Anda di halaman 1dari 154

LAPORAN PORTOFOLIO

STASE KGD

Disusun Oleh :

JELIN ADITA ABDILAH

2011040157

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

TAHUN 2020/2021
DAFTAR ISI
1. LAPORAN PENDAHULUAN CKD
2. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CKD
3. LAPORAN PENDAHULUAN PERFORA GASTER
4. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PERFORA GASTER
5. LAPORAN PENDAHULUAN POST RELAPARATOMY
6. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST RELAPARATOMY
7. LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA ABDOMEN
8. RESUME GADAR MINGGU 4
9. LAPORAN PENDAHULUAN DEMAM TYFOID
10. RESUME GADAR MINGGU 5
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN CHRONIC KODNEY DISEASE (CKD)

DIRUANG HCU

RSUD. PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

Disusun Oleh :

JELIN ADITA ABDILAH

2011040157

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

TAHUN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN CHRONIC KIDNEY DESEASE

A. DEFINISI

Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan


metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik)
di dalam darah (Muttaqin dan Sari, 2011).

Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan


sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010). CKD atau gagal ginjal kronis
(GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi
secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh
gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit,
sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009)

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal


kronik adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami kerusakan sehingga tidak
mampu lagi mengeluarkan sisa-sisa metabolisme yang ada di dalam tubuh dan
menyebabkan penumpukan urea dan sampah metabolisme lainnya serta
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

B. ETIOLOGI

Menurut Muttaqin dan Sari (2011) kondisi klinis yang memungkinkan dapat
mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal.

1. Penyakit ginjal

a. Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulusnefritis.

b. Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis.

c. Batu ginjal: nefrolitiasis.

d. Kista di ginjal: polycstis kidney.

e. Trauma langsung pada ginjal.

f. Keganasan pada ginjal.

g. Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur


2. Penyakit umum luar ginjal :

a. Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.

b. Dyslipidemia.

c. SLE.

d. Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis

e. Preeklamsi.

f. Obat-obatan.

g. Kehilangan bnyak cairan yang mendadak (luka bakar).

C. TANDA DAN GEJALA

Karena pada gagal ginjal kronis setiap sisem tubuh dipengaruhi oleh kondisi
uremia, maka pasien akan memperhatikan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan
tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain
yang mendasari, dan usia pasien.

Manifestasi kardiovaskuler, pada gagal ginjsl kronis mencakup hipertensi


(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi system rennin-angiotenin-aldosteron),
gagal jantung kongestif, dan edema pulmoner (akibat cairan berlebihan), dan
perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksin uremik).

Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah (pruritis).
Butiran uremik, suatu penumpukan kristal urea di kulit, saat ini jarang terjadi akibat
penanganan dini dan agresif terhadap penyakit ginjal tahap akhir. Gejala
gastrointestinal juga sering terjadi dan mencakup anoreksia, mual, muantah dan
cegukan. Perubahan neuromuskuler mencakup perubahan tingkat kesadaran, ketidak
mampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.

Tanda dan gejala antara lain :

a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi.

b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau
sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan,
pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2006) antara lain : hipertensi, (akibat retensi
cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal
jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis
(akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah,
dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi).
Manifestasi klinik menurut Suyono (2011) adalah sebagai berikut:

a. Sistem Kardiovaskuler

• Hipertensi , gagal jantung, udema pulmoner , perikarditis

• Pitting edema ( kaki, tangan)

• Edema periorbital

• Pembesaran vena jugularis

b. Sistem Dermatologi

• Warna kulit pucat

• Kulit kering bersisik

• Pruritus

• Ekimosis

• Kuku tipis dan rapuh

• Rambut tipis dan kasar

c. Sistem Pulmoner

• Krekles

• Skotum kental dan liat

• Nafas dangkal

• Pernafasan kusmaul

d. Sistem Gastrointestinal
• Anoreksia, mual dan muntah

• Perdarahan saluran GI

• Ulserasi dan pardarahan mulut

• Nafas berbau ammonia

e. Sistem Muscouloskeletal

• Kram otot

• Kehilangan kekuatan otot

• Fraktur tulang

f. Sistem integumen

• Warna kulit abu-abu mengkilat

• Pruritis

• Kulit kering bersisik

• Ekimosis

• Kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar

g. Sistem reproduksi

• Amenore

• Atrofi testis
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi GGK pada awalnya tergantung dari penyakit yang mendasarinya.
Namun, setelah itu proses yang terjadi adalah sama. Pada diabetes melitus, terjadi hambatan
aliran pembuluh darah sehingga terjadi nefropati diabetik, dimana terjadi peningkatan
tekanan glomerular sehingga terjadi ekspansi mesangial, hipertrofi glomerular. Semua itu
akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi yang mengarah pada glomerulosklerosis
(Sudoyo, 2009). Tingginya tekanan darah juga menyebabkan terjadi GGK. Tekanan darah
yang tinggi menyebabkan perlukaan pada arteriol aferen ginjal sehingga dapat terjadi
penurunan filtrasi (NIDDK, 2016).
Pada glomerulonefritis, saat antigen dari luar memicu antibodi spesifik dan
membentuk kompleks imun yang terdiri dari antigen, antibodi, dan sistem komplemen.
Endapan kompleks imun akan memicu proses inflamasi dalam glomerulus. Endapan
kompleks imun akan mengaktivasi jalur klasik dan menghasilkan Membrane Attack
Complex yang menyebabkan lisisnya sel epitel glomerulus (Sudoyo, 2009). Terdapat
mekanisme progresif berupa hiperfiltrasi dan hipertrofi pada nefron yang masih sehat
sebagai kompensasi ginjal akibat pengurangan nefron. Namun, proses kompensasi ini
berlangsung singkat, yang akhirnya diikuti oleh proses maladaptif berupa nekrosis nefron
yang tersisa (Isselbacher dkk, 2012). Proses tersebut akan menyebabkan penurunan fungsi
nefron secara progresif.
Selain itu, aktivitas dari renin-angiotensinaldosteron juga berkontribusi terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresivitas dari nefron (Sudoyo, 2009). Hal ini disebabkan
karena aktivitas renin- angiotensin-aldosteron menyebabkan peningkatan tekanan darah dan
vasokonstriksi dari arteriol aferen (Tortora, 2011). Pada pasien GGK, terjadi peningkatan
kadar air dan natrium dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena gangguan ginjal dapat
mengganggu keseimbangan glomerulotubular sehingga terjadi peningkatan intake natrium
yang akan menyebabkan retensi natrium dan meningkatkan volume cairan ekstrasel
(Isselbacher dkk, 2012). Reabsorbsi natrium akan menstimulasi osmosis air dari lumen
tubulus menuju kapiler peritubular sehingga dapatterjadi hipertensi (Tortora, 2011).
Hipertensi akan menyebabkan kerja jantung meningkat dan merusak pembuluh
darah ginjal. Rusaknya pembuluh darah ginjal mengakibatkan gangguan filtrasi dan
meningkatkan keparahan dari hipertensi (Saad, 2014). Gangguan proses filtrasi
menyebabkan banyak substansi dapat melewati glomerulus dan keluar bersamaan dengan
urin, contohnya seperti eritrosit, leukosit, dan protein (Harrison, 2012). Penurunan kadar
protein dalam tubuh mengakibatkan edema karena terjadi penurunan tekanan osmotik
plasma sehingga cairan dapat berpindah dari intravaskular menuju interstitial (Kidney
Failure, 2013).
Sistem renin-angiotensin-aldosteron juga memiliki peranan dalam hal ini.
Perpindahan cairan dari intravaskular menuju interstitial menyebabkan penurunan aliran
darah ke ginjal. Turunnya aliran darah ke ginjal akan mengaktivasi sistem reninangiotensin-
aldosteron sehingga terjadi peningkatan aliran darah (Tortora, 2011). Gagal ginjal kronik
menyebabkan insufisiensi produksi eritropoetin (EPO). Eritropoetin merupakan faktor
pertumbuhan hemopoetik yang mengatur diferensiasi dan proliferasi prekursor eritrosit.
Gangguan pada EPO menyebabkan terjadinya penurunan produksi eritrosit dan
mengakibatkan anemia (Harrison, 2012).
E. PATHWAY

Infeksi vaskuler zat tosik

Reaksi antigen antibodi arteriosklorosis tertimbun ginjal

Suplai darah menurun

GFR turun

GGK

Sekresi protein retensi NA sekresi eritropoitin

Sindrom uremia total CES produksi HB menurun

Gangguan keseimbangan asam basa Tekanan kapiler naik okshihemoglobin


Produk asam naik vol. Interstitial naik suplai O2 kasar

Asam lambung edema


intoleransi aktifitas

Iritasi lambung Kelebihan kapiler paru naik


volume cairan

Infeksi edema paru


Preload naik
Gastritis beban jantung naik Ketidakefektifan pola
Hipertrofi ventrikel kiri mapas

Mual payah jantung


Bendungan atrium kiri
Kebutuhan nutrisi kurang Tekanan vena pulmonalis
dari kebutuhan tubuh
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari komplikasi yang terjadi.
2. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/ obstruksi)
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan tidak
puasa.
3. IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu,
misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat.
4. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.
5. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vaskuler,
parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
6. Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi perikardial.
7. Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama untuk falanks jari),
kalsifikasi metastasik.
8. Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini dianggap sebagai
bendungan.
9. Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang reversibel.
10. EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda- tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
11. Biopsi ginjal
12. Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang, kemungkinan adanya
suatu Gagal Ginjal Kronik :
- Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia.
- Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
- Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin
lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan
saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran
kemih.
- Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin, pada diet rendah
protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.
- Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
- Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunnya diuresis.
- Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis 1,24
(OH)2 vit D3 pada GGK.
- Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama Isoenzim
fosfatase lindi tulang.
- Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein.
- Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal
ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan ferifer)
- Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan, peninggian
hiormon inslin, hormon somatotropik dan menurunnya lipoprotein lipase.
- Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang menurun, BE
yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan
retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a. Konservatif :
• Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
• Observasi balance cairan
• Observasi adanya odema
• Batasi cairan yang masuk
b. Dialysis
• peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial Dialysis).
• Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
1. AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
2. Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung)
c. Operasi
• Pengambilan batu
• Transplantasi ginjal
H. FOKUS PENGKAJIAN
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada
Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang mengalami
CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses
pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun,
pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian
CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / rdiri yang terlalu lama dan lingkungan
yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/ zat logam
dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius
bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6
bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya adalah
penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah
atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari
compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c. Antropometri
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi
peningkatan berat badan karena kelebihan cairan
d. Kepala
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-
pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorokan
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi
basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i. Ekstermitas
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia,
dan terjadi perikarditis.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia dan nyeri sendi sekunder terhadap
gagal ginjal.
c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan
diagnostik, rencana tindakan dan prognosis.
d. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus sekunder terhadap
gagal ginjal.
e. Risiko tinggi terhadap ketidakpatuhan berhubungan dengan kurang pengetahuan, sistem
pendukung kurang adekuat.
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anorekasia,
mual, muntah, kehilangan selera, bau, stomatitis dan diet tak enak.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2.
Jakarta: EGC

Carpenito, L.J., 2006, Rencana asuhan dan pendokumentasian keperawatan (Edisi 2), Alih.

Bahasa Monica Ester, Jakarta : EGC.

Doengoes, Marilyn E, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk. Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.

Jakarta : Salemba Medika

Nahas, Meguid El & Adeera Levin.2010.Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to


Understanding and Management. USA : Oxford University Press.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta; MediAction.
Smeltzer, S. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi
8. Jakarta : EGC.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S

CKD DI HCU
Disusun oleh :

JELIN ADITA ABDILAH

2011040157

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2020/2021

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA TN.L DENGAN ICH DI RUANG HCU


Tanggal Masuk RS : 13 Maret 2021 Jam Masuk : 16.00 WIB
Tanggal Pengkajian : 18 Maret 2021 No. RM :-
Jam Pengkajian : 11.00 WIB Diagnosa Masuk :CKD,PNEUMONIA,MELENA

IDENTITAS
1. Nama Pasien : Tn. S
2. Umur : 64 th
3. Alamat : Jl Kokosan RT 3/14 Tambakreja

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Keluhan Utama/ Masalah Utama : Penurunan Kesadaran
2. Riwayat Penyakit Sekarang : pasien dari IGD dengan CKD ON HD, pneumonia dan melena.
Pasien rujukan dari RSI Fatimah Cilacap keluarga pasien mengatakan pasien lemas, kesadaran
menurun, sesak nafas, muntah dan bab kehitaman sejak 5 hari, rutin hd di rsi Fatimah cilacap
perawatan hari ke-2 di hcu dan ke5 di rsms. Pada saat dilakukan pengkajian ku lemah, GCS
E4M1V1 soporokoma, ronchi, googling, terpasang av shunt, ngt dan nrm 10tpm, opa, produksi
sputum. Aktivitas dibantu keluarga/perawat, pasien terlihat terbaring ditempat tidur. TTV : TD
: 136/58 mmHg, N : 92x/m, RR :18x/m

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


1. Pernah dirawat Ya : √ Tidak : - Kapan : 12 maret Diagnosa : ckd on hd
2. Riwayat Penyakit kronik dan Ya : Tidak : √ Jenis :
menular
Riwayat Kontrol : rutin hd
Riwayat Penggunaan Obat : -
3. Riwayat Alergi Ya : Tidak : √ Jenis :
4. Riwayat Operasi Ya : Tidak : √ Kapan :

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Ya : Tidak : √ Jenis :

OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK


1. Tanda- Tanda Vital
S : 37,80 C N : 92x/menit TD: RR
136/58 :18x/menit
mmHg
Kesadaran : Composmentis : Apatis : Somnolen : Sopor : √ Koma :

2. Sistem Pernafasan (breathing)


Obstruksi : Tidak : √ Sebagian : Total :
Benda Asing : Tidak : √ Padat : Cair :
Berupa : akumulasi secret
a. Keluhan : Sesak : √ Nyeri waktu nafas :
Batuk : √ Produktif : Tidak Produktif :
Sekret : √ Konsistensi : kental
Warna : putih Bau :
b. Irama Nafas Teratur : Tidak Teratur : √
c. Jenis Dispnoe : √ Kusmaul : Cheyne Stokes :
d. Suara Nafas Vesikuler : Bronko vesikuler :
Ronki : √ Wheezing :
e. Alat Bantu napas Ya : √ Tidak :
Jenis : nrm Flow : 10 lpm
f. WSD : Ya : Tidak : √
g. Penggunaan Ventilator Ya : Tidak : √

3. Sistem Kardio Vaskuler (Blood)


a. Nadi Karotis : Teraba : √ Tidak teraba :
Nadi Perifer : Kuat : √ Lemah : Tidak teraba :
Perdarahan : cc Lokasi :
Keluhan Nyeri dada Ya : Tidak : √
b. Irama Jantung : Reguler : √ Ireguler :
S1/S2 tunggal Ya : √ Tidak :
c. Suara jantung Normal : √ Murmur :
Gallop : Lain- lain :
d. CRT : < 2 detik
e. Akral Hangat : √ Panas : Dingin : Kering : Basah :
f. JVP Normal : √ Meningkat : Menurun :
g. CVP : - mmHg/ mmH2O
h. Interpretasi EKG : -
i. Obat jantung yang diberikan :-
Lain – lain:-

4. Sistem Persyarafan (Brain)


a. GCS : 6 sopor E4M1V1
b. Refleks fisiologis Patella : √ Triceps : √ Biceps : √
c. Reflex patologis Babinsky :- Budzinsky :- Kernig :-
d. Keluhan pusing Ya : Tidak :-
e. Pupil Isokor : √ Anisokor :
f. Tanda PTIK Muntah proyektil :- Nyeri kepala hebat :-
g. Curiga fraktur cervical Jejas klavikula :- Battle sign : -
Bloody rinorhoe : - Bloody otorhoe : -
Brill hematoma : -
h. Tekanan Intra Kranial (ICP) mm
i. Obat Neurologi yang diberikan (dosis) :
5. Sistem perkemihan (Bladder)
a. Kebersihan Bersih : √ Kotor : -
b. Keluhan kencing Nokturia : -
Gross ematuria : - Inkontinenisa: -
Disuria : - Poliuria : -
Retensi : - Oliguria : -
Anuria : √ Lain : -
c. Produksi urine : 10 cc/ 6 jam
d. Kandung kemih Membesar Ya : - Tidak : √
Nyeri tekan Ya : - Tidak : -
e. Intake cairan Oral : - cc/jam Parenteral : cc/ jam
f. Alat bantu kateter Ya : √ Tidak : -
6. Sistem Pencernaan (Bowel)
a. Mukosa mulut Lembab : - Kering : √ Stomatitis : -
Tenggorokan Sakit menelan : - Kesulitan menelan:-
Pemebesaran tonsil : - Nyeri tekan : -
b. Abdomen Tegang : - Kembung : - Ascites : - lingkar abdomen
Nyeri tekan Ya : - Tidak : -
Luka operasi Ada : - Tidak : -
Jenis operasi : -
Keadaan : Drain Ada : - Tidak : -
Jumlah : - Warna : -
Kondisi area sekitar insersi : -
c. Jejas abdomen Tidak ada : √ Ada,lokasi
d. Peristaltik 12 x/mnt
e. BAB + 0 x/hari
Konsistensi Keras : - Lunak : - Cair : - Lendir/darah
f. Diet Padat : Lunak : Cair : √
g. Porsi makan Habis : √ Tidak : Keterangan :ngt
7. Sistem Muskuloskeletal dan integumen (Bone)
a. Pergerakan sendi Terbatas : √ Tidak : -
b. Kekuatan otot

c. Kelainan ekstremitas Ya : √ Tidak : -


d. Kelainan tulang Ya : - Tidak : √
belakang
e. Fraktur Ya : - Tidak : √
f. Traksi/spalk/gips Ya : - Tidak : √
g. Kompartmen Ya : - Tidak : √
syndrome
h. Kulit Ikterik : - Sianosis : - Kemerahan : - Hiperpigmentasi: -
i. Dekubitus Tidak ada : √ Ada,grade: - Luas : - Lokasi : -
j. Luka (Umum) Jenis : av Luas : - Bersih : √ Kotor : -
shunt
Lain-lain : -

8. Sistem Endokrin
Hipoglikemia Ya : - Tidak : √
Hiperglikemia Ya : - Tidak : √

PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Personal hygiene
Bersih : Kotor : - Bau : -
b. Kebutuhan tidur
Terpenuhi : √ Tidak terpenuhi : - Jam
c. Nilai BMR :
d. Gangguan konsep diri
Ya : - Tidak : -
PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium, Radiologi, USG)
Tanggal Pemeriksaan Lab Hasil Nilai rujukan Satuan
16/03/2021 HEMATOLOGI
Hemoglobin 8,9 13,2-17,3 g/dL
Leukosit 9770 3800-10600 /ul
Hematokrit 26 40-52 Vol %
Eritrosit 3,11 4,40-5,90 10^6/ul
Trombosit 7.800 150000-440000 /ul
MCV 82,6 80-100 fL
MCH 26,6 26-34 pg
MCHC 34,6 32-36 g/dl
RDW 15,9 11,5-14,5 %
MPV 10,5 9,4-12,4 µm

Basofil 0,3 0-1 %


Eosinofil 0,8 2-4 %
Batang 0,4 3-5 %
Segmen 74,1 50-70 %
Limfosit 4,2 25-40 %
Monosit 8,4 2-8 %
Total Limfosit Count 410
Neutrofil limfosit Ratio 20,56
Kimia klinik

Kalium 3,5 1900-4400 mg/dL


Ureum Darah 127,18 19,00-44,00 mg/dl
Kreatinin Darah 6,25 0,70-1,20 mg/dl
Glukosa Sewaktu 3,6 < 140 Mg/

TERAPI
Nama Obat Dosis Cara Pemberian Indikasi
Ceftriaxone 2 x1 gr Intravena Untuk mengatasi
infeksi bakteri
gram negatif
maupun gram
positif. Dosis
ceftriaxone yang
diberikan biasanya
berkisar antara 1–
2 gram per 12 atau
24 jam, tergantung
pada penyakit dan
tingkat keparahan
infeksi.
Ranitidin 2 x 50 mg Intravena obat untuk
mengurangi
jumlah asam
lambung dalam
perut. Obat ini
berfungsi untuk
mengatasi dan
mencegah rasa
panas pada perut
(heartburn), maag,
dan sakit perut
yang disebabkan
oleh tukak
lambung.
Kalnex 3 x 500 gr Intravena Untuk mengatasi
mimisan, cedera,
pendarahan akibat
menstruasi
berlebihan, serta
mengurangi
pendarahan saat
operasi atau
proses pencabutan
gigi.
Furosemide 3 x 20mg Intravena Obat golongan
diuretic yang
bermanfaat untuk
mengeluarkan
kelebihan cairan
dari dalam tubuh
melalui urine
Omz 2x40mg Intravena Untuk menangani
tukak lambung,
GERD, dan
gangguan lambung
serta saluran
pencernaan
lainnya
Manitol 6 x 125 ml Intravena Mengurangi
tekanan dalam
kepala dan
tekanan bola mata
Phytomenadion 3 x 100mg Intravrna Vitamin K
Mp 2x62,5mg Intravena Meredakan reaksi
alergi dan
peradangan
Ventolin 3x1 Nebu Untuk mengobati
penyakit pada
saluran pernafasan
DATA FOKUS
- Pasien mengalami penurunan kesadaran
- Terlihat sesak napas, ronchi
- Terdapat akumulasi sekret
DATA TAMBAHAN LAIN
- terpasang NRM 10tpm
- terpasang opa
TINDAKAN OPERASI

1. Analis Data data dan perumusan masalah keperawatan


Tanggal Data Patofisiologi Diagnosa
Keperawatan
18/03/2021 DS : - Paktor predisposisi Bersihan jalan
DO : napas tidak efektif
- Pasien tampak peningkatan secret b.d hipersekresi
sesak napas, bronkiolus jalan napas
suara napas
tambahan ronchi, bersihan jalan napas
gurgling, irama tidak efektif
napas ireguler,
terdapat
akumulasi secret,
terpasang NRM
10tpm, opa
- TTV :
S : 37,80C, N :
92x/menit, TD :
136/58 mmHg,
RR : 18x/menit
-
18/03/2021 DS : - Gangguan aliran darah Resiko
DO : dan O2 ke otak ketidakefektifan
- Penurunan kesadaran perfusi jaringan
- Ku lemah Fungsi otak menurun celebral b.d
- GCS 6 E4M1V1 sopor
- Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan
celebral

18/03/2021 DS : - Gangguan aliran darah Defisist perawatan


DO : dan O2 ke otak diri b.d kelemahan
- Pasien terlihat ADL
dibantu oleh perawat fungsi otak menurun
- GCS E4V1M1
- Penurunan kesadaran kerusakan
neuromotorik

kelemahan otot

ADL dibantu

Defisit Perawatan diri

2. Daftar diagnosa keperawatan (prioritas)


No Diagnosa Keperawatan
1 Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas

2 Resiko ketidakefektifan perfusi selebral b.d


3 Deficit perawatan diri b.d kelemahan

Diagnosa Utama : bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas
Rasional : ditandai dengan terdapat akumulasi secret dijalan napas, suara napas ronchi,gurgling,
sesak napas dan terpasang NRM 10tpm dan opa

3. Rencana keperawatan
Nama klien : Tn.S Dx.Medis : CKD, PNEUMONIA, MELENA Ruang : HCU
No Tanggal Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1 18/03/20 Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen jalan napas
21 napas tidak tindakan keperawatan I.01011
efektif b.d selama 2x24 jam O : -memonitor pola
hipersekresi diharapkan masalah napas (frekuensi,
jalan napas bersihan jalan napas kedalaman, usaha napas)
membaik dengan kriteria -memonitor bunyi napas
hasil : tambahan (gurgling,
Bersihan jalan napas ronchi)
L.01001 -memonitor sputum
Indikator A T (jumlah, warna, bau)
Produksi sputum 1 5 N : posisikan
semifowler/fowler
Frekuensi napas 1 5
-berikan oksigen
Pola napas 1 5
-lakukan penghisapan
lender / suction
C : -kolaborasi pemberian
obat

4. Catatan Keperawatan (Diagnosa Utama)


Nama : Tn. S Dx Medis : CKD, PNEUMONIA, MELENA Ruang : HCU
Hari/Tangg Dx.Keperawatan Tindakan Keperawatan dan Respon Paraf
al/Jam pasien
18/03/2021 Bersihan jalan napas -memonitor pola napas (frekuensi, Jee
tidak efektif b.d kedalaman, usaha napas)
hipersekresi jalan -memonitor bunyi napas tambahan
napas (gurgling, ronchi)
-memonitor sputum (jumlah,
warna, bau)
-posisikan semifowler/fowler
-berikan oksigen
-lakukan penghisapan lender /
suction
-kolaborasi pemberian obat
DS : -
DO :
- Penurunan kesadaran
- Dilakukan suction dan nebu
- Secret kental
- Berwarna putih
- Posisikan semifowler
Ttv : S : 37,80C, N :
92x/menit, TD : 136/58
mmHg, RR : 18x/menit
- Suara napas tambahan ronchi,
gurgling
- Pasien terlihat diberikan obat
sesuai indikasi
19/03/2021 pasien meninggal dunia Jee

5. Catatan Perkembangan/SOAP (diagnosa utama)


Nama klien :Tn. S Dx.Medis : CKD, PNEUMONIA, MELENA Ruang : HCU
Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan SOAP Paraf
/Jam
18/03/2021 Bersihan jalan napas S:- Jee
tidak efektif b.d O : - penurunan kesadaran
hipersekresi jalan -terdapat akumulasi secret
napas -sekret kental berwarna putih
-suara napas tambahan ronchi,
gurgling
-pola napas vesikuler
-GCS 6 E4M1V1 sopor
-terpasang NRM 10rpm
-terpasang opa
Ttv : S : 37,80C, N : 92x/menit,
TD : 136/58 mmHg, RR :
18x/menit
A : masalah belum teratasi

Indikator A T S
Produksi sputum 1 5 2
Frekuensi napas 1 5 1
Pola napas 1 5 1

P : lanjutkan intervensi
-memonitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
-memonitor bunyi napas tambahan
(gurgling, ronchi)
-memonitor sputum (jumlah, warna,
bau)
- posisikan semifowler/fowler
-berikan oksigen
-lakukan penghisapan lender / suction
-kolaborasi pemberian obat
19/03/2021 Pasien meninggal dunia jee

LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN POST RELAPARATOMY PERFORA GASTER

DIRUANG ICU RSUD. PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

Disusun Oleh :

JELIN ADITA ABDILAH


2011040157

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

TAHUN 2020/2021

PERFORASI GASTER

A. Definisi
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari
lambung, usus halus, usus besar, akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga perut.
Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya kontaminasi bakteri
dalam rongga perut (keadaan ini dikenal dengan istilah peritonitis). Perforasi lambung
berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang di sebabkan karna kebocoran asam
lambung ke dalam rongga perut. Perforasi dalam bentuk apapun yang mengenai saluran
cerna merupakan suatu kasus kegawatan bedah.
Perforasi pada saluran cerna sering di sebabkan oleh penyakit-penyakit seperti
ulkus gaster, appendicitis, keganasan pada saluran cerna, atau trauma.
B. Etiologi
1. Perforasi Non-Trauma, Misalnya :
a. Akibat volvulus gaster karna overdistensi dan iskemia
b. Adanya factor predisposisi : termasuk ulkus peptic.
c. Perforasi oleh malignasi intra abdomen atau limfoma.
d. Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi esophagus,
gaster, atau usus, dengan infeksi antra abdomen, peritonitis, dan sepsis.
2. Perforasi Trauma (Tajam atau Tumpul), misalnya :
a. Trauma iatrogenik setelah pemasangan, pipa nasogastric saat endoskopi.
b. Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan pisau)
c. Trauma tumpul pada gester : trauma sepeti ini lebih umum pada anak daripada
dewasa
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala perforasi gaster adalah :
1. Kesakitan hebat pada perut dan kram diperut.
2. Nyeri di daerah epigastrium.
3. Hipertermi
4. Takikardi
5. Hipotensi
6. Biasanya tampak letargik karna syok toksik.
D. Patofisologi
Dalam keadaan normal, lambung relatif bersih dari bakteri dan mikroorganisme
lain karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami
trauma abdominal memiliki fungsi gaster normal dan tidak berada dalam resiko
kontaminasi bakteri setelah perforasi gaster. Namun, mereka yang sebelumnya sudah
memiliki masalah gaster beresiko terhadap kontaminasi peritoneal dengan perforasi
gaster. Kebocoran cairan asam lambung ke rongga peritoneal sering berakibat peritonitis
kimia yang dalam. Jika kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mencapai rongga
peritoneal, peritonitis kimia bertahap menjadi peritonitis bakterial. Pasien mungkin bebas
gejala untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai peritonitis bakterial
kemudian.
Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi akut.
Omentum dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi, membentuk
flegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia yang diakibatkan di
area memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan menyebabkan pelemahan aktivitas
bakterisid dari granulosit, yang mengarah pada peningkatan aktivitas fagosit granulosit,
degradasi sel, hipertonisitas cairan membentuk abses, efek osmotik, mengalirnya lebih
banyak cairan ke area abses, dan pembesaran abses abdomen. Jika tidak diterapi,
bakteremia, sepsis general, kegagalan multi organ, dan syok dapat terjadi.
E. Pemeriksaan Penunjang
Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan adalah :
1. foto polos abdomen pada posisi berdiri.
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen.
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai densitas,
yang pada kasus ini adalah sangat tidak homogen karena terdapat kandungan
lambung..
3. CT-scan
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara
setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto
rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan sangat efisien untuk
deteksi dini perforasi gaster.
PATHWAYS

Stress fisik Obat Bahan Trauma Bakteri,

Perfusi Penghancur
Melekat
mukosa an sawar
Pada epitel
lambung epitel

Kerusakan mukosa

Difusi ion balik H+

Julmah asam
lambung
MK : Gangguan meningkat
Iritasi mukosa lambung
Nyeri Rasa anoreksia
MK : Perubahan
Nausea dan
Rasa aman nyeri GastM is: Resti kekura ngan
ritK nutrisi kurang
Volume c airan dari kebutuhan

Perlukaan pada
MK : Resti Perfusi Jaringan

Hematomesi

Anemis

Sianosis
F. Prognosis
Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat dilakukan
maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis, tindakan, dan pemberian
antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya menjadi dubia ad malam.
Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Faktor-faktor berikut
akan meningkatkan resiko kematian :
• Usia lanjut
• Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya
• Malnutrisi
• Timbulnya komplikasi
G. Penatalaksanaan
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan
umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa
nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-tanda
peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin digunakan dengan terapi
antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan anaerob.
H. Komplikasi
1. Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada gaster
2. Kegagalan luka operasi
Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka
operasi) dapat terjadi segera atau lambat

I. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
tidak ada batasan yang jelas antara laki-laki dan perempuan. Bisa tingkatan
segala usia. Tapi paling banyak di jumpai pada usia lansia.
b. Keluhan utama
keluhan utama yang di rasakan pada perfoasi gaster adalah nyeri pada ulu hati.
c. Riwayat Penyakit sekarang
1) Profoking incident : di sebabkan oleh non-trauma ; predisposisi atau
trauma ; benturan atau tertusuk menda tajam
2) Quality : pada penderita perforasi gaster nyeri pada perut terasa
seperti di tusuk-tusuk
3) Region : nyeri pada epigastrium
4) Severity : adanya keluhan tidak dapat beristirahat karna nyeri atau
regurgitasi makanan.
5) Time : nyeri biasanya timbul jika beraktifitas dan setelah
mengkonsumsi makanan yang merangsang asam lambung.
d. Riwayat penyakit keluarga
perforasi gaster bukan merupakan penyakit keturunan namun bisa di sebabkan
oleh pola hidup yang kurang kurang baik dan bisa trauma atau factor
predisposisi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Pada pasien perforasi gaster biasanya kesadaran baik composmentis,
terjadi kelemahan dan terjadi gangguan pola tidur akibat nyeri yang dirasakan
b. Sistem penglihatan
I : Biasanya pada pasien perforasi gaster konjungtiva pucat di curigai adanya
tanda-tanda anemia ( Tutik. 2010 : 53 ).
P : Pada palpasi tidak ditemukan kelainan pada penderita perforasi gaster.
c. Sistem pendengaran
I :Pada pasien perforasi gaster biasanya pada sistem ini tidak mengalami
gangguan.
P :Pada sistem pendengaran secara umum penderita perforasi gaster tidak
terdapat kelainan.
d. Sistem penciuman
I :Pada pasien perforasi gaster biasanya pada sistem ini tidak mengalami
ganguan, fungsi penciuman tidak mengalami gangguan.
P :Pada palpasi hidung tidak terdapat kelainan.
e. Sistem Pernafasan
I : Pada pasien perforasi gaster biasanya pada sistem ini tidak mengalami
ganguan, frekuensi pernafasan normal.
P : Biasanya pada palpasi thorax tidak terdapat kelainan seperti nyeri tekan.
P : Biasanya perfusi area paru norma (sonor)
A :Biasanya auskultasi paru tidak terdapat suara tambahan
f. Sistem kardiovaskuler
I : Biasanya tudak terdapat kelainan, ictus kordis nampak pada ICS 4 – 5 mid
klavikula sinistra , akan tetapi nampak tidaknya ictus kordis tergantung
pada gemuk atau kurusnya penderita.
P : Pada palpasi teraaba icyus kordis di ICS 4 – 5 mid klafikula sinistra.
Palpasi nadi biasnya melemah dan takikardi.
P : Pada perkusi jantung tidak terdapat kelainan, suara perkusi area jantung
redup.
A: Biasanya pada aukultasi jantung pada penderita perforasi gaster tidak
mengalami kelainan.
g. Sistem persyarafan
I : Kesadaran yang diamati berupa komposmentis, apatis, samnolen, bahkan
hingga coma pada perforasi gaster
h. Sistem pencernaan
I : Biasanya pada penderita perforasi gaster nampak menyeringai kesakitan
dan memegangi perut daerah ulu hati.
A : Bising usus menurun
P : Biasanya terdapat nyeri tekan daerah ulu hati ( epigastrium ).
P : Pada pemeriksaan perkusi untuk penderita perforasi gaster ditemukan
suara hipertimpani.
i. Sistem eliminasi
I :Pada eliminasi alvi terjadi gangguan defekasi akibat dari input yang tidak
adekuat.

j. Sistem muskuluskeletal
I :Biasanya pada perforasi gaster akut pasien masih mampu untuk
melakukan aktivitas dan tidak terlihat kekuatan otot menurun namun pada
perforasi gaster kronis hal itu dapat terjadi
k. Integumen
I :Turgor kulit menurun akibat dehidrasi

3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan perlukaan pada lambung.
b. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

nutrisi tidak adekut.


c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
d. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan
4. Intervensi
a. Nyeri berhubungan dengan adanya perlukaan di lambung.
Tujuan :Setelah dilakukkan tindakan selama 3 × 24 jam diharapkan

terdapat penurunan respon nyeri / nyeri hilang.


Kriteria hasil :Tingkat kenyamanan, (perasaan senang) tingkat persepsi positif

terhadap kemudahan fisik dan psikologis, tindakan individu untuk

mengendalikan nyeri, keparahan nyeri dapat diamati / dilaporkan,

jumlah nyeri yang dilaporkan.

Intervensi Keperawatan:
1) Gunakan laporan dari pasien sendiri pilihan pertama.

Rasional: Guna mengumpulkan informasi pengkajian.


2) Minta pasien untuk menilai nyeri.

Rasional: Membantu menilai nyeri atau ketidaknyamanan.


3) Gunakan lembar alur nyeri.

Rasional: Memantau pengurangan nyeri dari analgetik dan efek

sampingnya.
4) Lakukan pengkjian nyeri (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,

keparahan nyeri, faktor presipitasi).

Rasional: Membantu membedakan nyeri.


5) Dalam mengkaji pasien gunakan kata – kata yang konsisten dengan usia

dan tingkat perkembangan pasien.

Rasional: Membantu membangun suasana terapiutik.


6) Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika

peredaran nyeri tidak dapat dicapai.

Rasional: Nyeri yang berkelanjutan dicurigai adanya komplikasi.


7) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi.
Rasional: Teknik distraksi relaksasi meminimalkan tingkatan rasa nyeri.
8) Observasi vital sign.

Rasional: Nadi dapat meningkat secara dini karena tingkatan nyeri


b. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

nutrisi tidak adekut, anaroxia.


Tujuan :Setelah dilakukkan tindakan selama 3 × 24 jam diharapkan

terjadi peningkatan asupan dalam pemenuhan nutrisi.


Kriteria hasil :Klien secara subjektif termotivasi untuk melakukan pemenuhan

ntrisi sesuai anjuran, asupan meningkat pada porsi makan yang

disediakan, mempertahankan berat badan, menoleransi diet yang

dianjurkan, mengungkapkan tekat untuk mematuhi diet.


Intervensi keperawatan:
1) Anjurkan agar klien memakan makanan yang disediakan di rumah

sakit.
Rasional: Untuk menghindari makanan yang justru dapat mengganggu

proses penyembuhan klien.


2) Beri makanan dalm keadaan hangat dan porsi kecil serta diet TKTP.
Rasional: Untuk meningkatkan selera dan mencegah mual,

mempercepat perbaikan kondisi.


3) Libatkan keluarga pasien dalam pemenuhan nutrisi tambahan yang

tidak bertentangan dengan penyakitnya.


Rasional: Klien kadang kala mempunyai selera makan yang sudah

terbiasa sejak dirumah. Dengan bantuan keluarga dalam pemenuhan

nutrisi dengan tidak bertentangan dengan pola diet akan meningkatkan

pemenuhan nutrisi.
4) Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan

serta sebelum dan sesudah intervensi pemeriksaan peroral.


Rasional: Hygiene oral yang baik akan meningkatkan nafsu makan

klien.
5) Beri motivasi dan dukungan psikologis.
Rasional: Meningkatkan secara psikologis.
6) Pencegahan dan penanganan diet yang berat dan aktivitas yang

berlebih.
Rasional: Diet yang terlalu keras meningkatkan kerja lambung
7) Timbang pasien dalam interval yang tepat.
Rasional: Membantu mengetahui adanya peningkatan atau penurunan

berat badan klien.


8) Anjurkan untuk makan porsi sedikit dengan interval sering.

Rasional: Mencegah perangsangan yang mendadak pada lambung.


c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapakan tidak terjadi kekurangan cairan tubuh .


Kriteria hasil :Tidak memiliki konsentrasi urin yang berlebih, tidak

mengalami haus yang tidak normal, memiliki keseimbangan

asupan yang seimbang, menampilkan hidrasi yang baik,

memiliki asupan cairan oral yang adekuat.


Intervensi keperawatan:
1) Observasi output dan input cairan setiap hari terhadap dehidrasi.

Rasional: Out put yang berlebih dapat terjadinya dehidrasi.


2) Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan

turgor kulit, pengisian kapiler lambat.

Rasional: Menunjukkan kehilangan cairan berlebihan / dehidrasi.


3) Kaji tanda tanda vital.

Rasional: Hipotensi, demam, dapat menunjukkan terjadinya

kehilangan cairan.
4) Observasi terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit (diare).
Rasional: Untuk mengevalasi kehilangan cairan.
5) Kaji nilai elektrolit setiap 24 jam untuk ketidaksinambungan cairan.
Rasional: Mengetahui jumlah cairan yang dibutuhkan.
6) Anjurkan keluarga untuk memberi minum klien 6 – 8 gelas air putih

setiap hari.
Rasional: Mengganti cairan elektrolit yang hilang melalui oral.
d. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawan selama 1 x 15 menit

diharapkan klien menunjukkan ansietasnya berkurang.


Kriteria hasil : Ansietas berkurang dibuktikan dengan menunjukkan kontrol

agresi, kontrol ansietas, koping, kontrol implus. Melaporkan

tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik, manifestasi

prilaku akubat kecemasan tidak ada.


Intervensi keperawatan:
1) Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan

perasaan.
Rasional: Membantu mengeksternalisasikan ansietas.
2) Sediakan informasi faktual menyangkut diagnosis, perawatan dan

prognosis.
Rasional: Meminimalkan ansietas dengan ketidaktauan menyangkup

diagnosis, dan tindakan keperawatan.


3) Intruksikan pasien tentang penggunaan teknik relaksasi.
Rasional: Belajar cara untuk rileks dapat menbantu menurunkan

ansietas.
4) Dampingi pasien (misalnya selama prosedur).
Rasional: Meningkatkan keamanan dan mengurangi takut.
(Wilkinson. 2007 : 26)
DAFTAR PUSTAKA

Pieter, John, editor : Sjamsuhidajat,R. dan De Jong, Wim, Bab 31 : Lambung dan Duodenum,

Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC : Jakarta, 2004. Hal. 541-59.
Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, editor : Mansjoer, Arif., Suprohalta., Wardhani, Wahyu Ika.,
Setiowulan, Wiwiek., Fakultas Kedokteran UI, Media Aesculapius, Jakarta : 2000

Azer, Samy A., Intestinal Perforation – emedicine available from,


http://www.emedicine.com/med/topic2822.htm

Medcyclopaedia – Gastric rupture, available from


http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/volume_vii/g/gastric_rupture

Gharehbaghy, Manizheh M., Rafeey, Mandana., Acute Gastric Perforation in Neonatal Period, available
from http://www.medicaljournal-ias.org/14_2/Gharehbaghy.pdf

Sofić, Amela., Bešlić, Šerif., Linceder, Lidija., Vrcić, Dunja., Early radiological diagnostics of
gastrointestinal perforation, available from http://www.onko- i.si/uploads/articles/Radiology_40_2_2.pdf

Hermana, Asep., Awas, Bahaya Jamu Oplosan! Available from http://www.pikiran-


rakyat.com/cetak/2007/072007/05/cakrawala/lainnya

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. D

POST RELAPARATOMY PERFORA GASTER

DI ICU RSUD PROF DR MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

Disusun oleh :

JELIN ADITA ABDILAH


2011040157

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2020/2021

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA NY. D DENGAN POST LAPARATOMI DI RUANG ICU
Tanggal Masuk RS : 24 Maret 2021 Jam Masuk : 16.00 WIB
Tanggal Pengkajian : 25 Maret 2021 No. RM :-
Jam Pengkajian : 15.00 WIB Diagnosa Masuk :post relaparatomy perfora gaster

IDENTITAS
4. Nama Pasien : Ny. D
5. Umur : 81 th
6. Alamat : Watukumpul Pemalang

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


3. Keluhan Utama/ Masalah Utama : Penurunan Kesadaran
4. Riwayat Penyakit Sekarang : pasien baru dari O.K IGD dengan post relaparotomy perforasi gaster, datang pukul
16.00 tersedasi, sebelumnya pasien rujukan dari RSU Siaga Medika Pemalang dengan keluhan luka bekas operasi
keluar kekuningan sejak 5 hari yang lalu. Pada saat dilakukan pengkajian ku lemah, respirasi on ventilator mode sim
v FiO2 : 50% Peep : 4, terpasang ett no. 7, cvp, dc no.16, ngt di alirkan dan drain. Terdapat balutan operasi diperut,
nyeri skala 6 (CPOT) dan gelisah. GCS E2 M3 Vt. Ttv : TD : 95/64 mmHg, N : 102x/menit, RR : 13x/menit, S : 36,
SpO2 : 99%, MAP : 72, CVP : 6.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
1. Pernah dirawat Ya : √ Tidak : - Kapan : 18 maret Diagnosa : Gastritis
2. Riwayat Penyakit kronik dan Ya : Tidak : √ Jenis :-
menular
Riwayat Kontrol : -
Riwayat Penggunaan Obat : -
3. Riwayat Alergi Ya : Tidak : √ Jenis :
4. Riwayat Operasi Ya : √ Tidak : Kapan : maret 2021

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Ya : Tidak : √ Jenis : -
OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
2. Tanda- Tanda Vital
TD : 95/64 mmHg
N : 102x/menit
RR : 13x/menit
S : 36
SpO2 : 99%
MAP : 72
CVP : 6

Kesadaran : Composmentis : Apatis : Somnolen : Sopor : Koma :


2. Sistem Pernafasan (breathing)
Obstruksi : Tidak : Sebagian : √ Total :
Benda Asing : Tidak : √ Padat : Cair :
Berupa : -
a. Keluhan : Sesak : √ Nyeri waktu nafas :-
Batuk : - Produktif : Tidak Produktif :-
Sekret : - Konsistensi : -
Warna : - Bau :
b. Irama Nafas Teratur : Tidak Teratur : √
c. Jenis Dispnoe : √ Kusmaul : Cheyne Stokes :
d. Suara Nafas Vesikuler : √ Bronko vesikuler :
Ronki : Wheezing :
e. Alat Bantu napas Ya : √ Tidak :
Jenis : ventilator Flow : 10 lpm
f. WSD : Ya : Tidak : √
g. Penggunaan Ventilator Ya : √ Tidak :
Jam : 17.00 , Mode : Sim V , FiO2 : 50% , Peep : 4 , SaO2 : 99%
3. Sistem Kardio Vaskuler (Blood)
a. Nadi Karotis : Teraba : √ Tidak teraba :
Nadi Perifer : Kuat : √ Lemah : Tidak teraba :
Perdarahan : - cc Lokasi :
Keluhan Nyeri dada Ya : Tidak : √
b. Irama Jantung : Reguler : √ Ireguler :
S1/S2 tunggal Ya : √ Tidak :
c. Suara jantung Normal : √ Murmur :
Gallop : Lain- lain :
d. CRT : < 3 detik
e. Akral Hangat : √ Panas : Dingin : Kering : Basah :
f. JVP Normal : √ Meningkat : Menurun :
g. CVP : 6 mmHg/ mmH2O
h. Interpretasi EKG : -
i. Obat jantung yang diberikan :-
Lain – lain:-

4. Sistem Persyarafan (Brain)


a. GCS : 5 E2M3Vt
b. Refleks fisiologis Patella : √ Triceps : √ Biceps : √
c. Reflex patologis Babinsky :- Budzinsky :- Kernig :-
d. Keluhan pusing Ya : Tidak :-
e. Pupil Isokor : √ Anisokor :
f. Tanda PTIK Muntah proyektil :- Nyeri kepala hebat :-
g. Curiga fraktur cervical Jejas klavikula :- Battle sign : -
Bloody rinorhoe : - Bloody otorhoe : -
Brill hematoma : -
h. Tekanan Intra Kranial (ICP) mm
i. Obat Neurologi yang diberikan (dosis) :
9. Sistem perkemihan (Bladder)
g. Kebersihan Bersih : √ Kotor : -
h. Keluhan kencing Nokturia : -
Gross ematuria : - Inkontinenisa: -
Disuria : - Poliuria : -
Retensi : - Oliguria : √
Anuria : - Lain : -
i. Produksi urine : 10 cc/ 6 jam
j. Kandung kemih Membesar Ya : - Tidak : √
Nyeri tekan Ya : - Tidak : -
k. Intake cairan Oral : -cc/jam Parenteral : cc/ jam
l. Alat bantu kateter Ya : √ Tidak : -
10. Sistem Pencernaan (Bowel)
h. Mukosa mulut Lembab : √ Kering : - Stomatitis : -
Tenggorokan Sakit menelan : - Kesulitan menelan:-
Pemebesaran tonsil : - Nyeri tekan : -
i. Abdomen Tegang : - Kembung : - Ascites : - lingkar abdomen
Nyeri tekan Ya : - Tidak : -
Luka operasi Ada : √ Tidak : -
Jenis operasi : post laparotomy
Keadaan : Drain Ada : √ Tidak : -
Jumlah : Warna :
kemerahan
Kondisi area sekitar insersi : -
j. Jejas abdomen Tidak ada : √ Ada,lokasi
k. Peristaltik 12 x/mnt
l. BAB + 1 x/hari
Konsistensi Keras : - Lunak : √ Cair : - Lendir/darah
m. Diet Padat : Lunak : Cair : √
n. Porsi makan Habis : √ Tidak : Keterangan :ngt
11. Sistem Muskuloskeletal dan integumen (Bone)
k. Pergerakan sendi Terbatas : √ Tidak : -
l. Kekuatan otot 4 4
4 4
m. Kelainan ekstremitas Ya : - Tidak : √
n. Kelainan tulang Ya : - Tidak : √
belakang
o. Fraktur Ya : - Tidak : √
p. Traksi/spalk/gips Ya : - Tidak : √
q. Kompartmen Ya : - Tidak : √
syndrome
r. Kulit Ikterik : - Sianosis : - Kemerahan : Hiperpigmentasi: -
-
s. Dekubitus Tidak ada : √ Ada,grade: - Luas : - Lokasi : -
t. Luka (Umum) Jenis : post Luas : 7cm Bersih : √ Kotor : -
laparotomy
Lain-lain : -

12. Sistem Endokrin


Hipoglikemia Ya : - Tidak : √
Hiperglikemia Ya : - Tidak : √

PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
e. Personal hygiene
Bersih : √ Kotor : - Bau : -
f. Kebutuhan tidur
Terpenuhi : √ Tidak terpenuhi : - Jam
g. Nilai BMR :
h. Gangguan konsep diri
Ya : - Tidak : -
PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium, Radiologi, USG)
Tanggal Pemeriksaan Lab Hasil Nilai rujukan Satuan
24/03/2021 HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4 13,2-17,3 g/dL
Leukosit 15820 3800-10600 /ul
Hematokrit 35 40-52 Vol %
Eritrosit 4,93 4,40-5,90 10^6/ul
Trombosit 289000 150000-440000 /ul
MCV 70,2 80-100 fL
MCH 23,1 26-34 pg
MCHC 32,9 32-36 g/dl
RDW 15,9 11,5-14,5 %
MPV 10,5 9,4-12,4 µm

Basofil 0,2 0-1 %


Eosinofil 0,3 2-4 %
Batang 2,6 3-5 %
Segmen 81,7 50-70 %
Limfosit 7,7 25-40 %
Monosit 7,5 2-8 %
Total Limfosit Count
Neutrofil limfosit Ratio
Kimia klinik

Kalium 3,3 1900-4400 mg/dL


Ureum Darah 63,74 19,00-44,00 mg/dl
Kreatinin Darah 0,95 0,70-1,20 mg/dl
Glukosa Sewaktu 63 < 140 Mg/

TERAPI
Nama Obat Dosis Cara Pemberian Indikasi
Ceftazidim 3 x1 gr Intravena Untuk
Ketorolak 3 x 30 mg Intravena merupakan obat
golongan
antiinflamasi
nonsteroid (OAINS)
yang memiliki
bentuk sediaan
tablet dan suntik.
Ketorolac bekerja
dengan cara
menghambat
produksi senyawa
kimia yang bisa
menyebabkan
peradangan dan
rasa nyeri
Tramadol 3 x 100 gr Intravena Untuk mengatasi
Pereda rasa
sakit/nyeri setelah
operasi
Furosemide 3 x 20mg Intravena Obat golongan
diuretic yang
bermanfaat untuk
mengeluarkan
kelebihan cairan
dari dalam tubuh
melalui urine
Omz 1x40mg Intravena Untuk menangani
tukak lambung,
GERD, dan
gangguan lambung
serta saluran
pencernaan
lainnya
DATA FOKUS
- Pasien mengalami penurunan kesadaran
- Ekstremitas mengalami kelemahan
- Td :95/64 mmHg
- N : 106x/menit
- Rr : 13x/menit
- S : 36,1
- Spo2 : 99%
- Map : 72%
- Crt : <3 detik
-
DATA TAMBAHAN LAIN
- terpasang ventilator mode sim v
- terpasang ett no 7.0
- terpasang dc no. 16
- terpasang ngt
TINDAKAN OPERASI
- post relaparatomy perfora gaster

6. Analis Data data dan perumusan masalah keperawatan


Tanggal Data Patofisiologi Diagnosa
Keperawatan
25/03/2021 DS : - ekspirasi dan inspirasi Gangguan ventilasi
DO : tidak adekuat spontan
- Pasien tampak
sesak napas
- Td :95/64 mmHg gangguan ventilasi
- N : 106x/menit
- Rr : 13x/menit
- S : 36,1 terpasang ventilator
- Spo2 : 99% mekanik
- Map : 72%
- Crt : <3 detik
- Pasien post gangguan ventilasi
relaparatomy spontan
perfora gaster
- Suara napas
vesikuler
25/03/2021 DS : - Gangguan aliran darah Resiko
DO : dan O2 ke otak ketidakefektifan
- Penurunan kesadaran perfusi jaringan
- Ku lemah Fungsi otak menurun celebral
- GCS 5 E3M2Vt
- Td :95/64 mmHg Resiko ketidakefektifan
- N : 106x/menit perfusi jaringan
- Rr : 13x/menit celebral
- S : 36,1

25/03/2021

25/03/2021 DS : - Intervensi pembedahan Nyeri akut


DO :
- Pengkajian nyeri post op
dengan CPOT 6
- Ketegangan otot luka pasca bedah
pasien tegang
terputusnya jaringan
- Terdapat luka op
- Pasien terpasang
nyeri akut
restrain pada kedua
tangannya

25/03/2021 Gangguan
DS : - Luka insisi
intregitas kulit
DO :
- Terdapat luka Nyeri
operasi di bagian
perut Gangguan intregitas
- Adanya nyeri di kulit
perut
- Terpasang
drainase … cc/6
jam
- Berwarna merah

7. Daftar diagnosa keperawatan (prioritas)


No Diagnosa Keperawatan
1 Gangguan ventilasi spontan b.d kelelahan otot pernapasan

2 Resiko ketidakefektifan perfusi selebral d.d penurunan kesadaran


3 Nyeri akut b.d agen cidera fisik
4 kerusakan intregitas kulit b.d perubahan pigmentasi
Diagnosa Utama : Gangguan ventilasi spontan b.d kelelahan otot pernapasan
Rasional : ditandai dengan terlihat sesak napas, terpasang alat bantu pernapasan ventilator mode sim v
8. Rencana keperawatan
Nama klien : Ny. D Dx.Medis : Post relaparatomy perforasi gaster Ruang : ICU
No Tanggal Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1 25/03/20 Ganggaun Respons Ventilasi Manajemen ventilasi
21 ventilasi Mekanik L.01005 mekanik (I.01013)
spontan b.d Setelah dilakukan Observasi :
kelelahan otot tindakan asuhan - Periksa indikasi
pernapasan keperawatan selama 2x ventilator mekanik
24 jam respons ventilasi (mis.kelelahan otot
mekanik meningkat pernafasan,disfungsi
dengan kriteria hasil : neurologis, asidosis
Indikator A T respiratorik)
Tingkat 1 3 - Monitor efek ventilator
kesadaran terhadap status
oksigenasi (bunyi
Saturasi oksigen 3 5
paru,AGD, SaO2, respon
Kegelisahan 3 5
subyektif pasien)
- Monitor gejala
peningkatan pernapasan
- Monitor kondisi yang
meningkatkan konsumsi
oksigen (mis
demam,mengigil)
Terapeutik :
- Atur posisi kepala 45-
600 untuk mencegah
aspirasi
- Lakukan perawatan
mulut secara rutin
- Ganti sirkuit ventilator
setiap 24 jam atau sesuai
portokol
- Dokumentasi respon
terhadap ventilator
Kolaborasi :
-Kolaborasi pemilihan
mode ventilator (mis
kontrol volume,kontrol
tekanan)
- Kolaborasi pemberian
sedatif

9. Catatan Keperawatan (Diagnosa Utama)


Nama : Ny. D Dx Medis : POST RELAPARATOMY PERFORA GASTER
Ruang : ICU
Hari/Tangg Dx.Keperawatan Tindakan Keperawatan dan Respon Paraf
al/Jam pasien
25/03/2021 Ganggaun ventilasi - Periksa indikasi ventilator Jee
spontan b.d mekanik (mis.kelelahan
kelelahan otot otot pernafasan,disfungsi
pernapasan neurologis, asidosis
respiratorik)
- Monitor efek ventilator
terhadap status oksigenasi
(bunyi paru,AGD, SaO2,
respon subyektif pasien)
- Monitor gejala peningkatan
pernapasan
- Monitor kondisi yang
meningkatkan konsumsi
oksigen (mis
demam,mengigil)
- Atur posisi kepala 45-600
untuk mencegah aspirasi
- Lakukan perawatan mulut
secara rutin
DS : -
DO :
- Pasien terlihat belum bisa
bernapas spontan
- Memposisikan pasien
semifowler
- Terpasang ventilator
dengan mode sim v FiO2 :
50% , Peep : 4 , SaO2 : 99%
- Cvp 6
- Ku lemah
- GCS 5 E3M2Vt
- Td :95/64 mmHg
- N : 106x/menit
- Rr : 13x/menit
- S : 36,1
- Kesadaran somnolen
- Pola nafas regular
- Masih terlihat gelisah
26/03/2021 Ganggaun ventilasi - Periksa indikasi ventilator Jee
spontan b.d kelelahan mekanik (mis.kelelahan
otot pernapasan otot pernafasan,disfungsi
neurologis, asidosis
respiratorik)
- Monitor efek ventilator
terhadap status oksigenasi
(bunyi paru,AGD, SaO2,
respon subyektif pasien)
- Monitor gejala
peningkatan pernapasan
- Monitor kondisi yang
meningkatkan konsumsi
oksigen (mis
demam,mengigil)
- Atur posisi kepala 45-600
untuk mencegah aspirasi
- Lakukan perawatan mulut
secara rutin
DS : -
DO :
- Pasien terlihat belum bisa
bernapas spontan
- Memposisikan pasien
semifowler
- Terpasang ventilator
dengan mode sim v FiO2 :
50% , Peep : 4 , SaO2 : 99%
- Cvp 7
- Ku lemah
- GCS 5 E3M2Vt
- Td :115/85 mmHg
- N : 106x/menit
- Rr : 13x/menit
- S : 36,1
- Kesadaran somnolen
- Pola nafas regular
- Masih terlihat gelisah

27/3/2021 Ganggaun ventilasi - Periksa indikasi ventilator


mekanik (mis.kelelahan
spontan b.d
otot pernafasan,disfungsi
kelelahan otot neurologis, asidosis
respiratorik)
pernapasan
- Monitor efek ventilator
terhadap status oksigenasi
(bunyi paru,AGD, SaO2,
respon subyektif pasien)
- Monitor gejala
peningkatan pernapasan
- Monitor kondisi yang
meningkatkan konsumsi
oksigen (mis
demam,mengigil)
- Atur posisi kepala 45-600
untuk mencegah aspirasi
- Lakukan perawatan mulut
secara rutin
DS : -
DO :
- Pasien terlihat belum bisa
bernapas spontan
- Memposisikan pasien
semifowler
- Terpasang ventilator
dengan mode sim v FiO2 :
50% , Peep : 4 , SaO2 : 99%
- Cvp 6
- Ku lemah
- GCS 5 E3M2Vt
- Td :100/65 mmHg
- N : 106x/menit
- Rr : 13x/menit
- S : 36,1
- Kesadaran somnolen
- Pola nafas regular
- Masih terlihat gelisah

10. Catatan Perkembangan/SOAP (diagnosa utama)


Nama klien :ny. D Dx.Medis : POST RELAPARATOMY PERFORA GASTE
Ruang : ICU
Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan SOAP Paraf
/Jam
25/03/2021 Ganggaun ventilasi S:- Jee
spontan b.d kelelahan O : Pasien terlihat belum bisa
otot pernapasan bernapas spontan
-memposisikan pasien semifowler
-Terpasang ventilator dengan mode
sim v FiO2 : 50% , Peep : 4 , SaO2 :
99%
-cvp 6
- Ku lemah
- GCS 5 E3M2Vt
- Td : 95/64 mmHg
- N : 106x/menit
- Rr : 13x/menit
- S : 36,1
- Kesadaran somnolen
- Pola nafas regular
- Pasien masih terlihat gelisah
A : masalah gangguan ventilasi
spontan belum teratasi
Indikator A T
Tingkat 1 3 P:
kesadaran
lanj
Saturasi oksigen 3 5
Kegelisahan 3 5 utka
n intervensi
26/03/2021 Ganggaun ventilasi S:- Jee
O : Pasien terlihat belum bisa
spontan b.d kelelahan
bernapas spontan
otot pernapasan -memposisikan pasien semifowler
-Terpasang ventilator dengan mode
sim v FiO2 : 50% , Peep : 4 , SaO2
: 99%
-cvp 7
- Ku lemah

- GCS 5 E3M2Vt

- Td : 115/85 mmHg

- N : 106x/menit

- Rr : 13x/menit

- S : 36,1

- Kesadaran somnolen

- Pola nafas regular

- -pasien masih terlihat


gelisah

A : masalah gangguan ventilasi


spontan belum teratasi
Indikator A T
Tingkat 1 3
kesadaran
Saturasi oksigen 3 5
Kegelisahan 3 5

P : lanjutkan intervensi
27/3/2021 Ganggaun ventilasi S:- Jee
spontan b.d kelelahan O : Pasien terlihat belum bisa
otot pernapasan bernapas spontan
-memposisikan pasien semifowler
-Terpasang ventilator dengan
mode sim v FiO2 : 50% , Peep : 4 ,
SaO2 : 99%
-cvp 6
- Ku lemah

- GCS 5 E3M2Vt

- Td :100/65 mmHg

- N : 106x/menit

- Rr : 13x/menit

- S : 36,1

- Kesadaran somnolen
- Pola nafas regular

- -pasien masih terlihat


gelisah

A : masalah gangguan ventilasi


spontan belum teratasi
Indikator A T
Tingkat 1 3
kesadaran
Saturasi oksigen 3 5
Kegelisahan 3 5

P : lanjutkan intervensi

LAPORAN PENDAHULUAN

POST RELAPARATOMY EKSPLORASI

DI ICU RSUD PROF DR MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO


Disusun oleh :

JELIN ADITA ABDILAH

2011040157

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2020/2021

Pengertian

Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada dinding abdomen
hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan Jong, 1997).
Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya perlekatan usus dan
biasanya terjadi pada usus halus, yang mana tujuan prosedur tindakan pembedahan dengan membuka
cavum abdomen adalah untuk eksplorasi (Arif Mansjoer, 2000).
Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi (Lakaman:2000;194).
Pembedahan perut sampai membuka selaput perut.
Ada 4 cara pembedahan laparatomy yaitu;

a. Midline incision
b. Paramedian, yaitu 2,5 cm), panjang (12,5 cm). ; sedikit ke tepi dari garis tengah

c. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya


pembedahan colesistotomy dan splenektomy.

d. Transverse lower 4 cm di abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian


bawah atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendictomy.

II. Etiologi

Etiologi sehingga di lakukan laparatomy adalah karena di sebabkan oleh beberapa hal (Smeltzer,
2001) yaitu;

1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)


Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara
diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus &
Workman, 2006). Dibedakan atas 2 jenis yaitu :

Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) yang disebabkan
oleh : luka tusuk, luka tembak
Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum) yang dapat
disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman
(sit-belt).

2. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga abdomen, yang
diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis primer dapat disebabkan
oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder
disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi
kolon (paling sering kolon sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan penyebab
peritonitis tersier.

3. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)


Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal
isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat
karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus
halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini
dan tindakan pembedahan darurat bila
penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa perlengketan (lengkung usus menjadi
melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan
abdomen), Intusepsi (salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada
dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus (usus besar yang mempunyai mesocolon
dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan
usus yang terjadi amat distensi), hernia (protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau
dinding dan otot abdomen), dan tumor (tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus
atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus).

4. Apendisitis mengacu pada radang apendiks


Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari
sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh fases yang
akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi.

5. Tumor abdomen
6. Pancreatitis (inflammation of the pancreas)
7. Abscesses (a localized area of infection)
9. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the intestines)
10. Intestinal perforation
11. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)

III. Manisfestasi Klinik


Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy diantaranya :

Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan

Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.

Kelemahan

Mual, muntah, anoreksia

Konstipasi

IV. Patofisiologi
Rongga abdomen memuat baik organ-organ yang padat maupun yang berongga. Trauma tumpul
kemungkinan besar menyebabkan kerusakan yang serius bagi organ-organ padat, dan trauma penetrasi
sebagian besar melukai organ-organ berongga. Kompresi dan perlambatan dari trauma tumpul
menyebabkan fraktur pada kapsula dan parenkim organ padat, sementara organ berongga dapat kolaps dan
menyerap energi benturan. Bagaimanapun usus yang menempati sebagian besar rongga abdomen, rentan
untuk mengalami oleh trauma penetrasi. Secara umum, organ-organ padat berespons terhadap trauma
dengan perdarahan. Organ- organ berongga pecah dan mengeluarkan isinya dan ke dalam rongga
peritoneal menyebabkan peradangan dan infeksi.
Diagnosis dini adalah penting pada trauma abdomen. Pasien yang memperlihatkan adanya cedera
abdomen penetrasi fasia dalam peritoneal, ketidakstabilan hemodinamik, atau tanda-tanda dan gejala-gejala
abdomen akut dilakukan eksplorasi dengan pembedahan. Pada kebanyakan kasus trauma abdomen lainnya,
dilakukan lavase peritoneal diagnostic (LPD). LPD yang positif juga mengharuskan dilakukan ekplorasi
pembedahan.
Baik LPD ataupun scan CT adalah 100 % diagnostic, sehingga pasien-pasien trauma dengan hasil
negatif harus diobservasi. Dilakukan serangkaian pengukuran tingkat hematokrit dan amylase. Pengobatan
nyeri mungkin ditunda sehingga tidak mengaburkan tanda-tanda dan gejala-gejala yang potensial.
Masukan per oral juga ditunda untuk berjaga-jaga jika diperlukan pembedahan. Pasien dikaji untuk
mendapatkan tanda-tanda abdomen akut : distensi, rigiditas, guarding dan nyeri lepas. Eksplorasi
pembedahan menjadi perlu dengan
Penggunaan T abdomen telah memperoleh popularitas dan sering digunakan atau sebagai
tambahan pada LPD. Cedera retroperitoneal, seringkali terlewatkan dengan LPD dan bahkan
dengan pembedahan eksplorasi, sering dapat diidentifikasi dengan CT san. Namun CT scan
tidak terlalu diandalkan dalam mendeteksi cedera pada organ-organ berongga.

Pathway
Trauma abdomen Peritonitis Obstruksi Usus Apendisitis

Rawat Inap

Prosedur Tindakan Medis (Pembedahan)

Operasi Laparatomi

Post Operasi Laparatomi Eksplorasi

Nyeri Akut Kerusakan Integritas Resiko Infeksi


jaringan Kulit

V. Gambar
Menginstruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan saat masuk dan keluar dari ruangan
klien
Mempertahankan teknik isolasi

Menyendirikan klien yang terinfeksi


DAFTAR PUSTAKA

Corwin Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta.

Ignativicus, Donna D ; Workman, 2006, Medical Surgical Nursing Critical Thinking for
Collaborative Care, Elsevier Saunders, USA.

Potter & Perry, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2, EGC,Jakarta.

Sjamsurihidayat dan Jong, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.

Smetzer S C, Bare B G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 2,


EGC, Jakarta.
Soeparman, dkk. Il

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NN. D


DENGAN DIAGNOSA MEDIS POST RELAPARATOMY , TB PARU
DI RUANG ICU RUMAH SAKIT PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
DISUSUN OLEH :
JELIN ADITA ABDILAH
2011040157

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2021
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

Tanggal masuk RS : /3/2021 Jam masuk : 09.00


Tanggal pengkajian : 1/4/2021 No.RM : -
Jam pengkajian : 15.00 Diagnosa masuk : Post Relaparatomy ,
Tb Paru

IDENTITAS

1. Nama pasien : Nn. D


2. Umur : 27 tahun
3. Alamat : Gunung Samping
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

1. Keluhan utama/ masalah utama : belum bisa bernapas spontan


2. Riwayat penyakit sekarang : pasien baru dari IGD pada 1 april jam 05.30 WIB, dengan post
relaparatomy hari ke-3 KU lemah, intubasi di ICU ja, 05.45. Pada saat dilakukan pengkajian pasien
terlihat sadar, kesadaran compos mentis GCS E3M6Vett, pasien terlihat sesak napas, pasien terpasang
ventilator mode sim v, terpasang ett, terpasang DC, terpasang IVFD 2 line RL/Nacl 20 tpm, terpasang
NGT produktif, terdapat luka post op diperut sebelah kiri luas 6cm, luka kotor, suara napas tambahan
ronchi, produksi sputum/secret.
TD : 117/93mmHg , N : 97x/menit , RR : 24x/menit , S : 36 , MAP : 101 mmHg
Ventilator Mode Sim V : Ps/P1/Pasb : 6 , PEEP : 5 , RR : 12 , FiO2 : 60% , SPO2 : 100%

RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU

1. Pernah Ya : √ Tidak: - Kapan : maret 2021 Diagnosa :


Apendiksitis
dirawat :
2. Riwayat penyakit Ya : - Tidak : √ Jenis: -
kronik dan menular:
Riwayat kontrol : -
Riwayat penggunaan obat : -
3. Riwayat alergi : Ya : √ Tidak : - Jenis : seafood
4. Riwayat operasi : Ya : √ Tidak : - Kapan :maret 2021

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Ya : - Tidak : √ Jenis : -
OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda-tanda vital
S: 36 °C N: 97 x/mnt TD: 117/93 mmHg RR:1 2 x/mnt
Kesadaran: CM: √ Apatis: - Delirium : - Somnolen: - Sopor: - Koma: -
GCS : E3M6Vett

2. Sistem Pernafasan (Breathing)


Obstruksi : Tidak: - Sebagian: √ Total: -
Benda asing : Tidak: - Padat: - Cair: √
Berupa : Secret

a. Keluhan: sesak: √ nyeri waktu nafas: -


Batuk: - produktif: √ tidak produktif: -
Sekret: √ Konsistensi: kental
Warna: putih Bau: -
b. Irama nafas: Teratur: - Tidak teratur: √
c. Jenis: Dispnoe: √ Kusmaul: - Cheyne stokes: -
d. Suara nafas: vesikuler: √ bronko vesikuler: -
Ronki: √ Wheezing: -
e. Alat bantu nafas: Ya: + Tidak: -
Jenis: ventilator Flow: 10 lpm
f. WSD: Ya: - Tidak: +
g. Penggunaan Ventilator: Ya: + Tidak:

Jam Mode TV FiO2 PEEP E:I SaO2


14.00 Sim v - 60% 5 - 100%
- - - - - - -

3. Sistem Kardio vaskuler (Blood)


a. Nadi karotis: Teraba: √ Tidak teraba: -
Nadi perifer Kuat: √ Lemah: - Tidak teraba: -
Perdarahan: - cc Lokasi: -
Keluahan nyeri dada: Ya: - Tidak: √
b. Irama jantung: Reguler: √ Ireguler: -
S1/S2 tunggal Ya: √ Tidak: -
c. Suara jantung: Normal: √ Murmur: -
Gallop: - Lain-lain: -
d. CRT: <2 detik
e. Akral: Hangat: √ Panas: - Dingin: - Kering: - Basah: -
f. JVP: Normal: √ Meningkat: - Menurun: -
g. CVP: - mmHg/mmH2O
h. Interpretasi EKG: -
i. Obat jantung yang diberikan:
j. Lain-lain: -

4. Sistem Persyarafan (Brain)


a. GCS: 8 compos mentis (E3M5Vett)
b. Refleks fisiologis: Patella: √ Triceps: √ Bicepas: √
c. Refleks patologis: Babinsky: - Budzinsky: - Kernig: -
d. Keluhan pusing: Ya: - Tidak: +
e. Pupil: Isokor: √ Anisokor: - Diameter: 3/3
mm
f. Tanda PTIK: Muntah proyektil: - Nyeri kepala hebat: -
g. Curiga fraktur cervikal Jejas clavikula: - Batle sign: -
Bloody rinorhoe: - Bloody Otorhoe: -
Brill hematome: -
h. Tekanan intrakranal (ICP): - mm
i. Obat neurologi yang diberikan (dosis):

5. Sistem Perkemihan (Bladder)


a. Kebersihan: Bersih: √ Kotor: -
b. Keluhan kencing: Nokturia: - Inkontinensia: -
Gross hematuri: - Poliuri: -
Disuria: - Oliguria: -
Retensi: - Lain: -
Anuria: -
c. Produksi urin: 6 jam 550ml/hari Warna: kuning jernih Bau: khas urin
d. Kandung kemih: Membesar Ya: Tidak: √
Nyeri tekan Ya: Tidak: √
e. Intake cairan oral:150 cc/3jam parenteral: - cc/
f. Kateter Ya: √ Tidak: -

6. Sistem Pencernaan (Bowel)


a. Mukosa mulut Lembab: √ Kering: - Stomatitis: -
Tenggorokan Sakit menelan: - Kesulitan menelan: -
Pembesaran tonsil: - Nyeri tekan: -
b. Abdomen: datar Tegang: - Kembung: - Acites: LP: - cm
Nyeri tekan Ya: - Tidak: √
Luka operasi Ada: √ Tidak: - Tgl operasi: 30 maret
2021
Jenis operasi: post op laparatomy Lokasi: perut kiri
Keadaan Drain Ada: Tidak: +
Jml: - jam Warna: -
Kondisi area insersi: -
c. Jejas abdomen tidak ada: - ada: - lokasi
d. Peristaltik:12 x/mnt
e. BAB: 1 x/hari Terakhir tanggal: 1/4/2021
Konsistensi Padat: - Lunak: √ Cair: - Lendir/darah: -
f. Diet Padat: - Lunak: - Cair: √
g. Porsi makan Habis: √ Tidak: - Keterangan: NGT

7. Sistem Muskloskeletal dan Integumen (Bone)


a. Pergerakan sendi Bebas: - Terbatas: √
b. Kekuatan otot 4 4
4 4
c. Kelainan ekstremitas Ya: - Tidak: √
d. Kelainan tulang belakang Ya: - Tidak: √
e. Fraktur Ya: - Tidak: √
f. Traksi/spalk/gips Ya: - Tidak: √
g. Kompartemen sindrom Ya: - Tidak: √
h. Kulit Ikterik: - Sianosis: - Kemerahan: - Hiperpigmentasi: -
i. Dekubitus Tidak: - Ada: - grade Luas: - Lokasi: -
Lain-lain: ekstremitas lemas

8. Sistem Endokrin
Hipoglikemia Ya: - Tidak + , nilai 124 mg/dl
Hiperglikemia Ya: - Tidak + , nilai 124 mg/dl

PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Personal Hygiene
Bersih: √ Kotor: - Bau: -
b. Kebutuhan tidur
Terpenuhi: √ Tidak terpenuhi: - 9 Jam
c. Nilai BMR:
d. Gangguan konsep diri Ya: - Tidak: √

PEMERIKSAAN PENUNJANG (Labratorium, Radiologi, USG)


Tanggal Pemeriksaan Lab Hasil Nilai Rujukan Satuan Ket
1/4/2021 Darah Lengkap
Hemoglobin 9,1 13,2-17,3 g/dL LL
Leukosit 8710 3800-10600 /Ul N
Hematocrit 29 40-52 % L
Eritroit 4,10 4,40-5,90 10’6/uL N
Trombosit 511000 150000-44000 /uL H
Hitung Jenis
Basophil 0,1 0-1 % L
Eosinofil 1 2-4 % N
Batang 0,6 3-5 % L
Segmen 79,3 50-70 % H
Limfosit 10,4 25-40 % L
Monosit 9,4 2-8 % H
Neutrophil 79,9 50-70 % H
Kimia klinik
Albumin 1,93 3.50-5.20 g/dl L
Kreatinin darah 0,55 0,70 – 1,20 Mg/dl N
Glukosa sewaktu 124 <140 Mg/dl N
Natrium 123 134-146 mEq/dl L
Kalium 5.0 3,4-4,5 mEq/dl H
Klorida 102 96-108 mEq/dl N

TERAPI
Nama obat Dosis Cara pemberian Indikasi
Nacl 0,9 % 20 tpm Inf. Intravena Menggantikan cairan tubuh
yang hilang
Paracetamol 3 x 1 gr Inf. Intravena Menurunkan suhu tubuh
(analgesic)
Ranitidine 2 x 1 amp Inj. Intravena Menangani gejala asam
lambung berlebih
(antiemetic)
Meropenem 3 x 1 gr Inf. Intravena merupakan antibiotik
carbapenem yang
menghentikan pertumbuhan
dan perkembangan bakteri
dengan cara menghambat
pembentukan dinding sel
bakteri. Obat ini tersedia
dalam bentuk suntik
Metronidazole 3 x 500 mg Inj. Intravena Untuk mencegah dan
mengontrol kejang (juga
disebut antikonvulsan atau
obat antiepilepsi). Ia bekerja
dengan mengurangi
penyebaran aktivitas kejang
di otak
RL 20 tpm Inj. Intravena cairan infus yang biasa
digunakan pada pasien
dewasa dan anak-anak
sebagai sumber elektrolit dan
air

DATA FOKUS:
• Pasien terlihat sesak napas

DATA TAMBAHAN LAIN:


• Pasien terpasang NGT
• Pasien terpasang DC
• Pasien terpasang ETT
• Pasien terpasang Ventilator mode sim v

TINDAKAN OPERASI: POST RELAPARATOMY


1. Analisa Data dan Perumusan Masalah Keperawatan
Ta
Diagnosa
ng Data Patofisiologi
Keperawatan
gal
01/ DS : - Ekspirasi dan inspirasi Gangguan
04/ DO : tidak adekuat Ventilasi
21 ↓ Spontan
• Ku pasien lemah Gangguan ventilasi

• Kesadaran composmentis
Terpasang ventilasi
• GCS : E3M6Vett mekanik

• Pasien terlihat sesak napas Gangguan ventilasi
• Pasien post relaparatomy spontan
• Pasien terpasang ventilator mode
sim v : Ps/p1 : 6 , PEEP : 5 , FiO2 :
60% , SPO2 : 100% , MAP
:101mmHg
• TD : 117/93mmHg , N : 97x/menit ,
RR : 30x/menit
01/ DS : pasien mengatakan nyeri Intervensi Nyeri akut
04/ DO : pembedahan
21 ↓
• Pengkajian nyeri dengan CPOT Post op
6 (berat) ↓
Luka pasca bedah
• Ekspresi wajah :

• Mata tertutup dan menggigit Luka pasca bedah
selang ett dan opa (2) ↓
Terputusnya jaringan
• Gerakn tubuh : ↓
Nyeri akut
• Gelisah , mencabut ett (2)

• Aktivasi alarm ventilator


mekanik :

• Alarm aktif tapi mati sendiri (1)

• Berbicara jika pasien


diesktubasi :

• Tidak ada suara (0)

• Ketegangan otot :
• Tegang, kaku, gerak otot pasif
(1)
01/ DS : - Luka insisi Gangguan
04/ DO : ↓ Intregitas
21 Nyeri Kulit
• Terdapat luka operasi di perut ↓
sebelah kiri Gangguan Intregitas
Kulit
• Adanya nyeri diperut

2. Daftar Diagnosa Keperawatan (Prioritas)


No Diagnosa Keperawatan
1 Gangguan ventilasi spontan b.d kelemahan otot pernapasan
2 Nyeri akut b.d agen cidera fisik
3 gangguan intregitas kulit b.d perubahan pigmentasi

Diagnosa Utama:
Gangguan ventilasi spontan b.d kelemahan otot pernapasan
Rasional:
Ditandai dengan terlihat sesak napas, terpasang alat bantu pernapasan ventilator mode sim v.

3. Rencana Keperawatan
Nama klien: Nn. D Dx.Medis: POST RELAPARATOMY Ruang: ICU
Diagnosa
Tang
No Keperawat SLKI SIKI
gal
an
1. 01/0 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan ventilasi
4/21 ventilasi keperawatan selama 2x24 (I.01002)
spontan b.d jam diharapkan masalah
ventilasi mekanik meningkat Observasi:
kelelahan
dengan kriteria hasil: • Monitor status respirasi
otot
dan oksigenasi
pernapasan Respon ventilasi mekanik Terapeutik:
(L.01005) • Pertahankan kepatenan
Indikator A T jalan napas
Dipsnoe 1 4 • Berikan posisi semi
Kegelisahan 2 4 fowler
Penggunaan otot 1 4 Edukasi :
bantu pernapasan • Ajarkan melakukan
teknik relaksasi napas
Ket tingkat kesadaran : dalam
1 : menurun
2 : cukup menurun Manajemen jalan nafas
3 : sedang buatan ( I.01012)
4 : cukup meningkat
5 : meningkat Observasi:
• Monitor posisi selang
ETT
Terapeutik:
• Pasang oropharingeal
airway (OPA) untuk
mencegah ETT tergigit
• Cegah ETT terlipat
(kinking)
• Ubah posisi ETT secara
bergantian (kiri dan
kanan) setiap 24 jam
• Ganti fiksasi ETT setiap
24 jam
• Lakukan perawatan
mulut
Kolaborasi:
• Kolaborasi dengan
dokter untuk intubasi
ulang jika berbentuk
muccousplug yang
tidak dapat dilakukan
penghisapan

4. Catatan keperawatan (diagnosa keperawatan utama)


Nama klien: Nn. D Dx.Medis: POST RELAPARATOMY Ruang: ICU
N Diagnosa Tindakan keperawatan dan
Paraf
o Keperawatan Respon pasien
1. Gangguan Dukungan ventilasi (I.01002) Jee
ventilasi Observasi:
spontan b.d • Memonitor status respirasi dan oksigenasi
Respon: pernapasan on ventilator mode sim v, pasien
kelelahan
masih sesak napas, ada secret, saturasi oksigen 100%,
otot
RR: 24x/mnt.
pernapasan Terapeutik:
• Memberikan posisi semi fowler
Respon: pasien posisi semi fowler
Edukasi:
• Ajarkan pasien relaksasi napas dalam
• Respon: pasien melakukan relaksasi napas dalam
Manajemen jalan nafas buatan ( I.01012)
Observasi:
• Memonitor posisi selang ETT
Respon: posisi selang tidak terlipat dan tidak terlepas
Terapeutik:
• Mencegah ETT terlipat (kinking)
Respon: selang ETT tidak terlipat
• Mengganti fiksasi ETT setiap 24 jam
Respon: fiksasi diganti agar ETT tidak terlepas
• Melakukan perawatan mulut
Respon: mukosa mulut lembab
2. Gangguan Dukungan ventilasi (I.01002) Jee
ventilasi Observasi:
spontan b.d • Memonitor status respirasi dan oksigenasi
kelelahan Respon: pernapasan on ventilator mode sim v, pasien
masih sesak napas, ada secret, saturasi oksigen 100%,
otot
RR: 25x/mnt.
pernapasan Terapeutik:
• Memberikan posisi semi fowler
Respon: pasien posisi semi fowler
Edukasi:
• Ajarkan pasien relaksasi napas dalam
• Respon: pasien melakukan relaksasi napas dalam
Manajemen jalan nafas buatan ( I.01012)
Observasi:
• Memonitor posisi selang ETT
Respon: posisi selang tidak terlipat dan tidak terlepas
Terapeutik:
• Mencegah ETT terlipat (kinking)
Respon: selang ETT tidak terlipat
• Mengganti fiksasi ETT setiap 24 jam
Respon: fiksasi diganti agar ETT tidak terlepas
• Melakukan perawatan mulut
Respon: mukosa mulut lembab

5. Catatan Perkembangan/SOAP (Diagnosa Utama)


Nama klien: Nn. D Dx.Medis: POST RELAPARATOMY Ruang: ICU
Har/Tgl/Jam/Dx.
SOAP Paraf
keperawatan
Jum’at/02-04-21 S:- Jee

Gangguan O:
ventilasi spontan • Pasien belum bisa bernapas spontan
b.d kelelahan • Memposisikan pasien semifowler
otot pernapasan • Terpasang ventilator mode sim v Ps/p1 : 6 , PEEP : 5 ,
FiO2 : 60% , SPO2 : 100% , MAP :101mmHg
• TD : 117/93mmHg , N : 97x/menit , RR : 30x/menit
Pasien masih terlihat gelisah

A : Masalah gangguan ventilasi spontan belum teratasi

Ventilasi spontan (L.01007)


Indikator A S T
Dyspnea 1 1 4
Penggunaan otot
1 1 4
bantu pernapasan
Gelisah 2 2 4

P : Lanjutkan intervensi :
• Memonitor status respirasi dan oksigenasi
• Memberikan posisi semi fowler
• Mengkolaborasi pemberian obat
Sabtu/02-04-21 S:- Jee

Gangguan O : Pasien belum bisa bernapas spontan


ventilasi spontan • Memposisikan pasien semifowler
b.d kelelahan • Terpasang ventilator mode sim v Ps/p1 : 6 , PEEP :
otot pernapasan 5 , FiO2 : 60% , SPO2 : 100% , MAP :101mmHg
• TD : 100/84mmHg , N : 80x/menit , RR : 35x/menit
• Pasien masih terlihat gelisah

A : Masalah gangguan ventilasi spontan teratasi sebagian

Ventilasi spontan (L.01007)


Indikator A S T
Dyspnea 1 1 4
Penggunaan otot
1 1 4
bantu pernapasan
Gelisah 2 3 4

P : Lanjutkan intervensi :
• Memonitor status respirasi dan oksigenasi
• Memberikan posisi semi fowler
• Mengkolaborasi pemberian obat
LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

TRAUMA ABDOMEN

DISUSUN OLEH :
JELIN ADITA ABDILAH

2011040157

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021
A. Pengertian
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja
(Smeltzer, 2010). Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat
terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada
penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan
tindakan laparatomi (Ramsay, 2012).
Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga
abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga
abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga
(lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal)
dan mengakibatkan ruptur abdomen.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ
abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi
gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai
organ.
Trauma abdomen adalah trauma yang melibatkan daerah antara
diafragma pada bagian atas dan pelvis pada bagian bawah. Trauma abdomen
dibagi menjadi dua tipe yaitu trauma tumpul abdomen dan trauma tembus
abdomen. (Guillion, 2011).
B. Etiologi
Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Trauma tumpul
Suatu pukulan langsung, misalkan terbentur stir ataupun bagian
pintu mobil yang melesak ke dalam karena tabrakan, bisa menyebabkan
trauma kompresi ataupun crush injury terhadap organ viscera. Hal ini
dapat merusak organ padat maupun organ berongga, dan bisa
mengakibatkan ruptur, terutama organ-organ yang distensi (misalnya
uterus ibu hamil), dan mengakibatkan perdarahan maupun peritornitis.
Trauma tarikan (shearing injury) terhadap organ viscera sebenarnya
adalah crush injury yang terjadi bila suatu alat pengaman (misalnya seat
belt jenis lap belt ataupun komponen pengaman bahu) tidak digunakan
dengan benar. Pasien yang cedera pada suatu tabrakan motor bisa
mengalami trauma decelerasi dimana terjadi pergerakan yang tidak sama
antara suatu bagian yang terfiksir dan bagian yang bergerak, seperti
rupture lien ataupun ruptur hepar (organ yang bergerak) dibagian
ligamentnya (organ yang terfiksir). Pemakaian air-bag tidak mencegah
orang mengalami trauma abdomen. Pada pasien-pasien yang mengalami
laparotomi karena trauma tumpul, organ yang paling sering kena adalah
lien (40-55%), hepar (35-45%), dan usus (5-10%). Sebagai tambahan,
15% nya mengalami hematoma retroperitoneal.
2. Trauma tajam
Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan
mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong.
Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi
kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera, dengan adanya efek
tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa pecah menjadi fragmen
yang mengakibatkan kerusakan lainnya. Luka tusuk tersering mengenai
hepar (40%), usus halus (30%), diafragma (20%), dan colon (15%). Luka
tembak menyebabkan kerusakan yang lebih besar, yang ditentukan oleh
jauhnya perjalanan peluru, dan berapa besar energy kinetiknya maupun
kemungkinan pantulan peluru oleh organ tulang, maupun efek pecahan
tulangnya. Luka tembak paling sering mengenai usus halus (50%), colon
(40%), hepar (30%) dan pembuluh darah abdominal (25%).
C. Tanda dan Gejala
1. Laserasi, memar,ekimosis.
2. Hipotensi
3. Tidak adanya bising usus.
4. Hemoperitoneum.
5. Mual dan muntah .
6. Adanya tanda “Bruit” (bunyi abnormal pd auskultasi pembuluh darah,
biasanya pd arteri karotis).
7. Nyeri
8. Pendarahan
9. Penurunan kesadaran
10. Sesak
11. Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh
perdarahan limfa.Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent.
12. Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan peritoneal.
13. Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh ( pinggang ) pada
perdarahan retroperitoneal.
14. Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia pada
fraktur pelvis.
15. Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran
kiri atas ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe
D. Patofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia ( akibat
kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara
faktor - faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat
trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang
ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya
perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi
jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh
juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari
jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada
keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk
menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan
benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang
terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati
ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam
beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal
tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa
mekanisme :
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh
gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang
letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ
padat maupun organ berongga.
2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan
vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
3. Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan
gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler
E. Pathway

Trauma (kecelakaan)

Penetrasi & Non-Penetrasi

Terjadi perforasi lapisan abdomen (kontusio, laserasi, jejas, hematom)

Menekan saraf peritonitis

Kekurangan volume cairan ← Abdomen → Nyeri akut

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
b. Penurunan hematokrit/hemoglobin.
c. Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT.
d. Koagulasi : PT,PTT.
e. MRI
f. Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatik
g. CT Scan
h. Radiograf dada mengindikasikan peningkatan diafragma,
kemungkinan pneumothorax atau fraktur tulang rusuk VIII-X.
i. Scan limfeUltrasonogram
j. Peningkatan serum atau amylase urine
k. Peningkatan glucose serum
l. Peningkatan lipase serum
m. DPL (+) untuk amylase
n. Penigkatan WBC
o. Peningkatan amylase serum
p. Elektrolit serum
q. AGD
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
b. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai
hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya
trauma pada saluran urogenital.
c. VP (Intravenous Pyelogram
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan
trauma pada ginjal.
d. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam
rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya
alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold
standard).
e. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi
dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
G. Komplikasi
1. Trombosis Vena
2. Emboli Pulmonar
3. Stress Ulserasi dan perdarahan
4. Pneumonia
5. Tekanan ulserasi
6. Atelektasis
7. Sepsis
8. Pankreas: Pankreatitis, Pseudocyta formasi, fistula pancreas-duodenal,
dan perdarahan.
9. Limfa: perubahan status mental, takikardia, hipotensi, akral dingin,
diaphoresis, dan syok.
10. Usus: obstruksi usus, peritonitis, sepsis, nekrotik usus, dan syok.
11. Ginjal: Gagal ginjal akut (GGA)
H. Penatalaksanaan
1. Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang
menunjukkan trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri
diafragma, abdominal free air, evisceration) harus segera dilakukan
pembedahan .
2. Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative
berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT .
3. Pemberian obat analgetik sesuai indikasi.
4. Pemberian O2 sesuai indikasi.
5. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan.
6. Trauma penetrasi :
- Dilakukan tindakan pembedahan di bawah indikasi tersebut di atas.
- Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman
penetrasi dan keterlibatan intraperitoneal.
- Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi
steril) untuk menunjukkan gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh,
pasien dapat dijahit dan dikeluarkan.
- Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan
pembedahan.
- Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan
dengan pembedahan
I. Pengkajian
1. Data subyektif
a. Riwayat penyakit sekarang
- Nyeri di RUQ ,hipokondria atau region epigastrik ( cedera pada
hati).
- Nyeri pada kuadran kiri atas (LUQ ), tanda Kehr (nyeri pada
kuadran kiri atas yang menjalar ke bahu kiri) pada cedera limfa.
- Nyeri pada area epigastrik atau bagian belakang, mungkin
asimptomatik kecuali terdapat peritonitis, tanda mungkin tidak
ditemukan sampai 12 jam setelah cedera pada cedera pancreas.
- Nyeri pada abdomen ,mual dan muntah pada cedera usus.
- Mekanisme cedera trauma tumpul atau tajam.
b. Riwayat medis :
- Kecenderungan terjadi pendarahan
- Alergi
- Penyakit liver / hepatomegali pada cedera hati
2. Data Obyektif
a. Pengkajian Primer
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di
lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah
ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus
segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada
indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan
jalan napas.
1) Airways
- Sumbatan benda asing atau darah.
- Snoring
- Wheezing atau krekles.
2) Breathing
- Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
- RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
- Ronchi, krekles.
- Ekspansi dada tidak penuh.
- Penggunaan otot bantu nafas.
3) Circulation
- Nadi lemah , tidak teratur.
- Takikardi
- TD meningkat / menurun.
- Edema
- Gelisah
- Akral dingin
- Kulit pucat, sianosis
- Output urine menurun
4) Dissability
Periksa kesadaran pasien.
5) Exposure
Lakukan pemeriksaan pada bagian tubuh lainnya, cari adanya
jejas atau tanda-tanda trauma di bagian tubuh yang lain.
b. Pengkajian Sekunder
1) Aktifitas
- Gejala : kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup
menetap, jadwal olah raga tidak teratur.
- Tanda : Takikardi,dispnea pada istirahat / aktifitas.
2) Sirkulasi
- TD dapat normal atau naik/turun.
- Nadi dapat normal, penuh / tak kuat atau lemah / kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur
(distritnya).
- Bunyi jantung : bunyi jantung ekstra S3 / S4 mungkin
menunjukkan gagal jantung / penurunan kontraktilitas
ventrikel.
- Murmur, bila ada menunjukkan gagal katub/disfungsi otot
papiler.
- Friksi dicurigai perikarditis.
- Irama jantung : dapat teratur/tidak teratur.
- Edema : distensi vena jugular, edema dependen / perifer,
edema umum krekels mungkin ada dengan gagal jantung.
- Warna : pucat/ sianosis / kulit abu-abu kuku datar pada
membran mukosa dan bibir.
3) Integritas Ego
- Gejala : menyangkal gejala penting/adanya kondisi.
- Tanda : menyangkal, cemas, kurang kontak mata gelisah,
marah, perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri.
4) Eliminasi
- Tanda : bunyi usus menurun, jumlah dan warna urin.
5) Makanan / Cairan
- Gejala : mual/kehilangan nafsu makan, bersendawa, nyeri
ulu hati / terbakar, penurunan turgor kulit, kulit kering /
berkeringat.
- Tanda : muntah, perubahan berat badan.
6) Higiene
Tanda/gejala : kesulitan melakukan tugas perawatan.
7) Neurosensori
- Gejala : pusing, berdenyut selama tidur / saat bangun.
- Tanda : perubahan mental,kelemahan.
8) Nyeri / ketidaknyamanan
- Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak.
- Lokasi : tipikal pada dada anterior,subternal, prekordia,
dapat menyerang ke tangan, rahang wajah.
- Kualitas : menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat
dilihat.
- Intensitas : biasanya pada skala 1-5.
- Catatan : nyeri mungkin tak ada pada klien post operasi,
dengan DM, hipertensi, lansia.
- Tanda : Wajah meringis, Perubahan postur tubuh, Menarik
diri, kehilangan kontak mata, Respon otomatik : perubahan
frekuensi / irama jantung, tekanan darah, pernafasan, warna
kulit, kelembaban, kesadaran.
9) Pernafasan
- Gejala : Dyspnea dengan / tanpa kerja, dyspnea nokturnal,
Batuk dengan / tanpa sputum, Riwayat merokok, penyakit
pernafasan kronis.
- Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan, Sianosis, Bunyi
nafas : bersih/krekels, Sputum : bersih, merah muda kental.
10) Interaksi social
- Gejala : Stres saat ini contoh kerja, keluarga, Kesulitan
koping dengan stresor yang ada.
- Tanda : Kesulitan istirahat dengan tenang, Menarik diri dari
keluarga
J. Diagnosa
1. Defisit volume cairan : intra vaskuler berhubungan dengan perdarahan
aktif.
2. Nyeri berhubungan dengan agen-agen penyebab cedera : trauma fisik.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
hilangnya nafsu makan
K. Intervensi

Diagnosa Rencana Keperawatan


Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Defisit volume cairan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau status hidrasi (tensi dan
: intra vaskuler keperawatan selama1 x 24 jam nadi).
berhubungan dengan deficit volume cairan teratasi 2. Pantau kadar hb.
perdarahan aktif dengan criteria hasil : 3. Pantau jumlah kehilangan darah
- Keseimbangan cairan Intra dengan mengobservasi adanya
vaskuler terpenuhi distensi abdomen oleh darah.
dibuktikan dengan tekanan 4. Kaji adanya tanda-tanda syok
darah sistolik antara 100-120 hipovolemik.
mmhg, nadi antara 60-100 5. Berikan therapy intra vena
x/mngt. sesuai program dokter.
- Hidrasi cairan intra vaskuler 6. Catat haluaran urin dan laporkan
tercukupi dibuktikan dengan bila jumlah kurang dari
; pulsasi nadi kuat, tetesan 1cc/kgbb/jam.
infuse lancer, produksi urin 7. Catat semua jumlah masukan
cukup cairan infuse selama 24 jam

Nyeri berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Kolaborasi dengan dokter untuk


dengan agen-agen keperawatan selama1 x 24 jam pemberian analgetik.
penyebab cedera : nyeri teratasi dengan criteria hasil 2. Kelola nyeri dng pemberian
trauma fisik : pioid yang terjadwal.
- Pengandalian nyeri efektif 3. Sesuaikan frekuensi dan dosis
dibuktikan dengan psien dengan hasil pengkajian nyeri.
mampu melakukan tehnik 4. Laporkan pada dokter jika
relaksasi untuk mengurangi tindakan tidak berhasil.
nyeri. 5. Kaji nyeri secara komprehensif
- Tingkat nyeri berkurang meliputi lokasi, karakteristik,
dibuktikan dengan skala durasi, frekuensi, kwalitas,
nyeri antara 1-5 intensitas dan factor
presipitasinya.
6. Observasi tanda non verbal
adanya nyeri.
7. Ajarkan tehnik manipulasi nyeri
: tehnik relaksasi.
8. Libatkan pasien dan keluarga
untuk menginformasikan kepada
perawat jika skala nyeri
berkurang atau tehnik
pengurangan nyeri tidak tercapai
Perubahan nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Cari jenis makanan kesukaan
kurang dari kebutuhan keperawatan selama 7 x 24 pasien dan sajikan selama tidak
tubuh berhubungan kebutuhan nutrisi terpenuhi ada kontra indikasi.
dengan hilangnya dengan criteria hasil : 2. Timbang berat badan pasien tiap
nafsu makan - Status gizi asupan makanan 2 hari sekalidukung anggota
dan cairan seimbang keluarga untuk membawa
dibuktikan dengan pasien makanan kesukaan pasien dari
menyampaikan tidak mual, rumah selama tidak ada kontra
nafsu makan meningkat. indikasitentukan jumlah kalori
- Status gizi terpenuhi yang dibutuhkan pasien
dibuktikan dengan BB pasien
tidak turun selama 1 minggu
DAFTAR PUSTAKA

Judith M. Wilkinson & Nancy R.Ahern 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan
edisi 9. Alih bahasa Esty Wahyuningsih. Jakarta : EGC

Brooker, Christine. 2010. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. Jakarta: EGC

Nurarif. A.H. & Kusuma. H. 2015. Aplikasi NANDA NIC-NOC. Jilid 1, 2 dan 3.
Yogyakarta. Media Action.

Carpenito, L. J. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC.

Brunner, Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : ECG.
Direktorat Bina Gizi.

Fadhillah Harif , 2018. SDKI ( Standar Diagnosa Keperawatan


Indonesia).Jakarta
RESUME MINGGU KE 1

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

DISUSUN OLEH :

JELIN ADITA ABDILAH

2011040157

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021
RESUME 1

KASUS H1 PERNAPASAN

Tn. M (24 tahun) dibawa ke IGD dengan kesadaran sopor, GSC : E3 M2 V2 ,


skala nyeri 5 (face scale), Ada sumbatan jalan nafas, sekret (+), stridor (+), pasien
tampak sesak, dispneu , dipasang oksigen NRM 10 lpm, ronkhi (+). Hasil TTV:
RR: 38x/menit, Nadi : 108 x/menit, TD: 123/75 mmHg, SpO2: 78%, CRT
<2detik, anemi (-), JVP 5+4 cmH2O, akral dingin, gambaran ECG sinus takikardi.
Hasil Pemeriksaan USG sebelumnya: tumor sudah mendesak sampai ke karina
dan atrium kanan.

FORMAT RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama Mahasiswa : Jelin Adita Nama Pasien : Tn. M


NIM : 2011040157 Umur : 24 tahun
Hari/Tanggal : Senin, 21 juni 2021 Dx Medis : Tumor Paru
I. PENGKAJIAN
A. Primary Survey
Airway:
- Look Terdapat sumbatan jalan napas berupa sekret, pasien
terpasang oksigen NRM 10 lpm, pasien tampak sesak
napas, dipsneu.

- Listen Terdengar suara napas stridor, ronkhi.

- Feel Terasa hembusan napas


Breathing:
- Look Pergerakan dinding dada simetris, tida ada jejas/luka,
terdapat retraksi dinding dada, terdapat pernapasan
cuping hidung, terdapat otot bantu pernapasan, SPO2 :
78%, RR : 38 x/menit, pasien tampak sesak napas,
dipsneu, pasien terpasang oksigen NRM 10 lpm.

- Listen Terdengar suara napas stridor.

- Feel Terasa hembusan napas.


Circulatian:
- Look Tidak ada denyut jantung tambahan di ICS 4 dan 5, tidak
ada sianosis, CRT<2 detik, SpO2 78%, S=36 oC , tidak
ada pendarahan, JVP 5+4 cmH2O, ECG sinus takikardi.

- Listen Suara jantung lup dup, TD : 123/75 mmHg

- Feel N : 108 x/menit, akral dingin, irama nadi reguler.


Disability Kesadaran sopor, GSC : E3 M2 V2

Eksposure Tidak ada edema, kekuatan otot


3/5
3/5
Pasien mengatakan nyeri pada bagian dada dengan skala
5

B. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama


(Non Trauma)
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak napas dan nyeri pada
bagian dada dengan skala 5, nyeri hilang timbul, nyeri seperti ditusuk-
tusuk. Pasien datang dalam keadaan kesadaran sopor, GSC : E3 M2
V2. Hasil pemeriksaan EKG : sinus takikardi. Hasil Pemeriksaan USG
sebelumnya: tumor sudah mendesak sampai ke karina dan atrium
kanan.
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
No Data Fokus Pathways
Keperawatan
1 DS : Bersihan jalan Tumor
- Pasien sesak napas napas tidak
DO : efektif (D.0001)
- Terdapat sumbatan b.d penumpukan Radang bronkus
jalan napas berupa sekret.
sekret.
- Pasien terpasang Penumpukan sekret
oksigen NRM 10
lpm.
- Pasien tampak sesak Batuk tidak efektif
napas.
- Dipsneu.
- Terdengar suara Akumulasi sekret
napas stridor, ronkhi. meningkat
- RR : 38 x/menit
- SPO2 : 78%
Bersihan jalan napas
tidak efektif

DS : Pola napas tidak Tumor


2 - Pasien merasa sesak efektif (D.0005)
napas. b.d
DO : Metaplasma
- Terdapat retraksi
dinding dada,
- Terdapat pernapasan Obstruksi bronkus
cuping hidung,
- Terdapat otot bantu
pernapasan, Dipsnea
- SPO2 : 78%,
- RR : 38 x/menit,
- Pasien tampak sesak Pola napas tidak efektif
napas,
- Dipsneu,
- Pasien terpasang
oksigen NRM 10
lpm.
- Terdengar suara
napas stridor.
3 DS : Resiko Tumor
- Pasien sesak napas penurunan curah
dan nyeri pada jantung
bagian dada dengan (D.0011) b.d Metastasis sel abnormal
skala 5, nyeri hilang
timbul, nyeri seperti
ditusuk-tusuk. Sel abnormal mendesak
DO : atrium kanan & karina
- JVP 5+4 cmH2O,
- ECG sinus takikardi.
- Suara jantung lup Suplai darah ke paru
dup, menurun
- TD : 123/75 mmHg
- N : 108 x/menit,
- Akral dingin Resiko penurunan curah
- Kesadaran sopor, jantung
- GSC : E3 M2 V2
II. RENCANA KEPERAWATAN
Tanggal/ Diagnosa
SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas
napas tidak efektif keperawatan selama 1x24 jam (L.01011)
(D.0001) b.d diharapkan bersihan jalan O:
penumpukan napas tidak efektif teratasi - Monitor pola napas.
sekret. dengan kriteria hasil: - Monitor bunyi napas
Bersihan jalan napas (L.01001) tambahan.
Indikator A T - Monitor sputum.
Produksi sputum 3 T:
5 - Posisikan pasien semi fowler.
Dipsnea 3 5 - Berikan minuman hangat.
Frekuensi napas 3 - Lakukan fisioterapi dada, jika
5 perlu.
- Lakukan penghisapan lendir
Keterangan :
kurang dari 15 detik.
1 : Menurun
2 : Cukup menurun - Laukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
3 : Sedang
endotrakeal.
4 : Cukup meningkat
- Berikan oksigen.
5 : Meningkat
E:
- Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tida ada
kontraindikasi.
- Ajarkan teknik batuk efektif.
K:
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
III. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Tanggal/ Implementasi & Respon Evaluasi Paraf
Waktu
1. Memonitor pola napas. S: JEE
DS : pasien masih sedikit sesak napas - Pasien mengatakan sesak napas berkurang.
DO : RR : 28 x/menit, SPO2 : 90% - Pasien mengatakan merasa nyaman.
2. Memonitor bunyi napas tambahan. O:
DS : - - Terdengar suara napas ronkhi halus.
DO : terdengar suara ronkhi halus. - RR : 28 x/menit.
3. Memonitor sputum. - SPO2 : 90%
DS : - - Pasien tampak nyaman.
DO : masih terdapat sedikit sputum - Masih terdapat sedikit sputum.
4. Memposisikan pasien semi fowler.
DS : pasien merasa nyaman. A : Masalah teratasi sebagian
DO : ventilasi meningkat, pasien tampak nyaman. Indikator A T S
5. Memberikan minuman hangat. Produksi sputum 3 5 4
DS : - Dipsnea 3 5 4
DO : keluar sedikit sputum.
6. Melakukan fisioterapi dada, jika perlu. Frekuensi napas 3 5 4
DS : -
DO : keluar sedikit sputum. P :Lanjutkan intervensi
7. Melakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik. - Memonitor pola napas.
DS : - - Memonitor bunyi napas tambahan.
DO : sputum keluar. - Memonitor sputum.
8. Melakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan - Melakukan fisioterapi dada, jika perlu.
endotrakeal. - Melakukan penghisapan lendir kurang dari 15
9. Memberikan oksigen. detik.
DS : pasien merasa nyaman, sesak berkurang. - Melakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
DO : RR : 28 x/menit, pasien tampak nyaman, pasien endotrakeal.
terpasang oksigen NRM 10 lpm. - Memberikan oksigen.
10. Mengajarkan teknik batuk efektif. - Melakukan kolaborasi pemberian bronkodilator,
DS : pasien dan keluarga mengetahui cara melakukan ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
batuk efektif.
DO : pasien dan keluarga dapat mempraktekkan batuk
efektif.
11. Melakukan kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
DS : -
DO : -
RESUME 2

KASUS H2 PERCERNAAN

Tn. B ( 50 tahun) dibawa ke IGD dengan kesadaran somnolen, GCS : E2 M3V2 ,


Tekanan Darah : 70/palpasi, Nadi : 145x/menit, Suhu : 36,1 C, Saturasi Oksigen :
76%, akral dingin, CRT memanjang ( > 2 detik), RR : 11x/menit, suara nafas:
stridor. Hasil pengkajian dengan keluarganya didapatkan bahwa satu tahun yang
lalu pasien didiagnosa Ca Rectosigmoid post kolostomi dan sudah menjalani
kemoterapi 6 siklus.

FORMAT RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama Mahasiswa : jelin adita Nama Pasien : Tn. B


NIM : 2011040157 Umur : 50 tahun
Hari/Tanggal : Selasa, 22 juni 2021 Dx Medis : Ca Rectosigmoid
I. PENGKAJIAN
A. Primary Survey
Airway:
- Look Tidak ada sumbatan jalan napas, tidak batuk, tidak ada
sekret, tidak ada obstruksi jalan napas.

- Listen Terdengar suara napas stridor.

- Feel Terasa hembusan napas


Breathing:
- Look Pergerakan dinding dada simetris, tidak ada jejas/luka,
tidak ada retraksi dinding dada, pasien tidak terpasang
oksigen, tidak ada otot bantu pernapasan, tidak ada
cuping hidung, pernapasan reguler. RR : 11x/menit,
SPO2 : 76%.

- Listen Terdengar suara napas stridor, perkusi terdengar sonor.

- Feel Terasa hembusan napas.


Circulatian:
- Look Tidak ada denyut jantung tambahan di ICS 4 dan 5, tidak
ada sianosis, CRT > 2 detik, SpO2 76%, S=36,1 oC ,
tidak ada pendarahan.

- Listen Suara jantung lup dup, TD : 70/palpasi mmHg, perkusi


sonor.

- Feel N : 145 x/menit, akral dingin, irama nadi reguler.


Disability Kesadaran somnolen, GSC : E2 M3 V2

Eksposure Tidak ada edema, kekuatan otot


3/5
3/5
Pasien mengalami penurunan kesadaran.

B. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama


(Non Trauma)
Pasien datang ke IGD dengan keluhan lemas dan penurunan
kesadaran. Kesadaran pasien somnolen, GCS E2 M3 V2, keadaan
umum pasien lemah. Hasil pengkajian dengan keluarganya didapatkan
bahwa satu tahun yang lalu pasien didiagnosa Ca Rectosigmoid post
kolostomi dan sudah menjalani kemoterapi 6 siklus.
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
No Data Fokus Pathways
Keperawatan
1 DS : Pola napas tidak Tumor
- Pasien lemas dan efektif (D.0005)
mengalami
penurunan Metaplasma
kesadaran.
DO :
- RR : 11x/menit Obstruksi bronkus
- SPO2 : 76%
- Terdengar suara
napas stridor. Dipsnea
- Pasie tampak lemas.
- Bradipnea.
- Takikardi Pola napas tidak efektif
- N : 145x/menit.
- Kesadaran pasien
somnolen.
- GCS : E2 M3 V2
DS : Hipovolemi
2 - Pasien mengeluhkan (D.0023)
lemas dan sesak
napas.
- Pasien mengalami
penurunan
kesadaran.
DO :
- Akral dingin.
- Pasien tampak
lemas.
- Kesadaran
somnolen.
- GCS E2 M3 V2.
- TD : 70/palpasi
mmHg.
- N : 145 x/menit.
- CRT > 2 detik

II. RENCANA KEPERAWATAN


Tanggal/ Diagnosa
SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas
efektif (D.0005) keperawatan selama 1x24 jam (L.01011)
diharapkan pola napas tidak O:
efektif teratasi dengan kriteria - Monitor pola napas.
hasil: - Monitor bunyi napas
Pola napas (L.01004) tambahan.
Indikator A T T:
Penggunaan otot 3 5 - Posisikan pasien semi fowler.
bantu napas - Berikan oksigen.
Dipsnea 3 5 E:
Frekuensi napas 3 5 - Ajarkan teknik non
farmakologi untuk mengatasi
Keterangan : sesak napas.
1 : Menurun K:
2 : Cukup menurun - Kolaborasi pemberian
3 : Sedang bronkodilator, ekspektoran,
4 : Cukup meningkat mukolitik, jika perlu.
5 : Meningkat
III. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Tanggal/ Implementasi & Respon Evaluasi Paraf
Waktu
1. Memonitor pola napas. S: JEE
DS : pasien merasa nyaman - Pasien mengatakan sesak napas berkurang.
DO : RR : 18 x/menit, SPO2 : 90% - Pasien mengatakan merasa nyaman.
2. Memonitor bunyi napas tambahan. O:
DS : - - Terdengar suara napas ronkhi halus.
DO : suara napas vesikuler. - RR : 28 x/menit.
3. Memposisikan pasien semi fowler. - SPO2 : 90%
DS : pasien merasa nyaman. - Pasien tampak nyaman.
DO : ventilasi meningkat, pasien tampak nyaman. - Masih terdapat sedikit sputum.
4. Memberikan oksigen.
DS : pasien merasa nyaman. A : Masalah teratasi sebagian
DO : RR : 18 x/menit, pasien tampak nyaman, pasien Indikator A T S
terpasang oksigen NRM 10 lpm. Penggunaan otot bantu 3 5 4
5. Mengajarkan teknik non farmakologi untuk mengatasi sesak napas
napas. Dipsnea 3 5 4
DS : pasien dan keluarga mengetahui cara melakukan teknik
Frekuensi napas 3 5 4
relaksasi aromaterapy.
DO : pasien dan keluarga dapat mempraktekkan teknik P :Lanjutkan intervensi
relaksasi aromaterapy. - Memonitor pola napas.
6. Melakukan kolaborasi pemberian bronkodilator, - Memonitor bunyi napas tambahan.
ekspektoran, mukolitik, jika perlu. - Memberikan oksigen.
- Melakukan kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
RESUME 3

KASUS H3 PERSYARAFAN

An.Y (8 tahun) dibawa ke IGD dengan penurunan kesadaran, GCS (E2M6V1),


terdapat sekret putih jernih dan berbusa, RR = 44 x/mnt, tidak ada jejas, suara
nafas ronchi, HR = 132 x/mnt, TD = 135/80 mmHg, CRT < 2 detik, suhu =
36,7°C, saturasi O2 = 90%, kernig sign (+).

FORMAT RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama Mahasiswa : Jelin adita Nama Pasien : An. Y


NIM : 2011040157 Umur : 8 tahun
Hari/Tanggal : Rabu, 23 juni 2021 Dx Medis :-
I. PENGKAJIAN
A. Primary Survey
Airway:
- Look Terdapat sumbatan jalan napas berupa sekret dan
berbusa, tidakada obstruksi jalan napas, tidak ada batuk.

- Listen Terdengar suara napas ronkhi.

- Feel Terasa hembusan napas


Breathing:
- Look Pergerakan dinding dada simetris, tidak ada jejas/luka,
terdapat retraksi dinding dada, terdapat pernapasan
cuping hidung, terdapat otot bantu pernapasan, SPO2 :
90%, RR : 44 x/menit, pasien tampak sesak napas,
dipsneu, pasien terpasang oksigen NRM 10 lpm.

- Listen Terdengar suara napas ronkhi.

- Feel Terasa hembusan napas.


Circulatian:
- Look Tidak ada denyut jantung tambahan di ICS 4 dan 5, tidak
ada sianosis, CRT<2 detik, SpO2 90%, S=36,7 oC , tidak
ada pendarahan.

- Listen Suara jantung lup dup, TD : 135/80 mmHg

- Feel N : 132 x/menit, akral dingin, irama nadi reguler.


Disability Kesadaran somnolen, GCS (E2M6V1)

Eksposure Tidak ada edema, kekuatan otot 5/5


5/5

B. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama


(Non Trauma)
Pasien datang ke IGD dengan penurunan kesadaran, GCS
(E2M6V1), terdapat sekret putih jernih dan berbusa.
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
No Data Fokus Pathways
Keperawatan
1 DS : Bersihan jalan Penurunan tingkat
- Pasien sesak napas napas tidak kesadaran
DO : efektif (D.0001)
- Terdapat sumbatan b.d penumpukan
jalan napas berupa sekret. Penurunan refleks batuk
sekret busa.
- Pasien terpasang
oksigen NRM 10 Penumpukan sekret pada
lpm. saluran napas
- Pasien tampak sesak
napas.
- Dipsneu. Bersihan jalan napas
- Terdengar suara tidak efektif
napas ronkhi.
- RR : 44 x/menit
- SPO2 : 90%
- Kesadaran
somnolen.
- GCS (E2M6V1).
DS : Pola napas tidak Penurunan kesadaran
2 - Pasien merasa sesak efektif (D.0005)
napas. b.d
DO : Obstruksi bronkus
- Terdapat retraksi
dinding dada,
- Terdapat pernapasan Dipsnea
cuping hidung,
- Terdapat otot bantu
pernapasan, Pola napas tidak efektif
- SPO2 : 90%,
- RR : 44 x/menit,
- Pasien tampak sesak
napas,
- Dipsneu,
- Pasien terpasang
oksigen NRM 10
lpm.
- Terdengar suara
napas ronkhi.
- N : 132 x/menit.
3 DS : Resiko perfusi Kerusakan adrenal
- Pasien mengalami serebral tidak
penurunan kesadaran efektif (D.0017)
DO : Kolaps Pembuluh darah
- TD : 135/80 mmHg
- N : 132 x/menit
- Akral dingin Hiperperfusi
- Kernig sign (+)
- Kesadaran
somnolen. Resiko perfusi serebral
- GCS (E2M6V1) tidak efektif

II. RENCANA KEPERAWATAN


Tanggal/ Diagnosa
SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas
napas tidak keperawatan selama 1x24 jam (L.01011)
efektif (D.0001) diharapkan bersihan jalan O:
b.d penumpukan napas tidak efektif teratasi - Monitor pola napas.
sekret. dengan kriteria hasil: - Monitor bunyi napas
Bersihan jalan napas (L.01001) tambahan.
Indikator A T - Monitor sputum.
Produksi sputum 3 5 T:
Dipsnea 3 5 - Posisikan pasien semi
fowler.
Frekuensi napas 3 5
- Berikan minuman
Keterangan : hangat.
1 : Menurun - Lakukan fisioterapi
2 : Cukup menurun dada, jika perlu.
3 : Sedang - Lakukan penghisapan
4 : Cukup meningkat lendir kurang dari 15
5 : Meningkat detik.
- Laukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal.
- Berikan oksigen.
E:
- Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tida
ada kontraindikasi.
- Ajarkan teknik batuk
efektif.
K:
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.
III. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Tanggal/ Implementasi & Respon Evaluasi Par
Waktu af
1. Memonitor pola napas. S: JE
DS : pasien masih sedikit sesak napas - Pasien mengatakan sesak napas berkurang. E
DO : RR : 28 x/menit, SPO2 : 95% - Pasien mengatakan merasa nyaman.
2. Memonitor bunyi napas tambahan. O:
DS : - - Terdengar suara napas ronkhi halus.
DO : terdengar suara ronkhi halus. - RR : 28 x/menit.
3. Memonitor sputum. - SPO2 : 95%
DS : - - Pasien tampak nyaman.
DO : masih terdapat sedikit sputum - Masih terdapat sedikit sputum.
4. Memposisikan pasien semi fowler.
DS : pasien merasa nyaman. A : Masalah teratasi sebagian
DO : ventilasi meningkat, pasien tampak nyaman. Indikator A T S
5. Memberikan minuman hangat. Produksi sputum 3 5 4
DS : - Dipsnea 3 5 4
DO : keluar sedikit sputum.
6. Melakukan fisioterapi dada, jika perlu. Frekuensi napas 3 5 4
DS : -
DO : keluar sedikit sputum. P :Lanjutkan intervensi
7. Melakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik. - Memonitor pola napas.
DS : - - Memonitor bunyi napas tambahan.
DO : sputum keluar. - Memonitor sputum.
8. Melakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan - Melakukan fisioterapi dada, jika perlu.
endotrakeal. - Melakukan penghisapan lendir kurang dari 15
9. Memberikan oksigen. detik.
DS : pasien merasa nyaman, sesak berkurang. - Melakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
DO : RR : 28 x/menit, pasien tampak nyaman, pasien endotrakeal.
terpasang oksigen NRM 10 lpm. - Memberikan oksigen.
10. Mengajarkan teknik batuk efektif. - Melakukan kolaborasi pemberian bronkodilator,
DS : pasien dan keluarga mengetahui cara melakukan batuk ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
efektif.
DO : pasien dan keluarga dapat mempraktekkan batuk
efektif.
11. Melakukan kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
DS : -
DO : -
RESUME 4

KASUS H4 ENDOKRIN

Ny. A (39 tahun) dibawa ke IGD dengan GCS : E4 M6 V2 , kesadaran letargi,


terdapat sekret pada jalan nafas, pasien mengalami refluks berupa darah dari
mulut. Hasil pengkajian fisik: tampak retraksi dada, RR: 40x/menit, pasien
tampak sesak, terpasang oksigen NRM 10 lpm, suara nafas ronchi, denyut nadi
teraba kuat dan cepat; HR : 147 x/menit, TD: 127/89 mmHg, SpO2: 94%, CRT>2
detik, terdapat butterfly rush di wajah pasien, terpasang NGT dengan gastric
residu berwarna hitam. pasien memiliki riwayat SLE selama 7 tahun,
mengonsumsi kortikosteorid dan immunosupresi selama 7.

FORMAT RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama Mahasiswa : Jelin adita Nama Pasien : Ny. A


NIM : 2011040157 Umur : 39 tahun
Hari/Tanggal : Kamis, 24 juni 2021 Dx Medis : SLE
I. PENGKAJIAN
A. Primary Survey
Airway:
- Look Terdapat sumbatan jalan napas berupa sekret, tidak
batuk, tidak ada obstruksi jalan napas, refluks berupa
darah dari mulut, pasien tampak sesak napas, pasien
terpasang NGT.

- Listen Terdengar suara napas ronkhi.

- Feel Terasa hembusan napas


Breathing:
- Look Pergerakan dinding dada simetris, tidak ada jejas/luka,
terdapat retraksi dinding dada, pasien terpasang NRM 10
lpm, terdapat otot bantu pernapasan, terdapat cuping
hidung, pernapasan reguler, pasien tampak sesak napas.
RR : 40x/menit, SPO2 : 94%.

- Listen Terdengar suara napas ronkhi.

- Feel Terasa hembusan napas.


Circulatian:
- Look Tidak ada denyut jantung tambahan di ICS 4 dan 5, tidak
ada sianosis, CRT > 2 detik, SpO2 94%, S=36,1 oC ,
pasien terpasang NGT dengan gastric residu berwarna
hitam.

- Listen Suara jantung lup dup, TD : 127/89 mmHg, perkusi


sonor.

- Feel Denyut nadi teraba kuat dan cepat, N : 147 x/menit, akral
dingin.
Disability Kesadaran letargi, GCS : E4 M6 V2

Eksposure Tidak ada edema, kekuatan otot 5/5


5/5
Pasien mengalami penurunan kesadaran, terdapat
butterfly rush di wajah pasien, terpasang NGT dengan
gastric residu berwarna hitam.

B. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama


(Non Trauma)
K : Pasien mengatakan sesak napas, mengalami penurunan kesadaran,
dan muntah darah dari mulut.
O : Pasien mengonsumsi kortikosteorid dan immunosupresi selama 7
tahun.
M : Pasien makan terakhir 6 jam yang lalu.
P : Pasien memiliki riwayat SLE selama 7 tahun.
A : Pasien tidak memiliki alergi.
K : Pasien datang ke IGD diantar oleh keluarganya dengan penurunan
kesadaran, sesak napas, dan muntah/refluk darah dari mulut.
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
No Data Fokus Pathways
Keperawatan
1 DS : Bersihan jalan Penurunan tingkat
- Pasien sesak napas napas tidak kesadaran
DO : efektif (D.0001)
- Terdapat sumbatan b.d penumpukan
jalan napas berupa sekret. Penurunan refleks batuk
sekret.
- Pasien refluks darah
dari mulut. Penumpukan sekret pada
- Pasien terpasang saluran napas
oksigen NRM 10
lpm.
- Pasien tampak sesak Bersihan jalan napas
napas. tidak efektif
- Dipsneu.
- Terdengar suara
napas ronkhi.
- RR : 40 x/menit
- SPO2 : 94%
DS : Pola napas tidak Penurunan kesadaran
2 - Pasien merasa sesak efektif (D.0005)
napas. b.d dipsnea
DO : Obstruksi bronkus
- Terdapat retraksi
dinding dada,
- Terdapat pernapasan Dipsnea
cuping hidung,
- Terdapat otot bantu
pernapasan, Pola napas tidak efektif
- SPO2 : 94%,
- RR : 40 x/menit,
- Pasien tampak sesak
napas,
- Dipsneu,
- Pasien terpasang
oksigen NRM 10
lpm.
- Terdengar suara
napas ronkhi.
- N : 147 x/menit.
3 DS : Hipovolemia Trauma
- Pasien mengalami (D.0023)
penurunan kesadaran
- Pasien muntah darah Kerusakan organ
dari mulut.
DO :
- TD : 127/89 mmHg Pendarahan
- N : 147 x/menit
- Akral dingin
- Refluks darah dari Hipovolemia
mulut.
- Pasien terpasang
NGT.
- Sisa residu dalam
gastric berwarna
hitam.
- Denyut nadi teraba
kuat dan cepat.
- Kesadaran letargi.
- GCS (E4M6V2).

II. RENCANA KEPERAWATAN


Tanggal/ Diagnosa
SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
Bersihan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas (L.01011)
jalan napas keperawatan selama 1x24 jam O:
tidak efektif diharapkan bersihan jalan napas - Monitor pola napas.
(D.0001) b.d tidak efektif teratasi dengan - Monitor bunyi napas tambahan.
penumpukan kriteria hasil: - Monitor sputum.
sekret. Bersihan jalan napas (L.01001) T:
Indikator A T - Posisikan pasien semi fowler.
Produksi sputum 3 - Berikan minuman hangat.
5 - Lakukan fisioterapi dada, jika
Dipsnea 3 5 perlu.
Frekuensi napas 3 - Lakukan penghisapan lendir
5 kurang dari 15 detik.
Keterangan : - Laukan hiperoksigenasi sebelum
1 : Menurun penghisapan endotrakeal.
2 : Cukup menurun - Berikan oksigen.
3 : Sedang E:
4 : Cukup meningkat - Anjurkan asupan cairan 2000
5 : Meningkat ml/hari, jika tida ada
kontraindikasi.
- Ajarkan teknik batuk efektif.
K:
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
III. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Tanggal/ Implementasi & Respon Evaluasi Par
Waktu af
1. Memonitor pola napas. S: JE
DS : pasien masih sedikit sesak napas - Pasien mengatakan sesak napas berkurang. E
DO : RR : 28 x/menit, SPO2 : 95% - Pasien mengatakan merasa nyaman.
2. Memonitor bunyi napas tambahan. O:
DS : - - Terdengar suara napas ronkhi halus.
DO : terdengar suara ronkhi halus. - RR : 28 x/menit.
3. Memonitor sputum. - SPO2 : 95%
DS : - - Pasien tampak nyaman.
DO : masih terdapat sedikit sputum - Masih terdapat sedikit sputum.
4. Memposisikan pasien semi fowler.
DS : pasien merasa nyaman. A : Masalah teratasi sebagian
DO : ventilasi meningkat, pasien tampak nyaman. Indikator A T S
5. Memberikan minuman hangat. Produksi sputum 3 5 4
DS : - Dipsnea 3 5 4
DO : keluar sedikit sputum.
6. Melakukan fisioterapi dada, jika perlu. Frekuensi napas 3 5 4
DS : -
DO : keluar sedikit sputum. P :Lanjutkan intervensi
7. Melakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik. - Memonitor pola napas.
DS : - - Memonitor bunyi napas tambahan.
DO : sputum keluar. - Memonitor sputum.
8. Melakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan - Melakukan fisioterapi dada, jika perlu.
endotrakeal. - Melakukan penghisapan lendir kurang dari 15
9. Memberikan oksigen. detik.
DS : pasien merasa nyaman, sesak berkurang. - Melakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
DO : RR : 28 x/menit, pasien tampak nyaman, pasien endotrakeal.
terpasang oksigen NRM 10 lpm. - Memberikan oksigen.
10. Mengajarkan teknik batuk efektif. - Melakukan kolaborasi pemberian bronkodilator,
DS : pasien dan keluarga mengetahui cara melakukan batuk ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
efektif.
DO : pasien dan keluarga dapat mempraktekkan batuk
efektif.
11. Melakukan kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
DS : -
DO : -
RESUME 5

KASUS H5 KARDIOVASKULER
Seorang pria berusia 39 tahun dengan riwayat merokok dan hiperlipidemia datang
ke IGD dengan nyeri dada. Pasien mengeluh nyeri dada di sebelah kiri yang
menjalar ke kerongkongan dan lengan kiri, diaforesis, mual dan muntah. Tidak
ada kelainan di bagian abdomen. Hasil pemeriksaan EKG 12 lead: terdapat ST
elevasi pada anterolateral dan dicurigai sudah terjadi selama 72 jam karena pasien
sudah mengalami nyeri dada sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk ke IGD. Hasil
pengkajian didapatkan, TD: 140/90 mmHg, RR= 28 x/menit, SpO2: 90%, N: 78
x/menit, CRT<2 detik, akral dingin.

FORMAT RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama Mahasiswa : Jelin adita Nama Pasien : Tn. X


NIM : 2011040157 Umur : 39 tahun
Hari/Tanggal : Jumat, 25 juni 2021 Dx Medis :-
I. PENGKAJIAN
A. Primary Survey
Airway:
- Look Tidak ada sumbatan jalan napas, tida ada obstruksi jalan
napas.

- Listen Suara napas vesikuler.

- Feel Terasa hembusan napas.


Breathing:
- Look Pergerakan dinding dada simetris, tidak ada jejas/luka,
tidak ada retraksi dinding dada, tidak terdapat otot bantu
pernapasan, tidak ada pernapasan cuping hidung,
pernapasan reguler, RR : 28x/menit, SPO2 : 90%.

- Listen Terdengar suara napas vesikuler.


- Feel Terasa hembusan napas.
Circulatian:
- Look Tidak ada denyut jantung tambahan di ICS 4 dan 5, tidak
ada sianosis, CRT < 2 detik, SpO2 90%, S=36,1 oC,
pergerakan dada simetris, pasien tampak meringis-
meringis menahan nyeri.

- Listen Suara jantung lup dup, TD : 140/90 mmHg, perkusi


sonor.

- Feel Denyut nadi teraba kuat dan cepat, N : 78 x/menit, akral


dingin.
Disab Kesadaran composmentis, GCS : E4 M6 V5
ility
Ekspo Tidak ada edema, kekuatan otot 5/5
sure 5/5
Pasien mengatakan nyeri dada di sebelah kiri yang
menjalar ke kerongkongan dan lengan kiri, diaforesis,
mual dan muntah.

B. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama


(Non Trauma)
Seorang pria berusia 39 tahun dengan riwayat merokok dan
hiperlipidemia datang ke IGD dengan nyeri dada. Pasien mengeluh
nyeri dada di sebelah kiri yang menjalar ke kerongkongan dan lengan
kiri, diaforesis, mual dan muntah. Tidak ada kelainan di bagian
abdomen. Hasil pemeriksaan EKG 12 lead: terdapat ST elevasi pada
anterolateral dan dicurigai sudah terjadi selama 72 jam karena pasien
sudah mengalami nyeri dada sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk ke
IGD.
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
No Data Fokus Pathways
Keperawatan
1 DS : Resiko perfusi Atherosklerosis
- Pasien mengeluh miokrad tidak
nyeri dada di sebelah efektif (D.0014)
kiri yang menjalar ke Penyempitan/obstruksi
kerongkongan dan arteri koroner
lengan kiri, dan mual
muntah.
- Pasien mengatakan Penurunan suplai darah
nyeri dada sejak 3 ke miokrad
hari yang lalu.
- Pasien mengatakan
memiliki riwayat Tidak seimbang
merokok dan kebutuhan dengan suplai
hiperlipidemia. oksigen
DO :
- RR : 28x/menit
- SPO2 : 90% Iskemia
- Pasien diaforesis.
- Pasien meringis-
meringis dan Resiko Perfusi Miokrad
memegang dadi Tidak efektif
sambil menahan
nyeri.
- TD: 140/90 mmHg,
- N: 78 x/menit,
- CRT<2 detik,
- Akral dingin.
- Hasil pemeriksaan
EKG 12 lead:
terdapat ST elevasi
pada anterolateral.
DS : Nyeri akut Tidak seimbang suplai
2 - Pasien mengeluh (D.0077) oksigen
nyeri dada di sebelah
kiri yang menjalar ke
kerongkongan dan Iskemia
lengan kiri, seperti
ditusuk-tusuk dan
menjalar, dengan Metabolisme anaerob
skala nyeri 8, dan meningkat
nyeri terus menerus.
- Pasien mengatakan
nyeri dada sejak 3 Asam laktat meningkat
hari yang lalu.
DO :
- Pasien tampak Nyeri dada
menahan nyeri dan
memegang dada.
- TD : 140/90 mmHg. Nyeri akut
- N : 78 x/menit.
- RR : 28 x/menit.
II. RENCANA KEPERAWATAN
Tanggal/ Diagnosa
SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
Resiko perfusi Setelah dilakukan tindakan Perawatan Jantung Akut (I. 02076)
miokrad tidak keperawatan selama 1x24 jam O:
efektif diharapkan Resiko perfusi - Identifikasi karakteristik nyeri
(D.0014) b.d miokrad tidak efektif teratasi dada.
iskemia dengan kriteria hasil: - Monitor EKG 12 sadapan untuk
Perfusi miokrad (L.02011) perubahan ST dan T.
Indikator A T - Monitor aritmia.
Nyeri dada 3 5 - Monitor elektrolit yang dapat
Diaforesis 3 5 meningkatkan resiko aritmia.
- Monitor enzim jantung.
Mual dan 3 5
- Monitor saturasi oksigen.
muntah
- Identifikasi stratifikasi sindrom
Keterangan :
koroner akut.
1 : Menurun
T:
2 : Cukup menurun
- Pertahankan tirah baring minimal
3 : Sedang
12 jam.
4 : Cukup meningkat
- Pasang akses intravena.
5 : Meningkat
- Puasakan hingga bebas nyeri.
- Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi ansietas dan stress.
- Sediakan lingkungan yang
kondusif untuk istirahat dan
pemulihan.
E:
- Anjurkan untuk segera melapor
nyeri dada.
- Anjurkan menghindari manuver
valsava.
- Ajarkan teknik relaksasi untuk
mengatasi nyeri, ansietas dan
stress.
K:
- Kolaborasi pemberian obat-
obatan dengan dokter.
III. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Tanggal/ Implementasi & Respon Evaluasi Par
Waktu af
1. Mengidentifikasi karakteristik nyeri dada. S: JE
DS : pasien mengatakan nyeri berkurang dan merasa - Pasien mengatakan nyeri berkurang menjadi skala E
nyaman. 6, hilang timbul di dada sebelah kiri seperti
DO : pasien tampak nyaman, TD : 135/80 mmHg, N : 80 ditusuk-tusuk.
x/menit, RR : 25 x/menit. - Pasien mengatakan merasa nyaman.
2. Memonitor EKG 12 sadapan untuk perubahan ST dan T. - Pasien mengatakan mual muntah berkurang.
3. Memonitor aritmia. O:
DS : - - Pasien tampak nyaman dan rileks.
DO : N : 80 x/menit, TD : 135/80 mmHg, irama reguler. - Pasien masih meringis-meringis.
4. Memonitor elektrolit yang dapat meningkatkan resiko - RR : 25 x/menit.
aritmia. - SPO2 : 94%
5. Memonitor enzim jantung. - TD : 135/80 mmHg.
6. Memonitor saturasi oksigen. - N : 80 x/menit.
DS : - - Akral dingin.
DO : SPO2 : 94% A : Masalah teratasi sebagian
7. Mengidentifikasi stratifikasi sindrom koroner akut. Indikator A T S
8. Mempertahankan tirah baring minimal 12 jam. Nyeri dada 3 5 4
DS : pasien mengatakan merasa nyaman. Diaforesis 3 5 4
DO : pasien tampak rileks.
9. Memasang akses intravena. Mual dan muntah 3 5 4
DO : pasien terpasang infus.
10. Mempuasakan hingga bebas nyeri.
11. Memberikan terapi relaksasi untuk mengurangi ansietas dan P :Lanjutkan intervensi
stress. - Mengidentifikasi karakteristik nyeri dada.
DS : pasien mengatakan mengetahui cara teknik relaksasi - Memonitor EKG 12 sadapan untuk perubahan ST
napas dalam. dan T.
DO : pasien dapat mempraktekkan teknik napas dalam. - Memonitor aritmia.
12. Menyediakan lingkungan yang kondusif untuk istirahat dan - Memonitor elektrolit yang dapat meningkatkan
pemulihan. resiko aritmia.
DS : pasien mengatakan merasa nyaman. - Memonitor enzim jantung.
DO : pasien tampak rileks. - Memonitor saturasi oksigen.
13. Menganjurkan untuk segera melapor nyeri dada. - Mempertahankan tirah baring minimal 12 jam.
DS : pasien mengatakan nyeri berkurang menjadi skala 6 di - Mempuasakan hingga bebas nyeri.
dada kiri, hilang timbul, dan seperti ditusuk-tusuk. - Menganjurkan untuk segera melapor nyeri dada.
14. Menganjurkan menghindari manuver valsava. - Melakukan kolaborasi pemberian obat-obatan
15. Mengajarkan teknik relaksasi untuk mengatasi nyeri, dengan dokter.
ansietas dan stress.
16. Melakukan kolaborasi pemberian obat-obatan dengan
dokter.
LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

DEMAM TYPOID

DISUSUN OLEH :

JELIN ADITA A

2011040157

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021
A. Pengertian
Demam thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan
pencernaan dan gangguan kesadaran. Demam thypoid merupakan penyakit
infeksi usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai
gangguan saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
Demam typoid biasanya suhu meningkat pada sore atau malam hari kemudian
turun pada pagi harinya (Lestari, 2016).
Demam tifoid disebarkan melalui jalur fekal-oral dan hanya
menginfeksi manusia yang mengkonsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh bakteri Salmonella typhi. Ada dua sumber penularan
Salmonella typhi, yaitu penderita demam tifoid dan karier. Seseorang yang
karier adalah orang yang pernah menderita demam tifoid dan terus membawa
penyakit ini untuk beberapa waktu atau selamanya (Nadyah, 2014).
Demam typhoid atau Typhusabdominalis adalah suatu penyakit
infeksi akut yang biasanya mengenai saluranpencernaan dengan gejala
demam yang lebih dari satuminggu, gangguan pada pencernaan dan juga
gangguan kesadaran (Price A. Sylvia & Lorraine M. Wilson,2015). Thipoid
adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonellaThypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi olehfeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella ( Bruner and Sudart, 2014 ). Typhoid adalah penyakit infeksi akut
usushalus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para
thypiA,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan juga paratyphoid
abdominalis. (Syaifullah Noer, 2015).
Demam typhoid merupakan penyakit infeksi sistemik bersifat akut
yang disebabkan oleh salmonellathypi. Penyakit ini ditandai oleh panas
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur
endothelia /endokardial dan juga invasi bakteri sekaligus multiplikasi
kedalam sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan
peyer’s patch dan juga dapat menular pada orang lain melalui makanan /air
yang terkontaminasi (Nurarif & Kusuma, 2015).
B. Etiologi
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella thypi.
Bakteri salmonella thypi adalah berupa basil gram negative, bergerak dengan
rambut getar, tidak berspora, mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O,
antigen H dan antigen VI (Lestari, 2016). Bakteri ini berbentuk batang, gram
negatif, mempunyai flagela, dapat hidup dalamair, sampah dan debu. Namun
bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 600 selama 15- 20 menit.
Akibat infeksi oleh salmonellathypi, pasien membuat antibodi atau aglutinin
yaitu :
1. AglutininO (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O
(berasal dari tubuh kuman).
2. AglutininH (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigenH
(berasal dari flagel kuman).
3. AglutininVi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena
rangsangan antigenVi (berasal dari simpai kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutininO dan jugaH yang


ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makinbesar pasien
menderita tifoid. (Aru W. Sudoyo. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 2009. Ed
V.Jilid III. Jakarta: interna publishing).

Menurut Widagdo (2011, hal: 197) Etiologi dari demam Thypoid


adalah Salmonella typhi, termasuk genus Salmonella yang tergolong dalam
famili Enterobacteriaceae. Salmonella bersifat bergerak, berbentuk spora,
tidak berkapsul, gram (-). Tahan terhadap berbagai bahan kimia, tahan
beberapa hari / minggu pada suhu kamar, bahan limbah, bahan makanan
kering, bahan farmasi, dan tinja. Salmonella mati pada suhu 54,4º C dalam 1
jam atau 60º C dalam 15 menit. Salmonella mempunyai antigen O (somatik)
adalah komponen dinding sel dari lipopolisakarida yang stabil pada panas
dan antigen H (flagelum) adalah protein yang labil terhadap panas. Pada S.
typhi, juga pada S. Dublin dan S. hirschfeldii terdapat antigen Vi yaitu
polisakarida kapsul.

C. Tanda dan Gejala


1. Gejala pada anak : inkubasi antara 5-40hari dengan rata-rata 10- 14 hari.
2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama.
3. Demam turun pada minggu keempat, kecuali demam tidak tertangani
akan menyebabkan syok, stupor, dan koma .
4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 hari dan bertahan selama 2-3 hari.
5. Nyeri kepala, nyeriperut.
6. Kembung, mualmuntah, diare, konstipasi.
7. Pusing, bradikardi, nyeri otot.
8. Batuk.
9. Epiktaksis.
10. Lidah yang berselaput.
11. Hepatomegali, splenomegali,meteorismus.
12. Gangguan mental berupa somnolen .
13. Delirium / psikosis.
14. Dapat timbul gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai
penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermia.

Periode infeksi demam thypoid, gejala dan tanda :

1. Minggu 1
- Keluhan : Panas berlangsung insidious, tipe panas stepladder yang
mencapai 39-40º c, menggigil, nyeri kepala.
- Gejala : Gangguan saluran cerna.
- Patologi : Bakteremia
2. Minggu 2
- Keluhan : Rash, nyeri abdomen, diare atau konstipasi, delirium.
- Gejala : Rose sport, splenomegali, hepatomegali.
- Patologi : Vaskulitis, hiperplasi pada peyer’s patches, nodul typhoid
pada limpa dan hati.
3. Minggu 3
- Komplikasi : perdarahan saluran cerna, perforasi dan syok.
- Gejala : Melena, ilius, ketegangan abdomen, koma.
- Patologi : Ulserasi pada payer’s patches, nodul tifoid pada limpa dan
hati.
4. Minggu 4
- Keluhan menurun, relaps, penurunan berat badan.
- Gejala : Tampak sakit berat, kakeksia.
- Patologi : Kolelitiasis, carrier kronik

(Nurarif & Kusuma, 2015).

Menurut Lestari (2016) tanda dan gejala demam thypoid yaitu :

1. Demam
2. Gangguan saluran pencernaan
3. Gangguan kesadaran
4. Relaps (kambuh)

D. Patofisiologi
Bakteri Salmonellatyphi bersama makanan atau minuman masuk
kedalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana
asam (pH<2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti
aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2,
inhibitor pompaproton /antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis
infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus,
bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan juga kemudian menginvasi mukosa
dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-selM,
selepitel khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat internalisasi
Salmonellatyphi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran
kekelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik
sampai kejaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami
multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear didalam folikel limfe,
kelenjarlimfe mesenterika, hati dan limfe (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo,
dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI).
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang
lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun
pejamu maka Salmonella yphi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus
torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat
mencapai organ manapun, akantetapi tempat yang disukai oeh
Salmonellatyphi adalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung
empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat
terjadi baik secara langsung dari darah/ penyebaran retrograd dari empedu.
Ekskresi organisme diempedu dapat menginvasi ulang dinding usus
/dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid
tidakjelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam
sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari
Salmonellatyphi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma
usus halus dan juga kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin
dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan
nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum
tulang belakang, kelainan pada darah dan jugamenstimulasi sistem
imunologik (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi &
Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI).
E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosis dapatterjadi walaupun tanpa disertai infeksi
sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan juga SGPT ini tidak memerlukan
penanganan khusus.
3. Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri
salmonella typhi. Ujiwidal dimaksudkan untuk menentukan adanya
agglutinin dalam serum penderita demam tifoid. Akibat adanya infeksi
oleh salmonella typhi maka penderita membuatantibody (agglutinin).
4. Kultur
a. Kulturdarah : bisa positif pada minggu pertama.
b. Kultururine : bisa positif pada akhir minggu kedua.
c. Kulturfeses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga.
5. Anti salmonella typhi igM Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi
secara dini infeksi akut salmonella typhi, karena antibodyigM muncul
pada hari ke3 dan 4 terjadinya demam.

(Nurarif & Kusuma, 2015).

G. Komplikasi
1. Pendarahan usus
Bila sedikit,hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan
benzidin. Jika perdarahan banyak, maka terjadi melena yang dapat disertai
nyeriperut dengan tanda-tanda renjatan.
2. Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga /setelahnya dan terjadi pada bagian
distal ileum.
3. Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi,tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomenakut, yaitu nyeri perut hebat, dinding abdomen
tegang, dan nyeri tekan .
4. Komplikasi diluar usus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis, yaitu
meningitis,kolesistisis, ensefalopati, danlain-lain.
(Susilaningrum, Nursalam, & Utami, 2013)
H. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Anti Biotik (Membunuh KUman) :
- Klorampenicol
- Amoxicillin
- Kotrimoxasol
- Ceftriaxon
- Cefixim
b. Antipiretik (Menurunkan panas) : Paracatamol.
2. Keperawatan
a. Observasi dan pengobatan.
b. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7hari bebas demam atau
kurang lebih dari selam 14hari. MAksud tirah baring adalah untuk
mencegah terjadinya komplikasi perforasi usus.
c. Mobilisasi bertahap bila tidak panas,sesuai dengan pulihnya kekuatan
pasien.
d. Pasien dengan kesadarannya yang menurun,posisi tubuhnya harus
diubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi
pneumonia dan juga dekubitus.
e. Defekasi dan buang airkecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang
terjadi konstipasi dan diare.
f. Diet
- Diet yang sesuaicukup kalori dan tinggi protein.
- Pada penderita yang akutdapat diberi bubur saring.
- Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi
tim.
- Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7hari.

(Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC).

I. Pengkajian
1. Data subyektif
a. Biodata Klien dan penanggungjawab (nama, usia, jenis kelamin,
agama, alamat).
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya klien dirawat dirumah sakit dengan keluhan sakit kepala,
demam, nyeri dan juga pusing.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengeluh kepala terasa sakit, demam,nyeri dan
juga pusing, berat badan berkurang, klien mengalami mual,
muntah dan anoreksia, klien merasa sakit diperut dan juga diare,
klien mengeluh nyeri otot.
3) Riwayat Kesehatan
Dahulu Kaji adanya riwayatpenyakit lain/pernah menderita
penyakit seperti ini sebelumnya.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya keluarga yan menderita penyakit yang sama
(penularan).
2. Data Obyektif
a. Pengkajian Primer
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di
lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah
ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus
segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada
indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan
jalan napas.
1) Airways
- Sumbatan benda asing atau darah.
- Snoring
- Wheezing atau krekles.
2) Breathing
- Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
- RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
- Ronchi, krekles.
- Ekspansi dada tidak penuh.
- Penggunaan otot bantu nafas.
3) Circulation
- Nadi lemah , tidak teratur.
- Takikardi
- TD meningkat / menurun.
- Edema
- Gelisah
- Akral dingin
- Kulit pucat, sianosis
- Output urine menurun
4) Dissability
Periksa kesadaran pasien.
5) Exposure
Lakukan pemeriksaan pada bagian tubuh lainnya, cari adanya
jejas atau tanda-tanda trauma di bagian tubuh yang lain.
b. Pengkajian Sekunder
1. Pengkajian umum
a. Tingkat kesadaran: composmentis, apatis, somnolen,supor,
dan koma.
b. Keadaan umum : sakitringan, sedang, berat.
c. Tanda-tanda vital, normalnya : Tekanan darah : 95 mmHg
Nadi : 60-120 x/menit Suhu : 34,7-37,3 0C Pernapasan : 15-26
x/menit.
2. Pengkajian sistem tubuh
a. Pemeriksaan kulit dan rambut
Kaji nilai warna, turgor tekstur dari kulit dan rambut pasien.
b. Pemeriksaan kepala dan leher
Pemeriksaan mulai dari kepala, mata, hidung, telinga, mulut
dan leher. Kaji kesimetrisan, edema, lesi, maupun gangguan
pada indera.
c. Pemeriksaan dada
1) Paru-paru
Inspeksi : kesimetrisan, gerak napas.
Palpasi : kesimetrisan taktil fremitus.
Perkusi : suara paru (pekak, redup, sono, hipersonor,
timpani).
Auskultasi : suara paru
2) Jantung
Inspeksi : amati iktus cordis.
Palpalsi : raba letak iktus cordis.
Perkusi : batas-batas jantung.
Auskultasi : bunyi jantung
3) Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : keadaan kulit, besar dan bentuk abdomen,
gerakan.
Palpasi : hati, limpha teraba/tidak, adanya nyeri tekan.
Perkusi : suara peristaltic usus.
Auskultasi : frekuensi bising usus.
4) Pemeriksaan ekstremitas
Kaji warna kulit, edema, kemampuan gerakan dan adanya
alat bantu.
J. Diagnosa
1. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak
adekuat.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis.
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan malabsorbsi
nutrien.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
K. Intervensi
1. Hipertermia berhubungan denganproses infeksi salmonella typhi.
a. Tujuan: suhu tubuh kembali normal.
b. Hasil yang diharapkan: Pasien mempertahankan suhu tubuh normal
yaitu 36ºC-37ºC dan bebas dari demam.
c. Intervensi:
1) Pantau suhu tubuh klien tiap 3 jam sekali.
Rasional: suhu tubuh 38ºC-40ºC menunjukkan proses penyakit
infeksi akut.
2) Beri kompres hangat.
Rasional: kompres dengan air hangat akan menurunkan demam.
3) Anjurkan kepada ibu klien agar klien memakai pakaian tipis dan
menyerap keringat.
Rasional: memberi rasa nyaman, pakaian tipis membantu
mengurangi penguapan tubuh.
4) Beri banyak minum 1.500-2.000 cc/hari.
Rasional: membantu memelihara kebutuhan cairan dan
menurunkan resiko dehidrasi.
5) Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik dan antibiotik.
Rasional: antipiretik untuk mengurangi demam, antibiotik untuk
membunuh kuman infeksi.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak
adekuat.
a. Tujuan: volume cairan terpenuhi.
b. Hasil yang diharapkan: status cairan tubuh adekuat, ditandai dengan
membran mukosa lembab, turgor kulit elastis, tanda-tanda vital
normal.
c. Intervensi:
1) Monitor tanda-tanda vital
Rasional: mengetahui suhu, nadi, dan pernafasan.
2) Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan.
Rasonal: mengontrol keseimbangan cairan.
3) Kaji status dehidrasi.
Rasional: mengetahui derajat status dehidrasi.
4) Beri banyak minum.
Rasional: membantu memelihara kebutuhan cairan dan
menurunkan resiko dehidrasi.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis.
a. Tujuan: menunjukkan nyeri berkurang atau hilang.
b. Hasil yang diharapkan: terlihat tenang dan rileks dan tidak ada
keluhan nyeri.
c. Intervensi:
1) Kaji tingkat, frekuensi, intensitas, dan reaksi nyeri.
Rasional: suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi
yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang
diberikan.
2) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi nafas dalam.
Rasional: menurunkan intensitas nyeri, meningkatkan oksigenasi
darah, dan menurunkan inflamasi.
3) Libatkan keluarga dalam tata laksana nyeri dengan memberikan
kompres hangat.
Rasional: menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri, membuat
otot tubuh lebih rileks, dan memperlancar aliran darah.
4) Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional: posisi yang nyaman membuat klien melupakan rasa
nyerinya.
5) Kolaborasi pemberian obat analgetik sesuai indikasi.
Rasional: untuk membantu mengurangi rasa nyeri dan
mempercepat proses penyembuhan.
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan malabsorbsi
nutrien.
a. Tujuan: tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi.
b. Hasil yang diharapkan: nafsu makan meningkat, makan habis satu
porsi, berat badan klien meningkat.
c. Intervensi:
1) Kaji status nutrisi anak.
Rasional: mengetahui langkah pemenuhan nutrisi.
2) Anjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan
teknik porsi kecil tapi sering.
Rasional: meningkatkan jumlah masukan dan mengurangi mual
dan muntah.
3) Timbang berat badan klien setiap 3 hari.
Rasional: mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan.
4) Pertahankan kebersihan mulut anak.
Rasional: menghilangkan rasa tidak enak pada mulut atau lidah
dan dapat meningkatkan nafsu makan.
5) Beri makanan lunak.
Rasional: mencukupi kebutuhan nutrisi tanpa memberi beban yang
tinggi pada usus.
6) Jelaskan pada keluarga pentingnya intake nutrisi yang adekuat.
Rasional: memberikan motivasi pada keluarga untuk memberikan
makanan sesuai kebutuhan.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
a. Tujuan: dapat beraktivitas secara mandiri.
b. Hasil yang diharapkan: memperlihatkan kemajuan khusus tingkat
aktivitas yang lebih tinggi dari mobilitas yang mugkin.
c. Intervensi:
1) Kaji toleransi terhadap aktivitas
Rasional: menunjukkan respon fisiologis pasien terhadap stres
aktivitas.
2) Kaji kesiapan meningkatkan aktivitas.
Rasional: stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk
memajukan tingkay aktivitas individual.
3) Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjuran menggunakan kursi
mandi, menyikat gigi atau rambut.
Rasional: teknik penggunaan energi menurunkan penggunaan
energi.
4) Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memiliki periode
aktivitas.
Rasional: seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap
kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan.
DAFTAR PUSTAKA

Judith M. Wilkinson & Nancy R.Ahern 2011. Buku Saku Diagnosa


Keperawatan edisi 9. Alih bahasa Esty Wahyuningsih. Jakarta :
EGC.

Nurarif. A.H. & Kusuma. H. 2015. Aplikasi NANDA NIC-NOC. Jilid 1, 2 dan 3.
Yogyakarta. Media Action.

Ranuh, IG.N. Gde, 2013, Beberapa Catatan Kesehatan Anak, Jakarta: CV


Sagung Seto.

Carpenito, L. J. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC.

Brunner, Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta


: ECG. Direktorat Bina Gizi.

Fadhillah Harif , 2018. SDKI ( Standar Diagnosa


Keperawatan Indonesia).Jakarta.

Galuh, 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Demam Tifoid


Pada Anak Di RSUD Tugurejo Semarang. (Di download tanggal 20
juni 2019).

Handayani, 2017. Kejadian Demam Typoid Di Wilayah Puskesmas


Karang Malang. (Di download tanggal 20 juni 2019).

Noer, Syaifullah. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II. Jakarta; EGC.
RESUME MINGGU KE 2
Resume Kasus ke 1

Seorang laki-laki berusia 45 tahun dibawa ke IGD dengan CKB (E2M2V1) akibat
kecelakaan motor. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, suara paru terdengar rochi di basal
paru, RR; 32x/menit, N: 120x/menit, BJ normal, TD: 80/60 mmHg. Pasien mengalami
penurunan kesadaran. Pasien dilakukan pemeriksaan BGA: PaO2: 45 mmHg ; pCO2: 54
mmHg; pH: 7,2 , SpO2: 76%.

FORMAT RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama Mahasiswa : Jelin adita Nama Pasien : Tn.P


NIM 2011040157 Umur : 45 tahun
Hari/Tanggal : Senin, 28 juni 2021 Dx Medis : Gagal Nafas

I. PENGKAJIAN
1) Primary Survey
a. Airway
Look : Tidak ada sumbatan jalan nafas
Listen : Suara nafas vesikuler
Feel : Hembusan nafas terasa
b. Breathing
Look : Pasien terlihat sulit bernafas,sesak,memegang dadanya SpO2: 76%
Listen : Suara nafas ronchi dibasal paru
Feel : RR 32 x/menit
c. Circulation
Look : tidak ada perdarahan,tidak ada sianosis pada ekstremitas.
Listen : TD: 80/60 mmHg
Feel : N: 120 x/menit,nadi teraba lemah
d. Disability
Pasien mengalami penurunan kesadaran, E2M2V1
pemeriksaan BGA: PaO2: 45 mmHg (tanda tubuh kurang oksigen); pCO2: 54
mmHg; pH: 7,2 (paru paru tidak bekerja dg baik), SpO2: 76%.
e. Exposure
Terdapat luka lecet lecet pada kaki
2) Secondary Survey (KOMPAK/AMPLE)
Tn.P umur 45 tahun datang ke IGD dengan penurunan kesadaran GCS
E2M2V1, Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, suara paru terdengar rochi di basal
paru, RR; 32x/menit, N: 120x/menit, BJ normal 1,015 gr/ml, TD: 80/60 mmHg.
Pasien tidak mengkonsumsi obat apapun,sebelum kejadian belum makan apapun dari
pagi, pasien tidak memiliki alergi dan riwayat penyakit menular ataupun tidak
menular. Pasien mengalami kecelakaan motor pukul 13.00 WIB sepulang kerja.
3) Asuhan Keperawatan
- Diagnosa Keperawatan
Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan
- Rencana Tindakan
Tanggal/Waktu Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
Gangguan Ventilasi spontan (L.01007) Dukungan
ventilasi Setelah dilakukan tindakan Ventilasi (I.01002)
Pukul 13.15
spontan selama 1 x 24 jam diharapkan Observasi
WIB
pasien mampu bernafas secara - Identifikasi
adekuat dengan kriteria hasil : adanya
Indikator Awal Target kelelahan bantu
Dispnea 2 4 napas
Penggunaan 2 4 - Identifikasi efek
otot bantu perubahan posisi
Keterangan : terhadap status
1 : Meningkat pernapasan
2 : Cukup Meningkat - Monitor status
3 : Sedang respirasi dan
4 : Cukup Menurun oksigenasi (mis
5 : Menurun frekuensi dan
Indikator Awal Target kedalaman
PCO2 2 5 napas,pengguaan

PO2 2 5 otot bantu

Takikardia 2 5 napas,bunyi
napas tam-
Keterangan : bahan,saturasi
1 : Memburuk oksigen)
2 :Cukup Memburuk Terapeutik
3 : Sedang - Pertahankan
4 : Cukup Membaik kepatenan jalan
5 : Membaik nafas
- Berikan posisi
semi fowler atau
fowler
- Berikan oksigen
Non Rebreathing
Mask 10 L/menit
- Gunakan bag
valve amask,jika
perlu
Edukasi
- Ajarkan
melakukan
teknik relaksasi
nafas dalam
- Ajarkan
mengubah posisi
secara mandiri
Kolaborasi
- Kombinasi
pemberian
bronkodilator,jik
a perlu
- Implementasi dan Evaluasi

Tgl/waktu Implementasi dan Evaluasi Paraf


Respon
- Memonitor status S: Jelin
O : - Kesadaran menurun
respirasi dan
Pukul
- GCS E2M2V1
oksigenasi (mis
13.15 WIB
- Pernafasn cepat,RR 32 x/menit
frekuensi dan
- Bunyi nafas ronchi
kedalaman
- BJ urin normal
napas,pengguaan
- Hasil pemeriksaan BGA : Ph 7,2
otot bantu
PaO2: 45 mmHg ; pCO2: 54
napas,bunyi napas
mmHg, SPO2 76%
tam-
- TTV RR; 32x/menit, N:
bahan,saturasi
120x/menit, TD: 80/60 mmHg S
oksigen)
: 36,4 C
Respon :
A : Masalahbelum teratasi
pernafasan
Indikator Awal Target Akhir
cepat,bunyi nafas
PCO2 2 5 2
ronchi di basal
PO2 2 5 2
paru, SPO2 76%
Takikardia 2 5 2
kesulitan bernafas
Dispneau 2 4 2
- Memberikan
Penggunaan 2 4 2
posisi semi
otot bantu
fowler untuk
nafas
memaksimalkan
ventilasi
Respon : Pasien P : Lanjutkan Intervensi
- Identifikasi adanya kelelahan bantu
terlihat merasa
napas
nyaman
- Monitor status respirasi dan
- Memberikan
oksigenasi (mis frekuensi dan
oksigen Non
kedalaman napas,pengguaan otot
Rebreathing Mask
bantu napas,bunyi napas tam-
10 L/menit
bahan,saturasi oksigen)
Respon : masih
- Berikan ventilasi tambahan
terlihat sesak,RR menggunakan teknik
32 x/menit bagging/ventilator
RESUM 2
KASUS
Tn. K (54 tahun) dibawa ke IGD dengan kondisi penurunan kesadaran, tidak ada sumbatan jalan nafas,
RR: 28x/menit, TD: 154/92 mmHg, N: 95 x/menit, S: 37,3 C, SpO2: 98%, CRT<3 detik, akral
hangat, GCS E1V1M4. Keluarga pasien mengatakan sebelum dibawa ke RS, pasien sempat muntah
darah sampai akhirnya tidak sadar. Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi

FORMAT RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama Mahasiswa : Jelin adita Nama Pasien : Tn. K


NIM : 2011040157 Umur : 54th
Hari/Tanggal : Selasa, 29 juni 2021 Dx. Medis : Stroke Hemorgik

I. PENGKAJIAN

A. Primary Survey

Airway
Look : jalan nafas paten
Feel : hembusan nafas terasa dipunggung tangan
Listen : tidak terdapat suara nafas tambahan

Breathing
Look : pergerakan dinding dada simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung, RR
28x/menit pernafasan cepat, irama irreguler
Feel : perukusi dada sonor
Listen : suara napas vesikuler

Circulation
Look : CRT <3 detik, mukosa kering, Suhu 37,3 C, Sp02: 98%
Feel : akral Hangat, Nadi 98 x/menit
Listen : TD 154/92 mmHg

Disability : Keadaan umum Sopor GCS 6


E1 : Tidak dapat membuka mata
V1 : Tidak ada suara
M4: freksi normal menarik anggota tubuh yang dirangsang nyeri.
konjugtiva anemis diameter pupil ka/ki 2 mm

Exsposure : tidak ada luka/jejas pada pasien ( Deformitas, Contusio, Abrasi, Penetrasi
,Laserasi, Edema).

B. Secondary survey dengan KOMPAK (Trauma) & keluhan utama (Non Trauma)
K : Keluarga pasien mengatakan sebelum dibawa ke RS, pasien sempat muntah darah sampai
akhirnya tidak sadar
O : pasien mengkonsumsi tranexamat 4x1, citicolin 2x750, ceftrixon 1x2, prosogan injeksi
2x1 amp, prosogan drip 2 ampul, drip manitol 20%, aspilet 2x80.
M : Pasien mengatakan belum makan
P : Pasien mempunyai riwayat hipertensi kronis
A : Tidak ada alergi
K : Tn. K (54 tahun) dibawa ke IGD dengan kondisi penurunan kesadaran, tidak ada sumbatan
jalan nafas . Keluarga pasien mengatakan sebelum dibawa ke RS, pasien sempat muntah darah
sampai akhirnya tidak sadar

Asuhan Keperawatan
Diagnosa Utama
1. Resiko perfusi serebral tidak efektif

RENCANA KEPERAWATAN
Tgl/Waktu Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
Jam Resiko perfusi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hiperglikemia
11.00 serebral tidak efektif keperawatan selama 1x24jam Observasi
diharapkan Resiko perfusi serebral − Monitor tanda
tidak efektif dan gejala peningkatan TIK (mis
membaik dengan kriteria hasil: tekananan darah meningkat,
tekanan nadi melebar, pola
No. Indikator A T
nafas ireguler, keasadaran
1. Nilai rata-rata tekanan 2 4
menurun).
darah
− Monitor status
2. Kesadaran 1 4
pernafasan
3. Tekanan darah sistolik 2 4
− Monitor intake
4. Tekanan darah 2 4
dan output cairan
diastolic
Terapeutik
− Berikan posisi
Ket:
semi flower
1. Memburuk
− Pertahankan
2. Cukup memburuk
suhu tubuh normal
3. Sedang
Kolaborasi
4. Cukup Membaik
− Kolaborasi
5. Membaik
pemberian sedasi dan anti
konvulsin

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


Tgl/Waktu Implementasi dan Respon Evaluasi Paraf
1. Monitor tanda dan gejala peningkatan S :-
Jam TIK (mis tekananan darah meningkat, O :
tekanan nadi melebar, pola nafas
11.15 ireguler, keasadaran menurun). − TD 160/90 mmHg, N :
S: - 102 x/m
O: TD 160/90 mmHg, N : 102 x/m Kesadaran menurun
Kesadaran menurun. − Respirasi 27 x/ m
− Terpasang infus nacl 20
2. Memonitor status pernafasan
S:- tpm dan kateter
O: Respirasi 27 x/m − Suhu 37,4 c

3. Memonitor intake dan output cairan A : Masalah Resiko perfusi serebal belum
ta teratasi
S:- No. Indikator A T A
O : Terpasang infus, dan kateter 1. Nilai rata-rata tekanan 2 4 3
darah
4. Memberikan posisi semi flower
S:- 2. Kesadaran 1 4 2
O: Pasien terlihat dalam posisi semi 3. Tekanan darah sistolik 2 4 3
flower 4. Tekanan darah diastolic 2 4 3

5. Mempertahankan suhu tubuh P: Lanjutkan Intervensi


S :- − Monitor penikatan TIK
O : 37,4 c
dan penurunan kesadaran
6. Mengkolabarisikan pemberian sedasi
dan anti konvulsin
Resume Kasus ke-5
Ny Y, Usia 45 tahun, pasien dengan hematuria masuk ke IGD dengan keluhan nyeri perut
bagian bawah sejak 4 hari buang air kecil kemerahan pada sore hari, pasien punya riwayat
penyakit operasi benjolan terapi yang diberikan infus NaCl 0,9, ketorolac 30 mg tidak ada
sumbatan jalan nafas respirasi 20 kali permenit tekanan darah 130/90 mmhg, N; 90, suhu
36,5 pupil isokor dan kekuatan otot normal 5/5/5/5

FORMAT RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama Mahasiswa : Jelin adita Nama Pasien : Ny.Y


NIM 2011040157 Umur : 45 tahun
Hari/Tanggal : Rabu, 30 juni 2021 Dx Medis : Hematuria

I. PENGKAJIAN
1) Primary Survey
Airway:
- Look Tidak ada sumbatan jalan napas, tidak ada obstruksi jalan
napas.

- Listen Suara napas vesikuler.

- Feel Terasa hembusan napas.


Breathing:
- Look Pergerakan dinding dada simetris, tidak ada jejas/luka,
tidak ada retraksi dinding dada, tidak terdapat otot bantu
pernapasan, tidak ada pernapasan cuping hidung,
pernapasan reguler, RR : 20x/menit.

- Listen Terdengar suara napas vesikuler.

- Feel Terasa hembusan napas.


Circulatian:
- Look Tidak ada denyut jantung tambahan di ICS 4 dan 5, tidak
ada sianosis, CRT < 2 detik, S=36,5oC, pergerakan dada
simetris, pasien tampak meringis-meringis menahan
nyeri.

- Listen Suara jantung lup dup, TD : 130/90 mmHg, perkusi


sonor.

- Feel Irama nadi reguler, N : 90x/menit, akral hangat.


Disability Kesadaran composmentis, GCS : E4 M6 V5
Eksposure Tidak ada edema, kekuatan otot 5/5
5/5
Pupil isokor.

2) Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non


Trauma)
K : Pasien mengatakan nyeri perut bagian bawah sejak 4 hari, buang
air kecil kemerahan pada sore hari, skala nyeri 7, nyeri seperti ditusuk-tusuk,
dan nyeri hilang timbul.
O : Pasien pernah diberikan terapi infus NaCl 0,9, ketorolac 30 mg
M: Pasien makan terakhir 2 jam yang lalu.
P : Pasien memiliki riwayat operasi benjolan.
A : Pasien tidak memiliki alergi.
K : Ny Y, Usia 45 tahun, pasien dengan hematuria masuk ke IGD
dengan keluhan nyeri perut bagian bawah sejak 4 hari buang air kecil
kemerahan pada sore hari,
3) Asuhan Keperawatan
- Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut (D.0077) b.d infeksi.
- Rencana Tindakan Keperawatan
Tanggal/ Diagnosa
SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I. 08238)
(D.0077) b.d keperawatan selama 1x24 Observasi :
infeksi. jam diharapkan nyeri akut - Identifikasi karakteristik,
teratasi dengan kriteria lokasi, durasi, frekuensi,
hasil: kualitas, intensitas nyeri, skala
Perfusi miokrad (L.08066) nyeri.
Indikator A - Identifikasi reaksi nonverbal.
T
Keluhan nyeri 3 5- Identifikasi faktor yang
Meringis 3 5 memperberat dan meringankan

Sikap protektif 3 5 nyeri.


Keterangan : Terapeutik :

1 : Menurun - Berikan teknik

2 : Cukup menurun nonfarmakologi untuk

3 : Sedang mengurangi rasa nyeri.

4 : Cukup meningkat - Kontrol lingkungan yang


memperberat rasa nyeri.
5 : Meningkat
- Fasilitasi istirahat dan tidur.
Edukasi :
- Anjurkan untuk monitor nyeri
secara mandiri.
- Ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
analgetik.
- Implementasi dan Evaluasi
Tanggal/ Implementasi & Respon Evaluasi Paraf
Waktu
- Mengidentifikasi karakteristik, lokasi, durasi, frekuensi, S : Jelin
kualitas, intensitas nyeri, skala nyeri. - Pasien mengatakan nyeri berkurang menjadi skala
Respon : pasien mengatakan nyeri pada bagian perut bawah 5, nyeri hilang timbul, seperti ditusuk-tusuk di
dengan skala 7 menjadi skala 5, nyeri hilang timbul, seperti bagian perut bawah.
ditusuk-tusuk,pasien tampak meringis-meringis menahan - Pasien merasa sedikit lebih nyaman.
sakit dan memegang bagian yang sakit. O:
- Mengidentifikasi reaksi nonverbal. - Pasien tampak nyaman dan rileks.
Respon : pasien mengatakan nyeri sedikit berkurang, pasien - Pasien masih meringis-meringis.
tampak meringis-meringis memegang bagian yang sakit. - RR : 20 x/menit.
- Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan meringankan - TD : 130/85 mmHg.
nyeri. - N : 90 x/menit.
- Memberikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa A : Masalah teratasi sebagian
nyeri. Indikator A T S
Respon : pasien mengatakan merasa lebih nyaman, pasien Keluhan nyeri 3 5 4
tampak rileks dan nyaman. Meringis 3 5 4
- Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri. Sikap protektif 3 5 4
- Menfasilitasi istirahat dan tidur.
- Menganjurkan untuk monitor nyeri secara mandiri. P :Lanjutkan intervensi
- Mengajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa - Mengidentifikasi
nyeri. karakteristik,
Respon : pasien mengatakan mengetahui cara mengurangi lokasi,
rasa nyeri, pasien mampu mempraktekkan teknik relaksasi durasi, frekuensi,
yang diajarkan perawat. kualitas, intensitas
- Melakukan kolaborasi pemberian analgetik. nyeri, skala nyeri.

Respon : pasien diberikan katerolac 30 mg dan infus NaCl - Mengidentifikasi reaksi


nonverbal.
0,9%.
- Mengidentifikasi faktor
yang memperberat dan
meringankan nyeri.
- Memberikan teknik nonfarmak
- Melakukan kolaborasi
pemberian analgetik.
RESUME KEPERAWATAN KE-4

Nama mahasiswa : Jelin adita Nama pasien : Tn. S


NIM : 2011040157 Umur : 50 tahun
Hari/tanggal : kamis, 1 juli 2021 Diagnosa medis : TB riwayat B20

Kasus:
Pasien TB dengan riwayat HIV AIDS pasien mengeluh sesak nafas setiap hari. Pasien sering
batuk tidak terdapat dahak, respirasi 28 kali permenit, pasien terpasang oksigen RM 8 lpm,
RR: 28 x/m, irama napas cepat pergerakan dinding dada simetris, suara nafas wheezing, TD:
130/80 mmHg, N; 91 x/m, CRT: <2 detik, akral hangat, S;37, GCS; 15. Konjungtiva anemis
pupil isokor 1clera anikterik, kekuatan otot 5/5/5/5. Pasien diberikan terapi nebulizer

I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo Jalan napas paten
:
Li Gurgling snoring stridor (-)
:
F Teraba pergerakan dinding dada
:
Breathing : Lo Terlihat sesak napas, terlihat sering batuk, dahak (-),
:
RR: 28 x/m, irama napas cepat dangkal, dinding
dada simetris, terpasang RM 8 lpm
Li Wheezing (+)
:
F Teraba pergerakan dinding dada simetris
:
Circulation : Lo Sianosis perdarahan (-)
:
Li S1S2 lupdup, TD: 130/80 mmHg
:
F Akral hangat, CRT < 2 detik, N: 91 x/m, S: 37
:
Disability : Keadaan umum sedang, kesadaran CM, GCS 15,
Konjungtiva anemis pupil isokor 1clera anikterik, kekuatan
otot 5/5/5/5
Exposure : Tidak ada jejas dan luka
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non Trauma)
Pasien mengeluh sesak nafas setiap hari. Pasien mengeluh sering batuk namun
tidak terdapat dahak.
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengeluh sesak Pola napas tidak efektif Penurunan ekspansi
nafas setiap hari, pasien paru
sering batuk tidak terdapat
dahak.
Do: terlihat sesak napas,
terlihat sering batuk namun
dahak (-), RR: 28 x/m, irama
napas cepat dangkal, dinding
dada simetris, terpasang RM
8 lpm, konjungtiva anemis
wheezing (+), TD: 130/80
mmHg, N: 91 x/m, S: 37,
a. Diagnosa keperawatan: pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi
paru
b. Pathway:
Gagal jantung

Darah kembali ke atrium,
ventrikel, dan sirkulasi paru

Jantung hipertrofi

Tekanan pulmonal

Edema paru

Ekspansi paru menurun

Sesak napas

Pola napas tidak efektif
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
Pola napas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
tidak efektif keperawatan selama 1x24 jam O:
b.d penurunan diharapkan pola napas pasien • Monitor frekuensi,
ekspansi paru membaik dengan kriteria hasil: irama, kedalaman, dan
upaya napas.
Indikator A T • Monitor pola napas.
Frekuensi napas 1 5 • Auskultasi bunyi
Kedalaman napas 1 5 napas.
T:
Keterangan: • Atur interval
1: memburuk pemantauan respirasi
2: cukup memburuk sesuai kondisi pasien.
3: sedang • Dokumentasikan hasil
4: cukup membaik pemantauan.
5: membaik E:
• Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan.

3. Implementasi & Evaluasi


Tgl/ Implementasi & Respon Evaluasi Paraf
Waktu
• Memonitor frekuensi, irama, S: pasien mengeluh Jee
kedalaman, dan upaya napas. masih sesak napas
Respon: O: masih terlihat sesak
Masih terlihat sesak napas, napas napas, napas ireguler,
ireguler, napas masih cepat dan napas masih cepat dan
dangkal, R: 28x/m dangkal, R: 28x/m,
• Memonitor pola napas. wheezing (+), terpasang
Respon: RM 8 lpm
Terlihat sesak napas A:
• Mengauskultasi bunyi napas. Indikator A S T
Respon: Frekuensi 1 1 5
Wheezing (+) napas
• Mengatur interval pemantauan Kedalaman 1 1 5
respirasi sesuai kondisi pasien. napas
Respon: P: lanjutkan intervensi
Pantau respirasi setiap 4 jam sekali • Memonitor frekuensi,
• Mendokumentasikan hasil irama, kedalaman, dan
pemantauan. upaya napas.
• Menjelaskan tujuan dan prosedur • Memonitor pola napas.
pemantauan • Mengauskultasi bunyi
napas.
• Mendokumentasikan
hasil pemantauan.
RESUM 5
KASUS
Seorang laki-laki usia 18 tahun dibawa ke UGD karena keracunan. Keluarga mengatakan
pasien meminum obat serangga sejak 3 jam yang lalu. Menurut keluarga saat dirumah dan
diperjalanan pasien muntah lebih dari 10 kali. Pemeriksaan fisik pupil isokor ukuran 2 mm,
GCS E2M4V2, mulut berbusa, frekuensi nadi 100 x/menit dengan pulsasi lemah, frekuensi
nafas 16 x/menit, dan tekanan darah 90/60 mmHg. SpO2 : 90%, S 37 C .

FORMAT RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama Mahasiswa : Jelin adita Nama Pasien : Tn. K


NIM : 2011040157 Umur : 18 th
Hari/Tanggal : Jumat/2 juli 2021 Dx. Medis : Keracunan

1. PENGKAJIAN
A. Primary Survey
Airway
Look : Jalan nafas paten
Feel : Hembusan nafas terasa dipunggung tangan
Listen : Tidak terdapat suara nafas tambahan

Breathing
Look : pergerakan dinding dada simetris, RR 16x/menit pernafasan irama
regular. Tidak ada jejas pada dada, Tidak sesak napas.
Feel : Tidak ada krepitasi
Listen : Terdengar suara sonor

Circulation
Look : Pasien terlihat pucat, mukosa bibir kering.
Feel : akral Hangat S 37 C, Nadi 100x/menit
Listen : Irama jantung reguler, bunyi jantung Lup dup (S1=S2), TD 90/60 mmHg

Disability : Keadaan umum GCS 8


E2 : Pasien membuka mata karena rangsangan nyeri
V2: pasien hanya mengerang
M4: pasien diberikan rangsang hanya menari ektermitas menjauhi nyeri
Pupil merespon cahaya, bentuk bulat simetris, respon pupil baik fisik
pupil isokor ukuran 2 mm

Exsposure : Tidak ada jejas maupun deformitas

B. Secondary survey dengan KOMPAK (Trauma) & keluhan utama


(Non Trauma)

K : Keluarga mengatakan pasien meminum obat serangga sejak 3 jam yang lalu.
Menurut keluarga saat dirumah dan diperjalanan pasien muntah lebih dari 10 kali.
O : Pasien tidak mengkonsumsi obat
M : Pasien mengatakan makan terakhir 4 jam sebelum meminum racun serangga
P : Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit kronis
A : Tidak ada alergi
K : Seorang laki-laki usia 18 tahun dibawa ke UGD karena keracunan. Keluarga
mengatakan pasien meminum obat serangga sejak 3 jam yang lalu. Menurut keluarga
saat dirumah dan diperjalanan pasien muntah lebih dari 10 kali. Pemeriksaan fisik
pupil isokor ukuran 2 mm, GCS E2M4V2, mulut berbusa, frekuensi nadi 100 x/menit
dengan pulsasi lemah.

Asuhan Keperawatan
Diagnosa Utama
1. Resiko Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif

RENCANA KEPERAWATAN
Tgl/Waktu Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
Resiko Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipovolemia
hipovolemia b.d keperawatan selama 1x24jam Observasi
kehilangan cairan diharapkan resiko hipovolemia − Periksa tanda dan gejala
secara aktif membaik dengan kriteria hasil: hipovolemia ( frekuensi nadi meningkat,
nadi terba lemah, tekanan darah
No. Indikator A T
menurun, lemah, membrane mukosa
1. Frekuensi nadi 2 5
kering)
2. Tekanan Darah 2 5
3. Membrane 2 5 Terapeutik
mukosa − Berikan posisi modified
4. Turgor kulit 2 5 Trendelenburg
− Berikan asupan cairan
Ket: oral
1. Memburuk Edukasi
− Anjurkan memperbanyak
2. Cukup memburuk
asupan cairan oral
3. Sedang Kolaborasi
4. Cukup Membaik − Kolaborasipemberian
5. Membaik cairan IV isotonis ( missal NaCL, RL)

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


Tgl/Waktu Implementasi dan Respon Evaluasi Paraf
1. Periksa tanda S: Jee
dan gejala hipovolemia ( frekuensi O:
nadi meningkat, nadi terba lemah, − pasien terlihat lemah,
tekanan darah menurun, lemah, turgor kulit kering, nadi teraba lemah
membrane mukosa kering) TTD 90/60mmHg
S:- − pasien dengan posisi
O : pasien terlihat lemah, turgor trendelenburg
kulit kering, nadi teraba lemah
− memberikan asupan
TTD 90/60mmHg
cairan perbanyak dengan oral
2. Berikan posisi − pasien terpasang infus
modified Trendelenburg RL
S:
O : pasien dengan posisi A : Masalah risiko hipovolemia teratsi sebagian
trendelenburg No. Indikator A T A
1. Frekuensi nadi 2 5 3
3. Berikan asupan 2. Tekanan Darah 2 5 2
cairan oral 3. Membrane mukosa 2 5 2
S:
4. Turgor kulit 2 5 2
O: memberikan asupan cairan
perbanyak dengan oral
P: intervensi dilanjutkan
4. cairan IV isotonis − monitor tanda terjadi
( missal NaCL, RL) hipovolemia secara berkala
S:
O: pasien terpasang infus RL

Anda mungkin juga menyukai