Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fenomena perpindahan pada konveksi terdiri dari dua mekanisme yaitu
perpindahan energi sebagai akibat dan pergerakan molokuler acak (difusi) dan
energi yang dipindahkan secara makroskopik dari fluida. Perpindahan panas
didefinisikan sebagai berpindahnya energi dari satu daerah ke daerah lainnya
sebagai akibat dari beda suhu antara daerah - daerah tersebut dari temperatur
fluidanya yang lebih tinggi ke benda lain yang lebih rendahjjk Penyelesaian soal-
soal perpindahan kalor secara kuantitatif biasanya didasarkan pada neraca energi
dan perkiraan laju perpindahan kalo. Perpindahan panas akan terjadi apabila ada
perbedaan tempratur antara 2 bagian benda. Panas akan berpindah dari tempratur
tinggi ke tempratur rendah. Panas dapat perpindah di bagi menjadi tiga, yaitu
konduksi, konveksi, dan radiasi. Pasa peristiwa konduksi, panas akan perpindah
tanpa diikuti aliran medium perpindahan panas. Panas akan perpindah secara
estafet dari satu partikel ke partikel yang lainnya dalam medium tersebut. Pada
peristiwa konveksi, perpindahan panas terjaid karena aliran fluida. Secara
termodinamika, konveksi dinyatakan sebagai aliran entalpi, bukan aliran panas.
Pada peristiwa radiasi, energi perpindah melalui gelombang elektromagnetik.
Konveksi dapat terjadi secara alami atau paksa. Dalam konveksi alami
gaya apung suatu fluida yang dipanaskan mengarahkan gerakannya. Irama fluida
(gas atau cair) dipanaskan, bagian itu mengembang dan mempunyai massa jenis
lebih rendah dibandingkan sekelilingnya sehingga bergerak naik. Dalam
konveksi paksa pompa atau penutup mengarahkan fluida yang dipanaskan ke
tujuan. Konveksi adalah perpindahan panas melalui aliran yang zat perantaranta
ikut perpindah. Jika partikel perpindah dan mengakibatlan kalor merambat,
terjadilah konveksi. Konveksi terjadi pada zat cair dan gas. Fenomena
perpindahan pada konveksi dari dua mekanisma yaitu perpindahan energi sebagai
akibat dari pergerakan molecular acak (difusi) dan energi yang dipindahkan
secara makroskopik.
Heat Exchanger didesain untuk memindahkan panas dari satu fluida ke
fluida lain atau dari satu zat ke zat yang lain. Seperti pada proses kimia, Air
Conditioning dan Refrigerator. Heat Exchanger diklasifikasikan berdasarkan
desain dan tipe dari alirannya. Pada beberapa jenis Heat Exchanger, dua aliran
dipisahkan oleh dinding atau membran dan perpindahan panas terjadi pada dua
aliran tersebut dengan cara konveksi atau konduksi. Dari banyaknya kegunaan
Heat Exchanger dan digunakan dalam dunia industri, maka kendali dari sistem
Heat Exchanger sangat diperlukan. Dengan menggunakan model dinamik,
prediksi dapat dibuat untuk mengubah variabel bebas dari sistem yang dapat
mengubah keluaran. Pengendali akan bekerja dengan baik jika model yang
digunakan mewakili proses yang sebenarnya

B. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan pada percobaan modul 4 tentang Heat Transfer Coefficient
and Nusselt Number ini adalah :
1. Dapat merangkai dan mengoperasikan peralatan free and force convection.
2. Mengenal dan memahami komponen-komponen peralatan free and force
convection beserta fungsinya.
3. Mengetahui Temperatur di seluruh titik duct transfer probe.
4. Untuk mengetahui koefisien panas dan bilangan Nusselt pada permukaan
perpindahan panas dalam kondisi konveksi alami maupun paksa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Heat transfer (Perpindahan Psnas)


Perpindahan panas (heat transfer) merupakan disiplin ilmu yang
mempelajari bagaimana panas dapat berpindah dari suatubenda ke benda lainnya
melalui berbagai macam medium perambatan. Panas dapat berpindah dari suatu
tempat ke tempat lain akibat adanya perbedaan suhu. Pada perpindahan panas
terdapat juga kalor yang merupakan salah satu bentuk energi, sehingga dapat
berpindah dari satu sistem ke sistem yang lain karena adanya perbedaan suhu.
Kalor mengalir dari sistem bersuhu tinggi ke sistem yang bersuhu lebih rendah.
Sebaliknya, setiap ada perbedaan suhu antara dua sistem maka akan terjadi
perpindahan kalor. Perpindahan kalor adalah salah satu ilmu yang mempelajari apa
itu perpindahan panas, bagaimana panas yang ditransfer, dan bagaimana relevansi
juga pentingnya proses tersebut (burhani, 2014).

Perpindahan panas dapat juga disebut perpindahan kalor. Perpindahan kalor


merupakan perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material yang
memiliki temperatur tinggi ke benda atau material yang bertemperatur lebih
rendah. Dari termodinamika telah diketahui bahwa energi yang pindah itu
dinamakan kalor atau panas (heat) Ilmu perpindahan kalor tidak hanya mencoba
menjelaskan bagaimana energi kalor itu berpindah dari suatu benda ke benda lain,
tetapi juga dapat meramalkan laju perpindahan yang terjadi pada kondisi- kondisi
tertentu. Kenyataan bahwa di sini yang menjadi sasasran analisis ialah masalah
laju perpindahan, inilah yang membedakan ilmu perpindahan kalor dengan ilmu
termodinamika. Termodinamika membahas sistem dan kesetimbangaan; ilmu ini
dapat digunakan untuk meramalkan energi yang diperlukan untuk mengubah
sistem dari suatu keadaan seimbang ke keadaan seimbang Jainnya, tetapi tidak
dapat meramalkan kecepatan perpindahan itu. Hali ini disebabkan karena pada
waktu proses perpindahan itu berlangsung, sistem tidak berada dalam keadaan
seimbang. Ilmu perpinadahan kalor melengkapi hukum pertama dan kedua hukum
termodinamika, yaitu dengan memberikan beberapa kaidah percobaan yang dapat
dimanfaatkan untuk menentukan perpindahan energi. Sebagaimana juga dalam
ilmu termodinamika, kaidah-kaidah percobaan yang digunakan dalam
permasalahan perpindahan kalor cukup sederhana, dan dapat dengan mudah
dikembangkan sehingga mencakup berbagai ragam situasi praktis. Energi dapat
berpindah dalam bentuk kalor dari suatu zat ke lingkungannya atau zat lain apabila
diantara kedua zat tersebut berbeda temperaturnya. Jadi beda temperatur
merupakan potensial utama terjadinya perpindahan energi dalam bentuk kalor.
Dari hasil studi pustaka diperoleh bahwa ada tiga cara perpindahan kalor yaitu:
1. Perpindahan kalor secara konduksi
2. Perpindahan kalor secara konveksi
3. Perpindahan kalor secara radiasi
Secara umum perpindahan panas didukung oleh dua mekanisme perpindahan
energi, selain dengan pergerakan acak dari molekul, energi juga dipindahkan oleh
pergerakan makroskopik (olakan / bulk motion) dari fluida yang mengalir.
Gerakan makroskopik dapat diamati pada saat fluida bergerak secara bersamaan.

B. Heat Exchanger
Alat penukar panas (heat exchanger) adalah suatu alat yang
digunakan untuk memindahkan panas antara dua buah fluida atau lebih
yang memiliki perbedaan temperature yaitu fluida yang bertemperatur
tinggi kefluida yang bertemperatur rendah. Perpindahan panas teesebut
baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pada kebanyakan
sistem kedua fluida ini tidak mengalami kontak langsung. Kontak
langsung alat penukar kalor terjadi sebagai contoh pada gas kalor yang
terfluidisasi dalam cairan dingin untuk meningkatkan temperatur cairan
atau mendinginkan gas.
Alat penukar kalor banyak digunakan pada berbagai instalasi industri,
antara lain pada : boiler, kondensor, cooler, cooling tower. Sedangkan pada
kendaraan adalah radiator yang pada dasarnya berfungsi sebagai alat penukar
kalor. Tujuan perpindahan kalor di dalam proses industri diantaranya adalah :
1. Memanaskan atau mendinginkan fluida hingga mencapai kalor tertentu yang
dapat memenuhi persyaratan untuk proses selanjutnya.
2. Mengubah keadaan (fase) fluida : destilasi, evaporasi, kondensasi, dan lain-
lain (Walikrom, 2018)
Alat Penukar Panas (Heat exchanger) adalah peralatan utama untuk
perpindahan panas menggunakan fluida panas dan fluida dingin. Penukar panas
dirancang supaya dapat melakukan perpindahan panas antar fluida yang
berlangsung secara efisien. Ada beberapa tipe aliran pada sebuah heat exchanger
yaitu:

1. Counter current flow (aliran berlawanan arah)


Fluida panas dan fluida dingin masuk pada ujung yang berlawanan, mengalir
pada arah yang berlawanaan dan berakhir pada ujung yang berlawanan pula.
2. Paralel flow/co current flow (aliran searah)
Fluida panas dan fluida dingin masuk pada ujung yang sama, mengalir
dengan arah yang sama dan berakhir pada ujung yang sama.
3. Cross flow (aliran silang)
Pada kondisi ini terdapat dua buah kondisi, kedua buah fluida tak bercampur
(unmixed) dan salah satu dari fluida bercampur akan tetapi yang lainnya
tidak bercampur
4. Cross counter flow (aliran silang berlawanan)
Cross Flow Heat Exchanger adalah dua fluida yang mengalir di heat
exchanger tipe ini memiliki arah yang saling tegak lurus atau bersilangan. Secara
termodinamik, tipe ini memiliki efisiensi perpindahan panas yang lebih rendah
daripada tipe counterflow tetapi lebih tinggi daripada tipe paralelflow.
Perpindahan panas yang paling efisien terjadi pada sudut-sudut aliran. Tidak ada
resiko arus pendek aliran udara dan pertukaran kelembaban.
Aliran dari alat penukar panas dipisahkan menjadi dua dan dioperasikan
secara terus-menerus menggunakan Recuperator. Recuperator digunakan pada
sebagai temperatur tinggi pada preheater udara. Heater yang biasa digunakan
adalah jenis heat exchanger dengan tipe shell and tube. Alat penukar panas (Heat
Exchanger) secara tipikal diklarifikasikan berdasarkan susunan alirannya (flow
arrangement) dan tipe konstruksi. Penukar panas yang paling sederhana adalah
satu penukar panas yang mana fluida panas dan fluida dingin bergerak pada arah
yang sama atau berlawanan dalam sebuah pipa (Linsley, 1972)

Heat Exchanger (HE) adalah alat yang digunakan untuk memindahkan


panas dari sistem ke sistem lain tanpa perpindahan massa dan bisa berfungsi
sebagai pemanas maupun sebagai pendingin. Penukar panas dirancang sebisa
mungkin agar perpindahan panas antar fluida dapat berlangsung secara efisien.
Ada beberapa tipe aliran pada sebuah heat exchanger yaitu:

5. Counter current flow (aliran berlawanan arah)


6. Paralel flow/co current flow (aliran searah)
7. Cross flow (aliran silang)
8. Cross counter flow (aliran silang berlawanan)
C. Prinsip Kerja Heat Exchanger
Prinsip kerja heat exchanger yaitu memindahkan panas dari dua fluida pada
temperatur berbeda di mana transfer panas dapat dilakukan secara langsung
ataupun tidak langsung
1. Secara kontak langsung
Panas yang dipindahkan antara fluida panas dan dingin melalui
permukaan kontak langsung berarti tidak ada dinding antara kedua fluida.
Transfer panas yang terjadi yaitu melalui interfase / penghubung antara
kedua fluida, Contoh aliran steam pada kontak langsung yaitu dua zat cair
yang immiscible(tidak dapat bercampur), gas-liquid, dan partikel padat-
kombinasi fluida.
2. Secara kontak tak langsung
Perpindahan panas terjadi antara fluida panas dan dingin melalui
dinding pemisah. Dalam sistem ini, kedua fluida akan mengalir.

D. Konveksi
Konveksi adalah pengangkutan kalor oleh gerak dari zat yang dipanaskan,
Proses perpindahan panas kalor secara alami atau konveksi merupakan suatu
fenomena permukaan. Proses konveksi hanya terjadi di permukaan benda. Jadi di
dalam proses ini struktur bagian dalam bahan kurang penting, karena keadaan
permukaan dan keadaan sekelilingnya serta kedudukan pembukaan itu adalah
yang utama. Lazimnya keadaan seimbang termodinamik di dalam bahan akibat
proses produksi suhu permukaan dan akan berbeda dari suhu kelilingnya.
Konveksi adalah pengangkutan kalor oleh gerak dari zat yang dipanaskan,
Proses perpindahan panas kalor secara alami atau konveksi merupakan suatu
fenomena permukaan. Proses konveksi hanya terjadi di permukaan benda. Jadi di
dalam proses ini struktur bagian dalam bahan kurang penting, karena keadaan
permukaan dan keadaan sekelilingnya serta kedudukan pembukaan itu adalah
yang utama. Lazimnya keadaan seimbang termodinamik di dalam bahan akibat
proses produksi suhu permukaan dan akan berbeda dari suhu kelilingnya.
Konveksi untuk menunjukkan pada perpindahan panas yang akan terjadi
antara permukaan dan fluida yang bergerak ketika mereka berada pada perbedaan
temperatur. Perpindahan panas konveksi terdiri dari dua mekanisme yaitu
perpindahan energi sebagai akibat dari pergerakan molekular acak dan ada juga
energi yang dipindahkan oleh pergerakan secara microskopis dari fluida.
Perpindahan panas konveksi yang terjadi antara fluida yang bergerak dan batas
permukaan, ketika keduanya berada pada temperatur yang berbeda. (Walujodjati,
2006)
Gambar 2.1. Pengembangan Lapisan Batas Dalam Perpindahan Panas
Konveksi

Konveksi terjadi ketika aliran atau fluida (gas atau cairan) membawa
panas bersama dengan aliran materi. Aliran fluida dapat terjadi karena proses
eksternal, seperti gravitasi atau gaya apung akibat energi panas
mengembangkan volume fluida. Konveksi paksa terjadi ketika fluida dipaksa
mengalir menggunakan pompa, kipas, atau cara mekanis lainnya. Panas atau
kalor adalah energi yang berpindah akibat perbedaan suhu, dimana panas
bergerak dari daerah bersuhu tinggi ke daerah bersuhu rendah. Setiap
benda memiliki energi dalam yang berhubungan dengan gerak acak dari
atom-atom atau molekul penyusunnya. Energi dalam ini berbanding
lurusterhadap suhu benda, ketika dua benda dengan suhu berbeda berdekatan,
maka akan bertukar energy internal sampai suhu kedua benda tersebut
seimbang. Material dengan nilai konduktivitas tinggi maka daya hantarnya
semakin bagus sedangkan material dengan konduktivitas yang rendah maka
daya hantarnya semakin berkurang sehingga lebih cocok sebagai isolator.

E. Konveksi Paksa

Konveksi paksa adalah perpindahan panas yang mana dialirannya tersebut


berasal dari luar, seperti dari blower atau kran dan pompa. Konveksi paksa dalam
pipa merupakan persolaan perpindahan konveksi untuk aliran dalam atau yang
disebut dengan internal flow. Adapun aliran yang terjadi dalam pipa adalah fluida
yang dibatasi oleh suatu permukaan. Sehingga lapisan batas tidak dapat
berkembang secara bebas seperti halnya pada aliran luar. (Walujodjati, 2006)
Konnveksi Paksa Konveksi paksa adalah gerakan fluida disebabkan oleh
adanya gaya luar yang bekerja pada fluida melewati suatu permukaan pada
temperatur yang lebih tinggi atau lebih rendah dari fluida tersebut. Karena
kecepatan fluida pada konveksi paksa lebih besar dari konveksi bebas. (Sary,
2016).
Proses konveksi paksa pada pengeringan kopi ini yaitu udara panas di paksa
masuk dari ruang bakar menuju ruang pengering yang bertujuan untuk
mempercepat waktu pengeringan dan mengoptimalkan hasil pengeringan (Sary,
2016).
Konveksi paksa adalah perpindahan panas yang aliran gas atau cairan yang
disebabkan adanya tenaga dari luar, contohnya seperti pola panas dihembus udara
dengan blower. Konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi antara permukaan
padat dengan fluida yang mengalir di sekitarnya, dengan menggunakan media
penghantar berupa fluida(cairan/gas). Aliran panas yang terjadi antara kulit dan
lingkungan secara konveksi dapat
ditulis dengan persamaan :
Q = h A (∆T) ……………………….………………..
(1)
Dimana :
Q = Laju perpindahan panas konveksi
h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 oC)
A = Luas penampang (m2)
∆T = Perubahan atau perbedaan temperaur (oC)

F. Konveksi Bebas
Konveksi bebas yang mana aliran fluida disebabkan oleh adanya variasi masa
jenis yang selalu diikuti dengan adanya perbedaan temperatur dalam fluida.
(Walujodjati, 2006)
Konveksi alamai terjadi karena fluida mengalami proses pemanasan. Berubah
densitasnya dan bergerak naik. Gerakan fluida dalam konveksi alami, baik fluida
itu gas maupun zat cair terjadi kerana gaya apung yang dialami apabila densitas
fluida di dekat permukaan perpindahan kalor berkurang sebagai akibat proses
pemanasan dengan bahasa yang lebih sederhana, komveksi alami merupakan
proses perpindahan panas yang disebebabkan oleh beda tempratur dan beda rapat
saja dan tidak ada hanya dari luar yang mendorongnya.
Konveksi bebas atau alamiah adalah perpindahan panas yang disebabkan oleh
beda suhu danbeda raport saja dan tidak ada tenaga dari luar yang mendorongnya,
contohnya seperti aliran udara melintasi radiator panas panas dibiarkan berada di
luar udara sekitar tanpa adanya sumber gerakan dari luar. Dalam konveksi bebas
gerakan fluida disebabkan karena gaya apung (buoyancy) diantara fluida,
sedangkan di konveksi paksa gerakan fluida disebabkan oleh gaya luar. Gaya
apung dihasilkan oleh gabungan dari gradien densitas fluida dan gaya berat (body
force) yang proporsional dengan densitas fluida. Gaya berat diakibatkan oleh gaya
gravitasi bumi atau gaya centrifugal pada mesin-mesin fluida atau gaya coriolis
pada kasus gerak rotasi angin dan arus air laut.

G. Perpindahan Panas Konveksi


Perpindahan panas konveksi dapat diklasifikasikan berdasarkan aliran
fluida, yaitu konveksi alami dan konveksi paksa. Konveksi alami terjadi ketika
aliran fluida bergerak akibat bouyancy force atau efek gaya apung, sedangkan
konveksi paksa terjadi karena aliran fluida digerakkan oleh daya eksternal seperti
kipas, pompa, atau angin. Besar perpindahan panas konveksi dapat dihitung
dengan Newton’s law of cooling berikut ini,
q = h.A.∆T ……………………………………..(2)
Koefisien konveksi (ℎ) dapat dihitung dengan menggunakan korelasi
Nusselt number. Nusselt number merupakan bilangan tak berdimensi yang
menyatakan temperature gradient di sepanjang permukaan. Hubungan antara
Nusselt number dan koefisien perpindahan panas konveksi secara paksa pada
aliran eksternal.

Perpindahan panas konveksi paksa khususnya yang terjadi pada sirip


banyak diaplikasikan pada dunia industri seperti heat exchanger, sistem
pendinginan ruangan, dan pada dunia elektronik yaitu heat sink. Pada penelitian
ini digunakan bentuk sirip sirkular, yang disusun secara staggered. Peralatan yang
dirancang bangun ini tersusun atas circular pin fin, rectangular duct, sistem
pemanas, honeycomb dan difuser, centrifugal blower, hot wire anemometer,
digital thermocontrol, dan sistem akuisisi data

H. Konduktivitas Thermal
Konduksi thermal merupakan sifat dari sautu bahan yang menunjukkan
seberapa cepat bahan tersebut dapat menghantarkan panas. Konduksi thermal
pada umumnya dianggap tetap namum sebenarnya nilai k dipengaruhi oleh faktor
suhu (T). konduktor merupakan bahan yang memiliki konduktivitas yang baik
contonya seperti logam, sedangkan isolator merupakan bahan yang memiliki
konduktivitas yang buruk contohnya seperti asbes. Bahan yang memiliki
konduktivitas termal besar merupakan konduktor yang baik dan sebaliknya bahan
yang memiliki konduktivitas kecil merupakan konduktor yang jelek. Pada tabel
dibawah ini diberikan nilai untuk berbagai bahan

Konduktivitas termal dapat didefinisikan sebagai ukuran kemampuan bahan


untuk menghantarkan panas. Konduktivitas termal adalah sifat bahan dan
menunjukkan jumlah panas yang mengalir melintasi satu satuan luas jika gradien
suhunya satu. Bahan yang mempunyai konduktivitas termal yang tinggi
dinamakan konduktor, sedangkan bahan yang konduktivitas termalnya rendah
disebut isolator. Konduktivitas termal berubah dengan suhu, tetapi dalam banyak
soal perekayasaan perubahannya cukup kecil untuk diabaikan. Nilai angka
konduktivitas termal menunjukkan seberapa cepat kalor mengalir dalam bahan
tertentu. Makin cepat molekul bergerak, makin cepat pula ia mengangkut energi.
Jadi konduktivitas termal bergantung pada suhu. Pada pengukuran konduktivitas
termal mekanisme perpindahannya dengan cara konduks

I. Aliran di Atas Plat Rata


Pengembangan lapisan batas pada plat datar diilustrasikan pada gambar di
atas. Dalam banyak kasus, kondisi suatu aliran laminar dan turbulen terjadi
melalui kondisi laminar terjadi terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan
terjadinya kondisi turbulen. Pengelompokan aliran yang mengalir di atas plat
diketahui berdasarkan nilai dari bilangan Reynolds. Transisi dari aliran laminar
menjadi aliran turbulen tergantung pada bentuk geometri, kekasaran permukaan,
kecepatan aliran, temperature permukaan dan tipe dari fluida dikarakteristikan
dengan bilangan Reynold. Bilangan Reynolds pada jarak x dari ujung plat
ditunjukan persamaan:
𝑅𝑒𝑥 = 𝜌𝑉𝑥 /𝜇 = 𝑉𝑥 /𝜐………………………………(3)

Dimana:
V = kecepatan aliran bebas
x=Jarak dari tepi depan
υ=μ/ρ= viskositas kinematic

Angka Reynold kritis pada plat datar akan bernilai bervariasi dari nilai 105
sampai 3 ×106 , untuk aliran sepanjang plat rata, lapisan batas selalu turbulen
untuk Re ≥4 . 106 tergantung pada kekasaran permukaan dan level turbulensi
dari aliran. Pada kasus tertentu yang mana aliran yang terjadi pada plat pada
awalnya aliran laminar kemudian pada jarak tertentu terjadi aliran turbulent
dengan tanpa mengabaikan perpindahan panas yg terjadi pada daerah laminar
maka koefisien perpindahan panas rata-rata pada seluruh plat dapat ditentukan
dengan persamaan:
hc L
N u= ………………..………………..(4)
k
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

B. Prosedur Praktikum
Adapun prosedur pada praktikum modul 4 tentang tentang Heat Transfer
Coefficient and Nusselt Number ini adalah :
1. Menyambungkan instalasi PC dan Mesin dengan listrik.
2. Menyalakan perangkat computer (PC).
3. Membuka software VDAS (Klik dua kali pada icon VDAS).
4. Memasang permukaan perpindahan panas yang telah ditentukan (Finned,
Pinned dan Flat Plate).
5. Menghidupkan mesin dengan menekan tombol power mesin yang terletak di
bagian belakang mesin.
6. Menghidupkan heater dengan menekan tombol power heater yang terletak di
bagian depan mesin.
7. Menjalankan program VDAS dengan klik “start”.
8. Menyetel power heater hingga mencapai 25 Watt dengan cara memutar
tombol power heater searah jarum jam.
9. Menunggu hingga temperatur pada permukaan heat transfer stabil. (15 menit)
10. Mencatat temperatur pada tiap titik pada duct transfer probe (Tout) dengan
posisi yang telah di tentukan.
11. Menghidupkan fan dengan cara memutar tombol fan searah jarum jam hingga
kecepatan yang telah di tentukan.
12. Menunggu hingga temperatur pada permukaan heat transfer stabil. (15 menit)
13. Mencatat temperatur pada tiap titik pada duct transfer probe (Tout) dengan
posisi yang telah di tentukan.
14. Mengulangi langkah percobaan 9-13 dengan mengganti permukaan kerja
perpindahan panas (Finned, Pinned dan Flat Plate) beserta power heater dan
kecepatan udara.
15. Setelah Mencatat data turunkan power hingga “nol” lalu matikan heater
dengan cara menekan tombol power heater (Switch Off).
16. Menunggu hingga temperatur permukaan mencapai temperatur ambient,
matikan fan dengan putar tombol fan berlawanan arah jarum jam.
17. Bila telah selesai, mematikan power mesin dan PC.
Daftar pustaka

burhani, K. (2014). Penge,bangan Media Pembelajaran Perpindahan {anas Radiasi


Dengan Variasi Beda Perlakuan Permukaan Spesimen Uji. Journal of
Mechanical Engineering Learning.

Kusuma, G. (2017). Aplikasi Kalman Filter Dan Ensemble Kalman Filter Pada
Pendeteksian Gangguan Konduksi Panas Pada Keping Logam Berbentuk
Silinder. Jurnal. Jurnal Logik.

Linsley. (1972). Teknik Sumber Daya Air. Jakarta: Erlangga.

Sary, R. (2016). KAJI EKSPERIMENTAL PENGERINGAN BIJI KOPI DENGAN


MENGGUNAKAN SISTEM KONVEKSI PAKSA. Jurnal Polimesin.

Walikrom, R. (2018). STUDI KINERJA PLATE HEAT EXCHANGER PADA


SISTEM PENDINGIN PLTGU. TURBULEN: JURNAL TEKNIK MESIN .

Walujodjati, A. (2006). PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PAKSA. Jurusan


Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang.

Anda mungkin juga menyukai