“KELARUTAN”
I. Prinsip Percobaan
Suatu zat hanya akan larut pada pelarut yang sesuai dengan kata lain, zat
yang bersifat polar akan larut pada pelarut polar begitupun sebaliknya pada zat
non polar akan larut pada pelarut non polar (Like Dissolve Like).
3.1. Kelarutan
Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-
sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsinya obat baru dapat
di absorpsi setelah zat aktifnya terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha
untuk mempertinggi efek Farmakologi dari sediaaan adalah dengan menaikkan
kelarutan zat aktifnya (Tungandi, 2009).
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat
terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan
dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada
kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut
dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di
dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible.
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun
campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan
bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti
perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada
senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang
benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik
kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang
disebut lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil (Woedepss) (Tungandi,
2009).
Jika kelarutan suatu zat tidak diketahui dengan pasti, kelarutannya dapat
ditunjukkan dengan istilah berikut (Ditjen POM, 1979) :
Jumlah bagian pelarut yang diperlukan
Istilah Kelarutan
untuk melarutkan 1 bagian zat
Sangat mudah larut Kurang dari 1
Mudah larut 1 sampai 10
Larut 10 sampai 30
Agak sukar larut 30 sampai 100
Sukar larut 100 sampai 1000
Sangat sukar larut 1000 sampai 10.000
Praktis tidak larut Lebih dari 10.000
Daya larut suatu zat dalam lain dipengaruhi oleh jenis zat terlarut, jenis zat
pelarut, temperatur dan tekanan, zat-zat dengna struktur kimia yang mirip
umumnya padat juga bercampur baik, sedang yang tidak biasanya sukar bercampur
(Moechtar, 1990).
Daya larut suatu zat dalam lain dipengaruhi oleh jenis zat terlarut, jenis zat
pelarut, temperatur dan tekanan, zat-zat dengna struktur kimia yang mirip
umumnya padat juga bercampur baik, sedang yang tidak biasanya sukar bercampur
(Sukarjo, 1997).
Daya kelarutan suatu zat berkhasiat memegang peranan penting dalam
formulasi suatu sediaan zat. Lebih dari 50% senyawa kimia baru yang ditemukan
saat ini bersifat hidrofobik. Kegunaan secara klinik dari obat-obat hidrofobik
menjadi tikad efesien dengan rendahnya daya kelarutan, dimana akan
mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut didalam tubuh. Kelarutan seuatu
karena kelarutan suatu obat dengan tingkat disolusi obat tersebut sangat berkaitan
(Jufri,dkk, 2004).
Dalam cara pengendapan, analit yang akan ditetapkan diendapkan dari
larutannya dalam bentuk senyawa yang tidak larut atau sukat larut, sehingga tidak
ada yang hilang selama penyaringan, pencucian dan penimbangan. Faktor-faktor
yang menetukan berhasilnya cara pengendapan adalah endapan harus sedemikan
tidak larut, sehingga tidak ada kehilangan yang berarti pada penyaringan. Dalam
kenyataannya, keadaan ini dizikan asalkan banyaknya banyaknya yang masi
tinggal (tika terendapkan) tidak melampaui batas minimum yang dapat ditunjukkan
oleh neraca analitik 0,1 mg ( Gandjar,dkk, 2007).
Secara teori jika pH dinaikkan, maka kelarutannya pun ikut meningkat,
karena selain terbentuk larutan jenuh obat dalam bentuk molekul yang tidak
terionkan (kelarutan intrinsic) juga terlarut obat yang berbentuk ion (Martin,dkk,
1990).
Suhu
Kenaikan temperatur menaikkan kelarutan zat padat yang mengabsorpsi
panas (proses endotermik) apabila dilarutkan. Pengaruh ini sesuai dengan asas Le
Chatelier, yang mengatakan bahwa sistem cenderung menyesuaikan diri sendiri
dengan cara yang sedemikian rupa sehingga akan melawan suatu tantangan
misalnya kenaikan temperatur. Sebaliknya jika proses pelarutan eksoterm yaitu jika
panas dilepaskan, temperatur larutan dan wadah terasa hangat bila disentuh.
Kelarutan dalam hal ini akan turun dengan naiknya temperatur. Zat padat umumnya
termasuk dalam kelompok senyawa yang menyerap panas apabila dilarutkan.
Jenis pelarut
Seringkali zat pelarut lebih larut dalam campuran pelarut daripada dalam
satu pelarut saja. Gejala ini dikenal dengan melarut bersama (kosolvensi) dan
kombinasi pelarut menaikkan kelarutan dari zat terlarut disebut kosolven.
Surfaktan
Jika digunakan surfaktan dalam formulasi obat, maka kecepatan
pelarutan obat tergantung jumlah dan jenis surfaktan yang digunakan. Pada
umumnya dengan adanya penambahan surfaktan dalam suatu formula akan
menambah kecepatan pelarutan bahan obatnya (Lesson dan Cartensen, 1974).
3.1.3. Larutan
Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom
ataupun ion dari dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau
komposisinya dapat berubah. Disebut homogen karena susunanya begitu seragam
sehingga tidak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan
mikroskop optis sekalipun (Tungandi, 2009).
Tabel 5.1.1. Data pengamatan pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan suatu
zat
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
58.58 61.01 63.44 65.87 68.3 80.5
KD
0.1
0.05
0
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 1 2 3 4
Tween 80
VNaOH Konsentrasi
No. pH
Dibutuhkan (mL) Asam Salisilat
1 5 16,3 (N)
0,0815
2 6 15,5 0,0775
3 7 15,2 0,076
4 8 14 0,07
5 9 14,7 0,0735
Pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat
0.085
Konsentrasi Asam Salisilat
0.08
0.075
0.07
0.065
0.06
5 6 7 8 9
pH
5.2. Perhitungan
5.2.1. Pengaruh pelarut campur (kosolven) terhadap kelarutan suatu zat
5.2.1.1. Konstanta Dielektrik
KDalkohol = 25,7
KDpropilglikol = 50
KDpelarutcampur = (%air X KDair) + (%etanol X KDetanol) +
(%propilglikol X KDpropilglikol)
= 80,5 + 0 + 0
= 80,5
= 48,3 + 2,57 + 15
= 65,87
= 48,3 + 5,14 + 10
= 63,44
= 48,3 + 7,71 + 5
= 61,01
= 48,3 + 10,28 + 0
= 58,58
= 48,3 + 0 + 20
= 68,3
Vasam salisilat = 20 mL
VnaOH X NnaOH = Vasam salisilat X Nasam salisilat
V1 . N1 = V2 . N2
1. V1 . N1 = V2 . N2
3,6 . 0,1 = 20 . N2
N2 = 0,018 N
2. V1 . N1 = V2 . N2
15,8 . 0,1 = 20 . N2
N2 = 0,079 N
3. V1 . N1 = V2 . N2
18,1 . 0,1 = 20 . N2
N2 = 0,0905 N
4. V1 . N1 = V2 . N2
19,6 . 0,1 = 20 . N2
N2 = 0,098 N
5. V1 . N1 = V2 . N2
20,9 . 0,1 = 20 . N2
N2 = 0,1045 N
6. V1 . N1 = V2 . N2
16,2 . 0,1 = 20 . N2
N2 = 0,018 N
1. V1 . N1 = V2 . N2
4,6 . 0,1 = 20 . N2
N2 = 0,023 N
2. V1 . N1 = V2 . N2
12 . 0,1 = 20 . N2
N2 = 0,06 N
3. V1 . N1 = V2 . N2
5,6 . 0,1 = 20 . N2
N2 = 0,028 N
4. V1 . N1 = V2 . N2
6 . 0,1 = 20 . N2
N2 = 0,03 N
5. V1 . N1 = V2 . N2
6,7 . 0,1 = 20 . N2
N2 = 0,0335 N
6. V1 . N1 = V2 . N2
9,6 . 0,1 = 20 . N2
N2 = 0,048 N
7. V1 . N1 = V2 . N2
15,3 . 0,1 = 20 . N2
N2 = 0,076 N
8. V1 . N1 = V2 . N2
21,3 . 0,1 = 20 . N2
N2 = 0,106 N
9. V1 . N1 = V2 . N2
24,8 . 0,1 = 20 . N2
N2 = 0,124 N
Vasam salisilat = 20
2. V1 . N1 = V2 . N2
15,5 . 0,1 = 20 . N2
N2 = 0,0775 N
3. V1 . N1 = V2 . N2
15,2 . 0,1 = 20 . N2
N2 = 0,076 N
4. V1 . N1 = V2 . N2
14 . 0,1 = 20 . N2
N2 = 0,07 N
5. V1 . N1 = V2 . N2
14,7 . 0,1 = 20 . N2
N2 = 0,0735 N
VI. Pembahasan
Larutan dapat digolongkan sesuai dengan keadaan terjadinya zat terlarut dan
pelarut, dan karena tiga wujud zat (gas, cair, padat kristal), ada sembilan
kemungkinan sifat campuran homogen antara zat terlarut dan pelarut. Larutan jenuh
adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase
padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang
mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan
untuk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu. Larutan lewat jenuh adalah
suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak
daripada yang seharusnya ada pada temperatur tertentu, terdapat juga zat terlarut
yang tidak larut (Martin. A, 1990).
Surfaktan terdiri dari dua bagian yaitu bagian polar dan non polar, bila
didispersikan dalam air pada konsentrasi rendah akan berkumpul pada permukaan.
Percobaan ini menggunakan lab. Sheaker dalam pengerjaannya dimana asam
salisilat dikocok dengan lab. Sheaker selama 1 jam. Hal ini dimaksudkan agar
didapatkan campuran yang homogen.
Surfaktan yang digunakan pada percobaan ini adalah tween-80 dengan
yaitu dimana surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikkan
kelarutan suatu zat. Dilakukan titrasi pembakuan terhadap larutan baku sekunder
NaOH 0,1 N titrasi yang dilakukan adalah titrasi asam basa yaitu titrasi terhadap
larutan asam salisilat terhadap larutan yang berasal dari basa dengan menggunakan
Indikator fenolftalein berfungsi untuk menentukan titik akhir titrasi yang ditandai
perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda. Dari data hasil
larutan asam salisilat maka semakin besar pula volume NaOH yang dibutuhkan.
dikenal dengan misel dimana misel ini dapat menaikkan kelarutan asam salisilat
yang sukar larut dalam air. Dengan penambahan surfaktan terdiri dua bagian yaitu
bagian polar dan non polar, bila didispersikan dalam air pada konsentrasi rendah,
bagian air.
Pada kurva solubilisasi antar konsentrasi tween 80 dengan zat yang terlarut
tidak terjadi KMK. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor-faktor kesalahan. Baik
praktikum.
1. pH
2. Suhu
3. Jenis Pelarut dan Konstanta Dielektrik
4. Bentuk dan Ukuran Partikel Zat Terlarut
5. Adanya Zat Lain
Cara Meningkatkan Kelarutan suatu zat (solut) dapat ditingkatkan dengan berbagai
cara, antara lain:
Alfred, Martin dkk. 1990. “Farmasi Fisika”. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Washington: The Ind Pharm Techn section of The Acad of Parm Science