BAB 1 PENDAHULUAN
obat pada tempat yang tidak spesifik, absorpsi, dan distribusi obat ke
seluruh tubuh (Martin, 1993).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara
lain adalah pH, suhu, jenis pelarut, bentuk dan ukuran partikel, konstanta
dielektrik bahan pelarut, dan adanya zat-zat lain seperti surfaktan,
pembentuk kompleks, ion sejenis, dll (Anonim, 2016).
2.2 Uraian Bahan
1. Alkohol (Ditjen Pom, 1979)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : alkohol/etanol
Rumus molekul : C2H6O
Berat molekul : 46,00
Bobot jenis : 0,8119–0,8139 gr/mL
Pemerian : cair tak berwarna, jernih, mudah menguap,
dan Mudah bergerak; bau khas; rasa panas,
mudah terbakar dengan memberikan nyala biru
yang Tidak berasap.
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform p
dan dalam eter p
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya; di tempat sejuk; jauh dari nyala api
Kegunaan : zat tambahan
2. Air Suling (Ditjen POM, 1979 : 96)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling/Aquadest
Rumus struktur : H-O-H
Rumus molekul : H2O
Berat molekul :18,02
Bobot jenis :1,00
Pemerian :Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau;Tidak
mempunyai rasa
Propilen Glikol %
Pelarut Air % (v/v) Alkohol 96% (v/v)
(v/v)
A 60 0 40
B 60 10 30
C 60 20 20
D 60 35 5
E 60 40 0
4.1 Hasil
a. Penentuan kelarutan suatu zat secara kuantitatif
1 gram
Kelarutan = (Sukar Larut)
331, 56 ml
b. Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
Pelarut A : 0,0009 ppm
Pelarut B : 0,000682 ppm
Pelarut C : 0,000955 ppm
Pelarut D : 0,0001305 ppm
Pelarut E : 0,00023 ppm
c. Penentuan koefisien distribusi
K = 328.406,225
4.2 Pembahasan
Larutan merupakan suatu campuran yang terdiri dari dua atau lebih zat
(dalam kimia). Zat yang jumlahnya lebih sedikit yang ada didalam larutan itu
(zat) dinamakan solut atau terlarut, sedangkan zat yang memiliki jumlah zat
lebih banyak dibandingkan dengan zat-zat lain dalam larutan juga disebut
solven atau pelarut.
Molekul komponen larutan yang berinteraksi secara langsung dalam
keadaan tercampur. Proses pelarutan, tarikan antar partikel komponen murni
terpecah serta tergantikan dengan tarikan antara pelarut dengan zat terlarut.
Yang utamanya bila pelarut dan zat terlarut sama-sama polar, hal tersebut akan
terbentuk suatu struktur zat pelarut mengelilingi zat terlarut; hal tersebut
memungkinkan interaksi antara zar terlarut dan pelarut tetap stabil. Jika
komponen zat terlarut ditambahkan terus menerus kedalam pelarut, maka pada
suatu titik komponen yang ditambah tidak akan dapat larut lagi. Jumlah zat
terlarut dalam larutan itu ialah maksimal, serta larutannya disebut dengan
larutan jenuh. Titik tercapai keadaan jenuh larutan sengat dipengaruhi oleh
berbagai fakor lingkungan, yaitu, suhu, kontaminasi, serta tekanan.
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah menentukan kelarutan suatu zat
secara kuantitatif, menentukan kelarutan suatu zat dalam dua cairan yang tidak
saling bercampur, dan menentukan pengaruh pelarut campur terhadap
kelarutan suatu zat.
Adapun pada pecobaan menentukan kelarutan zat secara kuantitatif bahan
yang digunakan adalah paracetamol sebanyak 300 mg dan 10 mL air.
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kelakarutan paracetamol di dalam
pelarut air. Dimana hal ini diumpamakan sebagai proses kelarutan paracetamol
di dalam tubuh kita.
Pada percobaan kedua, yaitu pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan,
sampel yang kami gunakan adalah pelarut campur (6 mL air dan 4 mL alkohol
96%), dan paracetamol. Pada percobaan ini dapat disimpulkan bahwa pelarut
dengan nilai terbesar adalah pelarut C dimana jumlah alkohol dan
propilglikolnya sama. Sedangkan jumlah pelarut terkecil yaitu pada pelarut A
dimana pada pelarut A hanya ada 4 mL propilglikol dan 6 mL air. Dapat
disimpulkan bahwa jumlah alkohol dan propilenglikol yang digunakan akan
mempengaruhi sedikit banyaknya parasetamol yang dapat larut.
Pada percobaan ketiga, yaitu menentukan koefisien distribusi, sampel 100
mg metil paraben, kami ganti dengan menggunakan 50 mg paracetamol, yang
kemudian kami larutkan dalam 25 mL air dan kami tambahkan dengan 25 mL
minyak kelapa. Minyak kelapa kami gunakan sebagai perumpamaan lemak di
dalam tubuh. Sehingga pada percobaan ini kami dapat mengetahui cara kerja
air dan minyak dalam melarutkan obat dalam tubuh.
5.1 Kesimpulan
Menurut Farmakope Indonesia, paracetamol agak sukar larut dalam air
(30-100) sedangkan menurut hasil praktikum diperoleh paracetamol
sukar larut dalam bagian air (100-1000).
Pada pelarut campur, semakin polar absorban, maka kelarutan
paracetamol semakin rendah.
Metil paraben bersifat lipofilik, sehingga mudah melewati membran.
Sedangkan menurut hasil praktikum, metil paraben bersifat hydrofilik
sehingga sulit melewati membrane.
5.2 Saran
Sebaiknya laboratorium mempernanyak alat-alat yang akan
digunakan dalam praktikum agar praktikum dapat berjalan lebih efisien.
Dan kepada praktikan agar lebih berhati-hati dalam melakukan
praktikum agar tidak terjadi halhal yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Martin, Alfred. dkk. 1993. Farmasi Fisik : Dasar-Dasar Kimia Fisik Dalam Ilmu
Farmasetik Jilid 2. Jakarta: UI Press. (hal. 287, 558, 559, 561, 562, 563,
564, 568, 613, 622, 623)
LAMPIRAN
A. Skema Kerja
1. Kelarutan Suatu Zat Secara Kuantitatif
Timbang 100 mg
parasetamol,dan ukur
aquadest 5 ml
B. Perhitungan
Ppm Absorbansi
2 0,159
4 0,274
6 0,399
8 0,530
10 0,655
12 0,787
a : 0,025 b : 0,06 r : 0,99
Absorban Konsentrasi
0,156 4
0,254 6
0,349 8
0,422 10
0,529 12
0,617 14
1 gram
=
331, 56 ml
1 gram
Kelarutan = ( Sukar Larut)
331, 56 ml
b. Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
a = -0,02
b = 0,04
r = 0,99
y = a + bx
y−a
x= x Fp
b
Konsentrasi A
y−a
Xa = x Fp
b
0,160+0 , 02
=
0 , 04 x 5000
= 9 x 10-4 = 0.0009 ppm
Konsentrasi B
y−a
Xa = x Fp
b
0,321+ 0 , 02
=
0 , 04 x 12.500
= 6,28 x 10-4 = 0,000682 ppm
Konsentasi C
y−a
Xa =
b
0,253+ 0 , 02
=
0 , 04 x 7142 , 85
= 9,55 x 10-4 = 0,000955 ppm
Konsentrasi D
y−a
X=
b
0,241+ 0 , 02
=
0 , 04 x 50.000
Konsentrasi E
y−a
X=
b
0,211+0 ,02
=
0 , 04 x 25.000
= 2,3 x 10-4 = 0,00023 ppm
c. Penentuan koefisien distribusi
y = 0,431
a = 0,025
b = 0,06
r = 0,99
10 10
Fp = x = 1.111,11
1, 66 0 , 06
y−a
X1 = x Fp
b
0,431−0,025
=
0 , 06 x 1.111 ,11
= 6,09 x 10-3
= 0,00609 ppm
0,00609 mg
C2 = x 50 ml
1000 ml
= 3,045 x 10-4
= 0,0003045 mg
C1 = 100 – 0,0003045
= 99,99 mg
C1 99 , 99
K = = = 328.406,225
C 2 0,0003045