 10mm

B. Prosedur Percobaan

Adapun prosedur percobaan pada percobaan kali ini adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan alat Linier Heat Conduction Experiment.


2. Memasang spesimen uji pada mesin linear heat conduction. (sesuai yang
telah di tetukan)
3. Menghubungkan mesin dengan arus listrik kemudian hidupkan PC.
4. Menjalankan Aplikasi SCADA pada PC kemudian tekan start.
5. Menghidupkan instrumentation dengan menekan tombol power yang berada
di depan.
6. Mengalirkan air melalui selang pada area pendingin dengan kecepatan 2 l/min
lihat pada tampilan SCADA SC-2.
7. Menghidupkan daya resistor pemanas dengan set SW-1 pada PID Analog
menjadi 40watt kemudian ceklis. (tunggu hingga stabil).
8. Mengamati temperatur ST1-ST11 ketika temperatur ST1 berada pada 60-80
oC, catat temperatur pada ST1-ST11 jika
ST1>ST2>ST3>ST4>ST5>DT6>ST7>ST8>ST9 >ST10>ST11.
9. Mematikan heater dengan cara set SW-1 pasa PID Analog menjadi 0, dan
tunggu hingga temperatur pada ST5 menjadi 40oC
10. Mengulangi percobaan G-I dengan mengganti Benda uji terdiri dari copper,
dan stainless steel dengan ukuran 10 mm dan 25mm.

16
11. Mematikan heater dengan cara set SW-1 pasa PID Analog menjadi 0.
12. Close aplikasi dan matikan PC serta matikan Instrumentasi.
13. Menutup kran air pada yang mengalir ke mesin.

17
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Hasil Praktikum


1. Data Pengamatan
Tabel 4.1. Data Perubahan Temperatur Tiap Benda Uji

Benda Uji T₁(֯C) T₂(֯C) T₃(֯C) T₄(֯C) T₅(֯C) T₆(֯C) T₇(֯C)


Stainless
Steel 77,6 76,4 65 56,5 47,8 45,6 42,9
25mm
Kuningan
66 64,3 57,8 55,2 47 46,1 42,5
25 mm
Kuningan
73,1 70,2 67 64,4 46,3 41,5 36,9
10 mm
Jarak dari
0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06
T₁(m)

Benda Uji T₈(֯C) T₉(֯C) T₁₀(֯C) T₁₁(֯C) SC-2


Stainless
Steel 25 36 34,7 34 33,9 31/min
mm
Kuningan
38 34,2 33,9 33,8 31/min
25 mm
Kuningan
35,5 34,8 34,3 34,3 31/min
10 mm
Jarak dari
0,07 0,08 0,09 0,1
T₁ (m)

18
Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Gradien

Gradien (֯C/m)
Benda Uji Bagian
Bagian 1 Bagian 2 Bagian 3
Keseluruhan
Stainlees Steel
703,33 245 70 437
diameter 25mm
Kuningan
360 225 140 322
diameter 25mm
Kuningan
290 470 40 388
diameter 10mm

Tabel 4.3. Hasil Perhitungan konduktivitas Thermal

Konduktivitas Thermal (W /mK)


Benda Uji Bagian
Bagian 1 Bagian 2 Bagian 3
Keseluruhan
Stainlees Steel
diameter 1158,28 3325,15 1163,80 186,42
25mm
Kuningan
diameter 2262,95 3620,72 5819,02 253,01
25mm
Kuningan
diameter 4433,12 1084,15 1273,89 131,32
10mm

19
2. Perhitungan
a. q= 40watt untuk seluruh benda uji

Untuk benda uji stainless steel diameter 25 mm dan brass (kuningan) 25


mm:

𝐴 = 𝜋𝑟 2 = 3,14 × 0,0125² = 4,91 × 10−4 𝑚²

Untuk benda uji brass (kuningan) diameter 10 mm:

𝐴 = 𝜋𝑟 2 = 3,14 × 0,005² = 7,85 × 10−4 𝑚²

b. Stainless steal diameter 25 mm:

1) Bagian 1

𝑇₁−𝑇₄ 77,6−56,5
gradien = = = 703,33 ֯C/m
𝐿 0,03

𝑞 ∆𝑥 40 𝑤𝑎𝑡𝑡 0,03 𝑚
𝑘 = ( )×( ) = −4 2
× = 1158,28 𝑊 /𝑚𝐾
𝐴 ∆𝑇 4,91 × 10 𝑚 21,1 𝑘

2) Bagian 2

𝑇₅−𝑇₇ 47,8−42,9
gradien = = =245 ֯C/m
𝐿 0,02

𝑞 ∆𝑥 40 𝑤𝑎𝑡𝑡 0,02 𝑚
𝑘 = ( )×( ) = −4 2
× = 3325,15 𝑊 /𝑚𝐾
𝐴 ∆𝑇 4,91 × 10 𝑚 4,9 𝑘

3) Bagian 3

𝑇₈−𝑇₁₁ 36−33,9
gradien = = = 70 ֯C/m
𝐿 0,03

20
𝑞 ∆𝑥 40 𝑤𝑎𝑡𝑡 0,03 𝑚
𝑘 =( )×( )= × = 1163,80 𝑊 / 𝑚𝐾
𝐴 ∆𝑇 4,91 × 10−4 𝑚2 2,1 𝑘

4) Bagian Keseluruhan

𝑇₁−𝑇₁₁ 77,6−33,9
gradien= = = 437 ֯C/m
𝐿 0,1

𝑞 ∆𝑥 40 𝑤𝑎𝑡𝑡 0,1 𝑚
𝑘 =( )×( ) = −4 2
× = 186,42 𝑊 /𝑚𝐾
𝐴 ∆𝑇 4,91 × 10 𝑚 43,7 𝑘

c. Kuningan diameter 25mm:


1) Bagian 1

𝑇₁−𝑇₄ 66−55,2
gradien = = = 360 ֯C/m
𝐿 0,03

𝑞 ∆𝑥 40 𝑤𝑎𝑡𝑡 0,03 𝑚
𝑘 = ( )×( )= −4 2
× = 2262,95 𝑊/𝑚𝐾
𝐴 ∆𝑇 4,91 × 10 𝑚 10,8 𝑘

2) Bagian 2

𝑇₅−𝑇₇ 47−42,5
gradien = = = 225 ֯C/m
𝐿 0,02

𝑞 ∆𝑥 40 𝑤𝑎𝑡𝑡 0,02𝑚
𝑘 =( )×( )= −4 2
× = 3620,72 𝑊 /𝑚𝐾
𝐴 ∆𝑇 4,91 × 10 𝑚 4,5 𝑘

3) Bagian 3

𝑇₈−𝑇₁₁ 38−33,8
gradien = = = 140 ֯C/m
𝐿 0,03

𝑞 ∆𝑥 40 𝑤𝑎𝑡𝑡 0,03𝑚
𝑘 =( )×( )= −4 2
× = 5819,02 𝑊 /𝑚𝐾
𝐴 ∆𝑇 4,91 × 10 𝑚 4,2 𝑘

21
4) Bagian Keseluruhan

𝑇₁−𝑇₁₁ 66−33,8
gradien= = = 322 ֯C/m
𝐿 0,1

𝑞 ∆𝑥 40 𝑤𝑎𝑡𝑡 0,1 𝑚
𝑘 =( )×( ) = −4 2
× = 253,01 𝑊 /𝑚𝐾
𝐴 ∆𝑇 4,91 × 10 𝑚 32,2 𝑘

d. Kuningan diameter 10mm:


1) Bagian 1

𝑇₁−𝑇₄ 73,1−64,4
gradien= 𝐿
= 0,03
= 290֯C/m

𝑞 ∆𝑥 40 𝑤𝑎𝑡𝑡 0,03 𝑚
𝑘 = ( )×( )= −4 2
× = 4433,12 𝑊 /𝑚𝐾
𝐴 ∆𝑇 7,85 × 10 𝑚 8,7 𝑘

2) Bagian 2

𝑇₅−𝑇₇ 46,3−36,9
gradien= = = 470֯C/m
𝐿 0,02

𝑞 ∆𝑥 40 𝑤𝑎𝑡𝑡 0,02 𝑚
𝑘 = ( )×( )= −4 2
× = 1084,15 𝑊 /𝑚𝐾
𝐴 ∆𝑇 7,85 × 10 𝑚 9,4 𝑘

3) Bagian 3

𝑇₈−𝑇₁₁ 35,5−34,3
gradien= = = 40 ֯C/m
𝐿 0,03

𝑞 ∆𝑥 40 𝑤𝑎𝑡𝑡 0,03 𝑚
𝑘 = ( )×( )= −4 2
× = 1273,89 𝑊 /𝑚𝐾
𝐴 ∆𝑇 7,85 × 10 𝑚 1,2 𝑘

22
4) Bagian Keseluruhan

𝑇₁−𝑇₁₁ 73,1−34,3
gradien= = = 388 ֯C/m
𝐿 0,1

𝑞 ∆𝑥 40 𝑤𝑎𝑡𝑡 0,1 𝑚
𝑘 =( )×( )= −4 2
× = 131,32 𝑊 /𝑚𝐾
𝐴 ∆𝑇 7,85 × 10 𝑚 38,8 𝑘

3. Grafik Data
a. Grafik hubungan antara distribusi temperatur terhadap jarak dari titik T1
pada stainless steel (25 mm)

Stainless Steel 25mm


100
77.6 76.4
TEMPERATURE(°c)

80 65
56.5
60 47.8 45.6
42.9
36 34.7 34 33.9
40

20
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
JARAK (m)

Gambar 4.1. Grafik hubungan antara distribusi temperatur terhadap


jarak dari titik T1 pada stainless steel (25 mm)

Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat hubungan antara temperatur


dengan titik bagian penampang bantang stainless steel yang diuji. Diameter
stainless steel yang digunakan yaitu sebesar 25mm. Pengujian ini disetel
dengan SW-1 = 40 W. Panas yang ideal pada percobaan ini adalah saat
temperatur berkisar 60°C-80°C. Pada bagian ST1 dengan jarak 0 m yang
paling dekat dengan sumber panas, memiliki temperatur tertinggi yaitu
sebesar 77,6°C dan sampai ST4 dengan besar temperatur 56,5°C terhitung
bahwa gradien sebesar 703,3 ֯C/m. Pada bagian tengah yaitu ST5-ST7
temperatur yang terukur yaitu sebesar 47,8°C-42,9°C dengan besar gradien

23
terhitung 245 ֯C/m. Pada bagian terjauh dari sumber panas yaitu ST8-ST11
temperatur yang terukur adalah 36°C-33,9°C dengan besar gradien
terhitung 70 ֯C/m. Stainless steel merupakan material yang memiliki nilai
konduktivitas yang cukup rendah dibandingkan dengan material logam
yang lain, jika dilihat dilihat dalam tabel standar konduktivitas termal
stainless steel hanya bernilai 16 itulah mengapa bisa terlihat pada grafis
diatas laju perpindahan panas pada stainless steel cukup lambat.

b. Grafik hubungan antara distribusi temperatur terhadap jarak dari titik T1


pada Kuningan (25 mm)

Kuningan 25mm
66 64.3
70 57.8 55.2
TEMPERATURE(°c)

60 47 46.1 42.5
50 38
34.2 33.9 33.8
40
30
20
10 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
JARAK (m)

Gambar 4.2. Grafik hubungan antara distribusi temperatur terhadap


jarak dari titik T1 pada Kuningan (25 mm)

Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat hubungan antara temperatur


dengan titik bagian penampang bantang kuningan yang diuji. Diameter
kuningan yang digunakan yaitu sebesar 25mm. Pengujian ini disetel
dengan SW-1 = 40 W. Panas yang ideal pada percobaan ini adalah saat
temperatur berkisar 60°C-70°C. Pada bagian ST1 dengan jarak 0 m yang
paling dekat dengan sumber panas, memiliki temperatur tertinggi yaitu
sebesar 66°C dan sampai ST4 dengan besar temperatur 55,2°C terhitung
bahwa gradien sebesar 360 ֯C/m. Pada bagian tengah yaitu ST5-ST7
temperatur yang terukur yaitu sebesar 47°C-42,5°C dengan besar gradien

24
terhitung 225 ֯C/m. Pada bagian terjauh dari sumber panas yaitu ST8-ST11
temperatur yang terukur adalah 38°C-33,8°C dengan besar gradien
terhitung 140 ֯C/m. kuningan merupakan material yang memiliki nilai
konduktivitas yang cukup baik dibandingkan dengan material stainless
steel, jika dapat dilihat dalam tabel standar konduktivitas termal kuningan
bernilai 125 itulah mengapa bisa terlihat pada grafik diatas laju
perpindahan panas pada kuningan lebih cepat dibandingkan dengan
stainless steel.

c. Grafik hubungan antara distribusi temperatur terhadap jarak dari titik T1


pada Kuningan (10 mm)

Kuningan 10mm
80 73.1 70.2
67 64.4
TEMPERATURE(°C)

60 46.3
41.5
36.9 35.5 34.8 34.3 34.3
40

20
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
JARAK (M)

Gambar 4.3. Grafik hubungan antara distribusi temperatur terhadap


jarak dari titik T1 pada Kuningan (10 mm)

Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat hubungan antara temperatur


dengan titik bagian penampang bantang stainless steel yang diuji. Diameter
stainless steel yang digunakan yaitu sebesar 10mm. Pengujian ini disetel
dengan SW-1 = 40 W. Panas yang ideal pada percobaan ini adalah saat
temperatur berkisar 60°C-80°C. Pada bagian ST1 dengan jarak 0 m yang
paling dekat dengan sumber panas, memiliki temperatur tertinggi yaitu
sebesar 73,1°C dan sampai ST4 dengan besar temperatur 64,4°C terhitung

25
bahwa gradien sebesar 290 ֯C/m. Pada bagian tengah yaitu ST5-ST7
temperatur yang terukur yaitu sebesar 46,3°C-38,9°C dengan besar gradien
terhitung 470 ֯C/m. Pada bagian terjauh dari sumber panas yaitu ST8-ST11
temperatur yang terukur adalah 35,5°C-34,3°C dengan besar gradien
terhitung 40 ֯C/m. Dengan bahan yang digunakan sama dengan grafik 2
hanya saja pada material kuningan yang ada pada grafik ketiga ini
menggunakan kuningan berdiameter lebih kecil yaitu 10mm. Nilai
konduktivitasnya pun sama hanya saja jika dilihat pada grafik perpindahan
laju panasnya lebih cepat dibandingkan dengan kuningan berdiameter
25mm. Hal ini bisa disimpulkan bahwa semakin kecil luas penampang
dengan material yang sama maka semakin cepat pula laju perpindahan
panas yang terjadi.

B. Pembahasan

Perpindahan panas konduksi adalah suatu proses perpindahan panas


dimana panas mengalir dari tempat yang suhu tinggi dan mengalir menuju
panas yang suhunya lebih rendah, melalui perantara media yang tetap.
Konduktivitas benda padat lebih besar daripada konduktivitas cairan
disebabkan karena jarak antar molekul-molekul pada padatan lebih pendek
dari pada cairan hanya saja kecepatan gerak molekul padatan lebih lambat
daripada cairan.
Dalam perpindahan panas terdapat tiga macam jenis perpindahan ,
yaitu koduktivisas thermal, konveksi, serta radiasi, dimana masing-masing
terdapat factor yang mempengaruhinya.Faktor-faktor yang mempengaruhi
konduktivitas termal suatu benda dalam aplikasi perpindahan panas pada
konduksi di pengaruhi oleh jenis bahan konduktor, luas permukaan bidang
yang mengalami perpindahan atau rambatan kalor, perbedaan suhu antara
kedua permukaan dinding, tebal permukaan dinding. Lalu pada konveksi
faktor di pengaruhi oleh jenis bahan (zat cair) yang mengalami konveksi, luas

26
permukaan bidang yang mengalami aliran kalor, dan perbedaan suhu antara
kedua bahan yang dialiri dengan zat cair, dan terakhir factor Pada radiasi di
pengaruhi oleh jenis bahan radiasi, emisivitas bahan, luas permukaan bidang
yang mengalami pancaran kalor , dan suhu bidang yang mengalami pancaran
kalor.
Dalam perpindahan panas terdapat isotropic material dimana memiliki
sifat yang sama, jika material ditarik dan ditekan ke semua arah, ataupun
karena di panaskan sehingga laju kalor pada tiap sumbu menjadi rata
diakibatkan perubahan posisi pada tiap-tiap sumbu, dan hal itulah yang
membuat konduktivitas termal pada tiap sumbu menjadi sama. Dalam
perbedaan temperature terdapat permukaan bahan yang dibagi dengan fluks
panas yang dihasilkan per satuan luas dalam arah gradio, hal tersebut
dinamakan resistensi thermal. Berbeda dengan konduktivitas termal yang
mana koefisien yang menyatakan kemampuan suatu bahan dalam
menghantarkan kalor. Saat kedua material memiliki sifat konduktivitas termal
maka resistensi termal yang dihasilkan akan menjadi lebih besar.
Pada percobaan praktikum ini membahas tentang perhitungan dari
Linear Heat Conduction yaitu kita dapat melihat bahwa konduktivitas thermal
yang paling tinggi ada di kuningan (25 mm) yang bernilai 253,01 𝑊/𝑚. 𝐾
dibandingkan dengan dua benda uji lainnya yaitu stainless steel (25 mm)
sebesar 186,42 𝑊/𝑚. 𝐾 dan kuningan (10 mm) sebesar 131,32 𝑊/𝑚. 𝐾. Jika
dilihat dari perumusan konduktivitas thermal (k = (q/A) x (dx/dT) hal yang
mempengaruhi nilai konduktivitas thermal q, A, dan dT. Ketiga benda uji
menerima daya yang sama sebesar 40watt tetapi luas penampang dan
temperature antar titik uji tiga benda uji berbeda yang mana hal ini lah yang
sangat mempengaruhi hasil dari perhitungan ketiga benda uji tersebut. Untuk
luas penampang pada kuningan (10 mm) yaitu bernilai 0,00785 m, pada
stainless steel (25 mm) yaitu bernilai 0,04906 dan kuningan (25 mm) yaitu
bernilai 0,04906 m.

27
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum linear heat conduction adalah :
1. Dari praktikum ini mahasiswa dapat merangkai dan mengoperasikan peralatan
linear heat conduction.
2. Dari praktikum ini mahasiswa dapat memahami aplikasi dari teori
perpindahan panas secara kondksi.
3. Dari praktikum ini mahasiswa mengetahui sifat-sifat bahan dalam
perpindahan panas.
4. Dari praktikum ini mahasiswa dapat mengetahui besarnya gradient di setiap
bagian penampang dan seluruh penampang.

B. Saran
Adapun saran untuk praktikum linear heat conduction adalah :
1. Mahasiswa harus teliti saat perhitungan
2. Mahasiswa terlebih dahulu menonton video praktikum
3. Lebih baik jika di lakuka praktikum offlline

28
DAFTAR PUSTAKA

burhani, K. (2014). Penge,bangan Media Pembelajaran Perpindahan {anas Radiasi


Dengan Variasi Beda Perlakuan Permukaan Spesimen Uji. Journal of
Mechanical Engineering Learning.
Irawati, E. (2019). Pengembangan Alat Peraga Perpindahan Kalor secara Konduksi,
Konveksi, dan Radiasi dalam Satu Set Alat berbasis Digital. Prosiding
Seminar Nasional .
Kusuma, G. (2017). Aplikasi Kalman Filter Dan Ensemble Kalman Filter Pada
Pendeteksian Gangguan Konduksi Panas Pada Keping Logam Berbentuk
Silinder. Jurnal. Jurnal Logik.
Rimpassa, H. (2019). ANALISIS KONVEKSI ALAMI DAN PAKSA DENGAN
VARIASI MATERIAL. 40Jurnal Teknik Mesin Vol. 8No.1Juni2019.

29
LAMPIRAN

A. Prinsip dan mekanisme perpindahan panas konduksi dan perbedaan konduktivitas


termal antara benda padat, cair dan gas:
1. Perpindahan panas adalah proses perpindahan panas jika panas mengalir dari
tempat yang suhunya tinggi ketempat yang suhunya lebih rendah tetapi media
perpindahan panas tetap. Perpindahan panas secara konduksi tidak hanya
terjadi pada padatan saja tetapi bias saja terjadi pada cairan maupun gas hanya
saja konduktivitas terbesar ada pada padatan.
2. Konduktivitas benda padat lebih besar daripada konduktivitas cairan
disebabkan karena jarak antar molekul-molekul pada padatan lebih pendek
dari pada cairan hanya saja kecepatan gerak molekul padatan lebih lambat
daripada cairan. Begitu pula yang terjadi pada cairan dan gas jarak antar
molekul-molekul cairan lebih pendek dibandingkan dengan gas, tetapi
kecepatan gerak antar molekul cairan lebih lambat dari pada gas. Jadi
konduktivitas padatan > konduktifitas cairan > konduktifitas gas.

B. Material isotropik adalah jenis material yang memiliki sifat mekanik dan sifat
termal yang sama dalam semua kondisi jika material ditarik atau ditekan ke
semua arah. Material ini hanya memiliki satu nilai dari modulus elastisitas,
poisson’s ratio, ultimate strenght, dan modulus gesernya. Sehingga material
isotropik akan mengalami kerataandistribusi temperatur saat mengalami konduksi
dengan konduktivitas termal yang sedemikian rupa.

C. Factor-faktor yang mempengaruhi konduktivitas termal suatu benda dalam


aplikasi perpindahan panas yaitu:
1. Jenis bahan, jenis bahan yang digunakan dalam konduktivitas termal dapat
mempengaruhi laju energi yang mengalir diantara kedua daerah. Semakin
besar konduktivitas material, semakin cepat energi mengalir.

30
2. Panjang bahan, semakin pendek panjang bahan maka laju aliran panasnya
semakin cepat mengalir.
3. Perbedaan temperature,
4. Jenis penampang, seperti bulat, berbentuk C dan berongga, dapat
mempengaruhi konduktivitas termal.

D. Resistansi termal merupakan sifat panas dan pengukuran perbedaan suhu di mana
suatu benda atau bahan menahan aliran panas sedangkan konduktivitas termal
adalah kebalikan dari resistansi termal. Konduktivitas termal adalah sifat bahan
yang menunjukkan seberapa cepat bahan bisa menghantarkan panas. Semakin
besar nilai resistansi termal dalam suatu bahan maka semakin lambat bahan
tersebut menghantarkan panas.

E. Grafik hubungan antara distribusi temperatur terhadap jarak dari titik T1 pada
stainless steel (25 mm), kuningan (25 mm), dan Kuningan (10mm)

Stainless Steel 25mm


90
77.6 76.4
80
65
70
TEMPERATURE(°c)

56.5
60
47.8 45.6
50 42.9
36 34.7 34 33.9
40
30
20
10 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
JARAK (m)

Grafik 1. Stainless steel (25mm)

31
Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat hubungan antara temperatur dengan
titik bagian penampang bantang stainless steel yang diuji. Diameter stainless steel
yang digunakan yaitu sebesar 25mm. Pengujian ini disetel dengan SW-1 = 40 W.
Panas yang ideal pada percobaan ini adalah saat temperatur berkisar 60°C-80°C.
Pada bagian ST1 dengan jarak 0 m yang paling dekat dengan sumber panas,
memiliki temperatur tertinggi yaitu sebesar 77,6°C dan sampai ST4 dengan besar
temperatur 56,5°C terhitung bahwa gradien sebesar 703,3 ֯C/m. Pada bagian
tengah yaitu ST5-ST7 temperatur yang terukur yaitu sebesar 47,8°C-42,9°C
dengan besar gradien terhitung 245 ֯C/m. Pada bagian terjauh dari sumber panas
yaitu ST8-ST11 temperatur yang terukur adalah 36°C-33,9°C dengan besar
gradien terhitung 70 ֯C/m. Stainless steel merupakan material yang memiliki nilai
konduktivitas yang cukup rendah dibandingkan dengan material logam yang lain,
jika dilihat dilihat dalam tabel standar konduktivitas termal stainless steel hanya
bernilai 16 itulah mengapa bisa terlihat pada grafis diatas laju perpindahan panas
pada stainless steel cukup lambat.

Kuningan 25mm
70 66 64.3
57.8
60 55.2
47 46.1
TEMPERATURE(°c)

50 42.5
38
40 34.2 33.9 33.8

30

20

10
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
JARAK (m)

Grafik 2. Kuningan (25mm)

32
Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat hubungan antara temperatur dengan titik
bagian penampang bantang kuningan yang diuji. Diameter kuningan yang
digunakan yaitu sebesar 25mm. Pengujian ini disetel dengan SW-1 = 40 W. Panas
yang ideal pada percobaan ini adalah saat temperatur berkisar 60°C-70°C. Pada
bagian ST1 dengan jarak 0 m yang paling dekat dengan sumber panas, memiliki
temperatur tertinggi yaitu sebesar 66°C dan sampai ST4 dengan besar temperatur
55,2°C terhitung bahwa gradien sebesar 360 ֯C/m. Pada bagian tengah yaitu ST5-
ST7 temperatur yang terukur yaitu sebesar 47°C-42,5°C dengan besar gradien
terhitung 225 ֯C/m. Pada bagian terjauh dari sumber panas yaitu ST8-ST11
temperatur yang terukur adalah 38°C-33,8°C dengan besar gradien terhitung 140
֯C/m. kuningan merupakan material yang memiliki nilai konduktivitas yang cukup
baik dibandingkan dengan material stainless steel, jika dapat dilihat dalam tabel
standar konduktivitas termal kuningan bernilai 125 itulah mengapa bisa terlihat
pada grafik diatas laju perpindahan panas pada kuningan lebih cepat
dibandingkan dengan stainless steel.

Kuningan 10mm
80 73.1
70.2
67 64.4
70
60
TEMPERATURE(°C)

46.3
50 41.5
36.9 35.5 34.8 34.3 34.3
40
30
20
10
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
JARAK (M)

Grafik 3. Kuningan (10mm)

33
Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat hubungan antara temperatur dengan titik
bagian penampang bantang stainless steel yang diuji. Diameter stainless steel
yang digunakan yaitu sebesar 10mm. Pengujian ini disetel dengan SW-1 = 40 W.
Panas yang ideal pada percobaan ini adalah saat temperatur berkisar 60°C-80°C.
Pada bagian ST1 dengan jarak 0 m yang paling dekat dengan sumber panas,
memiliki temperatur tertinggi yaitu sebesar 73,1°C dan sampai ST4 dengan besar
temperatur 64,4°C terhitung bahwa gradien sebesar 290 ֯C/m. Pada bagian tengah
yaitu ST5-ST7 temperatur yang terukur yaitu sebesar 46,3°C-38,9°C dengan besar
gradien terhitung 470 ֯C/m. Pada bagian terjauh dari sumber panas yaitu ST8-
ST11 temperatur yang terukur adalah 35,5°C-34,3°C dengan besar gradien
terhitung 40 ֯C/m. Dengan bahan yang digunakan sama dengan grafik 2 hanya
saja pada material kuningan yang ada pada grafik ketiga ini menggunakan
kuningan berdiameter lebih kecil yaitu 10mm. Nilai konduktivitasnya pun sama
hanya saja jika dilihat pada grafik perpindahan laju panasnya lebih cepat
dibandingkan dengan kuningan berdiameter 25mm. Hal ini bisa disimpulkan
bahwa semakin kecil luas penampang dengan material yang sama maka semakin
cepat pula laju perpindahan panas yang terjadi.
F. Pada praktikum kali ini kita akan membahas mengenai perhitungan dari
dilaksanakannya kegiatan praktikum Liner heat conduction yaitu kita dapat
melihat bahwa konduktivitas thermal yang paling tinggi ada di kuningan (25 mm)
yang bernilai 253,01 𝑊/𝑚. 𝐾 dibandingkan dengan dua benda uji lainnya yaitu
stainless steel (25 mm) sebesar 186,42 𝑊/𝑚. 𝐾 dan kuningan (10 mm) sebesar
131,32 𝑊/𝑚. 𝐾. Jika dilihat dari perumusan konduktivitasthermal (k = (q/A) x
(dx/dT) hal yang mempengaruhi nilai konduktivitas thermal q, A, dan dT. Ketiga
benda uji menerima daya yang sama sebesar 40watt tetapi luas penampang dan
temperature antar titik uji tiga benda uji berbeda yang mana hal ini lah yang
sangat mempengaruhi hasil dari perhitungan ketiga benda uji tersebut. Untuk luas
penampang pada kuningan (10 mm) yaitu bernilai 0,00785 m, pada stainless steel
(25 mm) yaitu bernilai 0,04906 dan kuningan (25 mm) yaitu bernilai 0,04906 m.

34

Anda mungkin juga menyukai