Anda di halaman 1dari 6

Materi Gangguan Integritas Kulit

A. Definisi CKD (Chronic Kidney Disease)


Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan fungsi dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
Ini dapat disebabkan oleh penyakit systemic seperti diabetes melitus; glomerulonefritis
kronis; pielonefritis; hipertensi yang tidak dapat dikontrol; obstruksi traktus urinarius; lesi
herediter seperti penyakit ginjal polikistik; gangguan vaskuler; infeksi; medikasi; atau
agens toksik. Lingkungan dan agens berbahaya yang mempengaruhi gagal ginjal kronis
mencakup timah, kadmium, merkuri, dan kromium. Dialisis atau transplantasi ginjal
kadang-kadang diperlukan untuk kelangsungan hidup pasien. (Brunner & Suddaarth,
2013).
B. Etiologi CKD
Etiologi CKD yaitu: Nuratif & Kusuma (2015)
Klasifikasi Penyakit
Penyakit infeksi peradangan Pielonefritis kronik atau refleks nefropati
tubulointerstitial
Penyakit peradangan Glomerulonefritis
Penyakit vaskuler hipertensif Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteria renalis
Gangguan jaringan ikat Lupus eritematosus sistemik Poliarteritis
nodosa
Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolic Diabetes Mellitus
Goat
Hiperparatiroidisme
Amiloidosis
Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesic
Nefropati timah
Nefropati obstruktif Traktus urinarius bagian atas: batu,
neoplasma, fibrosis, retroperitoneal
Traktus urinarius bagian bawah: hipertrofi
prostat, struktur uretra, anomaly
congenital, leher vesika urinaria dan
uretra.
C. Manifestasi Klinis
Purwati & Sulastri (2019) Manifestasi klinis Chronic Kidney Disease yaitu:
a) Tahap awal: lesu malaise, kelelahan, retardasi pertumbuhan dan penurunan berat
badan, nafsu makan berkurang, perubahan output urine, pucat, sakit kepala, nausea,
nyeri otot dan sendi/tulang, amenorea, kulit kering dan gatal; seiring perkembangan
anoreksia, nausea/muntah.
b) Perdarahan, feses berdarah, perdarahan mulut
c) Peningkatan rasa gatal
d) Kejang, tremor
e) Respirasi/pernafasan yang dalam
f) Sensasi tumpul
g) Kebingungan progresif
h) Koma
D. Definisi Gangguan Integritas Kulit
Gangguan Integritas Kulit adalah kerusakan kulit (dermis atau epidermis) atau
jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul atau
sendi dan ligamen) (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018). Kerusakan integritas kulit terjadi
karena adanya gangguan reabsorbsi sisa-sisa metabolisne yang tidak dapat diekresikan
oleh ginjal sehingga terjadi peningkatan natrium dan ureum yang seharusnya dikeluarkan
bersama urine tetap berada dalam darah pada akhirnya akan diekresikan melalui kapiler
kulit yang bisa membuat pigmen kulit juga berubah (Haryono, 2013). Sisa limbah dari
tubuhyang seharusnya dibuang melalui urine terserap oleh kulit maka dapat
menyebabkan pruritus, perubahan warna kulit, uremic frosts dan kulit kering karena
sering melakukan hemodialisa. Kerusakan integritas kulit apabila tidak segera ditangani
bisa mengiritasi dan menyebabkan luka yang bisa menjadi infeksi akibat garukan pada
kulit saat terasa gatal. Selain itu pada saat menggaruk maka rasa gatal akan semakin berat
hingga terjadi ekskoriasi, jika terjadi malam hari dapat menggangu pola tidur. Pada
kulitkering dan bersisik akan menyebabkan gangguan body image yang bisa membuat
penderita menjadi kurang percaya diri karena kulitnya mengalami kerusakan (LeMone
dkk, 2015).
E. Tanda dan Gejala
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2018) tanda dan gejalanya sebagai berikut:
a) Kerusakan jaringan atau lapisan kulit
b) Nyeri
c) Perdarahan
d) Kemerahan
e) Hematoma
Komplikasi umum pada pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK) yang menjalani
Hemodialisis (HD) yaitu pruritus uremik. Pruritus uremik muncul dengan keluhan gatal
sehari-hari yang umumnya menyerang punggung, wajah dan lengan (Simonsen et al.,
2017). Rasa gatal muncul pada 6 bulan setelah awal dialisis dan biasanya meningkat
dengan lamanya pasien menjalani dialisis (Roswati, 2013). Pruritus uremik sampai saat
ini belum ditemukan etiologi secara spesifik, tetapi terdapat beberapa faktor penyebab
pruritus seperti kulit kering, berkurangnya eliminasi transpidermal faktor pruritogenik,
hiperparatiroid, peningkatan kadar kalsium, magnesium dan fosfat yang tinggi. Pruritus
adalah gejala umum dan menyedihkan yang mempengaruhi pasien dengan penyakit ginjal
kronis. Menentukan penyebab, perawatan yang efektif dan tindakan pencegahan untuk
gatal adalah salah satu dari 10 prioritas (Combs, Teixeira, & Germain, 2015). Kulit
kering pada pruritus juga dapat disebabkan karena retensi vitamin A akibat berkurangnya
fungsi ginjal untuk mengeluarkan zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh., sehingga
vitamin A akan terakumulasi di jaringan subkutan. Vitamin yang terlalu berlebihan akan
menyebabkan atropi kelenjar sebaseus dan kelenjar keringat sehingga kulit menjadi
kering dan gatal.
F. Etiologi
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2018) etiologi Gangguan Integritas Kulit yaitu:
a) Perubahan sirkulasi
b) Perubahan status nutrisi
c) Kekurangan atau kelebihan volume cairan
d) Penurunan mobilitas
e) Bahan kimia iritatif
f) Suhu lingkungan yang ekstrem
g) Faktor mekanisme
h) Efek samping terapi radiasi
i) Kelembaban
j) Proses penuaan
k) Neoropati perifer
l) Perubahan pigmentasi
m) Perubahan hormonal
n) Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan integritas jaringan
G. Kondisi Klinis
Kondisi klinis menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2018) meliputi:
a) Imobilisasi
b) Gagal jantung kongestif
c) Gagal ginjal
d) Diabetes melitus
e) Imonodefisiensi
H. Penatalaksanaan
a. Perhatikan perawatan yang baik untuk kulit dengan menjaga personal hygiene mandi
atau seka dengan tidak menggunakan sabun yang mengandung gliserin yang akan
membuat kulit bertambah kering
b. Memberikan KIE bagaimana cara untuk mengurangi kulit kering dan pruritus
c. Gunakan sabun yang mengandung lemak dn lotion yang tidak memiliki kandungan
alkohol untuk membuat rasa gatal berkurang 14
d. Berikan obat antipruritus untuk mengurangi rasa gatal bila diperlukan
e. Terapi dialisis untuk menghilangkan produk akhir metabolisme protenin seperti
ureum dan kreatinin dari dalam darah, serta menghilangkan kelebihan cairan dari
darah (Prabowo & Pranata, 2014) dalam (Ariesanti (2015), 2014)
Konsep Hidrokoloid kunyit
a. Definisi hidrokoloid kunyit
Hidrokoloid kunyit adalah sediaan hidrokoloid pasta yang tersusun dari karboksil metil
selulosa, air, dan gelatin sebagai basis dan ekstrak kunyit sebagai bahan aktifnya. Hidrokoloid
kunyit merupakan balutan yang mampu melindungi luka dari air, udara, bakteri, serta sebagai
media autolysis debridemen, anti inflamasi, dan anti microba. Adapun manfaat kunyit adalah
sebagai anti mikroba atau anti bakteri. Penelitian Dumilah (2009, 2014) mendapatkan bahwa
ekstrak rimpang kunyit mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus Aureus dan
Escherichia Coli secara in-vitro. Penelitian Akbik, Ghadiri, Chrzanowski, & Rohanizadeh,
(2014) bahwa curcumin sebagai anti mikroba, anti jamur dan anti radang, hal ini yang dapat
mendukung curcumin sebagai agen penyembuhan luka (Prasetyo et al., 2018)
b. Manfaat hidrokoloid kunyit
Perawatan luka dengan hidrokoloid dengan bahan dasar kunyit, selain dapat menjaga
kelembaban, kunyit juga bisa sebagai anti bateri dan anti inflamasi. Salah satu senyawa polifenol
pada rimpang kunyit adalah kurkumin dan kuinon (Kantor Deputi Menegritek, 2013). Kurkumin
mempunyai aktivitas antiinflamasi dengan menghambat enzim cyclooxygenase-2 (COX-2) dan
lipoxygenase (LOX) yang merupakan enzim penting dalam proses inflamasi. Kurkumin
mempercepat re-epitelisasi, proliferasi sel dan sintesis kolagen. Senyawa kuinon bersifat
antibakteri (Akbik et al., 2014; Monograph, 2012). Curcumin, sebagai salah satu bahan yang
terkandung dalam pembalut hidrokoloid kunyit, telah terbukti juga dapat mengatasi peradangan.
Hal ini menunjukkan pembalut hidrokoloid kunyit dapat mengatasi infeksi dan memperpendek
fase inflamasi yang sering terjadi pada ulkus diabetikum. Penelitian yang dilakukan oleh Julianto
(2015) melaporkan curcumin dapat meningkatkan permeabilitas epitel dan menekan
pertumbuhan bakteri pada luka di hewan percobaan. Penggunaan bahan ini untuk pembalut luka,
menjadikan luka tampak bersih, berkurangnya eksudat, dan memicu pertumbuhkan epitel baru
(Prasetyo et al., 2018).
c. Cara membuat dressing luka dengan kunyit
1. Siapkan beberapa buah kunyit dan tumbuk halus.
2. Campurkan tumbukan kunyit tersebut dengan sedikit air, dan aduk hingga menjadi pasta.
3. Kemudian, oleskan pasta kunyit tersebut ke luka.
4. Diamkan beberapa saat hingga mengering, kemudian bersihkan olesan kunyit tersebut
dengan air hangat.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus PPNI.
Haryono. 2013. Keperawatan medical bedah: system perkemihan. Yogyakarta: Rapha
Publishing
LeMone, Priscilla dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 5 Vol 2.
Jakarta: EGC
Simonsen, E., Komenda, P., Lerner, B., Askin, N., Bohm, C., Shaw, J., Rigatto, C.
(2017). Treatment of Uremic Pruritus: A Systematic Review. American Journal of
Kidney Diseases, 70(5), 638–655. https://doi.org/10.1053/j.ajkd.2017.05.018
Roswati, E. (2013). Pruritus pada Pasien Hemodialisis. Cermin Dunia Kedokteran, 40(4),
260– 264.
Brunner & Suddarth (2013). Keperawatan Medikal Bedah edisi: 8. Jakarta: EGC.
Combs, S. A., Teixeira, J. P., & Germain, M. J. (2015). Pruritus in Kidney Disease.
Seminars in Nephrology, 35(4), 383–391.
https://doi.org/10.1016/j.semnephrol.2015.06.009
Nuratif, Huda Amin & Kusuma Hadi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Diagnosa
Medis & NIC-NOC. Yogyakarta: Medication Publishing.
Purwati, Nyimas Henri & Sulastri, Titi 2019. Tinjauan Elsevier Keperawatan Anak.
Indonesia: Indonesia Edition.
Ariesanti (2015). (2014). STUDI LITERATUR :ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
GAGAL GINJALKRONIK DENGAN MASALAH KEPERAWATAN KERUSAKAN
INTEGRITAS KULIT. 1(1). http://eprints.umpo.ac.id/id/eprint/6119
Prasetyo, D. Y., Mardiyono, M., & Kusuma, H. (2018). Studi Kasus Uji Pra Klinik Perawatan
Ulkus Kaki Diabetic Dengan Topikal Hidrokoloid Kunyit. Jurnal Kebidanan Dan
Keperawatan Aisyiyah, 13(2), 111–119. https://doi.org/10.31101/jkk.394

Anda mungkin juga menyukai