Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS I

“Asuhan Keperawatan Pada Kanker Servik”

Dosen Pembimbing:

Dr. Mira Triharini, S.Kp., M.Kep

Oleh:

Kelompok 2 /A-3

1. Roihatus Siha (131711133019)


2. Icca Cahya Ningrum (131711133038)
3. Epti Riski .R.P. (131711133041)
4. Neiska Galuh M. W. (131711133059)
5. Fahri Muklis (131711133135)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

MARET 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyusun makalah “Asuhan Keperawatan Pada
Kanker Serviks” , ini tepat waktu. Meski banyak hambatan yang kami alami dalam proses
pengerjaannya.
Makalah ini berisikan tentang informasi mengenai ilmu keperawan medikal bedah.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi mengenai perkembangan keperawatan
didunia dan diIndonesia.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dai kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun dari rekan-rekan sangat kami butuhkan demi penyempurnaan
makalah ini.
Kami berharap agar makalah ini dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kita semua.
Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca.

Surabaya, 13 Maret 2019


Penulis
DAFTAR ISI

Table of Contents
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3
BAB 1.........................................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................4
1.3 Tujuan........................................................................................................................................5
BAB II.........................................................................................................................................................6
2.1.2 Anatomi Sistem Reproduksi Pada Wanita......................................................................................6
2.1.2 Fisiologi Sistem Reproduksi Pada Wanita....................................................................................10
2.2 Kanker Serviks Pada Wanita..........................................................................................................12
2.2.1 Definisi Kanker Serviks................................................................................................................12
2.2.2 Etiologi Kanker Serviks................................................................................................................13
2.2.3 Klasifikasi Kanker Serviks...........................................................................................................16
2.2.4 Patofisiologis Kanker Serviks.......................................................................................................18
2.2.5 Manifestasi Klinis Kanker Serviks...............................................................................................21
2.2.6 Pencegahan pada Kanker Serviks.................................................................................................23
2.2.7 Pemeriksaan Fisik.........................................................................................................................24
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang................................................................................................................26
2.2.9 Penatalaksanaan Kanker Serviks..................................................................................................26
2.3 Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Kanker Serviks.............................................33
2.3.1 Pengkajian Keperawatan....................................................................................................33
2.3.2 Diagnosi Keperawatan.......................................................................................................37
2.3.3 Intervensi Keperawatan.....................................................................................................37
2.3.4 Evaluasi Asuhan Keperawatan...........................................................................................38
BAB III......................................................................................................................................................39
3.1Kesimpulan.......................................................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................40
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker serviks atau disebut juga kanker leher rahim merupakan jenis penyakit kanker yang
paling banyak diderita wanita diatas usia 18 tahun atau wanita usia produktif. Kanker serviks menempati
urutan ke dua menyerang wanita dalam usia subur, yang pada tahun 2005 menyebabkan lebih dari
250.000 angka kematian. Sekitar 80 % dari jumlah kematian tersebut terjadi pada negara berkembang.
Tanpa penatalaksanaan yang konkrit, diperkirakan kematian akibat kanker serviks akan meningkat 25 %
dalam jangka waktu 10 tahun mendatang ( WHO, 2006 ) Jumlah penderita kanker leher rahim di
Indonesia sekitar 200 ribu setiap tahunnya dan menduduki peringkat kedua setelah kanker payudara.
Walaupun penyakit ini merupakan penyakit keganasan yang dapat menyebabkan kematian, kesadaran
untuk memeriksakan diri dirasakan sangat rendah, hal tersebut tidak terlepas dari kurangnya pengetahuan
mengenai kanker ini. Hasil wawancara pada beberapa anggota juga masih belum mengerti bagaimana
tanda gejala, pencegahan dan cara untuk mendeteksi awal terhadap adanya kanker serviks. Model peer
group diharapkan lebih bermanfaat karena alih pengetahuan dilakukan antar kelompok sebaya yang
mempunyai 5 hubungan lebih akrab, dalam artian bahasa yang digunakan sama, dapat dilakukan di mana
saja, kapan saja dengan cara penyampaian yang santai, sehingga sasaran lebih merasa nyaman berdiskusi
tentang permasalahan yang dihadapi (Swandewi, 2006). Model intervensi dengan menggunakan peer
group untuk meningkatkan aspek pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat khususnya wanita untuk
pencegahan kanker servik menjadi hal yang perlu dikembangkan, mengingat modelnya lebih efektif. Atas
dasar uraian diatas penulis mengambil judul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dan Model Peer Group
Terhadap Perilaku Ibu Melakukan Deteksi Dini Kanker Serviks” yang nantinya akan dijadikan penelitian
dan dibahas lebih lanjut untuk mengetahui hasilnya.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa pengertian Kanker Serviks?
2) Bagaimana etiologi penyakit Kanker Serviks?
3) Bagaimana patofisiologi dari penyakit Kanker Serviks?
4) Bagaimana manifestasi klinis penyakit Kanker Serviks?
5) Bagaimana pemeriksaan untuk mendeteksi Kanker Serviks?
6) Bagaimana penatalaksanaan pada pasien dengan Kanker Serviks?
7) Bagaimana asuhan keperawatan bagi wanita dengan Kanker Serviks?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Kanker Serviks
2. Untuk mengetahui etiologi Kanker Serviks
3. Untuk mengetahui patofisiologi Kanker Serviks
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis Kanker Serviks
5. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik dan penunjang pada Kanker Serviks
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan Kanker Serviks
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan Kanker Serviks
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Fisiologis Sistem Reproduksi

Alat reproduksi wanita berada di bagian tubuh seorang wanita yang disebut
panggul. Secara anatominilai reproduksi wanita dibagi menjadi dua bagian, yaitu : bagian
yang terlihat sari luar (genitalia eksterna) yang meliputi dan bagian yang berada di dalam
panggul (genitalia interna). Genitalia eksterna meliputi bagian yang terdiri dari vulva,
mons pubis, labia mayora, labia minora, klitoris, vestibulum, hymen, mulut vagina dan
perineum. Genitalia internal terdiri dari vagina, uterus, tuba fallopi dan ovarium.

Gambar : anatomi eksternal dan internal wanita

(Sumber : senyumperawat.com)

2.1.2 Anatomi Sistem Reproduksi Pada Wanita


A. Genitalia Ekternal
1) Vulva
Merupakan organ bagian luar yang terdiri dari monspubis, labia mayora,
labia minora, clitoris, vestibulum, hymen dampai dengan perineum serta kelenjar-
kelenjar dinding vagina.
2) Mons Pubis
Mons pubis merupakan bagian menonjol yang terdiri dari jaringan dan
lemak yang terletak di sebelah ventral simfisis dan daerah supra pubis. Area ini
adalah area yang mulai ditumbuhi oleh bulu-bulu halus (pubis hair) pada masa
pubertas seorang wanita.
3) Labia Mayora
Libia mayora merupakan organ yang terdiri atas dua lipatan yang
memanjang berjalan ke kaudal dan dorsal dari mons pubis dan keduanya menutup
rima pudenda (pudendal cleft). Permukaan dalamnya mengandung kelenjar
sebasea (lemak) dan tidak mengandung rambut. Kedua libia mayora di bagian
ventral menyatu dan terbentuk komisura anterior. Ukuran libia mayora pada
wanita dewasa dengan panjang 7-8 cm, lebar 2-3 cm dan tebal sekitar 1-1,5 cm.
Jika dilihat dari luar, libia mayora dilapisi oleh kulit yang mengandung kelenjar
lemak dan tertutup oleh rambut.
4) Labia minora
Labia minora merupakan organ yang terdiri atas dua lapisan kulit kecil
terletak di antara kedua labia mayora pada kedua sisi introitus vagina. Kedua labia
minora ini membatasi suatu celah yang disebut sebagai vestibulum. Labia minora
kea rah dorsal berakhir dengan bergabung pada aspectus medialis libia mayora.
Setiap labia minora terdiri dari suatu jaringan tipis yang lembab dan berwarna
kemerahan. Bagian atas labia minora akan bersatu membentuk preputium dan
frenulum clitoridis, sementara bagian. Di bibir kecil ini mengeliligi orifisium
vagina bawahnya akan bersatu membentuk fourchette
5) Klitoris
Klitoris merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat
erektil yang terletak di bagian superior vulva Glans clitoridis mengandung banyak
pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat sensitif. Analog dengan
penis pada laki-laki. Terdiri dari glans, corpus dan 2 buah crura, dengan panjang
rata-rata tidak melebihi 2 cm.
6) Vestibulum
Vestibulum merupakan rongga yang berada di antara bibir kecil (labia
minora). Pada vestibulum terdapat 6 buah lubang, yaitu orifisium urethra eksterna,
introitus vagina, 2 buah muara kelenjar Bartholini, dan 2 buah muara kelenjar
paraurethral. Kelenjar bartholini berfungsi untuk mensekresikan cairan mukoid
ketika terjadi rangsangan seksual. Kelenjar bartholini juga menghalangi masuknya
bakteri Neisseria gonorhoeae maupun bakteri-bakteri patogen.
7) Hymen (selaput dara)
Hymen terdiri dari jaringan ikat kolagen dan elastik. Lapisan tipis ini yang
menutupi sabagian besar dari liang senggama, di tengahnya berlubang supaya
darah menstruasi dapat mengalir keluar. Bentuk dari hymen dari masing-masing
wanita berbeda-beda, ada yang berbentuk seperti bulan sabit, konsistensi ada yang
kaku dan ada lunak, lubangnya ada yang seujung jari, ada yang dapat dilalui satu
jari. Saat melakukan koitus pertama sekali dapat terjadi robekan, biasanya pada
bagian posterior koitus pertama sekali dapat terjadi robekan, biasanya pada bagian
posterior.
8) Mulut Vagina
Yaitu bagian luar dari vagina yang merupakan sebuah rongga penghubung
antara rahim dengan bagian luar tubuh. Lubang vagina ini ditutupi oleh selaput
dara yang dapat pecah karena senggama atau karena sebab lain (jatuh, kecelakaan,
dll).
9) Perineum
Perineum terletak di antara vulva dan anus, panjangnya kurang lebih 4 cm.
Dibatasi oleh otot-otot muskulus levator ani dan muskulus coccygeus. Otot-otot
tersebut berfungsi untuk menjaga kerja dari sphincter ani.
B. Genitalia Internal
1) Vagina
Secara anatomi, vagina merupakan organ yang berbentuk tabung dan
membentuk sudut kurang dari 60 derajat dengan bidang horizontal. Namun, posisi
ini berubah sesuai dengan isi vesika urinaria. Vagina merupakan saluran muskulo-
membraneus yang menghubungkan rahim dengan vulva. Vagina terletak antara
kandung kemih dan rektum. Panjang bagian depannya sekitar 9 cm dan dinding
belakangnya sekitar 11 cm.
Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang menghasilkan
asam susu dengan pH 4,5. keasaman vagina berfungsi memberikan proteksi
terhadap infeksi. Fungsi utama vagina adalah sebagai saluran untuk mengeluarkan
lendir uterus dan darah menstruasi, alat hubungan seksusal dan jalan lahir pada
waktu persalinan.
2) Uterus
Uterus merupakan organ berongga dengan dindin muscular tebal, terletak
di dalam kavum pelvis minor antara vesika urinaria dengan rektum. Dinding
belakang dan depan dan bagian atas tertutup peritonium, sedangkan bagian bawah
berhubungan dengan kandung kemih. Vaskularisasi uterus berasal dari arteri
uterina yang merupakan cabang utama dari arteri illiaka interna
(arterihipogastrika interna). Bentuk uterus seperti bola lampu dan gepeng.
3) Tuba Fallopi
Tuba fallopii merupakan tubulo-muskuler, dengan panjang 12 cm dan
diameternya antara 3-8 mm. Fungsi tuba fallopi sangat penting, yaitu untuk
menangkap ovum yang di lepaskan saat ovulasi, sebagai saluran dari
spermatozoa ovum dan hasil konsepsi, tempat terjadinya konsepsi, dan tempat
pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi sampai mencapai bentuk blastula
yang siap melakukan implantasi.
4) Ovarium
Ovarium merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak pada bagian
kiri dan kanan uterus di bawah tuba fallopi dan terikat di sebelah belakang oleh
ligamentum latum uterus. Setiap bulan sebuah folikel berkembang dan sebuah
ovum dilepaskan pada saat kira-kira pertengahan (hari ke-14) siklus menstruasi.
Ovulasi adalah pematangan folikel de graaf dan mengeluarkan ovum. Ketika
dilahirkan, wanita memiliki cadangan ovum sebanyak 100.000 buah di dalam
ovariumnya, bila habis menopause.
Ovarium yang disebut juga indung telur, mempunyai 3 fungsi, yaitu memproduksi ovum,
memproduksi hormon estrogen dan memproduksi hormon progesteron
2.1.2 Fisiologi Sistem Reproduksi Pada Wanita
Berdasarkan fungsinya (fisiologi), alat reproduksi wanita mempunyai 3
fungsi, yaitu :

1. Fungsi seksual
Fungsi seksual organ reproduksi wanita dilakukan oleh vulva dan vagina.
Organ – organ tersebut mengeluarkan cairan yang berguna sebagai pelumas saat
kopulasi serta berfungsi sebagai jalan lahir bagi bayi.
2. Fungsi hormonal
Fungsi hormonal dari sistem reproduksi wanita berkaitan erat dengan
dihasilkanya hormon – hormon reproduksi seperti estrogen dan progesteron.
Hormon – hormon ini mengadakan interaksi dengan hormon lain yang
dihasilkan di otak. Akibatnya terjadi perubahan pada fisik dan mental wanita
seiring bertambahnya usia menuju dewasa berupa pematangan sel kelamin pada
wanita atau yang biasa disebut oogenesis. Oogenesis terjadi di dalam
ovariumdan menghasilkan produk akhir berupa sel telur atau sel ovum. Sel ovum
yang matang apabila tidak mengalami pembuahan ketika pelepasannya akan
menyebabkan luruhnya sel tersebut bersama dinding endometrium yang
dinamakan proses menstruasi.
Menstruasi adalah kondisi normal dan terjadi berulang pada perempuan.
Peristiwa ini ditandai dengan pengeluaran darah dan lapisan rahim melalui
vagina yang teratur. Menstruasi dikendalikan oleh hormon dan aktif terjadi pada
masa reproduktif, yaitu sejak pubertas hingga menopause, kecuali selama
kehamilan.
Menarche merupakan peristiwa di mana perempuan pertama kali
mengalami menstruasi. Menarche terjadi pada usia rata-rata ± 13 tahun. Pada
tiap siklus haid, terdapat 3-30 folikel yang akan diproses lebih lanjut lagi.
Selanjutnya hanya akan ada satu folikel terpilih yang akan dikeluarkan dalam
bentuk sel telur (oosit). Perdarahan yang terjadi pada kejadian menstruasi
menandakan bahwa rahim telah berfungsi. Dalam siklus menstruasi, terdapat 4
tahapan utama yang terjadi di dalam rahim, antara lain :
1) Fase 1: fase menstruasi
Fase ini terjadi pada hari pertama dan berlangsung 3-7 hari sebagai
akibat penurunan kadar hormon progesteron. Darah yang keluar berasal dari
lapisan endometrium rahim. Rahim akan berkontraksi untuk membantu
mengeluarkan darah. Tidak jarang apabila kontraksinya terlalu kuat akan
menyebabkan kram haid (dismenorea) pada perempuan.
2) Fase 2: fase proliferasi
Fase proliferasi ini berlangsung sejak berhentinya perdarahan hingga
hari ke-14. Pada fase ini, endometrium akan tumbuh kembali dan
dipersiapkan untuk perlekatan janin apabila terjadi pembuahan. Selanjutnya,
pada rentang hari ke-12 sampai 14 akan terjadi pelepasan sel telur (oosit)
dari ovarium yang disebut ovulasi. Proses ovulasi ini dipengaruhi oleh
meningkatnya kadar hormon LH yang tajam.
3) Fase 3: fase sekresi
Pada fase sekeresi terjadi pelepasan hormon progesteron sehingga
endometrium menjadi tebal dan akan aktif mengeluarkan glikogen (nutrisi)
yang bertujuan untuk menopang kehidupan janin. Fase ini berlangsung
selama 11 hari.
4) Fase 4: fase premenstruasi
Fase ini berlangsung selama 3 hari sebelum kembali pada fase
menstruasi. Pada umumnya, siklus menstruasi berlangsung normal dan
teratur tiap 28 hari.

3. Fungsi reproduksi
Fungsi reproduksi dalam sistem reproduksi wanita dilakukan oleh indung
telur (ovarium), saluran telur dan rahim. Sel telur yang diproduksi setiap
bulannya melalui proses oogenesis dikeluarkan dari indung telur pada masa
subur dan akan masuk kedalam saluran telur untuk kemudian bertemu dan
menyatu dengan sel benih pria atau sperma. Sperma tersebut tidak dapat
langsung membuahi sel telur karena hanya sebagian kecil yang bisa masuk
mulut rahim. Sperma dapat bertahan dalam saluran reproduksi wanita ± 24-48
jam sambil menunggu sel telur diovulasikan. Sel telur yang diovulasikan akan
mendapatkan sejumlah perlindungan dari lapisan zona pellucida dan corona
radiata. Sel telur ini akan bertahan 6-24 jam setelah diovulasikan. Pada saat
fertilisasi terjadi, sperma akan mengalami proses kapasitasi ketika bertemu
dengan ovum. Kemudian sperma menembus zona pellucida sel telur. Saat
sperma dapat menembus sel telur, hanya kepala sperma yang bisa masuk. Dari
ratusan juta sperma, hanya akan ada satu sperma yang berhasil menembus.
Selanjutnya, inti sel sperma memasuki sitoplasma sel telur dan terjadilah
peleburan antara inti sperma dengan ovum sehingga terbentuklah zigot. Proses
pembuahan ini terjadi di ampula tuba falopi pada wanita.

2.2 Kanker Serviks Pada Wanita

2.2.1 Definisi Kanker Serviks

Gambar : CA. Serviks


(Sumber : http://jabar.tribunnews.com)

Kanker leher rahim atau yang dikenal dengan kanker serviks yaitu penyakit
keganasan yang terjadi pada serviks yang merupakan bagian terendah dari rahim yang
menonjol ke puncak liang senggama atau vagina (Depkes RI, 2006).
Kanker rahim adalah penyakit kanker yang menyerang rahim dengan
pembelahan sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk
menyerang jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ketempat yang
jauh (metastasis) (Wuto, 2008 dalam Padila, 2012).
Pengertian Kanker serviks adalah suatu proses keganasan yang terjadi pada
leher rahim, sehingga jaringan di sekitarnya tidak dapat melaksanakan fungsi
sebagaimana mestinya. Keadaan tersebut biasanya disertai dengan adanya perdarahan
dan pengeluaran cairan vagina yang abnormal, penyakit ini dapat terjadi berulang-
ulang (Prayetni, 2007).
Kanker serviks dimulai dengan adanya suatu perubahan dari sel leher rahim
normal menjadi sel abnormal yang kemudian membelah diri tanpa terkendali. Sel leher
rahim yang abnormal ini dapat berkumpul menjadi tumor. Tumor yang terjadi dapat
bersifat jinak ataupun ganas yang akan mengarah ke kanker dan dapat menyebar
(Rasjidi. I, 2007). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kanker serviks
adalah kanker yang terjadi pada leher rahim dengan hiperplasi sel jaringan sekitar
sampai menjadi sel yang membesar, menjadi borok/luka yang mengeluarkan cairan
yang berbau busuk.

2.2.2 Etiologi Kanker Serviks


Penyebab Kanker Serviks adalah multifaktor, yang membedakan atas faktor
resiko mayor, minor dan resiko faktor resiko tinggi (Suwiyoga, 2007). Pada faktor
mayor kanker serviks sekitar 90% terdapatnya virus HPV (Human Papilloma Virus).
Infeksi HPV resiko tinggi merupakan awal dari patogenesis kanker serviks
sedangkan HPV resiko tinggi merupakan karsinogen kanker serviks, dan awal dari
karsinogenesis kanker serviks uteri. Penelitian yang dilakukan oleh International
Agency for Research on Cancer (IARC) terhadap 1000 sampel dari 22 negara
mendapatkan adanya infeksi HPV pada sejumlah 99,7% kanker serviks (Andrijono,
2007).

Infeksi HPV terjadi melalui hubungan seksual dengan masa inkubasi selama
3 bulan. Bentuk klasik dari infeksi HPV adalah kondiloma akuminata yaitu kutil yang
berbentuk kembang kol pada jaringan ikat di tengahnya dan ditutup terutama di
bagian atas epitel yang hiperkerotolik. Kemungkinan peranan terjadinya kanker
serviks adalah dengan melakukan gangguan pada gen yang mengatur pembelahan
virus dan menyebabkan pembelahan sel menjadi tidak terkontrol dan mengarah pada
keganasan. Perubahan sel yang terjadi dapat berupa bentuk jinak seperti kondiloma
atau bentuk prakanker bahkan karsinoma invasif (Bustan, 2000).

Perkembangan kanker invasif berawal dari terjadinya lesi neoplastik pada


lapisan epitel serviks, dimulai dari neoplasia intraepitel serviks (NIS) 1, NIS 2, NIS 3
atau karsinoma in situ (KIS). Selanjutnya setelah menembus membrane basalis akan
berkembang menjadi karsinoma mikroinvasif dan invasif. Pemeriksaan sitologi
papsmear digunakan sebagai skrining , sedangkan pemeriksaan histopatologik
sebagai konfirmasi diagnostik.

Suwiyoga (2007) mengatakan bahwa faktor resiko minor kanker serviks adalah
paritas tinggi dengan jarak persalinan pendek, hubungan seksual dini dibawah usia 17
tahun, multipartner seksual, merokok aktif dan pasif, status ekonomi rendah.
Sedangkan kofaktornya terdiri dari infeksi klamidia trakomatis, HSV-2, HIV/AIDS,
infeksi kronis dan lainnya. Selain itu, terdapat beberapa faktor resiko yang
mempengaruhi kanker serviks, diantaranya :

a. Pola hubungan seksual dan hubungan seksual dengan pria yang mempunyai
pasangan lebih dari satu.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara lesi pra kanker dan kanker serviks dengan aktivitas seksual
pada usia dini, khususnya sebelum umur 17 tahun. Hal ini diduga
berhubungan dengan belum matangnya daerah transformasi pada usia
tersebut bila sering terekspos. Nugraha B. D (2003) menganalisis bahwa akan
terjadi perubahan pada sel leehr rahim pada wanita yang sering berganti
pasangan, penyebabnya adalah sering terendamnya sperma dengan kadar pH
yang berbeda – beda megubah displasia menjadikanker dalam leher rahim.
b. Paritas atau sering melahirkan
Semakin sering melahirkan, semakin besar resiko terjangkit kanker
serviks. Pada wanita dengan paritas 5 atau lebih mempunyai resiko 2,5 kali
lebih besar dibandingkan wanita dengan paritas 3 atau kurang (Suwiyoga,
2007).
c. Merokok dan AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
Resiko yang dapat dialami oleh seorang perokok aktif dan pasif yakni
sebesar 2 sampai 5 kali lebih besar dibandingkan yang bukan perokok. Pada
wanita yang merokok, nikotin yang terdapat didalamnya dapat bersifat
karsinogenik untuk cairan serviks dan mendorong terjadinya kanker. Merokok
akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR akan
berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi serviks yang
kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat
sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks (Padila, 2012).
d. Kontrasepsi oral
Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka waktu lebih dari 5 tahun
cenderung memberikan dampak 1,53 kali lebih beresiko kanker serviks.
e. Defisiensi Gizi
Dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa defisiensi terhadap asam
folat, vitamin C, E, beta karoten atau retinol berhubungan dengan peningkatan
resiko kanker serviks.
f. Sosial Ekonomi
Adanya kaitan yang erat antara status sosial ekonomi rendah dengan status
pendidikan dan status gizi berhubungan dengan daya tahan tubuh baik terhadap
infeksi maupun melawan keganasan.
g. Hygiene dan Sirkumsisi
Penelitian yang telah dilakukan Indrawati (2012), juga menyimpulkan
hasil personal hygiene yang kurang baik, memiliki risiko terkena kanker serviks
19,386 kali dibandingkan dengan wanita yang memiliki personal hygiene yang
baik. Menurut Bustan (2007), wanita dengan personal hygiene yang buruk
berisiko lebih besar untuk terkena kanker serviks dari pada wanita dengan
personal hygiene yang baik. Personal hygiene yang buruk meliputi penggunaan
pembalut dengan dioksin, penggunaan kloset umum yang kurang saniter, dan
penggunaan antiseptik pada serviks (Wijaya, 2010).
h. Radioterapi dan Pap Smear
Karsinoma sel skuamosa adalah salah satu akibat tidak efektifnya radioterapi
sebagai pengobatan utama dalam kasus adenocarcinoma. Meningkatnya
penggunaan tes Pap untuk deteksi dini penyakit ini tapi masih merupakan salah
satu penyebab utama morbiditas kanker terkait di negara-negara berkembang
karena kurangnya program skrining (Rubina Mukhtar, 2015).

2.2.3 Klasifikasi Kanker Serviks

Klasifikasi Stadium menurut FIGO


0 Karsinoma in situ (karsinoma preinvasif)
I Karsinoma serviks terbatas di uterus (ekstensi ke korpus
uterus dapat diabaikan)
IA Karsinoma invasif didiagnosis hanya dengan mikroskop.
Semua lesi yang terlihat secara makroskopik, meskipun invasi
hanya superfisial, dimasukkan ke dalam stadium IB
IA 1 Invasi stroma tidak lebih dari 3,0 mm kedalamannya dan 7,0
mm atau kurang pada ukuran secara horizontal
IA 2 Invasi stroma lebih dari 3,0 mm dan tidak lebih dari 5,0mm
dengan penyebaran horizontal 7,0 mm atau kurang
IB Lesi terlihat secara klinik dan terbatas di serviks atau secara
mikroskopik lesi lebih besar dari IA2
IB 1 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar
4,0 cm atau kurang
IB 2 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar
lebih dari 4,0 cm
II Invasi tumor keluar dari uterus tetapi tidak sampai ke dinding
panggul atau mencapai 1/3 bawah vagina
II A Tanpa invasi ke parametrium
II A1 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar
4,0 cm atau kurang
II A2 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar
lebih dari 4,0 cm
II B Tumor dengan invasi ke parametrium
III Tumor meluas ke dinding panggul/ atau mencapai 1/3 bawah
vagina dan/atau menimbulkan hidronefrosis atau afungsi
ginjal
III A Tumor mengenai 1/3 bawah vagina tetapi tidak mencapai
dinding panggul
III B Tumor meluas sampai ke dinding panggul dan / atau
menimbulkan hidronefrosis atau afungsi ginjal
IV A Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rektum
dan/atau meluas keluar panggul kecil (true pelvis)
IV B Metastasis jauh (termasuk penyebaran pada peritoneal,
keterlibatan dari kelenjar getah bening supraklavikula,
mediastinal, atau para aorta, paru, hati, atau tulang)
Gambar : Klasifikasi Ca Serviks berdasarkan Tingkat Keparahannya

(sumber : Modern Cancer Hospital Guangzhou,china)

2.2.4 Patofisiologis Kanker Serviks


Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi yang
tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS) berkisar
antara 1 – 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi
invasif adalah 3 – 20 tahun.
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya
perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat
muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma
mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan
hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk
preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses
keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang
eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks,
jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau
vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal
zona transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada
molekul vital yang tidak dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol
pertumbuhan sel normal sehingga terjadi keganasan (Brunner & Sudart, 2010)
Kanker serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo - columnar
junction (SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks, dimana secara histologik terjadi perubahan dari epitel
ektoserviks yaitu epitel skuamosa berlapis dengan epitel endoserviks yaitu epitel
kuboid atau kolumnar pendek selapis bersilia. Letak SCJ dipengaruhi oleh faktor
usia, aktivitas seksual dan paritas. Pada wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri
eksternum, sedangkan pada wanita berusia di atas 35 tahun SCJ berada di dalam
kanalis serviks, Oleh karena itu pada wanita muda, SCJ yang berada di luar ostium
uteri eksternum ini rentan terhadap faktor luar berupa mutagen yang akan displasia
dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ terletak di ostium
eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh prostaglandin.

Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks,
epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari
cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi epitel
skuamosa disebut proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang
rendah. Aktivitas metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat
proses metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan
SCJ baru yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel
kolumnar. Daerah di antara kedua SCJ ini disebut daerah transformasi.
WOC Kanker Serviks

Hub Seks Ganti- Faktor Kebiasaan Defisiensi Multiparitas Gg.Sist.ke Sosek


Usia Muda ganti Genetik Merokok Zat Gizi kebalan Lemah
Pasangan (Vit A&C) tubuh

Serviks

Ke-2 Jenis Epitel Mendesak (Ekto & Endo Serviks)

Etoplassia (Erosif)

Metoplasia squomosa collumner juction (SLI) Dispalstik

Eksofilik Endofilik Ulceratif Karsinoma Invasif Penyebaran Merusak


Serviks Tumor struktur
jaringan
serviks
Operasi
SCJ ke Dari Scj
Infiltrasi Penebalan Melalui
lumen
Vagina Epitel dispalsik Pembulu
Mengin
serviks darah /
vasi ke
Getah
Menusuk organ
Ulkus Bening
Jaringan lain
Keputihan Serviks Vagina
Bau Busuk Regresi
Spontan
Corpus
Rektum
MK; Uterus
Ulkus Luas
Gangguan
MK; Harga Integritas Pendarahan Menginfil
Diri Kulit Pendarahan Spontan trasi Fistula
Rendah septum, rektum
MK; Infeksi rectum,
vagina dan
Anemia UV
MK; Resti
Infiltrasi
Penurunan
ke saraf
Volume
MK; Cairan MK;
Keletihan Perubahan
Pola Nyeri
Eliminasi
(Urin)
MK;
Gangguan
Rasa
Nyaman
Nyeri
2.2.5 Manifestasi Klinis Kanker Serviks

Menurut Rubina Mukhtar tahun 2015 menyatakan bahwa tanda dan gejala Ca.
Serviksadalah perdarahan vagina abnormal seperti pendarahan pasca menopause,
menstruasitidak teratur, menstruasi berat, metrorhagia menyakitkan, atau perdarahan
postcoital.Keputihan abnormal adalah keluhan utama dari sekitar 10% dari pasien;
debit mungkin berair, bernanah, atau berlendir. Gejala panggul atau nyeri perut dan
saluran kencing ataurektum terjadi dalam kasus-kasus lanjutan. Nyeri
panggul mungkin hasil dari loco penyakit regional invasif atau dari penyakit radang
panggul hidup berdampingan.

Fluor albus (keputihan) merupakan gejala yang sering ditemukan getah yang
keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis
jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang
dialami segera setelah bersenggama (disebut sebagai perdarahan kontak) merupakan
gejala karsinoma Kanker serviks (75-80%) (Wiknjosastro, 2005).

Pada tahap awal, terjadinya Kanker serviks tidak ada gejala-gejala khusus.
Biasanya timbul gejala berupa ketidakteraturannya siklus haid, amenorhea,
hipermenorhea, dan penyaluran sekret vagina yang sering atau perdarahan
intermenstrual, post koitus serta latihan berat. Perdarahan yang khas terjadi pada
penyakit ini yaitu darah yang keluar berbentuk mukoid. Nyeri dirasakan dapat
menjalar ke ekstermitas bagian bawah dari daerah lumbal. Pada tahap lanjut, gejala
yang mungkin dan biasa timbul lebih bervariasi, sekret dari vagina berwarna kuning,
berbau d an terjadinya iritasi vagina serta mukosa vulva. Perdarahan pervagina akan
makin sering terjadi dan nyeri makin progresif.

Gejala lebih lanjut meliputi nyeri yang menjalar sampai kaki, hematuria dan gagal
ginjal dapat terjadi karena obstruksi ureter. Perdarahan rektum dapat terjadi karena
penyebaran sel kanker yang juga merupakan gejala penyakit lanjut (Rasjidi. I, 2007).
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa gejala awal kanker serviks tidak
tampak, perlahan-lahan sejalan dengan aktivitas hiperplasi sel maka tanda dan gejala
akan meningkat dan pada akhirnya wanita akan mengetahui kondisi ini pada stadium
lanjut dengan leukorea patologis yang keluar secara berlebihan dan berbau busuk serta
kontak berdarah setelah berhubungan seksual.

Pada stadium lanjut perdarahandan keputihan lebih banyakdisertai infeksi


sehingga cairanyang keluar berbau (Padila, 2012).Tanda dan Gejala kanker servik
menurut Dedeh Sri Rahayu tahun 2015:

a. Keputihan, makin lama makin berbau busuk dan tidak sembuh-sembuh.


Terkadang bercampur darah. 
b. Perdarahan kontak setelah senggama merupakan gejala servik 70-85%.
c. Perdarahan spontan: perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah
dansemakin lam semakin sering terjadi.
d. Perdarahan pada wanita menopause
e. Anemia
f. Gagal ginjal sebagai efek dari infiltrasi sel tumor ke ureter yang menyebabkan
obstruksi total
g. Nyeri
1) Rasa nyeri saat berhubungan seksual, kesulitan atau nyeri dalam berkemih,
nyeridi daerah di sekitar panggul.
2) Bila kanker sudah mencapai stadium III ke atas, maka akan terjadi
pembengkakandi berbagai anggota tubuh seperti betis, paha, dan sebagainya.

3) Perut bagian bawah atau pinggang pasien sering dilanda rasa nyeri, terkadang rasa
sakit juga menyerang perut bagian atas, kaki bagian atas dan panggul, pada masa
menstruasi, buang air besar, atau berhubungan seksual, rasa sakitnya akan
semakin parah, terlebih ketika peradangan mundur sepanjang ligamen uterosakral
memperpanjang atau tersebar di sepanjang bagian bawah ligamentum, membentuk
peradangan kronis jaringan ikat parametrium, ketika terjadi penebalan ligamen
utama serviks, rasa nyerinya akan semakin parah. Setiap menyentuh leher rahim,
langsung menyebabkan fossa iliaka, nyeri lumbosakral, ada beberapa pasien yang
bahkan mengalami gejala mual, dan gejala lainnya.
Menurut Ricci (2009), tersangka kanker serviks stadium lanjut antara lain
a. Nyeri panggul, 
b. Nyeri pinggul,
c. Nyeri kaki,
d. Penurunan berat badan,
e. Anoreksia,
f. Kelemahan dan kelelahan,
(Dedeh Sri Rahayu,2015)

2.2.6 Pencegahan pada Kanker Serviks

Upaya pencegahan yang paling utama adalah menghindarkan diri dari faktor
risiko seperti:

(1) Penggunaan kondom bila berhubungan seks dapat mencegah penularan


penyakit infeksi menular seksual,

(2) Menghindari merokok, kandungan nikotin dalam rokok pun dapat


mengakibatkan Kanker serviks,

(3) Menghindari mencuci vagina dengan anti septik tidak dilakukan secara rutin,
kecuali bila ada indikasi infeksi yang membutuhkan pencucian dengan antiseptik.
Obat tersebut dapat membunuh kuman, termasuk kuman bacillus doderlain di vagina
yang mempertahankan pH vagina.

(4) Jangan pernah menaburi talk pada vagina yang terasa gatal atau kemerahan,
dikhawatirkan serbuk talk tersebut akan terserap masuk ke dalam vagina dan lama
kelamaan berkumpul kemudian mengendap menjadi benda asing yang bisa berubah
menjadi sel kanker,

(5) Diet rendah lemak. Diketahui bahwa timbulnya kanker berkaitan erat dengan
pola makan, lemak memproduksi hormon estrogen, dan endometrium yang sering
bersinggungan dengan hormon estrogen mudah berubah menjadi kanker,
(6) Memenuhi kecukupan gizi tubuh terutama betakaroten, vitamin C, dan asam
folat. Ketiga zat ini dapat memperbaiki dan memperkuat mukosa kanker serviks.
Oleh karena itu, rajinlah mengkonsumsi wortel, buah-buahan yang mengandung
vitamin C dan makanan hasil laut,

(7) Hubungan seks terlalu dini, idealnya hubungan seks dilakukan setelah
perempuan benar-benar matang. Ukuran pematangan bukan hanya dilihat dari
datangnya menstruasi, tetapi juga bergantung pada pematangan sel-sel mukosa yang
terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Sel-sel mukosa akan matang
setelah perempuan berusia 20 tahun ke atas, maka hendaknya perempuan yang
berumur di bawah 16 tahun tidak melakukan hubungan seks, meskipun sudah
menikah,

(8) Menghindari berganti-ganti pasangan karena berisiko kemungkinan


tertularnya penyakit kelamin semakin besar,

(9) Penggunaan estrogen, risiko terkena kanker serviks juga dialami oleh
perempuan yang terlambat menopause. Sebab rangsangan terhadap endometrium
lebih lama, sehingga endometrium sering terkena estrogen dan kemungkinan
munculnya kanker rahim, (10) Sosial Ekonomi, masalah Kanker serviks banyak
dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah, hal ini karena faktor sosial ekonomi
ada kaitannya dengan gizi dan imun tubuh (Yatim. F, 2005).

2.2.7 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Fisik Fokus

1. Kepala
a) Rambut : bersih, tidak ada ketombe, dan tidak rontok
b) Wajah : tidak ada oedema, Ekspresi wajah ibu menahan nyeri (meringis), Raut
wajah pucat.
c) Mata : konjunctiva tidak anemis
d) Hidung : simetris, tidak ada sputum
e) Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen
f) Mulut : bibir tidak kering, tidak sianosis, mukosa bibir lembab, tidak terdapat lesi
g) Leher : tidak ada pembesaran kelenjer tiroid dan tidak ada pembesaran kelenjer
getah bening
2. Dada
a) Inspeksi : simetris
b) Perkusi : sonor seluruh lap paru
c) Palpasi : vocal fremitus simetri kana dan kiri
d) Auskultasi : vesikuler, perubahan tekanan darah
3. Cardiac
a) Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
b) Palpasi : ictus cordis teraba, perubahan denyut nadi
c) Perkusi : pekak
d) Auskultasi : tidak ada bising
4. Abdomen
a) Inspeksi : simetris, tidak ascites, posisi tubuh menahan rasa nyeri di daerah
abdomen.
b) Palapasi : ada nyeri tekan
c) Perkusi : tympani
d) Auskultasi : bising usus normal
5. Genetalia
a) Inspeksi : Ada lesi.
Keluarnya cairan encer dari vagina dan berbau busuk.
Pendarahan yang terjadi, volume darah yang keluar.
Urine bercampur darah (hematuria).
b) Palpasi :Pembengkakan di daerah uterus yang abnormal
6. Ekstremitas dan Kulit : Tidak edema, Kelemahan pada pasien, Keringat dingin.

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang

Kanker serviks dapat dapat ditegakkan dengan diagnosis melalui beberapa


pemeriksaan antara lain:

1). Pemeriksaan pap smear (sitologi), yaitu pemeriksaan dengan cara pengambilan
lapisan dari permukaan leher rahim atau vagina untuk menilai perubahan bentuk
sel.

2). Pemeriksaan Schiller atau lebih dikenal dengan IVA, yaitu pemeriksaan dengan
menggunakan larutan iodium untuk mengetahui perubahan warna jaringan yang
mengalami kelainan. Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena
dapat mengikal yodium.Jika porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang
normal akan berwarna coklattua, sedang yang terkena karsinoma tidak berwarna.
3).Pemeriksaan kolposkopi, yaitu pemeriksaan dengan menggunakan alat untuk
menentukan adanya daerah abnormal dan letak kelainannya (Sastrosudarmono,
2011). Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan lampu
dandibesarkan 10-40 kali. Keuntungan, dapat melihat jelas daerah yang
bersangkutan sehingga mudah untukmelakukan biopsy. Kelemahan, hanya dapat
memeriksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio, sedangkelainan pada skuamosa
columnar junction dan intraservikal tidak terlihat.
4) BiopsiBiopsy dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.
5) Konisasi
Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lender serviks dan epitel
gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan pada
serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas (Padila, 2012).

2.2.9 Penatalaksanaan Kanker Serviks

  Ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan sebelum memutuskan


cara pengobatan kanker serviks, antara lain ukuran tumor, usia pasien kanker serviks
dan keadaan kesehatan secara keseluruhan, juga tingkat stadium dan lainnya. Tingkat
keganasan kanker serviks tinggi, 70% pasien kanker serviks saat didiagnosa sudah
dalam stadium lanjut. Pengobatan kanker serviks diantaranya adalah operasi
pengangkatan, pengobatan kolaborasi medis barat-timur, radioterapi, kemoterapi dan
lainnya.

    Saat ini pada umumnya cara pengobatan kanker serviks yang paling sering
dijumpai adalah dengan operasi dan radioterapi. Operasi cocok dilakukan bagi kanker
serviks stadium awal, operasi yang diutamakan adalah radikal hysterectomi (operasi
pengangkatan rahim keseluruhan), yaitu mengangkat rahim bagian dari vagina dan
jaringan parametrium, disaat yang bersamaan juga membersihkan bilateral kelenjar
getah bening di panggul, apabila ovarium tidak ada perubahan patologis dapat
dipertimbangkan untuk tidak diangkat. Keunggulan dari pengobatan dengan operasi
dalam kasus stadium awal adalah cukup sekali operasi sudah bisa membersihkan lesi
kanker, masa pengobatan pendek. Kekurangannya adalah lingkup pengangkatan yang
luas, setelah operasi mungkin terjadi gangguan fungsi buang air kecil dalam tingkatan
tertentu dan komplikasi lainnya, diperlukan istirahat dan latihan beberapa waktu baru
dapat pulih kembali.

  Radioterapi cocok untuk kanker serviks disegala stadium, bahkan kanker serviks
stadium lanjut. Bagi orang usia lanjut, fungsi jantung kurang yang tidak dapat
menjalani operasi, radioterapi adalah cara pengobatan kanker serviks yang sangat baik.
Akan tetapi radioterapi memiliki komplikasi tertentu, yang paling utama adalah
radioaktif rektum dan infeksi kandung kemih, membutuhkan pengobatan yang aktif
dan istirahat baru dapat pulih perlahan-lahan.

  Pengobatan radiopartikel juga merupakan salah satu cara pengobatan yang efektif
untuk kanker serviks. Kanker serviks peka terhadap sinar radioaktif, kanker serviks
stadium dini atau stadium lanjut semuanya memiliki hasil pengobatan yang cukup
bagus. Pengobatan radiopartikel dilakukan dengan menanamkan radiopartikel ke
dalam tumor di bawah panduan CT atau USG , partikel-partikel ini di dalam tumor
akan terus memancarkan sinar radioaktif, mengobati tumor dan memotong jalur
penyebaran tumor.
  Dari sini bisa terlihat ada banyak macam cara pengobatan kanker serviks, pasien
kanker serviks diharapkan tidak menyerah terlebih dahulu, asalkan bisa bekerja sama
dengan dokter, memilih cara pengobatan kanker serviks yang cocok untuk diri sendiri,
dengan demikian bisa dengan efektif mengontrol kanker serviks.

A. Terapi Farmakologis

Gambar : konisasi serviks


(Sumber : http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKServiks.)
Pada stadium 0 akan dilakukan konisasi (Cold knife conization). Dilakukan
bila margin bebas, konisasi sudah adekuat pada yang masih memerlukan fertilitas.
Bila tidak bebas, maka diperlukan re-konisasi. Bila fertilitas tidak diperlukan
histerektomi total. Bila hasil konisasi ternyata invasif, terapi sesuai tatalaksana
kanker invasif. Dokter akan memotong spesimen konisasi pada bagian puncak (1
kupe) serta 12 kupe potongan lain sesuai arah jarum jam (lihat gambar) dan
memberi tanda tinta pada bagian tepi sayatan konisasi.
1. Stadium IA1 (LVSI negatif)
Konisasi (Cold Knife) bila free margin (terapi adekuat) apabila fertilitas
dipertahankan.(Tingkat evidens B) Bila tidak free margin dilakukan
rekonisasi atau simple histerektomi. Histerektomi Total apabila fertilitas tidak
dipertahankan Stadium IA1 (LVSI positif) Operasi trakelektomi radikal dan
limfadenektomi pelvik apabila fertilitas dipertahankan. Bila operasi tidak
dapat dilakukan karena kontraindikasi medik dapat dilakukan Brakhiterapi
2. Stadium IA2,IB1,IIA1
Pilihan untuk stadium ini adalah :
 Operatif. Histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvik. (Tingkat
evidens 1 / Rekomendasi A) Ajuvan Radioterapi (RT) atau Kemoradiasi
bila terdapat faktor risiko yaitu metastasis KGB, metastasis
parametrium, batas sayatan tidak bebas tumor, deep stromal invasion,
LVSI dan faktor risiko lainnya. Hanya ajuvan radiasi eksterna (EBRT)
bila metastasis KGB saja. Apabila tepi sayatan tidak bebas tumor /
closed margin, maka radiasi eksterna dilanjutkan dengan brakhiterapi.
 Non operatif Radiasi (EBRT dan brakiterapi) Kemoradiasi (Radiasi :
EBRT dengan kemoterapi konkuren dan brakiterapi)
3. Stadium IB 2 dan IIA2
Pilihan :
 Operatif (Rekomendasi A) 8 Histerektomi radikal dan pelvik
limfadenektomi . Tata laksana selanjutnya tergantung dari faktor risiko,
dan hasil patologi anatomi untuk dilakukan ajuvan radioterapi atau
kemoterapi.
 Neoajuvan kemoterapi (Rekomendasi C) Tujuan dari Neoajuvan
Kemoterapi adalah untuk mengecilkan massa tumor primer dan
mengurangi risiko komplikasi operasi. Tata laksana selanjutnya
tergantung dari faktor risiko, dan hasil patologi anatomi untuk
dilakukan ajuvan radioterapi atau kemoterapi.
4. Stadium IIB
Pilihan :
 Kemoradiasi (Rekomendasi A)
 Radiasi (Rekomendasi B)
 Neoajuvan kemoterapi (Rekomendasi C) Kemoterapi (tiga seri)
dilanjutkan radikal histerektomi dan pelvik limfadenektomi.
 Histerektomi ultraradikal, laterally extended parametrectomy (dalam
penelitian)
5. Stadium III A  III B
 Kemoradiasi (Rekomendasi A)
 Radiasi (Rekomendasi B)
6. Stadium IIIB dengan CKD
 Nefrostomi / hemodialisa bila diperlukan
 Ke moradiasi dengan regimen non cisplatin atau Radiasi
 Stadium IV A tanpa CKD 1.
7. Pada stadium IVA dengan fistula rekto-vaginal, direkomendasi terlebih
dahulu dilakukan kolostomi, dilanjutkan : Kemoradiasi Paliatif, atau Radiasi
Paliatif
8. Stadium IV A dengan CKD, IVB
Pilihan : Paliatif bila tidak ada kontraindikasi, kemoterapi paliatif / radiasi
paliatif dapat dipertimbangkan.
B. Terapi Nonfarmakologis

 Dukungan nutrisi
Pasien kanker serviks berisiko mengalami malnutrisi dan kaheksia
kanker, sehingga perlu mendapat terapi nutrisi adekuat, dimulai dari skrining
gizi, dan apabila hasil skrining abnormal (berisiko malnutrisi), dilanjutkan
dengan diagnosis serta tatalaksana nutrisi umum dan khusus.

Tatalaksana nutrisi umum mencakup kebutuhan nutrisi umum


(termasuk penentuan jalur pemberian nutrisi), farmakoterapi, aktivitas fisik,
dan terapi nutrisi operatif (lihat lampiran). Pasien kanker serviks dapat
mengalami gangguan saluran cerna, berupa diare, konstipasi, atau mual-
muntah akibat tindakan pembedahan serta kemo- dan atau radio-terapi. Pada
kondisi-kondisi tersebut, dokter SpGK perlu memberikan terapi nutrisi
khusus, meliputi edukasi dan terapi gizi serta medikamentosa, sesuai dengan
masalah dan kondisi gizi pada pasien.

Penyintas kanker sebaiknya memiliki BB ideal dan menerapkan pola


makan yang sehat, tinggi buah, sayur dan biji-bijian, serta rendah lemak,
daging merah, dan alkohol dan direkomendasikan untuk terus melakukan
aktivitas fisik sesuai kemampuan secara teratur dan menghindari gaya hidup
sedenter (Rekomendasi tingkat A).
 Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik bertujuan untuk mengoptimalkan pengembalian
kemampuan fungsi dan aktivitas kehidupan sehari-hari serta meningkatkan
kualitas hidup pasien dengan cara aman & efektif, sesuai kemampuan
fungsional yang ada. Pendekatan rehabilitasi medik dapat diberikan sedini
mungkin sejak sebelum pengobatan definitif diberikan dan dapat dilakukan
pada berbagai tahapan & pengobatan penyakit yang disesuaikan dengan
tujuan penanganan rehabilitasi kanker: preventif, restorasi, suportif atau
paliatif.
Efek samping kemoterapi ,gejala Fisik pasien kanker serviks yang
mengikuti program kemoterapi, yaitu:
a) Gejala Somatik/fisik Otot
Para responden kanker serviks yang mengikuti program
kemoterapi umumnya tidak menunjukkan gejala somatik/fisik otot.
Tetapi, jika dilihat secara lebih spesifik, lebih dari 40% (gejala ringan
s/d berat) pasien menunjukkan gejala sakit dan nyeri otot-otot,
kekakuan otot, dan kejutan otot secara tiba-tiba.
b) Gejala Somatik/fisik Sensorik
Distribusi frekuensi kecemasan berdasarkan gejala
somatik/fisik otot dari responden mengikuti program kemoterapi
menunjukkan bahwa umumnya mereka tidak menunjukkan gejala
somatik/fisik sensorik.
c) Gejala Kardiovaskuler
Para responden umumnya menunjukkan gejala denyut jantung
cepat (ngos-ngosan), berdebar-debar cemas.
d) Gejala Respiratori
Dalam penelitian yang pernah diadakan, ditemukan pasien
yang menunjukkan gejala rasa tertekan didada, rasa sesak di dada,
sering menarik nafas, nafas pendek/sesak.
e) Gejala Gastrointestinal
Para responden kanker serviks umumnya menunjukkan gejala
gastrointestinal kecuali gejala buang air besar yang lembek. Lebih dari
60% (gejala ringan s/d berat) yang memiliki gejala nyeri perut, nyeri
sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar pada perut, rasa penuh
dan kembung, mual dan muntah.
f) Gejala Urogenital
Penderi kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi
umumnya tidak memiliki gejala urogenital.
g) Gejala Autonom
Responden kanker serviks yang mengikuti program
kemoterapi pada umumnya menunjukkan gejala autonom. Jika dilihat
secara spesifik, lebih 67,5% (gejala ringan s/d berat) menunjukkan
gejala mulut kering, mudah berkeringat, kepala pusing, kepala terasa
berat & sakit.

Gejala Psikis
Gejala psikis yang dinilai berdasarkan 7 (tujuh) aspek, yaitu
a). Kecemasan (ansietas)
Para responden kanker serviks umumnya menunjukkan
gejala kecemasan (ansietas). Jika dilihat secara spesifik, lebih dari
52,5% (gejala ringan s/d berat) yang menunjukkan perasaan cemas,
hal yang dikhawatirkan, sesuatu perasaan buruk terjadi, perasaan
mudah tersinggung.
b). Ketegangan
Responden kanker serviks yang mengikuti program
kemoterapi pada umumnya menunjukkan gejala ketegangan. Jika
dilihat secara spesifik, lebih dari 40% (gejala ringan s/d berat)
menunjukkan perasaan tegang, mudah lelah, tidak bisa istirahat
dengan tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar,dan
perasaan gelisah.
c). Perasaan Takut (fobia) pada Situasi atau Peristiwa
Dari 40 responden yang mengikuti program kemoterapi,
umumnya tidak menunjukkan perasaan takut (fobia) pada situasi
atau peristiwa. Jika dilihat secara spesifik, ada 27,5% (gejala
sedang s/d berat) yang menunjukkan perasaan takut (fobia) saat
ditinggal sendiri.
d). Gangguan Tidur
Para responden kanker serviks umumnya menunjukkan
gejala gangguan tidur.

2.3 Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Kanker Serviks

Kasus :

Ny.K (66 tahun) datang kerumah sakit RSUD dr.ISKAK pada tanggal 27 Januari
2019 ditemani oleh Tn. I (30 tahun). Klien mengeluhkan nyeri perut bagian bawah,nyeri
yang dirasakan sudah sebulan yang lalu, klien mengeluh perut terasa kembung,
mengalami keputihan sejak 1 bulan yang lalu, serta mengalami pendarahan sedikit demi
sedikit sebelum keluar keputihan. Setelah dilakukan pemeriksaan umum didapatkan TTV
dengan TD.120/70 ,Nadi :88, suhu :36, RR:18

2.3.1 Pengkajian Keperawatan


No. Register : 123.7XX
Tanggal MRS : 27 Januari 2019
Tgl & Jam Pengkajian : 27 Januari 2019 Jam 10.00 WIB
Diagnosa Medis : CA Serviks
Biodata Pasien
Nama : Nn. K
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 66 Tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/ Indonesia
Pendidikan : SMP
IDENTITAS

Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Tiyang 05/01 Desa Tanjung Sari Karangrejo-Tulungagung
Penanggung Jawab
Nama : Tn. I
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Guru
Hubungan dengan px: Anak
Alamat : Tiyang 05/01 Desa Tanjung Sari Karangrejo-Tulungagung

Keluhan Utama
-Pasien mengeluh mengalami nyeri abdomen bagian bawah
Riwayat Penyakit Sekarang :
RIWAYAT PENYAKIT

-Pasien mengeluh mengalami nyeri abdomen bagian bawah


-Pasien mengeluhkan perutnya kembung.
-Pasien mengeluhkan pendarahan yang diikuti dengan keputihan
Riwayat Penyakit Dahulu :-
Riwayat Penyakit Keluarga :-
Riwayat Pembedahan :-

Pola Pemenuhan Nutrisi


- Tidak ada masalah pemenuhan nutrisi
Pola Aktivitas
a. Psikososial
- Sosial/interaksi
Klien menarik diri dari lingkungan,namun masih mendapatkan
dukungan dari keluarga
POLA AKTIVITAS SEHARI-HARI

- Psikologis
Klien mengatakan tidak mengerti cara pengobatan yang diberikan
untuk penyembuhan penyakitnya dan klien mengatakan merasa
tidak percaya diri karena adanya gangguan pada organ sex.nya
- Spiritual
Tidak ada masalah dalam beribadah. Klien aktif dalam beribadah
menjalankan kewajibannya
- Ekonomi
Klien bekerja sebagai swasta dengan penghasilan yang rendah.
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda Vital
- T : 36˚C, TD 120/70 mmHg, RR : 18x/menit dan N : 88x/menit.
Body System
1. B1 (Breath)
- Pernafasan cuping hidung
PEMERIKSAAN FISIK

2. B2 (Blood)
- Tekanan darah normal (120/70 mmHg)
3. B3 (Brain)
- Kesadaran pasien composmentis dengan GCS, yaitu : E = 4, V = 5 dan
M=6
4. B4 (Bladder)
- Tidak ada gangguan
5. B5 ( Bowel)
- Nyeri bagian abdomen bawah
- Abdomen kembung
6. B6 ( Bone)
- Kemampuan pergerakan sendi pasien bebas
Analisis Data

MASALAH
No DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
1. Data Subjektif: Kanker sevik Nyeri Kronis (00133)
- Px mengeluhkan ↓
rasa kembung pada Merusak struktur
abdomen jaringan serviks
- P: px mengeluhkan ↓
rasa nyeri saat Menginvasi rektum
digunakan berjalan ↓
Q: px. Menyatakan Fistula rektum
nyeri yang
dirasakan yaitu Infiltrasi saraf
“nyut-nyut”
R: nyeri terasa Nyeri kronis
pada abdomen
bagian bawah
S: px.menyatakan
nyeri yang
dirasakan sangat
sakit
T: nyeri terasa
secara tiba-tiba dan
dalam durasi tidak
menentu

Data Objektif:
- Skala nyeri
menunjukkan
angka 2
2. Data Subjektif: Kanker serviks Harga diri rendah (00120)
- Px. Mengatakan ↓
malu bersosialisasi Vasikularasi jaringan
Data Objektif: terganggu
- Px menarik diri ↓
dari lingkungan Peradangan endoserviks
sekitar dan eksoserviks

Nekrosis jaringan

Keputihan dan bau


busuk

Gangguan konsep diri


: harga diri rendah

2.3.2 Diagnosi Keperawatan


1. Nyeri kronis b.d kerusakan sistem saraf d.d keluhan tentang intensitas nyeri
2. Harga diri rendah b.d gangguan citra tubuh d.d ungkapan negatif tentang diri

2.3.3 Intervensi Keperawatan


No. Diagnosis Tujuan/ Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan (NOC) (NIC)
1. Nyeri Kronis Kontrol nyeri (1605) Manajemen nyeri (1400)
(00133) b.d Setelah dilakukan tindakan 1.lakukan pengkajian nyeri
kerusakan sistem keperawatan 1x24 jam, tingkat komprehensif yang meliputi lokasi,
saraf d.d keluhan pengontrolan nyeri, pasien karakteristik,onset/durasi,
tentang intensitas meningkat dengan kriteria frekuensi,kualitas,intensitan/beratnya
nyeri hasil: nyeri dan faktor pencetus.
1. Skala nyeri pasien 2.berikan individu penurun nyeri
menunjukkan yang optimal dengan peresepan
penurunan dari angka 2 analgesik
menjadi angka 4. 3.ajarkan prinsip-prinsip manajemen
nyeri.
2. Harga diri rendah Citra tubuh (1200) Peningkatan harga diri (5400) :
(00120) b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan fokus kontrol
kerusakan sistem keperawatan 2x24 jam, tingkat pasien
saraf d.d keluhan citra tubuh pasien meningkat 2. Bantu pasien untuk
tentang intensitas dengan kriteria hasil: menemukan penerimaan diri
nyeri 1. Pasien mampu 3. Monitor tingkat harga diri
menyesuaikan terhadap dari waktu kewaktu, dengan
perubahan status tepat
kesehatan
2. Pasien mampu
menyesuaikan
perubahan fungsi tubuh

2.3.4 Evaluasi Asuhan Keperawatan


No. Catatan Perkembangan
Diagnos
a
1. - Subjektif : pasien tidak mengeluh nyeri yang hebat
- Objektif : skala nyeri menunjukkan angka 4
- Analisis : Masalah teratasi
- Perencanaan : Pertahankan intervensi
2. - Subjektif : Pasien dapat menerima perubahan fungsi tubuh
- Objektif : Pasien terlihat mau bersosialisasi kembali
- Analisis : Masalah teratasi
- Perencanaan : Pertahankan intervensi
BAB III
PENUTUPAN

3.1Kesimpulan
Kanker serviks adalah suatu proses keganasan yang terjadi pada leher rahim, sehingga
jaringan di sekitarnya tidak dapat melaksanakan fungsi sebagaimana mestinya. Keadaan tersebut
biasanya disertai dengan adanya perdarahan dan pengeluaran cairan vagina yang abnormal,
penyakit ini dapat terjadi berulang-ulang (Prayetni, 2007). Proses perkembangan kanker serviks
berlangsung lambat, diawali adanya perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif.
Displasia ini dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat
trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon.

Penyebab terjadinya kanker pada leher rahim atau serviks adalah virus HPV atau Human
Papilloma Virus yang ditularkan melalui hubungan seksual, salah satunya karena pola hubungan
seksual dengan berganti-ganti pasangan. Selain itu, terdapat beberapa faktor resiko minor seperti
angka paritas yang tinggi, kebiasaan merokok, penggunaan alat kontrasepsi oral serta infeksi
kronis lainnya. Biasanya timbul gejala berupa ketidakteraturannya siklus haid, amenorhea,
hipermenorhea, dan penyaluran sekret vagina yang sering atau perdarahan intermenstrual, post
koitus serta latihan berat. Gejala penyakit ini menyebabkan pendarahan khas hingga nyeri yang
menjalar hingga bagian ekstremitas bawah. Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan
diagnosa penyakit kanker serviks yaitu melalui salah satu metode pemeriksaan penunjang yaitu
pap smear pemeriksaan dengan cara pengambilan lapisan dari permukaan leher rahim atau
vagina untuk menilai perubahan bentuk sel. Apabila didapatkan hasil positif, tindakan
selanjutnya adalah penyembuhan dengan mematikan sel kanker tersebut. Metode yang paling
efektif saat ini adalah dengan operasi dan radiologi. Maka peran perawat dalam membantu
penyembuhan pasien dengan kanker serviks adalah dengan melakukan manajemen nyeri serta
mengurangi tingkat harga diri yang rendah.
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati ,Winarsih Nur, Erlinda Kusuma Wardani.2014. Efek Samping Kemoterapi Secara
Fisik Pasien Penderita Kanker Serviks. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses di
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/view/1428/1481 pada 19 maret
2019.

Andrijono,dkk. Panduan Penatalaksanaan Kanker Serviks. Kemenkes.RI. Diakses di


http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKServiks.pdf pada 8 maret 2019.

Bal MS, Goyal R, Suri AK, et al. Detection of abnormal cervical cytology in Papanicolaou
smears. J Cytol 2012; 29: 45–7.

Bulecheck,Gloria(dkk).2016. Nursing Intervention Clarification(NIC) 6th edition.Indonesia:


Mocomedia

Bilotta, Kimberly A. J. 2011. Kapita Selekta Penyakit: Implikasi Keperawatan. Jakarta: EGC.

Brunner & Suddart. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.

Darmawati.2009. Cervical Cancer in Productive Women. Idea Nursing Journal Darmawati. Idea
Nursing Journal. Vol. I No. 1. Diakses di
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/INJ/article/viewFile/6342/5209 pada 8 maret 2019.

Herdman,Header (dkk).2015-2017.NANDA International Inc.Diagnosis Keperawatan: Definisi


dan Klasifikasi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Mashudi, Sugeng. 2011. Anatomi dan Fisiologi Dasar. Jakarta: Salemba Medika

Moorhead,Sae (dkk). 2016. Nursing Outcome Clasification (NOC) 5th edition. Indonesia:
Mocomedia.

Mukhtar, Rubina., et al. 2015. Prevalence of Cervical Cancer in Developing Country: Pakistan.
US: Global Journal.

Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Media.
Prawirohardjo, sarwono, 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan bina pustaka.

Rahayu, Dedeh Sri. 2015. Asuhan Ibu dengan Kanker Serviks. Jakarta: Salemba Medika.

Syaifuddin.2009. Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika

St. Stamford Internasional Medical. Diakses di http://www.asiancancer.com/indonesian/cancer-


treatment/cervical-cancer-treatment/ pada 8 maret 2019.

Yolanda, Albina Eva dan Ferry Fendy Karwur.2013. Tingkat Kecerdasan Pasien Kanker Serviks pada
Golongan Ekonomi Rendah yang Mengikuti Program Kemoterapi diRSUD Dr.Moewardi. Salatiga,
Sains Medika. Diakses di http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/sainsmedika/article/download/
344/283 pada 19 maret

Anda mungkin juga menyukai