Anda di halaman 1dari 11

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesetimbangan Uap-Cair


Dua fasa dikatakan berada dalam kesetimbangan jika sifat mikroskopis dari
masing-masing komponen yang terlibat pada kedua fasa bernilai sama. Parameter-
parameter yang berpengaruh dalam sistem kesetimbangan yaitu tekanan (P), suhu (T),
konsentrasi komponen A dalam fasa liquid (x), dan konsentrasi komponen A dalam
fasa uap (y) (Sari, 2012). Dalam sistem ini akan terdapat kesetimbangan fasa tiap
komponennya, mungkin antara dua fasa atau lebih. Dengan demikian, komposisi
komponen dalam suatu fasa akan berhubungan dengan komposisi pada fasa-fasa yang
lain. Fasa suatu komponen dipengaruhi oleh tekanan dan suhu, dan tentu demikian
juga dengan sistem multi komponen. Oleh sebab itu, tekanan dan suhu adalah dua
variabel yang mempengaruhi fasa. Artinya bila tekanan dan suhu (atau keduanya)
dirubah maka komposisi sistem akan berubah, dan mungkin jumlah fasa sistem juga
mengalami perubahan (Hardeli dan Syukri, 2013).
Kesetimbangan uap-cair adalah suatu kondisi ketika cairan dan gas berada
pada kesetimbangan satu sama lain, atau kondisi ketika kecepatan evaporasi sama
dengan kecepatan kondensasi pada tingkat molekuler. Suatu zat yang berada pada
kesetimbangan uap-cair umumnya disebut sebagai fluida jenuh. Kesetimbangan uap-
cair dapat ditentukan ketika ada variabel yang konstan pada suatu waktu tertentu. Saat
tercapainya kesetimbangan, kecepatan antar molekul-molekul campuran yang
membentuk uap sama dengan kecepatan molekul-molekul untuk membentuk cairan
kembali. Kesetimbangan uap-cair dapat juga disebut sebagai komposisi campuran
pada kesetimbangan termodinamika dan dapat dihubungkan atau diprediksikan
dengan bantuan persamaan termodinamika (Perry et al., 2008).
Pada sebuah wadah tertutup dengan fasa uap dan cair pada kesetimbangan
termodinamika akan terbentuk paling sedikit dua campuran komponen pada masing-
masing fasa. Suatu zat cair ketika dipanaskan dalam wadah yang tertutup akan lebih
cepat mendidih dibanding dengan zat cair yang dipanaskan dalam wadah terbuka. Hal
itu terjadi karena pengaruh tekanan uap cairan, ketika tekanan uap cairan sama
3

dengan tekanan uap luar saat itulah disebut mendidih. Zat cair dalam wadah terbuka,
tekanan uap zat cair yang dipanaskan akan naik dan ketika tekanan sama dengan
tekanan luar, penguapan dapat terjadi di seluruh bagian cairan, dan uap dapat memuai
di lingkungannya. Walaupun tekanan uap naik ketika cairan dipanaskan, rapatan uap
bertambah karena uap itu dibatasi oleh volume tetap dan rapatan cairan sedikit
berkurang karena wadah yang tertutup, dapat diketahui batas antara fasa uap dan fasa
cair yang tidak setimbang. Tahap ketika rapatan uap sama dengan rapatan sisa cairan,
dan batas antar fasa hilang disebut kesetimbangan antara uap dan cair (Perry et al.,
2008).
Menurut (Kuswandi et al., 2008 dalam Tim Penyusun, 2020), kesetimbangan
fasa seperti kesetimbangan uap-cair berhubungan dengan suatu sistem pada saat mana
fasa cair berada dalam kesetimbangan dengan fasa uapnya. Karakteristik dari
kesetimbangan fasa dalam termodinamika adalah adanya kesamaan tekanan, suhu dan
fugasitas dari masing-masing komponen dalam semua fasa yang berada dalam
kesetimbangan, yaitu:
fvi fi ............................................................................................................ (2.1)
Dengan:
fi = Fugasitas fasa uap komponen I (kPa)
fi = Fugasitas fasa cairan komponen I (kPa)
Aturan Lewis/Randall memberikan definisi bahwa fugasitas dalam larutan
ideal merupakan fungsi dari konsentrasi:
fide
i
l
fi i ...................................................................................................... (2.2)
Dengan:
fide
i
l
= Fugasitas Ideal
i = Komponen i
i Mol fr ksi „i‟ d l m f s c ir
Pada kesetimbangan, komposisi campuran pada fasa uap dan fasa cair harus
berbeda sehingga dapat dilakukan pemisahan dengan metode distilasi. Komposisi
campuran pada kesetimbangan termodinamika disebut sebagai kesetimbangan uap-
4

cair yang dapat dihubungkan atau diprediksi dengan bantuan persamaan


termodinamika. Kesetimbangan uap cair yang akurat sangat penting dalam
pembuatan desain kolom distilasi dan kebanyakan operasi yang melibatkan
bertemunya fasa cair-uap. Komposisi campuran pada kesetimbangan termodinamika
disebut sebagai kesetimbangan uap-cair dan dapat dihubungkan atau diprediksikan
dengan bantuan persamaan termodinamika. Gaya pendorong untuk semua jenis
distilasi adalah kesetimbangan uap-cair, yang memiliki perbedaan komposisi yang
diinginkan (Perry et al., 2008).
Tahap ketika rapatan uap sama dengan rapatan sisa cairan, dan batas antar
fasa hilang disebut kesetimbangan antara uap dan cair (Tim penyusun, 2020).
Menurut (Smith, 2001), pada sebuah wadah tertutup dengan fasa uap dan cair pada
kesetimbangan termodinamika akan terbentuk paling sedikit dua campuran
komponen pada masing masing fasa. Komponen-komponen tersebut terdistribusi di
antara fasa tergantung dari kevolatilan relatif masing-masing. Rasio distribusi untuk
komponen campuran dapat didefinisikan menggunakan fraksi mol:
i
i .......................................................................................................... (2.3)
i

Dengan:
i = Tetapan Seimbang
i = Mol Fr ksi “i” d l m f s u p
i = Mol Fr ksi “i” d l m f s c ir
Nilai K, yang dikenal sebagai rasio perbandingan kesetimbangan uap-cair,
digunakan secara luas khususnya dalam industri petroleum dan petrokimia. Menurut
(Aliwarga et al., 2019), untuk semua campuran dengan dua komponen i dan j,
kevol til n rel tif komponen tersebut, sering disebut nil i lf (α), didefinisik n
sebagai:
i i j i( - i)
αij = = .................................................................................. (2.4)
j i j i( - i)

Dengan:
αij = Relative Volatility dari komponen i yang lebih volatil ke komponen j
yang kurang volatil (mol)
5

i = Konstanta kesetimbangan uap-cair komponen i


j = Konstanta kesetimbangan uap-cair komponen j

i = Fraksi mol kesetimbangan uap-cair komponen i fasa uap (mol)


i = Fraksi mol kesetimbangan uap-cair komponen i fasa cair (mol)
j = Fraksi mol kesetimbangan uap-cair komponen j fasa uap (mol)

j = Fraksi mol kesetimbangan uap-cair komponen j fasa cair (mol)


evol til n rel tif (α) d l h h sil pengukur n l ngsung d ri separasi dengan
distil si. Ap bil α , m k pemis h n komponen tid k mungkin terj di, k ren
komponen fasa uap dan cair adalah sama. Pemisahan dengan distilasi menjadi mudah
seiring dengan bertambahnya nilai kevolatilan relatif (Aliwarga et al., 2019).
Terjadinya kesetimbangan uap-cair dapat dilihat pada proses pemurnian etanol.
Etanol mempunyai sifat azeotrop dengan air sehingga tidak dapat dipisahkan dengan
menggunakan distilasi biasa (Haynes, 1995).
Azeotrop adalah keadaan ketika suatu larutan mempunyai fasa uap dan fasa
cair yang sama saat dididihkan. Etanol dan air mempunyai perbedaan titik didih yang
cukup signifikan tetapi pada konsentrasi tertentu keduanya mempunyai titik didih
yang sama yang disebut dengan sifat azeotrop. Pada tekanan 1 atm dan konsentrasi
etanol 95%, air akan sulit dipisahkan dari etanol. Titik azeotrop etanol dan air terjadi
pada Taz = 351.3 °K, dan Paz = 101,3 kPa, dan bertipe homogeneous azeotrope pada
sistem yang saling larut sempurna (Haynes, 1995).

2.3 Etanol
Etanol (etil alkohol) merupakan suatu senyawa kimia dengan rumus kimia
C2H5OH atau CH3CH2OH. Etanol merupakan sejenis cairan yang mudah menguap,
mudah terbakar, tidak berwarna, dan merupakan alkohol yang sangat sering
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Etanol banyak digunakan sebagai pelarut
obat, pengawet dalam dunia medis, disinfektan serta biasanya digunakan sebagai
antidotum (senyawa yang mengurangi atau menghilangkan toksitas), keracunan
metanol, dan etilen glikol. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan bisa
ditemukan pada minuman beralkohol. Minuman keras merupakan minuman yang
6

mengandung etanol dengan kadar bervariasi. Penggunaan etanol dalam minuman


keras dalam jumlah kecil memberikan keuntungan berupa rasa hangat bagi yang
meminumnya (Widyanti dan Moehadi, 2016).
Tabel 2.1 Karakteristik Etanol
Karakterisik Etanol
Berat molekul 46,069 g/mol
Titik beku - 4, ℃
Titik didih 78,3℃
Densitas 0,790 – 0,793 g/cm3
Viskositas 0,53443 cP
pH 7,0
(Sumber: MSDS, 2017)
Menurut (Anggraini et al., 2017) Adapun sifat kimia etanol yaitu:
1. Mudah menguap
2. Mudah terbakar
3. Tidak berasap
4. Memiliki nyala api kebiru-biruan
5. Berat jenis lebih kecil dari berat jenis air
Selain itu, etanol dapat digunakan sebagai zat aditif untuk gasoline (bensin).
Pencampuran etanol dengan gasolin ini sering disebut dengan gasohol. Etanol dapat
diproduksi dengan dua proses, yakni fermentasi dari karbohidrat dengan
mikroorganisme dan hidrasi etilen. Proses fermentasi menghasilkan larutan etanol
yang encer, sehingga diperlukan proses pemisahan etanol agar diperoleh hasil etanol
dengan kemurnian tinggi. Pada umumnya, proses pemurnian menggunakan proses
distilasi. Namun, operasi distilasi sangat mahal dan campuran etanol-air membentuk
azeotrop, kondisi azeotrop terjadi ketika komposisi fraksi cair sama dengan
komposisi fraksi uapnya. Pada kondisi azeotrop, etanol tidak dapat dimurnikan lagi
(Widyanti dan Moehadi, 2016).
2.4 Akuades
Aku des (H₂O) adalah air hasil penyulingan yang bebas dari zat-zat pengotor
sehingga bersifat murni yang memiliki warna bening, tidak memiliki rasa, dan tidak
berbau pada kondisi standar yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan temperatur
7

273,15°K (0ºC) (Dofianti dan Yuniwati, 2018). Akuades disebut juga aqua purificata
(air murni). Air murni adalah air yang dimurnikan dari destilasi. Satu molekul air
memiliki dua hidrogen atom kovalen terikat untuk satu oksigen. Akuades merupakan
cairan yang jernih, tidak berwarna dan tidak berbau. Akuades juga memiliki berat
molekul sebesar 18,0 g/mol dan pH 7. Akuades merupakan elektrolit lemah. Akuades
dihasilkan dari pengoksidasian hidrogen dan banyak digunakan sebagai bahan pelarut
bagi kebanyakan senyawa (Basri dan Sarjoni, 2003). Dalam bentuk ion, air dapat
dideskripsikan sebagai sebuah ion hidrogen (H+) yang berasosiasi (berikatan) dengan
sebuah ion hidroksida (OH-). Air sering disebut sebagai pelarut universal karena air
melarutkan banyak zat kimia. Air berada dalam kesetimbangan dinamis antara fasa
cair dan padat di bawah tekanan dan temperatur standar (Slamet, 2007).
Akuades digunakan pada percobaan di laboratorium karena memiliki
kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam, gula, asam,
beberapa jenis gas, dan banyak macam molekul organik. Akuades memiliki titik didih
sebesar 100°C (373,15°K) sedangkan titik lelehnya 0°C (273,15°K). Massa jenisnya
1,00 g/cm3 dan viskositasnya 0,952 mPa.s. Sifat dari akuades adalah non-korosif
untuk kulit, non-iritasi untuk kulit, tidak berbahaya dalam kasus dikonsumsi, non-
iritasi untuk paru-paru dan non-korosif untuk mata (Fessenden, 1992).
Tabel 2.2 Karakteristik Akuades
Karakterisik Akuades
Berat molekul 18.02 g/mol
Titik beku 0℃
Titik didih 00℃
Densitas 1,00 g/cm3
Viskositas 0,952 mPa.s
pH 7,0
(Sumber: MSDS, 2021)

2.5 Hukum Hendry


Hukum Henry adalah salah satu dari hukum gas yang dirumuskan oleh
William Henry. Dalam publikasinya mengenai kuantitas gas yang diserap oleh air, ia
menggambarkan hasil eksperimennya bahwa pada suhu konstan jumlah gas yang
larut dalam suatu jenis dan volume cairan tertentu berbanding lurus dengan tekanan
8

parsial gas yang dalam kesetimbangan dengan cairan itu. Dengan kata lain, jumlah
gas yang terlarut sebanding dengan tekanan parsial dalam fasa gas. Faktor
kesebandingannya disebut sebagai konstanta hukum Henry (Khoerunnisa, 2017).
Hukum ini menetapkan hubungan antara tekanan parsial dari gas murni dan
fraksi molnya i dalam pelarut:

i i . i .................................................................................................... (2.5)
Dengan:
i = Tekanan parsial komponen i (Pa)

i = Fraksi mol liquid komponen i (mol)


i = Konstanta volatilitas komponen i
Menurut (Khoerunnisa, 2017) Hukum Henry menetapkan hubungan antara
tekanan parsial gas murni dalam kesetimbangan dengan larutan yang juga berisi
bahan murni dalam keadaan cair dalam proporsi yang signifikan. Keterbatasan
Hukum Henry terdiri atas:
1. Hanya berlaku untuk larutan encer
2. Tidak ada reaksi kimia antara zat terlarut dengan pelarut, karena jika ada
reaksi kimia, maka kelarutannya dapat terlihat sangat besar.

2.6 Hukum Raoult


Hukum Raoult memberikan hubungan antar tekanan parsial suatu zat di atas
larutan dengan fraksi molnya. Hukum Raoult dapat didefinisikan untuk fasa uap-cair
dalam kesetimbangan, sebagai berikut :
A A . A .............................................................................................. (2.6)
Dengan:
A = Tekanan parsial komponen A di atas larutan
A = Fraksi mol A, dan
A = Tekanan uap komponen A dalam keadaan murni.

Hukum Raoult berlaku untuk larutan ideal, seperti larutan benzena-toluena, N-


heksana-heptana, dan metil alkohol-etil alkohol, yang biasanya zat-zat tersebut
mempunyai sifat kimia yang sama atau secara kimia mirip satu sama lain. Untuk
9

larutan encer hukum Raoult berlaku bagi pelarutnya. Kenaikan temperatur larutan
akan memperbesar penguapan yang berakibat pula memperbesar tekanan uap larutan
atau tekanan total. Hal ini menunjukkan bahwa perbandingan tekanan uap larutan
dengan tekanan uap pelarut murni dengan fraksi mol pelarut yang ada dalam larutan
(Clark, 2007).

2.7 Bubble point dan Dew Point


Ketika cairan dipanaskan perlahan-lahan pada tekanan konstan, temperatur
pada saat pertama kali uap gelembung terbentuk disebut temperatur bubble point pada
cairan yang diberi tekanan. Ketika gas (uap) didinginkan secara perlahan pada
temperatur konstan, temperatur pada saat pertama kali tetes terbentuk disebut
temperatur dew point saat diberi tekanan. Perhitungan temperatur bubble point dan
dew point dapat secara kompleks untuk sembarang komponen campuran. Apabila
cairan berada pada keadaan ideal (satu untuk menurut hukum Raoult’s atau hukum
Henry’s untuk semua komponen) dan fasa gas juga dapat juga mempertimbangkan
keadaan ideal, perhitungan secara relatif berlangsung terus menerus (Syofyan et al.,
2008). Menurut (Harmiyanto, 2012) Cara penentuan bubble point suatu zat cair yang
terdiri dari beberapa komponen adalah dengan metode trial dan error. Adapun
langkah-langkah perhitungan antara lain:
1. Asumsikan suhu bubble point pada tekanan yang diketahui.
2. Baca Ki masing-masing komponen pada suhu dan tekanan tersebut.
3. Kalikan masing-masing Ki dengan mole fraksinya (Ki. Xi).
4. Jumlahkan hasil dari l ngk h 3 (Σ i. Xi).
Apabila jumlahnya = 1,00 maka suhu yang diasumsikan tadi sudah benar,
sedangkan apabila tidak = 1,00 maka diulangi kembali langkah awal.
Menurut (Harmiyanto, 2012) dew point atau suhu pengembunan adalah
suhu dimana dalam system semua komponen berupa uap, kecuali satu titik berupa
embun (cairan). Atau suhu dimana uap dalam kondisi akan segera mengembun
pada tekanan tertentu. Aplikasi penentuan dew point ini adalah dalam kolom
fraksinasi, yakni untuk menentukan kondisi operasi dari kondensor, sehingga uap
yang keluar dari puncak kolom dapat dicairkan di kondensor.
10

Temperatur dew point terjadi ketika tetesan pertama cairan muncul sebagai
campuran uap yang didinginkan (tekanan konstan). Temperatur bubble point terjadi
ketika gelembung pertama uap muncul sebagai campuran cairan yang dipanaskan
(tekanan konstan). Jika suhu aliran ini diantara dew point dan bubble point,
perhitungan cepat isotermal harus dilakukan untuk menentukan kualitas streaming,
entalpi dan nilai-nilai entropi (Kandula, et al., 2013). Menurut (Harmiyanto, 2012)
Cara penentuan dew point uap atau gas yang terdiri dari beberapa komponen adalah
dengan metode trial dan error. Adapun langkah-langkah perhitungan antara lain:
1. Asumsikan suhu dew point pada tekanan kolom bagian atas.
2. Baca Ki masing-masing komponen pada suhu dan tekanan tersebut.
3. Bagi masing-masing mole fraksi dengan Ki (Yi/Ki).
4. Juml hk n h sil d ri l ngk h 3 (Σ i/Ki).

Apabila jumlahnya = 1,00 berarti suhu yang diasumsikan tadi sudah benar,
sedangkan apabila tidak = 1,00 maka diulangi kembali langkah awal.

Gambar 2.1 Bubble Point dan Dew Point (Syahiddin,2018)

2.8 Hand Refractometer


Hand refractometer adalah alat laboratorium atau lapangan untuk pengukuran
indeks bias (refraktometri). Refractometer adalah alat optik sederhana yang
mengukur jumlah cahaya yang dibiaskan dalam cairan. Refractometer mengukur
pada skala °Brix. Refractometer adalah suatu perangkat sederhana untuk mengukur
11

sudut bias. Sudut bias tergantung pada komposisi larutan, yang memungkinkan
penggunaan refractometer untuk evaluasi cepat konsentrasi zat terlarut.
Refractometer juga dapat digunakan, meskipun pada tingkat lebih rendah, untuk
mempelajari struktur kimia senyawa (Ugwu et al., 2018).
Hand refractometer terbagi menjadi dua jenis, yaitu hand refractometer °Brix
untuk gula 0-32% dan hand refractometer salt untuk NaCl 0-28%. Pengukuran
menggunakan hand refractometer °Brix memanfaatkan prinsip indeks bias. Semakin
tinggi kadar gula pada cairan maka indeks biasnya akan semakin tinggi sehingga
refractometer akan menunjukkan skala yang semakin besar. Kelemahan dari alat ini
adalah adanya pengaruh sinar matahari ketika pengukuran dilaksanakan di lapang
(Misto et al., 2016).
Semakin tinggi intensitas sinar matahari maka semakin tinggi skala
refractometer yang akan didapatkan. Pada hand refractometer, indeks biasnya sudah
dikonversikan sehingga dapat langsung dibaca kadarnya. Pengukuran indeks bias
suatu zat cair penting dalam penilaian sifat dan kemurnian cairan, konsentrasi larutan,
dan perbandingan komponen dalam campuran dua zat cair atau kadar yang
diekstrakkan dalam pelarutnya (Novestiana dan Eko, 2015). Nilai indeks bias ini
banyak diperlukan untuk menginterpretasi suatu jenis data spektroskop. Dalam
bidang kimia, indeks bias dapat digunakan untuk mengetahui konsentrasi dan
komposisi larutan. Alat ini biasanya hanya untuk mengukur kadar zat tertentu saja.
Perbedaan dengan refractometer lain adalah hand refractometer hanya memiliki 1
lubang pengamatan (Harmain et al., 2018).

Gambar 2.2 Hand Refractometer (Harmain et al., 2018)


12

Hand Refractometer bekerja menggunakan prinsip pembiasan cahaya. Ketika


cahaya datang dari udara ke dalam larutan maka kecepatannya akan berkurang.
Fenomena ini terlihat pada batang yang terlihat bengkok ketika dicelupkan ke dalam
air. Hand refractometer menggunakan prinsip ini untuk menentukan jumlah zat
terlarut dalam larutan dengan melewatkan cahaya ke dalamnya. Sumber cahaya
ditransmisikan oleh serat optik ke dalam salah satu sisi prisma dan secara internal
akan dipantulkan ke interface prisma dan sampel larutan. Bagian cahaya ini akan
dipantulkan kembali ke sisi yang berlawanan pada sudut tertentu yang tergantung dari
indeks bias larutannya. Pengukuran menggunakan refractometer cenderung rumit dan
memakan waktu yang lama (Hidayanto, 2010).
Konsentrasi larutan diukur dengan menggunakan alat hand reftractometer
dengan cara meneteskan sampel bahan pada alat tersebut. Kemudian dilakukan
pembacaan skala yang terdapat pada alat teropong yang dilengkapi kaca pembesar di
dalamnya. Sebelum sampel diteteskan ke dalam hand refractometer, alat ini
dikalibrasi terlebih dahulu dengan akuades (Tison et al., 2016). Refractometer harus
selalu di kalibrasi di awal setiap penggunaan, dan tergantung berapa banyak sampel
yang akan diukur. Untuk mengalibrasi refractometer dibutuhkan air murni berupa
akuades. Akuades digunakan untuk mendapatkan garis nol pada refractometer
sehingga sampel dapat diukur dengan tepat. Selain akuades, air yang dapat digunakan
adalah air deionisasi atau destilasi, air bebas dari kandungan sodium, kalsium, besi,
dan pengotor lainnya (Varquez dan Shannon, 2011)

Anda mungkin juga menyukai