STASE KGD
Disusun Oleh :
2011040157
TAHUN 2020/2021
DAFTAR ISI
1. LAPORAN PENDAHULUAN CKD
2. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CKD
3. LAPORAN PENDAHULUAN PERFORA GASTER
4. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PERFORA GASTER
5. LAPORAN PENDAHULUAN POST RELAPARATOMY
6. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST RELAPARATOMY
7. LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA ABDOMEN
8. RESUME GADAR MINGGU 4
9. LAPORAN PENDAHULUAN DEMAM TYFOID
10. RESUME GADAR MINGGU 5
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN CHRONIC KODNEY DISEASE (CKD)
DIRUANG HCU
Disusun Oleh :
2011040157
TAHUN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN CHRONIC KIDNEY DESEASE
A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
Menurut Muttaqin dan Sari (2011) kondisi klinis yang memungkinkan dapat
mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal.
1. Penyakit ginjal
b. Dyslipidemia.
c. SLE.
e. Preeklamsi.
f. Obat-obatan.
Karena pada gagal ginjal kronis setiap sisem tubuh dipengaruhi oleh kondisi
uremia, maka pasien akan memperhatikan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan
tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain
yang mendasari, dan usia pasien.
Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah (pruritis).
Butiran uremik, suatu penumpukan kristal urea di kulit, saat ini jarang terjadi akibat
penanganan dini dan agresif terhadap penyakit ginjal tahap akhir. Gejala
gastrointestinal juga sering terjadi dan mencakup anoreksia, mual, muantah dan
cegukan. Perubahan neuromuskuler mencakup perubahan tingkat kesadaran, ketidak
mampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi.
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau
sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan,
pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2006) antara lain : hipertensi, (akibat retensi
cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal
jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis
(akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah,
dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi).
Manifestasi klinik menurut Suyono (2011) adalah sebagai berikut:
a. Sistem Kardiovaskuler
• Edema periorbital
b. Sistem Dermatologi
• Pruritus
• Ekimosis
c. Sistem Pulmoner
• Krekles
• Nafas dangkal
• Pernafasan kusmaul
d. Sistem Gastrointestinal
• Anoreksia, mual dan muntah
• Perdarahan saluran GI
e. Sistem Muscouloskeletal
• Kram otot
• Fraktur tulang
f. Sistem integumen
• Pruritis
• Ekimosis
g. Sistem reproduksi
• Amenore
• Atrofi testis
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi GGK pada awalnya tergantung dari penyakit yang mendasarinya.
Namun, setelah itu proses yang terjadi adalah sama. Pada diabetes melitus, terjadi hambatan
aliran pembuluh darah sehingga terjadi nefropati diabetik, dimana terjadi peningkatan
tekanan glomerular sehingga terjadi ekspansi mesangial, hipertrofi glomerular. Semua itu
akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi yang mengarah pada glomerulosklerosis
(Sudoyo, 2009). Tingginya tekanan darah juga menyebabkan terjadi GGK. Tekanan darah
yang tinggi menyebabkan perlukaan pada arteriol aferen ginjal sehingga dapat terjadi
penurunan filtrasi (NIDDK, 2016).
Pada glomerulonefritis, saat antigen dari luar memicu antibodi spesifik dan
membentuk kompleks imun yang terdiri dari antigen, antibodi, dan sistem komplemen.
Endapan kompleks imun akan memicu proses inflamasi dalam glomerulus. Endapan
kompleks imun akan mengaktivasi jalur klasik dan menghasilkan Membrane Attack
Complex yang menyebabkan lisisnya sel epitel glomerulus (Sudoyo, 2009). Terdapat
mekanisme progresif berupa hiperfiltrasi dan hipertrofi pada nefron yang masih sehat
sebagai kompensasi ginjal akibat pengurangan nefron. Namun, proses kompensasi ini
berlangsung singkat, yang akhirnya diikuti oleh proses maladaptif berupa nekrosis nefron
yang tersisa (Isselbacher dkk, 2012). Proses tersebut akan menyebabkan penurunan fungsi
nefron secara progresif.
Selain itu, aktivitas dari renin-angiotensinaldosteron juga berkontribusi terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresivitas dari nefron (Sudoyo, 2009). Hal ini disebabkan
karena aktivitas renin- angiotensin-aldosteron menyebabkan peningkatan tekanan darah dan
vasokonstriksi dari arteriol aferen (Tortora, 2011). Pada pasien GGK, terjadi peningkatan
kadar air dan natrium dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena gangguan ginjal dapat
mengganggu keseimbangan glomerulotubular sehingga terjadi peningkatan intake natrium
yang akan menyebabkan retensi natrium dan meningkatkan volume cairan ekstrasel
(Isselbacher dkk, 2012). Reabsorbsi natrium akan menstimulasi osmosis air dari lumen
tubulus menuju kapiler peritubular sehingga dapatterjadi hipertensi (Tortora, 2011).
Hipertensi akan menyebabkan kerja jantung meningkat dan merusak pembuluh
darah ginjal. Rusaknya pembuluh darah ginjal mengakibatkan gangguan filtrasi dan
meningkatkan keparahan dari hipertensi (Saad, 2014). Gangguan proses filtrasi
menyebabkan banyak substansi dapat melewati glomerulus dan keluar bersamaan dengan
urin, contohnya seperti eritrosit, leukosit, dan protein (Harrison, 2012). Penurunan kadar
protein dalam tubuh mengakibatkan edema karena terjadi penurunan tekanan osmotik
plasma sehingga cairan dapat berpindah dari intravaskular menuju interstitial (Kidney
Failure, 2013).
Sistem renin-angiotensin-aldosteron juga memiliki peranan dalam hal ini.
Perpindahan cairan dari intravaskular menuju interstitial menyebabkan penurunan aliran
darah ke ginjal. Turunnya aliran darah ke ginjal akan mengaktivasi sistem reninangiotensin-
aldosteron sehingga terjadi peningkatan aliran darah (Tortora, 2011). Gagal ginjal kronik
menyebabkan insufisiensi produksi eritropoetin (EPO). Eritropoetin merupakan faktor
pertumbuhan hemopoetik yang mengatur diferensiasi dan proliferasi prekursor eritrosit.
Gangguan pada EPO menyebabkan terjadinya penurunan produksi eritrosit dan
mengakibatkan anemia (Harrison, 2012).
E. PATHWAY
GFR turun
GGK
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia dan nyeri sendi sekunder terhadap
gagal ginjal.
c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan
diagnostik, rencana tindakan dan prognosis.
d. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus sekunder terhadap
gagal ginjal.
e. Risiko tinggi terhadap ketidakpatuhan berhubungan dengan kurang pengetahuan, sistem
pendukung kurang adekuat.
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anorekasia,
mual, muntah, kehilangan selera, bau, stomatitis dan diet tak enak.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2.
Jakarta: EGC
Carpenito, L.J., 2006, Rencana asuhan dan pendokumentasian keperawatan (Edisi 2), Alih.
Doengoes, Marilyn E, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk. Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
CKD DI HCU
Disusun oleh :
2011040157
2020/2021
IDENTITAS
1. Nama Pasien : Tn. S
2. Umur : 64 th
3. Alamat : Jl Kokosan RT 3/14 Tambakreja
8. Sistem Endokrin
Hipoglikemia Ya : - Tidak : √
Hiperglikemia Ya : - Tidak : √
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Personal hygiene
Bersih : Kotor : - Bau : -
b. Kebutuhan tidur
Terpenuhi : √ Tidak terpenuhi : - Jam
c. Nilai BMR :
d. Gangguan konsep diri
Ya : - Tidak : -
PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium, Radiologi, USG)
Tanggal Pemeriksaan Lab Hasil Nilai rujukan Satuan
16/03/2021 HEMATOLOGI
Hemoglobin 8,9 13,2-17,3 g/dL
Leukosit 9770 3800-10600 /ul
Hematokrit 26 40-52 Vol %
Eritrosit 3,11 4,40-5,90 10^6/ul
Trombosit 7.800 150000-440000 /ul
MCV 82,6 80-100 fL
MCH 26,6 26-34 pg
MCHC 34,6 32-36 g/dl
RDW 15,9 11,5-14,5 %
MPV 10,5 9,4-12,4 µm
TERAPI
Nama Obat Dosis Cara Pemberian Indikasi
Ceftriaxone 2 x1 gr Intravena Untuk mengatasi
infeksi bakteri
gram negatif
maupun gram
positif. Dosis
ceftriaxone yang
diberikan biasanya
berkisar antara 1–
2 gram per 12 atau
24 jam, tergantung
pada penyakit dan
tingkat keparahan
infeksi.
Ranitidin 2 x 50 mg Intravena obat untuk
mengurangi
jumlah asam
lambung dalam
perut. Obat ini
berfungsi untuk
mengatasi dan
mencegah rasa
panas pada perut
(heartburn), maag,
dan sakit perut
yang disebabkan
oleh tukak
lambung.
Kalnex 3 x 500 gr Intravena Untuk mengatasi
mimisan, cedera,
pendarahan akibat
menstruasi
berlebihan, serta
mengurangi
pendarahan saat
operasi atau
proses pencabutan
gigi.
Furosemide 3 x 20mg Intravena Obat golongan
diuretic yang
bermanfaat untuk
mengeluarkan
kelebihan cairan
dari dalam tubuh
melalui urine
Omz 2x40mg Intravena Untuk menangani
tukak lambung,
GERD, dan
gangguan lambung
serta saluran
pencernaan
lainnya
Manitol 6 x 125 ml Intravena Mengurangi
tekanan dalam
kepala dan
tekanan bola mata
Phytomenadion 3 x 100mg Intravrna Vitamin K
Mp 2x62,5mg Intravena Meredakan reaksi
alergi dan
peradangan
Ventolin 3x1 Nebu Untuk mengobati
penyakit pada
saluran pernafasan
DATA FOKUS
- Pasien mengalami penurunan kesadaran
- Terlihat sesak napas, ronchi
- Terdapat akumulasi sekret
DATA TAMBAHAN LAIN
- terpasang NRM 10tpm
- terpasang opa
TINDAKAN OPERASI
kelemahan otot
ADL dibantu
Diagnosa Utama : bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas
Rasional : ditandai dengan terdapat akumulasi secret dijalan napas, suara napas ronchi,gurgling,
sesak napas dan terpasang NRM 10tpm dan opa
3. Rencana keperawatan
Nama klien : Tn.S Dx.Medis : CKD, PNEUMONIA, MELENA Ruang : HCU
No Tanggal Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1 18/03/20 Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen jalan napas
21 napas tidak tindakan keperawatan I.01011
efektif b.d selama 2x24 jam O : -memonitor pola
hipersekresi diharapkan masalah napas (frekuensi,
jalan napas bersihan jalan napas kedalaman, usaha napas)
membaik dengan kriteria -memonitor bunyi napas
hasil : tambahan (gurgling,
Bersihan jalan napas ronchi)
L.01001 -memonitor sputum
Indikator A T (jumlah, warna, bau)
Produksi sputum 1 5 N : posisikan
semifowler/fowler
Frekuensi napas 1 5
-berikan oksigen
Pola napas 1 5
-lakukan penghisapan
lender / suction
C : -kolaborasi pemberian
obat
Indikator A T S
Produksi sputum 1 5 2
Frekuensi napas 1 5 1
Pola napas 1 5 1
P : lanjutkan intervensi
-memonitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
-memonitor bunyi napas tambahan
(gurgling, ronchi)
-memonitor sputum (jumlah, warna,
bau)
- posisikan semifowler/fowler
-berikan oksigen
-lakukan penghisapan lender / suction
-kolaborasi pemberian obat
19/03/2021 Pasien meninggal dunia jee
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN POST RELAPARATOMY PERFORA GASTER
Disusun Oleh :
TAHUN 2020/2021
PERFORASI GASTER
A. Definisi
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari
lambung, usus halus, usus besar, akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga perut.
Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya kontaminasi bakteri
dalam rongga perut (keadaan ini dikenal dengan istilah peritonitis). Perforasi lambung
berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang di sebabkan karna kebocoran asam
lambung ke dalam rongga perut. Perforasi dalam bentuk apapun yang mengenai saluran
cerna merupakan suatu kasus kegawatan bedah.
Perforasi pada saluran cerna sering di sebabkan oleh penyakit-penyakit seperti
ulkus gaster, appendicitis, keganasan pada saluran cerna, atau trauma.
B. Etiologi
1. Perforasi Non-Trauma, Misalnya :
a. Akibat volvulus gaster karna overdistensi dan iskemia
b. Adanya factor predisposisi : termasuk ulkus peptic.
c. Perforasi oleh malignasi intra abdomen atau limfoma.
d. Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi esophagus,
gaster, atau usus, dengan infeksi antra abdomen, peritonitis, dan sepsis.
2. Perforasi Trauma (Tajam atau Tumpul), misalnya :
a. Trauma iatrogenik setelah pemasangan, pipa nasogastric saat endoskopi.
b. Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan pisau)
c. Trauma tumpul pada gester : trauma sepeti ini lebih umum pada anak daripada
dewasa
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala perforasi gaster adalah :
1. Kesakitan hebat pada perut dan kram diperut.
2. Nyeri di daerah epigastrium.
3. Hipertermi
4. Takikardi
5. Hipotensi
6. Biasanya tampak letargik karna syok toksik.
D. Patofisologi
Dalam keadaan normal, lambung relatif bersih dari bakteri dan mikroorganisme
lain karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami
trauma abdominal memiliki fungsi gaster normal dan tidak berada dalam resiko
kontaminasi bakteri setelah perforasi gaster. Namun, mereka yang sebelumnya sudah
memiliki masalah gaster beresiko terhadap kontaminasi peritoneal dengan perforasi
gaster. Kebocoran cairan asam lambung ke rongga peritoneal sering berakibat peritonitis
kimia yang dalam. Jika kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mencapai rongga
peritoneal, peritonitis kimia bertahap menjadi peritonitis bakterial. Pasien mungkin bebas
gejala untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai peritonitis bakterial
kemudian.
Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi akut.
Omentum dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi, membentuk
flegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia yang diakibatkan di
area memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan menyebabkan pelemahan aktivitas
bakterisid dari granulosit, yang mengarah pada peningkatan aktivitas fagosit granulosit,
degradasi sel, hipertonisitas cairan membentuk abses, efek osmotik, mengalirnya lebih
banyak cairan ke area abses, dan pembesaran abses abdomen. Jika tidak diterapi,
bakteremia, sepsis general, kegagalan multi organ, dan syok dapat terjadi.
E. Pemeriksaan Penunjang
Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan adalah :
1. foto polos abdomen pada posisi berdiri.
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen.
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai densitas,
yang pada kasus ini adalah sangat tidak homogen karena terdapat kandungan
lambung..
3. CT-scan
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara
setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto
rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan sangat efisien untuk
deteksi dini perforasi gaster.
PATHWAYS
Perfusi Penghancur
Melekat
mukosa an sawar
Pada epitel
lambung epitel
Kerusakan mukosa
Julmah asam
lambung
MK : Gangguan meningkat
Iritasi mukosa lambung
Nyeri Rasa anoreksia
MK : Perubahan
Nausea dan
Rasa aman nyeri GastM is: Resti kekura ngan
ritK nutrisi kurang
Volume c airan dari kebutuhan
Perlukaan pada
MK : Resti Perfusi Jaringan
Hematomesi
Anemis
Sianosis
F. Prognosis
Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat dilakukan
maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis, tindakan, dan pemberian
antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya menjadi dubia ad malam.
Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Faktor-faktor berikut
akan meningkatkan resiko kematian :
• Usia lanjut
• Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya
• Malnutrisi
• Timbulnya komplikasi
G. Penatalaksanaan
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan
umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa
nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-tanda
peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin digunakan dengan terapi
antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan anaerob.
H. Komplikasi
1. Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada gaster
2. Kegagalan luka operasi
Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka
operasi) dapat terjadi segera atau lambat
j. Sistem muskuluskeletal
I :Biasanya pada perforasi gaster akut pasien masih mampu untuk
melakukan aktivitas dan tidak terlihat kekuatan otot menurun namun pada
perforasi gaster kronis hal itu dapat terjadi
k. Integumen
I :Turgor kulit menurun akibat dehidrasi
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan perlukaan pada lambung.
b. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
Intervensi Keperawatan:
1) Gunakan laporan dari pasien sendiri pilihan pertama.
sampingnya.
4) Lakukan pengkjian nyeri (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
sakit.
Rasional: Untuk menghindari makanan yang justru dapat mengganggu
pemenuhan nutrisi.
4) Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan
klien.
5) Beri motivasi dan dukungan psikologis.
Rasional: Meningkatkan secara psikologis.
6) Pencegahan dan penanganan diet yang berat dan aktivitas yang
berlebih.
Rasional: Diet yang terlalu keras meningkatkan kerja lambung
7) Timbang pasien dalam interval yang tepat.
Rasional: Membantu mengetahui adanya peningkatan atau penurunan
kehilangan cairan.
4) Observasi terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit (diare).
Rasional: Untuk mengevalasi kehilangan cairan.
5) Kaji nilai elektrolit setiap 24 jam untuk ketidaksinambungan cairan.
Rasional: Mengetahui jumlah cairan yang dibutuhkan.
6) Anjurkan keluarga untuk memberi minum klien 6 – 8 gelas air putih
setiap hari.
Rasional: Mengganti cairan elektrolit yang hilang melalui oral.
d. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawan selama 1 x 15 menit
perasaan.
Rasional: Membantu mengeksternalisasikan ansietas.
2) Sediakan informasi faktual menyangkut diagnosis, perawatan dan
prognosis.
Rasional: Meminimalkan ansietas dengan ketidaktauan menyangkup
ansietas.
4) Dampingi pasien (misalnya selama prosedur).
Rasional: Meningkatkan keamanan dan mengurangi takut.
(Wilkinson. 2007 : 26)
DAFTAR PUSTAKA
Pieter, John, editor : Sjamsuhidajat,R. dan De Jong, Wim, Bab 31 : Lambung dan Duodenum,
Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC : Jakarta, 2004. Hal. 541-59.
Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, editor : Mansjoer, Arif., Suprohalta., Wardhani, Wahyu Ika.,
Setiowulan, Wiwiek., Fakultas Kedokteran UI, Media Aesculapius, Jakarta : 2000
Gharehbaghy, Manizheh M., Rafeey, Mandana., Acute Gastric Perforation in Neonatal Period, available
from http://www.medicaljournal-ias.org/14_2/Gharehbaghy.pdf
Sofić, Amela., Bešlić, Šerif., Linceder, Lidija., Vrcić, Dunja., Early radiological diagnostics of
gastrointestinal perforation, available from http://www.onko- i.si/uploads/articles/Radiology_40_2_2.pdf
Disusun oleh :
2020/2021
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA NY. D DENGAN POST LAPARATOMI DI RUANG ICU
Tanggal Masuk RS : 24 Maret 2021 Jam Masuk : 16.00 WIB
Tanggal Pengkajian : 25 Maret 2021 No. RM :-
Jam Pengkajian : 15.00 WIB Diagnosa Masuk :post relaparatomy perfora gaster
IDENTITAS
4. Nama Pasien : Ny. D
5. Umur : 81 th
6. Alamat : Watukumpul Pemalang
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
e. Personal hygiene
Bersih : √ Kotor : - Bau : -
f. Kebutuhan tidur
Terpenuhi : √ Tidak terpenuhi : - Jam
g. Nilai BMR :
h. Gangguan konsep diri
Ya : - Tidak : -
PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium, Radiologi, USG)
Tanggal Pemeriksaan Lab Hasil Nilai rujukan Satuan
24/03/2021 HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4 13,2-17,3 g/dL
Leukosit 15820 3800-10600 /ul
Hematokrit 35 40-52 Vol %
Eritrosit 4,93 4,40-5,90 10^6/ul
Trombosit 289000 150000-440000 /ul
MCV 70,2 80-100 fL
MCH 23,1 26-34 pg
MCHC 32,9 32-36 g/dl
RDW 15,9 11,5-14,5 %
MPV 10,5 9,4-12,4 µm
TERAPI
Nama Obat Dosis Cara Pemberian Indikasi
Ceftazidim 3 x1 gr Intravena Untuk
Ketorolak 3 x 30 mg Intravena merupakan obat
golongan
antiinflamasi
nonsteroid (OAINS)
yang memiliki
bentuk sediaan
tablet dan suntik.
Ketorolac bekerja
dengan cara
menghambat
produksi senyawa
kimia yang bisa
menyebabkan
peradangan dan
rasa nyeri
Tramadol 3 x 100 gr Intravena Untuk mengatasi
Pereda rasa
sakit/nyeri setelah
operasi
Furosemide 3 x 20mg Intravena Obat golongan
diuretic yang
bermanfaat untuk
mengeluarkan
kelebihan cairan
dari dalam tubuh
melalui urine
Omz 1x40mg Intravena Untuk menangani
tukak lambung,
GERD, dan
gangguan lambung
serta saluran
pencernaan
lainnya
DATA FOKUS
- Pasien mengalami penurunan kesadaran
- Ekstremitas mengalami kelemahan
- Td :95/64 mmHg
- N : 106x/menit
- Rr : 13x/menit
- S : 36,1
- Spo2 : 99%
- Map : 72%
- Crt : <3 detik
-
DATA TAMBAHAN LAIN
- terpasang ventilator mode sim v
- terpasang ett no 7.0
- terpasang dc no. 16
- terpasang ngt
TINDAKAN OPERASI
- post relaparatomy perfora gaster
25/03/2021
25/03/2021 Gangguan
DS : - Luka insisi
intregitas kulit
DO :
- Terdapat luka Nyeri
operasi di bagian
perut Gangguan intregitas
- Adanya nyeri di kulit
perut
- Terpasang
drainase … cc/6
jam
- Berwarna merah
- GCS 5 E3M2Vt
- Td : 115/85 mmHg
- N : 106x/menit
- Rr : 13x/menit
- S : 36,1
- Kesadaran somnolen
P : lanjutkan intervensi
27/3/2021 Ganggaun ventilasi S:- Jee
spontan b.d kelelahan O : Pasien terlihat belum bisa
otot pernapasan bernapas spontan
-memposisikan pasien semifowler
-Terpasang ventilator dengan
mode sim v FiO2 : 50% , Peep : 4 ,
SaO2 : 99%
-cvp 6
- Ku lemah
- GCS 5 E3M2Vt
- Td :100/65 mmHg
- N : 106x/menit
- Rr : 13x/menit
- S : 36,1
- Kesadaran somnolen
- Pola nafas regular
P : lanjutkan intervensi
LAPORAN PENDAHULUAN
2011040157
2020/2021
Pengertian
Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada dinding abdomen
hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan Jong, 1997).
Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya perlekatan usus dan
biasanya terjadi pada usus halus, yang mana tujuan prosedur tindakan pembedahan dengan membuka
cavum abdomen adalah untuk eksplorasi (Arif Mansjoer, 2000).
Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi (Lakaman:2000;194).
Pembedahan perut sampai membuka selaput perut.
Ada 4 cara pembedahan laparatomy yaitu;
a. Midline incision
b. Paramedian, yaitu 2,5 cm), panjang (12,5 cm). ; sedikit ke tepi dari garis tengah
II. Etiologi
Etiologi sehingga di lakukan laparatomy adalah karena di sebabkan oleh beberapa hal (Smeltzer,
2001) yaitu;
Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) yang disebabkan
oleh : luka tusuk, luka tembak
Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum) yang dapat
disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman
(sit-belt).
2. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga abdomen, yang
diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis primer dapat disebabkan
oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder
disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi
kolon (paling sering kolon sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan penyebab
peritonitis tersier.
5. Tumor abdomen
6. Pancreatitis (inflammation of the pancreas)
7. Abscesses (a localized area of infection)
9. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the intestines)
10. Intestinal perforation
11. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)
Kelemahan
Konstipasi
IV. Patofisiologi
Rongga abdomen memuat baik organ-organ yang padat maupun yang berongga. Trauma tumpul
kemungkinan besar menyebabkan kerusakan yang serius bagi organ-organ padat, dan trauma penetrasi
sebagian besar melukai organ-organ berongga. Kompresi dan perlambatan dari trauma tumpul
menyebabkan fraktur pada kapsula dan parenkim organ padat, sementara organ berongga dapat kolaps dan
menyerap energi benturan. Bagaimanapun usus yang menempati sebagian besar rongga abdomen, rentan
untuk mengalami oleh trauma penetrasi. Secara umum, organ-organ padat berespons terhadap trauma
dengan perdarahan. Organ- organ berongga pecah dan mengeluarkan isinya dan ke dalam rongga
peritoneal menyebabkan peradangan dan infeksi.
Diagnosis dini adalah penting pada trauma abdomen. Pasien yang memperlihatkan adanya cedera
abdomen penetrasi fasia dalam peritoneal, ketidakstabilan hemodinamik, atau tanda-tanda dan gejala-gejala
abdomen akut dilakukan eksplorasi dengan pembedahan. Pada kebanyakan kasus trauma abdomen lainnya,
dilakukan lavase peritoneal diagnostic (LPD). LPD yang positif juga mengharuskan dilakukan ekplorasi
pembedahan.
Baik LPD ataupun scan CT adalah 100 % diagnostic, sehingga pasien-pasien trauma dengan hasil
negatif harus diobservasi. Dilakukan serangkaian pengukuran tingkat hematokrit dan amylase. Pengobatan
nyeri mungkin ditunda sehingga tidak mengaburkan tanda-tanda dan gejala-gejala yang potensial.
Masukan per oral juga ditunda untuk berjaga-jaga jika diperlukan pembedahan. Pasien dikaji untuk
mendapatkan tanda-tanda abdomen akut : distensi, rigiditas, guarding dan nyeri lepas. Eksplorasi
pembedahan menjadi perlu dengan
Penggunaan T abdomen telah memperoleh popularitas dan sering digunakan atau sebagai
tambahan pada LPD. Cedera retroperitoneal, seringkali terlewatkan dengan LPD dan bahkan
dengan pembedahan eksplorasi, sering dapat diidentifikasi dengan CT san. Namun CT scan
tidak terlalu diandalkan dalam mendeteksi cedera pada organ-organ berongga.
Pathway
Trauma abdomen Peritonitis Obstruksi Usus Apendisitis
Rawat Inap
Operasi Laparatomi
V. Gambar
Menginstruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan saat masuk dan keluar dari ruangan
klien
Mempertahankan teknik isolasi
Ignativicus, Donna D ; Workman, 2006, Medical Surgical Nursing Critical Thinking for
Collaborative Care, Elsevier Saunders, USA.
Potter & Perry, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2, EGC,Jakarta.
Sjamsurihidayat dan Jong, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.
IDENTITAS
8. Sistem Endokrin
Hipoglikemia Ya: - Tidak + , nilai 124 mg/dl
Hiperglikemia Ya: - Tidak + , nilai 124 mg/dl
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Personal Hygiene
Bersih: √ Kotor: - Bau: -
b. Kebutuhan tidur
Terpenuhi: √ Tidak terpenuhi: - 9 Jam
c. Nilai BMR:
d. Gangguan konsep diri Ya: - Tidak: √
TERAPI
Nama obat Dosis Cara pemberian Indikasi
Nacl 0,9 % 20 tpm Inf. Intravena Menggantikan cairan tubuh
yang hilang
Paracetamol 3 x 1 gr Inf. Intravena Menurunkan suhu tubuh
(analgesic)
Ranitidine 2 x 1 amp Inj. Intravena Menangani gejala asam
lambung berlebih
(antiemetic)
Meropenem 3 x 1 gr Inf. Intravena merupakan antibiotik
carbapenem yang
menghentikan pertumbuhan
dan perkembangan bakteri
dengan cara menghambat
pembentukan dinding sel
bakteri. Obat ini tersedia
dalam bentuk suntik
Metronidazole 3 x 500 mg Inj. Intravena Untuk mencegah dan
mengontrol kejang (juga
disebut antikonvulsan atau
obat antiepilepsi). Ia bekerja
dengan mengurangi
penyebaran aktivitas kejang
di otak
RL 20 tpm Inj. Intravena cairan infus yang biasa
digunakan pada pasien
dewasa dan anak-anak
sebagai sumber elektrolit dan
air
DATA FOKUS:
• Pasien terlihat sesak napas
•
• Ketegangan otot :
• Tegang, kaku, gerak otot pasif
(1)
01/ DS : - Luka insisi Gangguan
04/ DO : ↓ Intregitas
21 Nyeri Kulit
• Terdapat luka operasi di perut ↓
sebelah kiri Gangguan Intregitas
Kulit
• Adanya nyeri diperut
Diagnosa Utama:
Gangguan ventilasi spontan b.d kelemahan otot pernapasan
Rasional:
Ditandai dengan terlihat sesak napas, terpasang alat bantu pernapasan ventilator mode sim v.
3. Rencana Keperawatan
Nama klien: Nn. D Dx.Medis: POST RELAPARATOMY Ruang: ICU
Diagnosa
Tang
No Keperawat SLKI SIKI
gal
an
1. 01/0 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan ventilasi
4/21 ventilasi keperawatan selama 2x24 (I.01002)
spontan b.d jam diharapkan masalah
ventilasi mekanik meningkat Observasi:
kelelahan
dengan kriteria hasil: • Monitor status respirasi
otot
dan oksigenasi
pernapasan Respon ventilasi mekanik Terapeutik:
(L.01005) • Pertahankan kepatenan
Indikator A T jalan napas
Dipsnoe 1 4 • Berikan posisi semi
Kegelisahan 2 4 fowler
Penggunaan otot 1 4 Edukasi :
bantu pernapasan • Ajarkan melakukan
teknik relaksasi napas
Ket tingkat kesadaran : dalam
1 : menurun
2 : cukup menurun Manajemen jalan nafas
3 : sedang buatan ( I.01012)
4 : cukup meningkat
5 : meningkat Observasi:
• Monitor posisi selang
ETT
Terapeutik:
• Pasang oropharingeal
airway (OPA) untuk
mencegah ETT tergigit
• Cegah ETT terlipat
(kinking)
• Ubah posisi ETT secara
bergantian (kiri dan
kanan) setiap 24 jam
• Ganti fiksasi ETT setiap
24 jam
• Lakukan perawatan
mulut
Kolaborasi:
• Kolaborasi dengan
dokter untuk intubasi
ulang jika berbentuk
muccousplug yang
tidak dapat dilakukan
penghisapan
Gangguan O:
ventilasi spontan • Pasien belum bisa bernapas spontan
b.d kelelahan • Memposisikan pasien semifowler
otot pernapasan • Terpasang ventilator mode sim v Ps/p1 : 6 , PEEP : 5 ,
FiO2 : 60% , SPO2 : 100% , MAP :101mmHg
• TD : 117/93mmHg , N : 97x/menit , RR : 30x/menit
Pasien masih terlihat gelisah
•
A : Masalah gangguan ventilasi spontan belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi :
• Memonitor status respirasi dan oksigenasi
• Memberikan posisi semi fowler
• Mengkolaborasi pemberian obat
Sabtu/02-04-21 S:- Jee
P : Lanjutkan intervensi :
• Memonitor status respirasi dan oksigenasi
• Memberikan posisi semi fowler
• Mengkolaborasi pemberian obat
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA ABDOMEN
DISUSUN OLEH :
JELIN ADITA ABDILAH
2011040157
2021
A. Pengertian
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja
(Smeltzer, 2010). Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat
terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada
penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan
tindakan laparatomi (Ramsay, 2012).
Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga
abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga
abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga
(lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal)
dan mengakibatkan ruptur abdomen.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ
abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi
gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai
organ.
Trauma abdomen adalah trauma yang melibatkan daerah antara
diafragma pada bagian atas dan pelvis pada bagian bawah. Trauma abdomen
dibagi menjadi dua tipe yaitu trauma tumpul abdomen dan trauma tembus
abdomen. (Guillion, 2011).
B. Etiologi
Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Trauma tumpul
Suatu pukulan langsung, misalkan terbentur stir ataupun bagian
pintu mobil yang melesak ke dalam karena tabrakan, bisa menyebabkan
trauma kompresi ataupun crush injury terhadap organ viscera. Hal ini
dapat merusak organ padat maupun organ berongga, dan bisa
mengakibatkan ruptur, terutama organ-organ yang distensi (misalnya
uterus ibu hamil), dan mengakibatkan perdarahan maupun peritornitis.
Trauma tarikan (shearing injury) terhadap organ viscera sebenarnya
adalah crush injury yang terjadi bila suatu alat pengaman (misalnya seat
belt jenis lap belt ataupun komponen pengaman bahu) tidak digunakan
dengan benar. Pasien yang cedera pada suatu tabrakan motor bisa
mengalami trauma decelerasi dimana terjadi pergerakan yang tidak sama
antara suatu bagian yang terfiksir dan bagian yang bergerak, seperti
rupture lien ataupun ruptur hepar (organ yang bergerak) dibagian
ligamentnya (organ yang terfiksir). Pemakaian air-bag tidak mencegah
orang mengalami trauma abdomen. Pada pasien-pasien yang mengalami
laparotomi karena trauma tumpul, organ yang paling sering kena adalah
lien (40-55%), hepar (35-45%), dan usus (5-10%). Sebagai tambahan,
15% nya mengalami hematoma retroperitoneal.
2. Trauma tajam
Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan
mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong.
Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi
kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera, dengan adanya efek
tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa pecah menjadi fragmen
yang mengakibatkan kerusakan lainnya. Luka tusuk tersering mengenai
hepar (40%), usus halus (30%), diafragma (20%), dan colon (15%). Luka
tembak menyebabkan kerusakan yang lebih besar, yang ditentukan oleh
jauhnya perjalanan peluru, dan berapa besar energy kinetiknya maupun
kemungkinan pantulan peluru oleh organ tulang, maupun efek pecahan
tulangnya. Luka tembak paling sering mengenai usus halus (50%), colon
(40%), hepar (30%) dan pembuluh darah abdominal (25%).
C. Tanda dan Gejala
1. Laserasi, memar,ekimosis.
2. Hipotensi
3. Tidak adanya bising usus.
4. Hemoperitoneum.
5. Mual dan muntah .
6. Adanya tanda “Bruit” (bunyi abnormal pd auskultasi pembuluh darah,
biasanya pd arteri karotis).
7. Nyeri
8. Pendarahan
9. Penurunan kesadaran
10. Sesak
11. Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh
perdarahan limfa.Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent.
12. Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan peritoneal.
13. Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh ( pinggang ) pada
perdarahan retroperitoneal.
14. Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia pada
fraktur pelvis.
15. Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran
kiri atas ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe
D. Patofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia ( akibat
kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara
faktor - faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat
trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang
ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya
perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi
jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh
juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari
jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada
keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk
menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan
benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang
terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati
ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam
beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal
tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa
mekanisme :
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh
gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang
letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ
padat maupun organ berongga.
2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan
vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
3. Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan
gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler
E. Pathway
Trauma (kecelakaan)
↓
Penetrasi & Non-Penetrasi
↓
Terjadi perforasi lapisan abdomen (kontusio, laserasi, jejas, hematom)
↓
Menekan saraf peritonitis
↓
Kekurangan volume cairan ← Abdomen → Nyeri akut
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
b. Penurunan hematokrit/hemoglobin.
c. Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT.
d. Koagulasi : PT,PTT.
e. MRI
f. Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatik
g. CT Scan
h. Radiograf dada mengindikasikan peningkatan diafragma,
kemungkinan pneumothorax atau fraktur tulang rusuk VIII-X.
i. Scan limfeUltrasonogram
j. Peningkatan serum atau amylase urine
k. Peningkatan glucose serum
l. Peningkatan lipase serum
m. DPL (+) untuk amylase
n. Penigkatan WBC
o. Peningkatan amylase serum
p. Elektrolit serum
q. AGD
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
b. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai
hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya
trauma pada saluran urogenital.
c. VP (Intravenous Pyelogram
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan
trauma pada ginjal.
d. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam
rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya
alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold
standard).
e. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi
dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
G. Komplikasi
1. Trombosis Vena
2. Emboli Pulmonar
3. Stress Ulserasi dan perdarahan
4. Pneumonia
5. Tekanan ulserasi
6. Atelektasis
7. Sepsis
8. Pankreas: Pankreatitis, Pseudocyta formasi, fistula pancreas-duodenal,
dan perdarahan.
9. Limfa: perubahan status mental, takikardia, hipotensi, akral dingin,
diaphoresis, dan syok.
10. Usus: obstruksi usus, peritonitis, sepsis, nekrotik usus, dan syok.
11. Ginjal: Gagal ginjal akut (GGA)
H. Penatalaksanaan
1. Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang
menunjukkan trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri
diafragma, abdominal free air, evisceration) harus segera dilakukan
pembedahan .
2. Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative
berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT .
3. Pemberian obat analgetik sesuai indikasi.
4. Pemberian O2 sesuai indikasi.
5. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan.
6. Trauma penetrasi :
- Dilakukan tindakan pembedahan di bawah indikasi tersebut di atas.
- Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman
penetrasi dan keterlibatan intraperitoneal.
- Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi
steril) untuk menunjukkan gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh,
pasien dapat dijahit dan dikeluarkan.
- Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan
pembedahan.
- Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan
dengan pembedahan
I. Pengkajian
1. Data subyektif
a. Riwayat penyakit sekarang
- Nyeri di RUQ ,hipokondria atau region epigastrik ( cedera pada
hati).
- Nyeri pada kuadran kiri atas (LUQ ), tanda Kehr (nyeri pada
kuadran kiri atas yang menjalar ke bahu kiri) pada cedera limfa.
- Nyeri pada area epigastrik atau bagian belakang, mungkin
asimptomatik kecuali terdapat peritonitis, tanda mungkin tidak
ditemukan sampai 12 jam setelah cedera pada cedera pancreas.
- Nyeri pada abdomen ,mual dan muntah pada cedera usus.
- Mekanisme cedera trauma tumpul atau tajam.
b. Riwayat medis :
- Kecenderungan terjadi pendarahan
- Alergi
- Penyakit liver / hepatomegali pada cedera hati
2. Data Obyektif
a. Pengkajian Primer
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di
lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah
ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus
segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada
indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan
jalan napas.
1) Airways
- Sumbatan benda asing atau darah.
- Snoring
- Wheezing atau krekles.
2) Breathing
- Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
- RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
- Ronchi, krekles.
- Ekspansi dada tidak penuh.
- Penggunaan otot bantu nafas.
3) Circulation
- Nadi lemah , tidak teratur.
- Takikardi
- TD meningkat / menurun.
- Edema
- Gelisah
- Akral dingin
- Kulit pucat, sianosis
- Output urine menurun
4) Dissability
Periksa kesadaran pasien.
5) Exposure
Lakukan pemeriksaan pada bagian tubuh lainnya, cari adanya
jejas atau tanda-tanda trauma di bagian tubuh yang lain.
b. Pengkajian Sekunder
1) Aktifitas
- Gejala : kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup
menetap, jadwal olah raga tidak teratur.
- Tanda : Takikardi,dispnea pada istirahat / aktifitas.
2) Sirkulasi
- TD dapat normal atau naik/turun.
- Nadi dapat normal, penuh / tak kuat atau lemah / kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur
(distritnya).
- Bunyi jantung : bunyi jantung ekstra S3 / S4 mungkin
menunjukkan gagal jantung / penurunan kontraktilitas
ventrikel.
- Murmur, bila ada menunjukkan gagal katub/disfungsi otot
papiler.
- Friksi dicurigai perikarditis.
- Irama jantung : dapat teratur/tidak teratur.
- Edema : distensi vena jugular, edema dependen / perifer,
edema umum krekels mungkin ada dengan gagal jantung.
- Warna : pucat/ sianosis / kulit abu-abu kuku datar pada
membran mukosa dan bibir.
3) Integritas Ego
- Gejala : menyangkal gejala penting/adanya kondisi.
- Tanda : menyangkal, cemas, kurang kontak mata gelisah,
marah, perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri.
4) Eliminasi
- Tanda : bunyi usus menurun, jumlah dan warna urin.
5) Makanan / Cairan
- Gejala : mual/kehilangan nafsu makan, bersendawa, nyeri
ulu hati / terbakar, penurunan turgor kulit, kulit kering /
berkeringat.
- Tanda : muntah, perubahan berat badan.
6) Higiene
Tanda/gejala : kesulitan melakukan tugas perawatan.
7) Neurosensori
- Gejala : pusing, berdenyut selama tidur / saat bangun.
- Tanda : perubahan mental,kelemahan.
8) Nyeri / ketidaknyamanan
- Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak.
- Lokasi : tipikal pada dada anterior,subternal, prekordia,
dapat menyerang ke tangan, rahang wajah.
- Kualitas : menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat
dilihat.
- Intensitas : biasanya pada skala 1-5.
- Catatan : nyeri mungkin tak ada pada klien post operasi,
dengan DM, hipertensi, lansia.
- Tanda : Wajah meringis, Perubahan postur tubuh, Menarik
diri, kehilangan kontak mata, Respon otomatik : perubahan
frekuensi / irama jantung, tekanan darah, pernafasan, warna
kulit, kelembaban, kesadaran.
9) Pernafasan
- Gejala : Dyspnea dengan / tanpa kerja, dyspnea nokturnal,
Batuk dengan / tanpa sputum, Riwayat merokok, penyakit
pernafasan kronis.
- Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan, Sianosis, Bunyi
nafas : bersih/krekels, Sputum : bersih, merah muda kental.
10) Interaksi social
- Gejala : Stres saat ini contoh kerja, keluarga, Kesulitan
koping dengan stresor yang ada.
- Tanda : Kesulitan istirahat dengan tenang, Menarik diri dari
keluarga
J. Diagnosa
1. Defisit volume cairan : intra vaskuler berhubungan dengan perdarahan
aktif.
2. Nyeri berhubungan dengan agen-agen penyebab cedera : trauma fisik.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
hilangnya nafsu makan
K. Intervensi
Judith M. Wilkinson & Nancy R.Ahern 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan
edisi 9. Alih bahasa Esty Wahyuningsih. Jakarta : EGC
Nurarif. A.H. & Kusuma. H. 2015. Aplikasi NANDA NIC-NOC. Jilid 1, 2 dan 3.
Yogyakarta. Media Action.
Brunner, Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : ECG.
Direktorat Bina Gizi.
DISUSUN OLEH :
2011040157
2021
RESUME 1
KASUS H1 PERNAPASAN
KASUS H2 PERCERNAAN
KASUS H3 PERSYARAFAN
KASUS H4 ENDOKRIN
- Feel Denyut nadi teraba kuat dan cepat, N : 147 x/menit, akral
dingin.
Disability Kesadaran letargi, GCS : E4 M6 V2
KASUS H5 KARDIOVASKULER
Seorang pria berusia 39 tahun dengan riwayat merokok dan hiperlipidemia datang
ke IGD dengan nyeri dada. Pasien mengeluh nyeri dada di sebelah kiri yang
menjalar ke kerongkongan dan lengan kiri, diaforesis, mual dan muntah. Tidak
ada kelainan di bagian abdomen. Hasil pemeriksaan EKG 12 lead: terdapat ST
elevasi pada anterolateral dan dicurigai sudah terjadi selama 72 jam karena pasien
sudah mengalami nyeri dada sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk ke IGD. Hasil
pengkajian didapatkan, TD: 140/90 mmHg, RR= 28 x/menit, SpO2: 90%, N: 78
x/menit, CRT<2 detik, akral dingin.
DEMAM TYPOID
DISUSUN OLEH :
JELIN ADITA A
2011040157
2021
A. Pengertian
Demam thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan
pencernaan dan gangguan kesadaran. Demam thypoid merupakan penyakit
infeksi usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai
gangguan saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
Demam typoid biasanya suhu meningkat pada sore atau malam hari kemudian
turun pada pagi harinya (Lestari, 2016).
Demam tifoid disebarkan melalui jalur fekal-oral dan hanya
menginfeksi manusia yang mengkonsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh bakteri Salmonella typhi. Ada dua sumber penularan
Salmonella typhi, yaitu penderita demam tifoid dan karier. Seseorang yang
karier adalah orang yang pernah menderita demam tifoid dan terus membawa
penyakit ini untuk beberapa waktu atau selamanya (Nadyah, 2014).
Demam typhoid atau Typhusabdominalis adalah suatu penyakit
infeksi akut yang biasanya mengenai saluranpencernaan dengan gejala
demam yang lebih dari satuminggu, gangguan pada pencernaan dan juga
gangguan kesadaran (Price A. Sylvia & Lorraine M. Wilson,2015). Thipoid
adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonellaThypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi olehfeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella ( Bruner and Sudart, 2014 ). Typhoid adalah penyakit infeksi akut
usushalus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para
thypiA,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan juga paratyphoid
abdominalis. (Syaifullah Noer, 2015).
Demam typhoid merupakan penyakit infeksi sistemik bersifat akut
yang disebabkan oleh salmonellathypi. Penyakit ini ditandai oleh panas
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur
endothelia /endokardial dan juga invasi bakteri sekaligus multiplikasi
kedalam sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan
peyer’s patch dan juga dapat menular pada orang lain melalui makanan /air
yang terkontaminasi (Nurarif & Kusuma, 2015).
B. Etiologi
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella thypi.
Bakteri salmonella thypi adalah berupa basil gram negative, bergerak dengan
rambut getar, tidak berspora, mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O,
antigen H dan antigen VI (Lestari, 2016). Bakteri ini berbentuk batang, gram
negatif, mempunyai flagela, dapat hidup dalamair, sampah dan debu. Namun
bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 600 selama 15- 20 menit.
Akibat infeksi oleh salmonellathypi, pasien membuat antibodi atau aglutinin
yaitu :
1. AglutininO (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O
(berasal dari tubuh kuman).
2. AglutininH (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigenH
(berasal dari flagel kuman).
3. AglutininVi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena
rangsangan antigenVi (berasal dari simpai kuman).
1. Minggu 1
- Keluhan : Panas berlangsung insidious, tipe panas stepladder yang
mencapai 39-40º c, menggigil, nyeri kepala.
- Gejala : Gangguan saluran cerna.
- Patologi : Bakteremia
2. Minggu 2
- Keluhan : Rash, nyeri abdomen, diare atau konstipasi, delirium.
- Gejala : Rose sport, splenomegali, hepatomegali.
- Patologi : Vaskulitis, hiperplasi pada peyer’s patches, nodul typhoid
pada limpa dan hati.
3. Minggu 3
- Komplikasi : perdarahan saluran cerna, perforasi dan syok.
- Gejala : Melena, ilius, ketegangan abdomen, koma.
- Patologi : Ulserasi pada payer’s patches, nodul tifoid pada limpa dan
hati.
4. Minggu 4
- Keluhan menurun, relaps, penurunan berat badan.
- Gejala : Tampak sakit berat, kakeksia.
- Patologi : Kolelitiasis, carrier kronik
1. Demam
2. Gangguan saluran pencernaan
3. Gangguan kesadaran
4. Relaps (kambuh)
D. Patofisiologi
Bakteri Salmonellatyphi bersama makanan atau minuman masuk
kedalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana
asam (pH<2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti
aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2,
inhibitor pompaproton /antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis
infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus,
bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan juga kemudian menginvasi mukosa
dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-selM,
selepitel khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat internalisasi
Salmonellatyphi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran
kekelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik
sampai kejaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami
multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear didalam folikel limfe,
kelenjarlimfe mesenterika, hati dan limfe (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo,
dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI).
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang
lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun
pejamu maka Salmonella yphi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus
torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat
mencapai organ manapun, akantetapi tempat yang disukai oeh
Salmonellatyphi adalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung
empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat
terjadi baik secara langsung dari darah/ penyebaran retrograd dari empedu.
Ekskresi organisme diempedu dapat menginvasi ulang dinding usus
/dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid
tidakjelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam
sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari
Salmonellatyphi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma
usus halus dan juga kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin
dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan
nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum
tulang belakang, kelainan pada darah dan jugamenstimulasi sistem
imunologik (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi &
Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI).
E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosis dapatterjadi walaupun tanpa disertai infeksi
sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan juga SGPT ini tidak memerlukan
penanganan khusus.
3. Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri
salmonella typhi. Ujiwidal dimaksudkan untuk menentukan adanya
agglutinin dalam serum penderita demam tifoid. Akibat adanya infeksi
oleh salmonella typhi maka penderita membuatantibody (agglutinin).
4. Kultur
a. Kulturdarah : bisa positif pada minggu pertama.
b. Kultururine : bisa positif pada akhir minggu kedua.
c. Kulturfeses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga.
5. Anti salmonella typhi igM Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi
secara dini infeksi akut salmonella typhi, karena antibodyigM muncul
pada hari ke3 dan 4 terjadinya demam.
G. Komplikasi
1. Pendarahan usus
Bila sedikit,hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan
benzidin. Jika perdarahan banyak, maka terjadi melena yang dapat disertai
nyeriperut dengan tanda-tanda renjatan.
2. Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga /setelahnya dan terjadi pada bagian
distal ileum.
3. Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi,tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomenakut, yaitu nyeri perut hebat, dinding abdomen
tegang, dan nyeri tekan .
4. Komplikasi diluar usus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis, yaitu
meningitis,kolesistisis, ensefalopati, danlain-lain.
(Susilaningrum, Nursalam, & Utami, 2013)
H. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Anti Biotik (Membunuh KUman) :
- Klorampenicol
- Amoxicillin
- Kotrimoxasol
- Ceftriaxon
- Cefixim
b. Antipiretik (Menurunkan panas) : Paracatamol.
2. Keperawatan
a. Observasi dan pengobatan.
b. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7hari bebas demam atau
kurang lebih dari selam 14hari. MAksud tirah baring adalah untuk
mencegah terjadinya komplikasi perforasi usus.
c. Mobilisasi bertahap bila tidak panas,sesuai dengan pulihnya kekuatan
pasien.
d. Pasien dengan kesadarannya yang menurun,posisi tubuhnya harus
diubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi
pneumonia dan juga dekubitus.
e. Defekasi dan buang airkecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang
terjadi konstipasi dan diare.
f. Diet
- Diet yang sesuaicukup kalori dan tinggi protein.
- Pada penderita yang akutdapat diberi bubur saring.
- Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi
tim.
- Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7hari.
(Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC).
I. Pengkajian
1. Data subyektif
a. Biodata Klien dan penanggungjawab (nama, usia, jenis kelamin,
agama, alamat).
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya klien dirawat dirumah sakit dengan keluhan sakit kepala,
demam, nyeri dan juga pusing.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengeluh kepala terasa sakit, demam,nyeri dan
juga pusing, berat badan berkurang, klien mengalami mual,
muntah dan anoreksia, klien merasa sakit diperut dan juga diare,
klien mengeluh nyeri otot.
3) Riwayat Kesehatan
Dahulu Kaji adanya riwayatpenyakit lain/pernah menderita
penyakit seperti ini sebelumnya.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya keluarga yan menderita penyakit yang sama
(penularan).
2. Data Obyektif
a. Pengkajian Primer
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di
lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah
ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus
segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada
indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan
jalan napas.
1) Airways
- Sumbatan benda asing atau darah.
- Snoring
- Wheezing atau krekles.
2) Breathing
- Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
- RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
- Ronchi, krekles.
- Ekspansi dada tidak penuh.
- Penggunaan otot bantu nafas.
3) Circulation
- Nadi lemah , tidak teratur.
- Takikardi
- TD meningkat / menurun.
- Edema
- Gelisah
- Akral dingin
- Kulit pucat, sianosis
- Output urine menurun
4) Dissability
Periksa kesadaran pasien.
5) Exposure
Lakukan pemeriksaan pada bagian tubuh lainnya, cari adanya
jejas atau tanda-tanda trauma di bagian tubuh yang lain.
b. Pengkajian Sekunder
1. Pengkajian umum
a. Tingkat kesadaran: composmentis, apatis, somnolen,supor,
dan koma.
b. Keadaan umum : sakitringan, sedang, berat.
c. Tanda-tanda vital, normalnya : Tekanan darah : 95 mmHg
Nadi : 60-120 x/menit Suhu : 34,7-37,3 0C Pernapasan : 15-26
x/menit.
2. Pengkajian sistem tubuh
a. Pemeriksaan kulit dan rambut
Kaji nilai warna, turgor tekstur dari kulit dan rambut pasien.
b. Pemeriksaan kepala dan leher
Pemeriksaan mulai dari kepala, mata, hidung, telinga, mulut
dan leher. Kaji kesimetrisan, edema, lesi, maupun gangguan
pada indera.
c. Pemeriksaan dada
1) Paru-paru
Inspeksi : kesimetrisan, gerak napas.
Palpasi : kesimetrisan taktil fremitus.
Perkusi : suara paru (pekak, redup, sono, hipersonor,
timpani).
Auskultasi : suara paru
2) Jantung
Inspeksi : amati iktus cordis.
Palpalsi : raba letak iktus cordis.
Perkusi : batas-batas jantung.
Auskultasi : bunyi jantung
3) Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : keadaan kulit, besar dan bentuk abdomen,
gerakan.
Palpasi : hati, limpha teraba/tidak, adanya nyeri tekan.
Perkusi : suara peristaltic usus.
Auskultasi : frekuensi bising usus.
4) Pemeriksaan ekstremitas
Kaji warna kulit, edema, kemampuan gerakan dan adanya
alat bantu.
J. Diagnosa
1. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak
adekuat.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis.
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan malabsorbsi
nutrien.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
K. Intervensi
1. Hipertermia berhubungan denganproses infeksi salmonella typhi.
a. Tujuan: suhu tubuh kembali normal.
b. Hasil yang diharapkan: Pasien mempertahankan suhu tubuh normal
yaitu 36ºC-37ºC dan bebas dari demam.
c. Intervensi:
1) Pantau suhu tubuh klien tiap 3 jam sekali.
Rasional: suhu tubuh 38ºC-40ºC menunjukkan proses penyakit
infeksi akut.
2) Beri kompres hangat.
Rasional: kompres dengan air hangat akan menurunkan demam.
3) Anjurkan kepada ibu klien agar klien memakai pakaian tipis dan
menyerap keringat.
Rasional: memberi rasa nyaman, pakaian tipis membantu
mengurangi penguapan tubuh.
4) Beri banyak minum 1.500-2.000 cc/hari.
Rasional: membantu memelihara kebutuhan cairan dan
menurunkan resiko dehidrasi.
5) Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik dan antibiotik.
Rasional: antipiretik untuk mengurangi demam, antibiotik untuk
membunuh kuman infeksi.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak
adekuat.
a. Tujuan: volume cairan terpenuhi.
b. Hasil yang diharapkan: status cairan tubuh adekuat, ditandai dengan
membran mukosa lembab, turgor kulit elastis, tanda-tanda vital
normal.
c. Intervensi:
1) Monitor tanda-tanda vital
Rasional: mengetahui suhu, nadi, dan pernafasan.
2) Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan.
Rasonal: mengontrol keseimbangan cairan.
3) Kaji status dehidrasi.
Rasional: mengetahui derajat status dehidrasi.
4) Beri banyak minum.
Rasional: membantu memelihara kebutuhan cairan dan
menurunkan resiko dehidrasi.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis.
a. Tujuan: menunjukkan nyeri berkurang atau hilang.
b. Hasil yang diharapkan: terlihat tenang dan rileks dan tidak ada
keluhan nyeri.
c. Intervensi:
1) Kaji tingkat, frekuensi, intensitas, dan reaksi nyeri.
Rasional: suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi
yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang
diberikan.
2) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi nafas dalam.
Rasional: menurunkan intensitas nyeri, meningkatkan oksigenasi
darah, dan menurunkan inflamasi.
3) Libatkan keluarga dalam tata laksana nyeri dengan memberikan
kompres hangat.
Rasional: menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri, membuat
otot tubuh lebih rileks, dan memperlancar aliran darah.
4) Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional: posisi yang nyaman membuat klien melupakan rasa
nyerinya.
5) Kolaborasi pemberian obat analgetik sesuai indikasi.
Rasional: untuk membantu mengurangi rasa nyeri dan
mempercepat proses penyembuhan.
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan malabsorbsi
nutrien.
a. Tujuan: tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi.
b. Hasil yang diharapkan: nafsu makan meningkat, makan habis satu
porsi, berat badan klien meningkat.
c. Intervensi:
1) Kaji status nutrisi anak.
Rasional: mengetahui langkah pemenuhan nutrisi.
2) Anjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan
teknik porsi kecil tapi sering.
Rasional: meningkatkan jumlah masukan dan mengurangi mual
dan muntah.
3) Timbang berat badan klien setiap 3 hari.
Rasional: mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan.
4) Pertahankan kebersihan mulut anak.
Rasional: menghilangkan rasa tidak enak pada mulut atau lidah
dan dapat meningkatkan nafsu makan.
5) Beri makanan lunak.
Rasional: mencukupi kebutuhan nutrisi tanpa memberi beban yang
tinggi pada usus.
6) Jelaskan pada keluarga pentingnya intake nutrisi yang adekuat.
Rasional: memberikan motivasi pada keluarga untuk memberikan
makanan sesuai kebutuhan.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
a. Tujuan: dapat beraktivitas secara mandiri.
b. Hasil yang diharapkan: memperlihatkan kemajuan khusus tingkat
aktivitas yang lebih tinggi dari mobilitas yang mugkin.
c. Intervensi:
1) Kaji toleransi terhadap aktivitas
Rasional: menunjukkan respon fisiologis pasien terhadap stres
aktivitas.
2) Kaji kesiapan meningkatkan aktivitas.
Rasional: stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk
memajukan tingkay aktivitas individual.
3) Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjuran menggunakan kursi
mandi, menyikat gigi atau rambut.
Rasional: teknik penggunaan energi menurunkan penggunaan
energi.
4) Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memiliki periode
aktivitas.
Rasional: seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap
kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan.
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif. A.H. & Kusuma. H. 2015. Aplikasi NANDA NIC-NOC. Jilid 1, 2 dan 3.
Yogyakarta. Media Action.
Noer, Syaifullah. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II. Jakarta; EGC.
RESUME MINGGU KE 2
Resume Kasus ke 1
Seorang laki-laki berusia 45 tahun dibawa ke IGD dengan CKB (E2M2V1) akibat
kecelakaan motor. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, suara paru terdengar rochi di basal
paru, RR; 32x/menit, N: 120x/menit, BJ normal, TD: 80/60 mmHg. Pasien mengalami
penurunan kesadaran. Pasien dilakukan pemeriksaan BGA: PaO2: 45 mmHg ; pCO2: 54
mmHg; pH: 7,2 , SpO2: 76%.
I. PENGKAJIAN
1) Primary Survey
a. Airway
Look : Tidak ada sumbatan jalan nafas
Listen : Suara nafas vesikuler
Feel : Hembusan nafas terasa
b. Breathing
Look : Pasien terlihat sulit bernafas,sesak,memegang dadanya SpO2: 76%
Listen : Suara nafas ronchi dibasal paru
Feel : RR 32 x/menit
c. Circulation
Look : tidak ada perdarahan,tidak ada sianosis pada ekstremitas.
Listen : TD: 80/60 mmHg
Feel : N: 120 x/menit,nadi teraba lemah
d. Disability
Pasien mengalami penurunan kesadaran, E2M2V1
pemeriksaan BGA: PaO2: 45 mmHg (tanda tubuh kurang oksigen); pCO2: 54
mmHg; pH: 7,2 (paru paru tidak bekerja dg baik), SpO2: 76%.
e. Exposure
Terdapat luka lecet lecet pada kaki
2) Secondary Survey (KOMPAK/AMPLE)
Tn.P umur 45 tahun datang ke IGD dengan penurunan kesadaran GCS
E2M2V1, Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, suara paru terdengar rochi di basal
paru, RR; 32x/menit, N: 120x/menit, BJ normal 1,015 gr/ml, TD: 80/60 mmHg.
Pasien tidak mengkonsumsi obat apapun,sebelum kejadian belum makan apapun dari
pagi, pasien tidak memiliki alergi dan riwayat penyakit menular ataupun tidak
menular. Pasien mengalami kecelakaan motor pukul 13.00 WIB sepulang kerja.
3) Asuhan Keperawatan
- Diagnosa Keperawatan
Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan
- Rencana Tindakan
Tanggal/Waktu Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
Gangguan Ventilasi spontan (L.01007) Dukungan
ventilasi Setelah dilakukan tindakan Ventilasi (I.01002)
Pukul 13.15
spontan selama 1 x 24 jam diharapkan Observasi
WIB
pasien mampu bernafas secara - Identifikasi
adekuat dengan kriteria hasil : adanya
Indikator Awal Target kelelahan bantu
Dispnea 2 4 napas
Penggunaan 2 4 - Identifikasi efek
otot bantu perubahan posisi
Keterangan : terhadap status
1 : Meningkat pernapasan
2 : Cukup Meningkat - Monitor status
3 : Sedang respirasi dan
4 : Cukup Menurun oksigenasi (mis
5 : Menurun frekuensi dan
Indikator Awal Target kedalaman
PCO2 2 5 napas,pengguaan
Takikardia 2 5 napas,bunyi
napas tam-
Keterangan : bahan,saturasi
1 : Memburuk oksigen)
2 :Cukup Memburuk Terapeutik
3 : Sedang - Pertahankan
4 : Cukup Membaik kepatenan jalan
5 : Membaik nafas
- Berikan posisi
semi fowler atau
fowler
- Berikan oksigen
Non Rebreathing
Mask 10 L/menit
- Gunakan bag
valve amask,jika
perlu
Edukasi
- Ajarkan
melakukan
teknik relaksasi
nafas dalam
- Ajarkan
mengubah posisi
secara mandiri
Kolaborasi
- Kombinasi
pemberian
bronkodilator,jik
a perlu
- Implementasi dan Evaluasi
I. PENGKAJIAN
A. Primary Survey
Airway
Look : jalan nafas paten
Feel : hembusan nafas terasa dipunggung tangan
Listen : tidak terdapat suara nafas tambahan
Breathing
Look : pergerakan dinding dada simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung, RR
28x/menit pernafasan cepat, irama irreguler
Feel : perukusi dada sonor
Listen : suara napas vesikuler
Circulation
Look : CRT <3 detik, mukosa kering, Suhu 37,3 C, Sp02: 98%
Feel : akral Hangat, Nadi 98 x/menit
Listen : TD 154/92 mmHg
Exsposure : tidak ada luka/jejas pada pasien ( Deformitas, Contusio, Abrasi, Penetrasi
,Laserasi, Edema).
B. Secondary survey dengan KOMPAK (Trauma) & keluhan utama (Non Trauma)
K : Keluarga pasien mengatakan sebelum dibawa ke RS, pasien sempat muntah darah sampai
akhirnya tidak sadar
O : pasien mengkonsumsi tranexamat 4x1, citicolin 2x750, ceftrixon 1x2, prosogan injeksi
2x1 amp, prosogan drip 2 ampul, drip manitol 20%, aspilet 2x80.
M : Pasien mengatakan belum makan
P : Pasien mempunyai riwayat hipertensi kronis
A : Tidak ada alergi
K : Tn. K (54 tahun) dibawa ke IGD dengan kondisi penurunan kesadaran, tidak ada sumbatan
jalan nafas . Keluarga pasien mengatakan sebelum dibawa ke RS, pasien sempat muntah darah
sampai akhirnya tidak sadar
Asuhan Keperawatan
Diagnosa Utama
1. Resiko perfusi serebral tidak efektif
RENCANA KEPERAWATAN
Tgl/Waktu Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
Jam Resiko perfusi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hiperglikemia
11.00 serebral tidak efektif keperawatan selama 1x24jam Observasi
diharapkan Resiko perfusi serebral − Monitor tanda
tidak efektif dan gejala peningkatan TIK (mis
membaik dengan kriteria hasil: tekananan darah meningkat,
tekanan nadi melebar, pola
No. Indikator A T
nafas ireguler, keasadaran
1. Nilai rata-rata tekanan 2 4
menurun).
darah
− Monitor status
2. Kesadaran 1 4
pernafasan
3. Tekanan darah sistolik 2 4
− Monitor intake
4. Tekanan darah 2 4
dan output cairan
diastolic
Terapeutik
− Berikan posisi
Ket:
semi flower
1. Memburuk
− Pertahankan
2. Cukup memburuk
suhu tubuh normal
3. Sedang
Kolaborasi
4. Cukup Membaik
− Kolaborasi
5. Membaik
pemberian sedasi dan anti
konvulsin
3. Memonitor intake dan output cairan A : Masalah Resiko perfusi serebal belum
ta teratasi
S:- No. Indikator A T A
O : Terpasang infus, dan kateter 1. Nilai rata-rata tekanan 2 4 3
darah
4. Memberikan posisi semi flower
S:- 2. Kesadaran 1 4 2
O: Pasien terlihat dalam posisi semi 3. Tekanan darah sistolik 2 4 3
flower 4. Tekanan darah diastolic 2 4 3
I. PENGKAJIAN
1) Primary Survey
Airway:
- Look Tidak ada sumbatan jalan napas, tidak ada obstruksi jalan
napas.
Kasus:
Pasien TB dengan riwayat HIV AIDS pasien mengeluh sesak nafas setiap hari. Pasien sering
batuk tidak terdapat dahak, respirasi 28 kali permenit, pasien terpasang oksigen RM 8 lpm,
RR: 28 x/m, irama napas cepat pergerakan dinding dada simetris, suara nafas wheezing, TD:
130/80 mmHg, N; 91 x/m, CRT: <2 detik, akral hangat, S;37, GCS; 15. Konjungtiva anemis
pupil isokor 1clera anikterik, kekuatan otot 5/5/5/5. Pasien diberikan terapi nebulizer
I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo Jalan napas paten
:
Li Gurgling snoring stridor (-)
:
F Teraba pergerakan dinding dada
:
Breathing : Lo Terlihat sesak napas, terlihat sering batuk, dahak (-),
:
RR: 28 x/m, irama napas cepat dangkal, dinding
dada simetris, terpasang RM 8 lpm
Li Wheezing (+)
:
F Teraba pergerakan dinding dada simetris
:
Circulation : Lo Sianosis perdarahan (-)
:
Li S1S2 lupdup, TD: 130/80 mmHg
:
F Akral hangat, CRT < 2 detik, N: 91 x/m, S: 37
:
Disability : Keadaan umum sedang, kesadaran CM, GCS 15,
Konjungtiva anemis pupil isokor 1clera anikterik, kekuatan
otot 5/5/5/5
Exposure : Tidak ada jejas dan luka
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non Trauma)
Pasien mengeluh sesak nafas setiap hari. Pasien mengeluh sering batuk namun
tidak terdapat dahak.
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengeluh sesak Pola napas tidak efektif Penurunan ekspansi
nafas setiap hari, pasien paru
sering batuk tidak terdapat
dahak.
Do: terlihat sesak napas,
terlihat sering batuk namun
dahak (-), RR: 28 x/m, irama
napas cepat dangkal, dinding
dada simetris, terpasang RM
8 lpm, konjungtiva anemis
wheezing (+), TD: 130/80
mmHg, N: 91 x/m, S: 37,
a. Diagnosa keperawatan: pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi
paru
b. Pathway:
Gagal jantung
↓
Darah kembali ke atrium,
ventrikel, dan sirkulasi paru
↓
Jantung hipertrofi
↓
Tekanan pulmonal
↓
Edema paru
↓
Ekspansi paru menurun
↓
Sesak napas
↓
Pola napas tidak efektif
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
Pola napas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
tidak efektif keperawatan selama 1x24 jam O:
b.d penurunan diharapkan pola napas pasien • Monitor frekuensi,
ekspansi paru membaik dengan kriteria hasil: irama, kedalaman, dan
upaya napas.
Indikator A T • Monitor pola napas.
Frekuensi napas 1 5 • Auskultasi bunyi
Kedalaman napas 1 5 napas.
T:
Keterangan: • Atur interval
1: memburuk pemantauan respirasi
2: cukup memburuk sesuai kondisi pasien.
3: sedang • Dokumentasikan hasil
4: cukup membaik pemantauan.
5: membaik E:
• Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan.
1. PENGKAJIAN
A. Primary Survey
Airway
Look : Jalan nafas paten
Feel : Hembusan nafas terasa dipunggung tangan
Listen : Tidak terdapat suara nafas tambahan
Breathing
Look : pergerakan dinding dada simetris, RR 16x/menit pernafasan irama
regular. Tidak ada jejas pada dada, Tidak sesak napas.
Feel : Tidak ada krepitasi
Listen : Terdengar suara sonor
Circulation
Look : Pasien terlihat pucat, mukosa bibir kering.
Feel : akral Hangat S 37 C, Nadi 100x/menit
Listen : Irama jantung reguler, bunyi jantung Lup dup (S1=S2), TD 90/60 mmHg
K : Keluarga mengatakan pasien meminum obat serangga sejak 3 jam yang lalu.
Menurut keluarga saat dirumah dan diperjalanan pasien muntah lebih dari 10 kali.
O : Pasien tidak mengkonsumsi obat
M : Pasien mengatakan makan terakhir 4 jam sebelum meminum racun serangga
P : Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit kronis
A : Tidak ada alergi
K : Seorang laki-laki usia 18 tahun dibawa ke UGD karena keracunan. Keluarga
mengatakan pasien meminum obat serangga sejak 3 jam yang lalu. Menurut keluarga
saat dirumah dan diperjalanan pasien muntah lebih dari 10 kali. Pemeriksaan fisik
pupil isokor ukuran 2 mm, GCS E2M4V2, mulut berbusa, frekuensi nadi 100 x/menit
dengan pulsasi lemah.
Asuhan Keperawatan
Diagnosa Utama
1. Resiko Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif
RENCANA KEPERAWATAN
Tgl/Waktu Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
Resiko Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipovolemia
hipovolemia b.d keperawatan selama 1x24jam Observasi
kehilangan cairan diharapkan resiko hipovolemia − Periksa tanda dan gejala
secara aktif membaik dengan kriteria hasil: hipovolemia ( frekuensi nadi meningkat,
nadi terba lemah, tekanan darah
No. Indikator A T
menurun, lemah, membrane mukosa
1. Frekuensi nadi 2 5
kering)
2. Tekanan Darah 2 5
3. Membrane 2 5 Terapeutik
mukosa − Berikan posisi modified
4. Turgor kulit 2 5 Trendelenburg
− Berikan asupan cairan
Ket: oral
1. Memburuk Edukasi
− Anjurkan memperbanyak
2. Cukup memburuk
asupan cairan oral
3. Sedang Kolaborasi
4. Cukup Membaik − Kolaborasipemberian
5. Membaik cairan IV isotonis ( missal NaCL, RL)