Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA FARMASI

OBJEK I : “KELARUTAN ZAT PADAT”

OLEH :

NAMA : SITI ZHARIFAH NAJLA MEHAR

NIM : 1900091

PRODI : D-III IIB

KELOMPOK : 1 (SATU)

TANGGAL PRATIKUM : JUMAT, 13 MARET 2020

DOSEN PENGAMPU : BENNI ISKANDAR, M.Si, Apt

ASISTEN DOSEN :

1. HAMIDA NUR AZRI


2. NIA APRILIA SUHARI
3. YOLANDA MAHARANI
4. JIHAN FAHIRA SASMITO
5. CAHYA PURWANINGSIH

PROGRAM STUDI D-III FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIVERSITAS RIAU

2020
KELARUTAN ZAT PADAT

I. Tujuan Praktikum
- Menentukan klasifikasi kelarutan zat padat
II. Tinjauan Pustaka
Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut
di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan
dalam satuan milimeter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1
gram asam salisilat akan larut dalam 500 ml air. Kelarutan juga dinyatakan dalam
satuan molalitas, molaritas, dan persen (Tungandi,2009).
Pelepasan zat aktif dari bentuk sediannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia
dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsipnya obat baru dapat di absorpsi
setelah zat aktifnya terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk
mempertinggi efek Farmakologi dari sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat
aktifnya (Tungandi,2009).
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut
(solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam
jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan.
Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan
apapun terhadap suatu perlarut. Contohnya adalah etanol di dalam air, sifat ini lebih
dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible. Pelarut pada umumnya
merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang
terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut
seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah
“tak larut” (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun
sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang
terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik keseimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk
menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil
(Woedepss) (Tungandi,2009).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain adalah :
• pH
• temperatur
• jenis pelarut
• bentuk dan ukuran partikel zat
• konstanta dielektrik pelarut
Kelarutan juga tergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan
non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat, maka
zat tersebut larut dalam air. Selain itu, penambahan surfaktan dapat juga
ditambahkan zat-zat pembentuk kompleks untuk menaikkan kelarutan suatu zat,
misalnya penambahan uretan dalam pembuatan injeksi khinin (Tungandi,2009).
Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom ataupun
ion dari dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau komposisinya
dapat berubah. Disebut homogen karena susunannya begitu seragam sehingga tidak
dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis
sekalipun (Tungandi,2009).
Fase larutan dapat berwujud gas, padat ataupun cair. Laruran gas misalnya udara.
Larutan padat misalnya perunggu, amalgam dan paduan logam yang lain. Larutan
cair misalnya air laut, larutan gula dalam air, dan lain-lain. Komponen larutan terdiri
dari pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute) (Tungandi,2009).
Larutan jenuh adalah suatu larutan yang zat terlarutnya berada dalam
kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut) (Sinko,2005).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah pengadukan, suhu,
luas permukaan, viskositas, ukuran partikel, pH larutan, dan polimerfisme (Ditjen
POM, 1979)
Selain faktor diatas penambah surfaktan juga akan mempengaruhi kelarutan.
Surfaktan adalah suatu zat yang digunakan untuk menaikkan kelarutan suatu zat.
Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu polar dan non polar (Ditjen
POM,1979).
Jika kelarutan suatu zat tidak diketahui dengan pasti, kelarutannya dapat
ditunjukkan dengan istilah berikut (Ditjen POM, 1979) :

Jumlah bagian pelarut yang diperlukan


Istilah Kelarutan untk melarutkan 1 bagian zat

Sangat mudah larut Kurang dari 1

Mudah larut 1 sampai 10

Larut 10 sampai 30

Agak sukar larut 30 sampai 100

Sukar larut 100 sampai 1000

Sangat sukar larut 1000 sampai 10.000

Praktis tidak larut Lebih dari 10.000

Daya larut suatu zat dalam lain dipengaruhi oleh jenis zat terlarut, jenis zat
pelarut, temperatur dan tekanan, zat-zat dengna struktur kimia yang mirip umumnya
padat juga bercampur baik, sedang yang tidak biasanya sukar bercampur (Sukarjo,
1997).
Daya kelarutan suatu zat berkhasiat memegang peranan penting dalam formulasi
suatu sediaan zat. Lebih dari 50% senyawa kimia baru yang ditemukan saat ini
bersifat hidrofobik. Kegunaan secara klinik dari obat-obat hidrofobik menjadi tikad
efesien dengan rendahnya daya kelarutan, dimana akan mengakibatkan kecilnya
penetrasi obat tersebut didalam tubuh. Kelarutan seuatu karena kelarutan suatu obat
dengan tingkat disolusi obat tersebut sangat berkaitan (Jufri,dkk, 2004).
Dalam cara pengendapan, analit yang akan ditetapkan diendapkan dari larutannya
dalam bentuk senyawa yang tidak larut atau sukat larut, sehingga tidak ada yang
hilang selama penyaringan, pencucian dan penimbangan. Faktor-faktor yang
menetukan berhasilnya cara pengendapan adalah endapan harus sedemikan tidak
larut, sehingga tidak ada kehilangan yang berarti pada penyaringan. Dalam
kenyataannya, keadaan ini dizikan asalkan banyaknya banyaknya yang masi tinggal
(tika terendapkan) tidak melampaui batas minimum yang dapat ditunjukkan oleh
neraca analitik 0,1 mg ( Gandjar,dkk, 2007).
Secara teori jika pH dinaikkan, maka kelarutannya pun ikut meningkat, karena
selain terbentuk larutan jenuh obat dalam bentuk molekul yang tidak terionkan
(kelarutan intrinsic) juga terlarut obat yang berbentuk ion (Martin,dkk, 1990).
Secara khusus, penentuan kelarutan semu (apperent solubility) asam benzoat
dapat dilakukan dengan metode gravimetri. Gravimetri meruakan cara pemeriksaan
jumlah zat yang paling tua dan paling sederhana dibandingkan dengan cara
pemeriksaan kimia lainnya. Kesederhanaan itu jlas kelihatan karena dalam gravimetri
jumlah zat ditentukan dengan menimbang langsung massa zat yang dipisahkan dari
zat-zat lain (Rivai, 1979).
Proses yang bersifat endotermis dalam satu arah adalah eksoterm dalam arah yang
lain. Karena proses pembentukan larutan dalam proses pengkristalan berlangsung
dengan laju yang sama dengan kesetimbangan maka perubahan-perubahan energi
netto adalah nol. Tetapi jika suhu dinaikkan maka proses akan menyrap kalor. Dalam
hal ini pembentukan larutan lebihdisukai. Segera setelah suhu dinaikkan tidak berapa
pada kesetimbangan karenaada lagi zat yang melarut. Suatu zat yang menyerap kalor
ketika melarut cenderung lebih mudah larut pada suhu tinggi (Klienfelter, 1996).
Pengaruh temperatur dalam kesetimbangan kimia ditentukan dengan Ho. Pada
reaksi endoterm konstanta kesetimabangan akan naik seiring dengan naiknya
temperatur. Pada reaksi eksoterm kontasta kesetimabangan akan turun dengan
naikknya temperatur (Silbey dkk, 1996).
Tipe Larutan
Larutan dapat digolongkan sesuai dengan keadaan terjadinya zat terlarut dan
pelarut, dan karena tiga wujud zat (gas, cair, padat kristal), ada sembilan
kemungkinan sifat campuran homogen antara zat terlarut dan pelarut Larutan jenuh
adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase
padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang
mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan
untuk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu. Larutan lewat jenuh adalah
suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada
yang seharusnya ada pada temperatur tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak
larut (Martin. A, 1990).
III. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Buret
2. Erlemenyer
3. Neraca analitik
4. Spatula
b. Bahan
1. Aquadest
2. Amoxicillin
3. Coffein
4. NaCl
5. NaHCO3
6. Rivanol
7. Sulfadiazine
8. Vitamin B1
IV. Cara Kerja
1. Timbang masing-masing 1 gram zat yang akan ditentukan kelarutannya lalu
masukkan kedalam Erlemenyer.
2. Titrasi zat dengan aquadest/alkohol secara perlahan-lahan sampai zat uji larut.
3. Amati dan catat volume aquadest yang terpakai untuk melarutkan zat tersebut.
4. Kemudian tentukan kelarutannya berdasarkan istilah kelarutan yang terdapat
di Farmakope Indonesia.
V. Hasil dan Pembahasan
a) Hasil
Data
Volume Volume Melarutkan Tipe
No Nama Zat
Aquadest Etanol Farmakope Kelarutan
Indonesia
Air : 1-10 ml Mudah
larut
1. Vitamin B1 2,1 ml 3,3 ml
Etanol : 100- Sukar larut
1000 ml
Air : 10-30 ml Larut
2. NaHCO3 1,6 ml 3,4 ml Etanol : >10.000 Praktis
ml tidak larut
Air : 30-100 ml Agak sukar
3. Rivanol 3,9 ml 3,4 ml
larut
Etanol : 100- Sukar larut
1000 ml
Air : 100-1000 Sukar larut
ml
4. Amoxicillin 0,5 ml 9,8 ml
Etanol : 100- Sukar larut
1000 ml
Air : >10.000 ml Praktis
tidak larut
5. Sulfadiazine 28,1 ml 25,1 ml
Etanol : 30-100 Agak sukar
ml larut
Air : 1-10 ml Mudah
larut
6. NaCl 1,6 ml 10,5 ml
Etanol : 100- Sukar larut
1000 ml
Air : 30-100 ml Agak sukar
larut
7. Coffein 1,7 ml 7,2 ml
Etanol : 30-100 Agak sukat
ml larut

b) Pembahasan
Kelarutan merupakan parameter penting bagi suatu obat dalam mencapai
konsentrasi yng dibutuhkan untuk menghasilkan respon farmakologi. Banyak
obat memiliki kelarutan yang buruk didlam air, padahal obat harus berada
dalam bentuk terlarut ketika akan diabsorpsi, banyak teknik yang telah
dikembangkan untuk peningkatan kelarutan obat meliputi modifikasi fisik,
modifikasi kimia, ataupun teknik larut.
Pada percobaan kali ini mengenai kelarutan zat padat, bahan yang
ditentukan kelarutannya yaitu amoxicillin, coffein, rivanol, vitamin B1 dan
sulfadiadzin yang memiliki kelarutan dalam air dan alkohol yang berbeda-
beda dalam Farmakope Indonesia.
Pada percobaan ini zat padat seperti amoxicillin, coffein, NaCl, NaHCO3,
sulfadiadzin, rivanol dan vitamin B1dilarutkan dalam air dan alkohol.
Kelarutan dari zat pada ini menurut Farmakope Indonesia edisi III berbeda-
beda seperti NaHCO3 (Natrium Bikarbonat) larut dalam air,tetapi praktis tidak
larut dalam alkohol atau seperti vitamin B1 yang mudah larut da;am alkohol
namun sukar larut dalam alkohol.
NaHCO3 (Natrium Bikarbonat) adalah senyawa kimia dengan kelompok
garam. Senyawa ini merupakan Kristal yang sering terdapat dalam bentuk
serbuk natrium bikarbonat larut dalam air namun sukar larut dalam alkohl.
Pada hasil titrasi didapatkan hasil volume aquadest yang terpakai adalah
sebanyak 1,6 ml, sedangkan volume yang didapat pada etanol adalah
sebanyak 3,4 ml.
Sulfadiazin mempunyai warna putih sampai agak kuning, tidak berbau
atau hampir tidak berbau, stabil diudara tetapi pada pencampuran terhadap
cahaya pertahanan larutan menjadi hitam. Kelarutan yaaitu praktis tidak larut
dalam air, mudah lartu dalam atom mineral encer, dalam larutan kalium
hidroksida dalam larutan atom encer, agak sukar larut dalam etanol dan dalam
aseton sukar larut dalam serum manusia pada suhu 37°C. Pada hasil titrasi
yang kami dapatkan hasil volume aquadest yang terpakai adalah sebanyak
28,1 ml sedangkan volume yang terpakai pada etanol adalah sebanyak 25,1
ml.
Amoxicillin merupakan antibiotic berspektrum luas dan merupakan
turunan daru penicillin semi sintetik. Amoxicillin berbentuk serbuk, putih,
praktis tidak larut dalam udara, dalam methanol mengandung tidak kurang
dari pada percobaan kami. Amoxicillin sukar larut dalam air dan sukar larut
dalam dalam alkohol. Pada hasil titrasi volume etanol yang terpakai adalah
sebanyak 9,8 ml sedangkan volume pada aquadest yang terpakai adalah
sebanyak 0,5 ml.
Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi III Natrium Klorida mudah larut
dalam air dan sukar larut dalam alkohol. NaCl dlaam etanol tidak larut. Hal ini
dikarenakan oleh sifat dan struktur yang tidak sama atau berbeda larutan
garam dalam air (NaCl) merupakan larutan elektrolit, yaitu larutan yang dapat
menghantarkan listrik NaCL berwarna cerah dan transparan dan memiliki rasa
asam. Garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat biasanya stabil dan
tidak berbau, sedangkan garam yang berbentuk asam lemah dan basa lemah
lebih berbau karena disebabkan oleh asan konjugasi. NaCl terlarut didalam air
maka air tersebut akan mempunyai nilai atau tingkat konsentrasi yang tinggi
yang dapat mengklibasi kandungan air.
Rivanol adalah senyawa senyawa yang berbentuk serbuk hablur, kuning
tidak berbau, rasa sepat dan pahit, agak sukar larut dalam air. Rivanol berguna
untuk antiseptikum ekstern yaitu antibakteri untuk bagian luar.
Vitamin B1 mudah larut dalam air dan suka larut dalam etanol. Dengan
bentuk hablur kecil atau serbuk hablur putih berdasarkan hasil titrasi
didapatkan pada vitamin B1 volume aquadest yang terpakai adalah sebanyak
2,1 ml kelarutannya sukar larut sehingga volume alkohol yang terpakai lebih
banyak.
Coffein adalah senyawa dikoloid xantina berbentuk Kristal dan berasa
pahit. Coffein memiliki sifat agak sukar larut dalam air dan agak sukat larut
juga dlaam alkohol. Pada hasil titrasi kelompok kami mendapatkan volume
aquadest yang terpakai adalah sebanyak 1,7 ml sedangkan volume etanol yang
terpakai adalah sebanyak 7,2 ml.
Pada percobaan ini zat-zat yang agak sukar larut, sukar larut, sangat sukar
larut, bahkan praktis tidak larut diturunkan jumlah zatnya. Zatyang seharusnya
ditimbang sebanyak 1g, tetapi ditimbang 100 mg. untuk zat yang sukar larut
atau sangat sukar larut. Untuk zat yang praktis tidak larut dalam air atau
alkohol zat ditimbang sebanyak 10 mg untuk menghemat solvent (pelarut)
yang digunakan
Pelarut yang digunakan untuk melarutkan zat uji tersebut adalah aquadest
dan alkohol. Karena aquadest dan alkohol meruapak suatu pelarut yang biasa
digunakan untuk membandingkan tingkat kelarutan suatu zat untuk mengukur
volume pelarut yang digunkan untuk mengukur volume pelarut yang
digunakan untuk melarutkan zat uji dengan menggunakan buret dan dititrasi
dengan pelarut alkohol dan aquadest yang dimasukkan kedalam buret
VI. Kesimpulan
- Kelarutan suatu zat akan bertambah seiring semakin meningkatnya suhu. Hal ini
disebabkan karena semakin tinggi suhu/temperature tumbukan antar partikel-
partikel dimana zat tersebut semakin cepat, sehingga akan mempercepat
terjadinya reaksi (kelarutan).
- Pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat yaitu semakin tinggi pH suatu larutan
maka kelarutan suatu zat semakin tinggi pula.
- Percobaan kali ini menggunakan bahan rivanol, coffein, vitamin B1, NaHCO3,
NaCl, sulfadiazine, amoxicillin.Yang mana tipe kelarutannya mudah larut, larut,
agak sukar larut, sukar larut, dan praktis tidak larut. Yang tidak ada tipe
kelarutannya adalah sangat mudah larut dan sangat sukar larut.
VII. Saran
Sebaiknya praktikan selalu didampingi asisten supaya mengurangi kesalahan yang
terjadi.
VIII. Daftar Pustaka
- Ditjen POM., 1979, “Farmakope Indonesia”, edisi III, Jakarta
- Gandjar, Ibnu Gholib, Abdul Rahman, 2007, ”Kimia Farmasi Analisis”,
Pustaka Pelajar. Yogyakarta
- Jufri, Mahdi, dkk, 2004. Formulasi Gameksan dalam Bentuk Mikroemulsi,
Majalah ilmu kefarmasian.
- Martin, A., 1990, “Farmasi Fisika”, Buku I, UI Press, Jakarta
- Sinko, P. 1990. Farmasi Fisika . Buku II, UI Press, Jakarta
- Tungadi, Robert. 2009.“Penuntun Praktikum Farmasi Fisika“. Jurusan Farmasi
Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo
- Willybrordus Yoga P.A.P., Rini Hendriani. “Review : Teknik Peningkatan
Kelarutan Obat”. Jurnal Vol 14 No 2
Farmaka
Suplemen Volume 14 Nomor 2 288

REVIEW : TEKNIK PENINGKATAN KELARUTAN OBAT

Willybrordus Yoga P.A.P., Rini Hendriani


Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung Sumedang km 21 Jatinangor 45363
willybrordus1908@gmail.com

ABSTRAK

Kelarutan merupakan parameter penting bagi suatu obat dalam mencapai konsentrasi yang
dibutuhkan untuk menghasilkan respon farmakologi. Banyak obat memiliki kelarutan yang
buruk di dalam air, padahal obat harus berada dalam bentuk terlarut ketika akan diabsorpsi.
Banyak teknik yang telah dikembangkan untuk peningkatan kelarutan obat meliputi
modifikasi fisik, modifikasi kimia, ataupun teknik lain.

Kata kunci: Kelarutan, Peningkatan, Obat

ABSTRACT

Solubility is an important parameter in pharmaceutical. The solubility of drugs have a role to


determine concentration to achieve the required pharmacological response. Any drugs to be
absorbed must be in the form of solution. Many techniques have been developed to increase
the solubility which include physical and chemical modification and other method.

Keywords : Solubility, Increase, Drugs

Pendahuluan

Kelarutan merupakan keadaan menghasilkan respon farmakologi (Edward

suatu senyawa baik padat, cair, ataupun dan Li, 2008; Vemula et al., 2010). Obat

gas yang terlarut dalam padatan, cairan, yang memiliki kelarutan rendah dalam air

atau gas yang akan membentuk larutan sering membutuhkan dosis yang tinggi

homogen. Kelarutan tersebut bergantung untuk mencapai konsentrasi terapeutik

pada pelarut yang digunakan serta suhu setelah pemberian oral. Umumnya obat

dan tekanan (Lachman, 1986). Di bidang yang bersifat asam lemah atau basa lemah

farmasi, kelarutan memiliki peran penting memiliki kelarutan terhadap air yang buruk

dalam menentukan bentuk sediaan dan (Savjani et al., 2012).

untuk menentukan konsentrasi yang Pada sepuluh tahun terakhir ini,

dicapai pada sirkulasi sistemik untuk jumlah obat yang memiliki kelarutannya
Farmaka
Suplemen Volume 14 Nomor 2 289

rendah semakin meningkat. Kelarutan obat Dalam review ini akan dijabarkan

ini berkorelasi dengan bioavaibilitas beberapa penelitian tentang berbagai cara

(Speiser, 1988). Umumnya obat dengan dalam meningkatkan kelarutan suatu obat.

kelarutan rendah, memiliki permeabilitas Metode

yang baik sehingga sering digolongkan Untuk review ini, digunakan

dalam kelas II menurut Biopharmaceutics sumber data primer dari internet dengan

Classification System (BCS). Efek negatif menggunakan mesin pencari/search engine

dari obat yang memiliki kelarutan rendah secara online seperti Google, NCBI,

yaitu penyerapan buruk, efektivitas obat Sciencedirect, Researchgate, Portalgaruda.

akan berkurang, dan dosis yang dibutuhkan Penelusuran lebih lanjut dilakukan secara

akan lebih tinggi (Yellela, 2010; Sharma et manual berdasarkan pada daftar pustaka

al., 2009; Kumar et al.,, 2011). yang relevan sehingga didapatkan sumber

Dilakukan pendekatan baru untuk pencarian lain seperti menggunakan e-book

memudahkan dan meningkatkan kelarutan ataupun e-journal. Pustaka dipisahkan

serta laju disolusi obat dengan berbagai berdasarkan kualitas baik secara

cara berupa : perubahan bentuk fisik, internasional ataupun secara nasional yang

perubahan bentuk kimia (Savjani et al., terakreditasi.

2012), penambahan eksipien hidrofilik, Hasil

hingga memodifikasi dan merubah struktur Teknik untuk memperbaiki

zat dengan dijadikan bentuk garamnya kelarutan suatu obat dapat dikategorikan

ataupun dijadikan bentuk kokristalnya ke dalam modifikasi fisik, modifikasi

(Setyawan dkk., 2013) kimia, dan teknik lainnya (Savjani et al.,

2012).
Farmaka
Suplemen Volume 14 Nomor 2 290

Tabel 1.1. Teknik Memperbaiki Kelarutan berdasarkan Modifikasi Fisik, Kimia, dan Teknik

Lain

Teknik Contoh

Modifikasi Fisik / physical modification Pengecilan ukuran partikel (mikronisasi &

nanosuspensi)

Ko-kristal

Solid disperse

Teknik kriogenik

Modifikasi kimia / chemical modification Pembentukan garam

Penggunaan buffer

Perubahan pH

Teknik lain Penggunaan adjuvant (surfaktan)

Penggunaan kosolven

Hydrotrophy

Supercritial Fluid Process

Tabel 1.2. Teknik dan Peningkatan Kelarutan Obat dengan Berbagai Metode

Teknik Metode Kelarutan Referensi

Teknik lain Kombinasi penambahan surfaktan Meningkat (Noviza dkk.,

(Penggunaan Ryoto sugar ester dan kosolven 2015)

Surfaktan) propilen glikol dalam

peningkatan kelarutan

parasetamol

Modifikasi Fisika Pencampuran Kalsium Meningkat (Gozali dkk.,

(Pembentukan Artovastatin dengan Koformer 2014)


Farmaka
Suplemen Volume 14 Nomor 2 291

KoKristal) Isonikotinamid dengan metode

solvent drop grinding

Modifikasi Fisika Pencampuran Didanosin dengan Meningkat (Alatas dkk.,

(Pembentukan koformer nikotinamid 2014)

KoKristal) menggunakan metode slurry dan

pencampuran Didanosin dengan

menggunakan koformer L-arginin

dengan metode solvent

evaporation

Teknik lain Pembentukan kompleks inklusi Meningkat (Indrawati

(Supercritical Fluid Ketoprofen dengan β- dkk., 2013)

Process) Siklodekstrin dengan metode

Karbondioksida Superkritis

Metode Fisika ( Ko- Pembentukan komplek inklusi Meningkat (Widjaja dkk.,

presipitasi) Ketoprofen dengan 2014)

Hidroksipropil β-Siklodekstrin

Modifikasi Fisika Pembentukan mikro-emulsi Meningkat (Qureshi et

(Mikro-emulsi) Lovastatin al., 2015)

Modifikasi Fisika Pembentukan dispersi padat Meningkat (Sharma dan

(Dispersi padat) Carvedilol dengan PVP K30 Jain, 2010)

Modifikasi Fisika Pembentuka disperse padat Meningkat (Patel et al.,

(Dispersi padat) Benfotiamin dengan PVP K30 2012)

dan HPMC E4

Pembahasan ukuran partikel. Mikronisasi dapat

Mikronisasi meningkatkan laju disolusi obat dengan

Mikronisasi merupakan salah satu meningkatkan luas permukaannya. Ukuran

teknik konvensional untuk mengurangi partikel berkurang maka luas permukaan


Farmaka
Suplemen Volume 14 Nomor 2 292

akan meningkat sehingga meningkatkan dapat menggunakan homogenizer

laju disolusinya. Umumnya mikronisasi konvensional, sonikator ataupun high

tidak cocok untuk obat yang memiliki shear fluid processor. Sediaan dibuat

dosis tinggi karena tidak akan mengubah dalam bentuk suspensi kemudian

kejenuhan kelarutan obat tersebut (Blagden dimasukkan kedalam katup dan ditekan

et al., 2007). dengan tekanan tinggi. Sehingga air akan

Nanosuspensi menjadi gelembung dan akan keluar dari

Teknologi nanosuspensi merupakan katup yang memiliki ukuran nanopartikel.

teknik yang efisien untuk obat – obat yang Mekanisme ini dapat memecah partikel

bersifat hidrofobik. Nanosuspensi dapat menjadi ukuran yang lebih kecil. Pada

digunakan untuk obat yang memiliki penggilingan basah, zat disemprotkan

kelarutan yang buruk di dalam air ataupun dengan pelarut organik yang mudah

minyak. Ukuran partikel padat yang menguap kedalam larutan yang dipanaskan

terdistribusi biasanya kurang dari satu sehingga akan terbentuk endapan dengan

mikron dengan ukuran partikel rata – rata adanya surfaktan (Patel et al., 2011).

200nm dan 600nm (Muller et al., 2000). Solid Dispersi

Nanosuspensi dilakukan dengan membuat Solid dispersi / dispersi padat termasuk

zat aktif menjadi nanokristal kemudian salah satu teknik dalam meningkatkan

ditambahkan solven ataupun surfaktan. disolusi, absorpsi dan efek terapi suatu

Nanosuspensi telah diaplikasikan untuk obat. Dispersi padat mengacu kepada

obat oral dan parenteral dan memiliki hasil produk solid yang minimal terdiri atas dua

yang baik. komponen yang berbeda, yang memiliki

Pembuatan nanosuspensi dapat matriks hidrofilik dan hidrofobik. Untuk

dilakukan dengan cara homogenisasi dan senyawa hidrofilik yang umum digunakan

penggilingan basah. Homogenisasi adalah polyvinylpyrrrolidone (PVP), poli

biasanya dilakukan untuk mengurangi etilen glikol (PEG). Surfaktan seperti

ukuran partikel dalam skala industri dan Tween-80 juga dapat digunakan dalam
Farmaka
Suplemen Volume 14 Nomor 2 293

dispersi padat (Savjani et al., 2012). Pada dibawah vakum sehingga akan

penelitian peningkatan kelarutan obat menghasilkan padatan. Metode ini

indometasin dengan menggunakan pertama kali dilakukan dengan

PEG4000 dan Gelucire 50/13 didapatkan menggunakan beta-karoten lipofilik

hasil bahwa stuktur indometasin dengan dengan pvp (Tachibana dan

PEG4000 akan menghasilkan bentuk Nakamura, 1965).

seperti Kristal dan terjadi peningkatan Teknik Kriogenik

disolusi (El-badry et al., 2009). Berbagai Teknik kriogenik telah dikembangkan

teknik dispersi padat digunakan untuk obat untuk meningkatkan kelarutan suatu obat

yang memiliki sifat hidrofobik dengan dengan menciptakan partikel obat

tujuan meningkatkan kelarutan yaitu : berbentuk amorf dengan struktur

a. Hot melt method / metode panas nanopartikel dan memiliki porositas yang

leleh : penggunaan metode ini tinggi dengan kondisi suhu yang sangat

untuk mempersiapkan campuran rendah. Sehingga terbentuk serbuk kering

eutektik yang sederhana. yang dapat diperoleh dari proses

Sulfatiazol dan urea digunakan pengeringan seperti freeze drying

sebagai matriks yang dilelehkan (Leuenberger, 2002).

kemudian didinginkan. Campuran Pembentukan Garam

obat dan pembawa hanya Metode yang paling mudah dan paling

mengalami pemanasan dengan umum untuk dilakukan adalah obat yang

suhu tinggi selama satu menit memiliki sifat asam atau basa diubah

sehingga obat termolabil dapat menjadi bentuk garamnya sehingga

diproses (Sekiguchi dan Noboru, kelarutannya dan laju disolusinya dapat

1961). meningkat seperti aspirin, teofilin dan

b. Solvent evaporation method : Obat barbiturat (Patil dan Sahoo, 2010).

dan pembawa dilarutkan dengan Pengaturan pH

pelarut kemudian pelarut diuapkan


Farmaka
Suplemen Volume 14 Nomor 2 294

Obat dapat ditingkatkan penambahan senyawa asam akan

kelarutannya dalam air dengan adanya meningkatkan kelarutan senyawa yang

pengaturan pH. Penggunaan buffer yang kurang larut dalam air, proses ini disebut

sesuai kapasitas dan tolerabilitas pH sangat salting in sedangkan zat yang menurunkan

penting dalam pengaturan pH. Bila kelarutan disebut salting out. Beberapa

eksipien yang terlarut menyebabkan pH garam dengan jumlah kation dan anion

lingkungan lebih tinggi dibandingkan pKa yang besar memiliki kelarutan yang tinggi

obat asam lemah maka meningkatkan dalam larutan berair. Klasifikasi senyawa

kelarutan obat tersebut (Jain et al., 2004). hidrotrop berdasarkan struktur molekul

Penambahan Surfaktan sangat sulit, karena banyak variasi

Penggunaan surfaktan khususnya senyawa yang memiliki sifat ini seperti

surfaktan non-ionik dapat meningkatkan etanol, alcohol aromatik, alkaloid (kafein

kelarutan obat. Telah dilakukan penelitian dan nikotin) dan surfaktan ionik seperti

terhadap enrofloksasin dengan SDS (Sodium dodecyl sulphate) (Patil dan

menggunakan surfaktan dan kelarutannya Sahoo, 2010).

meningkat hingga 26 kali (Seedher dan Supercritial Fluid Process / Fluida

Agarwal, 2009). Superkritis

Hidrotropi Fluida superkritis yaitu ketika suatu

Hidrotropi merupakan proses zat berada pada suhu dan tekanan yang

pelarutan dengan penambahan sejumlah berada di atas titik termodinamika. Teknik

besar zat terlarut lain untuk meningkatkan Fluida superkritis ini dapat diterapkan

kelarutan zat terlarut yang diinginkan di untuk meningkatkan kelarutan obat. Dalam

dalam air. Senyawa yang bertindak sebagai penelitian ini, disperse padat karbamazepin

agen hidrotropi merupakan senyawa ion dengan PEG4000 di dalam aseton di

garam organik, senyawa asam/basa. sebuah bejana. Kemudian ditambahkan

Senyawa hidrotropi umumnya senyawa ion CO2 superkritis sehingga didapatkan

garam organik, dengan adanya partikel bebas pelarut. Penggunaan gas


Farmaka
Suplemen Volume 14 Nomor 2 295

karbon dioksida ini memiliki keuntungan Kelarutan obat merupakan salah

karena suhunya rendah dan tekanan yang satu tahapan penting dalam absorpsi obat

membuat dapat menarik obat – obat yang di dalam saluran pencernaan. Berbagai

memiliki sifat termolabil, selain itu gas teknik dapat digunakan untuk

karbon dioksida tidak toksik dan murah meningkatkan kelarutan obat. Dapat

(Sareen et al., 2012; Dohrn et al., 2007). digunakan satu metode atau kombinasi

Ko-kristal metode (metode fisika , kimia ataupun

Kokristal merupakan senyawa teknik lain) agar mencapai tujuan

padat yang terdiri atas dua atau lebih formulasi yang lebih baik, bioavaibilitas

komponen padat yang membentuk satu kisi obat yang lebih, mampu untuk mengurangi

kristal yang berbeda dan dihubungkan dosis bahkan mengurangi biaya produksi.

dengan adanya ikatan antar molekul seperti Ucapan Terima Kasih

ikatan hydrogen dan Van der Waals. Dalam menyelesaikan review ini,

Metode kokristal memiliki berbagai penulis menyadari banyak pihak yang telah

keuntungan yaitu tidak akan membantu. Penulis ingin mengucapkan

mempengaruhi farmakologi dan hanya terima kasih kepada Bapak Rizky

mempengaruhi kelarutan, laju disolusi dan Abdullah selaku dosen metodologi dan

kompresibilitas (Zaini dkk., 2011). penelitian, dan kepada teman-teman

Dilakukan penelitian kokristal dengan Farmasi UNPAD 2013 yang telah

menggunakan artovastatin dengan membantu.

isonikotinamid dan memiliki hasil Daftar Pustaka

peningkatan kelarutan sebesar 85.53% Alatas F, Soewandhi SN, Sasongko L.


Kelarutan dan Stabilitas Kimia
selain itu dengan dibentuk kokristal terjadi Kompleks Didanosin Dengan
Nikotinamid Atau L-Arginin. J
peningkatan disolusi sebesar 3.28% Sains Mater Indones.
2014;15(2):94–102.
(Gozali, 2014). Blagden, N., M. de Matas, P.T. Gavan,
dan P.York. Crystal Engineering
Simpulan of Pharmaceutical Ingredient to
Improve Solubility and
Farmaka
Suplemen Volume 14 Nomor 2 296

Dissolution Rates. Elsevier, Leuenberger H. Spray Freeze Drying –


2007;59:617-630. The Process of Choice for Low
Dohrn R., Bertakis E., Behrend O., Water Soluble Drugs? Journal
Voutsas E., Tassios D. Melting of Nanoparticle Research.
Point Depression by Using 2002;4(1):111-119.
Supercritical CO2 for A Novel Muller RH, Jacobs C, Kayser O.
Melt Dispersion Micronization Nanosuspensions for the
Process. J Mol Liq, formulation of poorly soluble
2007;131:53-59. drugs. Pharmaceutical
Edward K.H. dan D.Li. “Solubility” in Emulsions and Suspensions.
Drug Like Properties : Concept, 2000;105:383-407.
Structure, Design, and Methods, Noviza D, Febriyanti N, Umar S.
from ADME to Toxicity Solubilsasi Parasetamol dengan
Optimization. Elsevier.2008;56 Ryoto ® Sugar Ester dan
El-badry Mahmoud, Gihan Fetih, Propilen Glikol. J Sains Farm
Mohamed Fathy. Improvement Klin. 2015;01(02):132–9.
of Solubility and Dissolution Patel SM, Patel RP, Prajapati BG.
Rate of Indomethacin by Solid Solubility enhancement of
Dispersions in Gelucire 50/13 benfotiamine, a lipid derivative
and PEG4000. Saudi of thiamine by solid dispersion
Pharmaceutical Journal. technique. Journal of Pharmacy
2009;17(3):217-225. & Bioallied Sciences.
Gozali Dolih, Husein H.Bahti, Sundani 2012;4:104-S105.
N.Soewandhi, dan Marline Patel, Vishal R., and Y. K. Agrawal.
Abdassah. Pembentukan Nanosuspension: An Approach
Kokristal Antara Kalium to Enhance Solubility of
Atorvastatin dengan Drugs. Journal of Advanced
Isonikotinamid dan Pharmaceutical Technology &
Karakterisasinya. Jurnal Sains Research . 2011;2(2): 81–87.
Materi Indonesia, Patil S.V, dan Sahoo S.K. Pharmaceutical
2014;15(2):103-110. Overview of Spherical
Indrawati S, Rohmah N, Rahmawati Y. Crystallization. Der Pharmacia
Penggunaan Karbondioksida Letter. 2010;2(1):421-426.
Superkritis dalam Pembentukan Qureshi MJ, Mallikarjun C, Kian WG.
Kompleks Inklusi. J Tek Enhancement Of Solubility And
POMITS. 2013;2(1):1–3. Therapeutic Potential Of Poorly
Jain A, Ran Y, Yalkowsky SH. Effect of Soluble Lovastatin By SMEDDS
pH-sodium lauryl sulfate Formulation Adsorbed On
combination on solubilization of Directly Compressed Spray
PG-300995 (an Anti-HIV Dried Magnesium
agent): A technical note. AAPS Aluminometasilicate Liquid
PharmSciTech. 2004;5(3):65-67. Loadable Tablets: A Study In
Kumar A., S. K. Sahoo, K. Padhee, P. S. Diet Induced Hyperlipidemic
Kochar, A. Sathapathy, and N. Rabbits. Asian J Pharm Sci. ;
Pathak. Review on Solubility 2015;10(1):40–56.
Enhancement Techniques for Sareen S, Mathew G, Joseph L.
Hydrophobic Drugs. Pharmacie Improvement In Solubility Of
Globale.2011;3(3): 001–007. Poor Water-Soluble Drugs By
Lachman L., H.Lieberman dan J.N. Solid Dispersion. International
Kanig. The Theory and Practice Journal of Pharmaceutical
of Industrial Pharmacy Edisi ke- Investigation. 2012;2(1):12-17.
3. Amerika Serikat : Lea & Savjani Ketan T., Anuradha K. Gajjar,
Febiger.1986. dan Jignasa K. Savjani. “Drug
Farmaka
Suplemen Volume 14 Nomor 2 297

Solubility: Importance and by Using Water-Soluble


Enhancement Techniques.” Polymers: Dispersion of Beta-
ISRN Carotene by
Pharmaceutics.2012;(2012): Polyvinylpyrralidone. Kolloid-Z.
195727. Polym. 1965;203(2):130-133.
Seedher N, Agarwal P. Various Solvent Vemula V.R., V.Lagishetty, dan
Systems for Solubility S.Lingala. Solubility
Enhancement of Enhancement Techniques.
Enrofloxacin. Indian Journal of International Journal of
Pharmaceutical Sciences. Pharmaceutical Science Review
2009;71(1):82-87. and Research. 2010;5(1):41 –
Sekiguchi Keiji, dan Noboru Obi. Studies 51.
on Absorption of Eutectic Widjaja B, Radjaram A, Utami HW.
Mixture.I. A Comparison of The Studi Kelarutan Dan Disolusi
Behavior of Eutectic Mixture of Kompleks Inklusi Ketoprofen-
Sulfathiazole and that of Hidroksipropil  -Siklodekstrin
Ordinary Sulfathiazole in Man. (Dibuat Dengan Metode
Chem Pharm Bull. 1961;9:866- Kopresipitasi). J Farm dan Ilmu
872. Kefarmasian Indonesia.
Setyawan Dwi, Retno Sari, Helmy Yusuf, 2014;1(1):31–3.
Riesta Primaharinastiti. Yellela, S.R.K. Pharmaceutical
Preparation and Characterization Technologies for Enhancing
of Artesunate-Nicotinamide Oral Bioavability of Poorly
Cocrystal by Solvent Soluble Drugs. Journal of
Evaporation and Slurry Method. Bioequivalence & Bioavaibilit.
Asian Journal of 2010;2(2):28-36.
Pharmaceutical and Clinical Zaini E., A.Halim, S.N.Soewandhi dan
Researc. 2013;7(1):62-65. D.Setiawan. "Peningkatan Laju
Sharma A, Jain CP. Preparation and Pelarutan Trimetoprim Melalui
characterization of solid Metode Ko-Kristalisasi Dengan
dispersions of carvedilol with Nikotinamida." Jurnal Farmasi
PVP K30. Research in Indonesia, 2011;5(4); 205 -212.
Pharmaceutical Sciences.
2010;5(1):49-56.
Sharma D., M. Soni, S. Kumar, and G. D.
Gupta, “Solubility
Enhancement—Eminent Role in
Poorly Soluble Drugs,”
Research Journal of Pharmacy
and Technology. 2009;2(2):220–
224.
Speiser, PP. Poorly soluble drugs: a
challenge in drug delivery. In
Müller RH, Benita S, Böhm B
(eds). Emulsions and
nanosuspensions for the
formulation of poorly soluble
drugs. Medpharm Stuttgart:
Scientific Publishers, pp. 15–28.
1998.
Tachibana T, Nakamura A,. A Method Of
Preparing An Aqueous Colloidal
Dispersion of Organic Materials

Anda mungkin juga menyukai