Anda di halaman 1dari 12

Laporan Praktikum Farmasi Fisika

“ KELARUTAN “

DISUSUN OLEH:

Putik Titian Citra Hening 2218031057


Ressalia Shoumadani Warman 2218031058
Salwa Nurhira 2218031059
Indah Dwi Lestari 2218031060
Karel Khairani Azzahro 2218031061
Elvry Yusantama Siburian 2218031062

LABORATORIUM FARMASI FISIKA


PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2022

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kelarutan merupakan keadaan suatu senyawa baik padat, cair, ataupun gas yang terlarut
dalam padatan, cairan, atau gas yang akan membentuk larutan homogen. Kelarutan tersebut
bergantung pada pelarut yang digunakan serta suhu dan tekanan (Lachman, 1986). Di bidang
farmasi, kelarutan memiliki peran penting dalam menentukan bentuk sediaan dan untuk
menentukan konsentrasi yang dicapai pada sirkulasi sistemik untuk menghasilkan respon
farmakologi (Edward dan Li, 2008; Vemula et al., 2010). Obat yang memiliki kelarutan rendah
dalam air sering membutuhkan dosis yang tinggi untuk mencapai konsentrasi terapeutik setelah
pemberian oral. Umumnya obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah memiliki kelarutan
terhadap air yang buruk (Savjani et al., 2012).

Dilakukan pendekatan baru untuk memudahkan dan meningkatkan kelarutan serta laju
disolusi obat dengan berbagai cara berupa: perubahan bentuk fisik, perubahan bentuk kimia
(Savjani et al., 2012), penambahan eksipien hidrofilik, hingga memodifikasi dan merubah
struktur zat dengan dijadikan bentuk garamnya ataupun dijadikan bentuk kokristalnya (Setyawan
dkk., 2013).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah dengan praktikum ini kita dapat menentukan kelarutan asam benzoat ?
2. Apakah suhu dapat mempengaruhi pada kelarutan asam benzoat ?

1.3 Tujuan Praktikum


1. Mengetahui apakah kita dapat menentukan kelarutan asam benzoat
2. Mengetahui apakah suhu mempengaruhi kelarutan asam benzoate

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam
bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian bobot zat padat
atau 1 bagian volume zat cair larut dalam bagian volume tertentu pelarut. Kelarutan juga
didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada
temperatur tertentu. Kelarutan suatu senyawa tergantung pada sifat fisika kimia zat pelarut dan
zat terlarut, temperatur, pH larutan, tekanan untuk jumlah yang lebih kecil tergantung pada hal
terbaginya zat terlarut. Bila suatu pelarut pada temperatur tertentu melarutkan semua zat terlarut
sampai batas daya melarutkannya larutan ini disebut larutan jenuh (Martin dkk, 1993).

Kelarutan atau solubility (s) adalah kebanyakan senyawa dalam satuan garam yang dapat
membuat jenuh larutan. Jika volume larutan dm3 maka kelarutan itu mempunyai satuan molar
(m) (Martin, 1990). Kelarutan suatu zat didefinisikan sebagai jumlah solut yang dibutuhkan
untuk menghasilkan suatu larutan juneh dalam sejumlah solven. Pada suatu temperatur tertentu
suatu larutan jenuh yang bercampur dengan solut yang tidak terlarut merupakan contoh lain dari
keadaan kesetimbangan dinamik (Mochtar, 1989).

Jika gambar ionik dimasukkan kedalam air, maka banyaknya garam yang dapat larut
dalam sejumlah pelarut tertentu merupakan nilai dari perkalian ion-ion yang bergam dan
merupakan salah stu sifat fisis dari senyawa/garam itu sendiri (Martin, 1990). Banyaknya garam
yang dapat larut dalam sejumlah pelarut disebut kelarutan, jika volume larutan yang dipakai
untuk melarutkan 1 dm3, maka kelarutan garam senyawa tersebut dapat dinyatakan sebagai
kepekaan garam atau senyawa tersebut (Arief, 2003).

Kelarutan suatu gram yang sedikit larut juga tergantung pada konsentrasi dari zat-zat
yang membentuk kompleks dengan kation gram dan hasil hidolisasi seperti dikatakan diatas
adalah suatu contoh yang pereaksi pembentuk kompleksnya yaitu ion hidroksida (Roth,1994).

Telah lazim dikenal dalam bidang kimia bahwa senyawa tidak larut pun tidak memiliki
kelarutan. Oleh karena itu senyawa seperti ini lebih tepat dikatakan sebagai senyawa yang sukar
larut (Anief, 2003).

3
Besarnya kelarutan suatu senyawa adalah jenuh, misalnya senyawa yang bersangkutan
yang larut dalam sejumlah pelarut tertentu dan merupakan larutan yang jenuh yang ada dalam
kesetimbangan dengan bentuk padatnya (Ansel, 1989).

Proses pelarutan suatu bahan dapat digambarkan terjadi dalam 3 tahap (Martin dkk,
1993), tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut :

1. Tahap pertama menyangkut pemindahan suatu molekul zat dari zat terlarut atau
pelepasan satu molekul dari kristal solut pada temperatur tertentu.
2. Tahap kedua menyangkut pembentukan lubang dalam pelarut yang cukup besar untuk
menerima molekul zat terlarut.
3. Tahap ketiga molekul zat terlarut akhirnya ditempatkan dalam lubang pelarut. Lubang
dalam pelarut 2 yang terbentuk, sekarang tertutup.

Jenis-jenis pelarut yang biasanya digunakan untuk melarutkan antara lain (Martin dkk,
1993):

a. Pelarut Polar
b. Pelarut non polar
c. Pelarut Semipolar

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain adalah
(Mirawati, 2007) :
1. Pengaruh pH

Zat aktif yang sering digunakan didalam dunia pengobatan adalah zat organik
yang bersifat asam lemah, kelarutan asam lemah seperti barbiturat dan
sulfonamide dalam akar akan bertambah dengan naiknya pH karena
terbentuknya garam yang mudah larut dalam air. Sedangkan basa-basa organic
seperti alkaloida dan anastetik pada umumnya sukar larut.

1. Pengaruh temperatur

Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung pada temperatur, titik leleh
zat padat, dan panas peleburan molar zat tersebut.

1. Pengaruh jenis pelarut

4
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar akan
melarutkan lebih baik zat-zat polar ionik, begitu juga sebaliknya.

1. Pengaruh konstanta dielektrik

Telah diketahui bahwa kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas
pelarut.

2. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel

Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu zat.
Konfigurasi molekul dan bentuk sediaan susunan kristal juga mempengaruhi.

3. Pengaruh penambahan zat-zat lain

Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikkan kelarutan
suatu zat. Surfaktan mempunyai kecenderungan berasosiasi membentuk agregat
yang dikenal sebagai misel. Selain penambahan surfaktan dapat juga
ditambahkan zat-zat pembentuk kompleks untuk menaikkan kelarutan suatu zat,
misalnya penambahan ureten dalam pembuatan injeksi khirin (Mohtar, 1989).

Kelarutan suatu zat dalam pelarut tertentu diketahui dengan membuat larutan jenuh dari
zat itu pada suhu yang spesifik dan penentuan jumlah zat yang larut pada sejumlah berat tertentu
dan larutan dengan cara analisis kimia (Ansel, 2005).

Kelarutan bergantung juga pada sifat dan konsentrasi zat-zat lain, terutama ion-ion
dalam campuran itu (Hardjaji, 1993)

Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan kelarutan suatu zat (Grant
and Brittain, 1995):

1. Metode agitasi. Solven dan solut zat padat dalam jumlah berlebihan digojog atau diaduk
dalam suatu bejana.
2. Metode kolom alir. Suatu kolom dari gelas atau stainless steel dipak dengan solut zat
padat atau dengan suatu bahan pendukung.
3. Metode sintesis. Sejumlah solut (atau solven yang sudah diketahui jumlahnya) yang
sudah ditimbang ditempatkan dalam wadah yang sesuai kemudian digojog pada suhu
konstan.

5
BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
- Gelas kimia
- Batang pengaduk
- Labu erlenmeyer
- Corong
- Kertas saring
- Cawan penguap
- Oven pengering
- Neraca analitik

3.1.2 Bahan
- Asam benzoat
- Aquades

3.2 Prosedur Kerja


3.2.1 Penentuan kelarutan asam benzoat

1. Timbang 0,3 gram asam benzoat.


2. Masukkan asam benzoat yang telah ditimbang, ke dalam gelas kimia 100 ml,
kemudian tambahkan air suling sebanyak 50 ml. Aduk campuran tersebut selama
2 menit pada suhu kamar
3. Saring campuran tersebut menggunakan kertas saring. Letakkan kertas saring
tersebut ke dalam cawan penguap, kemudian keringkan di dalam oven pada suhu
100°C selama 30 menit.
4. Timbang sisa asam benzoat kering yang tertinggal di atas kertas saring.
5. Hitung kelarutan asam benzoat.

3.2.2 Pengaruh Suhu Pada Kelarutan Asam Benzoat


1. Timbang 0,3 gram asam benzoat.
2. Masukkan asam benzoat yang telah ditimbang, ke dalam gelas kimia 100 ml,
kemudian tambahkan 50 ml air suling suhu kamar. Aduk campuran tersebut
selama 2 menit pada suhu 45°C.
3. Saring campuran tersebut menggunakan kertas saring. Letakkan kertas saring

6
tersebut ke dalam cawan penguap, kemudian keringkan di dalam oven pada
suhu 100°C selama 30 menit.
4. Timbang sisa asam benzoat kering yang tertinggal di atas kertas saring.
5. Hitung kelarutan asam benzoat.
6. Ulangi prosedur tsb dengan melarutkan asam benzoat bersuhu 45 °C.
7. Bandingkan kelarutan asam benzoat pada suhu kamar dan 45°C.
3.2.3 Pengaruh Pelarut Campur terhadap Kelarutan Suatu Zat
1. Buatlah 20 ml campuran bahan pelarut yang tertera pada tabel di bawah ini.
Aquades(% v/v) Propilen glikol(%v/v) Total larutan campuran
10 ml 10 ml 20 ml
14 ml 6 ml 20 ml
18 ml 2 ml 20 ml
20 ml 0 20 ml
2. Ambil 4 ml campuran pelarut, tambahkan asam salisilat sebanyak 0,05 mg ke dalam
masing-masing campuran pelarut. Aduk campuran selama 5 menit.
3. Saring larutan dengan menggunakan kertas saring. Letakkan kertas saring tersebut ke
dalam cawan penguap, kemudian keringkan di dalam oven pada suhu 100°C selama 30
menit.
4. Hitung kelarutan asam salisilat
5. Bandingkan kelarutan asam salisilat pada masing-masing campuran pelarut.
3.2.4

7
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Penentuan kelarutan asam benzoate
Berat kertas saring Zat terlarut (asam Berat asam benzoate Pelarut (air)
benzoat) setelah dilarutkan
1,07 gram 0,3 gram 1,33 gram 50 mL

4.1.2 Pengaruh suhu terhadap kelarutan asam benzoat


Suhu Berat kertas Zat terlarut (asam Berat asam Pelarut (air)
saring benzoat) benzoate setelah
dilarutkan
24° C (suhu 1,07 gram 0,3 gram 0,26 gram 50 mL
kamar)
45° C 1,09 gram 0,3 gram 0,2 gram 50 mL

4.1.3 Perhitungan
 Kelarutan
jumlah zat terlarut
X=
jumlah pelarut
 Suhu kamar
0,04 gr
X 1= = 8 x 10−4 gr/mL
50 mL

 Suhu 45° C
0,1 gr
X 2= = 2 x 10−3 gr/mL
50 mL

4.2 Pembahasan
Pada tanggal 14 Sepetember 2022, kami telah melaksanakan praktikum Farmasi Fisika
dengan topik yaitu kelarutan. Praktikum ini dilaksanakan di gedung C program studi
Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

8
Praktikum ini dilakukan untuk menentukan kelarutan asam benzoate di dalam air dan
untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kelarutan asam benzoate. Pada percobaan yang
pertama yaitu melarutkan asam benzoate didalam air. Setelah hasil saringan benzoate
dikeringkan dan kemudian ditimbang, ditemukan bahwa massa dari asam benzoate
berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa ada asam benzoate yang larut di dalam air. Massa
asam benzoate yang larut yaitu 0,04 gram dan kelarutannya adalah 0,0008 gr/mL.
Pada percobaan yaitu untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kelarutan asam
benzoate. Pelarut 1(air) dengan suhu kamar dan pelarut 2 (air) dengan suhu 45 ° C. Pada
kedua pelarut dilarutkan asam benzoate dengan massa yang sama yaitu 0,3 gram dan waktu
pengadukan yang sama yaitu 2 menit. Setelah disaring dan lalu dikeringkan pada oven
bersuhu 100 derajat Celcius selama 30 menit, ditemukan bahwa tiap tiap massa mengalami
pengurangan. Pada sisa benzoate yang dilarutkan pada suhu kamar didapatkan massa yaitu
0,26 gram yang berarti massa benzoate yang larut dalam air adalah 0,04 gram dengan
kelarutan 0,0008 gr/mL. Sedangkan pada sisa benzoate yang dilarutkan pada suhu 45° C
didapatkan massa yaitu 0,2 gram yang berarti massa benzoate yang larut dalam air adalah
0,1 gram dengan kelarutan yaitu 0,002 gr/mL.
Dari percobaan pertama ditemukan bahwa asam benzoate akan larut sebagian di dalam
air. Dan pada percobaan kedua ditemukan bahwa kelarutan asam benzoate pada air bersuhu
45° C lebih tinggi dibandingkan kelarutan asam benzoate pada suhu kamar. Dari percobaan
tersebut dapat disimpullkan bahwa suhu dapat mempengaruhi tingkat kelarutan asam
benzoate.

9
BAB V

KESIMPULAN

10
DAFTAR PUSTAKA

D.Li., E. K. (2008). “Solubility” Drug Like Properties : Concept, Structure, Design, and
Methods, from ADME to Toxicity Optimization. Elsevier;56.

Lachman L., H. d. (1986). The Theory and Practiceof Industrial Pharmacy Edisi ke-3. Amerika
Serikat: Lea & Febiger.

Savjani Ketan T., A. K. (2012). “Drug Solubility: Importance and Enhancement Techniques.”.
Pharmaceutics.

Setyawan Dwi, R. S. (2013). Preparation and Characterization of Artesunate-Nicotinamide


Cocrystal by Solvent Evaporation and Slurry Method. . Asian Journal of Pharmaceutical
and Clinical Researc;7(1):62-65.

11
LAMPIRAN

12

Anda mungkin juga menyukai