Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN TUGAS KONSEP DASAR KEPERAWATAN JIWA

(HARGA DIRI RENDAH, ISOLASI SOSIAL, DEFISIT PERAWATAN DIRI, WAHAM,


RISIKO BUNUH DIRI, PERILAKU KEKERASAN, HALUSINASI)

Disusun Oleh:
Santi Oktavia (132113143011)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2022
HARGA DIRI RENDAH
A. Definisi
Harga diri rendah adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa
jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri
yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri
(Fajariyah, 2012).
Sedangkan menurut Nurarif & Hardhi, (2015) Harga diri rendah merupakan perasaan negatif
terhadap diri sendiri termasuk kehilangan rasa percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, tidak
berdaya, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa.
B. Etiologi
Menurut (PPNI, 2016), Penyebab harga diri rendah, yaitu:
1. Terpapar situasi traumatis
2. Kegagalan berulang
3. Kurangnya pengakuan dari orang lain
4. Ketidakefektifan mengatasi masalah kehilangan
5. Gangguan psikiatri
6. Penguatan negatif berulang
7. Ketidaksesuaian budaya
C. Manifestasi Klinis
Menurut Yosep, (2014) tanda dan gejala harga diri rendah diantaranya:
a. Mengkritik diri sendiri
b. Perasaan tidak mampu
c. Pandangan hidup yang pesimistis
d. Tidak menerima pujian
e. Penurunan produktifitas
f. Penolakan terhadap kemampuan diri
g. Kurang memperhatikan perawatan diri
h. Berpakaian tidak rapi
i. Selera makan berkurang
j. Tidak berani menatap lawan bicara
k. Lebih banyak menunduk
l. Bicara lambat dengan nada suara lemah
m. Merusak/melukai orang lain
n. Merusak diri: harga diri rendah menyokong klien untuk mengakhiri hidup
o. Menarik diri dari realitas, cemas, panik, cemburu, curiga, halusinasi
p. Sulit bergaul
q. Menunda keputusan
D. Pohon Masalah

Pohon masalah yang muncul menurut Fajariyah (2012):

Isolasi Sosial: Menarik diri

Harga Diri Rendah

Koping Individu Tidak Efektif

Gambar 1. Pohon Masalah Harga Diri Rendah (Fajariyah, 2012)

E. Rentang Respon

Gambar 2. Rentang Respon


F. Intervensi

Rencana tindakan keperawatan klien dengan gangguan konsep diri: Harga diri rendah.

Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa
Tujuan Jangka Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan Tujuan Jangka Pendek
Panjang

Harga Diri TUM: TUK 1: a. Bina hubungan saling percaya Hubungan saling
Rendah Pasien dapat Pasien dapat membina hubungan 1) Sapa pasien dengan ramah, baik verbal percaya merupakan
melakukan saling percaya. Kriteria Evaluasi: maupun nonverbal landasan utama untuk
hubungan sosial a. Pasien dapat 2) Perkenalkan diri dengan sopan hubungan selanjutnya.
secara bertahap. mengungkapkan perasaannya 3) Tanya nama lengkap pasien dan nama
b. Ekspresi Wajah bersahabat. panggilan yang disukai pasien
c. Ada kontak mata 4) Jelaskan tujuan pertemuan, jujur, dan
d. Menunjukkan rasa senang. menepati janji
e. Mau berjabat tangan. 5) Tunjukan sikap empati dan menerima
f. Mau menjawab salam pasien apa adanya
g. Pasien mau duduk 6) Beri perhatian pada pasien
berdampingan
h. Pasien mau mengutarakan b. Beri kesempatan untuk mengungkapkan Beri kesempatan
masalah yang dihadapi perasaan tentang penyakit yang untuk mengungkapkan
dideritanya perasaan dapat
1) Sediakan waktu untuk mendengarkan membantu
pasien mengurangi stress dan
2) Katakan pada pasien bahwa ia adalah penyebab perasaan
seorang yang berharga dan bertanggung jengkel atau kesal
jawab serta mampu mendorong dirinya dapat diketahui
sendiri.
TUK 2: a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif Untuk
Pasien dapat mengidentifikasi yang dimiliki pasien dan diberi pujian mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif yang atas kemampuan mengungkapkan kemampuan dan aspek
dimiliki Kriteria Evaluasi: Pasien perasaannya. positif yang dimiliki
mampu mempertahankan aspek yang b. Saat bertemu pasien, hindarkan memberi
positif penilaian negatif.
. c. Utamakan memberi pujian yang realitis
TUK 3: a. Diskusikan kemampuan pasien yang Untuk
Pasien dapat menilai kemampuan masih dapat digunakan selama sakit. mengidentifikasi
yang dapat digunakan Kriteria b. Diskusikan juga kemampuan yang dapat kemampuan yang
Evaluasi: dilanjutkan penggunaan di rumah sakit dapat dilakukan.
a. Kebutuhan pasien terpenuhi dan di rumah nanti.
b. Pasien dapat melakukan
aktivitas terarah

DAFTAR PUSTAKA

Fajariyah N. 2012. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Harga Diri Rendah. Jakarta: Trans Info Media.

Nurarif. A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction
ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI

A. DEFINISI
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain
menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Farida, 2012). Isolasi sosial adalah keadaan
seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain disekitarnya (Yusuf, A.H & ,R & Nihayati, 2015)

B. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Gangguan ini mungkin disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor seperti
a. Faktor Psikologis (Perkembangan): Sistem keluarga yang terganggu, tidak berhasil
memisahkan dirinya dari orang tua, norma keluarga tidak mendukung hubungan dengan
pihak luar, peran keluarga tidak jelas, orang tua pencandu alkohol dan penganiayaan
anak.
b. Faktor Biologi: Ada bukti terdahulu tentang terlibat neurotranmiter dalam
perkembangan gangguan ini, namun masih tetap diperlukan penelitian lebih lanjut.
c. Faktor Sosio kultural: Ini akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap
orang lain; atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti :
lansia, orang cacat, dan berpenyakit kronik.
2. Faktor Presipitasi
a. Stressor fisik
1) Mengalami kehilangan yang hebat seperti keguguran dapat memicu perilaku
menarik diri.
2) Menderita penyakit kronik dapat mengakibatkan penderita malu dan dia akan
menarik diri dari orang lain.
b. Stressor psikologi
1) Menarik diri dapat terjadi jika individu pada masa lalunya mempunyai masalah dan
mengakibatkan malu dan rasa sangat bersalah.
2) Kurang kepercayaan diri akan mengakibatkan seseorang menarik diri
3) Kurangnya cinta, kasih sayang dan perasaan kehilangan juga dapat memicu
terjadinya menarik diri.
c. Stressor intelektual
1) Kurangnya pemahaman diri dan ketidakmampuan untuk berbagi pikiran dan
perasaan yang mengganggu perkembangan hubungan dengan orang lain.
2) Klien dengan "kegagalan" dan tidak mampu untuk membangun rasa kepercayaan
dirinya akan berisiko untuk menarik diri.
d. Stressor sosio kultural
Kurangnya penghargaan atas dirinya dari lingkungan sekitarnya dapat menyebabkan
seseorang menarik diri, misalnya mendapat perlakuan selalu di rendahkan oleh orang-
orang di sekitarnya.

C. TANDA DAN GEJALA


1. Gejala subjektif
a. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c. Klien merasa bosan
d. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
e. Klien merasa tidak berguna
2. Gejala objektif
a. Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak” denganpelan
b. Respon verbal kurang dan sangat singkat, kontak mata kurang atau tidak ada
c. Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri
d. Menyendiri dalam ruangan, sering melamun, tidak atau kurang sadar terhadap
lingkungan sekitarnya
e. Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan secaraberulang-ulang
f. Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan), ekspresi wajah tidak berseri
g. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri (Trimelia,2011)

D. POHON MASALAH

(Efek) Risiko Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

(Core Problem) Isolasi Sosial: Menarik Diri

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

(Causa) Koping tidak efektif

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Isolasi Sosial: Menarik Diri
F. RENCANA INTERVENSI

Diagnosa Perencanaan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Keperawatan
Isolasi sosial Klien dapat Ekspresi wajah bersahabat 1. Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip
membina menunjukan rasa senang, ada komunikasi terapeutik
hubungan saling kontak mata, mau berjabatan a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
percaya tangan, mau menjawab salam, b. Perkenalkan diri dengan sopan
klien mau duduk c. Tanyakan nama lengkap klien dannama panggilan yang disukai klien
berdampingan dengan perawat, d. Jelaskan tujuan pertemuan
mau mengutarakan masalah e. Jujur dan menepati janji
yang dihadapi. f. Tunjukan sifat empati dari menerimaklien apa adanya
g. Beri perhatian kepada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien

Klien dapat Klien dapat menyebutkan 2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilakumenarik diri dan tanda-tandanya
menyebutkan penyebab menarik diri yang 2.2 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
penyebab berasal dari : menarik diri atau tidak mau bergaul
menarik diri - Diri sendiri 2.3 Diskusikan dengan klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
- Orang lain pnyebab yang muncul
- Lingkungan 2.4 Berikan pujian terhadap kemampuan
klien dalam menggunakan perasaannya

Klien dapat Klien dapat menyebutkan 3.1 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
keuntungan dengan orang lain 3.2 Beri kesempatan dengan klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
berhubungan keuntungan berhubungan dengan oranglain
denganorang 3.3 Diskusikan bersama klien tentangkeuntungan berhubungan dengan orang
lain dan lain
kerugian tidak 3.4 Beri reinforcement positif terhadap kemampuan pengungkapan perasaan
berhubungan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
denganoranglain
Klien dapat menyebutkan 3.5 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan kerugian tidak berhubungan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
dengan orang lain 3.6 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
kerugian tidak berhubungan denganorang lain
3.7 Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain
3.8 Beri reinforcement positif terhadap kemampuan pengungkapan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungandengan orang lain
Klien dapat Keluarga dapat : 6.1 Bisa berhubungan saling percayadengan keluarga:
memberdayakan  Menjelaskan perasaannya  Salam, perkenalkan diri
sistem  Menjelaskan cara merawat  Sampaikan tujuan
pendukung atau klien menarik diri  Buat kontrak
keluarga mampu  Mendemosntrasikan cara  Eksplorasi perasaan keluarga
mengembangkan perawatan klien menarik 6.2 Diskusikan dengan anggota keluargatentang:
kemampuan diri  Perilaku menarik diri
klien untuk  Berpartisipasi dalam  Penyebab perilaku menarik diri
berhubungan perawatan klien menarik Akibat yang akan terjadi jika perilaku menarik diri tidak
dengan orang diri ditanggapi
lain  Cara keluarga menghadapi klienmenarik diri
6.3 Dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain
6.4 Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien
minimal satu minggu sekali
 Beri reinforcement atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga

DAFTAR PUSTAKA
Dermawan Deden dan Rusdi. (2013). Keperawatan jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen
Publising.
Nyumirah, S. (2013). Peningkatan Kemampuan Interaksi Sosial (Kognitif, Afektif Dan Perilaku)Melalui Penerapan Terapi Perilaku Kognitif Di
Rsj Dr Amino Gondohutomo Semarang. Keperawatan Jiwa, 2, 121–128. Retrieved from http://pmb.stikestelogorejo.ac.id/e-
journal/index.php/ilmukeperawatan/article/view/45
Trimelia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta : TIM
Yusuf, A.H, F., & ,R & Nihayati, H. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:Salemba Medika
DEFISIT PERAWATAN DIRI
A. Definisi
Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah timbul pada pasien gangguan jiwa.
Pasien gangguan jiwa kronis sering mengalami ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini
merupakan gejala perilaku negatif dan menyebabkan pasien dikucilkan baik dalam keluarga
maupun masyarakat (Yusuf, Rizky & Hanik, 2015:154). Kurang perawatan diri terlihat dari
ketidakmampuan merawat kebersihan diri antaranya mandi, makan minum secara mandiri,
berhias secara mandiri, toileting (BAK/BAB) (Damaiyanti, 2012).

B. Etiologi
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu predisposisi dan faktor presipitasi.
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kurang perawatan diri :
1. Perkembangan: Dalam perkembangan, keluarga yang terlalu melindungi dan
memanjakan klien dapat menimbulkan perkembangan inisiatif dan keterampilan.
2. Faktor Biologis: Beberapa penyakit kronis dapat menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri secara mandiri.
3. Faktor kemampuan realitas yang menurun: Klien dengan gangguan Jiwa mempunyai
kemampuan realitas yang kurang, sehingga menyebabkan ketidak pedulian dirinya
terhadap lingkungan termasuk perawatan diri.
4. Faktor sosial: Kurang dukungan serta latihan kemampuan dari lingkungannya,
menyebabkan klien merasa terkucilkan dan memperparah gejala yang ada.
2. Faktor Presipitasi
Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah
a. Body Image: Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial: Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status Sosial Ekonomi: Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun,
pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
d. Pengetahuan: Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang
baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia
harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya: Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang: Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain lain.
g. Kondisi fisik atau psikis: Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

C. Tanda dan Gejala


Menurut Depkes (2000) tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah
1. Fisik: badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku panjang dan kotor, gigi kotor
disertai mulut bau, penampilan tidak rapi.
2. Psikologis: malas, tidak ada inisiatif, menarik diri, isolasi diri, merasa tak berdaya, rendah
diri dan merasa hina.
3. Sosial: interaksi kurang, kegiatan kurang, tidak mampu berperilaku sesuai norma, cara
makan tidak teratur, bak dan bab di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu
mandiri.

D. Rentang Respon

1. Pola perawatan diri seimbang: saat pasien mendapatkan stressor dan mampu untuk
berperilaku adaptif maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien masih
melakukan perawatan diri.
2. Kadang melakukan perawatan diri kadang tidak: saat pasien mendapatan stressor kadang-
kadang pasien tidak menperhatikan perawatan dirinya.
3. Tidak melakukan perawatan diri: klien mengatakan dia tidak perduli dan tidak bisa
melakukan perawatan saat stress (Ade, 2011)

E. Pohon Masalah
F. Rencana Asuhan Keperawatan
Rencana Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Intervensi
TUM TUK
1. Defisit perawatan diri : Pasien tidak 1. Klien dapat mebina Bina hubungan saling percaya dgn menggunakan
kebersihan diri, mengalami defisit hubungan saling percaya. prinsip komunikasi terapeutik :
berdandan, makan, perawatan diri Kriteria Evaluasi : Dalam 1. Sapa pasien dengan ramah, baik verbal
BAB/BAK berinteraksi klien maupun non verbal.
menunjukan tanda-tanda 2. Perkenalkan diri dengan sopan.
percaya pada perawat: 3. Tanyakan nama lengkap dan nama
a. Wajah cerah, panggilan yang di sukai pasien.
tersenyum. 4. Jelaskan tujuan pertemuan. Jujur dan
b. Mau berkenalan. menepati janji.
c. Ada kontak mata. 5. Tunjukkan sikap empati dan menerima
d. Menerima kehadiran pasien apa adanya.
perawat. 6. Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan
e. Bersedia dasar pasien
menceritakan
perasaannya.
2. Klien mampu melakukan Melatih pasien cara – cara perawatan diri:
kebersihan diri secara 1. Menjelasan pentingnya menjaga
mandiri kebersihan diri.
2. Menjelaskan alat-alat untuk menjaga
kebersihan diri.
3. Menjelaskan cara-cara melakukan
kebersihan diri.
4. Melatih pasien mempraktekkan cara
menjaga kebersihan diri
3. Klien mampu melakukan Melatih pasien berdandan/berhias :
berhias / berdandan 1. Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
secara baik a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Bercukur
2. Untuk pasien wanita,latihannya meliputi :
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Berhias
4. Pasien mampu melakukan Melatih pasien makan secara mandiri :
makan dengan baik 1. Menjelaskan cara mempersiapkan makan.
2. Menjelaskan cara makan yang tertib.
3. Menjelaskan cara merapihkan peralatan
makan setelah makan.
4. Praktek makan sesuai dengan tahapan
makan yang baik
5. Pasien mampu melakukan Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK
BAB dan BAK secara secara mandiri :
mandiri 1. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang
sesuai. 2.
2. Menjelaskan cara membersihkan diri
setelah BAB dan BAK.
3. Menjelaskan cara membersihkan tempat
BAB dan BAK

DAFTAR PUSTAKA
Dermawan Deden dan Rusdi. (2013). Keperawatan jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja AsuhanKeperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publising.
Yusuf, A.H, F., & ,R & Nihayati, H. . (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:Salemba Medika
WAHAM
A. Pengertian
Menurut (Statistical & Problems, 2019) waham atau delusi adalah keyakinan tetap yang
dipegang teguh meskipun ada bukti objektif bahwa keyakinan itu tidak benar.

B. Tanda dan Gejala


Menurut Herman.A (2011), tanda dan gejala yang terjadi pada klien dengan waham adalah:
1) Menolak makan
2) Tidak ada perhatian pada perawatan diri
3) Ekspresi wajah sedih/gembira/ketakutan
4) Gerakan tidak terkontrol
5) Mudah tersinggung
6) Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dan bukan kenyataan
7) Menghindar dari individu lain
8) Mendominasi pembicaraan
9) Berbicara kasar
10) Menjalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan.

C. Etiologi
Menurut Herman.A (2011), etiologi dari waham terbagi menjadi dua faktor, yaitu: 1) Faktor
predisposisi
a) Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal seseorang. Hal ini
dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakhir dengan gangguan persepsi, klien
menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
b) Faktor sosial budaya
Seorang yang merasa di asingkan dan kesepian dapat menyebabkan timbulnya waham.
c) Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda/bertentangan, dapat menimbulkan ansietas dan
berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan.
d) Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran ventrikel di otak, atau
perubahan pada sel kortikal dan limbik.
e) Faktor genetic
2) Faktor presipitasi
a) Faktor sosial budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti atau diasingkan
dari kelompok.
b) Faktor biokimia
Dopamine, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat menjadi penyebab
waham pada seseorang.
c) Faktor psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi masalah
sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang menyenangkan.

D. Jenis Waham
Menurut Herman.A (2011), waham terbagi menjadi beberapa jenis berdasarkan tanda dan gejalanya
yaitu:
1) Waham kebesaran
Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan khusus atau kelebihan yang
berbeda dengan orang lain, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai.
2) Waham agama
Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan.
3) Waham curiga
Keyakinan seseorang atau sekelompok orang berusaha mencurigakan atau mencederai dirinya,
diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai kenyataan.
4) Waham somatik
Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau terserang penyakit,
diucapkan berulangulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
5) Waham nihilistik
Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia, diucapkan berulang-ulang tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan.
E. Pohon Masalah
Kerusakan Komunikasi Verbal (Effect)

Gangguan Proses Pikir : Waham (Core Problem)

Harga Diri Rendah Kronik (Causa)

F. Intevensi Waham
Tujuan Umum : Klien dapat berkomunikasi dengan baik dan terarah
TUK : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2. Klien dapat mengidentifikasikan kemampuan yang dimiliki.
3. Klien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang tidak dimiliki.
4. Klien dapat berhubungan dengan realitas
5. Klien dapat dukungan dari keluarga.
6. Klien dapat menggunakan obat dengan benar.
1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi teraupetik.
2) Jangan membantah dan mendukung waham klien.
3) Yakinkan klien dalam keadaan aman dan terlindung
4) Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas sehari-hari dan perawatan diri klien.
5) Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis
6) Diskusikan dengan klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini.
7) Tanyakan apa yang bisa dilakukan (kaitkan dengan aktivitas sehari-hari dan perawatan diri)
kemudian anjurkan untuk melakukan saat ini.
8) Jika klien selalu bicara tentang wahamnya dengarkan sampai kebutuhan waham tidak ada.
Perawat perlu memperhatikan bahwa klien sangat penting.
9) Observasi kebutuhan klien sehari-hari
10) Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi selama dirumah maupun di RS.
11) Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dengan timbulnya waham
12) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan tenaga.
13) Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya
14) Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (realitas diri, realitas orang lain, waktu dan
tempat).
15) Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok: orientasi realitas.
16) Berikan pujian tiap kegiatan positif yang dilakukan oleh klien.
17) Diskusikan dengan keluarga tentang
18) Anjurkan keluarga melaksanakan dengan bantuan perawat
19) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang obat, dosis, dan efek samping obat dan akibat
penghentian.
20) Diskusikan perasaan klien setelah minum obat.
21) Berikan obat dengan prinsip lima benar dan observasi setelah minum obat.

DAFTAR PUSTAKA
Damaiyanti, Iskandar. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Cetakan Kedua. Bandung: PT.
Refika Adimata
Direja, A.H.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: NuhaMedika.
Ernawati, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Cetakan Kedua.
Jakarta Timur: CV. Trans Info Media
Keliat, Budi Ana. 2014. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:EGC
PERILAKU KEKERASAN

A. Definisi
Perilaku kekerasan (violence behaviour) adalah jajaran/range perilaku/tindakan individu
yang mengacu pada tindakan agresif yang dapat menyebabkan dan ditujukan untuk menimbulkan
bahaya, perlukaan, atau cedera pada orang lain, binatang, atau benda (National Collaborating
Centre for Mental Health, 2015; Soreff et al., 2020).

Rentang respon adaptif-maladaptif marah atau perilaku kekerasan adalah:


Adaptif Maladaptif

Asertif Frustrasi Pasif Agresif Amuk

B. Etiologi
Menurut Soreff et al. (2020) dan Singh et al. (2014), perilaku kekerasan dapat disebabkan
oleh:
a. Faktor Biologis
 Genetik, yaitu kelebihan serotonin dapat menimbulkan perilaku agresif.
 Koneksi dan struktur otak
 Dampak penyakit, penyakit yang menimbulkan nyeri, epilepsy, & COPD
 Hormon, misalnya kelebihan testosterone dan kekurangan glukokortiokoid.
 Senyawa, misalnya konsumsi alkohol, senyawa halusinogen, dan sebagainya.
 Medikasi, misalnya antidepresan, obat Parkinson, dan Dexamethasone
b. Faktor Psikologis
 Keadaan psikologis seperti bipolar affective disorder, skizofrenia, demensia, (PTSD), dan
acute stress disorder, intellectual deficiencies, ketakutan, merasa terancam, disorientasi,
frustrasi, bingung, dan sebagainya.
c. Faktor Sosiokultural dan Ekonomi
 Interpersonal, misalnya kecemburuan, perasaan superior, dan sebagainya.
 Sosial, perasaan frustrasi yang terakumulasi terhadap kehidupan sosial
 Kelompok, kelompok yang cenderung berperilaku agresif
d. Faktor Lingkungan
 Lingkungan keluarga, termasuk kekerasan yang dilakukan orang tua, agresi saudara,
bullying dalam keluarga, dan sebagainya.
 Peran guru, seperti hubungan yang tidak suportif antara guru dan murid dapat
menimbulkan adanya masalah psikososial dan distress psikologis.
 Peers dan gangs.

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala perilaku kekerasan berdasarkan SDKI (2017), antara lain:
1) Data subjektif: mengancam, mengumpat dengan kata kasar, bersuara keras, berbicara ketus
2) Data objektif: menyerang orang lain, melukai diri sendiri, merusak lingkungan, mengamuk,
mata melotot, tangan mengepal, rahang mengeras, wajah memerah, postur tubuh kaku.

D. Pohon Masalah

Effect Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan



Core Problem Perilaku Kekerasan


Causa Koping inefektif atau maladaptif

E. Keterangan Medis
a. Diagnosa Medis
 F. 60 Specific Personality Disorder
b. Penatalaksanaan Medis
Menurut Apriani (2019), penatalaksanaan medis pada pasien perilaku kekerasan
untuk mengurangi gejala gangguan jiwa dengan obat yang diberikan seperti Clorpomazine
(CPZ, Largactile), Haloperidol (Haldol, Serenace), Antikolinergik, dan ECT (Electro
Convulsive Therapy)

DAFTAR PUSTAKA
Apriani, L. P. (2019) Gambaran Asuhan Keperawatan Pemberian TAK Stimulasi Persepsi Sesi 1:
Mengendalikan Perilaku Kekerasan Secara Fisik untuk Mengatasi Risiko Perilaku Kekerasan
Pasien Skizofrenia. Politeknik Kesehatan Kemenkes Denpasar.

National Collaborating Centre for Mental Health (2015) Violence and Aggression: Short- Term
Management in Mental Health, Health and Community Settings [Updated Edition]. Edited by
National Institute for Health and Care Excellence. London: The British Psychological Society
and The Royal College of Psychiatrists.

Singh, T. B. et al. (2014) ‘Aggression and Violent Behaviour: A Critical Review Aggression and
Violent Behaviour: A Critical Review’, IOSR Journal of Pharmacyand Biological Sciences, 9(5
Ver. V (Sep-Oct. 2014)), pp. 10–13. doi:10.9790/3008-09551013.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) SDKI: Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta:
PPNI
INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan:
 Perilaku Kekerasan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Tujuan Umum: 1. Klien menunjukkan tanda-tanda percaya 1. Bina hubungan saling percaya dengan:
Klien tidak melakukan perilaku kepada perawat:  Beri salam setiap berinteraksi.
kekerasan atau agresif dengan  Wajah cerah, tersenyum;  Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat
indikator tidak mencederai diri  Mau berkenalan; berkenalan.
sendiri, orang lain, maupun  Ada kontak mata; dan  Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien.
lingkungan.  Bersedia menceritakan perasaan.  Tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
Tujuan Khusus:  Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien.
1. Klien dapat membina  Buat kontrak interaksi yang jelas.
hubungansaling percaya.  Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien.
2. Klien dapat mengidentifikasi 2. Klien menceritakan penyebab perilaku 2. Bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang
penyebab perilaku kekerasan kekerasan yang dilakukannya: dialaminya.
yang dilakukannya.  Menceritakan penyebab perasaan  Motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau jengkelnya.
jengkel/kesal baik dari diri sendiri  Dengarkan tanpa menyela atau memberi penilaian setiap ungkapan
maupun perasaan klien.
lingkungannya.
3. Klien dapat mengidentifikasi 3. Klien menceritakan keadaan: 3. Bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang
tanda-tanda perilaku kekera-  Fisik: Mata merah, tangan dialaminya:
san. mengepal, ekspresi tegang, dan  Motivasi klien menceritakan kondisi fisik saat perilaku kekerasan terjadi.
lain-lain.  Motivasi klien menceritakan kondisi emosinya saat terjadi perilaku
 Emosional: Perasaan marah, jengkel, kekerasan.
bicara kasar.  Motivasi klien menceritakan kondisi psikologis saat terjadi perilaku
 Sosial: Bermusuhan yang dialami kekerasan.
saatterjadi perilaku kekerasan.  Motivasi klien menceritakan kondisi hubungan dengan orang lainh saat
terjadi perilaku kekerasan.
4. Klien dapat mengidentifikasi 4. Klien menjelaskan: 4. Diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukannya selama ini:
jenis perilaku kekerasan yang  Jenis-jenis ekspresi kemarahan yang  Motivasi klien menceritakan jenis-jenis tindak kekerasan yang selama ini
pernah dilakukannya. selama ini telah dilakukannya. permah dilakukannya.
 Perasaannya saat melakukan kekerasan.  Motivasi klien menceritakan perasaan klien setelah tindak kekerasan
 Efektivitas cara yang dipakai dalam tersebut terjadi.
menyelesaikan masalah.  Diskusikan apakah dengan tindak kekerasan yang dilakukannya masalah
yang dialami teratasi.
5. Klien dapat mengidentifikasi 5. Klien menjelaskan akibat tindak kekerasan 5. Diskusikan dengan klien akibat negatif (kerugian) cara yang dilakukan pada:
akibat perilaku kekerasan. yang dilakukannya:  Diri sendiri;
 Diri sendiri: luka, dijauhi teman, dsb.  Orang lain; dan
 Orang lain: luka, ketakutan, dsb.  Lingkungan.
 Lingkungan: barang atau benda rusak, dsb.
6. Klien dapat mengidentifikasi 6. Klien dapat menjelaskan cara-cara sehat 6. Diskusikan dengan klien:
cara konstruktif dalam untuk mengungkapkan kemarahan.  Apakah klien mau mempelajari cara baru mengungkapkan marah yang
mengungkapkan kemarahan. sehat.
 Jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan marah selain
perilaku kekerasan yang diketahui klien.
 Jelaskan cara-cara sehat untuk mengungkapkan marah, misalnya cara fisik
(napas dalam, olahraga, dsb), verbal (ungkapan kesal), sosial (latihan
asertif), dan spiritual (sembahyang atau berdoa).
7. Klien dapat 7. Klien memperagakan cara mengontrol 7.1. Diskusikan cara yang mungkin dipilih dan anjurkan klien memilih cara
mendemonstrasikan cara perilaku kekerasan secara fisik, verbal dan yang mungkin untuk mengungkapkan kemarahan.
mengontrol perilakukekerasan sosial, maupun spiritual. 7.2. Latih klien memperagakan cara yang dipilih:
 Peragakan cara melaksanakan cara yang dipilih.
 Jelaskan manfaat cara tersebut.
 Anjurkan klien menirukan peragaan yang sudah dilakukan.
 Beri penguatan pada klien, perbaiki cara yang masih belum sempurna.
7.3. Anjurkan klien menggunakan cara yang sudah dilatih saat marah/jengkel.
RESIKO BUNUH DIRI

A. DEFINISI
American Psychiatric Association (APA) dalam website resminya mengartikan perilaku
bunuh diri sebagai bentuk tindakan dari individu dengan cara membunuh dirinya sendiri dan
paling sering terjadi diakibatkan oleh adanya tekanan, depresi ataupun penyakit mental
lainnya (Idham, 2019). Bunuh diri merupakan tindakan yang dilakukan seseorang secara
sadar untuk mengakhiri hidupnya (Keliat, Akemat., et al., 2011).

B. RENTANG RESPON PROTEKTIF DIRI


Adaptif Maladaptif

Peningkatan Diri Pertumbuhan Perilaku Pencederaan diri Bunuh


diri peningkatan destruktif diri
beresiko tidak langsung

Gambar 2. 1 Rentang respon protektif diri (Yusuf, Fitryasari & Nihayati, 2015)
Keterangan

1. Peningkatan diri adalah individu yang mempunyai pengharapan, keyakinan serta


kesadaran diri meningkat.
2. Pertumbuhan-peningkatan berisiko, merupakan rentang posisi perilaku yang masih
normal dialami individu yang mengalami perkembangan perilaku.
3. Perilaku destruktif diri tak langsung, adalah setiap usaha untuk merusak keadaan fisik
individu dan dapat mengarah kepada kematian, seperti: perilaku merusak, mengebut,
berjudi, tindakan kriminal, terlibat dalam aktivitas yang berisiko tinggi, penyalahgunaan
zat, perilaku menyimpang secara sosial, dan perilaku yang menyebabkan stres.
4. Pencederaan diri, adalah tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri dan dilakukan
dengan sengaja, tanpa bantuan orang lain, serta menyebabkan cedera yang cukup parah
pada tubuh. Perilaku pencederaan diri yang dilakukan seperti melukai dan membakar
kulit, membenturkan kepala atau anggota tubuh, melukai tubuhnya sedikit demi sedikit,
dan menggigit jari.
5. Bunuh diri, yaitu tindakan agresif secara langsung dilakukan pada diri sendiri yang
bertujuan untuk mengakhiri kehidupan.
C. PENYEBAB BUNUH DIRI
Bunuh diri sebagai akibat dari perilaku ekstrim memiliki banyak faktor yang
mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi bunuh diri terdiri dari dua faktor
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Akumulasi dan interaksi faktor tersebut
meningkatkan risiko bunuh diri, adapun faktor internal dan eksternal tersebut menurut (Guo
& Zhu, 2019) adalah sebagai berikut:

Faktor internal
Faktor biologi Dalam hal riwayat keluarga, individu dengan riwayat
bunuh diri juga lebih mungkin memiliki penyakit
mental dan pernah mencoba bunuh diri atau pernah
bunuh diri daripada individu tanpa riwayat keluarga
bunuh diri.
Gangguan jiwa Sekitar 90% kasus bunuh diri mengalami gangguan
jiwa. Di antara mereka, bunuh diri yang disebabkan
Faktor internal
oleh depresi atau episode depresi dari gangguan
bipolar menyumbang setidaknya setengah dari total
kejadian dan merupakan gangguan mental paling
umum yang menyebabkan bunuh diri.
Karakteristik kepribadian Sebuah studi menunjukkan bahwa dengan mengontrol
kesehatan, keramahan, keterbukaan, tanggung jawab
dan ekstroversi menurunkan risiko
bunuh diri diperkirakan menjadi 56,7%.
Faktor kognitif Penelitian menyatakan bahwa individu yang pernah
mencoba bunuh diri, memiliki tingkat kekakuan
kognitif (kecenderungan bertahan, ketidakmampuan
mengubah kebiasaan, konsep dan sikap setelah
dikembangkan) yang lebih tinggi daripada individu
yang tidak pernah mencoba bunuh diri
Faktor perilaku Sikap seseorang yang semakin tegas setuju dengan
perilaku bunuh diri, maka semakin kuat pula
keinginan untuk bunuh diri
Faktor eksternal
Pengalaman hidup Model teori stres menunjukkan bahwa stres adalah
yang negatif salah satu penyebab munculnya keinginan untuk
bunuh diri
Faktor keluarga Faktor keluarga berdampak besar pada bunuh diri.
Pertama-tama, pengalaman pelecehan masa kanak-
kanak atau pengalaman yang terabaikan, stabilitas
keluarga dan gaya pengasuhan keluarga juga dapat
memengaruhi ide bunuh diri individu
Faktor sosial dan Penelitian menunjukkan bahwa Internet dan forum
lingkungan sosial memiliki potensi besar dalam mempopulerkan
dan intervensi pengetahuan tentang bunuh diri
Faktor kebudayaan Suasana budaya yang kuat dapat memengaruhi ide
bunuh diri dengan memengaruhi sikap individu
terhadap bunuh diri
Table 2. 1 Faktor yang berhubungan dengan penyebab bunuh diri (M. Guo & Zhu, 2019)

D. TANDA DAN GEJALA BUNUH DIRI


Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan perawatan pasien dengan risiko bunuh
diri adalah tanda dan gejala risiko bunuh diri yang ditunjukkan pasien pada masa perawatan,
adapun gejala yang muncul menurut Yusuf et all (2015) antara lain:
1. Keputusasaan
2. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal, dan tidak berharga
3. Alam perasaan depresi
4. Agitasi dan gelisah
5. Insomnia yang menetap
6. Penurunan berat badan
7. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
E. POHON MASALAH

Effect Resiko Cedera/Kematian

Core Problem Resiko Bunuh diri

Causa Halusinasi, Harga diri rendah, Gangguan isi piker

Gambar 2.3 Pohon asalah Resiko bunuh diri (Nita Fitria, 2010)

F. RENCANA TINDAKAN
KEPERAWATAN Pasien
Tujuan Umum: Klien tidak mencederai diri sendiri
Tujuan Khusus : Klien dapat membina hubungan saling percaya

Tindakan
SP 1
Pasien
1. Membina hubungan saling percaya dengan klien
2. Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien3.
3. Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien.
4. Melakukan kontrak treatment
5. Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
SP II Pasien
1. Mengidentisifikasi aspek positif pasien
2. Mendorong pasien untuk berfikir positif terhadap diri sendiri
3. Mendorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu yang
berharga SP III Pasien
1. Mengidentisifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien
2. Menilai pola koping yng biasa dilakukan
3. Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif
4. Mendorong pasien memilih pola koping yang konstruktif dalam kegiatan
harian SP IV Pasien
1. Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien
2. Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis
3. Memberi dorongan pasien melakukan kehiatan dalam rangka meraih masa depan yang
realistis

DAFTAR PUSTAKA

Purbaningsih, Endah Sari. "Asuhan Keperawatan Pada Pasien Depresi dan Resiko Bunuh
Diri." Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia 4.8 (2019): 60-68.

Sukamto, Edi. "Hubungan Peran Perawat Sebagai Pelaksana Dalam Mencegah Ide Bunuh Diri Pada
Penderita Gangguan Jiwa." Husada Mahakam: Jurnal Kesehatan 3.7 (2017): 319-330.

Sitorus, Tri Suci Anggraini Br, and Mukhripah Damaiyanti. "Analisis Praktik Klinik Keperawatan
Jiwa pada Pasien Resiko Bunuh Diri dengan Intervensi Inovasi Pemberian Terapi Spritual
(Membaca Alquran) terhadap Penurunan Keinginan Bunuh Diri di Ruang Belibis RSJD
Atma Husada Mahakam Samarinda." (2017).

Yusuf, Ahmad Dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Zulaikha, Afrina, and Nining Febriyana. "Bunuh Diri pada Anak dan Remaja." Jurnal Psikiatri
Surabaya 7.2 (2018): 62-72.
HALUSINASI
1. Definisi
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya rangsangan
dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra. Halusinasi merupakan
salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau penciuman.
Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien gangguan jiwa mengalami
perubahan dalam hal orientasi realitas. Salah satu manifestasi yang muncul adalah halusinasi
yang membuat pasien tidak dapat menjalankan pemenuhan dalam kehidupan sehari-hari.
Halusinasi merupakan gangguan dari persepsi sensori, waham merupakan gangguan
pada isi pikiran. Keduanya merupakan gangguan dari respons neorobiologi. Rentang respons
neorobiologi yang paling adaptif adalah adanya pikiran logis dan terciptanya hubungan sosial
yang harmonis. Rentang respons yang paling maladaptif adalah adanya waham, halusinasi,
termasuk isolasi sosial menarik diri. Berikut adalah gambaran rentang respons neorobiologi.
Rentan Respons Neurologi
Adaptif Maladaptif

 Pikiran Logis  Kadang proses  Gangguan


 Perspsi akurat pikir tidak proses
 Emosi konsisten terganggu berpikir/waham
dengan  Ilusi  Halusinasi
pengalaman  Emosi tidak stabil  Kesukaran
 Perilaku cocok  Perilaku tidak biasa proses emosi
 Hubungan  Menarik diri  Perilaku tidak
sosial harmonis terorganisisas
i

Intensitas Level Halusinasi

Level Karakteristik Halusinasi Perilaku Pasien

Tahap 1  Mengalami ansietas  Tersentum/tertawa sendiri


Memberi rasa nyaman. kesepian, rasa bersalah,  Menggerakkan bibir
Tingkat ansietas sedang. dan katakutan. tanpa suara
Secara umum halusinasi  Mencoba berfokus pada  Pergerakan mata yang cepat
merupakan suatu kesenangan. pikiran yang dapat
 Respon verbal yang lambat
menghilangkan
ansietas.  Diam dan berkonsentrasi
 Pikiran dan pengalaman
sensori masih ada
dalam
kontrol kesadaran.
Tahap 2  Pengalaman  Peningkatan sistem saraf
Menyalahkan. Tingkat sensori otak, tanda-tanda ansietas,
kecemasan berat secara menakutkan. seperti
 Mulai merasa peningkatan denyut jantung,
kehilangan kontrol. pernapasan, dan tekanan
umum halusinasi  Merasa dilecehkan oleh darah.
menyebutkan rasa antipati. pengalaman sensori  Rentan perhatian menyempit.
tersebut  Konsentrasi
 Menarik diri dari orang lain. dengan
pengalaman sensori
NON PSIKOTIK  Kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi
dari realita.
Tahap 3  Pasien menyerah dan  Perintah halusinasi ditaati
Mengontrol tingkat menerima pengalaman  Sulit berhubungan
kecemasan berat pengalaman sensorinya. dengan orang lain
sensori tidak dapat ditolak  Isi halusinasi menjadi atraktif  Rentan perhatian hanya
lagi.  Kesepian bila beberapa derik atau
pengalaman sensori menit
berakhir.  Gejala fisik ansietas berat,
berkeringat, tremor, dan
PSIKOTIK tidak
mampu mengikuti perintah.
Tahap 4  Pengalaman sensori  Perilaku panik
Menguasi tingkat kecemasan menjadi ancaman  Potensi tinggi untuk
panik secara umum diatur dan  Halusinasi dapat bunuh diri atau
dipengaruhi oleh waham. berlangsung selama membunuh
beberapa jam atau hari (jika  Tindakan kekerasan
tidak diintervensi) agitasi, menarik diri atau
katonia.
PSIKOTIK  Tidak mampu
berespons terhadap
perintah yang kompleks
 Tidak mampu berespons
terhadap lebih dari satu
orang.

2. Klasifikasi Halusinasi

Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif


Halusinasi dengar/suara  Bicara atau tertawa sendiri.  Mendengarkan suara-siara
 Marah-marah tanpa sebab atau kegaduhan
 Mengarahkan telinga ke  Mengdengarkan suara
arah tertentu yang mengajak bercakap-
 Menutup telinga cakap
 Mendengarkan suara
menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya.
Halusinasi penglihatan  Menunjuk-nunjuk  Melihat bayangan, sinar,
kearah tertentu bentuk geometris, bentuk
 Ketakutan pada sesuatu yang kartun, melihat hantu
tidak jelas atau monster.
Halusinasi penciuman  Mencium seperti sedang  Membau bau-bauan seperti
membaui bau-bauan tertentu bau darah, urine, feses,
 Menutup hidung dan
kadang-kadang bau itu
menyenangkan.
Halusinasi pengecapan  Sering meludah  merasakan rasa seperti
 muntah darah, urine atau feses
Halusinasi perabaan  menggaruk-garuk permukaan  mengatakan ada serangga
kulit di permukaan kulit
 merasa seperti tersengat listrik.
3. Faktor Predisposisi dan Presipitasi
1) Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan, hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan
interpersonal yang dapat meningkatkan stres dan ansietas yang dapat berakhir dengan
gangguan persepsi.
b. Faktor sosial budaya, berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa
disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat
seperti delusi dan halusinasi.
c. Faktor psikologis, hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau
peran yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir dengan
pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi.
d. Faktor biologis, struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan orientasi
realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran ventikal, perubahan besar, serta
bentuk sel kortikal dan limbik.
e. Faktor genetik, gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan
pada pasien skizofrenia.
2) Faktor Presipitasi
a. Stresor sosial budaya, stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan
stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari
kelompok dapat menimbulkan halusinasi.
b. Faktor biokimia, berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta zat
halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi.
c. Faktor psikologis, intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya gangguan
orientasi realitas.
d. Perilaku, yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi realitas berkaitan
dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik, dan sosial.
4. Pohon Masalah
Effect Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

Core Problem Perubahan persepsi sensori: Halusinasi

Causa Isolasi sosial: Menarik diri
5. Intervensi
Rencana tindakan keperawatan klien dengan perubahan persepsi sensori: Halusinasi
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1. Tujuan tindakan untuk pasien meliputi hal berikut
a. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal.
2. Tindakan keperawatan
a. Membantu pasien mengenali halusinasi dengan cara berdiskusi dengan pasien
tentang isi halusinasi (apa yang didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi
terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul, dan respons
pasien saat halusinasi muncul.
b. Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien agar mampu
mengontrol halusinasi, Anda dapat melatih pasien empat cara yang sudah terbukti
dapat mengendalikan halusinasi, yaitu sebagai berikut:
1) Menghardik halusinasi
2) Bercakap-cakap dengan orang lain
3) Melakukan aktivitas yang terjadwal
4) Menggunakan obat secara teratur
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
1. Tujuan tindakan untuk keluarga meliputi hal berikut
a. Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah sakit maupun di
rumah.
b. Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.
2. Tindakan keperawatan
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
b. Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang
dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, serta cara
merawat pasien halusinasi
c. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien
dengan halusinasi langsung di hadapan pasien.
d. Buat perencanaan pulang dengan keluarga.

REFERENSI

Yusuf, Ahmad Dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai