Anda di halaman 1dari 52

MAKALAH RUPTUR ORGAN OVARIUM

Disusun Oleh :

 HERVAN FERNANDES BAWUNO (PO7120221097)


 ALISMA (PO7120121098)
 DWI IRMA FEBRIANI (PO7120121099)
 RINTAN (P07120121100)
 DINDA ALDILA (PO7120121101)
 SRI NUR WINDA (PO7120121102)
 ALDONA DWI ANGGARA (PO7120121103)
 YUMEY (PO7120121104)

Tingkat 3B
Dosen Pengampu :

Ns. Ratna Ningsih, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.Mat

JURUSAN DII KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
limpahannya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan
Trauma ini berjalan dengan baik
Dengan makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan Trauma dengan benar. Ucapan terima kasih kepada Dosen yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar makalah makalah Asuhan Keperawatan
ini. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan
bantuan berupa konsep, pemikiran dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dengan segala kerendahan
hati,saran dan kritik kami sangat diharapkan dari pembaca guna meningkatkan pembuatan
makalah pada tugas lain dan waktu mendatang.

Palembang, Febuari 2024

Kelompok 6
Uraian Tugas Kelompok

1. Alisma : Membuat Latar Belakang ,Rumusan Masalah,Tujuan dan Manfaat pada


pendahuluan
2. Hervan Fernandes bawuno :Membuat Konsep Ruptur kista ovarium
3. Dwi Irma Febriani :Membuat konsep teori asuhan keperawatan ,dan dapus
4. Dinda Aldila : Membuat Kesimpulan dan saran
5. Sri Nur Winda: Membuat Pengkajian keperawatan pada tinjuan pustaka
6. Yumey : Membuat Implementasi pada tinjauan pustaka
7. Aldona : Membuat Intervensi pada tinjuan pustaka
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... 1


BAB 1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................1
Latar Belakang.........................................................................................................................................1
1.2 RumusanMasalah..............................................................................................................................1
1.3 Tujuan Ruptur Organ Ovarium...................................................................................................2
1.4 Masalah Ruptur OrganOvarium...............................................................................................2

BAB II .................................................................................................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................................ 2

2.1 Definisi Ruptur Kista Ovarium .................................................................................................. 2

2.2 Penyebab Ruptur Kista Ovarium .............................................................................................. 3

2.3 Gejala Ruptur Kista Ovarium.................................................................................................... 3

2.4 Faktor Risiko Ruptur Kista Ovarium ....................................................................................... 3

2.5 Patofisiologi Ruptur Kista Ovarium .......................................................................................... 4

2.6 Klasifikasi Kista Ovarium .......................................................................................................... 5

2.7 Pencegahan Ruptur Kista Ovarium .......................................................................................... 7

2.8 Penatalaksanaan Ruptur Kista Ovarium .................................................................................. 7

2.9 Komplikasi ................................................................................................................................... 7

2.10 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................................................... 8

2.11 Konsep Asuhan Keperawatan .................................................................................................. 8

BAB III.........................................................................................................................................
3.1.Kesimpulan...........................................................................................................................
3.2 Saran....................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. Error! Bookmark not defined.


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ovarium merupakan sepasang organ dalam sistem reproduksi wanita yang terletak di
sebelah uterus yang dihubungkan oleh ligamentum ovarii propium. Ovarium atau indung
telur pada seorang wanita dewasa kira-kira sebesar ibu jari tangan berfungsi untuk
memproduksi hormon estrogen, hormon progesteron dan sel ovum.
Organ ovarium memiliki peran krusial dalam sistem reproduksi wanita. Ruptur organ
ovarium merupakan suatu kondisi yang melibatkan pecahnya jaringan ovarium, dapat
terjadi secara spontan atau akibat trauma. Meskipun relatif jarang terjadi, ruptur organ
ovarium dapat menyebabkan konsekuensi serius seperti perdarahan internal dan gangguan
fungsi ovarium.
Ruptur organ ovarium adalah suatu kondisi gawat darurat medis yang dapat terjadi pada
wanita, melibatkan pecahnya jaringan ovarium yang dapat menyebabkan perdarahan
internal dan komplikasi serius. Kondisi ini memerlukan penanganan cepat dan tepat untuk
mengurangi risiko kematian dan komplikasi jangka panjang.
Gawat darurat adalah keadaan mendesak yang memerlukan tindakan segera untuk
mencegah kematian atau kerusakan serius pada kesehatan. Kondisi ini dapat melibatkan
berbagai situasi, mulai dari trauma fisik hingga kondisi medis akut yang memerlukan
intervensi cepat. Penanganan gawat darurat yang tepat dapat memberikan dampak positif
pada prognosis pasien dan mengurangi risiko komplikasi.
1.2 Rumusan Masalah
1 Apa yang dimaksud dengan ruptur organ ovarium sebagai kondisi gawat darurat medis?
2 Bagaimana gejala klinis dari ruptur organ ovarium?
3 Apa saja faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya ruptur organ
ovarium?
4 Bagaimana diagnosis ditegakkan dalam situasi gawat darurat?
5 Apa tindakan darurat yang harus diambil dalam penanganan ruptur organ ovarium?
1.3 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk :
1 Apa yang dimaksud dengan ruptur organ ovarium sebagai kondisi gawat darurat medis?
2 Bagaimana gejala klinis dari ruptur organ ovarium?
3 Apa saja faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya ruptur organ
ovarium?
4 Bagaimana diagnosis ditegakkan dalam situasi gawat darurat?
5 Apa tindakan darurat yang harus diambil dalam penanganan ruptur organ ovarium?
6
1.4 Masalah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam:
1 Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kondisi gawat darurat ruptur organ
ovarium.
2 Memberikan panduan kepada tenaga medis dalam penanganan cepat dan efektif pada
situasi ini.
3 Mendukung upaya pencegahan dengan mengidentifikasi faktor risiko yang dapat diatasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Ruptur Kista Ovarium
Kista Ovarium adalah sebuah struktur tidak normal yang berbentuk seperti kantung yang
bisa tumbuh dimanapun dalam tubuh.Kantung ini bisa berisi zat gas, cair, atau setengah
padat.Dinding luar kantung menyerupai sebuah kapsul. Kista ovarium biasanya berupa kantong
yang tidak bersifat kanker yang berisi material cairan atau setengah cair.(Nugroho, 2014).
Beberapa pengertian mengenai kista ovarium sebagai berikut:
a) Kistoma ovarium merupakan suatu tumor, baik yang kecil maupun yang besar, kistik
atau padat, jinak atau ganas. Dalam kehamilan, tumor ovarium yang dijumpai yang
paling sering ialah kista dermoid, kista coklat atau kista lutein. Tumor ovarium yang
cukup besar dapat menyebabkan kelainan letak janin dalam rahim atau dapat
menghalanghalangi masuknya kepala ke dalam panggul.
b) Kista ovarium adalah pertumbuhan sel yang berlebihan/abnormal pada ovarium yang
membentuk 9 seperti kantong. Kista ovarium secara fungsional adalah kista yangdapat
bertahan dari pengaruh hormonal dengan siklus mentsruasi.
c) Kista ovarium merupakan pembesaran sederhana ovarium normal, folikel de graf atau
korpus luteum atau kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan dari epithelium
ovarium.
Ruptur kista ovarium adalah kondisi terpelintir dan pecahnya suatu kista ovarium. Kista
ovarium adalah suatu kantung yang berisi cairan pada indung telur (ovarium) atau
permukaannya. Indung telur atau ovarium adalah organ reproduksi wanita yang terletak pada
daerah panggul. Ovarium ada 2 dan berada di samping kiri dan rahim, serta terikat kuat oleh
suatu jaringan ligamen. Setiap ovarium berisi ribuan sel telur dan akibat rangsangan hormon
yang dihasilkan tubuh, satu sel telur menjadi matang dalam 1 siklus haid.
Setelah masa ovulasi, setiap bulannya satu sel telur matang akan dilepaskan dari salah
satu kantung yang terdapat di dalam ovarium (kiri atau kanan, namun bisa juga keduanya).
Selanjutnya, kantung ini juga akan menghilang. Apabila kantung tersebut tetap terdapat sel
telur atau berisi cairan maka dapat membentuk kista. Terbentuknya kista normal, yang terjadi
pada wanita usia remaja dan dewasa muda yang dikenal dengan kista fungsional. Setelah masa
ovulasi kista fungsional ini akan menyusut. Namun, kista juga dapat berkembang menjadi
semakin besar dan menyebabkan kista pecah (ruptur).
2.2 Penyebab Ruptur Kista Ovarium
Berdasarkan Setiadi (2015). Penyebab dari kista belum diketahui secara pasti,
kemungkinan terbentuknya kista akibat gangguan pembentukan hormon dihipotalamus,
hipofisis atau di indung telur sendiri (ketidakseimbangan hormon). Kista folikuler dapat timbul
akibat hipersekresi dari FSH dan LH yang gagal mengalami involusi atau mereabsorbsi cairan.
Kista granulosa lutein yang terjadi didalam korpus luteum indung telur yang fungsional dan
dapat membesar bukan karena tumor, disebabkan oleh penimbunan darah yang berlebihan saat
fase pendarahan dari siklus menstruasi. Kista theka-lutein biasanya bersifay bilateral dan berisi
cairan bening, berwarna seperti jerami. Penyebab lain adalah adanya pertumbuhan sel yang
tidak terkendali di ovarium, misalnya pertumbuah abnormal dari folikel ovarium, korpus
luteum, sel telur.
Penyebab ruptur (pecah) kista ovarium karena semakin membesarnya suatu kista.
Sehingga kantung kista semakin meregang, menekan dan akhirnya pecah. Selain itu, penyebab
lain yang dapat memicu kista ovarium pecah adalah melakukan aktivitas fisik berlebihan atau
pasca berhubungan seksual.
2.3 Gejala Ruptur Kista Ovarium
Gejala dari torsio dan ruptur kista ovarium biasanya terjadi secara tiba-tiba. Namun
terdapat beberapa kasus yang tidak menimbulkan gejala atau gejala ringan. Sebagian besar
menunjukkan gejala seperti di bawah ini:
 Nyeri hebat yang timbul mendadak dan bersifat tajam pada bagian perut bawah
 Kram perut
 Mual dan muntah
 Perut teraba keras
 Keluar darah banyak dari vagina
 Demam
 Merasa berat dan terdapat tekanan pada panggul
 Nyeri ketika berhubungan seksual
 Perubahan pada gerakan usus
 Siklus menstruasi yang tidak teratur
2.4 Faktor Risiko Ruptur Kista Ovarium
Kondisi yang mempengaruhi pasien terhadap pembentukan kista ovarium (misalnya
induksi ovulasi, riwayat kista ovarium sebelumnya) meningkatkan risiko pecahnya kista Kista
yang sudah diketahui saat ini – Pasien dengan kista yang sudah diketahui (misalnya
endometrioma, teratoma, abses tubo-ovarium) mempunyai risiko lebih tinggi untuk
pecah. Hubungan seksual melalui vagina tampaknya menjadi faktor risiko pecahnya kista
ovarium, meskipun dalam beberapa laporan, hematoperitoneum pascakoitus telah dikaitkan
dengan pecahnya kista bahkan tanpa adanya kista yang terlihat
Sedangkan faktor risiko kista ovarium mengalami pecah yaitu:
 Aktivitas fisik yang berat
 Mengalami trauma pada perut
 Penekanan pada perut
 Penggunaan obat pengencer darah
2.5 Patofisiologi Ruptur Kista Ovarium
Berdasarkan Prawirohardjo, Sarwono, menyatakan bahwa fungsi ovarium yang normal
tergantung pada sejumlah hormon, dan kegagalan salah satu pembentukan hormon dapat
mempengaruhi fungsi ovarium tersebut. Ovarium tidak akan berfungsi secara normal jika
tubuh wanita tidak menghasilkan hormon hipofisa dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium
yang abnormal dapat menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak sempurna
didalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan, gagal berinvolusi, gagal
mereabsorbsi cairan dan gagal melepaskan sel telur, sehingga menyebabkan folikel tersebut
menjadi kista. Setiap hari ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut
folikel de graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8cm
akan melepaskan oosit mature. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum, yang pada
saat matang memiliki struktur 1,5-2 cm dengan kista di tenga-tengah. Bila tidak terjadi
fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif.
Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara
gradual akan mengecil selama kehamilan (Williams, Rayburn F.2015).
Kista ovari berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak.
Kista dapat berupa kista folikural dan luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-lutein.
Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuik FSH dan HCG. Kista fungsional
multipledapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin, atau sensitivitas terhadap gonadotropin
yang berlebih.pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiforn mole dan choriocarsinoma)
dan kadang kadang pada kelainan multiple dengan diabetes, HCg menyebabkan kondisi yang
disebut iperraktif lutein. Pasien dalam terapi infertilasi, induksi ovulasi, dengan menggunakan
gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom
hiperstimulasi ovarium, terutama bila disertai dengan pwmberian HCG.
Ruptur kista ovarium sering berkaitan dengan siklus ovarium. Setiap bulannya, folikel
ovarium yang sudah matang akan melepaskan sel telur. Terkadang, pelepasan folikel yang
matang ini menyebabkan perdarahan, peregangan, dan nyeri daerah kortikal. Ruptur kista
ovarium sering bersifat fisiologis, yakni terjadi pada kista korpus luteum. Kondisi ini umumnya
terjadi setelah ovulasi atau pada masa awal kehamilan. Kejadian ruptur kista ovarium lebih
sering terjadi pada ovarium sebelah kanan dan sekitar ⅔ kasus terjadi pada hari ke-20 hingga
ke-26 siklus menstruasi. Pada wanita hamil, perdarahan kista korpus luteum sering kali terjadi
pada trimester pertama dan berhenti pada usia kehamilan 12 minggu. Kebanyakan kasus ruptur
kista ovarium bergejala ringan dan tidak memicu komplikasi. Namun, perdarahan hebat
dan syok hipovolemik dapat muncul dengan onset lambat, terutama apabila ada kelainan lain.
Penyebab perdarahan hebat pada ruptur kista ovarium masih belum diketahui secara pasti.
Namun, trauma abdomen dan terapi antikoagulan adalah faktor risiko perdarahan hebat. Darah
bisa menumpuk di rongga peritoneum, menyebabkan akut abdomen, dan menyebabkan tanda-
tanda penurunan volume intravaskular. Meskipun jarang, pada kista ovarium nonfisiologis
seperti kista adenoma dan kista dermoid, ruptur dapat terjadi dan menyebabkan gejala lebih
berat. Selain perdarahan, nyeri juga terasa lebih berat. Cairan sebaceous dari kista dermoid
diduga menyebabkan peritonitis kimiawi yang difus.
2.6 Klasifikasi Kista Ovarium
Menurut Joyce M.Black (2014). Etiologi, kista ovarium dibagi menjadi 2, yaitu:
a) Kista Ovarium Non Neoplastik (Fungsional)
1. Kistoma ovari simpleks, kista yang permukaannya rata dan halus, biasanya
bertangkai, seringkali bilateral dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis
berisi cairan jernih yang serosa dan berwarna kuning.
2. Kistodema ovari musinosum, bentuk kista multilokular, biasanya unilateral dan
dapat tumbuh menjadi besar.
3. Kistadenoma ovari serosum, kista yang berasal dari epitel germinativum, kista
ini dapat membesar.
4. Kista dermoid, teratoma kistik jinak dengan struktur ektodermal berdiferensiasi
sempurna dan lebih menonjol dari pada mesoderm dan endoterm. Dinding kista
keabu-abuan dan agak tipis.

b) Kista Ovarium Plastik (Abnormal)


1. Kistadenoma
Berasal dari pembungkus ovarium yang tumbuh menjadi kista.Kista ini juga
dapat menyerang ovarium kanan atau kiri.Gejala yang timbul biasanya akibat
penekanan pada bagian tubuh sekitar seperti vesika urinaria sehingga dapat
menyebabkan inkontinensia atau retensi. Jarang terjadi tapi mudah menjadi
ganas terutama pada usia di atas 45 tahun atau kurang dari 20 tahun.
2. Kista coklat (endometrioma)
Terjadi karena lapisan di dalam rahim tidak terletak di dalam rahim tapi melekat
pada dinding luar indung telur. Akibatnya, setiap kali haid, lapisan ini akan
menghasilkan darah terus menerus yang akan tertimbun di dalam ovarium dan
menjadi kista. Kista ini dapat terjadi pada satu ovarium.Timbul gejala utama
yaitu rasa sakit terutama ketika haid atau bersenggama.
3. Kista dermoid
Dinding kista keabu-abuan dan agak tipis, konsistensi sebagian kistik kenyal
dan sebagian lagi padat.Dapat terjadi perubahan kearah keganasan, seperti
karsinoma epidermoid. Kista ini diduga berasal dari sel telur melalui proses
partenogenesis. Gambaran klinis adalah nyeri mendadak diperut bagian bawah
karena torsi tangkai kista.
4. Kista endometriosis
Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium yang berada di
luar rahim.Kista ini berkembang bersamaan dengan tumbuhnya lapisan
endometrium setiap bulan sehingga menimbulkan nyeri hebat, terutama saat
menstruasi dan infertilitas.
5. Kista hemorrhage
Merupakan kista fungsional yang disertai perdarahan sehingga menimbulkan
nyeri di salah satu sisi perut bagian bawah. 6)
6. Kista lutein
Merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan.Kista lutein yang
sesungguhnya, umumnya berasal dari korpus luteum haematoma.
7. Kista polikistik ovarium
Merupakan kista yang terjadi karena kista tidak dapat pecah dan melepaskan sel
telur secara kontinyu.Biasanya terjadi setiap bulan. Ovarium akan membesar
karena bertumpuknya kista ini. Untuk kista polikistik ovarium yang menetap
(persisten), operasi harus dilakukan untuk mengangkat kista tersebut agar tidak
menimbulkan gangguan dan rasa sakit.
2.7 Pencegahan Ruptur Kista Ovarium
Bentuk pencegahan dari torsio dan ruptur kista ovarium adalah menghindari aktivitas
berat. Hal ini dikarenakan aktivitas fisik berat dapat meningkatkan kista ovarium berukuran
besar dapat mengalami pecah dan terpelintir. Selain itu, penggunaan pil kontrasepsi dapat
mencegah terjadinya ovulasi sehingga pembentukan kista ovarium baru dapat dicegah.
Apabila sudah diketahui Anda memiliki kista ovarium, dokter biasanya akan
merekomendasikan untuk dilakukan tindakan operasi pengangkatan kista ovarium sebelum
ukurannya semakin besar dan berisiko mengalami pecah atau terpelintir.
2.8 Penatalaksanaan Ruptur Kista Ovarium
Ruptur kista ovarium adalah suatu kondisi kegawatdaruratan yang memerlukan
penanganan cepat dan tepat karena dapat mengancam nyawa serta kehilangan organ ovarium.
Berikut ini beberapa langkah pengobatan dan terapi yang dilakukan dokter dalam penanganan
penyakit ruptur kista ovarium:
 Pemeriksaan dan pemantauan kestabilan kondisi umum pasien meliputi tekanan
darah, detak jantung, suhu dan frekuensi nafas.
 Pemberian terapi cairan untuk menggantikan kehilangan darah/cairan akibat ruptur
kista ovarium.
 Pemberian obat-obatan seperti antinyeri untuk meredakan nyeri yang dirasakan
oleh pasien. Selain itu, obat untuk mengurangi mual dan muntah juga dapat
diberikan.
 Pemantauan kadar hemoglobin juga dilakukan untuk mengetahui banyaknya
kehilangan darah.
 Pemeriksaan USG berulang dan berkala untuk memeriksa luasnya aliran darah yang
terhambat dan banyaknya darah keluar ke rongga panggul/perut.
 Tindakan operasi laparatomi (pembedahan perut) perlu segera dilakukan untuk
menghentukan perdarahan yang terjadi pada ruptur kista ovarium. Selain itu,
melalui tindakan ini juga dapat melakukan detorsi yaitu memutar kembali ligamen
terpelintir.
2.9 Komplikasi
Apabila ruptur kista ovarium tidak memperoleh penanangan segera, juga dapat
menyebabkan komplikasi dapat mengancam nyawa. Saat kista ovarium mengalami pecah
maka terjadi perdarahan yang mengakibatkan tubuh kehilangan banyak darah, kekurangan
cairan hingga terjadi kondisi syok. Komplikasi lain dari ruptur kista ovarium yaitu terjadi
infeksi pada rongga panggul dan rongga perut hingga sepsis (infeksi seluruh tubuh).

2.10 Pemeriksaan Penunjang


Berdasarkan Williams, Rayburn F 2015) bahwa pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada klien dengan kista ovarium sebagai berikut:
a) Laparaskopi, pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor
berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk menentukan silat-sifat tumor itu.
b) Ultrasonografi, pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor apakah tumor
berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah tumor kistik atau solid, dan
dapatkah dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.
c) Foto Rontgen, pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.
Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat gigi dalam tumor.
Penggunaan foto rontgen pada pictogram intravena dan pemasukan bubur barium
dalam colon disebut di atas.
d) Pap smear, untuk mengetahui displosia seluler menunjukan kemungkinan adaya kanker
atau kista.
e) Pemeriksaan darah CS – 125 (menilai tinggi rendahnya kadar protein pada darah).
2.11 Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien.
Meliputi nama lengkap, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, asal suku,
pendidikan, pekerjaan, agama dan alamat, serta data penanggung jawab
2. Pengkajian Primer
Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan
untuk menentukan status kesehatan dan fungsional pasien pada saat ini dan
riwayat sebelumnya (Potter & Perry, 2013). Pengkajian keperawatan terdiri dari
dua tahap yaitu mengumpulkan dan verifikasi data dari sumber primer dan
sekunder dan yang kedua adalah menganalisis seluruh data sebagai dasar untuk
menegakkan diagnosis keperawatan.
Menurut Jevon dan Ewens (2013), pengkajian Airway (A), Breathing (B),
Circulation (C), Disabillity (D), Expossure (E) pada pengkajian gawat darurat
adalah :
a) Airway
Pada pengkajian airway pada pasien kista ovarium berdasarkan
tanda dan gejala pada teori ada tanda yang muncul bila kista terus
tumbuh, seperti perut kembung atau bengkak, nyeri panggul sebelum
atau selama siklus menstruasi, hubungan seks terasa sakit, serta mual
dan muntah namun pada airway tidak ditemukan gangguan pada jalan
napas.
b) Breathing
Pengkajian pada breathing Look, listen dan feel dilakukan
penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien. Terapi oksigen
adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi lebih tinggi dari yang
ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Konsentrasi oksigen dalam
ruangan adalah 21%. Setiap kenaikan oksigen dengan konsentasi 4%
perliter. Macam-macam pemberian oksigen dan konsentrasi. a. Nasal
kanul 1-6 liter 24 – 44% konsentrasi b. Simple face mask 5-8 liter 40-
60% konsentrasi c. Rebreating mask 8-10 liter 60-80% konsentrasi d.
Non rebreating mask 8-15 liter 80- 100% konsetrasi.
Pada pengkajian breathing pada pasien dengan kista ovarium
masalah yang terjadi apabila perut membesar dan menimbulkan
gejala perut terasa penuh, mengakibatkan pasien mengalami sesak
napas karena perut tertekan oleh besarnya kista.
c) Circulation
Pada pengkajian ini dilakukan pengkajian warna kulit dan
capillary refill time. Pengkajian ini meliputi: a. Warna kulit menjadi
pucat (anemis) b. CRT memanjang ( >2 detik) c. Hb menurun d.
Ekstremitas dingin Pengkajian circulationpada pasien dengan kista
ovarium ditemukan adanya masalah dalam sirkulasi yang diakibatkan
karena adanya penurunan HGB, akral teraba dingin, warna kulit
pucat, pengisian kapiler >2 detik.
d) Disability
Pada pengkajian disability dilakukan pengkajian neurologi, untuk
mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum
neurologis dengan mengecek kesadaran, dan reaksi pupil.(Tutu,
2015).
e) Exposure
Pada kasus kista ovarium masalah yang terjadi pada eksposure
apabila terjadi pembesaran pada ovarium sehingga menahan organ
sekitar dan adanya tekanan, mengakibatkan pasien mengalami nyeri
perut bagian bawah.
3. Pengkajian sekunder
a) Keluhan Utama
Dikaji dengan benar-benar apa yang dirasakan ibu untuk mengetahui
permasalahan utama yang dihadapi ibu mengenai kesehatan reproduksi.
b) Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan yang lalu. Dikaji untuk mengetahui penyakit
yang dulu pernah diderita yang dapat mempengaruhi dan
memperparah penyakit yang saat ini diderita.
2. Riwayat kesehatan sekarang. Dikaji untuk mengetahui
kemungkinan adanya penyakit yang diderita pada saat ini yang
berhubungan dengan gangguan reproduksi terutama kista ovarium.
3. Riwayat kesehatan keluarga. Dikaji untuk mengetahui
kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap
gaangguan kesehatan pasien.
4. Riwayat Perkawinan. Untuk mengetahui status perkawinan, berapa
kali menikah, syah atau tidak, umur berapa menikah dan lama
pernikahan.
5. Riwayat menstruasi. Untuk mengetahui tentang menarche umur
berapa, siklus, lama menstruasi, banyak menstruasi, sifat dan warna
darah, disminorhoe atau tidak dan flour albus atau tidak. Dikaji
untuk mengetahui ada tidaknya kelainan system reproduksi
sehubungan dengan menstruasi.
6. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu. Bertujuan untuk
mengetahui apabila terdapat penyulit, maka bidan harus menggali
lebih spesifik untuk memastikan bahwa apa yang terjadi pada ibu
adalah normal atau patologis.
7. Riwayat KB. Dikaji untuk mengetahui alat kontrasepsi yang pernah
dan saat ini digunakan ibu yang kemungkinan menjadi penyebab
atau berpengaruh pada penyakit yang diderita saat ini.
c) Pemeriksaan umum
1. Keadaan umum. Dikaji untuk menilai keadaan umum pasien baik
atau tidak.
2. Kesadaran. Dikaji untuk menilai kesadaran pasien.
3. Vital sign. Dikaji untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan
kondisi yang dialaminya, meliputi : Tekanan darah, temperatur/
suhu, nadi serta pernafasan.
4. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak
hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera
pendengaran dan penghidung.Hal yang diinspeksi antara lain: 1)
Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi,
lesi terhadap drainase 2) Pola pernafasan terhadap kedalaman
dan kesimetrisan 3) Bahasa tubuh, pergerakan dan postur,
penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan
seterusnya.
 Palpasi
Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh
dengan jari. 1) Sentuhan: merasakan suatu pembengkakan,
mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau
menentukan kekuatan kontraksi uterus. 2) Tekanan: menentukan
karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin
atau mencubit kulit untuk mengamati turgor. 3) Pemeriksaan
dalam: menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang
abnormal. c)
 Perkusi
Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung
pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi
tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya. 1)
Menggunakan jari: ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi
yang menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya
refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut
apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak.
 Auskultasi
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan
bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan
menginterpretasikan bunyi yang terdengar. Mendengar:
mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada
untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut
jantung janin(Johnson & Taylor, 2005 : 39). e)
 Pola Kebiasaan : (1) Aktivitas / istirahat (2) Perubahan pola
istirahat dan jam tidur pada malam hari, adanya faktor-faktor
yang mempengaruhi tidur seperti: nyeri, cemas, berkeringat
malam. (3) Kelemahan atau keletihan. (4) Keterbatasan latihan
dalam berpartisipasi terhadap Latihan
 Sirkulasi. Palpitasi (denyut jantung cepat / tidak beraturan /
berdebar-debar), nyeri dada, perubahan tekanan darah.
 Integritas ego (1) Faktor stres (pekerjaan, keuangan, perubahan
peran), cara mengatasi stres (keyakinan, merokok, minum
alkohol dan lain-lain). (2) Masalah dalam perubahan dalam
penampilan : pembedahan, bentuk tubuh. (3) Menyangkal,
menarik diri, marah.
 Eliminasi. (1) Perubahan pola defekasi, darah pada feces, nyeri
pada defekasi. (2) Perubahan buang air kecil : nyeri saat
berkemih, nematuri, sering berkemih. (3) Perubahan pada bising
usus : distensi abdoment.
 Makanan / cairan (1) Keadaan / kebiasaan diet buruk : rendah
serat, tinggi lemak, adiktif, bahan pengawet (2) Anorexsia, mual-
muntah. (3) Intoleransi makanan. (4) Perubahan berat badan. (5)
Perubahan pada kulit: edema, kelembaban.
 Neurosensori : Pusing, sinkope (kehilangan kesadaran secara
tiba-tiba)
 Nyeri Derajat nyeri (ketidaknyamanan ringan sampai dengan
berat.
 Riwayat Obestri (1) Tanyakan kapan menstruasi terakhir? (2)
Tanyakan haid pertama dan terakhir? (3) Tanyakan siklus
menstruasi klien, apakah teratur atau tidak? (4) Tanyakan
lamanya menstruasi dan banyaknya darah saat menstruasi? (5)
Tanyakan apakah ada keluhan saat menstruasi? (6) Pernahkah
mengalami abortus? Berapa lama perdarahan? (7) Apakah partus
sebelumnya spontan, atern atau proterm?
 Data Sosial Ekonomi Kista ovarium dapat terjadi pada semua
golongan masyarakat dan berbagai tingkat umur, baik sebelum
masa pubertas maupun sebelum menopause
 Data Spritual Klien menjalankan kegiatan keagamaannya sesuai
dengan kepercayaannya.
 Data Psikologis Ovarium merupakan bagian dari organ
reproduksi wanita, dimana ovarium sebagai penghasil ovum,
mengingat fungsi dari ovarium tersebut sementara pada klien
dengan kista ovarium yang ovariumnya diangkat maka hal ini
akan mempengaruhi mental klien yang ingin hamil/punya
keturunan.
 Pola kebiasaan Sehari-hari Biasanya klien dengan kista ovarium
mengalami gangguan dalam aktivitas, dan tidur karena merasa
nyeri
 Pemeriksaan Penunjang
 Data laboratorium (1) Pemeriksaan Hb (2) Ultrasonografi :
Untuk mengetahui letak batas kista. (3) Foto Rontgen
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
a. Pre operasi
1) Nyeri akut (D.0077)
2) Gangguan eliminasi urine (D.0040)
3) Ansietas (D.0080)
4) Defisit pengetahuan (D.0111)
b. Post operasi
1) Nyeri akut (D.0077)
2) Gangguan Mobilitas Fisik (D,0054)
3) Risiko infeksi (D.0142)
4) Defisit Nutrisi (D.0019)
5) Konstipasi (D.0049)
6) Defisit perawatan diri (D.0109)
38

3. Intervensi Keperawatan

Tabel 1. Intervensi Keperawatan Kista Ovarium


Diagnosa Keperawatan
Kriteria Hasil SLKI Intervensi Keperawatan SIKI
SDKI
Nyeri Akut (D.0077) Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri (I. 08238)
Menurun (L.08066) Observasi
Penyebab: 1. Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
1. Agen pencedera a. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
fisiologis (mis. menurun 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
Inflamasi, iskemia, b. Meringis 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
neoplasma) menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
2. Agen pencedra c. Sikap protektif 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
kimiawi (mis. menurun 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Terbakar, bahan kimia d. Gelisah 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
iritan) menurun 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
3. Agen pencidra fisik e. Kesulitan tidur Terapeutik
(mis. Abses, trauma, menurun 10. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
amputasi, terbakar, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terpotong, mengangkat terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
berat, prosedur operasi, 11. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
trauma, latihan fisik kebisingan)
berlebihan 12. Fasilitasi istirahat dan tidur
13. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
14. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
15. Jelaskan strategi meredakan nyeri
16. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
17. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
18. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
19. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Pemberian Analgetik (I.08243)
Observasi
1. Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
39

Diagnosa Keperawatan
Kriteria Hasil SLKI Intervensi Keperawatan SIKI
SDKI
2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-narkotika, atau NSAID)
dengan tingkat keparahan nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
5. Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
6. Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu
7. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk mempertahankan
kadar dalam serum
8. Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon pasien
9. Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak diinginkan
Edukasi
10. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi
Gangguan Eliminasi Eliminasi Urine Manajemen Eliminasi Urine (I.04152)
Urine (D.0040) (L.04034) Observasi
Penyebab: 1. Sensasi berkemih 1. Identifkasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urine
1. Penurunan kapasitas meningkat 2. Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia urine
kandung kemih 2. Desakan 3. Monitor eliminasi urine (mis. frekuensi, konsistensi, aroma, volume, dan warna)
2. Iritasi kandung kemih berkemih Terapeutik
3. Penurunan (urgensi) 4. Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
kemampuan 3. Distensi kandung 5. Batasi asupan cairan, jika perlu
menyadari tanda- kemih 6. Ambil sampel urine tengah (midstream) atau kultur
tanda gangguan 4. Berkemih tidak Edukasi
kandung kemih tuntas 7. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
4. Efek tindakan medis (hesitancy) 8. Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
dan diagnostik (mis. 5. Volume residu 9. Anjurkan mengambil specimen urine midstream
operasi ginjal, operasi urine 10. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat untuk berkemih
saluran kemih, 6. Urine menetes 11. Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot pinggul/berkemihan
anastesi dan obat- (dribbling) 12. Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi
obatan) 7. Nokturia 13. Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
5. Kelemahan otot 8. Mengompol Kolaborasi
pelvis 9. Enuresis 14. Kolaborasi pemberian obat suposituria uretra jika perlu
40

Diagnosa Keperawatan
Kriteria Hasil SLKI Intervensi Keperawatan SIKI
SDKI
6. Ketidakmampuan 10. Disuria
mengakses toilet 11. Anuria
(mis. Imobilisasi) 12. Frekuensi BAK
7. Hambatan 13. Karakteristik
lingkungan urine
8. Ketidakmampuan
mengkomunikasikan
kebutuhan eliminasi
9. Outlet Kandung
kemih tidak lengkap
(mis. Anomali
saluran kemih
kongenital)
10. Imaturitas (pada anak
usia < 3 tahun)
Ansietas (D.0080) Tingkat Ansietas Terapi Relaksasi I. 09326
Penyebab: (L.09093) Observasi
1. Krisis situasional. 1. Verbalisasi 1. Identifikasi penurunan tingkat energy, ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala lain
2. Kebutuhan tidak kebingungan mengganggu kemampuan kognitif
terpenuhi. menurun 2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
3. Krisis maturasional. 2. Verbalisasi 3. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah
4. Ancaman terhadap khawatir akibat latihan
konsep diri. kondisi yang 4. Monitor respons terhadap terapi relaksasi
5. Ancaman terhadap dihadapi Terapeutik
kematian. menurun 1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
6. Kekhawatiran 3. Perilaku gelisah 2. Gunakan nada suara yang lembut
mengalami kegagalan. menurun Edukasi
7. Disfungsi sistem 4. Perilaku tegang 1. Jelaskan tujuan, manfaat, dan jenis relaksasi yang tersedia (mis, musik, napas dalam,
keluarga. menurun meditasi)
8. Hubungan orang tua- 5. Keluhan pusing 2. Anjurkan mengambil posisi nyaman dan rileks
anak tidak memuaskan. menurun 3. Anjurkan sering mengulang teknik relaksasi
9. Faktor keturunan 6. Anoreksia
(temperamen mudah menurun
teragitasi sejak lahir)
41

Diagnosa Keperawatan
Kriteria Hasil SLKI Intervensi Keperawatan SIKI
SDKI
10. Penyalahgunaan zat. 7. Palpitasi
11. Terpapar bahaya menurun
lingkungan (mis. 8. Frekuensi
toksin, polutan, dan pernapasan
lain-lain). menurun
12. Kurang terpapar 9. Frekuensi nadi
informasi. menurun
10. Tekanan darah
menurun
11. Diaforesis
menurun
12. Tremor menurun
13. Pucat menurun
14. Konsentrasi
membaik
15. Pola tidur
membaik
Defisit pengetahuan (D. Tingkat Edukasi Kesehatan (I. 12383)
0111) Pengetahuan Observasi
Penyebab: (L.12111) 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
1. Keteratasan kognitif Terapeutik
1. Verbalisasi minat
2. Gangguan fungsi 2. Sediakan materi dan media Pendidikan Kesehatan
dalam belajar
kognitif 3. Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
meningkat
3. Kekeliruan mengikuti 4. Berikan Pendidikan kesehatan
2. Kemampuan
anjuran 5. Berikan kesempatan untuk bertanya
menjelaskan
4. Kurang terpapar Edukasi
pengetahuan
informasi 6. Ajarkan bagaimana cara senam kaki diabetes
tentang suatu
5. Kurang minat dalam
topik meningkat
belajar
6. Kurang mampu
mengingat
7. Ketidaktahuan
menemukan sumber
informasi
42

Diagnosa Keperawatan
Kriteria Hasil SLKI Intervensi Keperawatan SIKI
SDKI
Gangguan Mobilitas Mobilitas Fisik Dukungan Ambulasi (1.06171)
Fisik (D.0054) (L.05042) Observasi
1. Pergerakan 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
Penyebab ekstremitas 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
1. Kerusakan integritas meningkat 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
struktur tulang 2. Kekuatan otot 4. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
2. Perubahan meningkat Terapeutik
metabolisme 3. Rentang gerak 5. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk)
3. Ketidakbugaran fisik (ROM) 6. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
4. Penurunan kendali otot meningkat 7. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
5. Penurunan massa otot 4. Nyeri menurun Edukasi
6. Penurunan kekuatan 5. Kaku sendi 8. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
otot menurun 9. Anjurkan melakukan ambulasi dini
7. Keterlambatan 10. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur ke kursi
perkembangan Pemulihan Pasca roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)
8. Kekakuan sendi Bedah (L.14129)
9. Kontraktur Kriteria hasil Dukungan Mobilisasi (I.05173)
10. Malnutrisi 1. Kenyamanan Observasi
11. Gangguan Meningkat 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
muskuloskeletal 2. Selera 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
12. Gangguan makan Meningk 3. Monitor frekwensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
neuromuskular at 4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
13. Indeks masa tubuh 3. Mobilitas Terapeutik
diatas persentil ke-75 Meningkat 5. Fasilitas aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
sesuai usia 4. Kemampuan 6. Fasilitas melakukan pergerakan, jika perlu
14. Efek agen melanjutkan 7. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan
farmakologis pekerjaan menin Edukasi
15. Program pembatasan gkat 8. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
gerak 5. Kemampuan 9. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
16. Nyeri bekerja
17. Kurang terpapar Meningkat
informasi tentang 6. Kemampuan
aktivitas fisik perawatan diri
18. Kecemasan Meningkat
43

Diagnosa Keperawatan
Kriteria Hasil SLKI Intervensi Keperawatan SIKI
SDKI
19. Gangguan kognitif 7. Waktu
20. Keengganan penyembuhan
melakukan pergerakan Menurun
21. Gangguan 8. Area luka
sensoripersepsi Operasi
Membaik

Resiko Infeksi (D.0142) Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi (I.14539)


(L.14137) Observasi
Faktor Risiko a. Kebersihan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sitemik
1. Penyakit Kronis tangan meningkat Therepeutik
2. Efek prosedur Infasif b. Demam menurun 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
3. Malnutrisi c. Kemerahan 3. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko
4. Peningkatan paparan menurun Edukasi
organisme patogen d. Nyeri menurun 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
lingkungn e. Bengkak 5. Ajarkan cara mencuci tangan dnegan benar
5. Ketidakadekuatan menurun 6. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka operasi
pertahanan tubuh 7. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan
perifer : Perawatan Luka (I.14564)
a. Gangguan Observasi
peristltik 1. Monitor Karakteristik luka (warna, ukuran, bau, drainase)
b. Kerusakan 2. Monitor tanda-tanda infeksi
integritas kulit Terapeutik
c. Perubahan sekresi 3. Lepaskan balutan dan plestrer secara perlahan
PH 4. Bersihkan dengan cairan NaCL/ Pembersih non toksik sesuai kebutuhan
d. Penurunan kerja 5. Berikan salep salep yang sesuai ke kulit/lesi jika perlu
siliaris 6. Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
e. Ketuban pecah 7. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kebutuhan
lama Edukasi
f. Ketuban pecah 8. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
sebelum 9. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
waktunya Kolaborasi
g. Merokok 10. Kolaborasi pemberian antibiotik jika perlu
44

Diagnosa Keperawatan
Kriteria Hasil SLKI Intervensi Keperawatan SIKI
SDKI
h. Statis cairan
tubuh
6. Ketidakadekuatan
pertahan tubuh
sekunder
a. Penuruna
Hemoglobin
b. Imunosupresi
c. Leukopenia
d. Supresi Respon
Inflamasi
e. Faksinasi tidak
adekuat
Defisit Nutrisi (D.0019): Status Nutrisi Manajemen Nutrisi (I. 03119)
Penyebab: (L.03030) Observasi
11. Ketidakmampuan 1. Porsi makanan 1. Identifikasi status nutrisi
menelan makanan yang dihabiskan 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
12. Ketidakmampuan meningkat 3. Identifikasi makanan yang disukai
mencerna makanan 2. Kekuatan otot 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
13. Ketidakmampuan mengunyah 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
mengabsorbsi nutrien meningkat 6. Monitor asupan makanan
14. Peningkatan 3. Kekuatan otot 7. Monitor berat badan
kebutuhan menelan 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
metabolisme meningkat Terapeutik
15. Faktor ekonomi (mis, 4. Verbalisasi 9. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
finansial tidak keinginan untuk 10. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
mencukupi) meningkatkan 11. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
16. Faktor psikologis nutrisi meningkat 12. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
(mis, stres, 5. Pengetahuan 13. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
keengganan untuk tentang pilihan 14. Berikan suplemen makanan, jika perlu
makan) makanan yang 15. Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
sehat meningkat Edukasi
6. Pengetahuan 16. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
tentang pilihan 17. Ajarkan diet yang diprogramkan
45

Diagnosa Keperawatan
Kriteria Hasil SLKI Intervensi Keperawatan SIKI
SDKI
minuman yang Kolaborasi
sehat meningkat 18. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
7. Pengetahuan 19. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang
tentang standar dibutuhkan, jika perlu
asuhan nutrisi
yang tepat
meningkat
Konstipasi (D.0049) Eliminasi Fekal Manajemen Eliminasi Fekal (I.04151)
Penyebab: (L.04033) Observasi
Fisiologis 1. Kontrol 1. Identifikasi masalah usus dan penggunaan obat pencahar
1. Penurunan motilitas pengeluaran feses 2. Identifikasi pengobatan yang berefek pada
gastrointestinal meningkat 3. kondisi gastrointestinal
2. Ketidakadekuatan 2. Keluhan defekasi 4. Monitor buang air besar (mis. warna, konsistensi, volume)
pertumbuhan gigi lama dan sulit 5. Monitor tanda dan gejala diare, konstipasi, atau impaksi
3. Ketidakcukupan diet menurun Terapeutik
4. Ketidakcukupan 3. Mengejan saat 6. Berikan air hangat setelah makan
asupan serat defekasi menurun 7. Jadwalkan waktu defekasi bersama pasien
5. Ketidakcukupan 4. Distensi abdomen 8. Sediakan makanan tinggi serat
asupan cairan menurun Edukasi
6. Aganglionik (mis. 5. Teraba massa pada 9. Jelaskan jenis makanan yang membantu meningkatkan keteraturan peristaltik usus
penyakit Hircsprung) rektal menurun 10. Anjurkan mencatat warna, frekuensi, konsistensi, volume feses
7. Kelemahan otot 6. Urgency menurun 11. Anjurkan meningkatkan aktifitas fisik, sesuai toleransi
abdomen 7. Nyeri abdomen 12. Anjurkan pengurangan asupan makanan yang meningkatkan pembentukan gas
Psikologis menurun 13. Anjurkan mengkonsumsi makanan yang mengandung serat
8. Konfusi 8. Kram abdomen 14. Anjurkan meningkatkan asupan cairan, jika tidak terkontraindikasi
9. Depresi menurun 15. Kolaborasi
10. Gangguan emosional 9. Konsistensi feses 16. Kolaborasi pemberian obat supositoria anal, jika perlu
Situasional membaik .
11. Perubahan kebiasaan 10. Frekuensi
makan (mis. jenis defekasi
makanan, jadwal 11. Peristaltik usus
makan) membaik
12. Ketidakadekuatan
toileting
46

Diagnosa Keperawatan
Kriteria Hasil SLKI Intervensi Keperawatan SIKI
SDKI
13. Aktivitas fisik harian
kurang dari yang
dianjurkan
14. Penyalahgunaan
laksatif
15. Efek agen
farmakologis
16. Ketidakteraturan
kebiasaan defekasi
17. Kebiasaan menahan
dorongan defekasi
18. Perubahan
lingkungan
Defisit Perawatan Diri Perawatan Diri Dukungan Perawatan Diri (I.11348)
(D.0109) meningkat Observasi
(L.11103): 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
Penyebab: 1. Kemampuan 2. Monitor tingkat kemandirian
1. Gangguan mand 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan makan
musculoskeletal meningkat Terapeutik
2. Gangguan 2. Kemampuan 4. Sediakan lingkungan yang terapeutik (mis. Suasana hangat, rileks, privasi)
neuromuskuler mengenakan 5. Siapkan keperluan mandi (mis. Parfum, sikat gigi, dan sabun mandi)
3. Kelemahan pakaian 6. Damping dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
4. Gamgguan psikologis meningkat 7. Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
dan/atau psikotik 3. Kemampuan 8. Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan perawatan diri
5. Penurunan makan 9. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
motivasi/minat meningkat Edukasi
4. Kemampuan ke 10. Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan
toilet meningkat
47

4. Implementasi Keperawatan

Setelah rencana keperawatan disusun langkah selanjutnya adalah dalam menetapkan tindakan keperawatan. Tindakan ini dapat

dilakukan secara mandiri atau kerjasama dengan tim kesehatan lainnya.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang terjadi pada setiap langkah dari proses keperawatan dan pada kesimpulan. Evaluasi

keperawatan adalah tahap terakhir dari proses keperawatan. Evaluasi keperawatan adalah evaluasi yang dicatat disesuaikan dengan

setiap diagnosa keperawatan. Evaluasi keperawatan terdiri dari dua tingkat yaitu evaluasi sumatif dan evaluasi formatif.

Evaluasi sumatif yaitu evaluasi respon (jangka panjang) terhadap tujuan, dengan kata lain, bagaimana penilaian terhadap

perkembangan kemajuan ke arah tujuan atau hasil akhir yang diharapkan. Evaluasi formatif atau disebut juga dengan evaluasi

proses, yaitu evaluasi terhadap respon yang segera timbul setelah intervensi keperawatan dilakukan. Format evaluasi yang

digunakan adalah SOAP. S: Subjective yaitu pernyataan atau keluhan dari pasien, O: Objective yaitu data yang diobservasi oleh

perawat atau keluarga, A: Assassment yaitu kesimpulan dari objektif dan subjektif, P: Planning yaitu rencana tindakan yang akan

dilakukan berdasarkan analisis (Dewinta, 2020).


48

D. Web Of Causation (WOC)


Faktor genetik hipotiroid status menopause
Gaya hidup tidak sehat (alkohol,
merokok, kurang olahraga)
Tingkat aktivitas wanita
Sel telur gagal berovulasi menopause yang rendah
Estrogen meningkat
Perut membesar, nyeri
saat menstruasi Peningkatan FSH
Produksi hormon meningkat
dan LH

Kista ovarium Pertumbuhan folikel tidak teratur

Konservatif Pembedahan
Kegagalan sel telur matang

MK: SLKI:
Ansietas Tingkat Ansietas (L.09093)
Kurang (D.0080) SIKI: Post Operasi
Pre Operasi informasi
Reduksi Ansietas (I.09314)
tentang Terapi Relaksasi (I.09326)
MK: Defisit
Pengaruh anastesi Luka operasi
penyakit Pengetahuan Relaksasi otot
(D.0111) SLKI: polos lambung
Pembesaran Komplikasi Tingkat Pengetahuan Peristaltik usus
Perdarahan ke Nyeri perut Terputusnya kontinuitas
Ovarium kista (L.12110)
Hcl meningkat
dalam kista mendadak jaringan
SIKI:
Edukasi Kesehatan Absorspsi air di kolon
Menekan organ Menekan (I.12383) Intake nutrisi MK: Nyeri Akut
Anus Menstruasi tidak teratur MK: Konstipasi (D.0049) (D.0077)
disekitar ovarium
MK: nyeri akut MK: Defisit
(D.0077) SLKI: nutrisi (D.0019)
Menekan Obstipasi SLKI:
Eliminasi Fekal Tingkat Nyeri (L.08066)
kandung kemih
(L.04033) SIKI:
SLKI:
SIKI: SLKI: Manajemen Nyeri
SLKI: Tingkat Nyeri (L.08066)
SIKI: Manajemen Konstipasi Status Nutrisi (I.08238)
Gangguan MK: gangguan Eliminasi Urine
Manajemen Nyeri (I.08238) (I.04155) (L.03030) Pemberian Analgetik
eliminasi urine (L.04034)
Miksi Pemberian Analgetik (I.08243) SIKI: (I.08243)
(D.0040) SIKI: Manajemen Nutrisi
Manajemen eliminasi
(I.03119)
urine (I.04152)
49

Lanjutan WOC MK : Risiko Infeksi


(D.0142)

SLKI:
Tingkat Infeksi (L.14137)
Kontrol Risiko (l.14128)
SIKI:
Pencegahan Infeksi (I.14539)
Perawatan Luka (I.14564)

Penurunan Kekuatan Otot Kelemahan

MK: Defisit
MK: Gangguan
Perawatan Diri
Mobilitas Fisik
(D.0109)
(D.0054)

SLKI:
SLKI: Perawatan Diri (L.11103)
Mobilitas Fisik (L.05042) SIKI:
SIKI: Dukungan Perawatan
Dukungan Mobilisasi (I.05173) Diri (I.11348)

Bagan 1. WOC Kista Ovarium


Sumber: (Arif, F. A et al., 2016; Wiknjosastro, 2008; Prawirohardjo, 2011; SDKI, 2017; SLKI, 2018; SIKI, 2018)
IDENTITAS
Nama pasien : Ny.S
Umur : 40 th
Suku/ bangsa : Jawa
Islam : Agama
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu RumahTangga
Alamat : Suterejo Prima Indah
StatusPernikahan: Menikah

STATUS KESEHATAN SAAT INI


A. Alasan kunjungan kerumah sakit : Nyeri perut bagian bawah

B. Keluhan Saat ini : Nyeri perut bagian bawah


Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien berkata ia sejak remaja sudah mengeluh nyeri perut luar
biasa saat menstruasi. Pasien mengeluh kan nyeri perut hilang timbul bagian bawah sejak kurang
lebih satu tahun yang lalu dan pergi berobat ke rumah sakit putri. Pasien di rujukke Poli
Kandungan RSPAL Surabaya dan di rawat pada tanggal 13 April 2021, saat sebelum oprasi
pasien mengatakan dari hasil pemeriksaan nya ukuran kistan
nya saat ini kurang lebih 10 cm. Pasien mengatakan nyeri yang ia rasakan biasanya di malam
hari dan hilang timbul dengan skalanyeri 7. Pada tanggal 14 April ia di oprasi dan sempat
masuk ICU selama 1 hari. Pasien mengatakan setelah oprasi ia merasa mual dan makan sedikit
demi sedikit. Paien merasakan nyeri pada jahitan oprasinya, nyeridirasakanhilangtimbul di skala 6
di bagian perut bawah. Terdapat luka bekas oprasi kurang lebih sepanjang 20 cm tertutp kasa dan
daerah sekitar luka terlihat bersih. Pasien terpasangi Infus, drain dan kateter urine. pasien
mengatakan ia di rumah sakit sulit tidur di malam hari, tidur selama 4-5 jam sehari karena kondi
si lampu kamar nya menyala dan merasakan nyeri yang di rasakan hilang timbul di malam hari.

C. Riwayat penyakit dahulu :Pasientidakmemiliki Riwayat penyakitterdahulu.


D. Endometriosis, Unspecified

RIWAYAT KEPERAWATAN

1. RIWAYAT OBSTETRI :
a. Riwayat menstruasi :
 Menarche : umur 11th
 Siklus : teratur( ya )
 Banyaknya : normal
 Lamanya : kuranglebih 5 hari
 Keluhan. : Pasien mengeluhkan nyeri hebat saat haid, dan ia
pernah s ekalimengalami haid selama satu
bulan
penuh.
b. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas : Pasien belum mempunyai Riwayat
kehamilan.
Genogram

KETERANGAN

: Laki-laki

: Perempuan
: Pasien

: Tinggal satu rumah

2. RIWAYAT KELUARGA BERENCANA :


• Melaksanakan KB : tidak

3. RIWAYAT KESEHATAN :
• Penyakit Lainnya : Pasien mengatakan bahwa ibunya pada saat haid juga mengalami
nyeri hebat tetapi tidak pernah di periksa kefasilitas kesehatan
• Penyakit yang pernah dialami ibu : Pasien tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu.
• Pengobatan yang didapat : pasien tidak menjalani pengobatan apapun
• Riwayat penyakitkeluarga(tdk)
• Penyakit Diabetes Mellitus (tdk)
• Penyakitjantung (tdk)
• Penyakithipertensi (ya)

4. RIWAYAT LINGKUNGAN :
- Kebersihan : Pasien tinggal di perumahan yang memilki lingkungan yang bersih
- Bahaya : Lingkungan rumah pasien memiliki 1 pos satpam yang menjaga 1x24 jam
- Lainnyasebutkan :-

5. ASPEK PSIKOSOSIAL :
a. Persepsi ibu tentang keluhan/penyakit : pasien mengatakan ia sudah iklas dan sudah
menerima terhadap keadaannya sekarang, ia mengatakan apapun yang
terjadi adalah yang terbaik untuk dirinya dan suami
b. Apakah keadaan ini menimbul kan perubahan terhadap kehidupan sehari-hari ? tidak
c. Harapan yang ibu inginkan : Pasien mengatakan ia berharap bisa hidup sehat
danmengharap kan yang terbaik untuk ia dan suaminya
d. Ibu tinggal dengan siapa : suami dan anak angkatnya
e. Siapakah orang yang terpenting bagi pasien: suami dan anak angkatnya
f. Sikap anggota keluarga terhadap keadaan saat ini suami pasien mengatakan ia pasrah
danhanya bisa berdoa yang terbaik untuk kesembuhan istrinya
g. Kesiapan mental untuk menjadi ibu :Ya
6. KEBUTUHAN DASAR KHUSUS :
a. Pola Nutrisi
Frekwensi makan :3x sehari
 Nafsu makan : baik, sedikit tapi sering
 Jenis makanan rumah :sayur, buah dan laukpauk
 Makanan yang tidakdisukai/ alergi/ pantangan : tidakada.

b. Pola eliminasi
• BAK
- Frekwensi : 5-7 kali
- Warna : kuning jernih
- Keluhan Saat BAK : tidak ada keluhan

• BAB
- Frekuensi : 5-6 kali seminggu
- Warna : Coklat
- Bau : Khas
- Konsistensi: Padat
- Keluhan : Tidak ada

c. Pola personal hygiene


• Mandi
- Frekwensi : 2x /hari
- Sabun : Ya

• Oral hygiene
- Frekwensi :2x /hari
- Waktu : Pagi dan sore

• Cuci Rambut
- Frekwensi. :3x /minggu
- Shampo : Ya

d. Pola istirahat dan tidur


 Lama tidur :4-5jam/hari
 Kebiasaan sebelum tidur : mematikan lampu
 Keluhan : Pasien mengatakan ia di rumah sakit sulit tidur di malam hari
karena kondisi lampukamar nyamenyala dan merasakan nyeri yang dirasakan
hilang timbul di malamhari

e. Pola aktifitas dan latihan


 Kegiatan dalam pekerjaan : Pasien rutin membersih kan rumah dan memasak
 Waktu bekerja :Pagi
 Olah raga :Ya
Jenisnya :Jalan pagi
Frekwensi :1x sehari
 Kegiatan waktu luang : menonton tv
 Keluhan dalam beraktifitas :nyeri perut bagian bawah di rasa hilang timbul
f. Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
 Merokok :tidak
 Minuman keras : tidak
 Ketergantungan obat :tidak

7. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaanumum :Baik
 Kesadaran. : Compos Mentis
 Tekanandaran. : 140/90
 Nadi. : 72 x/menit
 Respirasi : 22
 Suhu : .36,4 C
 Berat badan. : 58kg
 Tinggi badan. :160 cm

Kepala, matakuping, hidung dan tenggorokan :


Kepala :Bentukbulat
Keluhan :tidakada

Mata :
 Kelopak mata : tidak ada kelainan
 Gerakan mata : normal
 Konjungtiva : tidak anemis
 Sklera : tidak ikterus
 Pupil : isokor
 Akomodasi : normal
 Lainnyasebutkan

Hidung :

 Sinus. : pasien tidak mempunyai sinusitis


 Reaksi alergi : -
 Lainnyasebutkan : -

Mulut dan Tenggorokan :


 Gigi geligi : Pasien tidak menggunakan gigi palsu dan tidak terdapat karies gigi
 Kesulitan menelan : tidak
 Lainnya sebutkan : -

Dada dan Axilla


 Mammae : tidak membes
 Areollamammae : hiperpigmentasi
 Papilamammae : menonjol
 Colostrum : tidak terdapat colostrum

Pernafasan
 Jalan nafas : tidak ada obstruksi jalan nafas
 Suara nafas : vesikuler
 Menggunakan otot-otot bantu pernafasan : tidak
 Lainnyasebutkan : -
Sirkulasijantung
 Kecepatan denyut apical : 80x/menit
 Irama : Reguler
 Kelainan bunyi jantung : tidak ada
 Sakit dada : tidak ada
 Lainnyasebutkan: -

Abdomen
 Mengecil :-
 Linea dan striae : tidak ada
 Luka bekasoperasi : ada
 Kontraksi : tidak ada
 Lainnyasebutkan: Adanya luka post operasi di perut bagian bawah
panjang sekitar kurang lebih 7cm pada saat
pengkajian luka tertutup kada dan dalam keadaan
kering dan bersih serta tidak ada rembesan pasien
meraskan nyeri jahitan oprasinya nyeri dirasakan
hilang timbul di skala 6

Genitourinary
 Perineum : Tidak ada luka di daerah perineum
 VesikaUrinasria : tidak ada distensi pada vesikaurinaria
 Lainnyasebutkan : -

Ekstrimitas (integumen/muskuloskeletal)
 Turgor kulit : lembab
 Warnakulit : sawo matang bersih
 Kontraktur pada persendian ekstrimitas : tidakada
 Kesulitan dalam pergerakan : tidakada
 Lainnyasebutkan : -
d. Data Penunjang
1) Laboratorium :
Tanggal 15 April 2021 06.24

Parameter Result Unit Ref.Ranges


Bas# 0,01 10^3/uL 0.0-0.1
Bas% 0.1 % 0.0-1.0
Eos% 0.0 % 0.5-5.0
Eos# 0.0 10^3/uL 0.02-0.5
HCT 33.5 % 37.0-54.0
HGB 11.8 g/dL 12.1-15.1
IMG# 0.1 10^3/uL 0.0-999.99
IMG% 0.5 % 0.0-100.0
Lym# 0.67 10^3/uL 0.8-4.0
Lym% 3.7 % 20.0-40.0
MCH 28.2 pg 27.0-34.0
MCHC 35.1 g/dL 32.0-36.0
MCV 80.3 fL 80.0-100.0
Mon# 30.56 10^3/uL 0.12-1.2
Mon% 3.1 % 3.0-12.0
MPV 7.3 fL 6.5-12.0
Neu# 16.85 10^3/uL 2.0-7.0

2) USG :-
3) Rontgen :-
4) Terapi yang didapat:
 Metronidazole 3x500 mg :Obat antibiotic
untukmengobatiberbagaiinfeksiakibatbakteri.
 Etabion 1x1: Suplemen vitamin dan mineral
 Injeksi Ranitidine 2x1: Untukmenghambasekresiasamlambung yang
berlebih
 InjeksiCinam 3x1: Untukmengobatiinfeksikulit dan strukturkulit
 AsamMefenamat 3x500 mg: Untukmengurasinyeri yang dirasakanpasien.
ANALISA DATA

NAMA KLIEN : Ny.S Ruangan / kamar : F1/6.1


UMUR : 40th No. Register :00-00-65-XX-XX

No Data Penyebab Masalah


1. Ds. Pasien berkata ia merasakannyeri pada Agen Cidera Fisik Nyeri Akut
jahitanoprasinya,
nyeridirasakanhilangtimbul di skala 6 di
bagianperutbawah.
P: Nyeri luka post oprasi
Q: Ditusuk-tusuk
R: Perut bagian bawah
S: 5
T: Hilang timbul

Do.
 Pasien tampak menahan nyeri
 Pasien mengalami sulit tidur
 TD: 140/90

Ds: Pasien mengatakan nyeri di perut


bagian bawah
Efek Prosedur Invasif Resiko Infeksi
2. Do.
 Terdapat luka bekas oprasi kurang
lebih sepanjang 20 cm
 Pasien terlihat nyeri
 Luka tertutup kasa
 Derah sekitar luka terlihat bersih
 TD: 140/90
 Nadi: 72 x/menit
 Respirasi: 22x/mnt
 Suhu .36,4 C

Ds.Pasienmengatakania di
rumahsakitsulittidur di malamhari,
tidurselama 4-5 jam
seharikarenakondisilampukamarnyamenyala Gangguan Pola
dan merasakannyeri yang Kurangnya Kontrol Tidur
3. dirasakanhilangtimbul di malamhari Tidur
Do.
 Pasien terlihat lemas
 TD: 140/90
 Nadi: 72 x/menit
 Respirasi: 22x/mnt
 Suhu .36,4 C

PRIORITAS MASALAH

NAMA KLIEN : Ny.S Ruangan / kamar : F1/6.1


UMUR : 40th No. Register :00-00-65-XX-XX

TANGGAL Nama
No Diagnosa keperawatan
Ditemukan Teratasi perawat
1. Nyeri akut b/d Agen Cidera 17-04-2021 - NM
Fisik

2. Resiko Infeksi b/d Efek 17-04-21 - NM


Prosedur Invasif

3. Gangguan Pola Tidur b/d 17-04-21 21-04-21 NM


Kurangnya Kontrol Tidur
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Klien : Ny.S No Rekam Medis :00-00-65-XX-XX Hari Rawat Ke :6

N DIAGNOSA TUJUAN DAN KH INTERVENSI RASIONAL


O KEPERAWA
TAN
1. Nyeri Akut b/d SLKI (Hal 145) (SIKI I.08233)Hal 201 1. Untukmengetahuilokasi, karateristik, durasi,
Observasi : frekuensi, kualitas, intensitasnyeri
AgenCidera
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasilokasi, 2. Untukmengetahuiskalanyeri yang
Fisiologiskeperawatan 3x24 jam diharapkan karateristik, durasi, dirasakanpasien
nyeridapatmenurundenganKriteria frekuensi, kualitas, 3. Agar pasienlebihrileks
(SDKI D.0077)
Hasil : intensitasnyeri 4. Lingkungan yang nyamandapatmengurangi
1. Keluhannyeridariskala 2 2. Identifikasiskalanyeri rasa nyeripasien
cukupmeningkatmenjadiskala Terapeutik: 5. Agar pasiendapatmengetahui strategi
4 cukupmenurun . 1. Berikan tekik non mereedakannyerisecaramandiri
2. Ekspresimeringisdariskala 2 farmakologis untuk Untukmengurasi rasa nyeripasien.
cukupmeningkatmenjadiskala mengurangi rasa nyeri
4 cukupmenurun 2. Kotrol lingkungan yang
3. Gelisahdariskala 3 memperberat rasa nyei
sedangmenjadiskala 5 Edukasi
meningkat 1. Jelaskan strategi
peredahan nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
analgetik
ResikoInfeks SLKI L.14137 hal 139 SIKI I.14539 hal 278 1. Agar dapatmengetahuitandainfeksi local
i b/d Setelah dilakukan Tindakan Observasi: dan sistemik padalukapasien.
EfekProsedu keperawatan 3x24 jam maka di 1. Monitor tanda dan 2. Membatasijumlahpengunjunguntukmemini
rInvasif harapkantingkatinfeksimenurun,d gejalatandainfeksi local dan malisirterjadinyainfeksi pada pasien.
(SDKI engankriteriahasil: sistemik 3. Perawatankulitdilakukan agar
D.0142)hal 1. Nyeri dariskala 4 kondisitubuhpasientetapbersih dan
304 cukupmeningkatmenjadiskal Terapeutik meminimalisirterjadinyainfeksi.
a 2 cukupmenurun. 1. Batasijumlahpengunjung 4. Teknik aseptic
2. Kemerahandariskala 4 2. Berikanperawatankulit bertujuanuntukmencegahmikroorganisme
cukupmeningkatmenjadiskal 3. Cucitangansebelum dan masukkedalamluka.
a 2 cukupmenurun sesudahkontakdenganpasi 5. Agar
3. Bengkakdariskala 4 en dan lingkunganpasien pasiendapatmengetahuitandagejalainfeksi
cukupmeningkatmenjadiskal 4. Pertahankan Teknik 6. Cucitangan 6
a 2 cukupmenurun. aseptic pada langkahdapatmeminimalisirmasuknyamikr
pasienberesikotinggi. oorganismekedalamluka dan
meminimalisirterjadinyainfeksi.
Edukasi 7. Agar
1. Jelaskantandagejalainfeksi pasienmengetahuikeadaanlukaoprasinyasec
2. Ajarkancucitangandengan aramandiri dan
benar dapatmelaporkanbilaterjaditanda-
3. Ajarkancaramemeriksako tandainfeksi
ndisilukaoperasi 8. Asupannutrisi dan cairan yang
4. Anjurkanmeningkatkanas adekuatdapatmempercepatpenyembuhanlu
upannutrisi kapasien.
5. Anjurkanmeningkatkanas
upancairan.
3 Gangguan SLKI L.05045 hal 96 SIKI I.05174 hal 48
Pola Tidur Setelah dilakukan Tindakan
b/d Observasi:
keperawatan 3x24 jam maka di
Kurangnya 1. Identifikasi pola dan
Kontrol harapkanpolatidurmembaik aktivitas tidur
Tidur 2. Identifikasi faktor
,dengankriteriahasil:
SDKI D.0055 pengganggu tidur
hal 126 1. Keluhansulittidurdariskala
Terapeutik:
2cukupmenurun.
1. Modifikasi lingkungan
menjadiskala4 (pencahayaan, suhu)
2. Batasi waktu tidur siang
cukupmeningkat
2. KeluhantidakpulastidurdariEdukasi:
1. Ajarkan relaksasi otot
skala 2cukupmenurun.
autogenik atau cara
menjadiskala4 teknik nonfarmakologis
lainnya.
cukupmeningkat
3.
3. Keluhanistirahattidakcukup
dariskala 2cukupmenurun.
menjadiskala4
cukupmeningkat

4.
TINDAKAN KEPERAWATAN DAN CATATAN PERKEMBANGAN

NAMA KLIEN : Ny.S Ruangan / kamar : F1/6.1


UMUR : 40th No. Register : 00-00-65-XX-XX
N Tgl Tindakan TT Tgl Catatan Perkembangan TT
o Jam Pera Jam Pera
D wat wat
x
Sab 1. Mencucitangansebelum Sab Dx 1 :
2. tu, dan tu, S: Px mengatakan nyeri perut bagian bawah
17- sesudahkontakdenganpa 17- O: Klien terlihat lemas dan menahan nyeri
2 04- 04- P: Nyeri luka post oprasi
sien dan
21 21 Q: Ditusuk-tusuk
12.0 lingkunganpasien 12.0 R: Perut bagian bawah
. 0 2. Memberikan ijeksi 0 S: 5
1, Cinam 1,5 gr/iv T: Hilang timbul
2, A: Masalah belum teratasi
3 3. Melakukan observasi P: Intervensi dilanjutkan
12.0 TTV
1 5 Dx 2:
S: Pasien mengatakan faham dengan edukasi yang diberikan
12.0 4. Identifikasilokasi, O: Memperhatikan edukasi yang diberikan perawat.
7 karateristik, durasi,  Terdapat luka jahitan sepanjang ±20 cm
frekuensi, kualitas,  Luka terlihat bersih tidak ada rembesan
3 intensitasnyeri A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
5. Mengidentifikasi pola 12.1
13.1 tidur dan faktor 5 Dx 3:
1 0 S: Pasien mengatakan bahwa ia masih merasa lemas, dan sedikit
penghambat tidur
pusing
pasien. O: Pasien terlihat lemas
 TD: 140/90 mmHg
2 15.1 6. Mengajarkan teknik  Nadi: 72 x/menit
3 relaksas nafas dalam dan  Respirasi: 22x/mnt
menganjurkan pasien  Suhu .36,4 C
untuk melakukan miring A: Masalah belum teratasi
kanan dan kiri. P: Intervensi dilanjutkan
15.2
0 12.1
7. Memberikan edukasi 7
kepada klien tentang
cuci tangan, tanda-tanda
infeksi serta
mengedukasi klien luka
oprasi harus selalu
dalam keadaan bersih
dan tidak ada rembesan.

2 Seni 1) Mencucitangansebel Seni Dx. 1 :


n um dan n S. Pasien mengatakan nyeri bekas oprasinya sudah berkurang
19- sesudahkontakdenga 19- walaupun kadang masih terasa seperti tertusuk-tusuk.
2 04- 04- O: KU: Baik
npasien dan
21 21 P: Nyeri luka post oprasi
12.0 lingkunganpasien 12.0 Q: Ditusuk-tusuk
0 2) Memberikaninjeksic 0 R: Perut bagian bawah
inam 1,5 gr/iv dan tx S: 3
1, oral asammefenamat T: Hilang timbul
2, 1 tablet A: Masalah belum teratasi
3 P: Intervensi dilanjutkan
3) Melakukan
1 12.0 Dx 2
5 observasi TTV S: Pasienmengatakaniaselalumenjagadaerahsekitarlukanya agar
tetapkering dan bersih
12.0 4) Identifikasilokasi, O:
1 0 karateristik, durasi,  Terdapat luka jahitan sepanjang ±20 cm yang ditutup kasa
frekuensi, kualitas,  Luka terlihat bersih tidak ada rembesan
intensitasnyeri 12.1  Tidak terdapat eksudat
5) Menyarakankan 5
3 12.2 pasien untuk
0 melakukan mobilitas Dx 3
perlahan, miring kiri S:
miring kanan Pasienmengatakansemalamiasudahbisatidurlebihbaikdarikemarink
3 arenakondisikamarnyagelap.
13. 6) Mengidentifikasi O: KU baik, Pasienterlihatlebih segar
2 30 pola tidur dan faktor  TD: 134/92 mmHg
penghambat tidur  N: 74x/mnt
pasien.  S: 36,3
7) Menyarankan pasien  RR: 20x/mnt
13.3 untuk menggunakan 12.1
A: Masalahteratasisebagian
5 penutup mata saat 7
P: Intervensidilanjutkan
tidur agar tidurnya
16.0 lebih pulas
0 8) Memasukan infus
metronidazole per iv

21 1) Mencucitangansebel Rab Dx. 1 :


2 Apri um dan u 21 S. Pasien mengatakan nyeri bekas oprasinya masih terasa seperti
l 21 sesudahkontakdenga Apri kemarin
2 15.3 npasien dan l 21 O: KU: Baik
0 lingkunganpasien P: Nyeri luka post oprasi
15.3 2) Melakukanrawatluk 15.3 Q: Ditusuk-tusuk
1, 5 adengan betadine 0 R: Perut bagian bawah
2, S: 3
dan
3 T: Hilang timbul
16.0 menutupdengankasa A: Masalah belum teratasi
1 0 3) Melakukanobservasi P: Intervensi dilanjutkan
TTV
16.1 4) Mengidentifikasilok
0 asi, karateristik,
3 durasi, frekuensi, Dx 2
S: Pasienmengatakaniaselalumenjagadaerahsekitarlukanya agar
kualitas, tetapkering dan bersih
1 16.1 intensitasnyeri 15.3 O:
5 5) Mengidentifikasipol 5  Terdapat luka jahitan sepanjang ±20 cm yang ditutup kasa
atidur dan jam  Luka terlihat bersih
tidurpasien  Terdapat eksudat serouse sedikit
18.0 6) Memberikanobat A: Masalah belum teratasi
0 P: Intervensi dilanjutkan
oral asammefenamat
1 tablet, climadicyn
Dx 3
1 kapsul S: Pasienmengatakaniasudahbisatidurnyenyak disbanding
kemarin.
O: KU baik, Pasienterlihatlebih segar
 TD: 130/76 mmHg
 N: 76x/mnt
 S: 36,2
 RR: 19x/mnt
16.0
A: Masalahteratasi
0 P: Intervensiddihentikan
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ruptur kista ovarium adalah kondisi terpelintir dan pecahnya suatu kista ovarium. Kista ovarium
adalah suatu kantung yang berisi cairan pada indung telur (ovarium) atau permukaannya. Indung telur
atau ovarium adalah organ reproduksi wanita yang terletak pada daerah panggul. Ovarium ada 2 dan
berada di samping kiri dan rahim, serta terikat kuat oleh suatu jaringan ligamen. Setiap ovarium berisi
ribuan sel telur dan akibat rangsangan hormon yang dihasilkan tubuh, satu sel telur menjadi matang
dalam 1 siklus haid.
Setelah masa ovulasi, setiap bulannya satu sel telur matang akan dilepaskan dari salah satu
kantung yang terdapat di dalam ovarium (kiri atau kanan, namun bisa juga keduanya). Selanjutnya,
kantung ini juga akan menghilang. Apabila kantung tersebut tetap terdapat sel telur atau berisi cairan
maka dapat membentuk kista. Terbentuknya kista normal, yang terjadi pada wanita usia remaja dan
dewasa muda yang dikenal dengan kista fungsional. Setelah masa ovulasi kista fungsional ini akan
menyusut. Namun, kista juga dapat berkembang menjadi semakin besar dan menyebabkan kista pecah
(ruptur).

Kondisi yang mempengaruhi pasien terhadap pembentukan kista ovarium (misalnya induksi
ovulasi, riwayat kista ovarium sebelumnya) meningkatkan risiko pecahnya kista Kista yang sudah
diketahui saat ini – Pasien dengan kista yang sudah diketahui (misalnya endometrioma, teratoma,
abses tubo-ovarium) mempunyai risiko lebih tinggi untuk

pecah. Hubungan seksual melalui vagina tampaknya menjadi faktor risiko pecahnya kista ovarium,
meskipun dalam beberapa laporan, hematoperitoneum pascakoitus telah dikaitkan dengan pecahnya
kista bahkan tanpa adanya kista yang terlihat
Sedangkan faktor risiko kista ovarium mengalami pecah yaitu:
 Aktivitas fisik yang berat
 Mengalami trauma pada perut
 Penekanan pada perut
 Penggunaan obat pengencer darah

Bentuk pencegahan dari torsio dan ruptur kista ovarium adalah menghindari aktivitas berat. Hal
ini dikarenakan aktivitas fisik berat dapat meningkatkan kista ovarium berukuran besar dapat
mengalami pecah dan terpelintir. Selain itu, penggunaan pil kontrasepsi dapat mencegah terjadinya
ovulasi sehingga pembentukan kista ovarium baru dapat dicegah.
3.2 Saran

Dengan adanya makalah ini diharapakan pembaca khususnya mahasiswa keperawatan mampu
memahami dan mendalami tentang rupture kista ovarium. Sehingga mahasiswa dengan latar belakang
medis sebagai calon tenaga kesehatan mampu menguasai baik secara teori maupun skil untuk dapat
diterapkan pada masyarakat secara menyeluruh. Dan juga diharapkan bidan maupun tenaga kesehatan
lainnya mampu meminimalkan faktor resiko dari rupture kista ovarium demi mempertahankan dan
meningkatkan status derajat kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Howard T Tajam (2023, 31 Mei). Evaluasi dan Penatalaksanaan kista ovarium yang pecah.
Diakses pada tanggal 09 Februari 2024, dari https://medilib.ir/uptodate/show/3298
Luluk Humaimah (2023, 16 April). Torsio dan Ruptur Kista Ovarium. Diakses pada tanggal
09 Februari 2024, https://www.ai-care.id/healthpedia-penyakit/torsio-ruptur-kista-
ovarium
Nur Alifah Utari (2021, 12 Juni). Patofisiologi Torsio Dan Ruptur Kista Ovarium. Diakses
pada tanggal 09 Februari 2024, https://www.alomedika.com/penyakit/obstetrik-dan-
ginekologi/torsio-dan-ruptur-kista-ovarium/patofisiologi
Salsabila Fathima. (2023). Asuhan Keperawatan Post OP Kista Ovarium di RS Islam Sultan
Agung Semarang.
Triwulan, L. (2022). Konsep Penyakit Kista Ovarium.
Najmih, N. (2019). Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Dengan Diagnosa Medis Kista Ovarium
Di Ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Obgyn RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makkasar.
Nurmansyah, & Setyawati, T. (2019). Laporan Kasus Kista Ovarium. Departement of Obstetrian and
Gynecology Universitas Tadalako, 1(1), 2019.
Suryoadji, K. A., Fauzi, A., Ridwan, A. S., & Kusuma, F. (2022). Diagnosis dan Tatalaksana pada
Kista Ovarium: Literature Review. Khazanah: Jurnal Mahasiswa, 14(1), 38–48.
https://doi.org/10.20885/khazanah.vol14.iss1.art5

Anda mungkin juga menyukai