Anda di halaman 1dari 32

TUGAS PBL

SKENARIO 3

Disusun oleh : KELOMPOK 9

1. Qurrotu A’yuni (16700139)


2. Putu Ayu Wedayanti Daniputri (16700141)
3. I Gede Adhiguna Prabawa (16700143)
4. Putu Rika Desyanti Handayani (16700145)
5. Dita Titis Parameswari (16700147)
6. Ira Maulidah Dwi Julianti (16700149)
7. Muhammad Ary Wardhana (16700151)
8. Nadya Rahmatika (16700153)
9. Christina Sherly Damanik (16700155)

PEMBIMBING TUTOR :

dr Herni Suprapti,M.kes

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

TAHUN AKADEMIK 2018/2019

KATA PENGANTAR

1
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah,
rahmat, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan dan menyusun makalah
laporan yang berjudul “Skenario 3 (Ilmu Kedokteran Terintegrasi VI)”.
Laporan ini kami susun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Kedokteran
Terintegerasi VI Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Dalam penyusunan makalah laporan ini, kami telah banyak mendapat bantuan
dari berbagai pihak, baik bantuan yang berupa materi maupun bantuan dukungan moral.
Oleh sebab itu pada kata pengantar ini kami mengucapkan terima kasih kepada Tim
Dosen Mata Kuliah Ilmu Kedokteran Terintegerasi VI Fakultas Kedokteran Universitas
Wijaya Kusuma Surabaya dalam membimbing serta mengarahkan proses penyusunan
laporan ini serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan laporan
ini.
Kami menyadari bahwa makalah laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah laporan ini.
Semoga makalah laporan ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Surabaya, Maret 2019

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

2
COVER................................................................................................................................
KATA PENGANTAR..........................................................................................................
i
DAFTAR ISI........................................................................................................................
ii
BAB I (SKENARIO 1)........................................................................................................
1
BAB II (KATA KUNCI)......................................................................................................
2
BAB III (PROBLEM).........................................................................................................
3
BAB IV (PEMBAHASAN).................................................................................................
4
BAB V (HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS).........................................
17
BAB VI (ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS)............................................
18
BAB VII (HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSA)..................................................................
24
BAB VIII (MEKANISME DIAGNOSIS)...........................................................................
25
BAB IX (STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH).................................................
26
BAB X (PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI)....................................................................
30
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................
iii

3
BAB I

SILAU BILA MELIHAT SINAR

Seorang pasien Ny. SS 26 tahun diantar suaminya datang ke anda ketika sedang
bertugas di poliklinik dengan keluhan mata merah,nrocoh,silau bila melihat
sinar,melihat dobel,terutama bila mata melirik dan atau nyeri bila mata digerakkan :
berdebar sejak 4 bulan yang lalu. Keluhan lainnya adalah tidak tahan cuaca panas dan
lebih suka cuaca dingin. Dalam 3 bulan terakhir pasien mengeluh berat badan menurun
sebanyak 5 kg padahal nafsu makan baik. Keluhan lain adalah mudah letih saat aktivitas
ringan dan timbul benjolan tidak nyeri di leher depan sejak 1 tahun. Pada pemeriksaan
didapatkan mata menonjol,pembengkakan kelopak mata,pembatasan gerakan mata.
Penderita mempunyai kebiasaan merokok sehari 10 batang.

4
BAB II

KATA KUNCI

1. Usia 26 tahun
2. Mata merah
3. Dada berdebar
4. Berat badan turun
5. Timbul benjolan

5
BAB III

PROBLEM

1. Apa yang menyebabkan pasien Ny. SS itu datang ke poliklinik?


2. Bagaimana hasil anamnesis Ny. SS?
3. Bagaimana hasil pemeriksaan fisik Ny. SS?
4. Apa bentuk pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada kasus ini?
5. Bagaimana hasil pemeriksaan penunjang Ny. SS?
6. Apa diagnosis dari kasus Ny. SS?
7. Bagaimana prinsip penatalaksanaan pada kasus Ny. SS?
8. Apa prognosis pada kasus ini?
9. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada kasus ini?

6
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Batasan
1. Usia 26 tahun
2. Mata merah,nrocoh,silau bila melihat sinar,melihat dobel,terutama bila mata
melirik dan atau nyeri bila mata digerakkan
3. Dada berdebar sejak 4 bulan yang lalu
4. Berat badan turun 5 kg
5. Timbul benjolan tidak nyeri di leher depan sejak 1 tahun

B. Anatomi
1. Kelenjar tiroid

Kelenjar tiroid (glandula thyroidea) terdiri atas lobus kanan dan kiri yang
dihubungkan oleh isthmus yang sempit. Setiap lobus berbentuk seperti buah
alpukat dengan apexnya menghadap ke atas sampai linea oblique cartilago
thyroideae; basisnya setinggi cincin trachea keempat atau kelima. Pada
anterolateral lobus tiroid dibatasi oleh musculus sternohyoideus, venter
superior musculus omohyoideus, musculus sternohyoideus dan pinggir
anterior musculus sternocleidomastoideus. Di bagian posterolateral pula

7
kelenjar ini dibatasi oleh selubung carotis dengan arteri carotis communis,
vena jugularis interna dan nervus vagus. Di bagian medial, larnyx, trachea,
pharynx dan oesophagus yang membatasi kelenjar tiroid. Pinggir posterior
masing-masing lobus yang bulat berhubungan di posterior dengan glandula
parathyroidea superior dan inferior.
Kelenjar tiroid mendapat pendarahan dari arteri thyroidea superior (cabang
arteri carotis externa), arteri thyroidea inferior (cabang dari truncus
thyrocervicalis) dan arteri thyroidea ima (cabang dari arteri brachiocephalica
atau arcus aortae). Pembuluh balik kelenjar tiroid adalah vena thyroidea
superior (bermuara ke vena jugularis interna), vena thyroidea media
(bermuara ke vena jugularis interna) dam vena thyroidea inferior. Vena-vena
ini akan bermuara ke dalam vena brachiocephalica sinistra di dalam rangga
thorax. Cairan limfe pula akan mengalir dari kelenjar tiroid ke lateral ke
dalam nodi lymphoidei cervicales profundi. Beberapa pembuluh limfe akan
berjalan turun ke nodi lymphoidei paratracheales.

2. Cavum orbita

Cavum orbita bentuknya mirip seperti piramida/ cone. Sehingga ia memiliki


atap, dasar, dinding lateral, dinding medial, basis, dan apex orbita.
Apex orbita : foramen opticum, yang akan dilalui oleh nervus opticus dan a.
ophtalmica
Basis orbita : = apertura orbita : os. frontalis, os. zygomaticum, os. maxilla

8
Atap orbita : Pars orbitalis ossis frontalis, ala magna ossis sphenoidale
Dasar orbita : Facies orbitalis os. zygomaticum, facies orbitalis os. maxilla, proc.
orbitalis os. palatinum
Dinding lateral orbita : Pars orbitalis ossis frontalis, ala magna ossis
sphenoidale, Proc. frontalis os. Zygomaticum
Dinding medial orbita : (MLES) Proc. frontalis os. Maxilla, os. lacrimal, lamina
orbita os. ethmoidale, corpus os. sphenoidale(sebagian kecil).
Ada foramen ethmodalis superior dilewati oleh vasa ethmoidalis superior.
foramen ethmoidalis inferior dilewati oleh vasa ethmoidalis inferior.
Ada fissura orbitalis superior dilewati oleh: n. frontalis, n. lacrimalis, n.
nasosiliaris, n. 3 (occulomotor), 4 (trochlearis), 6(abduscent), v. opthalmica
superior, plexus sympaticus.
Fissura orbitalis inferior dilewati oleh: n.maxillaris, n.zygomaticum, vasa
infraorbital, ganglion splenopalatina.
ada fossa glandula lacrima. ada foramen zygomaticofacialis. ada sulcus infra
orbitalis--> canalis infraorbitalis--> foramen infraorbitalis.

C. Fisiologi
Hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid memiliki dua
buah lobus, dihubungkan oleh isthmus, terletak di kartilago krokoidea di
leher pada cincin trakea ke dua dan tiga. Kelenjar tiroid berfungsi untuk
pertumbuhan dan mempercepat metabolisme. Kelenjar tiroid menghasilkan
dua hormon yang penting yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3).
Karakteristik triioditironin adalah berjumlah lebih sedikit dalam serum
karena reseptornya lebih sedikit dalam protein pengikat plasma di serum
tetapi ia lebih kuat karena memiliki banyak resptor pada jaringan. Tiroksin
memiliki banyak reseptor pada protein pengikat plasma di serum yang
mengakibatkan banyaknya jumlah hormon ini di serum, tetapi ia kurang kuat
berikatan pada jaringan karena jumlah reseptornya sedikit.

D. Histologi
Kelenjar ini tersusun dari bentukan-bentukan bulat dengan ukuran yang
bervariasi yang disebut thyroid follicle. Setiap thyroid follicle terdiri dari sel-
sel selapis kubis pada tepinya yang disebut SEL FOLIKEL dan mengelilingi

9
koloid di dalamnya. Folikel ini dikelilingi jaringan ikat tipis yang kaya
dengan pembuluh darah.
Sel folikel yang mengelilingi thyroid folikel ini dapat berubah sesuai dengan
aktivitas kelenjar thyroid tersebut. ada kelenjar thyroid yang hipoaktif, sel
foikel menjadi kubis rendah, bahkan dapat menjadi pipih. Tetapi bila
aktivitas kelenjar ini tinggi, sel folikel dapat berubah menjadi silindris,
dengan warna koloid yang dapat berbeda pada setiap thyroid folikel dan
sering kali terdapat Vacuola Resorbsi pada koloid tersebut.

E. Epidemiologi
Pada penderita Grave’s hyperthyroidism, thyroid associated ophthalmopathy
terdapat pada 40% penderita. Grave’s ophthalmopathy lebih sering ditemukan
pada mereka yang berusia lebih tua dengan predisposisi lebih tinggi pada
perempuan dibandingkan pada laki-laki, namun tingkat keparahan justru lebih
tinggi pada laki-laki dengan tingkat klasifikasi yang sama. Angka kejadian
oftalmopati ini lebih tinggi pada orang orang Eropa (42%) dibandingkan dengan
orang Asia (7.7%). Tingkat keparahan dan risiko oftalmopati meningkat dengan
adanya beberapa faktor risiko seperti pemakaian tembakau, terapi genetik untuk
hipertiroid, jumlah antibodi reseptor TSH, usia lanjut, dan stress. Penderita GO
dapat juga menderita penyakit autoimun lainnya, seperti myastenia gravis,
adanya penyakit autoimun lainnya menunjukkan prognosis GO yang lebih
buruk. 1,2,3 Gejala dan tanda-tanda yang dialami oleh penderita GO sangat khas
dan bisa terdapat lebih dari satu gejala pada saat yang bersamaan. Pada
umumnya gejala-gejala tersebut adalah retraksi palpebra superior (90%), lid lag
(50%), proptosis (60%), restriktif miopati (40%), dan neuropati nervus optikus

10
akibat kompresi (6%). Gejala-gejala tersebut bisa unilateral atau bilateral.
Tandatanda awal yang muncul adalah retraksi palpebra superior, lid lag dan yang
paling utama adalah adanya rasa nyeri orbital yang tidak dapat ditentukan lokasi
tepatnya, dan ini terdapat pada 30% pasien. Tanda-tanda lain yang mungkin
dapat dirasakan penderita adalah diplopia akibat restriksi otot rektus mata,
lakrimasi, fotofobia, dan penurunan visus (terjadi pada 7.5% penderita).
Penurunan visus yang diakibatkan oleh neuropati optik adalah 2%. Dari seluruh
penderita hanya akan sekitar 5% penderita yang memiliki seluruh gejala klasik
Grave’s ophthalmopathy yaitu retraksi kelopak mata, exoptalmus, neropati
optikus, keterlibatan otot ekstraokuler, dan hipertiroidisme.

F Patofisiologi
Proptosis bola mata terjadi akibat adanya edema jaringan lunak di rongga
orbita, sehingga tekanan di dalam rongga orbita meningkat, dan sebagai
mekanisme dekompresi bola mata menonjol ke depan. Edema jaringan lunak
terjadi di jaringan lemak dan otot ekstraokuler, terutama rektus lateral dan
medial, dan karena jumlah jaringan lemak lebih banyak daripada otot sehingga
dominasi edema berada di jaringan lemak. Usia di bawah 40 tahun memiliki
kecenderungan edema lebih banyak di jaringan lemak dibandingkan otot-otot
ekstraokuler, dan sebaliknya terjadi pada mereka yang berusia 60 tahun ke atas.
Tipe pembesaran pada otot rektus lateral dan medial ini adalah “tendon sparing”
yang berarti tidak terdapat pembengkakan pada tendon bila dilihat dengan CT
scan (dengan ataupun tanpa kontras) dan memberikan gambaran khas tracking
(gambaran seperti rel kereta api).1,3 Diplopia disebabkan oleh restriksi otot
akibat pembengkakan dan bukan akibat neurologis. Otot ekstraokuler yang lebih
berperan terhadap terjadinya diplopia adalah otot rektus inferior. Retraksi
kelopak mata superior dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain adanya
rangsangan simpatis pada otot Muller, adanya “overaction” dari otot levator
palpebra. Otot ini berkontraksi akibat otot rektus inferior yang memendek, atau
terbentuknya jaringan ikat yang mengelilingi otot levator palpebra dan jaringan
sekitarnya.1 Mata kering dan kornea kering akibat eksposur ke udara yang
berlebihan disebabkan oleh keadaan kelopak mata yang tidak dapat terutup
dengan sempurna, sehingga meningkatkan proses evaporasi air mata dan

11
berkurangnya jumlah kedipan kelopak mata. Pembengkakan periorbita bersifat
kongestif dikarenakan terhambatnya alirain venous orbita akibat pembengkakan
jaringan lunak intraorbita. Hal serupa juga terjadi pada dermopati tiroid dimana
kulit pretibial mengalami edema akibat terhambatnya aliran venous dan limfatik
di kaki saat sedang berdiri

G.Jenis jenis penyakit yang berhubungan

1.Tumor Orbita

Tumor orbita merupakan penonjolan yang terjadi pada bola mata. Penonjolan
ini dapat terjadi pada kelopak mata, permukaan bola mata, di dalam maupun di
belakang bola mata.

Gejala :

a. Menimbulkan mata menonjol

b. Arah bola mata tidak lurus ke depan

c. Tajam penglihatan dapat terganggu dan melihat ganda

d. Rasa sakit terutama pada tumor ganas

Tanda-tanda tumor ganas :

a. Penonjolan mata atau pembesaran tumor terjadi secara cepat

b. Rasa sakit akibat tumor semakin bertambah

c. Kelopak mata menjadi sukar ditutup

d. Kemungkinan tumbuh kembali lebih besar dari tumor jinak

e. Pada tumor stadium lanjut dapat mengakibatkan kematian

Tanda-tanda tumor jinak :

a. Terdapat penonjolan pada bola mata yang terjadi lambat

b. Umumnya tidak terasa nyeri

c. Dapat sembuh total atau kambuh kembali.

12
Pemeriksaan fisik :

Palpasi:bisa menunjukkan massa yang menyebabkan distorsi kelopak atau bola


mata, terutama dengan tumor kelenjar lakrimal atau dengan mukosel.

Pulsasi: menunjukkan lesi vaskuler; fistula karotidkavernosa atau malformasi


arteriovenosa, dengarkan adanyabruit

Pemeriksaan Penunjang :

Umumnya sebelum dilakukan tindakan perlu dilakukan foto CT scan


orbita dan kepala untuk menentukan lokasi tumor orbita. Jenis tumor orbita
sangat banyak sehingga lokasi, ukuran, keganasan dan cara pengobatan maupun
operasinya juga bermacam-macam. Apabila terdapat benjolan di daerah mata,
segera lakukan pemeriksaan ke dokter mata. Hasil pengobatan tumor orbita akan
lebih baik bila terdiagnosis lebih dini.

2. Toxic Nodular Goiter

Selain Grave’s Disease dan toxic adenoma, toxic nodular goiter


merupakan salah satu penyebab hipertiroidisme yang paling umum di dunia.
Secara patologis toxic nodular goiter mirip dengan toxic adenoma karena
ditemukan adanya nodul yang menghasilkan hormon tiroid secara berlebihan,
namun pada toxic nodular goiter ditemukan beberapa nodul yang dapat dideteksi
baik secara palpasi maupun ultrasonografi. Penyebab utama dari kondisi ini
adalah faktor genetik dan defisiensi iodine. Tatalaksana utama pada pasien
dengan toxic nodular goiter adalah dengan iodine radioaktif atau pembedahan.
Dengan pembedahan kondisi euthyroid dapat tercapai dalam beberapa hari pasca
pembedahan, dibandingkan pada pengobatan iodine radioaktif yang
membutuhkan waktu 6 bulan.

Gejala :

yang muncul cenderung sama seperti kelainan hipertiroidisme yang lain


a. Kebanyakan nodul tiroid (pembesaran multi nodular)
b. Gejala khas pada hipertiroidisme (Takikardi, Berat badan turun, kulit hangat,
keringan banyak, tachypnea, Tremor, palpitasi, gangguan tidur, gangguan

13
menstrubasi, Diare, dan masih banyak lagi)
c. Kadang juga dapat terjadi suara serak (Hoarseness) karena penekanan nervus
vagus dan nodul dapat mendorong trakea

d. Pembengkakan pada vena-vena wajah (Pembenton sign)

Pemeriksaan fisik :

Pada pemeriksaan fisik kelenjar tiroid, catat bentuk, simetri asimetri, ukuran
besarnya dan kesesuaian dengan goiter non toksik; limfadenopati dan periksa
fungsi tiroid.

Derajad besarnya kelenjar tiroid, ditentukan dengan stadium:

Stadium 0 : tidak ada pembesaran tiroid


Stadium Ia : Teraba pada pemeriksaan, tidak terlihat walaupun leher ekstensi
penuh
Stadium Ib : Goiter teraba pada pemeriksaan dan terllihat saat leher ekstensi
penuh
Stadium II : Goiter terlihat saat leher dalam posisi normal
Stadium III: Goiter cukup besar dan dapat terlihat dari jauh.

a a. Inspeksi pada leher untuk pembesaran kelenjar tiroid, seringkali pembesaran


tiroid hanya dapat dideteksi saat pasien menelan.
b b. Isthmus tiroid biasanya terletak sedikit di bawah kartilago krikoid trakea.
Lobus tiroid melebar kelateral dan bila membesar dapat meluas sampai ke
posterior muskulus sternokleidomastoideus. Lebih dari 80% lobus kelenjar tiroid
berbentuk piramid, dari isthmus meluas ke superior.
0 c. Raba seluruh kelenjar, cari bila ada asimetri atau nodul yang kadang ada pada
kelenjar normal
1
Pemeriksaan Penunjang :

1. Uji fungsi tiroid: TSH, T4 bebas, T3 total


2. Kadar yodium urin

14
3. Pencitraan: USG, CT Scan, MRI, Barium Meal bila ada gangguan menelan,
Skintigrafi tiroid
4. Aspirasi jarum halus, bila ada nodul.

3. Grave’s Ophthalmopathy
Oftalmopati Graves (OG) merupakan manifestasi ekstratiroid dari penyakit
Graves (PG) yang paling sering ditemukan. Penyakit Graves adalah suatu
gangguan autoimun di mana terdapat suatu defek genatik dalam limfosit Tc dan
sel Th merangsang sel B untuk sintesis antibody terhadap antigen tiroid.
Gejala :
 Gelisah atau cemas
 Sering merasa sangat lelah, lemas, dan tidak bertenaga
 Dada lebih besar dari biasanya (pada laki-laki)
 Konsentrasi menurun atau sulit untuk konsentrasi
 Masalah pada penglihatan, pandangan tampak kabur atau ganda (1 objek terlihat

ada 2)
 Tonjolan bola mata (exophthalmia)
 Muncul gondok
 Sering buang air kecil
 Mudah berkeringat
 Siklus menstruasi tidak teratur
 Jantung berdebar-debar atau detak jantung yang cepat
 Tubuh gemetaran
 Berat badan turun drastis

Pemeriksaan Fisik :

1.Pembesaran kelenjar tiroid (goiter)


2.Tremor pada tangan atau jari tangan
3.Palpitasi jantung (jantung berdebar)
4. penurunan berat badan
5. pasien tidak tahan terhadap udara yang panas.
6.Insomnia,Mudah marah depresi
7.Keringat Berlebih
8.Eksoftalmus pada mata

Pemeriksaan Penunjang :

Tes Darah lengkap TSH , T3 , T4 , FT4 , GDP , RADIOLOGIS , USG ,CT SCAN

15
BAB V
HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS)

Dari hasil analisa kelompok kami berdasarkan identifikasi terhadap gejala klinis,
pemeriksaan fisik penyakit, pemeriksaan penunjang penyakit pada jenis-jenis penyakit
yang berhubungan, kami memilih dua hipotesa awal atau Differential Diagnosis, yaitu :

1. Tumor Orbita
2. Toxic Nodular Goiter
3. Grave’s Ophthalmopathy

16
BAB VI
ANALISIS DARI DEFFERENTIAL DIAGNOSIS

A. ANAMNESIS
Nama : Ny Sandra Sitaya
Usia : 26 tahun
Pekerjaan : Pegawai Rumah Makan di Surabaya
Alamat : Jl. Dukuh Pakis 27 Surabaya
Status : Menikah
Agama : -

B. GEJALA KLINIS
1. Keluhan Utama : Berdebar – debar
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
a. Mata merah dan nrocoh,
b. Silau bila melihat matahari,melihat dobel terutama bila mata melirik.
Sehingga jika keluar menggunakan kacamata
c. Nyeri bila mata digerakan dan Dada berdebar sejak 4 bulan yang lalu.

17
d. Tidak tahan terhadap cuaca panas dan lebih suka cuaca dingin.
Merasa tidak nyaman jika diruangan yang panas dan banyak orang dan
timbul keringat berlebih
e. 3 bulan terakhir berat badan turun 5kg padahal nafsu makan baik.
Dari 50kg turun menjadi 45 kg
f. Mudah letih saat aktivitas ringan,biasanya kuat berdiri sehari bisa sampai
8 jam namun sekarang 2 jam sudah lelah
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Timbul benjolan tidak nyeri di leher depan sejak 1 tahun
b. Tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi
c. Tidak ada riwayat alergi
d. Belum pernah berobat ke dokter
4. Riwayat Keluarga : Dirumah tidak ada yang sakit seperti ini
5. Riwayat Obat-obatan : -
6. Riwayat Penyakit sosial :
a. Penderita memiliki kebiasaan sehari merokok 10 batang

C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Vital Sign
1. Kesadaran umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tensi : 120/80 mmHg (Normal: 90/60-120/80mmHg)
4. Nadi : 110x/menit (Normal: 60-100x/menit)
5. RR : 24x/menit ((Normal: 14-20x/menit)
6. Suhu : 37oC (Normal: 36,5-37,5)
7. Tinggi Badan : 160 cm
8. Berat Badan : 45 kg

BMI: Berat badan(kg)/(tinggi badan(m))2= 45/1,62 = 17,6 (BB Kurang)


- <18,5 = BB kurang
- 18,5-22,9 = BB normal
- 23-29,9 = BB berlebih
- >30 = obesitas
9. Kepala : Kedua Mata Exoftalamus dan ada hambatan
gerak mata : Diplopia (+)/(+)
Erosi kornea (+)/(+)
Palpebra retraksi (+)/(+)
10. Leher : Teraba masa diffus di leher anterior berupa
benjolan
11. Kulit : keringat berlebih,sensitif terhadap panas
12. Thorax : Paru : Dalam Batas Normal
Jantung :Takikardi,Denyut dan Nadi
tidak berirama
12.Abdomen : Dalam Batas Normal
13.Extremitas : Tremor halus (+)

18
14.Psikiatri : Gelisah,Insomnia,Depresi

Hasil dari pemeriksaan Penunjang didapatkan :


Hb :13 mg% (normal:12,1-15,1g/dL)
Leukosit : 6300/mm3(normal:4500-10.000 sel/mm)
TSH : 0,2 mU/L (normal : 0,4-5,5 mU/L)
T3 : 10,5 ɳg/dL(normal : 1,3-2,9 ɳg/dL)
T4 : 30,6 ɳg/dL(normal: 4,5-12,5 ɳg/dL)
FT4 :10 ɳg/dL (normal : 2,2-5,3 ɳg/dL)
Gula darah puasa :125 mg/dL(100 mg/dl (normal) (N=110mg/dl)
Gula darah acak : 165 mg/dl (normal) (N=<2000mg/dl)
Kolesterol :150 mg/dL(N=<2000mg/dl)

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

ULTRASONOGRAFI

Kekhasan reflektivitas internal otot-otot ekstraokular sedang, sama. Adanya Perlekatan


dari otot ekstraokular. Pasien dengan tiroid oftalmopati menunjukkan peak-systolic
rendah dan percepatan end-diastolic

CT SCAN

19
Adanya kelainan orbita yaitu penonjolan mata eksoftalmus otot-otot ekstraokular,
perlekatan otot, lemak intrakonal, dan anatomi apeks orbital. Adanya
penebalan 4 mm. Penonjolan lemak intrakonal dapat menyebabkan proptosis

American thyroid association graves ophthalmopathy classification (NOSPECS)

Tabel Analisa Differential Diagnosis

No. Keterangan Tumor orbita Toxic nodular goiter Grave’s


ophthalmopathy

20
1. Definisi Tumor orbita Salah Satu kelainan Oftalmopati Graves
merupakan penonjolan hipertiroidisme, ke-2 (OG) merupakan
yang terjadi pada bola paling sering setelah manifestasi ekstratiroid
mata. Penonjolan ini grave’s disease, dari penyakit Graves
dapat terjadi pada Penyakit ini ditemukan (PG) yang paling sering
kelopak mata, oleh Henry Plummer, ditemukan. Penyakit
permukaan bola mata, oleh karena itu Graves adalah suatu
di dalam maupun di namanya adalah gangguan autoimun di
belakang bola mata. Plummer’s disease. mana terdapat suatu
Penyakit ini bukan defek genatik dalam
merupakan proses limfosit Tc dan sel Th
autoimun seperti pada merangsang sel B untuk
penyakit grave’s. sintesis antibody
Bedanya toxic dengan terhadap antigen tiroid
yang non toxic adalah,
pada yang nontoxic
penyebabnya bukan
hasil dari proses
inflamasi atau proses
neoplasma
2. Etiologi 1. Mutasi gen Adanya nodul-nodul Penyakit ini merupakan
pengendali (multinodular) yang penyakit autoimun yang
pertumbuhan dapat mensekresikan ditimbulkan oleh adanya
(kehilangan kedua kelenjar thyroid reaksi beberapa
kromosom dari satu autoantibody terhadap
pasang alel dominan reseptor tirotropin
protektif yang berada (TSH).
dalam pita kromosom
13q14) 2.
2. Malformasi
congenital
3. Kelainan
metabolism

21
3. Gejala 1.Menimbulkan mata 1. Kadang juga dapat 1.Pembesaran kelenjar
menonjol terjadi suara serak tiroid (goiter)
2.Arah bola mata tidak (Hoarseness) karena 2.Tremor pada tangan
lurus ke depan penekanan nervus atau jari tangan
3.Tajam penglihatan vagus dan nodul dapat 3.Palpitasi jantung
dapat terganggu dan mendorong trakea (jantung berdebar)
melihat ganda 2. Nodul juga dapat 4. penurunan berat
4.Rasa sakit terutama mendesak vena kava badan
pada tumor ganas superior (Superior vena 5. pasien tidak tahan
cava syndrome) -> terhadap udara yang
Kondisi emergensi panas.
3. Pembengkakan pada
vena-vena wajah
(Pembenton sign)

4 Gambaran

BAB VII

HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)

22
Dari hasil analisa kelompok kami berdasarkan anamnesis dan identifikasi
terhadap gejala klinis, pemeriksaan fisik penyakit, pemeriksaan penunjang penyakit
pada Differential Diagnosis, kami menyimpulkan diagnosa pada skenario ini adalah
Grave’s Ophthalmopathy

Anamnesa:

KU: Berdebar – debar


RPS: Mata merah dan nrocoh,
Silau bila melihat matahari,
melihat dobel terutama bila
mata melirik. Tidak tahan terhadap
cuaca panas dan lebih suka cuaca dingin.
3 bulan terakhir berat badan turun 5kg. BAB VIII
Mudah letih saat aktivitas ringan
MEKANISME DIAGNOSA
RPD: Timbul benjolan tidak nyeri di leher
depan sejak 1 tahun
Tidak ada riwayat alergi,
Belum pernah berobat ke dokter
Riwayat sosial: suka merokok 10 batang

Tiap hari

23
Pemeriksaan fisik:

Hb :12 mg%

Leukosit : 6300/mm3

TSH : 0,2 mU/L (normal : 0,4-5,5 mU/L)

T3 : 10,5ɳg/dL(normal : 1,3-2,9 ɳg/dL)

T4 :30,6ɳg/dL(normal: 4,5-12,5 ɳg/dL)

FT4 :10 ɳg/dL (normal : 2,2-5,3 ɳg/dL)

Gula darah puasa :125 mg/dL

Kolesterol :150 mg/dL

Differential Diagnosis:

Tumor Orbita
Analisis
Toxic nodular goiter
Differential diagnosis
Grave’s ophthalmopathy

Diagnosis:
Grave’s
ophthalmopathy

BAB IX

STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

24
A.PENATALAKSANAAN

9.Terapi Farmakologi

Terdapat tiga modalitas terapi penyakit Graves yaitu obat antitiroid,tindakan


bedah,dan terapi radioiodin.Modalitas utama yang paling banyak digunakan adalah obat
antitiroid (OAT).OAT terdiri dari 2 golongan Tionamid Propiltiurasil (PTU), dan
golongan Imidazol (Metimazol,Tiamazol,dan Karbimazol ). Tujuan Pemberian OAT
adalah untuk menurunkan konsentrasi hormon tiroid di Perifer.

OAT diberikan dengan dosis tinggi diawal samapai kondisi eutiroid,Dosis


dikurangi hingga terapi dosis kecil yang efektif hingga tercapai remisi .Dosis awal PTU
300-600mg/hari maksimal 2000 mg/hari .Pemberian klinis OAT sampai terapi secara
klinis eutiroid ,dan dipertahankan selama 12-24 bulan sampai mencapai kondisi remisi

Untuk Grave’s Ophthalmopathy Tergantung derajat penyakitnya :

1. Stadium Awal

2. Retraksi,Merah,Lakrimasi

3. Stadium Berat

9.1 Obat antitiroid Digunakan dengan indikasi :

a. Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap pada
pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.

b. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau


sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium radioaktif.

c. Persiapan tiroidektomi

d. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia

e. Pasien dengan krisis tiroid Obat antitiroid yang sering digunakan :

25
Obat-obatan ini umumnya diberikan sekitar 12 – 24 bulan. Pada pasien hamil
biasanya diberikan propil tiourasil dengan dosis serendah mungkin yaitu 200
mg/hari atau lebih lagi. Pada masa laktasi juga diberikan propiltiourasil karena
hanya sedikit sekali yang keluar dari air susu ibu, dosis yang dipakai 100-500 mg
tiap 8 jam

9.2 Pengobatan dengan yodium radioaktif Indikasi pengobatan dengan yodium


radiaktif diberikan pada :

a. Pasien umur 35 tahun atau lebih

b. Hipertiroid yang kambuh sesudah di operasi

c. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid

d. Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan obat antitiroid

e. Adenoma toksik, goiter multinodular toksik

9.3 Operasi Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroid. Indikasi


operasi adalah :

a. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat
antitiroid

b. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis
besar

c. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium


radioaktif.

d. Adenoma toksik atau strauma multinodular toksik

26
e. Pada penyakit graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
Sebelum operasi biasanya pasien diberi obat antitiroid sampai eutitiroid sampai
eutiroid kemudian diberi cairan kalium yodida 100-200 mg/hari atau cairan
lugol 10-14 tetes/ hari selama 10 hari sebelum dioperasi untuk mengurangi
vaskularisasi pada kelenjar tiroid.

9. 4 Pengobatan tambahan

a. Sekat β-adrenergik Obat ini diberikan untuk mengurangi gejala dan tanda
hipertiroid. Dosis diberikan 40-200 mg/hari yang dibagi atas 4 dosis. Pada orang
lanjut usia diberik 10 mg/6 jam.

b. Yodium terutama digunakan untuk persiapan operasi. Sesudah pengobatan


dengan yodium radiaktif dan pada krisis tiroid. Biasanya diberikan pada dosis
100-300 mg/hari.

c. Ipodat Ipodat kerjanya lebih cepat dan sangat baik digunakan pada keadaan
akut seperti krisis tiroid kerja (padat adalah menurunkan konversi T4 menjadi T3
diperifer, mengurangi sintesis hormon tiroid, serta mengurangi pengeluaran
hormon dari tiroid.

d. Litium Litium mempunyai daya kerja seperti yodium, namun tidak jelas
keuntungannya dibandingkan dengan yodium. Litium dapat digunakan pada
pasien dengan krisis tiroid alergi terhadap yodium.

9.5 Penatalaksanaan Grave’s Ophthalmopathy

Tujuan : Paliatif,Self limiting Disease ,Bisa Regresi sendiri

1.Stadium Awal :

Tetes mata Tears substitute 4-6x Sehari,Bebat mata waktu tidur.

2.Retraksi,Merah,Lakrimasi,Ngeres,Fotofobi :

Kompres dingin,tidur bantal tinggi ,Tetes mata tears substitute,Kacamata


Hitam,Diuretik.

3.Stadium Berat,Mata Terbuka,Hambatan Pergerakan,Ancaman Ulkus kornea


dan Penurunan visus:

27
Prednison 40-80mg per hari

Methylprednisolone 16-24mg perhari

Pembedahan Dekompresi

B. PRINSIP TINDAKAN MEDIS

Kelompok kami berpendapat bahwa tindakan medis yang paling tepat untuk Ny
SS adalah propil tiourasil (PTU) pemberian Obat ini umumnya diberikan sekitar 12 –
24 bulan. Dan dilakukan Kompres dingin,tidur bantal tinggi ,Tetes mata tears
substitute,Kacamata Hitam. Dan dianjurkan untuk berhenti merokok.jika masih terjadi
komplikasi lebih lanjut diberikan ᵦ-adrenergik, jika proses bertambah berat sehingga
mata sulit menutup sempurna,pergerakan bola mata diberikan Prednison dengan dosis
40-80mg/hari.

Penatalaksanaan bertujuan untuk mencapai remisi,yaitu keadaan dimana pasien


masih dalam keadaan eutiroid setelah obat antitiroid dihentikan selama satu tahun.

dr Dita titis P

SIP 16700147

Jl. Dukuh Kupang Barat I No 172

Surabaya, 20 Maret 2019

R/ Tab Propil tiourasil 100mg No. CLXXX

S 3 dd Tab 3 p.c

Pro : Ny. Sandra Sitaya

Umur : 26 tahun

Alamat : Jl. Dukuh Pakis 27 Surabaya

28
BAB X

PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

A.PROGNOSIS

Prognosis Grave’s ophthalmopathy adalah dubois et bonam yang berarti baik,


selama penanganan dilakukan dengan tepat jika faktor predisposisi dapat teratasi.
Prognosis menjadi kurang baik jika tidak ditatalaksana dengan optimal.kondisi
tirotoksikosis akan mengakibatkan berbagai komplikasi,seperti penyakit jantung
tiroid,aritmia,krisis tiroid dan eksoftalamus maligna.Terjadinya remisi di pengaruhi oleh
berbagai faktor.

29
B. KOMPLIKASI

Komplikasi tiroid adalah suatu aktivitas yang sangat berlebihan dari kelenjar
tiroid, yang terjadi secara tiba-tiba. Badai tiroid bisa menyebabkan :

penyakit jantung tiroid,aritmia,krisis tiroid dan eksoftalamus maligna.Terjadinya


remisi di pengaruhi oleh berbagai faktor.Meliputi ukuran struma,kadar hormon
sebelum terapi,penanda imunologi,jangka waktu sebelum diobati,usia,jenis
kelamin,oftalmopati,dan kebiasaan merokok.Selain itu , faktor pengobatan
seperti durasi,dosis,respon, dan regimen juga berpengaruh terhadap remisi.

1. Demam, kegelisahan, perubahan suasana hati, kebingungan

2. Kelemahan dan pengisutan otot yang luar biasa

3. Perubahan kesadaran (bahkan sampai terjadi koma)

4. Pembesaran hati disertai penyakit kuning yang ringan Badal tiroid merupakan
suatu keadaan darurat yang sangat berbahaya dan memerlukan tindakan segera.
Tekanan yang berat pada jantung bisa menyebabkan ketidakteraturan irama
jantung yang bisa berakibat fatal. (aritmia) dan syok. Badal tiroid biasanya
terjadi karena hipertiroid tidak diobati atau karena pengobatan yang tidak
adekuat, dan bisa dipicu oleh :

- Infeksi

- Pembedahan

- Stress

- Diabetes yang kurang terkendali

- Ketakutan

- Kehamilan atau persalinan

C. Pencegahan

30
Pencegahan dari penyakit Graves ialah dengan mencegah faktor risikonya
seperti infeksi, asupan yodium secukupnya jangan berlebihan ataupun kekurangan,
hindari stres, hindari cedera pada kelenjar gondok, dan hindari obat steroid.

31
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun


2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. 2014

Maulidia S. Hubungan kadar TSH dan FT4 dengan manifestasi klinis hipertiroid berdasarkan
Indeks Wayne pasien penyakit Graves di RSUP Dr. M. Djamil Padang periode Januari 2014 –
Desember 2014 Padang: Universitas Andalas; 2014.

Ritsia Anindita Wastitiamurti, Patofisiologi, Klasifikasi, dan Tatalaksana pada Grave’s


Ophthalmopathy,Jakarta

Siti Farida, Pandu Tridana Sakti, Oftalmopati pada Penyakit Graves, Jurnal Kedokteran
2016,5(3): 27-30ISSN 2527-7154

Shanti F Boesoirie, Mayasari W Kuntorini, Ayuning D Noorsanti, Kautsar Boesoirie, Rinaldi


Dahlan, Angga Kartiwa, KARAKTERISTIK PENDERITA GRAVE’S
OPHTHALMOPATHY DI PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO
BANDUNG

32

Anda mungkin juga menyukai