Disusun oleh :
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan
lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak
dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit
yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long, 2010) .
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal
yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit ( toksik uremik ) di
dalam darah(Brunner & Suddarth, 2006).
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup
lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerulus kurang dari 50 ml/menit. (Arjatmo
Tjokonegoro, 2007)
B. Penyebab/Etiologi
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal
kronis. Akan tetapi apapun sebabnya, respon yang terjadi adalah penurunan fungsi
ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan
GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan dari luar ginjal.
1) Penyakit dari ginjal
a) penyakit pada saringan (glomerulus) : glomerulonefritis
b) infeksi kuman : pyelonefritis, ureteritis
c) batu ginjal : nefrolitiasis
d) kista di ginjal : polcystis kidney
e) trauma langsung pada ginjal
f) keganasan pada ginjal
g) sumbatan : tumor, batu, penyempitan/striktur
2) Penyakit umum di luar ginjal
a) penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi
b) dyslipidemia
c) infeksi di badan : tbc paru, sifilis, malaria, hepatitis
d) preeklamsi
e) obat-obatan
f) kehilangan banyak cairan yang mendadak ( luka bakar )
a) Sistem kardiovaskuler
Hipertensi
Pitting edema
Edema periorbital
Pembesaran vena leher
Friction sub pericardial
b) Sistem Pulmoner
Krekel
Nafas dangkal
Kusmaull
Sputum kental dan liat
c) Sistem gastrointestinal
Anoreksia, mual dan muntah
Perdarahan saluran GI
Ulserasi dan pardarahan mulut
Nafas berbau ammonia
d) Sistem musculoskeletal
Kram otot
Kehilangan kekuatan otot
Fraktur tulang
e) Sistem Integumen
Warna kulit abu-abu mengkilat
Pruritis
Kulit kering bersisik
Ekimosis
Kuku tipis dan rapuh
Rambut tipis dan kasar
Sistem Reproduksi
Amenore
Atrofi testis
D. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-
nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron – nefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala
khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada
tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15
ml/menit atau lebih rendah itu. Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme
protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.
Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik
setelah dialisis. Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga
stadium yaitu:
Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal) Di tandai dengan kreatinin serum dan
kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan penderita asimtomatik.
Stadium 2 (insufisiensi ginjal) Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah
rusak (Glomerulo filtration Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini
Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum
mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia
dan poliuri.
Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia). Timbul apabila 90% massa
nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari normal, kreatinin
klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan
kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri.
E. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium :
a) Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit
yang rendah.
b) Ureum dan kreatini : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin kurang lebih 20 : Perbandingan meninggi akibat pendarahan
saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi
saluran kemih. Perbandingan ini berkurang ketika ureum lebih kecil dari
kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang
menurun.
c) Hiponatremi : Umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia :
biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunya
dieresis
d) Hipokalemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis
vitamin D3 pada GGK.
e) Phosphate alkaline : meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama isoenzim fosfatase lindi tulang.
f) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia : umunya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein.
g) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada
gagal ginjal ( resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer ).
h) Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan
peninggian hormone insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
i) Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukan Ph yang
menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun,
semuanya disebabkan retensi asam-asam organic pada gagal ginjal.
j) Radiology Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal
( adanya batu atau adanya suatu obstruksi ). Dehidrasi karena proses
diagnostic akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita
diharapkan tidak puasa.
k) IIntra Vena Pielografi (IVP) Untuk menilai system pelviokalisisdan ureter.
l) USG Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih dan prostat.
m) EKG Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia)
F. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik adalah untuk mempertahankan
fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Semua factor yang berperan dalam
terjadinya gagal ginjal kronik dicari dan diatasi.
Adapun penatalaksanaannya yaitu : Penatalaksanaan konservatif, Meliputi
pengaturan diet, cairan dan garam, memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa, mengendalikan hiperensi, penanggulangan asidosis, pengobatan
neuropati, deteksi dan mengatasi komplikasi. Dan penatalaksanaan pengganti
diantaranya dialysis (hemodialisis, peritoneal dialysis) transplantasi ginjal.
Selain itu tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit dan mencegah komplikasi yaitu sebagai berikut :
1) Dialisis
Dialysis dapat dlakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki
abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi sevara bebas, menghilangkan kecenderungan pendarahan, dan
membantu menyembuhkan luka.
2) Koreksi hiperkalemi Mengendalikan kalium darah sangat penting karena
hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus
diingat adalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan
darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi
hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium,
pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infuse glukosa.
3) Koreksi anemia Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat
meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi
yang kuat, missal pada adanya insufisiensi koroner.
4) Koreksi asidosis. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus
dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral.
Hemodialisis dan dialysis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis
5) Pengendalian hipertensi Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan
vasodilator dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan
hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi
natrium.
6) Transplantasi ginjal Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK,
maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.
A. KONSEP KEPERAWATAN
1. Identitas
a. Pasien
b. Penanggung jawab
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan yang dirasakan saat pengkajian
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengalaman nyeri di masa lalu
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Meliputi penyakit menular atau menahun
3. Pola Pengkajian Fungsional
a. Pola Oksigenasi
Keluhan sesak napas, bersihan napas, pola napas
b. Pola Nutrisi
Asupan nutrisi, pola makan, kecukupan gizi, pantangan makanan
c. Pola Eliminasi
Pola BAB dan BAK
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Meliputi gerakan (mobilitas), aktivitas
e. Pola Istirahat Tidur
Meliputi kebiasaan tidur/istirahat pasien
f. Pola Kognitif dan Persepsi
Meliputi apa yang dirasakan oleh pasien
A. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Umum
1) Kesadaran umum
2) Kesadaran
3) Tekanan darah
4) Nadi
5) Suhu
6) Respirasi rate
b. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Ada lesi atau tidak, hematom maupun ada kelainan bentuk kepala pasien serta
keadaan rambut pasien.
2) Mata
Bentuk simetris atau tidak, konjumgtiva anemis atau tidak, ada nyeri atau
tidak, ada alat bantu atau tidak.Fungsi dari pemeriksaan mata untuk
mengetahui adanya kelainan atau tidak.
3) Hidung
Bentuk simetris atau tidak, ada sekret atau tidak, ada pembengkakan didaerah
polip atau tidak, ada alat bantu atau tidak. Fungsi dari pemeriksaan hidung
untuk mengetahui adanya secret dan pembengkakan.
4) Telinga
Bentuk simetris atau tidak, ada cairan berlebih atau tidak, ada infeksi atau
tidak, ada alat bantu atau tidak. Fungsi dari pemeriksaan telinga untuk
mengetahui ada cairan yang berlebih atau adanya infeksi di sekitar telinga.
5) Mulut
Bibir kering atau tidak, gigi kotor atau tidak. Fungsi untuk pemeriksaan
mulut untuk mengetahui adanya infeksi mulut atau adanya gigi kotor dan
berlubang.
6) Leher
Ada lesi atau tidak, ada pembengkakak kelenjar getah bening atau tidak, ada
pembengkakan kelenjar tiroid atau tidak
7) Dada
Ada lesi atau tidak, inspirasi dan ekspirasi, suara paru, suara jantung
Inspeksi : Normal. Tujuan untuk mengetahui bentuk dada
Perkusi : Sonor/Resonan.
Palpasi : Kesimestrisan Dada
Auskultasi : Terdengar suara lapang paru normal.
8) Abdomen
Ada lesi atau tidak, suara bising usus
Inpeksi : simetris, tidak ada benjolan.
Palpasi : Nyeri tekan pada abdomen.
Perkusi : Normal tidak ada gangguan.
Auskultasi : Tidak terdengar bising usus.
9) Integumen
a. Warna kulit : Sawo Matang
b. Keadaan kulit : Kering
c. Turgor kulit : Normal
10) Genetalia
Ada kelainan atau tidak, kebersihan genetalia
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2010). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 11. Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (2007). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Long, B C. (2010). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid
3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2007). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses- proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC