OLEH :
PRAKTIKAN FARMASI FISIKA
LABORATORIUM FARMASETIKA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
I.2 Tujuan
2.2 Larutan
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat
kimia (obat) yang terlarut, misalnya terdispersi secara molekuler dalam
pelarut yang saling bercampur. Dikarenakan molekul-molekul dalam
larutan terdispersi secara merata maka penggunaan larutan sebagai bentuk
sediaan, umumnya memberikan jaminan keseragaman dosis dan memiliki
ketelitian yang baik jika larutan tersebut diencerkan atau dicampur. (Sinila,
2016).
Menurut kesetimbangan, larutan dibagi menjadi tiga yaitu (Sinila, 2016) :
1. Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam
kesetimbangan (tepat larut dalam batas kelarutannya) dengan fase
pelarutnya.
2. Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh Suatu larutan yang
mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang
dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu.
3. Larutan lewat jenuh Suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam
konsentrasi yang banyak pada suhu tertentu atau larutan yang tidak
dapat lagi melarutkan zat terlarut sehingga terjadi endapan.
3. Temperatur
Panas pelarutan didefinisikan sebagai banyaknya panas yang
dibebaskan atau diperlukan apabila satu mol zat terlarut dilarutkan
dalam dalam suatu pelarut untuk menghasilkan satu larutan jenuh.
Kenaikan temperatur menaikkan kelarutan zat padat yang
mengabsorpsi panas (proses endotermik) apabila dilarutkan. Pengaruh
ini sesuai dengan asas Le Chatelier, yang mengatakan bahwa sistem
cenderung menyesuaikan diri sendiri dengan cara yang sedemikian
rupa sehingga akan melawan suatu tantangan misalnya kenaikan
temperatur. Sebaliknya jika proses pelarutan eksoterm yaitu jika panas
dilepaskan, temperatur larutan dan wadah terasa hangat bila disentuh.
Kelarutan dalam hal ini akan turun dengan naiknya temperatur. Zat
padat umumnya termasuk dalam kelompok senyawa yang menyerap
panas apabila dilarutkan (Martin, 1993)
4. Ion sekutu
Sebuah endapan secara umum lebih dapat larut dalam air murni
dibandingkan di dalam sebuah larutan yang mengandung satu dari ion
ion endapan (efek ion sekutu). Dalam menjalankan pengendapan,
analisis selalu menambahkan beberapa kelebihan unsur pengendapan,
analisis selalu menambahkan beberapa kelebihan unsur pengendapan
untuk memastikan pengendapan selesai. Dalam mencuci sebuah
endapan di mana pengurangan kelarutan cukup berarti, sebuah ion
sekutu dapat dipergunakan dalam cairan pencuci untuk dipergunakan
dalam cairan pencuci untuk mengurangi kelarutan. Dengan hadirnya
ion sekutu yang berlebih, kelarutan dari sebuah endapan bisa jadi lebih
besar daripada nilai yang telah diperkirakan melalui tetapan kelarutan
produk. Secara umum, yang biasanya diminta adalah penambahan
sekitar 10% kelebihan unsur pengendapan (Sanilia, 2016).
5. Konstanta dielektrik
Semakin besar nilai konstanta dielektriknya maka akan bersifat
polar sehingga akan mudah larut dalam senyawa polar begitu pula
sebaliknya (Sanilia, 2016).
6. Efek pH
Kelarutan dari garam sebuah asam lemah tergantung pada pH
larutan tersebut. Jika ke dalam larutan garam yang mengandung anion
dari asam lemah ditambahkan H+ dari asam kuat, maka anion dari asam
lemah tersebut akan bereaksi dengan H+ yang ditambahkan. Hal ini
terjadi karena anion dari asam lemah merupakan basa konjugasi yang
kuat. Akibatnya anion dari asam lemah tersebut akan bereaksi dengan
H+, sehingga kelarutan dari senyawa tersebut bertambah. Hal ini dapat
diterangkan dengan azas Le Chatelier atau hukum kesetimbangan (Day
dan Underwood, 2002).
7. Pembentukan kompleks
Gaya antar molekuler yang terlibat dalam pembentukan kompleks
adalah gaya Van der waals dari dispersi, dipolar dan tipe dipolar
diinduksi atau sebagai berikut (Chang, 2003):
1) Interaksi dipol-ion atau interaksi yang terjadi ketika daerah yang
menjadi pusat elektrik dari molekul tertarik menuju ion yang
memilki muatan berlawanan dengan momen dipolnya. Interaksi ini
bertanggung jawab atas kelarutan berbagai jenis elektrolit dalam
pelarut polar
2) Interaksi dipol-dipol atau interaksi yang bertanggung jawab untuk
pelarutan dalam pelarut polar diantaranya asam organik, alkohol,
amida, amina, ester, keton dan gula dengan bobot molekul rendah
di dalam pelarut polar.
3) Interaksi dipol-dipol terinduksi yaitu ketika molekul dengan
momen dipol kuat mendekati molekul non-polar, momen dipol
molekul tersebut dapat menginduksi medan listrik pada molekul
non-polar yang kemudian tertarik ke pusat elektrik molekul dengan
momen dipol kuat. Molekul yang beresonansi lebih mudah
diinduksi oleh dipole.
4) Interaksi dipol terinduksi-dipol terinduksi yaitu interaksi yang
bertanggung jawab atas kelarutan senyawa non-polar di dalam
pelarut non-polar.
Ikatan hidrogen memberikan gaya yang bermakna dalam beberapa
kompleks molekuler dan kovalen koordinat penting dalam beberapa
kompleks logam (Voigt, 1984).
3.1.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
dietilkarbamazin, asam benzoat, aquadest, polietilenglikol, dan baku
natrium hidroksida 0,1 M.
%K : Persen kadar
Vt : Volume titran (ml)
N : Normalitas titran (N)
Bst : Berat setara
(mg) Bs : Berat sampel
(mg)
fk : Faktor koreksi
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Kosolvensi dan Penentuan Kelarutan Bahan Obat
Bs (mg)
Pernyataan Kelarutan
Kosentrasi Vt 𝒙̅
No.
Kosolven (ml) (mg) Istilah
5 ml 10,0 ml g/ml
Kelarutan
2,8 109,2 218,4
1 0% 122,85 3,90 Sukar larut
1,4 54,6 109,2
0,5 19,5 39
3 20% 33,175 56,82 Larut
0,6 23,4 46,8
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum, dapat diketahui bahwa kelarutan bahan obat dapat
dipengaruhi oleh penambahan kosolven. Semakin tinggi konsentrasi
kosolven yang digunakan di dalam suatu pelarut, maka tingkat kelarutan
suatu zat terlarut juga semakin tinggi. Hal ini menunjukkan kosolven dapat
digunakan untuk meningkatkan kelarutan suatu bahan obat di dalam
pelarut tertentu.
Dari praktikum ini juga dapat diketahui bahwa koefisien partisi dan
nilai log P suatu bahan obat dalam fase air/oktanol yang tinggi,
menunjukkan tingginya konsentrasi zat yang terionisasi atau terpatisi
dalam pelarut air/oktanol atau fase air/minyak. Sebaliknya, koefisien
partisi dan nilai log P yang rendah dari suatu bahan obat menunjukkan
rendahnya konsentrasi zat yang terionisasi atau terlarut di dalam pelarut
air/oktanol atau fase air/minyak.
5.2 Saran
Untuk percobaan koefisien partisi dan log P, sebaiknya campuran
dicuplik saat sudah terpartisi sempurna agar nilai yang dihasilkan akurat
dan dapat mewakili nilai koefisien partisi dan log P yang sebenarnya dari
sampel yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan
Diketahui:
Normalitas titran: 0,0975 M
Berat setara: 40,0 mg
Faktor koreksi: 0,1
%K Asam Benzoat: 100%
Penyelesaian:
1) Perhitungan Bs
%K = x 100%
• Konsentrasi kosolven 0%
x
100%
x 100%
x 100%
x 100%
x 100%
x 100%
x 100%
• = 122,85 mg
• = 99,45 mg
• = 33,175 mg
• = 193,05 mg
3) Pernyataan kelarutan sampel
• Konsentrasi kosolven 0%
3,90 g/mL (sukar larut)
g/mL (larut)
Diketahui:
- Persamaan kurva baku: Y = 0,00623x – 0,0503 - Absorbansi konsentrasi
awal (fase air):
Abs1 = 0,646
Abs2 = 0,613
Abs3 = 0,641
Abs4 = 0,674
Penyelesaian:
C0 = 0,5608 M
C0 = 5,608 x 10-4 mM
X = 106,47 ppm
X = 106,47 𝜇g/mL
X = 21.294 𝜇g/200 mL X
= 21,294 g/200 mL
C0 = 0,5342 M
C0 = 5,342 x 10-4 mM
X = 110,96 ppm
X = 110,96 𝜇g/mL
X = 22.192,62 𝜇g/200 mL
X = 22,193 g/200 mL
C
C0 = 0,5568 M
C0 = 5,568 x 10-4
C0 = 0,5834 M
C0 = 5,834 x 10-4 mM
C0 = 0,588 M
C0 = 5,88 x 10-4 mM
X = 139,05 ppm
X = 139,05 𝜇g/mL
X = 3.476,25 𝜇g/25 mL X
= 3,48 g/25 mL
C0 = 0,698 M
C0 = 6,98 x 10-4 mM
X = 216,58 ppm
X = 216,58 𝜇g/mL
X = 5.414,5 𝜇g/25 mL
X = 5,41 g/25 mL
C0 = 1,086 M
C0 = 1,086 x 10-3 mM
X = 179,02 ppm
X = 179,02 𝜇g/mL
X = 4.475,52 𝜇g/25 mL X
= 4,475 g/25 mL
C0 = 0,898 M
C0 = 8,98 x 10-4 mM
•
P (Ko/w) = Coktanol / Cair = 1,637 x 10-4 mM / 6,98 x 10-4 mM = 0,2345
Log P = log 0,2345 = -0,623
•
P (Ko/w) = Coktanol / Cair = 5,292 x 10-4 mM / 1,06 x 10-3 mM = 0,4992
Log P = log 0,4992 = -0,302
•
P (Ko/w) = Coktanol / Cair = 3,146 x 10-4 mM / 8,98 x 10-4 mM = 0,3503
Log P = log 0,3503 = -0,455
5) Rata-rata ( )
• Rata-rata P (Ko/w)
• Rata-rata Log P
6) SEM
SEM P (Ko/w)
=
SEM
SEM log P
=
SEM
Lampiran 2. Kurva Kalibrasi
70
60
Konsentrasi Obat (g/mL)
50
40
30
20
10
0
0 10 20 30 40 50 60
Konsentrasi Kosolven (%)
Kurva Kalibrasi
0,7
0,6 y = 0,0062x- 0,0503
R² = 0,9914
Absorbansi (nm) 0,5
0,4
Absorbansi (nm)
0,3
0,2 Linear (Absorbansi
(nm))
0,1
0
0 50 100 150
Konsentrasi Dietilkarbamazin (ppm)