Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN LENGKAP

PRAKTIKUM KIMIA FISIKA


“TITIK EUTEKTIKUM”

OLEH :
KELOMPOK V
TRANSFER A 2022

ASISTEN : PURNAMAWATI

LABORATORIUM ANALISIS FARMASI DAN KIMIA MEDISINAL


PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR
MAKASSAR
2023
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Titik eutektikum terjadi karena adanya pencampuran dispersi padat
yang memiliki suhu lebur paling rendah dimana terjadi kesetimbangan
antara fase padat dan fase cair. Besarnya titik lebur suatu zat padat dapat
dipengaruhi oleh bentuk dan sifat ikatan atom-atom sehingga dapat juga
digunakan sebagai jalan untuk mengetahui kemurnian suatu zat. Apabila
suatu zat padat tercampur oleh bahan pengotor, maka tentu saja akan
mempengaruhi besarnya titik lebur zat murni. Titik lebur suatu zat dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu, zat pengotor,
penempatan pada termometer dan lain-lain (Putri laili, 2017).
Komponen dalam suatu sistem merupakan jumlah minimum yang
secara kimia diperlukan untuk menyatakan komposisi setiap fase dalam
suatu sistem, jika suatu sistem mengandung satu atau lebih komponen
dalam satu atau lebih fase pada keadaan kesetimbangan (Kosman, R.
2005).
Dalam bidang farmasi, suatu senyawa obat murni dapat ditentukan
kemurnian salah satunya dengan penentuan titik leburnya. Selain itu,
penentuan titik lebur dari suatu bahan obat juga digunakan dalam
pembuatan sediaan obat (terutama untuk obat yang diberikan melalui
rektal), dan diperlukan pada penentuan cara penyimpanan suatu sediaan
obat agar tidak mudah rusak pada suhu kamar tertentu maka untuk
sediaan-sediaan farmasi berupa bahan obat, pada umumnya berbentuk
senyawa-senyawa kimia (Sulistyo, 2015).
1.2 Maksud dan Tuiuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan
memahami cara penentuan titik lebur dari suatu zat padat.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan titik
eutektikum dari perbandingan asam salisilat dan mentol.
1.3 Prinsip Percobaan
Adapun prinsip dari percobaan ini yaitu dilakukan penentuan titik
eutektikum dari campuran asam salisilat dan menthol menggunakan
parafin cair sebagai medium penghantar panas dalam labu tile.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
II.1.1 Definisi Titik Eutektikum
Titik eutektikum adalah titik beku terendah yang dapat dicapai.
Campuran eutektik merupakan campuran dua atau lebih senyawa yang
melebur secara serentak pada suhu yang sama dan terendah yang
disebut titik eutektik atau suhu eutektik (Gang, dkk, 2013).
Titik eutektikum adalah titik saat fase cair dan padat mempunyai
komposisi yang sama atau suhu terendah dimana kehadiran fase cair
(bahan A dan bahan B berada dalam keadaan cair sempurna yang
homogen). Titik eutektikum adalah titik lebur terendah dari campuran dua
fase menjadi satu fase cair yang homogen (Amiji et al., 2014).
Titik eutektikum merupakan titik dimana terjadi pencampuran
dispersi padat yang memiliki suhu lebur paling rendah yang dimana terjadi
kesetimbangan antara fase padat dan fase cair. Besarnya titik lebur suatu
zat padat dipengaruhi oleh bentuk dan sifat ikatan atom-atom (Kosman,
2005).
Titik eutektik adalah suatu komposisi dimana dua komponen atau
lebih tidak dapat lagi dipisahkan menurut komponen penyusunnya dengan
proses solidifikasi sederhana. Pemisahan campuran dengan metode melt
crystallization lebih mudah dilakukan pada campuran yang membentuk
sistem eutektik sederhana (hanya memiliki satu titik eutektik). Secara
teoritis fase padatan yang diperoleh adalah murni, akan tetapi
kenyatannya masih ada komponen minor (jumlahnya sangat kecil) yang
terjerap dalam fase padatan (Perry, 1984).
Tinggi rendahnya suhu lebur pada suatu zat dapat dipengaruhi oleh
bentuk zat padat tersebut. Semakin kuat ikatan yang dibentuk, semakin
besar energi yang diperlukan untuk memutuskannya. Dengan kata lain
semakin tinggi pula titik lebur unsur tersebut. Salah satu bentuk zat padat
yang paling cepat untuk melebur adalah hablur (Khopkar, 1990).
Dalam penentuan titik eutektikum ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu, suhu awal, suhu akhir, titik lebur, titik didih dan juga titik
beku serta jarak lebur. Suhu awal adalah suhu pada zat uji yang diamati
mulai membentuk tetesan pada bidang kapiler dan terlepas sempurna dari
dinding tersebut yang didefinisikan sebagai permulaan melebur.
Sedangkan suhu akhir adalah suhu pada saat zat uji mencair seluruhnya
atau kehilangan fase padat (Khopkar, 1990).
Titik didih normal adalah temperatur dimana tekanan uap cairan
menjadi sama dengan tekanan luar yaitu 60 mmHg (Sistem terbuka). Titik
didih suatu cairan merupakan suhu pada saat tekanan uap jenuh cairan itu
sama dengan tekanan luar (tekanan yang dikarenakan pada permukaan
cair). Apabila tekanan uap sama dengan tekanan luar, maka gelombang
uap yang terbentuk dalam cairan dapat mendorong diri ke permukaan
menuju ke fase gas. Oleh karena itu, titik didih suatu cairan tergantung
pada tekanan luarnya (Muchtar, 1989).
Jarak lebur zat adalah jarak antara suhu awal dan suhu akhir
peleburan zat. Suhu awal dicatat pada saat zat mulai menciut atau
membentuk tetesan pada dinding pipa kapiler, suhu akhir dicatat pada
saat hilangnya fase padat. Suhu lebur zat adalah suhu pada saat zat tepat
melebur seluruhnya yang ditunjukkan pada saat fase padat tepat hilang
(Dirjen POM, 1979).
Titik beku atau titik leleh dari senyawa murni adalah temperatur
dimana fase padat dan fase cair berada dalam keseimbangan pada
tekanan atm. Sedangkan titik lebur adalah suhu pada saat zat tepat
melebur seluruhnya yang ditunjukkan pada saat fase padat tepat hilang
(Martin, 1990). Jarak lebur zat adalah jarak antara suhu awal dan suhu
akhir peleburan zat. Suhu awal dicatat pada saat zat mulai menciut atau
membentuk tetesan pada dinding pipa kapiler, suhu akhir dicatat pada
saat hilangnya fase padat (Dirjen POM, 1979).
Sekarang jika zat terlarut dilarutkan dalam cairan pada titik
eutektikum tripel (air bebas udara, dimana zat padat, zat cair dan uap ada
dalam keseimbangan, terletak pada tekanan 4,58 mmHg dan temperatur
(0,0098˚C). Kecenderungan melepaskan diri atau tekanan uap pelarut cair
mengalami penurunan dibawah tekanan pelarut murni. Temperatur harus
turun dengan maksud menata kembali kesetimbangan antara cair dan
padat karena kenyataan ini, titik beku larutan selalu lebih rendah daripada
pelarut murni. Dianggap pelarut membeku dalam keadaan murni daripada
sebagai larutan padat yang mengandung zat terlarut (Martin, 1990).
Semakin pekat larutan, semakin jauh terpisah kurva pelarut dan
larutan dalam diagram dan semakin besar juga penurunan titik beku.
Sehubungan dengan itu, keadaan yang ada memperlihatkan kesamaan
dengan yang diterangkan untuk kenaikan titik didih dan penurunan titik
didih sebanding dengan konsentrasi molar zat terlarut (Martin, 1990).
II.1.2 Metode Penentuan Titik Eutektikum
Dalam penentuan titik eutektikum atau titik lebur ada dua metode
yang digunakan yaitu metode melting point apparatus dan metode rest.
Melting point apparatus adalah nilai termal yang paling sering digunakan
untuk memberikan ciri khas pada material atau suatu alat yang digunakan
untuk mengukur titik lebur atau titik leleh dari suatu senyawa, biasanya
dalam dunia kimia. Suatu senyawa tentunya memiliki titik lebur maupun
titik leleh yang sudah ditetapkan oleh ilmuwan ataupun ahli pakar
kimiawan. Macam-macam alat melting point yaitu (Martin, 1990) :
1. Melting Point Apparatus Analogue, SPM 11
2. Melting Point Apparatus Digital
3. Melting Point Apparatus Digital Advanced, SMP 30
4. Melting Point Apparatus SMP 1
Menurut Martin (1990), beberapa metode tersedia untuk penentuan
penurunan titik beku, yang termasuk antara lain:
1. Metode Backmann
Peralatan untuk penentuan titik didih larutan dengan menggunakan
metode Backmann. Alat ini terdiri dari suatu tabung berjaket dimana pada
salah satu sisinya ada tempat untuk memasukkan bahan yang akan diuji.
Termometer backmann dipasang pada tabung dan terendam dalam
larutan yang akan diuji. Pengadukan gelas dipasang pada tabung melalui
tutupnya dan digerakkan dengan tangan, tabung dan jaketnya dipasang
dalam suatu bejana berisi campuran pendingin es dan garam. Dalam
melakukan penentuan, temperatur dibaca pada termometer diferensial
backmann pada titik didih pelarut murni air. Berat zat terlarut yang
diketahui dimasukkan dalam pelarut yang berisi berat tertentu pelarut titik
beku larutan dibaca dan dicatat (Martin, 1990).
2. Metode Keseimbangan
Metode keseimbangan merupakan prosedur yang paling teliti untuk
memperoleh data titik beku. Titik beku pelarut murni ditentukan secara
teliti dengan mencampur pelarut padat dan cair (es dan air) dalam sebuah
tabung berjaket atau labu dewar. Apabila tercapai keseimbangan,
temperatur campuran dibaca dengan termometer backmann (Martin,
1990).
II.1.3 Diagram Fasa Kesetimbangan

Gambar II.1.3 Sistem Eutektik Dua Komponen (Tjahjani, dkk., 2013)


Pada gambar diatas menunjukkan diagram fase 2 komponen yang
paling sederhana. Diagram ini terdiri dari komponen A dan B, dan fase
yang mungkin terbentuk adalah kristal murni A, kristal murni B, dan cairan
dengan komposisi antara A murni dan B murni. Komposisi diplotkan
dibagian bawah diagram. Sebagai catatan, komposisi dapat ditulis dengan
presentase A atau presentase B (% A atau % B dengan rentang 0-100%)
atau dapat dituliskan sebagai fraksi mol A atau B dengan total maksimum
komponen sama dengan 1. Suhu atau tekanan diplotkan pada sumbu x
(vertikal), untuk kasus yang ditampilkan pada tulisan ini, tekanan dianggap
konstan, sehingga yang diplotkan di sumbu x adalah suhu. Kurva yang
memisahkan “A + liquid” dari “liquid” dan “B + liquid” dinamakan garis
liquidus. Garis horizontal yang memisahkan bagian “A + liquid” dari “liquid”
dan “B + liquid” dari “A + B all solid” dinamakan garis solidus. Titik E
dimana garis liquidus dan solidus berpotongan disebut dengan titik
eutektik (Tjahjani, dkk., 2013).
II.2 Uraian Bahan
II.2.1 Asam Salisilat (Dirjen POM, 1979; Hal:56)
Nama Resmi : ACIDUM SALICYLITUM
Nama Lain : Asam Salisilat
RM/BM : C7H6O3/138,12 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Hablur ringan tidak berwarna, serbuk berwarna


putih; hampir tidak berbau; rasa agak manis dan
tajam.
Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian
etanol (95%) P.
Suhu Lebur : 158,5oC – 161oC
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sampel
II.2.2 Menthol (Dirjen POM, 1995; Hal:529)
Nama Resmi : MENTHOLUM
Nama Lain : Menthol
RM/BM : C10H20O/156,30 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Hablur berbentuk jarum/prisma; tidak berwarna;


bau tajam seperti minyak permen; rasa panas
dan aromatik diikuti rasa dingin.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, sangat mudah larut dalam
etanol (95%) P.
Suhu Lebur : 41oC – 44oC
Suhu Beku : 27oC – 28oC
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sampel
II.2.3 Paraffin Cair (Dirjen POM, 1979; Hal:474)
Nama Resmi : PARAFFINUM LIQUIDUM
Nama Lain : Paraffin Cair
RM/BM : -
Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berfluoresensi;
tidak berwarna; hampir tidak berbau; hampir
tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol
(95%) P;larut dalam kloroform P dan dalam eter
P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik dan terlindung dari
cahaya.
Kegunaan : Medium pelarut
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu gelas ukur,
gelas kimia, labu tile, lampu spritus, mistar, pipa kapiler, statif dan klem,
termometer dan timbangan.
III.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu asam
salisilat, mentol, paraffin cair dan tali godam.
III.2 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Ditimbang asam salisilat-mentol dengan perbandingan 1:0 ; 0,8:0,2
; 0,6:0,4 ; 0,4:0,6 ; 0,2:0,8 ; 0:1.
3. Dibakar ujung pipa kapiler dan ditotolkan sampel sekitar ± 1 cm.
4. Diikat pipa kapiler pada termometer dan dimasukkan kedalam labu
tile yang telah berisi parafin cair.
5. Dipanaskan pada segitiga labu tile.
6. Diamati dan dicatat waktu mulai melebur dan waktu melebur
sempurna.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Tabel Hasil Pengamatan
Melebur
Asam Awal Melebur
No Mentol Replikasi Sempurna
Salisilat Suhu Waktu Suhu Waktu
1 138oC 15:14 148oC 23:24
1. 1g 0g
2 105oC 06:56 >105oC 18:46
1 100oC 10:00 134oC 21:44
2. 0,8 g 0,2 g
2 96oC 08:56 >100oC 16:00
1 - - - -
3. 0,6 g 0,4 g
2 25oC 00:02 35oC 00:24
1 25oC 00:35 55oC 00:47
4. 0,4 g 0,6 g
2 35oC 00:20 101oC 09:00
1 45oC 00:23 50oC 00:43
5. 0,2 g 0,8 g
2 30oC 02:00 35oC 03:00
1 44oC 00:11 46oC 00:20
6. 0g 1g
2 30oC 00:10 55oC 01:09
IV.2. Pembahasan
Titik eutektik atau suhu eutektik adalah campuran dua atau lebih
senyawa yang melebur secara serentak pada suhu yang sama dan
terendah (Zaini, dkk., 2010). Dalam percobaan ini, dilakukan penentuan
titik eutektikum asam salisilat dengan mentol menggunakan parafin cair
sebagai medium penghantar panas menggunakan labu tile. Campuran
asam salisilat dan mentol dibuat dengan beberapa perbandingan 1g:0g;
0,8g:0,2g; 0,6g:0,4g; 0,4g:0,6g; 0,2g:0,8g; 0g:1g.
Parafin cair digunakan sebagai media penghantar panas karena
titik didihnya yang tinggi melebihi titik didih kedua sampel. Oleh karena itu,
parafin cair tidak akan mudah mendidih dan menguap sampai suhu lebur
dari sampel tercapai. Adapun titik didih dari parafin cair yaitu >360 oC
(Dirjen POM, 1979).
Alasan penggunaan asam salisilat dan mentol karena masing-
masing sampel memiliki titik didih berbeda. Suhu lebur asam salisilat yaitu
antara 158,5o-161oC, sedangkan suhu lebur mentol adalah 41 oC-44oC
(Kemenkes RI, 2020). Hal ini diharapkan pada perbandingan yang
terdapat sampel mentol yang lebih banyak akan lebih cepat melebur
dibandingkan dengan perbandingan yang terdapat lebih banyak asam
salisilat. Adapun penggunaan labu tile karena labu tersebut memiliki
turbulensi/sirkulasi searah yang disebabkan oleh adhesi yang
menyebabkan panasnya merata (Latif, 2013).
Dari hasil pengamatan diperoleh, asam salisilat:mentol untuk 1:0
replikasi 1 awal melebur 136oC 15 menit 14 detik dan melebur sempurna
148oC 23 menit 24 detik serta replikasi 2 105 oC 6 menit 56 detik dan
melebur sempurna >105oC 18 menit 46 detik. Pada perbandingan 0,8:0,2
replikasi 1 awal melebur 100oC 10 menit dan melebur sempurna 134 oC 21
menit 44 detik, serta replikasi 2 awal melebur 96 oC 8 menit 56 detik dan
melebur sempurna >100oC 16 menit. Pada perbandingan 0,6:0,4 awal
melebur 25oC 2 detik dan melebur sempurna 35oC 24 detik.
Pada 0,4:0,6 replikasi 1 awal melebur pada suhu 25 oC detik ke 35
dan melebur sempurna 55oC 47 detik serta hasil replikasi 2 awal melebur
pada suhu 35oC detik ke 20 dan melebur sempurna 101 oC 9 menit. Pada
perbandingan 0,2:0,8 replikasi 1 awal melebur 45oC dengan 23 detik dan
melebur sempurna pada suhu 50 oC dengan 43 detik serta replikasi 2 awal
melebur 30oC 2 menit dan melebur sempurna 35 oC 3 menit. Dan pada
perbandingan 0:1 replikasi 1 pada awal melebur 44 oC dengan 11 detik dan
melebur sempurna pada suhu 46 oC pada waktu 20 detik serta replikasi 2
awal melebur 30oC detik ke 10 dan melebur sempurna 55 oC 1 menit 9
detik.
Dari data hasil yang didapatkan telah sesuai dengan literatur.
Menurut Hardeli (2014), sampel akan melebur cepat ketika perbandingan
mentol lebih banyak dikarenakan suhu lebur mentol yang lebih rendah
sehingga sampel akan cepat melebur dan menurut Levine (2011), asam
salisilat dan mentol akan melebur jika dicampur secara bersamaan dan
menurut Khopkar (1990), tinggi rendahnya suhu melebur pada suatu zat
dipengaruhi oleh bentuk zat padat tertentu, semakin kuat ikatan yang
dibentuk zat padat tertentu maka semakin kuat ikatan yang dibentuk
sehingga semakin besar energi yang diperoleh untuk memutuskannya.
Namun pada perbandingan 0,6:0,4 hasil yang diperoleh tidak
sesuai dengan literatur yang ada. Hal ini dikarenakan adanya faktor
kesalahan yaitu ada pengotor yang mempengaruhi suhu lebur dari
sampel, pemanasan yang kurang merata dan suhu yang tidak terkontrol.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari hasil data yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa pada
sampel asam salisilat : mentol memiliki perbandingan yang berbeda-beda.
Dimana asam salisilat dengan konsentrasi tinggi akan melebur lebih lama
dan semakin sedikit jumlah asam salisilat yang ditambahkan maka waktu
yang diperlukan untuk mencapai titik lebur semakin cepat. Sedangkan
pada mentol memiliki titik lebur yang rendah di bandingkan dengan asam
salisilat.
V.2 Saran
V.2.1 Saran Untuk Dosen
Diharapkan sebaiknya dapat hadir pada saat praktikum berlangsung
agar tidak terjadi hal yang diinginkan.
V.2.2 Saran Untuk Asisten
Diharapkan agar lebih mempertahankan kehadirannya pada saat
praktikum serta memberikan arahan kepada praktikan agar praktikum
dapat berlangsung dengan baik.
V.2.3 Saran Untuk Laboratorium
Diharapkan sebaiknya alat dan bahan yang akan digunakan
dilengkapi terlebih dahulu agar mempermudah jalannya praktikum serta
menyediakan alat pendingin ruangan seperti kipas angin dan ac.
DAFTAR PUSTAKA

Amiji MM, et al., 2014. Applied Physical Pharmacy 2nd Edition. McGraw
Hill. USA

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia

Hardeli, M. 2014. Kesetimbangan Fasa. Dadang : UNP

Kemenkes RI. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI. Kementrian


Kesehatan RI. Jakarta.

Kosman R. 2005. Kimia Fisika. Universitas Muslim Indonesia. Makassar

Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

Levine, A. 2011. Diagram terner sistem zat cair tiga komponen. Jimbaran:
Universitas udayana.

Li, Gang., Hwang, Yunho., Radermacher, Reinhard dan Chun, Hohwan.


2013. Review Of Cold Storage Materials For Subzero Applications.
Journal of Energy. 51 (2013) 1-17

Latif, S. 2013. Penurunan Titik Lebur. Universitas Muslim Indonesia.


Makassar

Martin, A. 1990. Dasar-dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetik.


Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Martin, F.a.,Pop, M.M., Borodi,G., Filip,X., & Kacso, I. 2013. Ketoconazole


salt and co-crystals with enhanced aqueous solubility, Crystal
Growth and Design. 13 (10).

Muchtar. 1989. Farmasi Fisika. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada


Press.

Perry, J.H., and Green. 1984. Chemical Engineer’s Handbook, 6th ed.
McGraw-Hill Book Company, New York.

Putri, Laili Mei Ari., Trapsilo Prihandono., Bambang Supriadi. 2017.


Pengaruh Konsentrasi Larutan Terhadap Laju Kenaikan Suhu
Larutan. Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember
Sulistyo, R., Suratmo, Retnowati, R. 2015. Sintesis Salisil anilida dari
Komponen Utama Minyak Gandapura. Kimia Student Journal (1)1:
805-811. Malang.

Tjahjani, S., Nasrudin, H., & Novita, D. 2013. Petunjuk Praktikum Kinia
Fisika II. Surabaya: FMIPA UNESA

Zaini, Erizal. Rahmi Nofita, Salman. 2010. Karakterisasi Fitokimia dan Laju
Disolusi Dispersi Padat Ibuprofen Dengan Pembawa Polietilenglikol
6000. ISN: 1978-68x, Vol.4. No. I : 25-31.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema Kerja

Disiapkan alat dan bahan.

Ditimbang asam salisilat-mentol dengan perbandingan 1:0 ;


0,8:0,2 ; 0,6:0,4 ; 0,4:0,6 ; 0,2:0,8 ; 0:1.

Dimasukkan campuran tersebut kedalam pipa kapiler dengan


cara ditotolkan.

Diikat pipa kapiler pada termometer dan masukkan dalam labu


tile yang telah berisi parafin

Diamati dan catat suhu pada saat melebur dan suhu pada saat
telah melebur keseluruhannya.
Lampiran 2. Dokumentasi
NO GAMBAR KETERANGAN
1.

Disiapkan alat dan bahan.

2.

Ditimbang asam salisilat-mentol


dengan perbandingan yang telah
ditentukan

3.

Dimasukkan campuran tersebut


kedalam pipa kapiler dengan cara
ditotolkan

4.

Diikat pipa kapiler pada termometer

5.

Di masukkan dalam labu tile yang


telah berisi parafin
6.
Diamati dan catat suhu pada saat
melebur dan suhu pada saat telah
melebur keseluruhannya.

Anda mungkin juga menyukai