Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN TUTORIAL

BLOK ENDOKRIN & METABOLISME

TUTOR :

dr. Fauziah Ibrahim

Oleh :

KELOMPOK VI

1. Putri Dwiyani (K1A1 13 048)


2. Anisa Aulia Rachmi Silondae (K1A1 18 041)
3. Sekar Kinanti (K1A1 18 042)
4. Nurul Rasyiqah Hazti (K1A1 18 043)
5. Fahika Adhiany Basir (K1A1 18 044)
6. Ayudya Dwi Zahra Darmawansyah (K1A1 18 045)
7. Bani Barnianti (K1A1 18 094)
8. Wa Ode Saskia Putri Hasli Yanti (K1A1 18 095)
9. Meidiyana Dwi Lestari (K1A1 18 096)
10. Hikma Wati (K1A1 18 097)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2019
LAPORAN TUTORIAL 2019

UNIVERSITAS HALU OLEO

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Laporan : BERAT BADAN MENURUN

Nama :

1. Putri Dwiyani (K1A1 13 048)


2. Anisa Aulia Rachmi Silondae (K1A1 18 041)
3. Sekar Kinanti (K1A1 18 042)
4. Nurul Rasyiqah Hazti (K1A1 18 043)
5. Fahika Adhiany Basir (K1A1 18 044)
6. Ayudya Dwi Zahra Darmawansyah (K1A1 18 045)
7. Bani Barnianti (K1A1 18 094)
8. Wa Ode Saskia Putri Hasli Yanti (K1A1 18 095)
9. Meidiyana Dwi Lestari (K1A1 18 096)
10. Hikma Wati (K1A1 18 097)

Laporan ini telah disetujui dan disahkan oleh:

Kendari, 15 April 2019

Dosen Pembimbing

dr. Fauziah Ibrahim


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufiq dan
hidayah-Nya sehingga laporan ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak terutama kepada Dokter
Pembimbing Tutorial Modul BERAT BADAN MENURUN. Tak lupa pula kami sampaikan
rasa terimakasih kami kepada teman-teman yang telah mendukung, memotivasi, serta
membantu kami dalam menyelesaikan laporan hasil tutorial ini.
Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Kami juga menyadari
bahwa laporan yang kami susun ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan saran, masukan maupun kritik dari semua kalangan demi kesempurnaan
laporan yang kami susun ini.

Kendari, 15 April 2019

Kelompok VI
MODUL 2

BERAT BADAN NAIK

I. SKENARIO

Seorang perempuan berusia 45 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan


berat badan naik drastis dalam 3 bulan terakhir. Pasien juga mengeluh
wajahnya semakin bulat dan jerawatan. Pemeriksaan fisik didapatkan Be rat
badan 87 kg, Tinggi badan 156,cm, Lingkar perut 121 cm, Tekanan darah
160/90 mmHg

II. KATA/KALIMAT KUNCI


1. Seorang perempuan berusia 45 tahun
2. Keluhan berat naik drastis 3 bulan terakhir
3. Wajah bulat dan jerawatan
4. BB 87 kg, TB 156 cm, LP 121cm, TD 160/90 mmHg

III. PERTANYAAN
1. Jelaskan antomi, fisiologi dan histologi organ yang terkait pada skenario ?
2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan berat badan
3. Jelaskan patomekanisme berat badan naik dan hipertensi
4. Jelaskan hubungan dari obesitas dengan hipertensi ?
5. Jelaskan langkah-langkah diagnostik dari skenario ?
6. Jelaskan DD dan DS yang terkait pada skenario ?
7. Jelaskan bagaimana penatalaksanaan untuk penyakit pada skenario
1.Jelaskan anatomi, histologi, fisiologi organ terkait

1.HYPOPHYSIS

a) Anatomi
 Pembagian Hypophysis
Penampang midsagital : gambar skematis. Hypophysis yang sebesar
kacang polong terletak di Sella turcica di atas Os sphenoidale (akses operatif
pada tumor Hypophysis) dan diselubungi oleh sebuah kapsul yang terbuat dari
jaringan ikat. Di tutupi “diaphragm sellae” ➡ centralnya berlubang dilalui
Infunndibulum, sinus Cavernosum & isinya (lateral), sinus intercavernosus
(ant+post+inf), chiasma opticum (ant.Sup), dikelilingi Circulus Willisi.
Secara sederhana dapat dibagi menjadi:
 Lobus anterior (Adenohypophyse)
 Pars : Pars ant/distalis
 Infundibulum : Pars Intermedia2.
 Lobus Posterior (Neurohyphophyse)
 Eminentia mediana : Lobus neuralis
 Infundibulum stem
- Lobus anterior ➡ lobus posterior
- Lobus anterior ➡ struktur “celluler” (glandular)
- Lobus posterior ➡ struktur “neural” (axon dari hypothalamus)
- Lobus anterior ➡ tidak berhubungan dengan Diencephalon
- Lobus posterior ➡ lanjutan Diencephalon
 Embriologi glandula Hipofisis yaitu:
- Neurohypophyseal bud ➡glandula hipofisis posterior
- Hypophyseal pouch ➡glandula hipofisis anterior

Neurohypophysis merupakan juluran Diencephalon keluar, sedangkan


Adenohypophysis berasal dari epitel atap Pharynx. Adenohypophysis
melekat pada Neurohypophysis pada saat perkembangan embriologis kedua
bagian Hypophysis langsung berhubungan dengan Hypothalamus melalui
tangkai Hypophysis (Infundibulum), dan di dalam Hypothalamuslah terletak
badan sel neuron-neuron sekretoris.

 Vaskularisasi
 Arteridari cab. A. Carotisinterna :
- A. Hyphophyseus superior.
- A. Hyphophyseus inferior
 Vena (ke sinus cavernosus)
- V. Hyphophyseus superior.
- V. Hyphophyseus inferior
 Intra hyphophyseal terbentuk.
- Anastomoseb.
- Sistem portal hyphophyse
b) Histologi
Adenohipofisis
 Pars Distalis Adenohipofisis
 Sel kromofob : yang berwarna pucat dipercayai merupakan kromofil yang
telah mengalami degranulasi atau sel punca yang belum berdiferensiasi
 Sel Kromofil: sel sekretoris dengan hormon yang disimpan dalam granula
sitoplasma
 Sel Kromofilasidofil: sel somatotropik dan sel mammotropik
 Sel Kromofilbasofilik: sel gonadotropik, sel kortikotropik, sel tirotropik.
 Pars Tuberalis Adenohipofisis
 Hormon FSH
 Hormone LH
 Pars Intermedia Adenohipofisi
 Hormon MSH (melanocyt stimulating hormone)
Neurohipofisis
 Pars nervosa Neurohypofisis terdiri dari:
 Sel pituisit
 Akson tidak bermyelin
c) Fisiologi
Kelenjar pitutari atau hipofisis berasal dari terminology yunani karena
lokasinya yang merupakan perlekatan dibawah serebri. Andreas Vesalius yang
memberikan nama in isesuai dengan keyakinan dari aristoteles bahwa salah satu
dari tempat cairan esensial berasal dari otak.
Sebagai “Master Gland” dari system endokrin, hipofisis mengontrol semua
kelenjar pada system endokrin. Sistem ini mengatur fungsi-fungsi yang penting
untuk tubuh seperti mengatur homeostasis. Hipofisis ini akan mensekresikan
hormone langsung kealiran darah. Hormon-hormon ini mempunyai efek terhadap
metabolisme, tekanan darah, seksualitas, reproduksi, dan fungsi vital tubuh yang
lain. Hipofisis ini akan memberikan sinyal kekelenjar yang lain seperti hormone
tiroid, kortisol, estrogen, testosterone dan yang lainnya.
Masalah dari pada hipofisis ini muncul apabila terlalu banyak hormon yang
dihasilkan atau terlalu sedikit hormon yang dihasilkan. Ketika ketidak seimbangani
ni terjadi maka akan banyak timbul gangguan dari system endokrin.

2. Kelenjar Adrenal
a). Anatomi

Kelenjar adrenal (suprarenal) adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub atas ginjal,
dan terbenam dalam jaringan adiposa perirenal. Kelenjar adrenal merupakan struktur pipih
berbentuk bulan sabit, dengan panjang sekitar 4-6 cm, lebar 7-2 cm, dan tebal 4-6 mm pada
orang dewasa. Bersama-sama, kelenjar adrenal memiliki berat sekitar 8 gram, tetapi berat dan
ukurannya bervariasi sesuai umur dan keadaan fisiologis prorangan. Kelenjar adrenal masing-
masing dibungkus oleh simpai jaringan ikat padat yang mengirimkan septa tipis ke bagian
dalam kelenjar sebagai trabekula. Stroma terutama terdiri atas jalinan serat retikular yang
menopang sekretoris. Kelenjat terdiri atas dua lapisan konsentris, lapisan perifer kekuningan
yaitu korteks adrenal, dan lapisan pusat bewarna coklat kemerahan, yaitu medulla renalis.

b). Histologi

Korteks Adrenal

Lapisan yang berada tepat di dalam simpai jaringan ikat adalah zona gromelurosa, dengan
deretan sel-sel kolumnair atau piramidal yang berhimpitan dan membentuk deretan bundar
atau melengkung yang dikelilingi kapiler dan membentuk sekitar 15% korteks steroid yang
dibentuk oleh sel-sel ini disebut mineralkortikoid karena hormon ini mempengaru ambilan
Na+ dan K+, dan air oleh sel epitel.

Zona tengah, yaitu zona fasciculata, menempati 65-80% korteks dan terdiri atas deretan
panjang setebalsatu atau dua sel polihedral panjang yang dipisahkan oleh kapiler-kapiler
sinusoid bertingkap.

Zona reticularis yang terdalam membentuk sekitar 10% korteks dan berkontak dengan
medula. Zona ini terdiri atas selkecil tersebar di suatu jalinan kordaireguler dengan kapiler
yang lebar. Sel-selini biasanya terpulas lebih kuat ketimbang seldi zona lain karena
mengandung lebih sedikit droplet lipid dan lebih banyak pigmen lifofuscin.

Medulla Adrenal
Medulla adrenal terdiri atas sel-sel polihedral besar yang terpulas pucat dan tersusun berupa
deretan atau kelompok dan ditunjang jalinan serat terikuler. Sejumlah besar suplai kapiler
sinusoid terdapat di antara deretan-deretan yang berseblahan dan terdapat sejumlah sel
ganglion parasimpatis. Sel parenkim medula, yang dikenal sebagia kromafin berasal dari
krista neuralis, seperti halnya neuron pascaganglionik dari ganglion simpatis dan
parasimpatis. Sel parenkim medulla adrenalis dapat dipandang sebagai modifikasi neuron
pasca ganglionik, yang telah kehilangan akson dan dendrit serta dikhususkan sebagai sel-sel
sekretoris.

c). Fisiologi

1.Minerkortikoid, terutama aldosteron mempengaruhi keseimbangan mineral (elektrolit),


khususnya keseimbangan Na+ dan K+

2. Glukortikoid, terutama kortisol, berperan besar dalam metabolisme glukosa serta


metabolisme protein dan lemak dan dalam adaptasi terhadap stess

3. Hormon seks identik atau serupa dengan yang dihasilkan oleh gonad (testis pada pria,
ovarium pada wanita). Hormon seks adrenokorteks yang paling banyak dan penting secara
fisiologis adalah dehidroepiandrosteeron, suatu androgen, atau suatu hormon seks “pria”

2. Factor yang mempengaruhi berat badan naik


Asupan lemak
Asupan lemak yang lebih ditemukan lebih banyak pada kelompok obesitas dibandingkan kelompok tidak
obesitas. Hasil penelitian tentang asupan lemak menunjukkan bahwa tingginya konsumsi lemak disebagian
besar sampel penelitian mengkonsumsi makanan tinggi lemak seperti gorengan yaitu tempe mendoan, tahu
goreng, lumpia, risoles, martabak, telur dadar dan biasanya makanan yang digoreng tersebut tinggi protein.
Dengan demikian makanan yang digoreng memiliki kontribusi yang besar dalam asupan lemak tiap harinya.
Hampir sepertiga anak Amerika usia 4-19 tahun mengkonsumsi lemak setiap hari yang mengakibatkan
penambahan berat badan 3 kg per tahun. Namun, masalah obesitas sesungguhnya bukan terletak pada pola
santap yang berlebihan, melainkan pada kesalahan memilih jenis santapan. Pada anak remaja, kudapan
berkontribusi 30% atau lebih dari total asupan kalori remaja setiap hari. Kudapan ini sering mengandung tinggi
lemak, gula, dan natrium sehingga dapat meningkatkan resiko kegemukan dan karies gigi (13)
Asupan karbohidrat
Asupan karbohidrat berlebih pada kelompok obesitas ditemukan lebih tinggi dibandingkan kelompok
tidak obesitas. Tingginya konsumsi karbohidrat disebabkan sebagian sampel penelitian mengkonsumsi makanan
tinggi karbohidrat pada jam istirahat (jajan) seperti nasi goreng, cilok, batagor, mie ayam, bakso, dan siomay.
Selain itu juga dari jenis makanan ringan seperti chitato, keripik singkong, dan keripik kentang. Kelebihan
karbohidrat di dalam tubuh akan diubah menjadi lemak. Perubahan ini terjadi di dalam hati. Lemak ini
kemudian dibawa ke sel-sel lemak yang dapat menyimpan lemak dalam jumlah tidak terbatas. Ukuran atau porsi
makan yang terlalu berlebihan juga dapat memiliki banyak kalori dalam jumlah banyak dibandingkan dengan
apa yang dianjurkan untuk orang normal untuk konsumsi sehari-harinya (14).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang mengatakan bahwa ada perbedaan
bermakna antara asupan karbohidrat pada kelompok anak obesitas dan tidak obesitas. Usia
remaja rentan akan risiko obesitas karena pada usia ini remaja mengalami penurunan aktivitas
fisik, peningkatan konsumsi tinggi lemak, dan tinggi karbohidrat (15).

3. jelaskan patomekanisme BB naik dan hipertensi

a. Hipertensi
Sistem renin-angiotensin
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin
I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). Angiotensin II inilah yang memiliki peranan
kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
a. Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan rasa haus. Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang
pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk mengatur volume cairan
ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya
akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

4. Jelaskan hubungan antara obesitas dengan hipertensi


Obesitas merupakan salah satu faktor risiko yang erat kaitannya dengan penyakit hipertensi.
Estimasi risiko dari Framingham Heart Study menunjukkan bahwa 78 % hipertensi pada laki
- laki dan 65 % hipertensi pada wanita secara langsung berhubungan dengan obesitas. Secara
langsung maupun tidak langsung. Secara langsung obesitas dapat menyebabkan peningkatan
cardiac output karena makin besar massa tubuh makin banyak pula jumlah darah yang
beredar sehingga curah jantung ikut meningkat. Sedangkan secara tidak langsung melalui
perangsangan aktivitas sistem saraf simpatis dan Renin Angiotensin Aldosteron System
(RAAS) oleh mediator-mediator seperti hormon, sitokin, adipokin, dsb. Salah satunya adalah
hormon aldosteron yang terkait erat dengan retensi air dan natrium sehingga volume darah
meningkat. Kejadian hipertensi yang disertai dengan obesitas ini dipengaruhi oleh usia, jenis
kelamin, dan etnis. Usia 35-65 tahun merupakan usia yang dianggap paling banyak menderita
hipertensi dengan obesitas.
5. Langkah-langkah diagnostik pada skenario
 Anamnesis
1. Keluhan
Biasanya pasien datang bukan dengan keluhan kelebihan berat badan namun

dengan adanya gejala dari risiko kesehatan yang timbul.

2. Penyebab

a. Ketidakseimbangnya asupan energi (bukan hanya makanan utama, tapi

termasuk cemilan dan minuman) dngan tingkatan aktifitas fisik

b. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan: kebiasaan makan berlebih,

genetik, kurang aktivitas fisik, faktor psikologis dan stres, obat-obatan

(beberapa obat seperti steroid, KB hormonal, dan anti-depresan memiliki

efek samping penambahan berat badan dan retensi natrium), usia

(misalnya menopause), kejadian tertentu (misalnya berhenti merokok,

berhenti dari kegiatan olahraga, dsb).

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana

 Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran Antropometri (BB, TB dan LP)

Indeks Masa Tubuh (IMT/Body mass index/BMI) menggunakan rumus:

Berat Badan (Kg)/Tinggi Badan kuadrat (m2)

Pemeriksaan fisik lain sesuai keluhan untuk menentukan telah terjadi

komplikasi atau risiko tinggi

b. Pengukuran lingkar pinggang (pada pertengahan antara iga terbawah

dengan krista iliaka, pengukuran dari lateral dengan pita tanpa

menekan jaringan lunak).

Risiko meningkat bila laki-laki > 85 cm dan perempuan > 80cm.

c. Pengukuran tekanan darah


Untuk menentukan risiko dan komplikasi, apakah ada hipertensi.

Pemeriksaan Penunjang

Untuk menentukan risiko dan komplikasi, yaitu pemeriksaan kadar gula

darah, profil lipid, asam urat.

 Penegakan Diagnosis
1. Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

penunjang.

2. Diagnosis Banding:

a. Keadaan asites atau edema

b. Masa otot yang tinggi, misalnya pada olahragawan

Diagnosis klinis mengenai kondisi kesehatan yang berasosiasi dengan

obesitas:

a. Hipertensi

b. DM tipe 2

c. Dislipidemia

d. Sindrom metabolik

e. Sleep Apneu konstruktif

f. Penyakit sendi degeneratif (degenerative joint disease)

6. DD dan DS pada skenario

a. Sindrom Metabolik
Pendahuluan

Pada tahun 1988, Reaven menunjukkan konstelasi faktor risiko pada pasien-pasien
dengan resistensi insulin yang mendukung dengan peningkatan penyakit kardiovaskular yang
disebutnya sebagai X. Selanjutnya, sindrom X ini disebut sebagai resistensi insulin dan juga
metabolisme metabolik. Resistensi insulin merupakan suatu kondisi di mana terjaci
menurunnya sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin sehingga terjadi peningkatan sekresi
insulin sebagai bentuk kompensasi sel beta pankreas. Resistensi insulin terjadi beberapa saat
sebelum timbulnya penyakit diabetes mellitus dan kardiovaskular lainnya. Sedangkan
sindrom resistensi insulin atau sindrom metabolik adalah kumpulan fakta yang menunjukkan
risiko kardiovaskular lebih tinggi pada individu tersebut. Resistensi insulin juga berkaitan
dengan beberapa keadaan seperti hiperurisemia, sindrom ovarium polikistik dan perlemakan
hati non alkoholik.

Di US, Peningkatan kejadian obesitas mengiringi Peningkatan prevalensi sindrom


metabolik. Prevalensi sindrom metabolik pada populasi usia> 20 tahun sebesar 25% dan
pada usia> 50 tahun sebesar 45%. Pandemi sindrom metabolik juga berkembang seiring
dengan peningkatan prevalensi yang terjadi pada populasi Asia, termasuk Indonesia. Studi
yang dilakukan di Depok (2001) menunjukkan prevalensi sindrom metabolik menggunakan
kriteria Program Pendidikan Kolesterol Nasional Perawatan Dewasa Panel III (NCEP-ATP
III) dengan modifikasi Asia Pasifik, diperlukan 25,7% pria dan 25% wanita. Penelitian
Soegondo (2004) melaporkan prevalensi sindrom metabolik sebesar 13,13% dan sesuai
dengan kriteria Indeks Massa Tubuh (IMT) obesitas> 25 kg / m2 lebih cocok untuk
diterapkan pada orang Indonesia. Penelitian di DKI Jakarta pada tahun 2006 melaporkan
prevalensi sindrom metabolik yang tidak jauh berbeda dengan Depok yaitu 26,3% dengan
obesitas sentral merupakan komponen terbanyak (59,4%).

Dibandingkan dengan komponen-komponen pada sindrom metabolik, obesitas


terpusat dekat untuk memprediksi ada tidaknya sindrom metabolik. Beberapa studio di
wilayah Indonesia termasuk Jakarta menunjukkan obesitas sentral merupakan komponen
yang paling banyak ditemukan pada individu dengan sindrom metabolik. Meski mendapat
sebutan sindrom, namun penatalaksanaan umum sindrom metabolik yang dikembangkan ini
masih merupakan penatalaksanaan masing-masing komponennya. Masih perlu
dipertimbangkan. Ini masih memiliki arti klinis mengingkan penatalaksanaan pada setiap
komponennya di tidak ada pada akhirnya.

 Kriteria

Setelah menyetujui resistensi insulin, beberapa organisasi berusaha membuat kriteria


metabolik yang dapat digunakan sehari-hari. Secara umum, semua kriteria yang diminta
memerlukan minimal 3 kriteria untuk mendiagnosis metabolisme insulin. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) merupakan organisasi pertama yang mengajukan kriteria sindrom
metabolik pada tahun 1998. Menurut WHO pula, istilah sindrom metabolik dapat digunakan
sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dan disetujui oleh DM. Setahun kemudiar pada tahun
1999, Kelompok Eropa untuk Studi Insulin Resistance (EGIR) melakukan modifikasi pada
kriteria WHO EGIR menggunakan menggunakan istilah insulin perjanjian. Berbeda dengan
WHO, EGIR lebih memlih obesitas sentral dibandingkan IMT dan istilah resistensi insulin
tidak dapat digunakan pada DM karena DM Pada tahun 2001, Program Pendidikan
Kolesterol Nasional (NCEP) Panel Perawatan Dewasa IIl (ATP III) komponen resistensi
insulin. Meskipun demikian, bagaimanapun juga tidak ada yang mewakilkan komponen
obesitas sentral, maka kriteria ini mempertimbangkan faktor obesitas yang mendasari
sindrom metabolik. Nilai cut-off lingkar perut diambil dari National Institute of Health
Obesity Klinis resistensi insulin merupakan faktor risiko timbulnya Pedoman; 2 102 cm
untuk pria dan 2 88 cm untuk wanita untuk etnik tertentu seperti Asia, dengan cut-off lingkar
perut lebih rendah dari ATP III, sudah berbahaya. Pada tahun 2003, American Association of
Clinical Endocrinologists (AACE) mengganti resolusi dari ATP III Sama seperti EGIR, jika
sudah ada DM, kemudian menggunakan insulin yang tidak digunakan lagi. Duatahun
kemudian, pada tahun 2005, Federasi Diabetes Internasional (IDF) kembali menyetujui
kriteria ATP II IDF menganggap obesitas sangat berkorelasi dengan insulin insulin, sehingga
memakai obesitas sentral sebagai kriteria utama. Nilai cut-off yang digunakan juga
digunakan oleh etnik. Untuk Asia, gunakan cut-off lingkar perut 2 90 cm untuk pria dan 2 80
cm untuk wanita. Beberapa kriteria dapat dilihat pada tabel 2.

Kriteria yang diajukan oleh NCEP-ATP III lebih banyak digunakan, karena lebih
memudahkan seorang klinisi untuk memfasilitasi setiap orang yang menggunakan
metabolisme. Sindrom metabolik ditegakkan sebagai persetujuan seseorang yang memiliki 3
(tiga) kriteria.

 Patofisiologi

Pengetahuan tentang patofisiologi masing-masing komponen yang terkait dengan


metabolisme yang diyakini dapat digunakan untuk memprediksi perubahan gaya dan
medikamentosa untuk penatalaksanaan sindroim metabolic

1. Obesitas Sentral
Obesitas yang digambarkan dengan indeks massa tubuh tidak begitu
peka dalam menggambarkan risiko kardiovaskular dan gangguan metabolisme
yang terjadi. Studi menunjukkan obesitas sentral yang dijelaskan oleh lingkar
perut (dengan cut-off yang berbeda antara jenis kelamin) lebih sensitif dalam
memprediksi gangguan metabolisme dan risiko kardiovaskular. Lingkar perut
membayangkan jaringan adiposa subkutan dan visceral. Meski demikian,
lemak ini lebih berkaitan dengan komplikasi metabolik dan kardiovaskular,
hal ini masih kontroversial. Peningkatan obesitas meningkat pada peningkatan
kejadian kardiovaskular Variasi faktor genetik membuat perbedaan dampaap
metabolik maupun kardiovaskular dari setiap obesitas. Sebuah insulin dapat
ditemukan pada individu tanpa obesitas, dan sebaliknya resistensi insulin
dapat ditemukan pada individu tanpa obesitas (subjek ramping). suatu
obesitas.
Jaringan adiposa merupaka suatu organ endokrin yang aktif mensekresi
berbagai faktor pro dan anti inflamasi seperti leptin, adiponektin, Tumor
nekrosis factor a (TNF-a), Interleukin-6 (IL-6) dan resistin. Konsentrasi
adiponektint plasma menurun pada kondisi DM tipe 2 dan obesitas Senyawa
ini diprcaya memiliki efek antiaterogenik pada hewan coba dan manusia.
Sebaliknya, konsentrasi leptin meningkat pada resistensi insulin dan obesitas
dan Terkait dengan risiko kejadian kardiovaskular tidak tergantung dari faktor
risiko tradisional kardiovaskular, IMT dan konsentrasi CRP. Sejauh ini belum
diketahui apakah pengukuran penanda hormonal dari jaringan adiposa lebih
baik dari pengukuran anatomi dan memprediksi risiko kardiovaskular dan
kelainan metabolik yang terkait.
2. Resistensi Insulin
Resistensi insulin mendasari kelompok kelainan pada sindrom
metabolik. Sejauh ini belum disetujui pengukuran yang ideal dan praktis
untuk resistensi insulin. Teknik penjepit merupakan teknik yang ideal namun
tidak praktis untuk klinis sehari-hari. Pemeriksaan tebas puasa juga tidak ideal
mengingat gangguan toleransipuasa hanya dijumpai pada 10% sindrom
rmetabolik. Pengukuran Homeostasis Model Asessment (HOMA) dan Indeks
Periksa Sensitivitas Insulin Kuantitatif (QUICK dibuktikan berkorelasi erat
dengan standar pemeriksaan yang dapat memungkinkan untuk insulin. dan
insulin (seperti rumus HOMA dan cepat) perlu ditinjau ulang. Oleh karena itu,
penggunaan disetujui jugamelakukan perhitungan dengan rumus ini adalah
rutin di klinis yang belum disetujui.
3. Dislipidemia
Dislipidemia yang khas pada metabolisme metabolik ditanda dengan
peningkatan trigliserida dan peningkatan HDL kolesterol. LDL. Peningkatan
konsentrasi trigliserida plasma dipikirkan peningkatan cadangan asam lemak
meningkat pesat. Peningkatan produksi trigliserida. Namun, studi pada
manusia dan hewan menunjukk sebuah peningkatan Trigliserida yang
berfungsi multifaktorial dan tidak hanya diakibatkan oleh peningkatan asam
lemak bebas ke hati.
Penurunan kolesterol HDL yang meningkatkan trigliserida sehingga
terjadi transfer trigliserida ke HDL. Namun, pada subyek dengan resistensi
insulin dan konsentrasi trigliserida normal dapat ditemukan penurunan
kolesterol HDL. HDL disamping peningkatan trigliserida. Apolipoprotein A-
I (Apo A-1) oleh hati yang selanjutnya akan meningkatkan kolesterol HDL.
Peran sistem imunitas pada resistensi insulin juga mempengaruhi pada
perubahan profil leipid pada subyek dengan resistensi insulin. Studi tentang
hewan menunjukkan sistem aktivasi akan menyebabkan gangguan pada
lipoprotein, transportasi protein, reseptor dan enzim yang terkait sehingga
terjadi perubahan profil lipid
4. Peran Sistem Imunitas pada Resistensi Insulin
Inflamasi subklinis kronik juga merupakan bagian dari sindrom
metabolik. Penanda inflamasi berperan pada progresifitas DM dan komplikasi
kardiovaskular. C reactive protein (CRP) harus menjadi prognosis tambahan
tentang keparahan inflamasi pada subyek wanita sehat dengan sindrom
metabolik. belum dapat menyelesaikan alur diagnosis yang memerlukan
peningkatan CRP, Koagulasi, dan Pemindahan fibrinolisis dalam memprediksi
risiko kardiovaskular.
5. Hipertensi
Resistensi insulin juga berpartisipasi pada hipertensi patogen. Insulin
mengembalikan sistem saraf simpatis, meningkatkan transportasi, dan
memperbaiki sel otot polos yang menyebabkan hipotensi akibat vasodilatasi.
Dapat disimpul darah. Pemberian infus insulin dapat menyebabkan hipertensi
akibat resistensi insulin dan ketidakseimbangan antara efek pressor dan
depressor. The Aterosklerosis Resistansi Studi insulin melaporkan hubungan
antara resistensi insulin dengan hipertensi pada subyek normal namun tidak
pada subyek dengan DM tipe 2
 Terapi

Untuk mencegah komplikasi kardiovaskular pada individu yang memiliki kaitan


dengan metabolik, yang digunakan juga untuk memperbaiki hubungan yang dipertukarkan
dengan metabolik yang ada. Penatalaksanaan sindrom metabolik masih merupakan
penatalaksanaan dari masing-masing masing-masing komponennya (Tabel 3)
Penatalaksanaan sindrom metabolik khusus untuk meningkatkan risiko penyakit
kardiovaskular aterosklerosis dan risiko diabetes melitus tipe 2 pada pasien yang belum
menderita diabetes. Penatalaksanaan sindr metabolik terdiri atas pilar, yaitu tatalaksana
sebab (berat badan lebih dan obesitas) serta tatalaksana faktor risiko lipid dan non lipid.

1) Obesitas dan Obesitas Sentral


Pemahaman tentang hubungan antara obesitas dan metabolisme serta peran
otak dalam pengaturan energi, merupakan titik tolak yang pentin dalam
penatalaksanaan klinik. Pengaturan berat badan merupakan dasar tidak hanya untuk
obesitas tetapi juga metabolisme metabolik. Mempertahankan berat badan yang lebih
rendah dikombinasi dengan asupan kalori dan meningkatkan efisiensi fisik merupakan
prioritas utama pada metabolisme metabolisme. Target penurunan berat badan
5_10% dalam tempo 6-12 bulan dapat dicapai dengan mengurangi asupan kalori
sebesar 500-1000 kalori per hari ditunjang dengan aktivitas fisik yang sesuai.
Aktifitas fisik yang disarankan adalah selama 30 menit atau lebih setiap hari. Untuk
subyek dengan komorbid penyakit jantung koroner, perlu dilakukan evaluasi sebelum
diberikan jenis-jens olahraga sesuai.
Pemakaian obat-obatan yang dapat digunakan pada beberapa pasien. Dua
obat yang dapat digunakan dalam menurunkan badan adalah sibutramin dan orlistat.
Dengan mempertimbangkan peranan otak sebagai pengatur berat badan, sibutramin
dapat menjadi pertimbangan, tanpa mengesampingkan, efek samping yang mungkin
timbul. Cara melepaskan di sentral memberikan efek mengurangi asupan energi
melalui efek meningkatkan rasa kenyang dan menyimpan energi setelah berat badan
memberikan efek tidak hanya untuk mengurangi berat badan tetapi juga
mempertahankan berat badan yang sudah turun. Demikian pula dengan efek
metabolik, efek dari penurunan berat badan, pemberian sibutramin setelah minggu
yang dikeluarkan dengan diet dan aktivitas fisik, memperbaiki trigliserida dan
kolesterol HDL Terapi pembedahan dapat dilakukan pada pasien- pasien yang
berisiko lebih tinggi karena mengalami obesitasnya.
2) Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular Hipertensi juga
mengenai mikroalbuminuria yang digunakan sebagai indikator independen morbiditas
kardiovaskular pada pasien tanpa diabetes atau hipertensi. Pada subyek dengan DM
dan penyakit ginjal, target tekanan darah adalah 130/80 mmHg sementara pada bukan,
targetnya k 140/90 mmHg. Untuk mencapai target tekanan darah, persiapan tetap
diawali dengan pengaturan diet dan persiapan fisik. Peningkatan tekanan darah
ringan dapat diatasi dulu dengan pengurangan berat badan, berolah raga, berhenti
merokok dan konsumsi alkohol serta banyak konsumsi serat. Bagaimana menyetujui
gaya hidup sendiri tidak mampu mengendalikan tekanan darah maka dibiakkanken
medikamentosa untuk menghindari komplikasi seperti infark miokard, gagal ginjal.
Dalam penelitian meta-analisis diperoleh kronik dan stroke. yaitu enzim
pengkonversi angiotensin dan penghambat reseptor angiotensin memiliki manfaat
yang bermanfaatdalam waktu singkat beta dibandingkan dengan penghambat beta
adrenergik, diuretik dan antagonis kalsium. Valsartan, suatu penghambat reseptor
angiotensin, dapat mengurangi mikroalbuminuria yang diakui sebagai faktor risiko
independen kardiovaskular. ACE inhibitor sebagai lini pertama pada hipertensi
dengan metabolisme metabolik Sebagian besar ada DM.Angiotensin receptor blocker
(ARB) dapat digunakan tidak dapat ditoleransi terhadap ACE inhibitor. Meskipun
penggunaan diuretik tidak sesuai pada subjek dengan masalah pengeluaran, namun
penggunaan diuretik dengan dosis rendah yang dikombinasi dengan rejimen lain dapat
lebih bermanfaat dibandingkan efek sampingnya.
3) Gangguan Toleransi Glukosa
Intoleransi merupakan salah satu manifestasi sindrom metabolik yang dapat
menjadi awal diabetes melitus. Penelitian-penelitian yang menunjukkan keterkaitan
yang kuat antara risiko pertanggungan (TGT) dan risiko kardiovaskular pada sindrom
metabolik dan diabetes. Perubahan gaya hidup dan aktivitas fisik yang terbukti
terbukti dapat menurunkan berat badan dan TGT. Modifikasi diet 2 jam pasca
prandial dan konsentrasi insulin.
Tiazolidindion memiliki pengaruh yang ringan tetapi persisten dalam
penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik. Tiazolidindion dan metformin juga
dapat menurunkan kadar asam lemak bebas. Pada Program Pencegahan Diabetes,
penggunaan metformin dapat mengurangi progres diabetes sebesar 3196 dan efektif
pada pasien muda dengan obesitas.
4) Dislipidemia
Pilihan terapi dislipidemia adalah hidup yang diambil dengan medikamentosa.
Namun demikian, diet dan latihan jasmani saja tidak cukup berhasil mencapai target.
Oleh karena itu disarankarn untuk memberikan obat berbarengan dengan perubahan
gaya hidup. Menurut ATP II, setelah kolesterol LDL sudah mencapai target, target
selanjutnya adalah dislipidemia aterogenik. Pada konsentrasi trigliserida + 200 mg /
dl, maka target terapi adalah non kolesterol HDL setelah terkoreksi kolesterol LDL.
Terapi dengan gemfibrozil tidak hanya memperbaiki profil lipid tetapi juga dapat
membantu mengurangi risiko kardiovaskular. Fenofibrat khusus digunakan untuk
menurunkan trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL, telah meningkatkan profil
lipid yang sangat efektif dan mengurangi risiko kardiovaskular. Fenofibrat juga dapat
menurunkan konsentrasi fibrinogen. Kombinasi fenofibrat dan statin memperbaiki
konsentrasi trigliserida, kolesterol HDL dan LDL
Target terapi berikutnya adalah peningkatan apoB. Beberapa studi
menunjukkan lebih baik dalam menggambarkan dislipidemia aterogenik yang terjadi
dibandingkan dengan kolesterol non HDL sehingga digunakan sebagai target terapi.
Meskipun demikian, ATP IlI tetap menggunakan kolesterol non HDL sebagai target
terapi mempertimbangkan di beberapa tempat, fasilitas pemeriksaan apoB belum
tersedia.
Bila konsentrasi trigliserida + 500 mg / dL, maka target terapi pertama adalah
penurunan trigliserida untuk mencegah timbulnya pankreatitis akut. Pada konsentrasi
trigliserida <500 mg / dL, terapi kombinasi untuk menurunkan trigliserida dan
kolesterol LDL dapat digunakan. Berbeda dengan trigliserida dan kolesterol
dapatLDL, untuk kolesterol HDL tidak ada target terapi tertentu, hanya dinaikkan
saja.

b. Hipertensi Primer
A.Pendahuluan

Prevalensi penderita hipertensi terus meningkat dari tahun ketahun di karenakan


meningkatnya usia harapan hidup,jumlah populasi obesitas dan meningkatnya kesadaran
masyarakat akan penyakit ini.Dari beberapa peniltian yang ada,masih banyak penderita
hipertensi yang belum mendapatkan pengobatan.. Hipertensi merupakan faktor risiko terbesar
terjadinya penyakit kardiovaskular , menyebabkan 54% dan 47% terjadi storke dan penyakit
jantung iskema

B.Epidemiologi

Hipertensi ditemukan pada kurang lebih 6% dari seluruh penduduk di dunia, dan merupakan
sesuatu yang sifatnya umum pada seluruh populasi.data epidemiologi menunjukkan adanya
peningkatan prevalensi hipertensi, dengan meningkatkan harapan hidup atau populasi usia
lanjut.lebih dari separuh populasi di atas 65 tahun menderita hipertensi baik hipertensi sitolik
maupun kombinasi sistolik dan diastolik.

Interaksi antar individu ra suku dan faktor lingkungan yang menyebabkan peranan genetik
sebagai penyebab utama terjadinya hipertensi menjadi sulit ditemukan. Apalagi dengan
meningkatnya migrasi penduduk dunia pada akhir abad ini.pada daerah tertentu seperti
daerah amazon hampir tidak pernah ditemukan penderita hipertensi serta tidak mendapatkan
peningkatan preferensi hipertensi seiring dengan meningkatnya usia.terjadi peningkatan
peran valensi diferensi di hampir sebagian besar asia dan sub konsumsi nen india kecuali
korea dan jepang dengan peningkatan preferensi yang melebihi daerah asia lainnya.

Data dari the national help and nutrition examination survey (NHANES)(2003-
2004)menunjukan bahwa pravelensi hipertensi pada orang dewasa dengan usia 18 tahun
keatas di amerika adalah 29,6% atau 58-65 juta penduduk amerika menderita
hhipertensi.Berdasarkan survei RISKESDAS pada tahun 2007 , pravelensi penderita
Hipertensi ditemukan lebih banyak pada wanita yaitu 37% bila banding dengan pria yaitu
28%.sedangkan pada udia diatas 25 Tahun ,ditemukan 29% pada wanita dan 27%pada pria
hipertensi primer itu sndiri merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi

C.Definisi

Hipertensi primer adalah tekanan darah 140/90 mmhg atau lebih,pada usia 18 tahun keatad
dengan penyebab yang tidak diketahui.pengukuran dilakukan 2 kali atau lebih dengan posisi
duduk,kemudia diambil reratanya pada 2 kali atau lebih kunjungan.

Ada beberapaklasifikasi dan pedoman penanganan Hipertensi,diantaranya the seven report of


the join national commite on prvention ,detection,evaluation,and treatment of high blood
pressure (JNC7),world heath organizatiom(WHO),International society of hypertensi(ISH).

Berdasarkan pada JNC 7, klasifikasi tekanan darah adalah

 Tekanan darah normal:tekanan sistolik 120 mmhg dan diastolik 80mmhg


 Prahipertensi:tekanan sistolik 120-139mmhg dan diastolik 80-89mmhg
 Hipertensi derajat 1:tekanan sistolik 140-159mmhg dan diastolik 90-99 mmhg
 Hipertensi derajat 2: tekanan sistolik lebihatau sama dengan 160 mmhg dan diastolik
lebih atau sama dengan 100mmhg
D.Patogenesis

Potensi primer merupakan penyakit yang bukan hanya disebabkan oleh 1 macam mekanisme
akan tetapi bersifat multifaktorial yang timbul akibat dari interaksi dari berbagai macam
faktor risiko berbagai faktor dan mekanisme tersebut antara lain faktor genetik dan
lingkungan mekanisme neural renal hormonal dan vaskuler

 faktor risiko tersebut antara lain diet asupan garam stres rase obesitas merokok
dan genetik
 mekanisme neural aktivitas berlebih dari sistem saraf simpatis mempunyai
peranan yang penting pada awal terjadinya hipertensi primer.pada awalnya
terjadi peningkatan denyut jantung curah jantung kadar neuroeponefrin plasma
dan urin berlebihnya ne di tingkat regional rangsangan saraf simpatis post
ganglion dan reseptor Alfa adrenergik menyebabkan vasokonstriksi sirkulasi
Perifer.meningkatnya aktivitas saraf simpatis ini sulit diukur secara klinis.
Pengukuran kadar ne plasma dan denyut jantung tidak dapat dipakai untuk
mengukur aktivitas saraf simpatis yang meningkat.untuk mengukur aktivitas
ini dapat dipakai dengan mengukur kadar yang berlebih di tingkat regional
dengan radiator dan mikroneurografi
 mekanisme renal ginjal merupakan salah satu faktor yang ikut berperan dalam
patogenesis terjadinya hipertensi sebaliknya hipertensi dapat menyebabkan
terjadi kelainan pada ginjal.dasar dari semua kelainan yang ada pada
hipertensi adalah menurunnya kemampuan ginjal untuk mengekspresikan
kelebihan natrium yang ada di tinggi garam.
 Mekanisme vaskular perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah kecil dan
besar memegang peran penting saat mulai terjadinya progresivitas hipertensi.
Pada beberapa keadaan didapatkan peningkatan tahanan pembuluh darah
perifer dengan curah jantung yang normal berjanji terjadinya gangguan
keseimbangan antara faktor yang menyebabkan terjadinya dilatasi dan
konstriksi pembuluh darah
 mekanisme hormonal aktivasi sistem renin angiotensin aldosterone merupakan
salah satu mekanisme penting yang ikut berperan pada resistensi natrium oleh
ginjal disfungsi endotel inflamasi dan remodeling pembuluh darah juga
hipertensi.renin yang diproduksi terutama oleh sel jukstaglomerulus dan yang
ada di ginjal akan berkaitan dengan angiotensin yang diproduksi oleh hati
menghasilkan angiotensin selanjutnya adalah oleh angiotensin-converting
enzyme dan yang terutama banyak terdapat di paru-paru juga jantung dan
pembuluh darah ,(,tissue ace),AT akan diubah menjadi angiotensin 2.. selain
itu masih ada jalur alternatif lain. Zimase atau enzim protease akan berubah
pada beberapa penelitian hewan coba atau dapat menyebabkan hipertensi
melalui aktivasi nadph oksidasi dalam sel t yang berada dalam sirkulasi ginjal
dan otot ekspresi reseptor AT1 dan nadph oksidasi pada sel t memegang
peranan yang penting pada terjadinya hipertensi pada tikus coba dan mungkin
pada manusia. At2 mengaktivasi nadph oksidasi dan meningkatkan produksi
ROS pada organ subfronical kemudian memicu aktivasi saraf simpatis klien
dan kelenjar getah bening sehingga terjadi dalam sirkulasi.bersamaan dengan
itu terjadi aktivasi nadph2 oksidasi pada sel t oleh a T 2 diikuti dengan
meningkatnya ekspresi kemokin pada permukaan sel t.sel tersebut akan
mengaktivasi nadph oksidasi di vaskuler dan ginjal diikuti dengan
meningkatnya Ros di tingkat lokal. Sel t yang teraktivasi di perivascular fat
akan menyebabkan vasokonstriksi dan remodeling vaskuler.sel t yang
teraktivasi pada peripheral vascular juga akan menyebabkan disfungsi ginjal
dan retensi natrium.

E.Diagnosis

Evaluasi pada penderita hipertensi bertujuan untuk 1 pola hidup dan identifikasi
faktor faktor risiko kardiovaskular lainnya atau menilai adanya penyakit penyerta
yang mempengaruhi prognosis dan menentukan pengobatan 2 mencari penyebab
kenaikan tekanan darah 3 menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan
penyakit kardiovaskuler.

Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang


keluhan pasien riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang

Anamnesis meliputi:

 Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah


 Indikasi adanya hipertensi sekunder
-keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
-adanya penyakit ginjal infeksi saluran kemih hematuri pemakaian obat obat
analgesik dan obat atau bahan lain
-episode berkeringat sakit kepala kecemasan palpitasi (feokromositoma)
-episode lemah otot dan tetani(aldosteronisme)
 Faktor-faktor risiko
-Riwayat hipertensi atau kardiovaskuler pada pasien atau keluarga pasien
-riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
-riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya
-kebiasaan merokok
-pola makan
-kegemukan intensitas olahraga
-kepribadian
 Gejala kerusakan organ
-otak dan mata:sakit kepala vertigo gangguan penglihatan transit iskemik
attack defisit sensori atau motorik
-jantung: palpitasi nyeri dada sesak bengkak kaki
-ginjal: cause poliuria nokturia hematuria
-arteri perifer: ekstremitas dingin klaudikasio intermiten
 Pengobatan antihipertensi sebelumnya
 faktor-faktor pribadi keluarga dan lingkungan
pemeriksaan fisik selain memeriksa tekanan darah juga untuk evaluasi adanya penyakit
penyerta kerusakan organ target serta kemungkinan adanya hipertensi sekunder

Pengukuran tekanan darah:

 Pengukuran rutin di kamar periksa dokter atau rumah sakit


 Pengukuran 24 jam (ambulatory blood pressure monitoring)
 Pengukuran sendiri oleh penderita di rumah
penderita harus bebas dari minuman yang mengandung alkohol kafein dan merokok paling
tidak tiga puluh menit sebelum pemeriksaan tekanan darah.pengukuran di kamar periksa
dilakukan pada posisi duduk di kursi setelah penderita istirahat selama 5 menit kaki di lantai
dan lengan pada posisi setinggi jantung. Ukuran dan peletakan manset mesisi terendah 2,5 cm
dari fossa antecubi sisi terendah 2,5 cm dari fossa antecubiti(panjang 12 sampai 13 cm lebar
35 cm untuk standar orang dewasa). Letakkan stetoskop di atas arteri brachialis dengan
tekanan ringan di atas kulit. Pompa cuff sampai tekanan diatas 20 mmhg dari menghilangi
nadi pada perabaan arteri radialis (gunakan suara koroktoff fase 1 dan 5 untuk penentuan
sistolik dan diastolik). Penurunan air raksa pada tabung spygmameter sebaiknya 2 sampai 3
mmhg per detik.pengukuran dilakukan 2 kali dengan sel antara 1 sampai 5 menit pengukuran
tambahan dilakukan jika hasil kedua pengukuran sebelumnya sangat berbeda

Pemeriksaan penunjang penderita hipertensi terdiri dari:


 Tes darah rutin
 Glukosa darah (sebaiknya puasa)
 Kolesterol total serum
 Kolesterol LDL dan HDL serum
 Trigliserida serum (puasa)
 Asam urat serum
 Kreatinin serum
 Kalium serum
 Hemoglobin dan hematokrit
 Urinalisis (uji carik celup serta sedimen urin)
 Elektrokardiogram
beberapa pedoman penanganan hipertensi menghancurkan teks lain seperti:

 Ekokardiogram
 USG karotis (dan femoral)
 C-reactiv protein
 Microalbumin urine atau perbandingan albumin atau kreatinin urin
 Funduskopi (pada hipertensi berat)
 Proteinuria kuantitatif (jika uji carik positif)
Pada penderita hipertensi berapa pemeriksaanuntuk menentukan adanya kerusakan organ
target dapat dilakukan secara rutin sedang pemeriksaan lainnya hanya dilakukan bila ada
kecurigaan yang didukung oleh keluhan dan gejala pasien. Pemeriksaan untuk mengevaluasi
adanya kerusakan organ target meliputi

1.jantung

 Pemeriksaan fisik
 Foto polos dada(untuk melihat pembesaran jantung kondisi arteri intratoraks dan
sirkulasi pulmoner)
 Elektrokardiografi (untuk deteksi iskemia dengan gangguan konduksi aritmatika serta
hipertrofi ventrikel kiri)
 Ekokardiografi
2.pembuluh darah

 Pemeriksaan fisik termasuk perhitungan pulsa pressure


 Ultrasonografi USG karotis
 Fungsi endotel (masih dalam penelitian
3.otak

 Pemeriksaan neurologis
 Diagnosis stroke ditegakkan dengan menggunakan kranial komputer tomografi (CT)
scan atau magnetic resonance imaging (MRI) (untuk pasien dengan keluhan gangguan
neuro kehilangan memori atau gangguan kognitif)
4.mata

 Funduskopi
5. Pemeriksaan fungsi ginjal

 Pemeriksaan fungsi ginjal meliputi penentuan adanya proteinuria atau mikro agro
albuminuria serta rasio albumin atau kreatinin urin
 Perkiraan laju filtrasi glomerulus yang untuk pasien dalam kondisi stabil dapat
diperkirakan dengan menggunakan modifikasi rumus dari cockroft-gault sesuai
dengan anjuran national kidney foundation

F.Pengobatan

tujuan pengobatan penderita hipertensi adalah menurunkan morbiditas dan mortalitas


penyakit kardiovaskuler dan ginjal.beberapa percobaan klinis menunjukkan penurunan
insiden payah jantung kongestif infark miokard dan stroke sebesar dari lebih dari 50% 20%
dan 35% dengan kontrol tekanan darah yang adekuat. Karena JNC 7 dan guedilnes yang lain
merekomendasikan untuk seluruh penderita hipertensi diharuskan tekanan darah sistolik
kurang dari 140 mmhg dan diastolik kurang dari 90 mmhg.untuk penderita diabetes melitus
dan penyakit ginjal kronis target tekanan darah adalah kurang dari 130 per 80 mmhg.oleh
karena mekanisme terjadinya hipertensi primer disebabkan oleh interaksi berbagai faktor
resiko yang bersifat multifaktorial maka sasaran pengobatan bersifat kombinasi antara
modifikasi gaya hidup dan berbagai macam obat antihipertensi.selain pengobatan hipertensi
pengobatan terhadap faktor resiko atau kondisi penyerta lain seperti diabetes melitus atau
disilipidemia juga harus dilaksanakan hingga mencapai target terapi masing-masing kondisi.

Pengobatan hipertensi terdiri dari pengobatan non farmakologi dan farmakologis.pengobatan


non farmakologis harus dilaksanakan oleh semua penderita hipertensi dengan tujuan
menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor risiko serta penyakit penyerta
lainnya

Pengobatan Non farmakologis/Modifikasi Gaya Hidup:

JNE tujuh merekomendasikan menurunkan berat badan berlebih atau kegemukan pembatasan
asupan garam kurang atau sama dengan 100 meq/l/hari(2,4 gram natrium atau 6 gram natrium
klorida)meningkatkan konsumsi buah dan sayur menurunkan konsumsi alkohol tidak lebih
dari 2 kali minum per hari meningkatkan aktivitas fisik paling tidak berjalan 30 menit perhari
selama 5 hari Minggu serta menghentikan merokok akan mengurangi risiko kejadian
kardiovaskuler

Pengobatan Farmakologis
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis antara lain:

 Diuretika, terutama jenis thiazide atau aldosteron antagonis


 Beta blocker
 Calcium chanel blocker atau calcium antagonist (CCB)
 Angiotensin converting enzyme inhibitor
 Angiotensin 2 receptor blocker atau AT1 receptor antagonist atau blocker
 Direct renin inhibitor
masing-masing obat antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan dalam pengobatan
hipertensi. Untuk pemilihan obat antihipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu;

 Faktor sosial ekonomi


 Profil faktor risiko kardiovaskular
 Ada tidaknya kerusakan organ target
 Ada tidaknya penyakit penyerta
 variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi
 kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk penyakit
lain
 bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam menurunkan
resiko kardiovaskuler
berdasarkan uji klinis hampir seluruh pedoman penanganan hipertensi menyatakan
bahwa keuntungan pengobatan antihipertensi adalah penurunan tekanan darah itu
sendiri, terlepas dari jenis atau kelas obat antihipertensi yang digunakan.pengobatan
dimulai secara bertahap dan target tekanan darah dicapai secara progresif dalam
beberapa Minggu.dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa
kerja panjang atau yang memberikan efekasI 24 jam dan pemberian sekali
sehari.pemilihan pengobatan dengan satu jenis obat anti hipertensi atau dengan
kombinasi bergantung pada tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi.jika
pengobatan dimulai dengan 1 jenis obat dengan dosis rendah dan bila tekanan darah
belum mencapai target maka langkah selanjutnya dalam meningkatkan dosis obat
tersebut atau berpindah ke antihipertensi lain dengan diagnosis rendah.

efek samping pengobatan antihipertensi bisa dihindari dengan menggunakan rendah baik
tunggal maupun kombinasi.hampir sebagian besar penderita memerlukan kombinasi obat
antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah tetapi pengobatan kombinasi dapat
meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang
harus diminum bertambah.akhir-akhir ini telah beredar berbagai macam obat antihipertensi
yang merupakan kombinasi dua atau tiga macam obat antihipertensi yang disebut dengan
single pill combinationdan berguna untuk meningkatkan efisiensi kepatuhan berobat dan
menekan biaya pengeluaran untuk pembelian obat.

G.Pemantauan

penderita hipertensi yang telah mulai mendapat pengobatan harus datang kembali untuk
evaluasi lanjutan untuk pengaturan dosis obat sampai target tekanan darah tercapai.setelah
target tekanan darah tercapai dan stabil kunjungan selanjutnya dengan interval 3 sampai 6
bulan tetapi frekuensi kunjungan ini juga ditentukan oleh ada tidaknya komorbiditas seperti
gagal jantung penyakit yang berhubungan seperti diabetes dan kebutuhan akan pemeriksaan
lab laboratorium

Strategi untuk meningkatkan kepatuhan pada pengobatan:

 Empati dokter akan meningkatkan kepercayaan motivasi atau kepatuhan pasien


 dokter harus mempertimbangkan latar belakang budaya kepercayaan pasien serta
sikap terhadap pengobatan
 pasien diberitahu hasil pengukuran tekanan darah target yang harus dicapai rencana
pengobatan selanjutnya serta penting mengikuti rencana tersebut

Penyebab hipertensi resisten:

 Pengukuran tekanan darah yang tidak benar


 Dosis belum memadai
 Ketidakpatuhan pasien dalam penggunaan obat antihipertensi
 Ketidakpatuhan pasien dalam memperbaiki pola hidup
-asupan alkohol berlebih
-kenaikan berat badan berlebih
 Kelebihan volume cairan tubuh
-asupan garam berlebih
-terapi diuretika tidak cukup
-penurunan fungsi ginjal berjalan progresif
 Adanya terapi lain
-masih menggunakan bahan atau obat lain yang meningkatkan tekanan darah
-adanya obat lain yang mempengaruhi atau berinteraksi dengan kerja obat
antihipertensi
 Adanya penyebab hipertensi lain atau sekunder
Pengobatan antihipertensi umumnya selama hidup.pengertian pengobatan cepat atau lambat
akan diikuti dengan naiknya tekanan darah sampai seperti sebelum dimulai pengobatan
antihipertensi.walaupun demikian ada kemungkinan untuk menurunkan dosis dan jumlah
obat antihipertensi secara bertahap bagi pasien yang diagnosis hipertensi nya sudah pasti serta
tetap patuh terhadap pengobatan non farmakologis. Tindakan ini harus disertai dengan
pengawasan tekanan darah yang ketat.

H.Komplikasi

hipertensi merupakan faktor resiko untuk terjadinya segala bentuk manifestasi klinis dari
aterosklerosis.hipertensi dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya kejadian kardiovaskular
dan kerusakan organ target baik langsung maupun tidak langsung mortalitas meningkatkan
dua kali pada setiap kenaikan tekanan darah sebesar 20/90 mmhg. Pada keadaan dengan
tekanan darah haid normal (130-139/85-89),didapatkan peningkatan kejadian kardiovaskuler
2,5 pada wanita dan 1,6 kali pada pria bila dibanding dengan tekanan darah
normal.sedangkan resiko untuk penyakit ginjal meningkatnya tekanan darah sistolik lebih
erat kaitannya dengan insiden penyakit ginjal tahap akhir bila dibandingkan dengan tekanan
darah diastolik terutama pada usia lebih dari 50 tahun. Tekanan darah yang meningkat dapat
menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan ginjal.

c.Cushing Sindrom

Pendahuluan
Lebih kurang 70 tahun yang lalu Harvey Cushing mendeskripsikan suatu
fenomena klinik akibat dari adenoma hipofisis basofilik yang kemudian menjadi
nama dari penyakit tersebut , yaitu penyakit Cushing . Sampai saat ini pengelolaan
pasien dengan kelebihan glukokortikoid ini masih merupakan tantangan di bidang
endokrinologiberdampak karena kasusnya memang jarang, bervariasi, dan untuk
menegakkan diagnosisnya membutuhkan pemeriksaan penunjang yang canggih dan
mahal untuk ukuran negara berkembang. Pembahasan pada tulisan ini akan
difokuskan pada sindrom Cushing endogen, yaitu kelebihan hormon glukokortikoid
yang bukan karena memakai steroid dari luar tubuh walaupun secara empirik yang
sering ditemukan adalah yang jenis eksogen (fenotip Cushingoid).

Definisi
Sindrom Cushing dan penyakit Cushing adalah manifestasi protein, klinis dari kelebihan
abnormal hormon glukokortikoic dalam waktu lama dengan segala konsekuensinya. Definisi
ini juga mencakup adanya insufisiensi aksis hipotalamo- pituitari-adrenal dan gangguan pada
ritme sekresi sirkadian kortisol. Istilah sindrom Cushing adalah istillah umum yang dipakai
untuk fenomena tersebut tanpa memperhatikan penyebabnya, sementara jika penyebabnya
berasal dari kelebihan ACTH ( odrenocorticotrophic hormone ) yang diproduksi oleh kelenjar
hipofisis, lalu merangsang produksi kortisol berlebihan di adrenal , maka istilah yang dipakai
adalah penyakit Cushing.

Epidimiologi
Walaupun data epidemiologi sindrom Cushing sangat terbatas, diestimasikan insiden
tahunan sindrom ini berkisar 2.3 juta per tahun di seluruh dunia. Penyakit Cushing terutama
terjadi pada wanita dengan rasio wanita ke pria berkisar 3.1 sampai 10:1. Pada klinik
endokrin tersier di negara maju, ditemukan prevalensi sindrom Cushing sekitar 5 % diantara
pasien diabetes melitus yang tidak terkontrol dan osteoporosis. Data tersebut tentunya akan
berdampak pada pengelolaan pasien-pasien diabetes obesitas, hipertensi, gangguan
menstruasi, oleh karena itu menjadi penting untuk melakukan penapisan.

Etiologi dan Patologis


Kelebihan produksi hormon kortisol di korteks adrenal bisa sebagai akibat kelebihan
ACTH dari berbagai sumber atau memang kelenjar adrenal secara otononm memproduksi
kortisol berlebihan tanpa rangsangan dari ACTH. Kortisol adalah hormon yang sangat
esensial untuk menjaga kenormalan metabolisme glukosa dan protein, keseimbangan
elektrolit, fungsi imun, dan juga tekanan darah. Masih banyak pertanyaan yang belum bisa
dijawab mengapa hipofisis menjadi sangat aktif sehingga mengeluarkan ACTH berlebihan,
atau mengapa korteks adrenal secara otonom hiperaktif sehingga memproduksi kortisol
berlebihan.
Sekitar 80 % sindrom Cushing adalah ACTH - dependent , dimana ACTH dapat disekresi
oleh adenoma hipofisis ( 80 % dari ACTH - dependent ) atau dapat berasal dari non hipofisis
ektopik , sekitar 20 % dari ACTH - dependent ) , Sisa 20 % kasus ( ACTH - independent ) ,
kortisol diproduksi secara otonom oleh kelenjar adrenal dengan perincian : 60 % kasus adalah
adenoma , 38 % kasus adalah karsinoma , dan kurang dari 2 % penyebabnya adalah
hiperplasia adrenal masif yang sangat jarang, seperti primary pigmented nodular adrenal
disease (PPNAD ) atau sindrom McCune- Albright.

Diagnosis
Manifestasi klinis sangat beragam tergantung pada derajat beratnya hiperkortisolisme,
lamanya, dan sensitifitas reseptor glukokortikoid. Langkah-langkah diagnostik yang
dianjurkan adalah: mengenali sindrom Cushing, konfirmasi tes biokimiawi untuk
membuktikan kelebihan kortisol, mencarí penyebab, dan mencari strategi terapi yang sesuai.
Tentunya anamnesis yang detail (terutama membedakan sindrom Cushing eksogen atau
endogen), pemeriksaan fisik yang teliti, dan pemeriksaan penunjang yang tepat akan
membawa ke arah diagnosis etiologi yang jelas. Tampilan yang klasik dari aspek metabolik,
kardiovaskular, kulit, muskuloskeletal, dan manifestasi psikiatrik, biasanya mudah bagi
dokter untuk mengenalinya, tetapi tidak jarang kasusnya ringan, dan hanya beberapa tanda
saja yang muncul karena kenaikan hormon kortisol yang ringan dan siklik. Pada beberapa
kelaianan psikiatri (depresi, ansietas, kelainan obsesif konvulsif), diabetes yang tidak
terkontrol, dan alkoholisme, bisa disertai hiperkortisolisme ringan dan menghasilkan tes
seperti sindrom Cushing. Pada keadaan terakhir tentu butuh usaha yang lebih ati-hati untuk
membuktikan adanya kelebihan hormon kortisol yang abnormal.
Tugas para klinisi saat mencurigai sindrom Cushing tentu berusaha mengenali secermat
mungkin gejala dan tanda yang berhubungan dengan hiperkortisolisme.
Gejala dan tanda yang mungkin timbul bisa dilihat pada tabel 2 Pada tabel 3 dapat dilihat
bagaimana keseringan dari masing-masing gejala dan tanda, sehingga para klinisi dapat
memperkirakan keadaan apa yang biasanya sering ditemukan.
Truncal obesity adalah tanda yang sering dan seringkali mengawali tanda-tanda yang lain.
Kenaikan berat badan juga sering ditemukan walaupun pada beberapa kasus kenaikannya
minimal sehingga foto serial pasien beberapa tahun terakhir seringkali membantu
menunjukkan perubahan kearah moon face. Kecurigaan akan semakin muncul jika ditemukan
obesitas sentral dengan penumpukan lemak pada wajah dan daerah supraklavikula, cervical
fat pad, kulit tipis, striae, kelemahan otot proksimal, fatigue, hipertensi, gangguan
metabolisme glukosa dan diabetes, akne, hirsutisme, dan gangguan menstruasi. Stigmata lain
pada dewasa adalah atrofi atot dan mudah memar. Osteoporosis, fraktur, dan gangguan
neuropsikiatrik seperti depresi, emosi labil, gangguan tidur dan gangguan kognitif juga sering
ditemukan. Beberapa tanda disebut sebagai tanda spesifik untuk sindrom Cushing seperti
striae kemerahan, pletora, kelemahan otot proksimal, dan mudah memar, tetapi banyak juga
tanda lain yang tidak spesifik dan sering ditemukan pada kondisi lain. Untuk itu tetap
dibutuhkan bukti secara laboraturium bahwa terdapat hiperkortisolisme yang patologis dan
menetap.
Setelah kita mencurigai secara klinis maka langkah selanjutnya adalah membuktikan
bahwa terdapat kelebihan sekresi hormon kortisol dan gangguan mekanisme umpan balik
aksis hipotalamus-pituitari- adrenal. Untuk pemeriksaan laboraturium awal banyak guidelines
menganjurkan salah satu dari beberapa tes berikut: dua kali pemeriksaan 24 jam kortisol
bebas urin (24-h Urinary Free Cortisol ), late-night salivary cortisol, 1-mg overnight
dexamethason suppression test (DST) atau longer low-dose DST. Pada suatu survey di
kalangan endocrinologist, ketiga pemeriksaan di atas adalah jenis pemeriksaan awal yang
paling sering dilakukan untuk mengevaluasi kemungkinan sindrom Cushing. Seringkali sulit
atau belum tersedia pemeriksaan-pemeriksaan yang disebutkan di atas di negara berkembang,
sehingga secara pragmatis seringkali hanya memeriksa kortisol pagi Untuk kortisol plasma
sewaktu pagi hasilnya cukup dapat diterima jika hasilnya ekstrim tinggi Pemeriksaan 24h-
UFC menunjukkan banyaknya sekresi kortisol 24 jam tanpa dipengaruhi oleh kadar
corticosteroid-binding globulin (CBG). Pemeriksaan ini mengukur kortisol yang tidak terikat
dengan CBG dan terfiltrasi di ginjal tanpa mengalami perubahan. Dengan demikian tentu
fungsi ginjal akan mempengaruhi hasil interpretasi pemeriksaan ini karena semakin berat
kerusakan ginjal maka akan makin sedikit kortisol yang disekresikan ke urin. Hal penting
yang harus ditekankan kepada pasien adalah semua urin harus benar-benar terkumpul selama
24 jam, minum seperti biasa dan tidak berlebihan, serta tidak memakai kortikosteroid bentuk
apapun. Jika dalam 3 kali pemeriksaan menunjukkan sekresi kortisol urin yang normal maka
diagnosis sindrom Cushing sudah dapat disingkirkan, tentu pada fungsi ginjal yang normal
Bentuk aktif kortisol bebas di darah proporsional dengan kortisol di saliva, dan konsentrasi di
saliva tidak dipengaruhi oleh keadaan produksi saliva, serta konsentrasi nya stabil pada suhu
kamar atau suhu refrigerator. Perubahan konsentrasi kortisol di darah akan era dikuti oleh
perubahan konsentrasi kortisol saliva. Pada orang normal, kortisol saliva pada saat antara
pukul 23.00 dan 24.00 selalu dibawah 145 ng/dl (4 nmol/L Laporan dari beberapa negara
menyebutkan pemeriksaan ini memiliki sensifisitas 92-100 % dan spesifisitas 93-100 dengan
akurasi yang sama dengan pemeriksaan 24h-UFC. Saliva dikumpulkan dengan cara
diludahkan secara pasif di tabung plastik atau dengan tampon kapas yang diletakkan di mulut
dan dikunyah-kunyah 1-2 menit.
Pemeriksaan 1-mg overnight dexamethasone suppression test (1-mg DST) dapat
membedakan pasien sindrom Cushing atau bukan. Pemberian dexametason 1 mg antara pukul
23.00 dan 24.00, lalu dikuti pemeriksaan kortisol puasa antara pukul 08.00 sampai pukul
09.00 di hari berikutnya. Jika sudah cukup bukti adanya sindrom Cushing dari klinis dan
laboraturium, maka langkah selanjutnya adalah mencari penyebab kelebihan hormon kortisol
tersebut. Pemeriksaan ACTH adalah langkah selanjutnya, dimana jika didapatkan hasil
ACTH s 10 pg/ml maka sindrom Cushing tersebut adalah ACTH-independent (adrenal
Cushing) dan jika ACTH normal atau menetap tinggi lebih dari 15 pg/mL maka termasuk
kelompok yang ACTH-dependent. Pada beberapa kasus penyakit Cushing menunjukkan
ACTH yang normal rendah dan sebaliknya beberapa adrenal Cushing menunjukkan ACTH
yang tidak tersupresi jelas. Dalam keadaan demikian dianjurkan untuk mengulang
pemeriksaan ACTH sebelum melanjutkan ke pemeriksaan selanjutnya. Untuk adrenal
Cushing yang kadar ACTH antara 10-20 pg/mL dianjurkan untuk melakukan tes stimulasi
CRH, dimana jika hasilnya kurang maka jelas suatu adrenal Cushing sementara jika terdapat
kenaikan ringan dari ACTH maka dapat diklasifikasikan sebagai penyakit hipofisis (pituitary
Cushing).
Setelah diyakini bahwa sindrom Cushing pada pasien adalah jenis ACTH-independent
maka langkah selanjutnya adalah melakukan pencitraan terhadap adrenal untuk melihat ada
tidaknya lesi, jenis lesi, serta unilateral atau bilateral. Jika ditemukan lesi pada adrenal maka
kemungkinannya adalah adenoma adrenal atau karsinoma atau bentuk yang lebih jarang
AIMAH (ACTH-independent macronodular adrenal hyperplasia). Jika tidak ditemukan lesi
pada adrenal maka sebagai penyebab biasanya adalah PPNAD (primary pigmented nodular
adrenal disease). Pada tumor adrenal unilateral, jaringan sekitar tumor dan adrenal
kontralateral akan mengalami atrofi atau masih tetap normal tergantung derajat rendahnya
ACTH. Adenoma adrenal biasanya ukurannya kecil bervariasi, homogen, batas yang jelas,
densitasnya lebih rendah dari air pada CT scan, tetapi sama densitasnya dengan hati pada
MRI. Jika lesinya bilateral maka diperlukan adrenal venous sampling (AVS) untuk
membedakan sumber utama hipersekresi kortisol sehingga membantu ahli bedah untuk
menentukan jenis adrenalektomi. Berbeda dengan karsinoma adrenal, biasanya diameter lebih
dari 6 cm, tepinya iregular dengan batas yang tidak tegas, densitas yang tinggi dan tidak
merata karena adanya perdarahan dan atau nekrosis, tetapi jika dengan MRI intensitasnya
hanya meningkat sedang.
Pada ACTH-dependent langkah selanjutnya adalah mencari sumber hipersekresi ACTH,
apakah berasal pituitari atau ektopik. Jika pasiennya adalah wanita maka yang harus
dipikirkan adalah kemungkinan berasal dari pituitari karena rasio penyakit Cushing dengan
ektopik adalah 9:1. Langkah awal adalah melakukan pencitraan pada pituitari. Pada beberapa
kasus MRI pituitari tidak konklusif maka pada keadaan tersebut diperlukan prosedur BIPSS
(bilateral inferior petrosus sinus sampling) untuk membedakan sumber ACTH apakah
memang berasal dari pituitari atau ektopik. Pasien dengan kecurigaan ACTH- producing
tumour (ektopik) maka dilakukan pemeriksaan PET CT.

Penatalaksanaan
Setelah diketahui penyebab persisnya maka pengelolaan disesuaikan dengan penyakit
dasarnya dan lokasi organ yang terlibat. Pilihan terapi diantaranya adalah operasi, radioterapi,
atau medikamentosa. Pilihan tertentu bisa saja efektif untuk pasien tertentu tetapi bisa jadi
sangat terbatas untuk pasien lain karena efek sampingnya. Untuk penyakit Cushing pilihan
pertama adalah operasi transfenoid, lalu dilanjutkan dengan radioterapi dan medikamentosa
jika diperlukan. Untuk adrenal Cushing pilihan terapi adalah operasi, sesuai dengan lesi yang
ditemukan dan selalu didahului dengan pemberian anti steroidogenesis (ketokonazol,
mifepristone, mitotan, metirapon). Untuk adrenalektomi bilateral maka biasanya diperlukan
substitusi hormonal glukokortikoid dan mineralokortikoid terus-menerus pasca operasi. Saat
ini sedang berkembang adrenalektomi per laparoskopi dengan teknik minimal invasif. Pada
keadaan ectopic ACTH- dependent seringkali sulit untuk mencari fokus dimana tempat
ACTH diproduksi berlebihan. Dari beberapa penelitian disebutkan distribusi sumber ACTH
di luar hipofisis yang tersering (bronchial carcinoid 25 % , islet cell cancer 16 % , small - cell
lung carcinoma 11 % , medullary thyroid cancer 8 % , disseminated neuroendocrine tumour
of unknown primary source 7 % , thymic carcinoid 596 , feokromositoma 3 % , disseminated
gastrointestinal carcinoid 1 % , tumor lain 8%).
Setelah sindrom Cushing terdiagnosis, sambil menunggu konfirmasi penyakit dasarnya,
maka sebaiknya diberikan anti steroidogenesis (ketokonazol, mifepristone, mitotan,
metirapon) terlebih dahulu. Hal lain yang sering dilupakan adalah karena pasien dengan
sindrom Cushing sangat rentan dengan bangkitnya kuman komensal penumocistic carini di
paru, maka sebaiknya diberikan profilaksis dengan kotrimoxazole.

Komplikasi
Sindrom Cushing mengakibatkan beragam komplikasi sistemik diantaranya obesitas
sentral, hipertensi, gangguan toleransi glukosa dan diabetes, dislipidemia, trombosis kelainan
psikiatrik, penyakit ginjal, osteoporosis, bersama- sama dengan meningkatnya risiko
kardiovaskular. Hal lain yang juga sering menyebabkan kematian pada sindrom Cushing
adalah infeksi dan sepsis. Remisi dan normalisasi kortisol seringkali tidak menghilangkan
risiko kardiovaskular tersebut dan riwayat sindrom Cushing adalah faktor risiko permanen
dari penyakit kardiovaskular. Hal terpenting yang mempengaruhi harapan hidup adalah level
kortisol, sehingga tujuan dari pengelolaan adalah menurunkan kadar kortisol bersamaan
dengan mengontrol risiko kardiovaskular lain sepanjang usia.
Hal lain yang sering terlupakan adalah bahwa pasien dengan sindrom Cushing
mengalami suatu keadaan penurunan daya tahan tubuh (immunocompromissed) yang
signifikan akibat kelebihan kortisol. Akibatnya pasien tersebut dapat terinfeksi oleh kuman
yang pada orang normal hanya sebagai kuman komensal, seperti yang terjadi pada pasien
HIV, sehingga diperlukan profilaksis untuk kuman tertentu seperti pneumicystic carinii.
Prognosis
Jika tidak diobati secara adekuat, sindrom Cushing secara signifikan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas, dan survival median dari pasien hanya sekitar 4,6 tahun. Dari
beberapa studi didapatkan angka kematian pada sindrom Cushing non malignansi sekitar 2-4
kali dibandingkan dengan populasi normal, sementara sindrom Cushing dengan penyakit
dasar keganasan prognosisnya sangat buruk, umumnya meninggal selama dalam usaha
pengobatan awal. Perlu juga dipahami bahwa pasien yang gagal dengan operasi angka
kematiannya 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan populasi normal jika dibandingkan
dengan pasien yang remisi dengan operasi.

7.Jelaskan penatalaksaan
setelah diketahui penyebab persisnya maka pengelolaan disesuaikan dengan penyakit dasar
dan lokasi organ yang terlibat. Pilihan terapi di antaranya adalah operasi radioterapi atau
medikamentosa.pilihan tertentu bisa saja efektif untuk pasien yang tertentu tetapi bisa jadi
sangat terbatas untuk pasien kain karena efek sampingnya. Untuk penyakit cushing pilihan
pertama adalah operasi transfenoid,lalu dilanjutkan dengan radioterapi dan medikamentosa
jika diperlukan.untuk adrenal cushing pilihan terapi adalah operasi sesuai dengan relasi yang
ditemukan dan selalu didahului dengan pemberian antisteroidogenesis.untuk adrenalectomy
bilateral maka biasanya diperlukan subtitusi hormonal glukokortikoid dan mineralokortikoid
terus menerus pasca operasi.saat ini sedang berkembang adrenalectomy per laparoskopi
dengan teknik minimal invasif. Pada keadaan ectopic ACTH -dependentseringkali sulit untuk
mencari fokus di mana tempat produksi HCL yang berlebihan.dari beberapa penelitian
disebutkan distribusi sumber acth di luar hipofisis yang tersering (broncial
carcinoid25%,islet cell csncer 16%,small cell carcinoma 11%,medulary thyroid
8%,dessmentaid gastroinstestinal cacinoid 1%,tumor lain8%..

Setelah syndrome cushing terdiagnosis sambil menunggu konfirmasi penyakit dasarnya maka
sebaiknya diberikan anti stereoideogenesis(ketakonazol,miferpristone,mitotan,metirapon)
terlebih dahulu. Hal ini yang sering dilupakan adalah karena pasien dengan sindrom cushing
sangat rentan dengan bangkitnya kuman komensal penumocistic carniidi paru,maka
sebaiknya diberikan profilaksasidengan kotrimoxazole.

Anda mungkin juga menyukai