Anda di halaman 1dari 17

KELARUTAN 1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengetahuan mengenai larutan sangat penting sebab sebagian besar
reaksi kimia dan biologis terjadi dalam bentuk cairan, terutama dalam bentuk
larutan dengan suatu pelarut (air). Terdapat berbagai macam pelarut yang kita
ketahui. Pelarut-pelarut tersebut memiliiki sifat dan komponen yang berbeda-
beda ditinjau dari kandungan unsur, kepolaran dan lain sebagainya. Sehingga
ketika ada dua pelarut yang saling bercampur tidak semua dapat tercampur
dengan baik, ada kalanya terpisah antara pelarut satu dengan yang lain.
Namun bagaimana halnya jika kedua pelarut yang tidak saling bercampur
ditambahkan ke dalamnya zat terlarut yang dapat dilarutkan oleh kedua
pelarut yang tidak saling melarutkan. Untuk dua pelarut yang tidak saling
melarutkan, seperti air dan minyak, ketika dicampurkan akan terbentuk dua
fasa yang terpisah. Sehingga ke dalamnya ditambahkan emulgator yang dapat
larut di kedua fasa tersebut.
Dalam bidang farmasi, untuk memilih medium pelarut yang paling
baik untuk obat atau kombinasi obat, akan membantu mengatasi kesulitan-
kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetik, dan
lebih jauh lagi dapat bertindak sebagai standar atau uji kemurnian.
Pengetahuan yang lebih mendetail mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang
berhubungan dengan itu juga memberikan informasi mengenai struktur obat
dan gaya antarmolekul obat. Selain itu, pelepasan zat dari bentuk sediaannya
sangat dipengaruhi oleh sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya.
Agar suatu obat diabsorpsi, maka obat tersebut mula-mula harus larut
dalam media cairan tempat absorpsi. Sebagai contoh, suatu obat yang
diberikan secara oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorpsi
sampai partikel-partikel obat larut dalam cairan pada suatu tempat dalam
saluran lambung usus. Pada prinsipnya obat baru dapat diabsorbsi setelah zat
aktifnya telarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk

KELOMPOK 3.B ITA WARDANI


KELARUTAN 1

mempertinggi efek farmakologi dari sediaan adalah dengan menaikkan


kelarutan zat aktifnya.
1.2 Tujuan Praktikum
1. Menentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif.
2. Menentukan kelarutan suatu zat dalam dua larutan yang tidak saling
campur.
3. Menentukan pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan suatu zat.

KELOMPOK 3.B ITA WARDANI


KELARUTAN 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Umum


Larutan didefinisikan sebagai suatu campuran dari dua atau lebih
komponen yang membentuk suatu disperse molekul yang homogen, yaitu
sistem satu fase, dimana komposisinya dapat bervariasi dengan luas. Larutan
jenuh adalah suatu larutan di mana zat terlarut berada dalam kesetimbangan
dengan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah
suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah
konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur
tertentu. Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat
terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada
temperature tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak larut (Martin, 1993).
Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi
zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperature tertentu, dan secara
kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk
membentuk dispersi molekuler homogen. Like dissolves likes menyatakan
bahwa kelarutan suatu zat pada umumnya dapat diperkirakan hanya dalam
cara kualitatif, setelah mempertibangkan hal-hal seperti polaritas, tetapan
dielektrik, asosiasi, solvasi, tekanan dalam, reaksi asam-basa, dan faktor-
faktor lainnya (Martin, 1993).
Pernyataan kelarutan zat dalam bagian tertentu pelarut adalah
kelarutan pada suhu 20° dan kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa, 1
bagian bobot zat padat atau 1 bagian volume zat cair larut dalam bagian
volume tertentu pelarut. Pernyataan bagian dalam kelarutan berarti bahwa 1 g
zat padat atau 1 ml zat cair dalam sejumlah ml pelarut. Jika kelarutan
suatu zat tidak diketahui dengan pasti, kelarutannya dapat ditunjukkan dengan
istilah berikut (Ditjen POM, 1979):

Istilah kelarutan Jumlah bagian pelarut diperlukan

KELOMPOK 3.B ITA WARDANI


KELARUTAN 1

untuk melarutkan 1 bagian zat


Sangat mudah larut Kurang dari 1
Mudah larut 1 sampai 10
Larut 10 sampai 30
Agak sukar larut 30 sampai 100
Sukar larut 100 sampai 1000
Sangat sukar larut 1000 sampai 10.000
Praktis tidak larut Lebih dari 10.000

Menurut Farmakope Indonesia, persen konsentrasi dapat dinyatakan


dengan salah satu dari empat cara berikut ini (Ditjen POM, 1979) :
a. Persen bobot per bobot, % b/b, menyatakan jumlah g zat dalam 100 g
bahan atau hasil akhir.
b. Persen bobot per volume, % b/v, menyatakan jumlah g zat dalam
100 ml bahan atau hasil akhir.
c. Persen volume per volume, % v/v, menyatakan jumlah ml zat dalam
100 ml bahan atau hasil akhir.
d. Persen volume per bobot, % v/b, menyatakan jumlah ml zat dalam
100 g bahan atau hasil akhir.
Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut,
yaitu oleh dipol momennya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat
polar lain. Sesuai dengan itu, air bercampur dengan alkohol dalam segala
perbandingan dan melarutkan gula dan senyawa polihidroksi yang lain.
Kemampuan zat terlarut membentuk ikatan hidrogen lebih merupakan factor
yang jauh lebih berpengaruh dibandingkan dengan polaritas yang
direfleksikan dalam dipol momen yang tinggi. Sebagai tambahan, kelarutan
zat juga bergantung pada gambaran struktur seperti perbandingan gugus polar
terhadap gugus nonpolar dari molekul (Martin, 1993).
Aksi pelarut dari cairan nonpolar, seperti hidrokarbon, berbeda dengan
zat polar. Pelarut nonpolar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara

KELOMPOK 3.B ITA WARDANI


KELARUTAN 1

ion-ion elektrolit kuat dan lemah, karena tetapan dielektrik pelarut yang
rendah. Pelarut juga tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit
yang berionisasi lemah karena pelarut nonpolar termasuk dalam golongan
pelarut aprotik, dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen dengan
nonelektrolit. Oleh karena itu zat terlarut ionic dan polar tidak larut atau hanya
dapat larut sedikit dalam pelarut nonpolar. Tetapi, senyawa nonpolar dapat
melarutkan zat terlarut nonpolar dengan tekanan dalam yang sama melalui
interaksi dipol induksi (Martin, 1993).
Pelarut semipolar seperti keton dan alkohol dapat menginduksi suatu
derajat polaritas tertentu dalam molekul pelarut nonpolar, sehingga menjadi
dapat larut dalam alkohol. Senyawa semipolar dapat bertindak sebagai pelarut
perantara yang dapat menyebabkan bercampurnya cairan polar dan nonpolar.
Propilen glikol telah terbukti menaikkan kelarutan timbal-balik dari air dan
minyak permen, serta air dan benzyl benzoat (Martin, 1993).
Interaksi pelarut dalam zat terlarut dikenal sebagai solvasi. Seringkali
zat terlarut lebih larut dalam campuran pelarut daripada satu pelarut saja.
Gejala ini dikenal dengan melarut bersama (cosolvency), dan pelarut yang
dalam kombinasi menaikkan kelarutan zat disebut cosolvent (Martin, 1993).
Jika C1 dan C2 adalah konsentrasi kesetimbangan zat dalam pelarut 1
dan pelarut2 , persamaan kesetimbangan menjadi
C͐͐ ₁
K=
C₂
Tetapan kesetimbangan K dikenal sebagai perbandingan distribusi,
koefisien distribusi, atau koefisien partisi. Pengetahuan tentang partisi penting
untuk ahli farmasi, karena prinsip ini melibatkan beberapa bidang ilmu
farmasetik. Termasuk disini pengawetan system minyak-air, kerja obat pada
tempat yang tidak spesifik, absorpsi, dan distribusi obat ke seluruh tubuh
(Martin, 1993).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain
adalah pH, suhu, jenis pelarut, bentuk dan ukuran partikel, konstanta

KELOMPOK 3.B ITA WARDANI


KELARUTAN 1

dielektrik bahan pelarut, dan adanya zat-zat lain seperti surfaktan, pembentuk
kompleks, ion sejenis, dll (Anonim, 2016).

KELOMPOK 3.B ITA WARDANI


KELARUTAN 1

BAB 3 METODE KERJA

3.1 Alat Dan Bahan


3.1.1 Alat Yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah vial 10 ml,
timbangan analitik, magnetic stirrer, stirrer, syringe 1 ml, membran
holder, kuvet, spektrofotometer, botol semprot, mikropipet, tip,
erlenmeyer 100 ml, gelas ukur 50 ml, gelas ukur 10 ml, dan corong
pisah.
3.1.2 Bahan Yang Digunakan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah aquades,
paracetamol, NaOH 0,1 N, Alkohol 96%, propilen glikol, metil
paraben, dan minyak kelapa.
3.2 Cara Kerja
1. Menentukan Kelarutan Suatu Zat Secara Kuantitatif
a. Dimasukkan 100 mg paracetamol dalam 5 ml air dan kocok selama 1,5
jam dengan stirrer, jika ada endapan yang larut selama pengocokan
ditambahkan lagi sejumlah paracetamol sampai diperoleh larutan yang
jenuh.
b. Disaring dan ditentukan kadar paracetamol yang larut dalam masing-
masing larutan.
2. Pengaruh Pelarut Campur Terhadap Kelarutan Zat
a. Dibuat 100 ml campuran bahan pelarut yang tertera pada tabel di
bawah ini.

Pelarut Air % (v/v) Alkohol 96% (v/v) Propilen Glikol % (v/v)


A 60 0 40
B 60 10 30
C 60 20 20
D 60 35 5
E 60 40 0
KELOMPOK 3.B ITA WARDANI
KELARUTAN 1

b. Diambil 5 ml campuran pelarut dimasukkan ke dalam vial, dilarutkan


pacetamol sebanyak 100 mg ke dalam masing-masing campuran
pelarut.
c. Dikocok larutan dengan stirrer selama 1,5 jam. Jika ada endapan yang
larut selama pengocokan ditambahkan lagi sejumlah tertentu
paracetamol sampai diperoleh larutan yang jenuh kembali.
d. Disaring larutan dan ditentukan kadar paracetamol yang larut dengan
menggunakan spektrofotometer.
e. Dibuat kurva antara kelarutan paracetamol dengan harga konstanta
dielektrik bahan pelarut campur yang ditanbahkan.
3. Cara Menentukan Koefisien Distribusi
a. Ditimbang 100 mg metil paraben, lalu dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 100 ml.
b. Dilarutkan dengan aquades, kemudian dicukupkan volume larutan
hingga 50 ml dengan aquades.
c. Diambil 25 ml dari larutan tersebut, dimasukkan dalam corong pisah,
dan ditambahkan dengan 25 ml minyak kelapa.
d. Dikocok selama beberapa menit campuran di dalam corong pisah,
didiamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu
sama lain.
e. Dibuka tutup corong pisah, lalu dipisahkan air dari minyak dengan
menampung dalam erlenmeyer.
f. Ditentukan kadar metil paraben dalam air menggunakan
spektrofotometer.
g. Dihitung koefisien distribusi.
h.

KELOMPOK 3.B ITA WARDANI


KELARUTAN 1

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Tabel hasil praktikum menentukan kelarutan suatu zat secara
kuantitatif

Replikasi Absorban Konsentrasi (ppm) Konsentrasi (mg/ml)

1 0,35 1998,5 1,9985


2 0,288 1638 1,638
3 0,37 2117,5 2,1175
4 0,34 1942,5 1,9425
5 0,278 1578,5 1,5785

4.1.2 Tabel hasil praktikum pengaruh pelarut campur terhadap


kelarutan zat
Absorba Konstanta Konsentrasi Konsentrasi
Pelarut
n Dielektrik (ppm) (mg/ml)
A 0,288 61,04 4,68 0,00468
B 0,301 60,27 4,9 0,0049
C 0,389 59,5 6,3 0,0063
D 0,490 58,34 8,05 0,00805
E 0,578 59,96 9,5 0,0095

4.1.3 Tabel hasil praktikum menentukan koefisien distribusi suatu zat

Konsentrasi
Absorban C1 /
(ppm) C2 / air
Replikasi minyak
Minya (mg/ml)
Air Air Minyak (mg/ml)
k

1 0,60 0,2 5,3 1,3 0,0053 0,0013

KELOMPOK 3.B ITA WARDANI


KELARUTAN 1

2 0,570 0,23 5 1,6 0,005 0,0016

3 0,610 0,19 5,4 1,2 0,0054 0,0012

4 0,550 0,25 4,8 1,8 0.0048 0,0018

5 0,571 0,229 5,01 1,59 0,00501 0,0494


Perhitungan
1. Menentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif
Dik : a = 0,007
b = 0,06
y = a + bx
Replikasi 1 :
y−a
x= . Vp
b
0 , 35−0,007
x= . 350 kali
0 , 06
= 5,71 . 350 kali
= 1998,5 ppm
1998 ,5
¿ g
1000
= 1,9985 g
Replikasi 2 :
y−a
x= . Vp
b
0,288−0,007
x= . 350 kali
0 , 06
= 4,68 . 350 kali
= 1638 ppm
1638
¿ g
1000

KELOMPOK 3.B ITA WARDANI


KELARUTAN 1

= 1,638 g
Replikasi 3 :
y−a
x= . Vp
b
0 , 37−0,007
x= . 350 kali
0 , 06
= 6,06 . 350 kali
= 2117,5 ppm
2117, 5
¿ g
1000
= 2,1175 g
Replikasi 4 :
y−a
x= . Vp
b
0 , 34−0,007
x= . 350 kali
0 , 06
= 5,55 . 350 kali
= 1942,5 ppm
1942, 5
¿ g
1000
= 1,9425 g
Replikasi 5 :
y−a
x= . Vp
b
0,278−0,007
x= . 350 kali
0 , 06
= 4,51 . 350 kali
= 1578,5 ppm
1578 ,5
¿ g
1000
= 1,5785 g
2. Menentukan kelarutan suatu zat dalam dua cairan yang tidak saling
campur
KELOMPOK 3.B ITA WARDANI
KELARUTAN 1

Dik : a = 0,007
b = 0,06
y−a
x=
b
KD = % air . KD air + % alkohol . KD alkohol + % PG . KD PG
Pelarut A = 0,6 . 80,4 + 0 . 24,3 + 0,4 . 32
= 48,24 + 0 + 12,8
= 61,04
y−a 0,288−0,007
x= = =4 , 68 ppm
b 0 , 06
4 , 68
¿ g=0,00468 g
1000
Pelarut B = 0,6 . 80,4 + 0,1 . 24,3 + 0,3 . 32
= 48,24 + 2,43 + 0,6
= 60, 27
y−a 0,301−0,007
x= = =4 , 9 ppm
b 0 , 06
4,9
¿ g=0,0049 g
1000
Pelarut C = 0,6 . 80,4 + 0,2 . 24,3 + 0,2 . 32
= 48,24 + 4,86 + 6,4
= 59,5
y−a 0,389−0,007
x= = =6 ,3 ppm
b 0 , 06
6,3
¿ g=0,0063 g
1000
Pelarut D = 0,6 . 80,4 + 0,35 . 24,3 + 0,05 . 32
= 48,24 + 8,505 + 1,6
= 58,345
y−a 0,490−0,007
x= = =8 , 05 ppm
b 0 , 06
8 , 05
¿ g=0,00805 g
1000
KELOMPOK 3.B ITA WARDANI
KELARUTAN 1

Pelarut E = 0,6 . 80,4 + 0,4 . 24,3 + 0 . 32


= 48,24 + 9,72 + 0
= 57,96
y−a 0,578−0,007
x= = =9 ,5 ppm
b 0 , 06
9 ,5
¿ g=0,0095 g
1000
3. Menentukan pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan suatu zat
Dik : a = 0,07
b = 0,10
Konsentrasi Air
y−a 0 ,60−0 , 07
Replikasi 1 : x= = =5 , 3 ppm
b 0 , 10
y−a 0,570−0 , 07
Replikasi 2 : x= = =5 ppm
b 0 ,10
y−a 0,610−0 , 07
Replikasi 3 : x= = =5 , 4 ppm
b 0 ,10
y−a 0,550−0 , 07
Replikasi 4 : x= = =4 , 8 ppm
b 0 ,10
y−a 0,571−0 , 07
Replikasi 5 : x= = =5 , 01 ppm
b 0 , 10
Konsentrasi Minyak
y−a 0 ,2−0 , 07
Replikasi 1 : x= = =1 ,3 ppm
b 0 , 10
y−a 0 ,23−0 , 07
Replikasi 2 : x= = =1 , 6 ppm
b 0 , 10
y−a 0 ,19−0 , 07
Replikasi 3 : x= = =1 ,2 ppm
b 0 , 10
y−a 0 ,25−0 , 07
Replikasi 4 : x= = =1 , 8 ppm
b 0 , 10
y−a 0,229−0 , 07
Replikasi 5 : x= = =1 , 59 ppm
b 0 ,10
4.2 Pembahasan

KELOMPOK 3.B ITA WARDANI


KELARUTAN 1

Dalam istilah farmasi, larutan didefinisikan sebagai sediaan “cair yang


mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan
dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaanya,
tidak dimasukkan kedalam golongan produk lainnya”.
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan kelarutan suatu
zat secara kuantitatif, menentukan kelarutan suatu zat dalam dua cairan yang
tidak saling campur, dan menentukan pengaruh pelarut campur terhadap
kelarutan suatu zat.
Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi
zat terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Dalam
menentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif, 100 mg paracetamol
dilarutkan dalam 5 ml air. Kemudian disaring endapan dengan menggunakan
kertas saring. Dihitung berapa banyak paracetamol yang terlarut dalam
masing-masing larutan.
Pada praktikum pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat,
dibuat 100 ml campuran bahan pelarut air, alkohol, dan propilen glikol.
Diambil 5 ml campuran pelarut dan dilarutkan paracetamol sebanyak 100 mg
ke dalam masing-masing campuran pelarut. Kemudian disaring endapan dan
dihitung berapa banyak paracetamol yang terlarut dalam masing-masing
larutan. Kemudian dibuat kurva antara kelarutan paracetamol dengan harga
konstanta dielektrik pelarut campur.
Pada praktikum menentukan koefisien distribusi, dilarutkan 100 mg
metil paraben dalam 50 ml aquades. Kemudian dipipet 25 ml ke dalam corong
pisah dan ditambahkan 25 ml minyak kelapa. Setelah itu dikocok selama
beberapa menit di dalam corong pisah lalu didiamkan selama 10-15 sampai
cairannya memisah satu sama lain. Kemudian dipisahkan air dari minyak
denagn menampung air dalam erlenmeyer lalu dihitung koefisien
distribusinya.
Setelah dilakukan percobaan, diperoleh kelarutan suatu zat secara
kuantitatif, diperoleh konsentrasi paracetamol yang terlarut pada replikasi 1

KELOMPOK 3.B ITA WARDANI


KELARUTAN 1

sebanyak 1,9985 g/ml, replikasi 2 sebanyak 1,638 g/ml, replikasi 3 sebanyak


2,1175 g/ml, replikasi 4 sebanyak 1,9425 g/ml, dan replikasi 5 sebanyak
1,5785 g/ml. Dalam pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat yaitu
paracetamol yang terlarut dalam pelarut campur (Air, minyak, propilen
glikol), diperoleh konstanta dielektrik pada masing-masing pelarut, yaitu;
pelarut A = 61,04, pelarut B = 60,27, pelarut C = 59,5 , pelarut D = 58,34,
dan pelarut E = 59,96. Sedangkan pada praktikum koefisien distribusi
diperoleh konsentrasi air pada replikasi 1 = 5,3 , replikasi 2 = 5 , replikasi 3 =
5,4 , replikasi 4 = 4,8 , dan replikasi 5 = 5,01 , serta konsentrasi minyak pada
replikasi 1 = 1,3 , replikasi 2 = 1,6 , replikasi 3 = 1,2 , replikasi 4 = 1,8 = dan
replikasi 5 = 1,59.

KELOMPOK 3.B ITA WARDANI


KELARUTAN 1

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
 Menurut Farmakope Indonesia, paracetamol agak sukar larut dalam air
(30-100) sedangkan menurut hasil praktikum diperoleh paracetamol sukar
larut dalam bagian air (100-1000).
 Pada pelarut campur, semakin polar absorban, maka kelarutan
paracetamol semakin rendah.
 Metil paraben bersifat lipofilik, sehingga mudah melewati membran.
Sedangkan menurut hasil praktikum, metil paraben bersifat hydrofilik
sehingga sulit melewati membrane.
5.2 Saran
Sebaiknya laboratorium mempernanyak alat-alat yang akan digunakan
dalam praktikum agar praktikum dapat berjalan lebih efisien.
Dan kepada praktikan agar lebih berhati-hati dalam melakukan
praktikum agar tidak terjadi halhal yang tidak diinginkan.

KELOMPOK 3.B ITA WARDANI


KELARUTAN 1

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2016. Pedoman Praktikum Farmasi Fisika. Makassar: Universitas Muslim


Indonesia. (hal. 6)

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI. (hal. XXX – XXXI, XXXII)

Martin, Alfred. dkk. 1993. Farmasi Fisik : Dasar-Dasar Kimia Fisik Dalam Ilmu
Farmasetik Jilid 2. Jakarta: UI Press. (hal. 287, 558, 559, 561, 562, 563, 564,
568, 613, 622, 623)

KELOMPOK 3.B ITA WARDANI

Anda mungkin juga menyukai