Anda di halaman 1dari 20

KELARUTAN 1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengetahuan mengenai larutan sangat penting sebab sebagian besar
reaksi kimia dan biologis terjadi dalam bentuk cairan, terutama dalam
bentuk larutan dengan suatu pelarut (air). Terdapat berbagai macam
pelarut yang kita ketahui. Pelarut-pelarut tersebut memiliiki sifat dan
komponen yang berbeda-beda ditinjau dari kandungan unsur, kepolaran
dan lain sebagainya. Sehingga ketika ada dua pelarut yang saling
bercampur tidak semua dapat tercampur dengan baik, ada kalanya terpisah
antara pelarut satu dengan yang lain. Namun bagaimana halnya jika kedua
pelarut yang tidak saling bercampur ditambahkan ke dalamnya zat terlarut
yang dapat dilarutkan oleh kedua pelarut yang tidak saling melarutkan.
Untuk dua pelarut yang tidak saling melarutkan, seperti air dan minyak,
ketika dicampurkan akan terbentuk dua fasa yang terpisah. Sehingga ke
dalamnya ditambahkan emulgator yang dapat larut di kedua fasa tersebut.
Dalam bidang farmasi, untuk memilih medium pelarut yang paling
baik untuk obat atau kombinasi obat, akan membantu mengatasi kesulitan-
kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetik,
dan lebih jauh lagi dapat bertindak sebagai standar atau uji kemurnian.
Pengetahuan yang lebih mendetail mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang
berhubungan dengan itu juga memberikan informasi mengenai struktur
obat dan gaya antarmolekul obat. Selain itu, pelepasan zat dari bentuk
sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat kimia dan fisika zat tersebut serta
formulasinya.
Agar suatu obat diabsorpsi, maka obat tersebut mula-mula harus
larut dalam media cairan tempat absorpsi. Sebagai contoh, suatu obat yang
diberikan secara oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat
diabsorpsi sampai partikel-partikel obat larut dalam cairan pada suatu
tempat dalam saluran lambung usus. Pada prinsipnya obat baru dapat
diabsorbsi setelah zat aktifnya telarut dalam cairan usus, sehingga salah

SAINAL ABIDIN A. SULFIANA ARIANI


15020170146
KELARUTAN 1

satu usaha untuk mempertinggi efek farmakologi dari sediaan adalah


dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya.
1.2 Tujuan Praktikum
1. Menentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif.
2. Menentukan kelarutan suatu zat dalam dua larutan yang tidak saling
campur.
3. Menentukan pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan suatu zat.

SAINAL ABIDIN A. SULFIANA ARIANI


15020170146
KELARUTAN 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Umum


Larutan didefinisikan sebagai suatu campuran dari dua atau lebih
komponen yang membentuk suatu disperse molekul yang homogen, yaitu
sistem satu fase, dimana komposisinya dapat bervariasi dengan luas.
Larutan jenuh adalah suatu larutan di mana zat terlarut berada dalam
kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau
hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam
konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan
sempurna pada temperatur tertentu. Larutan lewat jenuh adalah suatu
larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak
daripada yang seharusnya ada pada temperature tertentu, terdapat juga zat
terlarut yang tidak larut (Martin, 1993).
Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai
konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperature tertentu, dan
secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih
zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Like dissolves likes
menyatakan bahwa kelarutan suatu zat pada umumnya dapat diperkirakan
hanya dalam cara kualitatif, setelah mempertibangkan hal-hal seperti
polaritas, tetapan dielektrik, asosiasi, solvasi, tekanan dalam, reaksi asam-
basa, dan faktor-faktor lainnya (Martin, 1993).
Pernyataan kelarutan zat dalam bagian tertentu pelarut adalah
kelarutan pada suhu 20° dan kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa,
1 bagian bobot zat padat atau 1 bagian volume zat cair larut dalam bagian
volume tertentu pelarut. Pernyataan bagian dalam kelarutan berarti bahwa
1 g zat padat atau 1 ml zat cair dalam sejumlah ml pelarut. Jika
kelarutan suatu zat tidak diketahui dengan pasti, kelarutannya dapat
ditunjukkan dengan istilah berikut (Ditjen POM, 1979):

SAINAL ABIDIN A. SULFIANA ARIANI


15020170146
KELARUTAN 1

Jumlah bagian pelarut diperlukan


Istilah kelarutan
untuk melarutkan 1 bagian zat
Sangat mudah larut Kurang dari 1
Mudah larut 1 sampai 10
Larut 10 sampai 30
Agak sukar larut 30 sampai 100
Sukar larut 100 sampai 1000
Sangat sukar larut 1000 sampai 10.000
Praktis tidak larut Lebih dari 10.000

Menurut Farmakope Indonesia, persen konsentrasi dapat


dinyatakan dengan salah satu dari empat cara berikut ini (Ditjen POM,
1979) :
a. Persen bobot per bobot, % b/b, menyatakan jumlah g zat dalam
100 g bahan atau hasil akhir.
b. Persen bobot per volume, % b/v, menyatakan jumlah g zat dalam
100 ml bahan atau hasil akhir.
c. Persen volume per volume, % v/v, menyatakan jumlah ml zat
dalam 100 ml bahan atau hasil akhir.
d. Persen volume per bobot, % v/b, menyatakan jumlah ml zat dalam
100 g bahan atau hasil akhir.
Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari
pelarut, yaitu oleh dipol momennya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut
ionik dan zat polar lain. Sesuai dengan itu, air bercampur dengan alkohol
dalam segala perbandingan dan melarutkan gula dan senyawa polihidroksi
yang lain. Kemampuan zat terlarut membentuk ikatan hidrogen lebih
merupakan factor yang jauh lebih berpengaruh dibandingkan dengan
polaritas yang direfleksikan dalam dipol momen yang tinggi. Sebagai
tambahan, kelarutan zat juga bergantung pada gambaran struktur seperti
perbandingan gugus polar terhadap gugus nonpolar dari molekul (Martin,
1993).

SAINAL ABIDIN A. SULFIANA ARIANI


15020170146
KELARUTAN 1

Aksi pelarut dari cairan nonpolar, seperti hidrokarbon, berbeda


dengan zat polar. Pelarut nonpolar tidak dapat mengurangi gaya tarik-
menarik antara ion-ion elektrolit kuat dan lemah, karena tetapan dielektrik
pelarut yang rendah. Pelarut juga tidak dapat memecahkan ikatan kovalen
dan elektrolit yang berionisasi lemah karena pelarut nonpolar termasuk
dalam golongan pelarut aprotik, dan tidak dapat membentuk jembatan
hidrogen dengan nonelektrolit. Oleh karena itu zat terlarut ionic dan polar
tidak larut atau hanya dapat larut sedikit dalam pelarut nonpolar. Tetapi,
senyawa nonpolar dapat melarutkan zat terlarut nonpolar dengan tekanan
dalam yang sama melalui interaksi dipol induksi (Martin, 1993).
Pelarut semipolar seperti keton dan alkohol dapat menginduksi
suatu derajat polaritas tertentu dalam molekul pelarut nonpolar, sehingga
menjadi dapat larut dalam alkohol. Senyawa semipolar dapat bertindak
sebagai pelarut perantara yang dapat menyebabkan bercampurnya cairan
polar dan nonpolar. Propilen glikol telah terbukti menaikkan kelarutan
timbal-balik dari air dan minyak permen, serta air dan benzyl benzoat
(Martin, 1993).
Interaksi pelarut dalam zat terlarut dikenal sebagai solvasi.
Seringkali zat terlarut lebih larut dalam campuran pelarut daripada satu
pelarut saja. Gejala ini dikenal dengan melarut bersama (cosolvency), dan
pelarut yang dalam kombinasi menaikkan kelarutan zat disebut cosolvent
(Martin, 1993).
Jika C1 dan C2 adalah konsentrasi kesetimbangan zat dalam pelarut 1
dan pelarut2 , persamaan kesetimbangan menjadi
C͐͐ ₁
K=
C₂
Tetapan kesetimbangan K dikenal sebagai perbandingan distribusi,
koefisien distribusi, atau koefisien partisi. Pengetahuan tentang partisi
penting untuk ahli farmasi, karena prinsip ini melibatkan beberapa bidang
ilmu farmasetik. Termasuk disini pengawetan system minyak-air, kerja

SAINAL ABIDIN A. SULFIANA ARIANI


15020170146
KELARUTAN 1

obat pada tempat yang tidak spesifik, absorpsi, dan distribusi obat ke
seluruh tubuh (Martin, 1993).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara
lain adalah pH, suhu, jenis pelarut, bentuk dan ukuran partikel, konstanta
dielektrik bahan pelarut, dan adanya zat-zat lain seperti surfaktan,
pembentuk kompleks, ion sejenis, dll (Anonim, 2016).
2.2 Uraian Bahan
1. Alkohol (Ditjen Pom, 1979)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : alkohol/etanol
Rumus molekul : C2H6O
Berat molekul : 46,00
Bobot jenis : 0,8119–0,8139 gr/mL
Pemerian : cair tak berwarna, jernih, mudah menguap,
dan Mudah bergerak; bau khas; rasa panas,
mudah terbakar dengan memberikan nyala biru
yang Tidak berasap.
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform p
dan dalam eter p
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya; di tempat sejuk; jauh dari nyala api
Kegunaan : zat tambahan
2. Air Suling (Ditjen POM, 1979 : 96)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling/Aquadest
Rumus struktur : H-O-H
Rumus molekul : H2O
Berat molekul :18,02
Bobot jenis :1,00
Pemerian :Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau;Tidak
mempunyai rasa

SAINAL ABIDIN A. SULFIANA ARIANI


15020170146
KELARUTAN 1

Penyimpanan :Dalam wadah tertutup baik.


Kegunaan :Sebagai pelarut
3. Minyak kelapa (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi : Oleum Cocos
Nama lain : Minyak kelapa
BM :0,845 – 0,905 g/ml
Bobot jenis :0,903 g/mL
Pemerian :Cairan jernih; tidak berwarna atau kuning pucat;
bau khas, tidak tengik
Kelarutan :Larut dalam 2 bagian etanol (95%) P pada suhu
600 C sangat mudah larut dalam kloroform P dan
juga mudah larut dalam eter P.
Penyimpanan :Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya,
di tempat sejuk.
Kegunaan :sebagai sampel
4. Propilen glikol (Ditjen POM, 1993 : 712)
Nama resmi : PROPYLENGLYCOLUM
Sinonim : Propilen glikol
RM/BM : C3H8O2 /76,09
Pemerian : cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas,
praktis tidak berbau, menyerap air pada udara
lembab
Kelarutan :dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan
dengan kloroform, larut dalam eter dan beberapa
minyak esensial tetapi tidak dapat bercampur
dengan minyak lemak.
Penyimpanan :Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan :Sebagai pelarut campuran
5. Paracetamol(Dirjen POM, 1979 : 37)
Nama resmi : Acetaminophenum
Sinonim : Asetminofen, Parasetamol

SAINAL ABIDIN A. SULFIANA ARIANI


15020170146
KELARUTAN 1

Rumus molekur : C8H9NO2


Berat molekul : 151,16
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa
Pahit
Kelarutan : Larut dalam 17 bagian air, dalam 7 bagian etanol
(95%) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40
bagian gliserol P dan dalam 9 bagian
propilenglikol p; larut dalam larutan alkali
hidroksida
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
Khasiat : Analgetikum, antipiratikum
2.3 Prosedur Kerja (Anonim, 2018)
a. Menentukan Kelarutan Suatu Zat Secara Kuantitatif
1. Dimasukkan 300 mg paracetamol kedalam 10 ml aquadest lalu di
homogenkan selama 1,5 jam menggunakan stirrer.
2. Jika endapan larut selama dihomogenkan, ditambahkan lagi sejumlah
paracetamol tertentu sampai dipeoleh larutan yang jenuh.
3. Disaring dan ditentukan kadar paacetamol yang larut didalam masing-
masing larutan.
b. Pengaruh Pelarut Campur Terhadap Kelarutan Zat
1. Dibuat 100 ml campuran bahan pelarut A (aquadest + propilen glikol).
2. Diambil 10 ml campuran pelarut dan dimasukkan kedalam vial.
3. Dilarutkan paracetamol sebanyak 100 mg kedalam masing-masing
campuran pelarut.
4. Dihomogenkan larutan menggunakan stirrer selama 1,5 jam. Jika ada
endapan yang larut selama dihomogenkan, lalu ditambahkan lagi
sejumlah tertentu paracetamol sampai diperoleh larutan yang jenuh
kembali.
5. Disaring larutan dan ditentukan kadar paracetamol yang larut dengan
menggunakan spektofotometer.

SAINAL ABIDIN A. SULFIANA ARIANI


15020170146
KELARUTAN 1

6. Dibuat kurva antara kelarutan paracetamol dengan harga konstanta


dielektrik bahan pelarut campur yang ditambahkan.
c. Cara Menentukan Koefisien Distribusi
1. Ditimbang 100 mg metil paraben, lalu dimasukkan kedalam Erlenmeyer
100 ml.
2. Dilarutkan dengan aquadest sampai batas tanda hingga 50 ml.
3. Diambil 25 ml dari larutan tersebut dan dimasukkan kedalam corong
pisah lalu ditambahkan dengan 25 ml minyak kelapa.
4. Dihomogenkan selama beberapa menit didalam corong pish, diamkan
selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain.
5. Dibuka tutup corong pisah, lalu dipisahkan air dari minyak dengan
menampung dalam Erlenmeyer.
6. Ditentukan kadar metil paraben dalam air menggunakan
spektofotometer.
7. Dihitung koefisien distribusi

SAINAL ABIDIN A. SULFIANA ARIANI


15020170146
KELARUTAN 1

BAB 3 METODE KERJA

3.1 Alat Dan Bahan


3.1.1 Alat Yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah vial 10
ml, timbangan analitik, magnetic stirrer, stirrer, membran holder,
kuvet, spektrofotometer, botol semprot, mikropipet, tip, erlenmeyer
100 ml, gelas ukur 50 ml, gelas ukur 10 ml, dan corong pisah.
3.1.2 Bahan Yang Digunakan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
aquades, paracetamol, Alkohol 96%, propilen glikol, dan minyak
kelapa.
3.2 Cara Kerja
1. Menentukan Kelarutan Suatu Zat Secara Kuantitatif
a. Dimasukkan 100 mg paracetamol dalam 5 ml air dan kocok selama
1,5 jam dengan stirrer, jika ada endapan yang larut selama
pengocokan ditambahkan lagi sejumlah paracetamol sampai
diperoleh larutan yang jenuh.
b. Disaring dan ditentukan kadar paracetamol yang larut dalam
masing-masing larutan.
2. Pengaruh Pelarut Campur Terhadap Kelarutan Zat
a. Dibuat 100 ml campuran bahan pelarut yang tertera pada tabel di
bawah ini.

Propilen Glikol %
Pelarut Air % (v/v) Alkohol 96% (v/v)
(v/v)
A 60 0 40
B 60 10 30
C 60 20 20
D 60 35 5
E 60 40 0

SAINAL ABIDIN A. SULFIANA ARIANI


15020170146
KELARUTAN 1

b. Diambil 5 ml campuran pelarut dimasukkan ke dalam vial,


dilarutkan pacetamol sebanyak 100 mg ke dalam masing-masing
campuran pelarut.
c. Dikocok larutan dengan stirrer selama 1,5 jam. Jika ada endapan
yang larut selama pengocokan ditambahkan lagi sejumlah tertentu
paracetamol sampai diperoleh larutan yang jenuh kembali.
d. Disaring larutan dan ditentukan kadar paracetamol yang larut
dengan menggunakan spektrofotometer.
e. Dibuat kurva antara kelarutan paracetamol dengan harga konstanta
dielektrik bahan pelarut campur yang ditanbahkan.
3. Cara Menentukan Koefisien Distribusi
a. Ditimbang 100 mg metil paraben, lalu dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 100 ml.
b. Dilarutkan dengan aquades, kemudian dicukupkan volume larutan
hingga 50 ml dengan aquades.
c. Diambil 25 ml dari larutan tersebut, dimasukkan dalam corong
pisah, dan ditambahkan dengan 25 ml minyak kelapa.
d. Dikocok selama beberapa menit campuran di dalam corong pisah,
didiamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu
sama lain.
e. Dibuka tutup corong pisah, lalu dipisahkan air dari minyak dengan
menampung dalam erlenmeyer.
f. Ditentukan kadar metil paraben dalam air menggunakan
spektrofotometer.
g. Dihitung koefisien distribusi.
h.

SAINAL ABIDIN A. SULFIANA ARIANI


15020170146
KELARUTAN 1

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
a. Penentuan kelarutan suatu zat secara kuantitatif
1 gram
Kelarutan = (Sukar Larut)
331, 56 ml
b. Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
 Pelarut A : 0,0009 ppm
 Pelarut B : 0,000682 ppm
 Pelarut C : 0,000955 ppm
 Pelarut D : 0,0001305 ppm
 Pelarut E : 0,00023 ppm
c. Penentuan koefisien distribusi
K = 328.406,225
4.2 Pembahasan
Larutan merupakan suatu campuran yang terdiri dari dua atau lebih zat
(dalam kimia). Zat yang jumlahnya lebih sedikit yang ada didalam larutan itu
(zat) dinamakan solut atau terlarut, sedangkan zat yang memiliki jumlah zat
lebih banyak dibandingkan dengan zat-zat lain dalam larutan juga disebut
solven atau pelarut.
Molekul komponen larutan yang berinteraksi secara langsung dalam
keadaan tercampur. Proses pelarutan, tarikan antar partikel komponen murni
terpecah serta tergantikan dengan tarikan antara pelarut dengan zat terlarut.
Yang utamanya bila pelarut dan zat terlarut sama-sama polar, hal tersebut akan
terbentuk suatu struktur zat pelarut mengelilingi zat terlarut; hal tersebut
memungkinkan interaksi antara zar terlarut dan pelarut tetap stabil. Jika
komponen zat terlarut ditambahkan terus menerus kedalam pelarut, maka pada
suatu titik komponen yang ditambah tidak akan dapat larut lagi. Jumlah zat
terlarut dalam larutan itu ialah maksimal, serta larutannya disebut dengan
larutan jenuh. Titik tercapai keadaan jenuh larutan sengat dipengaruhi oleh
berbagai fakor lingkungan, yaitu, suhu, kontaminasi, serta tekanan.

SAINAL ABIDIN A. SULFIANA ARIANI


15020170146
KELARUTAN 1

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah menentukan kelarutan suatu zat
secara kuantitatif, menentukan kelarutan suatu zat dalam dua cairan yang tidak
saling bercampur, dan menentukan pengaruh pelarut campur terhadap
kelarutan suatu zat.
Adapun pada pecobaan menentukan kelarutan zat secara kuantitatif bahan
yang digunakan adalah paracetamol sebanyak 300 mg dan 10 mL air.
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kelakarutan paracetamol di dalam
pelarut air. Dimana hal ini diumpamakan sebagai proses kelarutan paracetamol
di dalam tubuh kita.
Pada percobaan kedua, yaitu pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan,
sampel yang kami gunakan adalah pelarut campur (6 mL air dan 4 mL alkohol
96%), dan paracetamol. Pada percobaan ini dapat disimpulkan bahwa pelarut
dengan nilai terbesar adalah pelarut C dimana jumlah alkohol dan
propilglikolnya sama. Sedangkan jumlah pelarut terkecil yaitu pada pelarut A
dimana pada pelarut A hanya ada 4 mL propilglikol dan 6 mL air. Dapat
disimpulkan bahwa jumlah alkohol dan propilenglikol yang digunakan akan
mempengaruhi sedikit banyaknya parasetamol yang dapat larut.
Pada percobaan ketiga, yaitu menentukan koefisien distribusi, sampel 100
mg metil paraben, kami ganti dengan menggunakan 50 mg paracetamol, yang
kemudian kami larutkan dalam 25 mL air dan kami tambahkan dengan 25 mL
minyak kelapa. Minyak kelapa kami gunakan sebagai perumpamaan lemak di
dalam tubuh. Sehingga pada percobaan ini kami dapat mengetahui cara kerja
air dan minyak dalam melarutkan obat dalam tubuh.

SAINAL ABIDIN A. SULFIANA ARIANI


15020170146
KELARUTAN 1

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
 Menurut Farmakope Indonesia, paracetamol agak sukar larut dalam air
(30-100) sedangkan menurut hasil praktikum diperoleh paracetamol
sukar larut dalam bagian air (100-1000).
 Pada pelarut campur, semakin polar absorban, maka kelarutan
paracetamol semakin rendah.
 Metil paraben bersifat lipofilik, sehingga mudah melewati membran.
Sedangkan menurut hasil praktikum, metil paraben bersifat hydrofilik
sehingga sulit melewati membrane.
5.2 Saran
Sebaiknya laboratorium mempernanyak alat-alat yang akan
digunakan dalam praktikum agar praktikum dapat berjalan lebih efisien.
Dan kepada praktikan agar lebih berhati-hati dalam melakukan
praktikum agar tidak terjadi halhal yang tidak diinginkan.

SAINAL ABIDIN A. SULFIANA ARIANI


15020170146
KELARUTAN 1

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2016. Pedoman Praktikum Farmasi Fisika. Makassar: Universitas


Muslim Indonesia. (hal. 6)

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI. (hal. XXX – XXXI, XXXII)

Martin, Alfred. dkk. 1993. Farmasi Fisik : Dasar-Dasar Kimia Fisik Dalam Ilmu
Farmasetik Jilid 2. Jakarta: UI Press. (hal. 287, 558, 559, 561, 562, 563,
564, 568, 613, 622, 623)

SAINAL ABIDIN A. SULFIANA ARIANI


15020170146
KELARUTAN 1

LAMPIRAN
A. Skema Kerja
1. Kelarutan Suatu Zat Secara Kuantitatif

Siapkan alat dan bahan

Timbang 100 mg
parasetamol,dan ukur
aquadest 5 ml

Masukkan ke dalam vial 5 ml

Kocok menggunakan stirrer


selama 1 jam

Saring dan tentukan kadar


parasetamol

2. Pengaruh Pelarut Campur Terhadap Kelarutan Zat

Dibuat pelarut campur : aquadest 6 mL,


dan propilenglikol 4mL

Diambil 5 mL, masukkan kedalam vial

Ditimbang parasetamol sebanyak 100


mg, masukkan ke dalam vial berisi
larutan campur

SAINAL ABIDIN A. SULFIANA ARIANI


15020170146
KELARUTAN 1

Kocok menggunakan stirrer selama 1 jam

Saring larutan dan tentukan kadar


parasetamol

3. Penentuan Koefisien Distribusi

Siapkan alat dan bahan

Timbang 100 mL paracetamol kemudian


dilarutkan dengan 50 mL aquadest

Masukkan ke dalam corong


pisah

Ukur 50 mL minyak kelapa, masukkan ke


dalam corong pisah

Kocok selama 10 menit

Kemudian diamkan selama 10-


15 menit. Pisahkan air dan
minyak

Tentukan kadar parasetamol


dalam air

B. Perhitungan

SAINAL ABIDIN A. SULFIANA ARIANI


15020170146
KELARUTAN 1

Ppm Absorbansi
2 0,159
4 0,274
6 0,399
8 0,530
10 0,655
12 0,787
a : 0,025 b : 0,06 r : 0,99
Absorban Konsentrasi
0,156 4
0,254 6
0,349 8
0,422 10
0,529 12
0,617 14

a : - 0,02 b : 0,04 r : 0,99


a. Penentuan kelarutan suatu zat secara kuantitatif
y = 0,482
a = 0,025
b = 0,06
r = 0,99
10 10
Fp = x = 2.525,25
0 ,12 0 ,33
y−a
X1 = x Fp
b
0,482−0,025
=
0 , 06 x 2.525 , 25
= 3,016 x 10-3
= 0,003016 ppm
0,0003016 gram 331, 56
= x
ml 331, 56

SAINAL ABIDIN A. SULFIANA ARIANI


15020170146
KELARUTAN 1

1 gram
=
331, 56 ml
1 gram
Kelarutan = ( Sukar Larut)
331, 56 ml
b. Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
a = -0,02
b = 0,04
r = 0,99
y = a + bx
y−a
x= x Fp
b
 Konsentrasi A
y−a
Xa = x Fp
b
0,160+0 , 02
=
0 , 04 x 5000
= 9 x 10-4 = 0.0009 ppm
 Konsentrasi B
y−a
Xa = x Fp
b
0,321+ 0 , 02
=
0 , 04 x 12.500
= 6,28 x 10-4 = 0,000682 ppm
 Konsentasi C
y−a
Xa =
b
0,253+ 0 , 02
=
0 , 04 x 7142 , 85
= 9,55 x 10-4 = 0,000955 ppm
 Konsentrasi D
y−a
X=
b
0,241+ 0 , 02
=
0 , 04 x 50.000

SAINAL ABIDIN A. SULFIANA ARIANI


15020170146
KELARUTAN 1

= 1,305 x 10-4 = 0,0001305 ppm

 Konsentrasi E
y−a
X=
b
0,211+0 ,02
=
0 , 04 x 25.000
= 2,3 x 10-4 = 0,00023 ppm
c. Penentuan koefisien distribusi
y = 0,431
a = 0,025
b = 0,06
r = 0,99
10 10
Fp = x = 1.111,11
1, 66 0 , 06
y−a
X1 = x Fp
b
0,431−0,025
=
0 , 06 x 1.111 ,11
= 6,09 x 10-3
= 0,00609 ppm
0,00609 mg
C2 = x 50 ml
1000 ml
= 3,045 x 10-4
= 0,0003045 mg
C1 = 100 – 0,0003045
= 99,99 mg
C1 99 , 99
K = = = 328.406,225
C 2 0,0003045

SAINAL ABIDIN A. SULFIANA ARIANI


15020170146

Anda mungkin juga menyukai