Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dunia kedokteran dikenal adanya obat-obat tertentu yang dapat menghilangkan


penyakit atau rasa sakit ditubuh, ada pula obat tertentu yang dapat mempengaruhi
sistem saraf yang seringkali menimbulkan perasaan yang menyenangkan seperti
perasaan nikmat yang disebut dengan melayang, aktivitas luar biasa, rasa mengan-
tuk yang berat sehingga ingin tidur saja, atau bayangan yang memberi rasa nikmat
(halusinasi).

Obat-obat semacam itu disebut dengan zat-zat psikoaktif yang bermanfaat bagi
ilmu kedokteran untuk mengobati penyakit mental dan saraf. Akan tetapi bila
disalahgunakan dapat menyebabkan terjadinya masalah serius karena mem-
pengaruhi otak atau pikiran serta tingkah laku pemakainya, dan biasanya mem-
pengaruhi bagian tubuh yang lain. Selain itu, penyalahgunaan zat-zat psiko-
aktif juga menyebabkan ketergantungan fisik yang lazim disebut dengan
ketagihan (adiksi).

Seringkali zat-zat psikoaktif tersebut juga menimbulkan kebiasaan psikologis,


yaitu orang akan mengalami kesukaran tanpa zat-zat psikoaktif tersebut. Salah
satu contoh dari zat-zat psikoaktif yang menyebabkan ketagihan adalah
Amfetamin atau lebih dikenal dengan sebutan shabu-shabu. Amfetamin
merupakan satu jenis narkoba yang dibuat secara sintetis dan kini terkenal di
wilayah Asia Tenggara. Pada makalah ini akan membahas lebih lanjut mengenai
Amfetamin.
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Apa yang dimaksud dengan amfetamin?
2. Bagaimana sejarah amfetamin?
3. Bagaimana mekanisme kerja amfetamin dalam tubuh?
4. Apakah dampak Amfetamin bagi tubuh?

C. Tujuan

Adapun tujuan pada makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Untuk mengetahui pengertian amfetamin.
2. Untuk mengetahui sejarah amfetamin.
3. Untuk mengetahui mekanisme kerja amfetamin dalam tubuh.
4. Untuk mengetahui dampak amfetamin bagi tubuh.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Amfetamin

Sumber: Kompasiana.com

Gambar 1. Amfetamin

Amfetamin adalah obat stimulan sistem saraf pusat yang digunakan untuk
menangani narkolepsi dan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD).
Amfetamin merupakan satu jenis psikotropika yang dibuat secara sintetis dan kini
terkenal di wilayah Asia Tenggara. Amfetamin dapat berupa bubuk putih, kuning,
maupun coklat, atau bubuk putih kristal kecil. Menurut UU No. 5 Tahun 1997,
amfetamin masuk ke dalam jenis psikotropika golongan II yang berkhasiat terapi
tetapi dapat menimbulkan ketergantungan.

Senyawa ini memiliki nama kimia α–methylphenethylamine yang merupakan


suatu senyawa yang telah digunakan secara terapetik untuk mengatasi obesitas,
Attention-Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), dan narkolepsi. Secara klinis,
efek amfetamin sangat mirip dengan kokain, tetapi amfetamin memiliki waktu
paruh lebih panjang dibandingkan dengan kokain (waktu paruh amfetamin 10–15
jam) dan durasi yang memberikan efek euforianya 4–8 kali lebih lama dibanding-
kan kokain.

B. Sejarah Amfetamin

Amfetamin pertama kali disintesis pada tahun 1887oleh Lazar Edeleanudi Berlin,
Jerman. Amfetamin ini awalnya disebut dengan phenylisopropylamine majemuk.
Amfetamin adalah salah satu dari serangkaian senyawa yang merupakan turunan
dari efedrin dan telah diisolasi dari Ma-Huang pada tahun yang sama oleh
Nagayoshi Nagai. Amfetamin ditemukan tanpa menggunakan kajian farmakologis
pada tahun 1927, oleh pelopor psychopharmacologist Gordon Alles resynthesized
dan ketika diuji pada dirinya sendiri, saat mencari pengganti buatan untuk efedrin.
Dari tahun 1933 atau 1934, Smith, Kline dan Perancis mulai menjual bentuk dasar
obat volatile sebagai obat semprot di bawah nama dagang Benzedrine yang
berguna sebagai dekongestan dan juga dapat digunakan untuk tujuan lain.

Salah satu upaya pertama, amfetamin digunakan dalam sebuah studi ilmiah yang
dilakukan oleh MH Nathanson, Dokter di Los Angeles pada tahun 1935. Dia
mempelajari efek subjektif amfetamin pada 55 pekerja rumah sakit yang masing-
masing diberi 20 mg Benzedrine. Dua efek obat yang paling sering dilaporkan
adalah rasa kenyamanan dan perasaan kegembiraan dan kelelahan berkurang.
Selama Perang Dunia II, amfetamin secara ekstensif digunakan untuk memerangi
kelelahan dan meningkatkan kewaspadaan pada tentara. Setelah beberapa dekade
pada tahun 1965, Food and Drugs Administration (FDA) melarang penggunaan
Inhaler Benzedrine dan amfetamin secara bebas, penggunaannya terbatas dan
harus menggunakan resep, tetapi dalam kegiatan non-medis tetap umum
digunakan.

Senyawa terkait, metamfetamin pertama kali disintesis dari efedrin di Jepang pada
tahun 1920 oleh kimiawan Akira Ogata, melalui pengurangan efedrin mengguna-
kan fosfor merah dan yodium. Farmasi Pervitin adalah tablet 3 mg metamfetamin
yang tersedia di Jerman dari tahun 1938 dan secara luas digunakan dalam
Wehrmacht. Namun pada pertengahan tahun 1941, metamfetamin menjadi zat
yang terbatas penyebarannya, hal tersebut karena prajurit yang mengkonsumsinya
memiliki waktu istirahat yang sangat sedikit dan tak punya banyak waktu untuk
memulihkan tenaganya serta adanya penyalahgunaan. Selama sisa perang, dokter
militer terus mengeluarkan obat tersebut, tetapi dibatasi dan dengan adanya
diskriminasi.

Pada tahun 1997 dan 1998, para peneliti di Texas A & M University mengklaim
telah menemukan amfetamin dan metamfetamin di dua dedaunan Acacia spesies
asli Texas, A. berlandieri dan A. rigidula. Sebelumnya, kedua senyawa ini telah
dianggap sebagai penemuan manusia. Temuan ini tidak pernah diduplikasi, dan
analisis yang diyakini oleh banyak ahli kimia sebagai hasil dari kesalahan eksperi-
mental, dengan demikian validitas laporan telah datang ke pertanyaan. Alexander
Shulgin, salah satu peneliti biokimia yang paling berpengalaman dan penemu
banyak zat psikotropika yang baru, telah mencoba untuk menghubungi peneliti
Texas A & M dan memverifikasi temuan mereka.

C. Mekanisme Kerja Ametamin dalam Tubuh

Amfetamin bekerja dengan mengubah kadar zat alami tertentu yang mengontrol
impuls di dalam otak, sehingga meredakan gejala dari kondisi yang diderita.
Aktivitas amfetamin di seluruh otak tampaknya lebih spesifik, reseptor tertentu
yang merespon amfetamin di beberapa daerah otak cenderung tidak melakukan-
nya di wilayah lain. Sebagai contoh dopamin D2 reseptor di hippocampus, suatu
daerah otak yang terkait dengan membentuk ingatan baru, tampaknya tidak ter-
pengaruh oleh kehadiran amfetamin. Sistem saraf utama yang dipengaruhi oleh
amfetamin sebagian besar terlibat dalam sirkuit otak. Selain itu, neurotransmiter
yang terlibat dalam jalur berbagai hal penting di otak tampaknya menjadi target
utama dari amfetamin, salah satu neurotransmiter tersebut adalah dopamin, sebuah
pembawa pesan kimia sangat aktif dalam mesolimbic dan mesocortical jalur
imbalan. Tidak mengherankan, anatomi komponen jalur tersebut termasuk
striatum, yang nucleus accumbens, dan ventral striatum telah ditemukan untuk
menjadi situs utama dari tindakan amfetamin. Fakta bahwa amfetamin mempenga-
ruhi aktivitas neurotransmitter khusus di daerah yang terlibat dalam memberikan
wawasan tentang konsekuensi perilaku obat, seperti timbulnya stereotipeuforia.
Amfetamin telah ditemukan memiliki beberapa analog endogen, yaitu molekul
struktur serupa yang ditemukan secara alami di otak 1-fenilalanin dan β-
fenetilalamin, yang terbentuk dalam sistem saraf perifer serta dalam otak itu
sendiri. Molekul-molekul ini akan memodulasi tingkat kegembiraan dan
kewaspadaan.

D. Dampak Amfetamin Bagi Tubuh

Sensasi yang ditimbulkan akan membuat otak lebih jernih dan bisa berpikir lebih
fokus. Otak menjadi lebih bertenaga untuk berpikir berat dan bekerja keras,
namun akan muncul kondisi arogan yang tanpa sengaja muncul akibat pengguna-
an zat ini. Pupil akan berdilatasi (melebar). Nafsu makan akan sangat ditekan.
Hasrat ingin pipis juga akan ditekan. Tekanan darah bertendensi untuk naik secara
signifikan. Secara mental, pengguna akan mempunyai rasa percaya diri yang
berlebih dan merasa lebih happy. Pengguna akan lebih talkative, banyak ngomong
dan meningkatkan pola komunikasi dengan orang lain. Karena seluruh sistem
saraf pusat terstimulasi maka kewaspadaan dan daya tahan tubuh juga meningkat.

Pengguna seringkali berbicara terus dengan cepat dan terus menerus. Amfetamin
dosis rendah akan habis durasinya di dalam tubuh kita antara 3 sampai 8 jam,
Setelah itu pengguna akan merasa kelelahan. Kondisi ini akan membuat dorongan
untuk kembali “speed-up” dan kembali mengkonsumsi satu dosis kecil lagi, begitu
seterusnya. Penggunaan bagi social user dimana biasanya hanya menggunakan
amfetamin pada akhir minggu biasanya menjadi tidak bisa mengontrol
penggunaannya dan banyak yang berakhir dengan penggunaan sepanjang minggu
penuh, mulai dari Sabtu ke Jumat, begitu seterusnya.

Ketika seseorang menggunakan “upper”, zat tersebut akan merangsang sistem


saraf pusat penggunanya. Zat bekerja pada sistem neurotransmiter norepinefrin
dan dopamin otak. Menggunakan amfetamin dapat menyebabkan otak untuk
menghasilkan tingkat dopamin yang lebih tinggi. Jumlah dopamin yang berlebih
di dalam otak akan menghasilkan perasaan euforia dan kesenangan yang biasa
dikenal sebagai “high.”
Seiring berjalannya waktu, orang yang menggunakan shabu akan mengembang-
kan toleransi terhadap zat amfetamin yang terkandung di dalam shabu. Toleransi
artinya seseorang akan membutuhkan dosis yang lebih tinggi untuk mendapatkan
efek yang sama. Jika sejumlah dosis yang dibutuhkan tidak terpenuhi maka
pengguna zat amfetamin akan muncul perasaan craving/withdrawal atau dikenal
dengan perasaan sakaw.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan pada makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Amfetamin adalah obat stimulan sistem saraf pusat yang digunakan untuk
menangani narkolepsi dan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD).
2. Amfetamin pertama kali disintesis pada tahun 1887oleh Lazar Edeleanudi
Berlin, Jerman. Amfetamin ini awalnya disebut dengan phenylisopropyl-
amine majemuk. Kemudian ditemukan tanpa menggunakan kajian
farmakologis pada tahun 1927, oleh pelopor psycopharmacologist Gordon
Alles resynthesized, senyawa terkait, metamfetamin pertama kali disintesis
dari efedrin di Jepang pada tahun 1920 oleh kimiawan Akira Ogata
3. Amfetamin bekerja dengan mengubah kadar zat alami tertentu yang
mengontrol impuls di dalam otak, sehingga meredakan gejala dari kondisi
yang diderita.
4. Sensasi yang ditimbulkan akan membuat otak lebih jernih dan bisa berpikir
lebih fokus. Otak menjadi lebih bertenaga untuk berpikir berat dan bekerja
keras, namun akan muncul kondisi arogan, selain itu nafsu makan
berkurang, hasrat ingin buang air kecil berkurang. Secara mental, pengguna
akan mempunyai rasa percaya diri yang berlebih dan merasa lebih happy,
pengguna juga menjadi lebih talkative serta memiliki perasaan sakaw.
DAFTAR PUSTAKA

Heal, D. J., S. L. Smith, J. Gosden & D. J. Nutt. 2013. Amphetamine, past and present
− a pharmacological and clinical perspective. Journal of Psychopharmacol, 27 (6)
: 479-496

Sasangka, Hari. 2003. Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana. Mandar
Maju. Bandung

Tim Penyusun. 1997. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

____________. 2009. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Yamamoto, B. K., A. Moszczynska, & G. A. Gudelsky. 2010. Amphetamine


Toxicities Classical and Emerging Mechanisms. Annals of The New York
Academy of Sciences, 1187 (1) : 101-121.

Anda mungkin juga menyukai