Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Menurut Pujiati (2013:1), farmasi dalam bahasa Yunani disebut Farmakon
(medika dan obat). Farmasi sendiri berarti seni dan ilmu dalam penyediaan bahan
sumber alam dan bahan sintetis yang sesuai untuk didistribusikan dan digunakan
dalam pengobatan dan pencegahan suatu penyakit. Dalam dunia farmasi terdapat
beberapa bidang didalamnya salah satunya adalah farmasi fisika.
Farmasi fisika merupakan suatu ilmu yang menggabungkan antara ilmu
Fisika dengan ilmu Farmasi. Ilmu Fisika mempelajari tentang sifat-sifat fisika
suatu zat baik berupa sifat molekul maupun tentang sifat turunan suatu zat.
Sedangkan ilmu Farmasi adalah ilmu tentang obat-obat yang mempelajari cara
membuat, memformulasi senyawa obat menjadi sebuah sediaan jadi yang dapat
beredar di pasaran. Jadi Farmasi fisika adalah ilmu yang mempelajari tentang
analisis kualitatif serta kuantitatif senyawa organik dan anorganik yang
berhubungan dengan sifat fisiknya. Dalam ilmu farmasi fisika dapat mempelajari
cara membuat sediaan farmasi yang baik dan luas. Artinya semua aspek harus
diperhatikan untuk keselamatan pasien. Untuk itu seorang farmasis harus
mengetahui sifat-sifat zat aktif maupun bahan pembantu agar dapat
dikombinasikan sehingga menjadi suatu sediaan farmasi yang aman, berkhasiat,
dan berkualitas. Dan salah satu yang dipelajari dalam farmasi fisika yaitu
kelarutan dan koefisien distribusi
Koefisien distribusi adalah suatu perbandingan dimana suatu senyawa
terdistribusi ke dalam senyawa yang tidak saling bercampur, dimana hal ini
bergantung pada interaksi fisika dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut.
Kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut di dalam larutan
jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu.
Fenomena distribusi merupakan salah satu hal yang penting bagi seorang
farmasis, ditambah berbagai faktor yang mempengaruhi cabang ilmu tersebut.
Lebih khusus pengaruhnya terhadap distribusi obat di dalam tubuh manusia. Hal-
hal yang termasuk didalam koefisien partisi adalah kerja obat /organ target serta
1
distribusi dan absorbsinya keseluruh bagian tubuh sampai memberikan efek
terapeutik.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan praktikum farmasi
fisika dengan percobaan kelarutan dan koefiesien ditribusi ini, mengingat
pentingnya pengetahuan kelarutan dan koefisien suatu obat sehingga dapat
mencapai efeknya didalam tubuh.
1.2 Maksud Percobaan
Adapun maksud dari praktikum percobaan kelarutan dan koefisien
distribusi diantaranya
1. Mengetahui dan memahami pengaruh kelarutan dan koefisien distribusi zat
aktif dalam tubuh.
2. Mengetahui dan memahami prinsip kelarutan dan koefisien distribusi suatu
zat.
1.3 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum percobaan kelarutan dan koefisien distribusi
diantaranya
1. Agar mahasiswa dapat memahami pengaruh kelarutan dan koefisien
distribusi zat aktif dalam tubuh.
2. Agar mahasiswa dapat memahami prinsip kelarutan dan koefisien
distribusi suatu zat.
1.4 Prinsip percobaan
Penentuan kelarutan dari asam salisilat dan paracetamol pada suhu kamar,
dan suhu panas dengan cara melarutkan, menyaring, mengeringkan dan
menimbang residu zat yang tidak larut dan penentuan koefisien distribusi
paracetamol dan asam salisilat dalam pelarut air dan minyak berdasarkan
perbandingan kelarutan suatu zat dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur
yang dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,1 N yang ditandai dengan perubahan
warna dari tidak berwarna menjadi merah muda dengan bantuan indikator
fenoftalein.

.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Kelarutan
Suatu larutan terdiri dari dua komponen yang penting. Salah satu
komponennya mengandung jumlah yang lebih banyak biasanya disebut dengan
pelarutatau Solven. Sedangkan komponen lainnya kandungannya lebih sedikit
yang disebutdengan zat terlarut atauSolut (Yazid, 2005).
Sebuah larutan yang mengandung sedikitzat terlarut dikatakan encer,
sementara jika jumlah kandungan zat terlarut lebih besarmaka dikatakan pekat.
Larutan pekat dapat diencerkan dengan menambahkan pelarut,sebaliknya larutan
encer dibuat pekat dengan menguapkan pelarut (McCoy, 1920).
Tingkat kelarutan didefinisikan dengan seberapa banyak zat terlarut yang
terlarut hingga keadaan jenuh atau saturated (Clugston and Fleming, 2000).
Kesetimbangan larutan terjadi pada saat jenuh, karena kecepatan reaksi telah
konstan. Satuan dari kelarutan dapat berupa konsentrasi, molalitas, fraksi mol,
rasio mol dan unit lainya (Aulton, 2002).
Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat
terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan
dinyatakan dalam milliliter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya
1 gram asam salisilat akan larut dalam 500 ml air. Kelarutan dapat juga
dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen (Martin, 1990).
Kelarutan juga didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi
zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu. Kelarutan suatu senyawa
tergantung pada sifat fisika kimia zat pelarut dan zat terlarut, temperatur, pH
larutan, tekanan untuk jumlah yang lebih kecil tergantung pada hal terbaginya zat
terlarut. Bila suatu pelarut pada temperatur tertentu melarutkan semua zat terlarut
sampai batas daya melarutkannya larutan ini disebut larutan jenuh (Martin dkk,
1993).

3
Larutan adalah campuran yang homogen yang terdiri dari dua zat atau lebih
yaitu pelarut (solven) dan zat terlarut (solute). Menurut Sukarjo (1997), jenis-jenis
larutan diantaranya:
a. Larutan jenuh yaitu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan
dengan fase padat (zat terlarut).
b. Larutan tidak jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah solute yang
kurang dari larutan jenuh.
c. Larutan lewat jenuh yaitu suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam
konsentrasi lebih banyak dari pada yang seharusnya ada pula yang
temperatur tertentu.
Menurut Rosenberg (1992), dalam satuan kimia, konsentrasi larutan
dinyatakan dalam:
2 Konsentrasi molar, yaitu jumlah mol zat terlarut yang terkandung didalam
satu liter larutan.
3 Normalitas, adalah jumlah gram-ekivalen zat terlarut yang terkandung
didalam satu liter larutan.
4 Molalitas, banyaknya mol zat terlarut per kilogram pelarut yang terkandung
dalam suatu larutan.
5 Fraksi mol, adalah suatu komponen dalam larutan, didefinisikan sebagai
banyaknya mol (n) komponen itu sendiri dibagi dengan jumlah mol
keseluruhan komponen dalam larutan itu.
2.1.2 Faktor pengaruh kelarutan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain
adalah Mirawati, (2007)
1. Pengaruh zat aktif
Zat yang sering digunakan didalam dunia pengobatan adalah zat organik
yang bersifat asam lemah kelarutan asam lemah seperti barbiturat dan sulonamide
dalam akar akan bertambah dengan naiknya, karena terbentuknya garam yang
mudah larut dalam air. Sedangkan basa-basa organik seperti alkaloida dan
anastetik pada umumnya sukar larut.

4
2. Pengaruh temperatur
Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung pada temperatur titik
leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut.
3. Pengaruh jenis pelarut
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar
akan melarutkan lebih baik zat-zat polar ionik begitu juga sebaliknya. Pengaruh
konstanta dielektrik telah diketahui bahwa kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi
oleh polaritas pelarut.
4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel
Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu
zat. Konfigurasi molekul dan bentuk sediaan susunan kristal juga mempengaruhi.
5. Pengaruh penambahan zat-zat lain
Suraktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikkan kelarutan
suatu zat. surfaktan mempunyai kecenderungan berasosiasi membentuk agregat
yang dikenal sebagai misel.
Zat yang penting dari misel ini adalah kemampuannya untuk menaikkan
kelarutan zat yang biasanya sukar larut dalam air. Proses ini dikenal sebagai
solubility. Solubility terjadi karena molekul zat yang sukar larut berasosiasi
dengan misel membentuk suatu larutan yang jernih danstabil secara
termodinamika. Lokasi molekul zat terlarut dalam miseltergantung pada pelarut
zat tersebut. Molekul non polar akan masuk kedaerah polisade dan membentuk
suatu misell campuran, (Mirawati,2007).
Kelarutan suatu zat dalam pelarut tertentu diketahui dengan membuatlarutan
jenuh dari zat itu pada suhu yang spesifik dan penentuan jumlah zatyang larut
pada sejumlah berat tertentu dan larutan dengan cara analisiskimia (Ansel, 2005).
Kelarutan suatu zat dalam pelarut tertentu diketahui dengan membuat
larutan jenuh dari zat itu pada suhu yang spesifik dan penentuan jumlah zat yang
larut pada sejumlah berat tertentu dan larutan dengan cara analisis kimia (Ansel,
2005).
Tipe larutan yang paling umum yang kita jumpai di laboratorium terdiri atas
solute yang terlarut dalam zat cair, oleh karena itu sebagian besar perhatian kita,
5
kita arahkan terhadap larutan tipe ini. Larutan yang berbentuk cair, melarutkan zat
cair dalam zat cair (contohnya etilen glikol dalam air, larutan anti beku), atau
melarutkan gas dalam zat cair contohnya CO2 dalam air, efferfescens) (Ditjen
POM, 1979).
Untuk menyatakan kelarutan zat kimia, istilah kelarutan dalam pengertian
umum kadang-kadang perlu digunakan tanpa mengindahkan perubahan kimia
yang mungkin terjadi pada pelarutan tersebut. Pernyataan kelarutan zat dalam
bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada suhu 20oC dan kecuali dinyatakan
lain menunjukkan bahwa, 1 bagian bobot zat padat atau 1 bagian volume zat cair
larut dalam bagian volume tertentu pelarut, pernyataan kelarutan yang tidak
disertai angka adalah kelarutan pada suhu kamar, kecuali dinyatakan lain, zat jika
dilarutkan boleh menunjukkan sedikit kotoran mekanik seperti bagian kertas
saring, serat dan butiran debu. Pernyataan bagian dalam kelarutan berarti bahwa 1
g zat padat atau 1 ml zat cair dalam sejumlah dalam sejumlah ml pelarut (Ditjen
POM, 1979).
2.1.2 Istilah Kelarutan
Menurut Lund (1994), jika kelarutan suatu zat tidak diketahui dengan pasti,
kelarutannya dapat ditunjukkan dengan istilah.
Istilah Bagian Pelarut yang dibutuhkan untuk 1
Bagian Zat Terlarut

Sangat mudah larut Kurang dari 1 bagian

Mudah larut 1 sampai 10 bagian


Larut 10 sampai 30 bagian
Agak sukar larut 30 sampai 100 bagian
Sukar larut 100 sampai 1.000 bagian
Sangat sukar larut 1.000 sampai 10.000 bagian
Praktis tidak larut lebih dari 10.000 bagian

6
2.1.3 Macam-macam usaha peningkan disolusi.
Menurut Lachman (1970), berbagai usaha untuk meningkatkan laju disolusi
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Modifikasi fisika, misalnya pengecilan ukuran partikel, pemilihan bentuk
solvate, hidrat, pemilihan bentuk kristal dan pemakaian pelarut kombinasi.
b. Modifikasi kimia, misalnya pemilihan bentuk-bentuk garam atau ester.
c. Modifikasi formula, misalnya pemilihan pembawa (amilum, laktosa),
penambahan granulating agent (gelatin, CMC), pengembangan disintegran
(veegum, amilum), lubrikan (asam stearat, Mg stearat) dan penambahan
surfaktan (polisorbat 80, Na lauril sulfat).
Menurut Chiou dan Riegelman (1971), upaya meningkatkan luas permukaan
partikel Pengecilan ukuran partikel dapat dicapai dengan cara:
a. Secara konvensional dengan cara penggerusan.
b. Penggunaan ball-mill.
c. Mikronisasi.
d. Pengendapan kembali dengan mengubah pelarut atau suhu.
e. Menggunakan pelarut yang dapat melarutkan bahan obat, tetapi dapat
menyebabkan bahan obat mengendap kembali dalam bentuk partikel yang
sangat halus dalam saluran pencernaan.
f. Menggunakan bentuk garamnya yang mudah larut dalam air, dimana obat
bebasnya akan mengendap kembali dalam bentuk partikel halus dalam
saluran pencernaan.
2.1.4 Koefisien Distribusi
Untuk dua pelarut yang tidak saling melarutkan, seperti air dan karbontertra
klorida, ketika dicampurkan akan terbentuk dua fasa yang terpisah. Jika ke
dalamnya ditambahkan zat terlarut yang dapat larut di kedua fasa tersebut, seperti
iodium yang dapat larut dalam air dan CCl4 maka zat terlarut akan terdistribusi di
kedua pelarut (yang berbeda fasa) tersebut, sampai tercapai keadaan
kesetimbangan. Hukum distribusi Nernts hanya  berlaku untuk spesi molekul yang
sama di kedua larutan: jika terlarut terisolasi mejadi ion-ionnya atau molekul yang
lebih sederhana atau jika terasosiasi membentuk molekul yang lebih kompleks,
7
maka hukum distribusi tidak dapat diterapkan pada konsentrasi totalnya di kedua
fase melainkan hanya pada konsentrasi spesi yang sama yang ada dalam kedua
fasa (Sri Mulyani, 2014).
Hukum distribusi dilakukan dalam proses ekstraksi. Distribusi digunakan
untuk menghilangkan atau memisahkan zat terlarut larutan dengan pelarut air
yang diekstraksi dengan pelarut lain seperti eter, kloroform, benzene. Jika zat
terlarut terdistribusi diantar dua pelarut yang tidak saling melarutkan dan zat
terlarut tersebut tidak mengalami asosiasi, diasosiasi atau reaksi dengan pelarut
maka dimungkinkan untuk menghitung jumlah terlarut yang dapat diambil atau
diekstraksi melalui sekian kali ekstraksi (Sri Mulyani, 2014).
Metode ini dapat digunakan untuk menentukan aktivitas zat terlarut dalam
suatu pelarut jika aktifitas zat terlarut dalam pelarut lain diketahui, asalkan kedua
pelarut tidak bercampur sempurna satu sama lain (SK Dogra dan S Dogra, 1990).
Bila suatu zat terlarut membagi diri antara dua cairan yang tak dapat
campur, ada suatu hubungan yang pasti antara konsentarsi zat terlarut dalam dua
fase pada kesetimbangan. Nernst pertama kalinya memberikan pernyataan yang
jelas mengenai hukum distribusi ketika pada tahun 1891 ia menujukkan bahwa
suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara dua cairan yang tak dapat dicampur
sedemikian rupa sehingga angka banding konsentrasi pada kesetimbangan adalah
konstanta pada suatu temperatur tertentu (Underwood, 2002).

8
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Asam Salisilat (Rowe,2006)
Nama Resmi : ACIDUM SALICYLUM
Nama Latin : Asam salisitat
Rumus Molekul : C7H6O3
Berat Molekul : 138,12 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk


berwarna putih, hampir tidak berbau, rasa agak
manis dan tajam.
Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian
etanol (95 %) P (pelarut), mudah larut dalam
kloroform P (pelarut) dan dalam eter P, larut
dalam larutan amonium asetat P, dinatrium
hidrogen fosfat P, kalium sitrat P dan natrium
sitrat P.
Khasiat : Keratolitikum dan Antifungi
Kegunaan : Sebagai sampel
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

9
2.2.2 Alkohol (kibbe, 2000)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol
Berat molekul : 46,07 g/mol
Rumus molekul : C2H5OH
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap,


mudah bergerak khas, rasa panas, yang tidak
berasa
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, kloroform, dan eter.
Khasiat : Sebagai disenfektan
Kegunaan : Membersihkan alat
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik terlindung dari cahaya,
ditempat sejuk
2.2.3 Aquades (Dirjen POM, 1979)

Nama resmi  : AQUA DESTILLATA


Nama lain  : Air suling
Berat molekul  : 18,02 g/mol
Rumus molekul  : H2O
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan


tidak mempunyai rasa
Kelarutan : Larut dengan semua jenis larutan
Khasiat : Sebagai pelarut
10
Kegunaan : Membersihkan alat
Penyimpanan  : Dalam wadah tertutup baik
2.2.4 Fenolftalein (Dirjen POM, 1995)
Nama Resmi : PHENOLPHTHALEINUM
Nama Lain : Fenolftalein
Rumus Molekul : C20H14O4
Berat Molekul : 318,33 g/mol
Stuktur Molekul :

Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan


lemah,tidak berbau, stabil di udara
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol,
agak sukar larut dalam eter
Khasiat : Sebagai indikator untuk proses titrasi HCL dan
NaOH
Kegunaan : Sebagai larutan indikator
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2.2.5 Minyak Kelapa
Nama Resmi : OLEUM COCOS 
Nama Lain  :  Minyak kelapa
Berat molekul : 200,3 g/mol
Rumus molekul : CH3(CH2)10COOH
Rumus struktur :

11
Pemerian  : Cairan jernih, tidak bewarna atau kuning pucat,
bau khas,tidak tengik
Kelarutan : Larut dalam 2 bagian etanol (95%) P pada suhu
60°, sangat mudah larut dalam kloroform P dan
dalam eter P.
Khasiat  :  Zat tambahan
Kegunaan : Sebagai sampel
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, sejuk terlindung dari
cahaya
2.2.6 NaOH (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : NATRII HYDROXYDUM
Nama Lain : Natrium Hidroksida, NaOH
Rumus Molekul : NaOH
Berat Molekul : 40,0 g/mol
Stuktur Molekul :

Na OH

Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping,


kering, keras, rapuh dan menunjukkan susunan
hablur; putih, mudah meleleh basah. Sangat alka
lis dan korosif. Segera menyerap karbon dioksida.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol
(95%) P.
Khasia : Mengendalikan alkalinitas dan pH, menguraikan
material organik, menghilangkan gas-gas kotor
seperti senyawa sulfur dan karbon dioksida
Kegunaan : Sebagai larutan baku
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

12
2.2.7 Parasetamol (Rowe, 2009)
Nama Resmi : ACETAMINOPHENUM
Nama Lain : Asetamiofen/Parasetamol
Rumus Molekul : C8H9NO2
Berat Molekul : 151,16 g/mol
Stuktur Molekul :

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih, tidak berbau,


rasa pahit
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol
(95%) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40
bagian propilenglikol P, larut dalam larutan alkali

hidroksida
Khasiat : Analgesik dan antipiretik
Kegunaan : Sebagai larutan baku
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya

13
BAB III
METODE KERJA
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Farmasi fisika dengan percobaan Kelarutan dan koefisien
distribusi telah dilaksanakan pada hari Senin, 25 Oktober 2021 sampai dengan
selesai. Telah dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Farmasi, Jurusan Farmasi,
Fakultas Olahraga dan Kesehatan. Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Batang pengaduk, cawan porselen, corong, gelas kaca, gelas ukur,
keranjang alat, lap halus, lumpang dan alu, neraca analitik, oven, penangas, pipet
tetes, sudip dan spatula.
3.2.2 Bahan
Alkohol 70%, aquadest, asam salisilat, kertas saring, kertas perkamen,
minyak kelapa, paracetamol dan tisu.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Kelarutan paracetamol di Suhu Normal
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70%
3. Digerus paracetamol hingga halus
4. Ditimbang paracetamol sebanyak 2, gram menggunakan neraca analitik
5. Diukur aquadest sebanyak 25 ml
6. Dimasukkan aquadest kedalam masing-masing gelas dan diberi label
7. Dimasukkan paracetamol kedalam gelas sesuai label yang tertera
8. Diaduk hingga tercampur dengan homogen
9. Ditimbang kertas saring menggunakan neraca analitik, lalu jenuhkan
10. Disaring masing-masing larutan hingga tersisa residu
11. Dimasukkan residu kedalam oven pada suhu 400C selama 15 menit
12. Ditimbang hasil masing-masing residu yang telah dioven.

14
3.3.2 Kelarutan Parasetamol di Suhu Panas
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Digerus paracetamol hingga halus
4. Ditimbang paracetamol sebanyak 2 gram menggunakan neraca analitik
5. Dipanaskan aquadest
6. Diukur aquadest sebanyak 25 ml untuk setiap gelas
7. Dimasukkan aquadest kedalam dan diberi label
8. Dimasukkan paracetamol kedalam gelas sesuai label yang tertera
9. Diaduk hingga tercampur dengan homogen
10. Ditimbang kertas saring menggunakan neraca analitik, lalu jenuhkan
11. Disaring masing-masing larutan hingga tersisa residu
12. Dimasukkan residu kedalam oven pada suhu 400C selama 15 menit
13. Ditimbang hasil masing-masing residu yang telah dioven.
3.3.3 Kelarutan Asam Salisilat Pada Suhu Normal
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70%
3. Ditimbang asam salisilat sebanyak 2 gram menggunakan neraca analitik
4. Diukur aquadest sebanyak 25 ml
5. Dimasukkan aquadest kedalam gelas dan diberi label
6. Dimasukkan asam salisilat kedalam gelas sesuai label yang tertera
7. Diaduk hingga tercampur dengan homogen
8. Ditimbang kertas saring menggunakan neraca analitik, lalu jenuhkan
9. Disaring larutan hingga tersisa residu
10. Dimasukkan residu kedalam oven pada suhu 400C selama 10 menit
11. Ditimbang hasil residu yang telah dioven.
3.3.4 Kelarutan Asam Salisilat Pada Suhu Panas
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Ditimbang asam salisilat sebanyak 2 gram menggunakan neraca analitik
4. Dipanaskan aquadest
15
5. Diukur aquadest sebanyak 25 ml untuk setiap gelas
6. Dimasukkan aquadest kedalam gelas dan diberi label
7. Dimasukkan asam salisilat kedalam gelas sesuai label yang tertera
8. Diaduk hingga tercampur dengan homogen
9. Ditimbang kertas saring menggunakan neraca analitik, lalu jenuhkan
10. Disaring larutan hingga tersisa residu
11. Dimasukkan residu kedalam oven pada suhu 400C selama 10 menit
12. Ditimbang hasil residu yang telah dioven.
3.3.5 Koefisien distribusi tanpa minyak
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Digerus tablet paracetamol
4. Ditimbang paracetamol dan asam salisilat sebanyak 0,1 gram
5. Dilarutkan masing masing paracetamol dan asam salisilat 0,1 gram
dengan 100 ml aquadest, kemudian diaduk larutan tersebut
6. Diambil larutan paracetamol dan larutan asam salisilat tadi sebanyak 25
ml, lalu dimasukkan kedalam corong pisah
7. Ditambahkan indikator fenoktalen
8. Dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,1 N hingga terjadi perubahan warna
menjadi warna ungu
9. Diamati hasilnya
3.3.6 Koefisien distribusi dengan minyak
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat menggunakan Alkohol 70%
3. Digerus tablet paracetamol
4. Ditimbang gerusan paracetamol sebanyak 0,1 gram dan dilarutkan dalam
100 ml aquadest kemudian diaduk
5. Diambil larutan paracetamol sebanyak 25 ml, lalu dimasukkan kedalam
corong pisah
6. Diukur minyak kelapa sebanyak 25 ml dan dimasukkan kedalam corong
pisah yang berisi larutan
16
7. Diamati hasilnya.

17
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.1 Tabel Pengamatan
Kelarutan
Sampel Suhu Kertas Kertas
Saring Kosong Saring Residu
Paracetamol Normal : 0,2 gram 1,8 gram
250 C Panas : 0,2 gram 2,1 gram
600 C
Asam salisilat Normal : 0,2gram 1,8 gram
0
25 C Panas : 0,2 gram 1,9 gram
600 C
Koefisien distribusi
Volume
Sampel Titrasi
Tanpa minyak Dengan
minyak
Paracetam 2,5 ml 2,0 ml
ol
Asam 1,5 ml 1,0 ml
salisilat
4.2 Perhitungan
4.2.1 Kelarutan asam salisilat di
1). Suhu panas
Berat reidu = Kertas saring isi residu – kertas saring kosong
= 1,8 gram – 0,2 gram
= 1,6 gram
Zat terlarut = Berat sampel – residu
= 2 gram – 1,6 gram
= 0,4 gram
zat terlarut
Konsetrasi =
volume
0 ,4 gram
=
25 ml
= 0,016 g/ml

18
19
2). Suhu normal
Berat residu = Kertas saring isi residu – kertas saring kosong
= 2,1 gram – 0,2 gram
= 1,9 gram
Zat terlarut = Berat sampel – residu
= 2 gram – 1,9 gram
= 0,1 gram
zat terlarut
Konsetrasi =
volume
0 ,1 gram
=
25 ml
= 0,004 g/ml
4.2.2 Parasetamol
1). Suhu panas
Berat residu = Kertas saring isi residu – kertas saring kosong
= 1,8 gram – 0,2 gram
= 1,6 gram
Zat terlarut = Berat sampel – residu
= 2 gram – 1,6 gram
= 0,4 gram
zat terlarut
Konsetrasi =
volume
0 , 4 gram
=
25 ml
= 0,016 g/ml
2). Suhu normal
Berat residu = Kertas saring isi residu – kertas saring kosong
= 1,9 gram – 0,2 gram
= 1,7 gram
Zat terlarut = Berat sampel – residu
= 2 gram – 1,7 gram

20
= 0,3 gram
zat terlarut
Konsetrasi =
volume
0 ,3 gram
=
25 ml
= 0,012 g/ml
4.2.3 Koefisien Distribusi
1). Tanpa Minyak
N titran x V titran x BE
% kadar tanpa minyak = x 100%
B sampel x 1000
0 ,1 N x 1,5 ml x 40
= x 100%
0,1 gram x 1000
6
= x 100%
100
=6%
2). Dengan Minyak
N titran x V titran x BE
% kadar dengan minyak = x 100%
B sampel x 1000
0 ,1 N x 1,0 ml x 40
= x 100%
0,1 gram x 1000
4
= x 100%
100
=4%
a. Koefisien fase minyak = % kadar minyak - % kadar tanpa minyak
= 4% - 6%
= -2%
koefisien fase minyak
b. Koefisien distribusi =
% kadar tanpa minyak
-2 %
=
6%
= 0,3

21
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Pembahasan
5.1.1 Kelarutan Suhu Normal dan Suhu Panas
Kelarutan atau solubilitas menurut tungadi (2014), adalah kemampuan
suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute) untuk larut dalam suatu pelarut
(solvent). Sedangkan menurut Aprianto Paneo,dkk (2017), kelarutan merupakan
salah satu sifat fisika kimia dari suatu zat terlarut dalam pelarutnya. Kelarutan zat
dalam suatu obat berpengaruh terhadap jumlah kadar obat didalam tubuh.
Pada praktikum kali ini, dilakukan pengukuran kelarutan dari paracetamol dan
asam salisilat serta pengukuran koefiesien distribusi paracetamol. Langkah
pertama dibersihkan alat yang digunakan dengan alkohol 70 %. Menurut Handoko
(2016), tujuan digunakan alkohol karena alkohol bersifat bakterisid untuk
antiseptik atau desinfektan yang dapat menurunkan tegangan permukaan sel
bakteri dan denaturasi bakteri.
Kemudian digerus paracetamol dan asam salisilat secara terpisah. Tujuan
penggerusan karena ukuran partikel mempengaruhi daya larut suatu bahan obat
sehinnga memudahkan proses uji kelarutan (Martin, 1990).
Langkah selanjutnya ditimbang paracetamol 2 gr dan asam salisilat 2 gr
sambil dipanaskan air panas. Selanjutnya masing- masing gelas ukur diberikan air
sebanyak 25 ml yaitu 2 gelas ukur untuk air pada suhu normal dan 2 gelas ukur
untuk air pada suhu panas. Selanjutnya sediakan 4 buah kertas saring kosong dan
ditimbang dengan menggunakan neraca analitik dari masing-masing kertas saring
yaitu berat kertas saring kosong adalah 0,2 gr. Selanjutnya, dijenuhkan terlebih
dahulu dengan cara dibasahi dengan aquades menggunakan pipet, tujuan dari
penjenuhan kertas saring itu sendiri sebagai parameter tingkat kejenuhan terhadap
fase gerak (Iskandar 2007) .
Langkah selanjutnya memasukan zat aktif kedalam air pada suhu yang
berbeda-beda sambil diaduk hingga homogen. Tujuan pengadukan menurut
Tengku Fajria, (2015), agar gugus polar dan non (kurang) polar dari zat aktif
22
dapat bereaksi dengan fase air dan minyak sehingga dapat dilihat
pelarut mana yang kelarutannya paling besar Selanjunya larutan di saring
menggunakan kertas saring yang telah dijenuhkan. Tujuan penyaringan menurut
ginting (2019), adalah untuk memisahkan padatan ( residu dengan larutan).
Kemudian residu yang didapatkan diletakkan pada kaca arloji dan dimasukkan
kedalam oven pada suhu 40ºC. Menurut Nera, dkk (2018), pengeringan
menggunakan oven pada suhu 400C secara efektif dapat mengurangi kadar air.
Tujuan dari pengeringan itu sendiri karena dikhawatirkan berat kandungan airnya
akan berpengaruh pada nilai kelarutannya.
Selanjunya ditimbang kertas kosong berisi residu dan dilakukan
perhitungan dimana kertas kosng berisi residu- kertas kosong. Didapatkan hasil
berat residu paracetamol pada suhu normal 1,9 gr, paracetamol pada suhu panas
1,6 sedangkan pada asam salisilat suhu normal 1,7 dan pada suhu panas 1,6. Hal
ini berarti sifat kelarutan pada suhu panas lebih larut dibandingkan dengan suhu
normal dikarenakan hasil residu suhu panas lebih kecil dari pada suhu normal.
5.1.2. Koefisien distribusi
Dalam kimia fisik, suatu koefisien partisi (P) atau koefisien distribusi (D)
adalah perbandingan konsentrasi senyawa dalam campuran dua fase yang tak larut
pada kesetimbangan. Perbandingan ini merupakan ukuran perbedaan kelarutan
senyawa dalam dua fase tersebut. Koefisien partisi umumnya mengacu pada
perbandingan konsentrasi spesi senyawa tidak terionisasi sedangkan koefisien
distribusi mengacu pada perbandingan konsentrasi semua spesi senyawa
(terionisasi dan yang tidak terionisasi) (kwon, 2003).
Pada percobaan koefisien distribusi, langkah pertama ditimbang
paracetamol dan asam salisilat masing masing 0,1 gram dan dimasukkan ke gelas.
Kemudian masing-masing sampel dilarutkan dengan air sebanyak 100 ml.
Kemudian dimasukkan larutan paracetamol dan asam salisilat sebanyak 25 ml
kedalam gelas dan ditambahkan 25 ml minyak. Alasan penggunaan air dan
minyak menurut Hardiana, dkk (2014), karena pelarut ini merupakan pelarut polar
dan non polar sehingga tidak dapat bercampur satu sama lain. Dalam minyak
kelapa terdapat karbon sehingga menyebabkan bentuk streokimianya simetris
23
sehingga tidak memiliki momen dipol. Momen dipol menentukan suatu zat
bersifat polar atau kurang polar tambahkan indikator fenoftalein sebanyak 3 tetes
ke dalam Erlenmeyer. Tujuan penambahan indikator fenoftalein menurut chang
(2004), adalah untuk mempermudah kita untuk melihat titik akhir dari titrasi.
Selanjutnya titrasi larutan dengan larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi
perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Tujuan penambahan NaOH
0,1 N menurut Abdullah (2014), karena larutan baku ini merupakan gologan basa
yang akan bereaksi dengan sempurna dengan semua asam sehingga dapat
diperoleh titik akhir titrasi
Hasil percobaan menunjukan larutan paracetamol dan asam salisilat
didapatkan kadar paracetamol tanpa minyak adalah 6% dan dengan minyak 4%
sedangkan koefisien fase minyak sebesar -2% Jadi, koefisien distribusi
paracetamol adalah 0,3. Sedangkan asam salisilat didapatkan kadar tanpa minyak
adalah 6% dan kadar dengan minyak sebanyak 4% serta koefisien fase minyak
sebesaar -2%. Jadi koefisien distribusinya 0,33. Menurut Maria (2010)
paracetamol memiliki sifat polar. Sedangkan asam salisilat memiliki sifat
nonpolar (Irvani dkk, 2016)
Menurut Masitoh (2014), koefisien distribusi suatu senyawa dalam dua
larutan yang tidak bercampur harus sama dengan dengan 1. Artinya bahwa
senyawa tersebut terdistribusi secara merata pada dua fase yaitu fase minyak dan
fase air. Jika nilai koefisien distribusi kecil dari 1 maka senyawa tersebut
cenderung untuk terdistribusi dalam fase air dari pada fase minyaknya.
Hal ini mungkin disebabkan karena sampel tidak terdispersi dengan baik
dalam kedua pelarut. larutan dalan corong pisah belum berpisah dengan baik saat
pengambilan air untuk titrasi, kesalahan dalam menitrasi. Sampel yang tidak larut
sempurna.
Kemungkinan kesalahan yang bisa terjadi adalah kurangnya ketelitian
dalam menimbang bahan dan residu sehingga berpengaruh pada perhitungan
kelarutan dan koefisien distribusi. Kemungkinan kesalahan yang bisa terjadi juga
yaitu kesalahan dalam penyaringan sehingga filtrate akan sulit untuk terpisah
dengan residu dan sobeknya kertas saring.
24
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dengan adanya praktikum farmasi fisika percobaan kelarutan dan
koefisien distribusi, ini dapat ditarik kesimpulan:
1. Merupakan faktor fisikokimia penting yang mempengaruhi penyerapan
dan efektivitas terapi obat. Kelarutan dalam air yang buruk Kelarutan dan
laju disolusi obat dalam cairan gastrointestinal yang rendah, akan
menyebabkan bioavaibilitas obat rendah pada tubuh. Sedangkan koefisien
distribusi berguna untuk mengestimasi distribusi obat dalam tubuh.
2. Penentuan kelarutan dari asam salisilat dan paracetamol pada suhu kamar,
dan suhu panas dengan cara melarutkan, menyaring, mengeringkan dan
menimbang residu zat yang tidak larut dan didapatkan hasil berat residu
didapatkan hasil berat residu paracetamol pada suhu normal 1,9 gr,
paracetamol pada suhu panas 1,6 sedangkan pada asam salisilat suhu
normal 1,7 dan pada suhu panas 1,6. dan penentuan koefisien distribusi
paracetamol dan asam salisilat dalam pelarut air dan minyak berdasarkan
perbandingan kelarutan suatu zat dalam dua pelarut yang tidak saling
bercampur yang dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,1 N. Dan
didapatkan hasil koefisien distribusi paracetamol adalah 0,3 sedangkan
koefisien asam salisilat distribusi 0,33
6.2 Saran
6.2.1 Saran Kepada Jurusan
Agar kiranya dari pihak jurusan dapat meningkatkan fasilitas-fasilitas yang
ada pada laboratorium yang digunakan.
6.2.2 Saran Kepada Laboratorium
Agar kiranya dapat meningkatkan kelengkapan alat-alat yang ada dalam
laboratorium.Agar para praktikan dapat lebih mudah, cepat dan lancer dalam
melakukan suatu percobaan atau penelitian.

25
6.2.3 Saran Kepada Asisten
Kami mengkarapkan agar kiranya dapat terjadi kerjasama yang lebih baik
lagi antar asisten dan praktikan saat berada di dalam laboratorium maupun diluar
laboratorium. Sebab, kerjasama yang baik akan lebih mempermudah proses
penyaluran pengetahuan dari asisten kepada praktikan.
6.2.4 Saran Kepada Praktikan
Kami berharap agar kiranya kepada sesama praktikan dapat menyimak dengan
baik saat asisten memberikan arahan agar memudahkan kita
menyelesaikan praktek tersebut.  

26

Anda mungkin juga menyukai