TUTOR :
Dr. dr. I Putu Sudayasa, M.Kes
Oleh :
KELOMPOK 8
Judul Laporan : Laporan Tutorial Blok Endokrin Dan Metabolisme Modul BERAT BADAN
MENINGKAT
Disusun oleh :
1. Wa Ode Istiana (K1A1 18 090)
2. Kharisma Fadhillah (K1A1 20 012)
3. Shahrul Husein (K1A1 20 024)
4. Faruq Athallahi Akhmad (K1A1 20 047)
5. Fathur Ikhwanul Zikri (K1A1 20 048)
6. Nur Rahayu Ramadhan (K1A1 20 065)
7. Pretty Salsabilla (K1A1 20 066)
8. Faradila Nur Azahra (K1A1 20 092)
9. Fathul Khaira Agus (K1A1 20 093)
10. Nirmalasari Syamsu (K1A1 20 112)
11. Novi (K1A1 20 113)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan taufiq dan
hidayah-Nya sehingga laporan ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak terutama kepada Dokter Pembimbing
Tutorial Modul 1 Endokrin dan Metabolisme. Taklupa pula kami sampaikan rasa terima kasih
kami kepada kakak dan teman-teman yang telah mendukung, memotivasi, serta membantu
kami dalam menyelesaikan laporan hasil tutorial Endokrin dan Metabolisme.
Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Kami juga menyadari
bahwa laporan yang kami buat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan saran, masukan maupun kritikan dari semua kalangan demi kesempurnaan
laporan yang kami susun ini.
Kelompok 8
DAFTAR ISI
II. SKENARIO
Seorang perempuan berusia 18 tahun datang kepuskesmas dengan keluhan berat
badan naik sejak 5 tahun lalu dan terus meningkat selama 1 tahun terakhir. Orang
tuanya memiliki Riwayat hipertensi dan diabetes melitus. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan BB 108 KG, TB 176 cm, LP 120 cm, TD 120/85mmHg, Nadi 86 kali/
menit, RR 22 kali/menit, dan suhu afebris.
III. Kata sulit
1. Puskesmas pusat kesehatan masayarakat atau poliklinik di tingkat kecamatan
tempat rakyat menerima pelayanan kesehatan
2. Suhu afebris keadaaan dimana seseorang rentang suhu tubuhnya normal (tidak
demam)
3. Hipertensi tekanan darah arteri yang meninggi yang mungkin tidak diketahui
(hipertensi primer) atau hipertensi sekunder karena disebabkan penyakit lain
VI. PEMBAHASAN
1. Apa saja organ dan hormon yang berkaitan dengan peningkatan berat badan
meningkat?
Jawab:
HYPOTHALAMUS
a. Anatomi
Gambar 1. Hypothalamus
Posisi Hypothalamus
Penampang frontal. Hypothalamus adalah tingkat terbawah Diencephalon
yang berada di bawah (-hypo) thalamus. Organ ini membentuk bagian
Diencephalon yang terlihat dari luar dan melekat pada kedua sisi ventrikel III
Karena itu, dimensi stereoskopinya paling baik dilihat pada potongan midsagital.
Pada potongan ini, ventrikel III membagi Hypothalamus secara simetris.
Terdapat ragio-ragio pada Hypothalamus yaitu:
- Ragio Anterior ➡Dorsalis, supraopticus
- RagioIntermedia ➡ Media/tuberalis
- Ragio posterior ➡Mamilaris
Daerah-daerah nukleus Hypothalamus kanan
Penampang midsagital; belahan otak kanan dilihat dari medial. Hypothalamus
adalah daerah nukleus yang terletak di ventral Thalamus, dibatasi oleh Sulcus
hypothalamicus. Meskipun ukurannya relative kecil, Hypothalamus merupakan
pusat luhu runtuk seluruh fungsi vegetatif (otonom) di dalam tubuh. Berbatasan
dengan:
Anterior: optic chiasma
Posterior: mammiary bodies
Lateral: suicldari cerebral temporal obes
Vertral tuber cinereum (dasar hipotalamus yang membulat dan mermanjang
kearah kaudal hingga tangkai hipofisis.
Bentuk hipotalamus tidak definitive tetapi berupa bagian yang dapat dibedakan
atas beberapa beberapa zona yang disebut area. Terbagi menjadi:
Hypophysiotrophic area (HTA)
Median eminence (ME)
Anterior hypothalamis area (AHA)
Preoptic area (PA)
Di Terminologia Anatomica, disebutkan lebih dari 30 daerah nucleus terletak di
dinding samping maupun lantai ventrikel III. Di sini hanya dipaparkan beberapa
daerah nukleus yang besar dan penting secara klinis. Dari oral kekaudal, dapat
dibedakan tiga kelompok nucleus dengan fungsi-fungsi sebagai berikut
(disederhanakan):
Kelompok nucleus depan (anterior, rostral) (hijau) mensintesis hormon-
hormon yang disekresi di Neuro hypophysis dan terdiri dari:
Nucleus preopticus
Nucleus paraventricularis, dan
Nucleus supraopticus.
Kelompok nucleus tengah (tuberal) (biru) mengendalikan sekresi hormon di
Adenohypophysis dan terdiri dari:
Nucleus dorsomedialis
Nucleus ventromedialis, dan
Nuclei tuberales
Kelompok nucleus belakang (mammillar, posterior) (merah) diaktifkan oleh
rangsangan simpatis; karenaitu, dinamai sebagai zona dinamogenik dan
terdir idari:
Nucleus posterior serta
Nuclei mammillares yang terletak di dalam Corpora mammillaria.
b. Histologi
Sel-sel pembebas hormon di hipotalamus adalah dua kelompok sel-sel
neurosekresi. Beberapa jenis hormon yang disekresikan oleh hipofisis, dihasilkan oleh
sel-sel hipotalamus, yaitu:
Neurosecretory cell: Releasing hormone dan Inhibiting hormone
Paraventricular nuclei: Oxytosin
Supraoptic nuclei: ADH (Vasopresin)
PANKREAS
a. Anatomi
Pankreas berada pada posisi retroperitoneal sekunder.Pankreas adalah organ
pipih yang berada di belakang lambung dalam abdomen, terbentang dari atas sampai
kelengkungan besar dari abdomen dan di hubungkan oleh saluran ke duodenum.
Struktur organ ini lunak dan berlobus, tersusun atas:
1) Kepala pankreas atau caput, merupakan bagian yang paling lebar, terletak di sebelah
kanan rongga abdomen dan didalam lekukan duodenum.
2) Badan pankreas atau corpus, merupakan bagian utama pada organ ini, letaknya di
belakang lambung dan di depan vertebratalumbalis pertama.
3) Ekor pankreas atau cauda, bagian runcing disebelah kiri dan berdekatan/menyentuh
limpa
Pankreas memiliki permukaan anterior dan posterior (facies anterior dan facies
posterior) yang dipisahkan oleh batas atas dan bawah yang tumpul (margo superior dan
margo inferior). Aspek anterior pankreas ditutupi oleh peritoneum parietale dan
membentuk dinding posterior bursa omentalis.Aspek posterior pankreas berfungsi
dengan peritoneum parietale yang berasal dari dinding abdomen posterior karena
pancreas berpindah posisi ke dalam ruang retroperitoneal selama
perkembangannya.Area yang berfungsi tampak sebagai fascia saat diseksi.
Gambar 1. Anatomi Pankreas
Aliran darah yang memperdarahi pankreas adalah arteria lienalis dan arteria
pankreatikaduodenalis superior dan inferior.Sedangkan pengaturan persarafan berasal
dari serabut-serabut saraf simpatis dan parasimpatis saraf vagus.
b. Histologi
Pankreas adalah suatu organ yang terdiri dari jaringan eksokrin dan
endokrin.Bagian eksokrin mengeluarkan larutan encer alkalis serta enzim pencernaan
melalui duktus pankreatikus ke dalam lumen saluran cerna, Di antara sel-sel eksokrin
di seluruh pankreas tersebar kelompok-kelompok atau pulau, sel endokrin yang dikenal
sebagai pulau Langerhans. Pulau Langerhans membentuk 1-2% total massa pankreas.
Sel endokrin pankreas yang terbanyak adalah sel B, tempat sintesis dan sekresi insulin
serta merupakan 60% massa total pulau. Kemudian ada sel A menghasilkan hormon
glukagon. Sel D adalah tempat sintesis somatostatin.Sel pulau yang paling jarang
adalah sel F tempat menyereksi polipeptida pankreas, yang berperan dalam mengurangi
nafsu makan dan asupan makanan.
Somatostatin pankreas menghambat saluran cerna dalam berbagai cara, dengan
efek keseluruhan adalah menghambat pencernaan nutrien dan mengurangi
penyerapannya. Somatostatin dikeluarkan oleh sel D pankreas sebagai respons
langsung terhadap peningkatan glukosa darah dan asam amino darah selama
penyerapan makanan. Dengan menimbulkan efek inhibisi, somatostatin pankreas
bekerja melalui mekanisme umpan balik negatif untuk mengerem kecepatan
pencernaan dan penyerapan makanan sehingga kadar nutrien dalam plasma tidak
berlebihan. Somatostatin pankreas juga berperan parakrin dalam mengatur sekresi
hormon pankreas.Keberadaan lokal somatostatin mengurangi sekresi insulin, glukagon,
dan somatostatin itu sendiri, tetapi makna fisiologik fungsi parakrin ini belum jelas.
Somatostatin juga dihasilkan oleh sel-sel yang melapisi bagian dalam saluran
cerna tempat zat ini bekerja lokal secara parakrin untuk menghambat sebagian besar
proses pencernaan. Selain itu, somatostatin (alias GHIH) diproduksi oleh hipotalamus,
tempat zat ini menghambat sekresi hormon pertumbuhan dan TSH.
Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein. Hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam amino darah
serta mendorong penyimpanan bahan-bahan tersebut. Sewaktu nutrien ini masuk ke
darah selama keadaan absorptif, insulin mendorong penyerapan bahan-bahan ini oleh
sel dan pengubahannya masing-masing menjadi glikogen, trigliserida, dan protein.
Konsentrasi glukosa dalam darah ditentukan oleh keseimbangan proses-proses
berikut: penyerapan glukosa dari saluran cerna, pemindahan glukosa ke dalam sel,
produksi glukosa oleh hati, dan (secara abnormal) ekskresi glukosa di urin.
Insulin memiliki empat efek yang menurunkan kadar glukosa darah dan
mendorong penyimpanan karbohidrat:
1) Insulin mempermudah transpor glukosa kedalam sebagian besar sel.
2) Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa, di otot
rangka dan hati.
3) Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi glukosa.
4) Insulin juga menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan menghambat
glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa di hati.
Insulin adalah satu-satunya hormon yang mampu menurunkan kadar glukosa
darah. Insulin mendorong penyerapan glukosa oleh sebagian besar sel melalui
rekrutmen pengangkut glukosa.
Meskipun insulin berperan kunci dalam mengontrol penyesuaian metabolik
antara keadaan absorptif dan pasca-absorptif, namun produk sekretorik sel α pulau
Langerhans, glukagon, juga sangat penting. Glukagon mempengaruhi banyak proses
metabolik yang juga dipengaruhi oleh insulin, tetapi pada kebanyakan kasus efek
glukagon adalah berlawanan dengan efek insulin. Tempat utama kerja glukagon adalah
hati, tempat hormon ini menimbulkan berbagai efek pada metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein.
Efek keseluruhan glukagon pada metabolisme karbohidrat menyebabkan
peningkatan produksi dan pelepasan glukosa oleh hati sehingga kadar glukosa
meningkat. Glukagon melaksanakan efek hiperglikemiknya dengan menurunkan
sintesis glikogen, mendorong glikogenolisis, dan merangsang glukoneogenesis.
Glukagon juga melawan efek insulin pada metabolisme lemak dengan
mendorong penguraian lemak serta inhibisi sintesis trigliserida.Glukagon
meningkatkan produksi keton hati (ketogenesis) dengan mendorong perubahan asam
lemak menjadi badan keton. Karena itu, kadar asam lemak dan keton darah meningkat
dibawah pengaruh glukagon.
Glukagon menghambat sintesis protein di hati serta mendorong penguraian
protein hati. Stimulasi glukoneogenesis juga memperkuat efek katabolik glukagon pada
metabolisme pada metabolisme protein hati, Glukagon mendorong katabolisme protein
di hati tetapi tidak berefek nyata pada kadar asam amino darah karena hormon ini tidak
mempengaruhi protein otot, simpanan protein utama di tubuh.
KELENJAR TIROID
a. Anatomi
Kelenjar tiroid terletak didepan leher dengan posisi lebih kebawah, berat sekitar
25 g. Kelenjar ini mempunyai dua lobus, masing-masing lobus berbentuk menyerupai
buah pear, menyelubungi aspek anterolateral trakea dari garis oblik kartilago tiroid
sampai cincin trakea ke lima atau ke enam. Lobus kanan seringkali lebih besar dari
lobus kiri selanjutnya ismus bergabung pada level cincin trakea kedua atau ketiga.
Isthmus menempel dengan tegas pada permukaan anterior trakea. Bagian kecil dari
kelenjar, yaitu lobus piramidal seringkali kearah superior dari isthmus, secara umum di
sisi kiri dari midline. Kelenjar ini mempunyai kapsul dan juga ditutupi oleh fasia pre
trakea yang menebal ke posterior dan melekat pada kartilago krikoid dan diatas dari
cincin trakea. Fiksasi oleh fasia pre trakea ini memungkinkan kelenjar tiroid bersama
laring bergerak keatas dan kebawah selama menelan. Masing-masing lobus : vertikal-
5 cm, Anteroposterior -2 cm, transversal -3 cm, Isthmus: Vertikal dan transversal -1.25
cm (Khatawkar AV, 2015)
Gambar 1. Anatomi Kelenjar Tiroid
a) Vaskularisasi
Kelenjar tiroid kaya akan pembuluh darah. Masing-masing lobus di suplai
oleh arteri tiroid superior dan inferior, dan drainase oleh tiga pembuluh vena.
Vaskularisasi superior: terdiri dari arteri tiroid superior, yang mana merupakan
cabang pertama dari arteri carotis external, dan vena vena yang mengikutinya, yang
mengalirkan ke vena jugularis interna. Arteri ini memasuki pole atas dari kelenjar
pada puncaknya dan bercabang di bagian depan dan belakang kelenjar. Pembuluh
darah ini dapat ditangani dengan mudah melalui pembedahan, karena ruangan yang
longgar diantara kedua kapsul terdapat pada bagian atas dari lobus tiroid dimana
pengikat akan ditempatkan dekat dengan bagian atas yang kemudian akan
memisahkan pembuluh darah dengan nervus laryngeal external.
Arteri thyroid inferior: berasal dari trunkus thyrocervical, lewat dibelakang
selubung karotis dan berjalan transversal melewati ruang diantara selubung karotis
dan kelenjar tiroid, untuk masuk ke permukaan dalam dari kelenjar sebagai
beberapa cabang yang terpisah dekat dari alur tracheothyroid, dekat dengan nervus
laringeal dan kelenjar parotis inferior, oleh karena itu arteri tiroid inferior harus
diligasi pada posisi transversal medial terhadap selubung karotis.
Vena tiroid inferior: membentuk batas bawah dari kelenjar dan melewati ruang
fasia yang longgar untuk bergabung dengan vena brakiosefalika kiri. Rapuh dan
perlu diligasi satu per satu.
Vena tiroid media: pendek, dengan dinding tipis, keluar dari bagian tengah
kelenjar dan langsung ke lateral untuk melintas di depan ataubelakang arteri karotis
dan masuk ke vena jugularis internal. Ini adalah pembuluh pertama yang dijumpai
pada tiroidektomi.
Arteri tiroidea ima: berjalan dari trunkus brachiocephalica didepan trakea, kecil
dan tidak relevan untuk dilakukan pembedahan. Suplai darah dari perluasan
retrosternal berasal dari leher dan karenanya reseksi pada operasi selalu dapat
dilakukan melalui pendekatan cervical
b) Aliran limfe
Aliran limfe besar: jugularis tengah dan bawah, Posterior triangle nodes. Kecil:
Pretracheal dan para tracheal, Superior mediastinal nodes. Karena distribusi
kelenjar yang luas, standar diseksi radikal leher telah ditinggalkan dan diganti
dengan reseksi kelenjar ‘regional’ dalam kasus manajemen neoplasma tiroid.
c) Persarafan
Inervasi: kelenjar tiroid menerima inervasi dari ganglia symphatetic servikal
superior, media dan inferior. Berfungsi pada vasomotor
b. Histologi
Kelenjar tiroid memiliki keunikan dibanding kelenjar endokrin lainnya dalam
hal kemampuannya dalam menyimpan produk hormonal yaitu dua hormon tiroid yang
sangat kecil (TH) sebagai bagian dari prekursor yang 100 kali lebih besar yaitu
tiroglobulin (Tg) yang disekresikan dan disimpan didalam koloid, di luar dari sel tiroid.
Sirkulasi folikel ini juga terdapat pada beberapa tempat lain dari tubuh. Pada beberapa
tempat tersebut, contohnya pituitari bagian intermedia peran dari folikel
diklasifikasikan sebagai tidak penting atau tidak diketahui lainnya. (Sellitti DF, 2014)
Kelenjar tiroid ini tidak biasa, bahwa hormon-hormon disimpan didalam sebuah
rongga, dikelilingi oleh sel-sel sekretori, yang membentuk sebuah 'folikel'. Untuk
mengeluarkan hormon, hormon diserap kembali dari rongga tersebut, dan kemudian
dilepaskan ke dalam ruang interstitial sekitarnya. Hormon yang tersimpan terikat
dengan glikoprotein, dan hormon tersimpan ini disebut 'koloid'. (Sellitti DF, 2014).
Kelenjar ini mengeluarkan yodium yang mengandung hormon disebut sebagai Tri-iodo
thyronine (T3) dan thyroxine (T4) dimana T3 lebih aktif. Hormon ini mengatur tingkat
metabolisme basal, yang diatur oleh TSH hormon hipofisis. Hormon ini juga
mengeluarkan kalsitonin - yang mengatur kadar kalsium darah. Sekresi kalsitonin
menyebabkan kadar kalsium darah turun, dan sekresi yang secara langsung tergantung
pada kadar kalsium darah. (Sellitti DF, 2014). Koloid merupakan prekursor inaktif T3
dan T4. Hal ini terdiri dari glikoprotein yang disebut sebagai tiroglobulin, dibuat oleh
sel-sel epitel, yang terikat dengan yodium. Yodium mengikat residu tirosin dari
tiroglobulin.
Gaster terbagi atas 5 daerah secara anatomik (gambar 1.), yaitu : pars cardiaca,
bagian gaster yang berhubungan dengan esofagus dimanadidalamnya terdapat ostium
cardiacum. Fundus gaster, bagian yang berbentuk seperti kubah yang berlokasi pada
bagian kiri dari kardia dan meluas ke superior melebihi tinggi pada bagian
gastroesofageal junction. Korpus gaster, merupakan 2/3 bagian dari lambung dan
berada di bawah fundus sampai ke bagian paling bawah yang melengkung ke kanan
membentuk huruf “J‟. Pars pilori, terdiri dari dua bangunan yaitu anthrum pyloricum
dan pylorus. Didalam antrum pyloricum terdapat canalis pyloricus dan didalam pylorus
terdapat ostium pyloricum yang dikelilingi M. sphincter pyloricus. Dari luar M.
sphincter pylorus ini ditandai adanya V. prepylorica (Mayo)
b. Histologi
Gaster terdiri dari beberapa lapisan, yaitu tunika mukosa (epitel, lamina propia,
muskularis mukosa), submukosa, tunika muskularis, dan tunika serosa.
Mukosa gaster dilapisi oleh epitel kolumner simpleks non goblet, peralihan
jenis sel yang sangat nyata terdapat pada celah gastroesofageal, yaitu dari epitel
skuamous simpleks menjadi epitel kolumner simpleks.
Kelenjar gaster dibagi menjadi tiga zona, yaitu kelenjar kardiaka, kelenjar
oksintik, dan kelenjar pilorus. Kelenjar kardiaka berbentuk tubular panjang yang
muncul dari foveola dangkal dalam zona sempit (1-3cm) di sekitar batas antara
esofagus dan gaster. Kebanyakan dari kelenjar kardiakamenghasilkan gastrin, sebuah
hormon polipeptida yang merangsang aktivitas sekresi kelenjar dalam korpus, dan
mempengaruhi motilitas gaster.
Kelenjar oksintik merupakan kelenjar fundus dan korpus yang menghasilkan
sebagian besar getah gaster. Satu sampai tujuh kelenjar muncul dari satu foveola.
Kelenjar oksintik meluas ke bawah. Menempati sebagian besar ketebalan mukosa.12
Kelenjar oksintik memilik tiga tipe utama sel, yaitu sel zimogenik (chief cell), sel
parietal, dan sel mukus (neck cell). Sel zimogenik mensekresikan pepsinogen yang akan
diubah menjadi pepsin pada keadaan asam. Sel parietal mensekresikan asam
hidroklorida (HCl) dan faktor intrinsik. Sedangkan sel mukus berfungsi untuk
mensekresi mukus.
Kelenjar pilorus menempati 4 sampai 5 cm gaster bagian distal. Di daerah ini,
foveola gastrika lebih dalam daripada di bagian korpus gaster, menjulur ke bawah
sampai setengah tebal mukosa. Kelenjar pilorus memiliki lumen lebih besar dan lebih
bercabang dan berkelok daripada kelenjar oksintik. Jenis sel utama adalah sel
penggetah-mukus yang mirip dengan sel mukus dari kelenjar oksintik. Selain mukus,
sel-sel ini mensekresi enzim lisozim yang secara efektif menghancurkan bakteri.
c. Fisiologi
Gaster merupakan organ yang berfungsi sebagai reservoar, alat untuk mencerna
makanan secara mekanik, dan kimiawi. Makanan yang ditelan mengalami
homogenisasi lebih lanjut oleh kontraksi otot dinding gaster, dan secara kimiawi diolah
oleh asam dan enzim yang disekresi oleh mukosa lambung. Saat makanan sudah
menjadi kental, sedikit demi sedikit mendesak masuk ke dalam duodenum.
Gaster memiliki fungsi motorik serta fungsi pencernaan dan sekresi. Fungsi
motorik meliputi fungsi menampung dan mencampur makanan serta pengosongan
lambung sedangkan fungsi pencernaan dan sekresi meliputi pencernaan protein, sintesis
dan pelepasan gastrin, sekresi faktor intrinsic, sekresi mukus serta sekresi bikarbonat.
Fungsi penyimpanan gaster yaitu ketika makanan masuk ke dalam gaster,
makanan membentuk lingkaran konsentris makanan dibagian oral gaster, makanan
yang paling baru terletak paling dekat dengan dinding luar gaster. Normalnya, bila
makanan meregangkan gaster, “reflex vasocagal” dari gaster ke batang otak dan
kemudian kembali ke lambung akan mengurangi tonus di dalam dinding otot korpus
gaster sehingga dinding menonjol keluar secara progresif, menampung jumlah
makanan yang makin lama makin banyak sampai suatu batas saat gaster berelaksasi
sempurna, yaitu 0,8 sampai 1,5 liter. Tekanan dalam gaster akan tetap rendah sampai
batas ini dicapai.
Sekresi gaster dikendalikan oleh mekanisme neural dan humoral. Komponen
saraf adalah refleks otonom lokal yang melibatkan neuron-neuron kolinergik dan
impuls-impuls dari susunan saraf pusat melalui saraf vagus. Aktivitas sekresi gaster
sangat ditingkatkan pada awal makan saat kemo dan mekanoreseptor dalam rongga
mulut dirangsang oleh pengunyahan dan pengecapan makanan. Impuls aferen dan
reseptor ini menuju ke otak dan diteruskan ke serat eferen dalam saraf vagus yang
bekerja langsung pada sel-sel oksintik untuk meningkatkan sekresi asam.
Bersamaan waktu neuron dalam pleksus saraf intrinsik terangsang oleh eferen
vagus, membangkitkan impuls yang menginduksi sel-G untuk membebaskan gastrin,
yang memiliki efek stimulasi kuat pada sel-sel oksintik. Ada bukti bahwa pembebasan
gastrin dapat distimulasi oleh peptida dan produk asam amino dari pencernaan oleh
kafein, dan oleh konsentrasi rendah alkohol yang masuk bersama makanan.
Hormon-hormon dasar atau neurotransmitter yang secara langsung merangsang
sekresi kelenjar gaster adalah histamin, asetilkolin, dan gastrin.Sekresi asam lambung
dirangsang oleh histamin melalui reseptor H2, asetilkolin melalui reseptor muskarinik
M1 dan oleh gastrin melalui reseptor gastrin di membran sel parietal. Reseptor H2
meningkatkan AMP siklik intrasel sedangkan reseptor muskarinik dan reseptor gastrin
menimbulkan efek melalui peningkatan kadar Ca2+ bebas intrasel. Proses-proses
intrasel saling berinteraksi sehingga pengaktifan salah satu jenis resesptor akan
memperkuat respon reseptor lain terhadap rangsangan.
Adapun hormone-hormon yang berkaitan dengan peningkatan berat badan yaitu:
a) Hormone Leptin
Leptin berasal dari Bahasa Yunani leptos yang berarti kurus. Leptin
merupakan suatu hormon 16 kDa protein yang berperanan dalam regulasi energy
yang masuk dan keluar, termasuk napsu makan dan metabolism dalam tubuh
(Brennan AM 2006).
Leptin pertama kali ditemukan pada tahun 1994 oleh Jeffrey M. Friedman
dan koleganya di Universitas Rockefeller melaui suatu uji coba pada Tikus (Zhang
Y et al, 1994)
Leptin merupakan suatu protein 167 asam amino. Leptin terutama
dihasilkan dari sel lemak putih, dan kadar sirkulasi leptin sebanding dengan jumlah
lemak di tubuh kita. Sumber lain adalah berasal dari jaringan lemak coklat, plasenta
(syncytiotrophoblast), ovarium, otot skeletal, lambung, sumsum tulang, hati dan
kelenjar gonad (Bado A, et al 1998)Fungsi utama leptin adalah menginhibisi nafsu
makan dengan bekerja pada reseptor di Hypothalamus dengan cara :
1) Menghambat kerja Neuropeptide Y (suatu stimulant napsu makan yang sangat
potent yang disekresi pada usus dan hypothalamus).
2) Menghambat efek daripada Anandamide (suatu stimulant nafsu makan)
3) Merangsang sintesa dari α-MSH, suatu supresan nafsu makan (Pratley R et al
1997; Weigle D et al 1997).
Fungsi leptin tidak hanya mengontrol nafsu makan. Leptin merupakan
regulator kunci tidak hanya pada sistim endokrin dan pada “sistim hypothalamic-
pituitary-adrenal axis”, tapi juga homeostasis energy, sekresi insulin, angiogenesis,
pembentukan tulang dan reproduksi.
Kortisol memiliki beberapa peran dalam tubuh, peran utama dari kortisol
sebagai glukokortikoid adalah berperan besar dalam proses metabolisme glukosa
serta metabolisme protein dan lemak melalui peningkatan proses glukoneogenensis
di hati dan berperan dalam proses adaptasi terhadap stress. Dalam proses
glukoneogenensis ini,terjadi peningkatan sekresi glukosa di hati dan perubahan
sumber-sumber non karbohidrat (yaitu asam amino) menjadi karbohidrat. Kortisol
juga menyebabkan lipolisis sehingga pelepasan asam lemak bebas meningkat dan
terjadi deposit lemak sentripetal (Sherwood, 2014). Fungsi lain dari kortisol adalah
mengatur tonus arteriol dan menjaga tekanan darah (merangsang sekresi
angiotensin II), meningkatkan glomerular filtration rate (GFR), ekskresi air,
ekskresi kalium, retensi natrium dan menekan uptake kalsium di tubulus renal dan
usus (Aini & Aridiana, 2016).
Keadaan ini diakibatkan oleh adanya efek permisif signifikan kortisol
terhadap aktivitas hormon lain. Epinefrin adalah salah satu jenis hormon yang
aktivitasnya dipengaruhi oleh kadar hormon kortisol, kortisol harus ada dalam
jumlah yang memadai agar epinefrin dapat menimbulkan vasokonstriksi
(penyempitan pembuliuh darah). Dalam kondisi stress tubuh akan meningkatkan
sekresi epinefrin hingga 300 kali lipat dari kadar normalnya, tergantung dari jenis
dan intensitas rangsangan stress (Sherwood, 2014). Kortisol meningkatkan aktivitas
epinefrin, sehingga terjadi peningkatan frekuensi jantung dan tekanan darah (Aini
& Aridiana, 2016).
Kadar kortisol yang berlebihan merupakan faktor utama yang menyebabkan
hipertensi pada Cushing sindroma. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa
peningkatan kadar kortisol serum terlihat pada pasien dengan hipertensi esensial,
dan kortisol terlibat dalam genesis penting hipertensi. Kortisol juga penting untuk
pemeliharaan aliran darah ginjal dan glomerulus laju filtrasi (GFR). Selain
kemampuan ginjal untuk mengatur tekanan arteri melalui perubahan ekstrasel,
ginjal juga memiliki mekanisme yang kuat lainnya untuk mengatur
tekanan.Mekanisme ini adalah system renin-angiotensin (Li et al., 2016).
Jawaban:
Berat badan merupakan salah satu parameter yang penting untuk mengetahui
kondisi tubuh seseorang. Melalui berat badan dapat diketahui berbagai informasi
untuk menganalisa kondisi tubuh seseorang. Menurut World Health Organitation
(WHO 2010) faktor resiko penyebab kematian ke-5 di dunia yaitu kelebihan berat
badan (Overweight) dan kegemukan (Obesity). Setidaknya ada 2.8 juta penduduk
di dunia meninggal akibat komplikasi obesitas, 23% menderita penyakit jantung
iskemik, dan 7% sampa 41% mempunyai resiko terkena kanker pada organ
tertentu. Menurut (Supariasa, 2013) dalam Nugroho (2016) Dengan IMT dapat
memantau status gizi seseorang yang berhubungan dengan kelebihan dan
kekurangan berat.
Tabel 1. Menunjukkan bahwa dari 37 mahasiswa terdapat pola makan dengan jam
makan yang teratur sebanyak 11, 5% sedangkan tidak teratur sebanyak 88,5%. Dari
37 mahasiswa terdapat pola makan dengan jenis makan sayur dan buah sebanyak
7,7%, jenis makanan berminyak sebanyak 76,9% sedangkan yang memiliki pola
makan dengan jenis makanan seimbang sebanyak 15,4%. Pada faktor keturunan
menunjukkan dari 37 mahasiswa terdapat keturunan ibu yang gemuk sebanyak 26,9%,
ibu yang kurus sebanyak 23,1% sedangkan ibu yang ideal sebanyak 50%. Keturunan
dari bapak yang gemuk sebanyak 23,1%, bapak yang kurus 19,2% sedangkan bapak
yang ideal sebanyak 57,7%. Rutinitas berolahraga menunjukkan dari 37 mahasiswa
terdapat rutin berolahraga sebanyak 11,5% sedangkan yang tidak rutin berolahraga
sebanyak 88,5%. Pola tidur menunjukkan 37 mahasiswa terdapat pola tidur yang
teratur sebanyak 3,8% sedangkan yang tidak teratur sebanyak 96,2%. Penggunaan
media menunjukkan 37 mahasiswa terdapat penggunaan media selama <5 jam dalam
sehari sebanyak15,4% sedangkan penggunaan media selama >5 jam dalam sehari
sebanyak 84,6%. Status berat badan menunjukkan dari 37 mahasiswa terdapat status
gemuk sebanyak 5,4%, status kurus sebanyak 10,8% sedangkan status ideal sebanyak
83,8%.
Pola Makan
Faktor genetik berhubungan dengan pertambahan berat badan, IMT, lingkar pinggang,
dan aktivitas fisik. Jika ayah dan atau ibu menderita kelebihan berat badan maka
kemungkinan anaknya memiliki kelebihan berat badan sebesar 40-50%. Apabila
kedua orang tua menderita obesitas kemungkinan anaknya menjadi obesitas sebesar
70-80%. Faktor genetik sangat berperan dalam peningkatan berat badan. Data dari
berbagai studi genetik menunjukkan adanya beberapa alel yang menunjukkan
predisposisi untuk menimbulkan obesitas. Di samping itu, terdapat interaksi antara
faktor genetik dengan kelebihan asupan makanan padat dan penurunan aktivitas fisik.
Studi genetik terbaru telah mengidentifikasi adanya mutasi gen yang mendasari
obesitas. Terdapat sejumlah besar gen pada manusia yang diyakini mempengaruhi
berat badan dan adipositas.Berdasarkan penelitian diketahui bahwa orang tua
mempengaruhi pola makan anak dan gaya hidup yang sama dalam keluarga. Keluarga
mewariskan kebiasaan pola makan dan gaya hidup yang sama.
Berdasarkan hasil pengamatan mahasiswa dominan memilih makanan
berminyak daripada sayur dan buah. Banyak alasan yang menyebabkan mahasiswa
pada penelitian ini jarang mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan, salah satunya
karena kurang suka dengan sayur dan tidak ada waktu di rumah untuk makan sayur
dan buah akibat aktivitas yang lebih banyak di luar rumah. Beberapa mahasiswa
mengaku bahwa. lebih suka mengkonsumsi jenis makanan kering seperti gorengan,
aneka lauk (ayam, ikan, daging, dll), aneka jajanan (batagor, sosis goreng, bakso, mi
ayam), dan makanan manis seperti roti dan kue. Jenis makanan yang dikonsumsi
tersebut sedikit mengandung serat. Pola makan dan kebiasan makan pada subjek
penelitian cenderung ke arah makanan yang berlemak, berminyak serta mengandung
banyak pati dan gula sehingga hal tersebut akan menyebabkan asupan serat menjadi
rendah. Selain itu, tersedianya kantin, restauran cepat saji, dan pedagang keliling di
sekitar area kampus yang umumnya menyajikan makanan yang berlemakdan
berminyak juga mempengaruhi asupan serat pada mahasiswa. Pola konsumsi yang
diterapkan remaja sekarang ini adalah makanan yang tinggi energi namun sedikit
mengandung serat (Rahayuningtyas,2012)
Rutinitas Berolahraga
Untuk memiliki tubuh yang sehat dan ideal pada mahasiswa perlu dilakukan aktivitas
fisik yang sesuai, aman dan efektif dalam upaya menurunkan berat badan. Seperti
dengan berolahraga teratur dan terkontrol, karenaakan membantu memelihara berat
badan yang optimal, karena gerak yang dilakukan saat berolahraga sangat berbeda
dengan gerak saat menjalankan aktivitas sehari-hari seperti berdiri, duduk atau hanya
menggunakan tangan.Olahraga yang dilakukan dengan tepat, teratur, dan terukur
dapat memberikan peningkatan pengeluaran energi yang cukup besar untuk menjaga
atau menurunkan berat badan secara berkala. Selain itu olahragayang teratur dapat
menjaga dan meningkatkan daya tahan tubuh atau kebugaran jasmani dan
menghindarkan atau meminimalisasi dari berbagai scrangan penyakit.
Pola Tidur
3. Penyakit Cushing
Keadaan hiperglukokortikoid pada sindrom Cushing menyebabkan katabolisme
protein yang berlebihan sehingga tubuh kekurangan protein. Kulit dan jaringan
subkutan menjadi tipis, pembuluh-pembuluh darah menjadi rapuh sehingga tampak
sebagai stria berwarna ungu di daerah abdomen, paha, bokong, dan lengan atas.
Otot-otot menjadi lemah dan sukar berkembang, mudah memar, luka sukar sembuh,
serta rambut tipis dan kering.
Keadaan hiperglukokortikoid di dalam hati akan meningkatkan enzim
glukoneogenesis dan aminotransferase. Asam-asam amino yang dihasilkan dari
katabolisme protein diubah menjadi glukosa dan menyebabkan hiperglikemia serta
penurunan pemakaian glukosa perifer, sehingga bisa menyebabkan diabetes yang
resisten terhadap insulin. Pengaruh hiperglukokortikoid terhadap sel-sel lemak
adalah meningkatkan enzim lipolisis sehingga terjadi hiperlipidemia dan
hiperkolesterolemia.
Pada sindrom Cushing ini terjadi redistribusi lemak yang khas. Gejala yang bisa
dijumpai adalah obesitas dengan redistribusi lemak sentripetal. Lemak terkumpul
di dalam dinding abdomen, punggung bagian atas yang membentuk buffalo hump,
dan wajah sehingga tampak bulat seperti bulan dengan dagu ganda. Pengaruh
hiperglukokortikoid terhadap tulang menyebabkan peningkatan resorpsi matriks
protein, penurunan absorbsi kalsium dari usus, dan peningkatan ekskresi kalsium
dari ginjal. Akibat hal tersebut terjadi hipokalsemia, osteomalasia, dan retardasi
pertumbuhan. Peningkatan ekskresi kalsium dari ginjal bisa menyebabkan
urolitiasis.Pada keadaan hiperglukokortikoid bisa timbul hipertensi, namun
penyebabnya belum diketahui dengan jelas. Hipertensi dapat disebabkan oleh
peningkatan sekresi angiotensinogen akibat kerja langsung glukokortikoid pada
arteriol atau akibat kerja glukokortikoid yang mirip mineralokortikoid sehingga
menyebabkan peningkatan retensi air dan natrium, serta ekskresi kalium. Retensi
air ini juga akan menyebabkan wajah yang bulat menjadi tampak pletorik. Keadaan
hiperglukokortikoid juga dapat menimbulkan gangguan emosi, insomnia, dan
euforia. Pada sindrom Cushing hirsutisme, pubertas prekoks, hipersekresi
glukokortikoid sering disertai oleh peningkatan sekresi androgen adrenal sehingga
bisa ditemukan gejala dan tanda klinis hipersekresi androgen seperti, dan timbulnya
jerawat.Patofisiologi Cushing disease berkaitan dengan peningkatan hormon
kortisol. Hormon kortisol umumnya akan meningkat pada beberapa kondisi, yaitu
saat pagi hari, inflamasi sistemik (sitokin), dan stres, baik fisiologis maupun
psikologis. Normalnya, corticotropin-releasing hormone (CRH) akan dikeluarkan
oleh nucleus paraventricular dari hipotalamus yang diikuti dengan transportasi
CRH pada sistem vena portal ke kelenjar pituitari atau hipofisis.
Pada kelenjar pituitari anterior, CRH akan berikatan dengan reseptor CRH-1
dan menstimulasi ekspresi proopiomelanocortin (POMC) yang kemudian akan
diproses menjadi adrenocorticotropic hormone (ACTH). Selanjutnya, ACTH
akan disekresi ke sirkulasi sistemik dan berikatan dengan reseptor pada zona
fasikulata pada korteks adrenal dan menghasilkan kortisol. Sekresi kortisol akan
dikontrol dengan mekanisme umpan balik negatif yang akan menginhibisi
hipotalamus dan kelenjar pituitari dalam sekresi CRH dan ACTH
4. Sindroom Cushing
Pada sindrom Cushing ini terjadi redistribusi lemak yang khas. Gejala yang bisa
dijumpai adalah obesitas dengan redistribusi lemak sentripetal. Lemak terkumpul
di dalam dinding abdomen, punggung bagian atas yang membentuk buffalo hump,
dan wajah sehingga tampak bulat seperti bulan dengan dagu ganda. Pengaruh
hiperglukokortikoid terhadap tulang menyebabkan peningkatan resorpsi matriks
protein, penurunan absorbs. Akibat hal tersebut terjadi hipokalsemia,
osteomalasia, dan retardasi pertumbuhan. Peningkatan ekskresi kalsium dari ginjal
bisa menyebabkan urolitiasis.Pada keadaan hiperglukokortikoid bisa timbul
hipertensi, namun penyebabnya belum diketahui dengan jelas. Hipertensi dapat
disebabkan oleh peningkatan sekresi angiotensinogen akibat kerja langsung
glukokortikoid pada arteriol atau akibat kerja glukokortikoid yang mirip
mineralokortikoid sehingga menyebabkan peningkatan retensi air dan natrium,
serta ekskresi kalium. Retensi air ini juga akan menyebabkan wajah yang bulat
menjadi tampak pletorik. Keadaan hiperglukokortikoid juga dapat menimbulkan
gangguan emosi, insomnia, dan euforia. Pada sindrom Cushing, hipersekresi
glukokortikoid sering disertai oleh peningkatan sekresi androgen adrenal sehingga
bisa ditemukan gejala dan tanda klinis hipersekresi androgen seperti hirsutisme,
pubertas prekoks, dan timbulnya jerawat.1
5. Hipotiroid
6. Sindrom Metabolis
Adapun faktor terjadinya hipertensi dapat dibedakan atas faktor risiko yang tidak
dapat diubah (seperti keturunan atau genetik, jenis kelamin, dan umur) dan faktor
risiko yang dapat diubah (seperti kegemukan atau obesitas, kurang olahraga atau
aktivitas ftsik, merokok, stres, konsumsi alkohol dan konsumsi garam).
Risiko DM tipe II akan meningkat dua sampai enam kali lipat jika orang tua atau
saudara kandung mengalami penyakit ini. Sekitar 50% pasien DM Tipe 1
mempunyai orang tua yang juga menderita DM, dan lebih dari sepertiga pasien
mempunyai saudara yang juga menderita DM, sehingga faktor genetik
(keturunan) berperan sangat penting.
Berbagai penelitian hanya menyebutkan faktor keturunan sebagai salah satu
penyebab terjadinya DM, namun tanpa disertai garis keturunan mana yang
menyebabkan resiko lebih tinggi terjadinya DM.
Beberapa penelitian belum menjelaskan secara rinci tentang garis keturunan
manakah yang membawa faktor genetik penyebab DM, apakah dari ibu, bapak,
atau keduanya? Seseorang akan lebih cepat terkena penyakit DM apabila
seseorang tersebut memiliki garis keturunan dari ibu dan akan cenderung akan
terkena penyakit diabetes lebih mudah lagi bila memiliki riwayat garis keturunan
diabetes dari ayah+ibu. Hal tersebut kemungkinan karena adanya gabungan gen
pembawa sifat DM dari ayah dan ibu sehingga usia terdiagnosis DM menjadi
lebih cepat. Penelitian menemukan bahwa jika didapati salah satu orangtua
menderita DM maka resiko untuk menderita DM adalah sebesar 15%, jika kedua
orangtua memiliki DM maka resiko untuk menderita DM meningkat menjadi
75%. Banyaknya jumlah penderita DM dari kaum perempuan disebabkan karena
perempuan lebih beresiko terkena DM dari pada laki-laki, hal itu dikarenakan
perempuan mempunyai peluang lebih besar pada peningkatan Indeks Masa Tubuh
(IMT). Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome) pasca menopause.
5. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin dengan peningkatan berat badan?
Jawaban:
Obesitas adalah keadaan kesehatan dan stuktur gizi dengan akumulasi lemah
tubuh berlebihan disertai dengan resiko kelainan patologis multi organ, atau secara
sederhana obesitas didefinisikan sebagai keadaan penumpukan lemak yang berlebihan
di dalam jaringan lemak sehingga mengganggu kesehatan.
WANITA
32,3%
Gambar Presentase Jenis Kelamin
yang Memeriksakan Kadar Kolesterol Darah
PRIA Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa
67,7% Vol. 1, No. 1, Januari 2011, 73 – 80
Klasifikasi tingkat perbedaan Peningkatan berat badan antara pria dan wanita
pada dasarnya tidak dapat di identifikasi secara pasti.Hal ini tergantung dari konsumsi
energi dan atau penurunan pengeluaran energi, perubahan faktor-faktor lingkungan,
mutasi genetik baru, serta juga peningkatan kelainan hormonal terkait obesitas.
Epidemi obesitas ini melintasi batas budaya. Seluruh dunia menjadi lebih
besar presentasi obesitas dengan perbaikan ekonomi, peningkatan akses atau
keinginan terhadap makanan kalori tinggi, gula tinggi, dan kemajuan teknologi ikut
mengurangi keaktifan fisik (Marzuki Suryaatmaja,2007).
Penggolongan umur pasien Sebenarnya pada usia 30-39 yang merupakan usia
produktif dan seharusnya banyak melakukan aktifitas fisik,Juga tidak menutup
kemungkinan pada rentang usia 40-49 serta pada rentang usia tertentu. tetapi karena
sekarang ini kemajuan teknologi semakin meningkat pesat, sehingga aktifitas fisik
berkurang, serta pola makan yang tidak sehat, misalnya makan makanan yang tinggi
kadar lemak dan kalorinya, sedangkan energi yang dipergunakan sedikit
sehingga menyebabkan tidak seimbangnya makanan yang masuk dan energi yang
dikeluarkan,yang menyebabkan kelebihan kalori serta lemak disimpan dalam tubuh
sehingga menyebabkan kenaikan kadar lemak dalam tubuh meningkat.
Gambar. Prosentase Pasien dalam Klasifikasi Obesitas pada umur 30 39 Tahun (A) dan umur 40-49 Tahun (B).
Gambar. Hubungan antara umur, kadar IMT dan kadar kolestrol
Jadi kesimpulannya, Terdapat hubungan (korelasi) yang sangat nyata antara
umur dengan kadar kolesterol sebagai salah satu factor penyebab obesitas dan
peningkatan berat badan, hubungan (korelasi) antara obesitas (IMT) dengan kadar
kolesterol nyata, sedangkan jenis kelamin tidak ada hubungan (korelasi) dengan
obesitas maupun jenis kelamin. determinan variasi kadar kolesterol darah manusia
bisa dijelaskan oleh variabel umur dan indeks masa tubuh. Sedangkan sisanya
dijelaskan oleh sebab-sebab lain.
Jawaban:
Gizi lebih dan obesitas pada anak dan remaja ditegakkan berdasarkan
anamnesis untuk mencari tanda atau gejala yang dapat membantu menentukan
apakah seorang anak mengalami atau berisiko obesitas, pemeriksaan fisis dan
antropometris, serta deteksi dini komorbiditas yang dibuktikan dengan pemeriksaan
penunjang terkait.
a. Anamnesis
b. Penilaian Antropometri
Tebal lemak bawa kulit atau tebal lipatan kulit pada daerah triceps dan
subskapuler merupakan refleksi tumbuh kembang dari jaringan bawah kulit, yang
mencerminkan kecukupan energi. Dalam keadaan defisiensi lipatan kulit akan
menipis dan dalam keadaan kelebihan masukan energi maka lipatan kulit akan
menebal. TLBK ini dimanfaatkan dalam menilai keadaan gizi lebih, khususnya
obesitas.
A. Sindrom Metabolik
-Defenisi
Sindroma metabolik merupakan suatu kumpulan faktor risiko metabolik
yang berkaitan langsung terhadap terjadinya penyakit kardiovaskuler
artherosklerotik. Faktor risiko tersebut antara lain terdiri dari dislipidemia
aterogenik, peningkatan tekanan darah, peningkatan kadar glukosa plasma,
keadaan prototrombik, dan proinflamasi.
-Epidemiologi
Prevalensi sindrom metabolik (SM) berdasarkan data epidemiologi
adalah 20–25%. 1 Framingham Offspring Study mendapatkan hasil prevalensi
responden berusia 26-82 tahun 29,4% pada pria dan 23,1% pada wanita.2
Prevalensi SM pada populasi dewasa yang terjadi di Eropa saat ini dilaporkan
sekitar 15%3 , di Korea Selatan 14,2 %,4 dan di Amerika 24%.5 Sementara di
Indonesia sebanyak 23,34% dari total populasi mengalami SM, 26,2% pada
laki-laki dan 21,4% perempuan. Enam Penelitian di Iran mendapatkan insidens
rate sebesar 550,9/10.000 person years (95% CI: 519,5-584,2).
- Etiologi
Pada penderita diabetes mellitus pangaturan sistem kadar gula darah
terganggu, insulin tidak cukup mengatasi dan akibatnya kadar gula dalam
darah bertambah tinggi. peningkatan kadar glukosa darah akan menyumbat
seluruh sistem energi dan tubuh berusaha kuat mengeluarkannya melalui
ginjal. Kelebihan gula dikeluarkan didalam air kemih ketika makan makanan
yang banyak kadar gulanya. Peningkatan kadar gula dalam darah sangat cepat
pula karena insulin tidak mencukupi jika ini terjadi maka terjadilah diabetes
mellitus. (Tjokroprawiro, 2006).
Insulin berfungsi untuk mengatur kadar gula dalam darah guna
menjamin kecukupan gula yang disediakan setiap saat bagi seluruh jaringan
dan organ, sehingga proses-proses kehidupan utama bisa berkesinambungan.
Pelepasan insulin dihambat oleh adanya hormon – hormon tertentu lainnya,
terutama adrenalin dan nonadrenalin, yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar
adrenal, yang juga dikenal sebagai katekolamin, dan somatostatin. (Bogdan
Mc Wright, MD. 2008).
- Manifestasi Klinis
Pasien MODY sering kali mempunyai satu atau lebih manifestasi
berikut: riwayat keluarga dengan semua tipe DM, tidak tergantung insulin,
tidak mempunyai autoantibodi terhadap antigen pankreas, dan terdapat
produksi insulin endogen (terdeteksi C-peptide, hanya perlu sedikit insulin),
dan jarang mengalami ketoasidosis.
Pada pasien anak ini, terdapat keluhan khas diabetik yaitu poliurin
yang disertai kelemahan badan. Riwat penyakit keluarga, ditemukan bahwa
kakek pasien menderita DM. Berat badan anak dalam batas normal. Glukosa
darah selalu tinggi, dan saat diperiksa di laboratorium rumah sakit juga
menunjukkan hiperglikemia acak, puasa, dan 2 jam post prandial. Pada
awalnya pasien diduga menderita DM-tipe 1, oleh karena pada anak tipe
tersering adalah tipe-1. Kemudian dilakukan pemeriksaan C-peptida dengan
hasil masih dalam rentang normal yaitu 2,74 ng/ml. Pada DM tipe 1 tersering
kadar C peptide sangat rendah oleh akibat sel beta pankreas yang rusak tidak
mampu untuk memproduksi insulin. Terdapat 29% pasien DM tipe 1 yang
masih terdeteksi kadar C-peptida nya saat terdiagnosis, yang dalam perjalanan
penyakitnya akan menurun. Kadar C-peptida nya yang normal tersebut perlu
dipertimbangkan diagnosis banding lainnya yaitu MODY
B. Obesitas
- Defenisi
Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan
metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologi spesifik.
Faktor genetic diketahui sangat berpengaruh bagi perkembangan penyakit ini.
Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan
akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adipose
sehingga dapat mengganggu kesehatan.
Mekanisme dasar dari terjadinya kelebihan berat badan sampai
obesitas adalah ketidakseimbangan masukan energi dan pengeluarannya.
Penyebab dari ketidakseimbangan tersebut adalah mudahnya akses dan variasi
jenis makanan yang kaya energi.
Dampak obesitas cukup luas terhadap berbagai penyakit kronik
degeneratif seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, kanker dan
diabetes tipe 2 serta kelainan tulang. Akibat banyaknya penyakit yang bisa
ditimbulkan oleh obesitas sehingga angka morbiditas dan mortalitas penderita
obesitas cukup tinggi.
- Epidemiologi
Peningkatan prevalensi dari insiden obesitas di negara maju dan
berkembang sudah terjadi sejak 25 tahun terakhir. Di Indonesia sejak Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) kedua sudah mulai ada data kelebihan
berat badan dan obesitas ini sejak dilaksanakan Riset Kesehatan Dasar pada
2007 sampai dengan Riset Kesehatan Dasar pada 2013.
Dari publikasi di The Lancet Juni 2016 melaporkan bahwa pada tahun
1980 ditemukan 1,225 milyar orang dewasa di dunia sudah menderita
kelebihan berat badan dan obesitas. Pada tahun 2011 meningkat menjadi 1,6
milyar orang dewasa mengalami kelebihan berat badan dan 400 juta sudah
obesitas. Kemudian pada tahun 2013 menjadi 2,3 milyar orang dengan
kelebihan berat badan dan 700 juta sudah obesitas.
Akibat meningkatnya populasi obesitas, maka berbagai penyakit
kronik degeneratif yang disebabkan oleh obesitas akan meningkat.
Diperkirakan sebanyak 400.000 orang per tahun terjadi kematian dini akibat
penyakit tersebut.
- Faktor Resiko
Obesitas akan terjadi karena ada faktor-faktor yang menyebabkannya
seperti:
1. Jenis kelamin, secara empiris wanita lebih banyak menderita obesitas
dibanding pria. Hal ini disebabkan faktor hormon wanita dan aktivitas
sehari-hari serta persentase lemak tubuh.
2. Usia, meskipun obesitas sudah dimulai sejak kecil sampai menjelang
tua. Namun usia yang paling banyak menderita obesitas adalah usia 35-
60 tahun. Faktor penyebab obesitas pada usia ini adalah faktor
makanan, gaya hidup, aktivitas pekerjaan dan kondisi psikologis.
3. Tingkat pendidikan, dari laporan OECD 2016 ditemukan wanita
berpendidikan rendah 2-3 kali menderita obesitas lebih banyak
dibanding dengan wanita berpendidikan tinggi. Pada pria tidak
ditemukan perbedaan yang spesifik tersebut. Apabila anggota
keluarganya mengalami obesitas terutama orang tuanya, maka anaknya
akan mempunyai peluang lebih besar mengalami obesitas.
4. Status ekonomi, di negara maju seperti Amerika serikat, Rusia,
Jerman, dan Tiongkok obesitas banyak terjadi pada kelompok
masyarakat dengan sosio-ekonomi menengah dan tinggi. Sedangkan di
negara berkembang seperti India, Indonesia, Mesir dan Pakistan
kejadian obesitas banyak terdapat pada masyarakat dengan tingkat
sosio-ekonomi menengah ke bawah.
Faktor risiko dasar dari terjadinya obesitas yaitu faktor peningkatan intake,
faktor metabolik dan penggunaan kalori dan gen. Kondisi ini terjadi karena
modernisasi, globalisasi dan urbanisasi secara spesifik.
- Klasifikasi
Tipe obesitas pertama adalah obesitas sentral disebut juga obesitas
android atau obesitas abdominal. Obesitas tipe ini ditandai dengan tingginya
Body Mass Index (BMI), persentase lemak tinggi dan lingkaran perut juga
besar, pria >94 cm dan wanita >80 cm. Penumpukan lemak di daerah visceral.
Obesitas tipe sentral merupakan faktor risiko mayor untuk berkembang
menjadi diabetes melitus tipe 2.
Berikutnya adalah obesitas peripheral disebut juga dengan obesitas
ginekoid. Karakteristik dari obesitas ini ditandai dengan BMI dan persentase
lemak tinggi etapi lingkaran perut normal. Penumpukan lemaknya di
subkutaneus dan perifer. Obesitas jenis ini ditemukan pada wanita dan bersifat
metabolik proteksi.
a. DM Tipe 2
Komplikasi penyakit akibat obesitas adalah DM Tipe 2. Karena obesitas dapat
mempengaruhi cara tubuh menggunakan insulin untuk mengontrol kadar gula
darah. Meningkatkan resiko resistensi insulin dan diabetes.
b. Osteoarthritis
Obesitas dapat meningkatkan tekanan pada sendi. Tak hanya itu, juga dapat
meningkatkan peradangan didalam tubuh. Factor tersebut menyebabkan
komplikasi Osteoarthritis
c. Tekanan darah tinggi,
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi dimana tekanan
darah kedinding arteri cukup tinggi. Obesitas dan tekanan darah tinggi
memiliki keterkaitan erat. Karena, kelebihan berat badan dapat membuat
jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah keseluruh tubuh.
Jawaban:
Berdasarkan scenario, maka tata laksana yang dapat diberikan dan didasarkan
diagnosis sementara dari scenario, yakni penderita mengalami obes, karena
diakibatkan oleh beberapa factor resiko, yang ditandai dengan pemfis yang
terdapat pada scenario.
Olahraga yang teratur, berupa latihan fisik yang dilakukan dengan pola
olahraga 30-45 menit setiap hari, sehingga juga dapat mengontrol kalori,
penimbunan lemak, dan juga dengan banyak minum-minuman mineral.
TATA LAKSANA FARMAKOLOGI
Berdasarkan scenario, diperoleh ada riwayat keluarga yang DM dan
hipertensi, maka golongan obat yang tepat untuk penyakit obes, sebagai
diagnosis sementara ini:
Metformin, Sejak lama telah diketahui bahwa metformin sebagai golongan
biguanide mempunyai efek menghambat produksi glukosa dihati,
menurunkan absorbsi disaluran cerna dan meningkatkan sensitivitas insulin.
Penelitian terbaik metformin pada pasien obesitas adalah penelitian Diabetes
Prevention Program (DPP) yang menilai efek metformin dengan dosis 2 x
850 mg pada pasien dengan sindroma metabolik yang mendapatkan hasil
adanya penurunan berat badan hingga 2,5 ah dan hasil ini bermakna
dibandingkan dengan plasebo. Walaupun hasil ini jauh dari batasan yang
diwajibkan FDA sebesar 5 % penurunarr berat badan minimal yang harus
dihasilkan oleh terapi obesitas, tetapi pemberian metformin dikatakan sangat
baik bagi pasien DM dengan obesitas karena disamping menurunkan berat
badan juga dapat menurunkan resistensi insulin. Pada kelompok wanita
obesitas dengan polycystic Ovarium Syndrome (PCOS) metformin juga
dikatakan sangat efektif karena disamping dapat menurunkan berat badan
juga mempunyai efek meningkatkan fertilitas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adam JMF. Obesitas dan Diabetes Mellitus tipe 2 dalam J.M.F., Adam (ed). Obesitas
dan Sindrom Metabolik. Bandung. FK Universitas Padjajaran. 2006. 81-91. 55.
2. Alain G, Ronan R, Pierre HD, Celine L, Sylviane V, Beverley B, et al. Increases in waist
circumference and weight as predictor of type 2 diabetes individuals with impaired
fasting glucose influence of baseline BMI. Diabetes Care. 2010. 33: 1850-1852.
3. Andi Sri Hastuti handayani Usman: ANALISIS RESIKO PENINGKATAN HORMON
KORTISOL PADA HIPERTENSI GESTOSIONAL, 2018; hal 25-28
4. Citra Roozaq Lahay: KESESUAIAN ULTRASOUND ELASTOGRAPHY TIROID DENGAN
KLASIFIKASI BETHESDA NODUL TIROID, 2017; hal 10-15
5. Combettes MMJ. GLP-I and Type 2 Diabetes: Physiology and new clinical advances.
Curent Opinion in Pharmacology.2006.6:598-605.
6. Cristie.W. 2003. Lipid Analisis: Isolasi, Pemisahan, Indentifikasi, dan Analisis
Struktural. Lipids. Ayr: ISBN 0-9531949-5-7. Skotlandia
7. Dennet, C. C., & Simon, J. (2015). The Role of Polycystic Ovary Syndrome in
Reproductive and Metabolic Health: Overview and Approaches for Treatment. J
Spectrum Diabetes, 28(2), 116–120.Kairys N, Schwell A. Cushing Disease. StatPearls.
2020;
8. Eroschenko, Victor P. 2014. Atlas Histologi diFiore Edisi 12. Jakarta: EGC
9. Fitriana R. Lipoeto NR. Triana V. Faktor Risiko Kejadian Hipertensi Pada Remaja di
Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Sidomulyo Kota pekanbaru. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 2013;7.
10. Ford ES, Giles WH, Dietz WH, 2002. Prevalence of the Metabolic Syndrome Among
US Adults. Finding from the Third National Health and Nutrition Examination Survey.
Journal American Medical Association. 287(20): 356–59.
11. IDF. 2005. The IDF Concencus Worldwide Definition of the Metabolic Syndrome.
Journal American Medical Association. 213(12): 1345–52.
12. Kalangi JA. Umboh A. patede V. Hubungan Faktor Genetik Dengan Tekanan Darah
Pada Remaja. Jurnal e-Clinic(eCl). 2015;3.
13. Lonser RR, Nieman L, Oldfield EH. Cushing’s disease: pathobiology, diagnosis, and
management. J Neurosurg. 2017;126(2):404–17.
14. McDonald TJ, Ellard S. Maturity onset diabetes of the young: identification and
diagnosis. Ann Clin Biochem 2013;50(5):403-15.
15. Meredith S, Madden AM. Categorisation of health risk associated with 41 excessive
body weight identified using body mass index, a body shape index and waist
circumference. 2014;4: 185-186.
16. Nyunt O, Wu JY, McGown IN, Harris M, Huynh T, Leong GM, et al. Investigating
maturity onset diabetes of the young. The Clinical biochemist Reviews / Australian
Association of Clinical Biochemists 2009;30(2):67-74
17. Purwati S, Rahayu S, Salimar. Perencanaan menu untuk penderita kegemukan.
Jakarta: PT Penebar Swadaya; 2000.hal.27-28
18. Relda, dkk, 2013. Gambaran Durasi Tidur Pada Remaja dengan Kelebihan Berat
Badan. Jurnal e-Biomedik (eBM), Volume 1, Nomor 2, Juli2013, hlm. 849-853.
19. Rucker D, Padwal & Li SK, et.al. Long Terrn Pharmacotherapy for obesity and
overweight update meta-analysis. BMJ 2007.335:1194-9.
20. Santoso, Agus W. Budi dan Septelia I. W. 2012. Prometheus: Atlas Anatomi Manusia
bagian Kepala, Leher, dan Neuroanatomi Edisi 3. Jakarta: EGC
21. Seidell JC, Visscher TL. Aspek Kesehatan Masyarakat pada Gizi Lebih. In: Gibney MJ,
Margetts BM, Kearney JM, Arab L, editors. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC;
2009. p. 204.
22. Setiati, Siti dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing: Jilid II
Edisi VI, hal 2569-2570.
23. Stocker R, Keaney JF. 2004. Role of Oxidative Modification in Atheroclerosis. Journal
Physiology. 84(5): 1381–1392. Azhari. 2007. Stress Oksidatif: Faktor Penting Penyulit
Vascular. Jurnal Farmacia. 15(4): 25–32.
24. Sugondo S. Obesitas. 2007. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Jakarta: Pusat Penerbitan IImu Penyakit Dalam FKUI. Hal.
1919-25
LAMPIRAN