Anda di halaman 1dari 110

LAPORAN PORTOFOLIO

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS


RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO

Disusun oleh:
SYAHRIR ARIF HERBOWO
2011040117

PROGRAM STUDI PROFESI


NERS FAKULTAS ILMU
KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
MINGGU 1
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU PERTAMA KASUS PERTAMA G11

Disusun oleh:

SYAHRIR ARIF HERBOWO


2011040117

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama mahasiswa : Syahrir Arif Herbowo Nama pasien : Tn. S


NIM : 2011040117 Umur : 50 tahun
Hari/tanggal : 4/2/2021 Diagnosa medis : CHF

Kasus:
Tn. S usia 50 tahun, pasien mengatakan sesak napas dan nyeri dada saat ditekan sudah 2 hari.
Pasien terlihat sesak pada rotasi gerakan dada, terdapat bunyi napas tambahan, hembusan
napas pada saat ekspirasi berkurang. Pasien terlihat sesak napas dan napas tidak adekuat,
pasien terlihat menggunakan otot bantu pernapasan. Terdapat suara tambahan wheezing.
Hasil pengkajian TD: 160/90, N: 109x/m, S: 37, RR: 30x/m. Kulit tampak pucat, ekstremitas
hangat, disability GCS APATIS 12 (E4,V4,M4), pupil isokor. Terdapat bengkak pada kaki
kiri. Terapi Cedocard, O2 NK 5 lpm, injeksi furosimid, pasien terlihat terpasang DC kateter.

I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Jalan napas paten
Li : Gurgling (-), snoring (-), stridor (-)
F : Teraba pergerakan dinding dada
Breathing : Lo : Pasien terlihat sesak napas, napas tidak adekuat,
menggunakan otot bantu pernapasan, RR: 30x/m,
O2 NK 5 lpm
Li : Wheezing (+)
F : Ekspirasi berkurang, nyeri tekan pada dada
Circulation : Lo : Sianosis (-), pendarahan (-), kulit pucat, edema pada
kaki kiri, DC (+)
Li : Bunyi jantung S1 S2 lupdup, TD: 160/90 mmHg
F : Akral hangat, N: 109x/m, S: 37
Disability : Kesadaran apatis, GCS 12 (E4M4V4), pupil isokor
Exposure : Tidak ada jejas/luka
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Pasien mengatakan sesak napas dan nyeri dada saat ditekan sejak 2 hari sebelum
masuk RS.

1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengatakan sesak Pola napas tidak efektif Hambatan upaya napas
napas dan nyeri dada saat
ditekan sejak 2 hari sebelum
masuk RS
Do: pasien terlihat sesak
napas, napas tidak adekuat,
menggunakan otot bantu
pernapasan, RR: 30x/m,
terpasang O2 NK 5 lpm,
suara napas wheezing (+),
TD: 160/90 mmHg, N:
109x/m, S: 37
a. Diagnosa keperawatan: pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
b. Pathway:
Gagal jantung

Darah kembali ke atrium,
ventrikel, dan sirkulasi paru

Jantung hipertrofi

Tekanan pulmonal

Edema paru

Ekspansi paru menurun

Sesak napas

Pola napas tidak efektif

2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Pola napas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
09.45 tidak efektif keperawatan selama 1x24 jam O:
b.d hambatan diharapkan pola napas pasien  Monitor frekuensi,
upaya napas membaik dengan kriteria hasil: irama, kedalaman, dan
upaya napas.
Indikator A T  Monitor pola napas.
Dispnea 1 5  Auskultasi bunyi
Penggunaan otot 1 5 napas.
bantu napas T:
 Atur interval
Keterangan: pemantauan respirasi
1: meningkat sesuai kondisi pasien.
2: cukup meningkat  Dokumentasikan hasil
3: sedang pemantauan.
4: cukup menurun E:
5: menurun  Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan.

3. Implementasi & Evaluasi


Tgl/ Implementasi & Respon Evaluasi Paraf
Waktu
4/2/21  Memonitor frekuensi, irama, S: Syahrir
10.00 kedalaman, dan upaya napas. Pasien mengeluh masih
Respon: sesak napas
Terlihat sesak napas, napas ireguler, O:
menggunakan otot bantu, R: 28x/m Ireguler, otot bantu
 Memonitor pola napas. napas (+), wheezing (+),
Respon: R: 28x/m, N: 102x/m
Terlihat sesak napas A:
 Mengauskultasi bunyi napas. masalah belum teratasi
Respon: Indikator A S T
Wheezing (+) Dispnea 1 1 5
 Mengatur interval pemantauan Penggunaan 1 1 5
respirasi sesuai kondisi pasien. otot bantu
Respon: napas
Pantau respirasi setiap 4 jam sekali P: lanjutkan intervensi
 Mendokumentasikan hasil  Memonitor frekuensi,
pemantauan. irama, kedalaman, dan
Respon: upaya napas.
Terdokumentasi  Memonitor pola napas.
 Menjelaskan tujuan dan prosedur  Mengauskultasi bunyi
pemantauan napas.
Respon:  Mendokumentasikan
Pasien tahu tujuan pemantauan. hasil pemantauan.

3
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU PERTAMA KASUS KEDUA G12

Disusun oleh:

SYAHRIR ARIF HERBOWO


2011040117

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama mahasiswa : Syahrir Arif Herbowo Nama pasien : Nn. F


NIM : 2011040117 Umur : 20 tahun
Hari/tanggal : 4/2/2021 Diagnosa medis : Asma bronkhial

Kasus:
Nn. F usia 20 tahun dengan asma bronkhial, keluhan saat ini pasien batuk, terdapat akumulasi
sekret pada jalan napas. Terdengar wheezing, nadi 102x/menit, terdapat retraksi dinding
dada, respirasi: 29x/menit. Konjungtiva anemis, tekanan darah 145/90 mmHg, akral hangat,
kesadaran CM, suhu: 37. Pasien datang ke IGD pada pukul 14.05 dengan keluhan sesak
nafas, setelah melakukan kegiatan dari pagi karena kurang istirahat. Pasien juga mengeluh
mual karena belum makan dari pagi yang mengakibatkan asam lambungnya naik. Terapi
nasal kasul: 4lpm.

I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Obstruksi jalan napas (-), retraksi dinding dada (+)
Li : Gurgling (+)
F : Teraba pergerakan dinding dada
Breathing : Lo : Pasien terlihat sesak napas disertai batuk. R: 29x/m,
nasal kanul 4lpm
Li : Wheezing (+)
F : Perkusi sonor, tidak ada krepitasi
Circulation : Lo : Konjungtiva anemis, pendarahan (-), sianosis (-)
Li : Bunyi jantung S1S2 lupdup, TD: 145/90 mmHg
F : Akral hangat, N: 102x/m, S: 37
Disability : Kesadaran CM E4V5M6, konjungtiva anemis
Exposure : Tidak terdapat luka/jejas
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Pasien mengeluh sesak nafas setelah melakukan kegiatan dari pagi hari dan belum
istirahat. Pasien mengeluh mual karena belum makan dari pagi.

1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengatakan sesak Bersihan jalan napas tidak Hipersekresi jalan napas
napas disertai batuk setelah efektif
berkegiatan dari pagi
Do: pasien terlihat sesak
napas, terdapat akumulasi
sekret di jalan napas,
wheezing (+), gurgling (+)
retraksi dinding dada (+),
terpasang nasal kanul 4 lpm
N: 102x/menit, R: 29x/menit.
TD: 145/90 mmHg
a. Diagnosa keperawatan: bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi
jalan napas
b. Pathway:
Faktor pencetus

Masuk saluran pernapasan

Iritasi mukosa saluran pernapasan

Reaksi inflamasi

Hipertrofi & hiperplasia mukosa bronkus

Metaplasia sel globet

Produksi sputum meningkat

Saluran napas mengecil

Sesak napas dan batuk

Bersihan jalan napas tidak efektif

2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan
napas tidak keperawatan selama 1x24 jam napas
efektif b.d diharapkan bersihan jalan napas O:
hipersekresi pasien membaik dengan kriteria  Monitor pola napas
jalan napas hasil:  Monitor bunyi napas
tambahan
Indikator A T  Monitor sputum
Produksi sputum 1 5 T:
Dispnea 1 5  Posisikan semi fowler
Wheezing 1 5  Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
Keterangan: detik
1: meningkat  Berikan
2: cukup meningkat oksigen E:
3: sedang
 Ajarkan teknik batuk
4: cukup menurun
efektif
5: menurun
K:
 Kolaborasikan
bronkodilator

3. Implementasi & Evaluasi


Tgl/ Implementasi & Respon Evaluasi Paraf
Waktu
4/2/21  Memonitor pola napas S: Syahrir
14.45 Respon: Pasien mengatakan
Pasien masih sesak napas, ireguler, masih sesak napas
R: 26x/m O:
 Memonitor bunyi napas tambahan Pasien masih terlihat
Respon: sesak napas, ireguler,
Wheezing (+) wheezing (+), sputum
 Memonitor sputum yang dihisap berwarna
Respon: putih sebanyak 75 ml,
Sputum berwarna putih terpasang nasal kanul
 Memposisikan semi fowler 4lpm
Respon: A:
Posisi pasien semi fowler Masalah belum teratasi
 Melakukan penghisapan lendir Indikator A S T
kurang dari 15 detik Produksi 1 2 5
Respon: sputum
Sputum dihisap, berwarna putih, Dispnea 1 1 5
sebanyak 75 ml Wheezing 1 1 5
 Memberikan oksigen P: lanjutkan intervensi
Respon:  Memonitor pola napas
Terpasang nasal kanul 4 lpm  Memonitor bunyi
napas tambahan

3
 Mengajarkan teknik batuk efektif  Memonitor sputum
Respon:  Melakukan
Pasien melakukan batuk efektif penghisapan lendir
 Mengkolaborasikan bronkodilator kurang dari 15 detik
Respon:  Mengkolaborasikan
Pasien diberikan bronkodilator bronkodilator
sesuai dosis

4
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU PERTAMA KASUS KETIGA G13

Disusun oleh:

SYAHRIR ARIF HERBOWO


2011040117

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama mahasiswa : Syahrir Arif Herbowo Nama pasien : Ny. S


NIM : 2011040117 Umur : 45 tahun
Hari/tanggal : 4/2/2021 Diagnosa medis : PPOK

Kasus:
Ny. S usia 45 tahun mengeluh sesak napas, hasil pengkajian menunjukkan pasien sesak napas
dan pergerakkan dada simetris, pernapasan cepat dan dangkal, ronkhi (+), R: 28x/m, SpO2
98%. Akral teraba hangat, CRT <2 detik. TTV, TD : 156/106 mmHg, S : 37,6 , N :
119x/menit. Turgor kulit lembab, kesadaran CM, GCS: 15 (E4V5M6). Sebelum dibawa ke
RSMS pasien sudah mengalami batuk selama 2 tahun dan sesak nafas. Terapi O2 5lpm, inj.
Ceftriaxon, inj. Omeprazole, EKG, foto Thorax PA.

I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Jalan napas paten
Li : Gurgling (-), stridor (-), snoring (-)
F : Teraba pergerakan dinding dada simetris
Breathing : Lo : Pasien terlihat sesak napas disertai batuk,
pernapasan cepat dan dangkal, R: 28x/m, terpasang
O2 5lpm
Li : Ronkhi (+)
F : Perkusi sonor, tidak ada krepitasi
Circulation : Lo : Sianosis (-), pendarahan (-), turgor kulit lembab,
SpO2: 98%
Li : S1S2 lupdup, TD: 156/106 mmHg
F : CRT <2 detik, S: 37,6
, N: 119x/menit, akral

hangat
Disability : Kesadaran CM, GCS 15 (E4V5M6)
Exposure : Tidak ada jejas/luka
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Pasien mengeluhkan sesak napas. Sesak napas dan batuk sudah dialami pasien
sejak 2 tahun terakhir.
1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengatakan sesak Pola napas tidak efektif Penurunan ekspansi
napas. paru
Do: pasien terlihat sesak
napas disertai batuk, ronkhi
(+), terpasang O2 5lpm
SpO2: 98%, R: 28x/m, S:
37,6 C̊ , N: 119x/menit
a. Diagnosa keperawatan: pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi
paru
b. Pathway:
Faktor pencetus

PPOK

Perubahan anatomis parenkim paru

Pembesaran alveoli

Hiperatropi kelenjar mukosa

Penyempitan saluran napas secara
periodik

Ekspansi paru menurun

Suplai O2 tidak adekuat

Hipoksia

Sesak

Pola napas tidak efektif

2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Pola napas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
13.10 tidak efektif keperawatan selama 1x24 jam O:
b.b penurunan diharapkan pola napas pasien  Monitor frekuensi,
ekspansi paru membaik dengan kriteria hasil: irama, kedalaman, dan
upaya napas.
Indikator A T  Monitor pola napas.
Frekuensi napas 1 5  Auskultasi bunyi
Kedalaman napas 1 5 napas.
T:
Keterangan:  Atur interval
1: memburuk pemantauan respirasi
2: cukup memburuk sesuai kondisi pasien.
3: sedang E:
4: cukup membaik  Jelaskan tujuan dan
5: membaik prosedur pemantauan.

3. Implementasi & Evaluasi


Tgl/ Implementasi & Respon Evaluasi Paraf
Waktu
4/2/21  Memonitor frekuensi, irama, S: pasien mengatakan Syahrir
13.30 kedalaman, dan upaya napas. masih sesak
Respon: O: pasien terlihat sesak
Irama napas ireguler, RR: 27 x/m, napas, irama napas
pernapasan cepat dan dangkal ireguler, RR: 27 x/m,
 Memonitor pola napas. pernapasan cepat dan
Respon: dangkal
Pasien terlihat sesak napas A: masalah belum
 Mengauskultasi bunyi napas. teratasi
Respon: Indikator A S T
Ronkhi (+) Frekuensi 1 1 5
 Mengatur interval pemantauan napas
respirasi sesuai kondisi pasien. Kedalaman 1 1 5
 Menjelaskan tujuan dan prosedur napas
pemantauan. P: lanjutkan intervensi
 Memonitor frekuensi,
irama, kedalaman, dan
upaya napas.
 Memonitor pola napas.
 Mengauskultasi bunyi
napas.

3
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU PERTAMA KASUS KEEMPAT G14

Disusun oleh:

SYAHRIR ARIF HERBOWO


2011040117

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama mahasiswa : Syahrir Arif Herbowo Nama pasien : Ny. A


NIM : 2011040117 Umur : 53 tahun
Hari/tanggal : 4/2/2021 Diagnosa medis : Post op laparatomi
eksplorasi e.c
peritonitis

Kasus:
Ny. A (53 tahun) dirawat di IGD dengan post Laparatomi Eksplorasi e.c. peritonitis (hari
ketiga perawatan). Hasil pengkajian saat ini didapatkan, TD: 120/65 mmHg (support
Noradrenaline), HR: 84x/menit, akral hangat, kemampuan mengunyah (-), bising usus (-),
Albumin: 2,4 g/dl, Hb: 9,2 g/dl, Ht : 29 %, Protein total: 4,5 g/dl. Terdapat luka kolostomi,
terpasang drain pada sisi kiri dan kanan abdomen.

I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Jalan napas paten
Li : Gurgling snoring stridor (-)
F : Teraba pergerakan dinding dada
Breathing : Lo : Dispnea (-), otot bantu napas (-), irama napas
reguler, RR: 24x/m
Li : Vesikuler, tidak ada suara napas tambahan
F : Perkusi sonor krepitasi (-)
Circulation : Lo : Terpasang drain di kanan kiri abdomen
Li : S1S2 lupdup, TD: 120/65 mmHg
F : Akral hangat, N: 84x/m
Disability : Keadaan umum sedang, kesadaran CM
Exposure : Terdapat luka operasi dan drain
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Albumin: 2,4 g/dl, Hb: 9,2 g/dl, Ht : 29 %, Protein total: 4,5 g/dl. Terdapat luka
kolostomi, terpasang drain pada sisi kiri dan kanan abdomen

1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: Resiko perdarahan Hb: 9,2 gram/dl (↓),
Do: Albumin: 2,4 g/dl, Hb: Ht: 29 % (↓), terpasang
9,2 g/dl, Ht : 29 %, Protein drain pada sisi kiri dan
total: 4,5 g/dl, terdapat luka kanan abdomen
kolostomi, terpasang drain
pada sisi kiri dan kanan
abdomen
a. Diagnosa keperawatan: resiko perdarahan d.d Hb: 9,2 gram/dl (↓), Ht: 29
% (↓), terpasang drain pada sisi kiri dan kanan abdomen
b. Pathway:
Faktor indikasi operasi

Tindakan operasi laparatomi

Terputusnya kontinuitas pembuluh darah

Nilai Hb Ht di bawah normal

Resiko perdarahan

2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Resiko Setelah dilakukan tindakan Pencegahan
perdarahan d.d keperawatan selama 1x24 jam perdarahan
Hb: 9,2 diharapkan tingkat perdarahan O:
gram/dl (↓), pasien membaik dengan kriteria  Monitor tanda gejala
Ht: 29 % (↓), hasil: perdarahan
terpasang drain  Monitor nilai Hb/Ht
pada sisi kiri Indikator A T T:
dan kanan Hb 1 5  Pertahankan bed rest
abdomen Ht 1 5 selama perdarahan
E:
Keterangan:  Jelaskan tanda gejala
1: memburuk perdarahan
2: cukup memburuk  Anjurkan
3: sedang meningkatkan asupan
4: cukup membaik cairan untuk
5: membaik menghindari
konstipasi
K:
 Kolaborasikan
pemberian produk
darah

3. Implementasi & Evaluasi


Tgl/ Implementasi & Respon Evaluasi Paraf
Waktu
4/2/21  Memonitor tanda gejala perdarahan S: - Syahrir
 Memonitor nilai Hb/Ht O: Hb: 9,4 gram/dl (↓),
 Mempertahankan bed rest selama Ht: 30 % (↓), terpasang
perdarahan drain pada sisi kiri dan
 Menjelaskan tanda gejala perdarahan kanan abdomen
 Menganjurkan meningkatkan asupan A: masalah belum
cairan untuk menghindari konstipasi teratasi
 Mengkolaborasikan pemberian Indikator A S T
produk darah Hb 1 1 5
Ht 1 1 5
P: lanjutkan intervensi
 Memonitor tanda
gejala perdarahan
 Memonitor nilai Hb/Ht
 Mempertahankan bed
rest selama perdarahan
 Menjelaskan tanda
gejala perdarahan
 Menganjurkan

3
meningkatkan asupan
cairan untuk
menghindari
konstipasi
 Mengkolaborasikan
pemberian produk
darah

4
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU PERTAMA KASUS KELIMA G15

Disusun oleh:

SYAHRIR ARIF HERBOWO


2011040117

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama mahasiswa : Syahrir Arif Herbowo Nama pasien : Tn. K


NIM : 2011040117 Umur : 35 tahun
Hari/tanggal : 4/2/2021 Diagnosa medis : Syok

Kasus:
Tn. K dibawa ke IGD karena kecelakaan sepeda motor. Hasil pengkajian terdapat jejas di
abdomen dan perdarahan masif di area femur, TD: 120/85 mmHg, N: 110x/m, R: 24x/m,
CRT >2 detik, urin output: ±20 cc/jam, jumlah perdarahan: ±800 cc. Pasien terihat gelisah
dan mengeluh haus.

I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Jalan napas paten
Li : Gurgling (-), snoring (-), stridor (-)
F : Teraba pergerakan dada
Breathing : Lo : Pasien tidak sesak napas, R: 24x/m
Li : Vesikuler (+), tidak terdengar suara napas tambahan
F : Perkusi sonor, tidak ada krepitasi
Circulation : Lo : Perdarahan masif di femur: ±800 cc, urin output:
±20 cc/jam, pasien gelisah dan pucat
Li : S1S2 lupdup, TD: 120/85 mmHg
F : CRT >2 detik, N: 110x/m, nadi teraba lemah
Disability :
Exposure : Terlihat jejas di abdomen, terjadi perdarahan masif di femur
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Keluhan : Pasien mengeluh haus
Obat : Pasien tidak sedang mengonsumsi obat-obatan
Makanan : Pasien makan siang 1 jam sebelum kecelakaan (13.30)
Penyakit : Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kronis
Alergi : Pasien tidak memiliki alergi obat dan makanan
Kejadian : Pasien kecelakaan pukul 14.35 karena tertabrak mobil. Pasien
terbentur kemudi motor di perut dan terlempar cukup jauh.

1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengatakan haus Hipovolemia Kehilangan cairan aktif
Do: pasien kll, terlihat
gelisah dan pucat, terdapat
jejas di abdomen, terjadi
perdarahan masif di femur
sebanyak: ±800cc, urin
output: ±20cc/jam, CRT >2
detik, TD: 120/85 mmHg,
nadi teraba lemah, N: 110x/m
a. Diagnosa keperawatan: hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif
b. Pathway:

2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen
b.d kehilangan keperawatan selama 1x24 jam hipovolemia
cairan aktif diharapkan status cairan pasien O:
membaik dengan kriteria hasil:  Periksa tanda dan
gejala hipovolemia
Indikator A T  Monitor intake dan
Kekuatan nadi 1 5 output cairan
Output urin 1 5 T:
Pengisian vena 1 5  Hitung kebutuhan
cairan
Keterangan:  Berikan posisi
1: menurun modified
2: cukup menurun trendelenburg
3: sedang  Berikan asupan cairan
4: cukup meningkat oral
5: meningkat E:
 Anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak
K:
 Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis RL

3. Implementasi & Evaluasi


Tgl/ Implementasi & Respon Evaluasi Paraf
Waktu
 Memeriksa tanda dan gejala S: Syahrir
hipovolemia Pasien mengatakan haus
Respon: O:
Pasien mengatakan haus, pasien Terpasang infus RL 20
terlihat pucat, nadi masih teraba tpm, pasien masih
lemah, CRT > 2 detik terlihat pucat, nadi
 Memonitor intake dan output cairan teraba lemah, CRT > 2
Respon: detik
Cairan yang masuk dari infus RL. A:
Cairan yang keluar berupa Masalah belum teratasi
perdarahan ±800 cc dan urin output Indikator A S T
±20cc/jam Kekuatan 1 1 5
 Menghitung kebutuhan cairan nadi
Respon: Output urin 1 1 5
Pengisian 1 1 5
 Memberikan posisi modified vena
trendelenburg P: lanjutkan intervensi
Respon:  Memeriksa tanda dan
Posisi pasien modified trendelenburg gejala hipovolemia

3
 Memberikan asupan cairan oral  Memonitor intake dan
Respon: output cairan
Pasien diberi cairan oral  Memberikan posisi
 Anjurkan menghindari perubahan modified
posisi mendadak trendelenburg
Respon  Memberikan asupan
Posisi pasien modified trendelenburg cairan oral
 Mengkolaborasi pemberian cairan
IV isotonis RL
Respon:
Pasien terpasang inf. RL 20 tpm

4
LAPORAN PENDAHULUAN
MENINGITIS

Disusun oleh:

SYAHRIR ARIF HERBOWO


2011040117

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
A. DEFINISI
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak
dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ
jamur(Smeltzer, 2001). Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan
piamater). Bakteri dan virus merupakan penyebab utama dari meningitis.
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh
salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok,
Hemophilus influenza dan bahan aseptis (Long, 1996). Meningitis adalah peradangan
pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan
proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
B. ETIOLOGI
Bakteri yang dapat menimbulkan meningitis adalah bakteri yang mampu melewati
perlindungan yang dibuat oleh tubuh dan memiliki virulensi poten. Faktor host yang
rentan dan lingkungan yang mendukung memiliki peranan besar dalam patogenesis
infeksi. Pada individu dewasa yang imunokompeten, S. pneumonia dan N.
meningitides adalah patogen utama penyebab meningitis bakteri, karena kedua bakteri
tersebut memiliki kemampuan kolonisasi nasofaring dan menembus SDO. Basil gram
negatif seperti E. coli, S. aureus, S. epidermidis, Klebsiella spp dan Pseudomonas spp
biasanya merupakan penyebab meningitis bakteri nosokomial, yang lebih mudah
terjadi pada pasien kraniotomi, kateterisasi ventrikel internal ataupun eksternal, dan
trauma kepala (Roper dan Brown, 2005; Clarke et al., 2009).Sedangkan bakteri gram
positif berbentuk kokus yang juga merupakan penyebab meningitis bakteri
(meningitis suis) adalah S. suis (Susilawathi et al., 2016)
C. TANDA GEJALA
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering
2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan
koma.
3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sebagai berikut:
a. Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
b. Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan
fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.

1
c. Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut
dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah
satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang
berlawanan.
4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat
purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-
tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur,
sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia: demam tinggi tiba-tiba
muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler
diseminata.
D. PATOFISIOLOGI
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Faktor
predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis,
anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala
dan pengaruh imunologis.
Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan
saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen, semuanya ini
penghubung yang menyokong perkembangan bakteri. Organisme masuk ke dalam
aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah
korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral.
Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen,
vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan
medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral.
Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri
dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier otak),
edema serebral dan peningkatan TIK. Pada infeksi akut pasien meninggal akibat
toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan
kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi
(pada sindrom Waterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel
dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.

2
E. PATHWAY

3
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Analisis CSS dari fungsi lumbal:
a. Meningitis bakterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel
darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positif terhadap
beberapa jenis bakteri.
b. Meningitis virus: tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah
putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya
negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
2. Glukosa serum: meningkat (meningitis).
3. LDH serum: meningkat (meningitis bakteri).
4. Sel darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri).
5. Elektrolit darah: Abnormal.
6. ESR/LED: meningkat pada meningitis.
7. Kultur darah/hidung/tenggorokan/urin: dapat mengindikasikan daerah pusat
infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
8. MRI/scan CT: dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak
ventrikel, hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.
9. Ronsen dada/kepala/sinus: mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu
menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna
sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan
pengobatan meningitis meliputi pemberian antibiotic yang mampu melewati barier
darah otak ke ruang subarachnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan
perkembangbiakan bakteri. Biasanya menggunakan sefaloposforin generasi keempat
atau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotic agar pemberian antimikroba lebih
efektif digunakan.
1. Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa):
a. Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2x sehari maksimal 500 mg selama 1
setengah tahun.
b. Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun.
c. Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3 bulan.
2. Obat anti-infeksi (meningitis bakterial):
a. Sefalosporin generasi ketiga

4
b. Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam IV, 4-6 x sehari
c. Klorafenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari.
3. Pengobatan simtomatis:
a. Antikonvulsi: Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis, atau rectal: 0,4-0,6
mg/kgBB, atau fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau Fenobarbital 5-7
mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari.
b. Antipiretik: parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis.
c. Antiedema serebri: Diuretikosmotik (seperti manitol) dapat digunakan untuk
mengobati edema serebri.
d. Pemenuhan oksigenasi dengan O2.
e. Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik: pemberian tambahan
volume cairan intravena.
H. FOKUS PENGKAJIAN
BREATHING
Inspeksi adanya batuk, sputum, sesak, penggunaan otot bantu napas, palpasi thorax
apabila ada deformitas tulang dada, auskultasi bunyi napas tambahan
BLOOD
Kaji tanda-tanda syok, kaji tanda-tanda infeksi fulminating dengan septicemia
BRAIN
Kaji tingkat kesadaran, fungsi serebri
BLADDER
Kaji output urin, berhubungan dengan perfusi dan penurunan curah jantung
BOWL
Kaji mual muntah karena produksi asam lambung, pada klien meningitis pemenuhan
nutrisi menurun
BONE
Kaji bengkak dan nyeri sendi
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hambatan aliran
darah ke otak.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan secret
pada saluran nafas
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan peningkatan kerja otot
pernafasan

5
4. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fisiologis
5. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis
J. RENCANA TINDAKAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hambatan aliran
darah ke otak
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan tindakan Edema serebra
kepewatan diharapkan tingkat resiko  Monitor adanya kebingungan perubahan pikiran,
ketidakefektifan perfusi jaringan otak keluha pusing, pingsan
berkurang dengan perfusi jaringan  Monitor setatus neurologi dengan ketat dan
serebral Indikator: bandingan dengan nilai normal
 Tidak ada deviasi dari kisaran  Monitor TTV
normal tekanan intracranial  Monitor TIK dan CPP
 Tidak ada saki kepala  Monitor setatus pernafasan
 Tidak ada keadaan pingsan  Catat perubahan pasien dalam merespon terhadap
 Tidak ada refleks saraf terganggu stimulus
 Berikan anti kejang, sesuai kebutuhan
 Hindari fleksi leher
 Latihan rom pasif
 Monitor intake dan out put

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan secret


pada saluran nafas
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan tindakan Airway suction
keperawatan di harapkan  Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
ketidaefektifan bersihan jalan nafas  Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
membaik dengan kriteria hasil suctioning
 Mendemonstrasikan batuk efektif  Informasikan pada klien dan keluarga tentang
dan suara nafas yang bersih, tidak suctioning
ada sianosis dan dyspnea (mampu  Minta klien nafas dalam sebelum suctioning
mengeluarkan sputum, mampu dilakukan
bernafas dengan mudah, tidak ada

6
pursed lips)  Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
 Menunjukkan jalan nafas yang memfasilitasi suction nasotrakeal
paten (klien tidak merasa  Gunakan alat yang steril setiap melakukan
tercekik, irama nafas, frekuensi tindakan
pernafasan dalam rentang normal,  Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam
tidak ada suara nafas abnormal) setelah kateter di keluarkan dari nastrokeal
 Monitor status oksigenasi pasien
 Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
suction
 Hentikan suction dan berikan oksigen apabila
apsien menunjukkan bradikardi, peningkatan
saturasi O2, dll.

3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan peningkatan kerja otot


pernafasan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan tindakan Airway management
keperawatan di harapkan  Buka jalan nafas dengan menggunakan teknik
ketidaefektifan pola nafas Kriteria chin lift atau jaw thrust bila perlu
hasil  Posisikan apsien untuk memaksimalkan ventilasi
 Mendemonstrasikan batuk efektif  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
dan suara nafas yang bersih, tidak jalan nafas buatan
ada sianosis dan dyspnea (mampu  Pasang mayo bila perlu
mengeluarkan sputum, mampu  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
bernafas dengan mudah, tidak ada  Keluarkan secret dengan batuk atau suction
pursed lips)  Auskulatsi suara nafas catat adanya suara nafas
 Menunjukkan jalan nafas yang tambahan
paten (klien tidak
merasa  Lakukan suction pada mayo
tercekik, irama nafas, frekuensi  Berikan bronkodilator bila perlu
pernafasan dalam rentang normal,
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
tidak ada suara nafas abnormal)
lembab
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan

7
keseimbangan
 Monitor respirasi dan status O2
 Oxygen therapy
 Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
 Pertahankan jalan nafas yang paten
 Atur peralatan oksigenasi
 Pertahankan posisi pasien
 Observasi adanya tandatanda hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
 Vital sign monitoring
 Monitor TD, andi, suhu dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR sebelum , selama, dan
setelah aktifitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama pernafasan
 Monitor suara paru

8
MINGGU 2
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU KEDUA KASUS PERTAMA F6

Disusun oleh:

SYAHRIR ARIF HERBOWO


2011040117

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama mahasiswa : Syahrir Arif Herbowo Nama pasien : Tn. D


NIM : 2011040117 Umur : 55 tahun
Hari/tanggal : 4/2/2021 Diagnosa medis : Stemi

Kasus:
Tn. D usia 55 tahun dengan stemi, pasien datang ke IGD rumah sakit dengan keluhan nyeri
dada sejak tadi pagi sekitar jam 3 pagi. Nyeri tidak berkurang saat istirahat, keluar keringat
dingin, nyeri tembus ke punggung. Pasien memiliki riwayat stroke dan riwayat perdarahan.
Skala nyeri 7, hilang timbul seperti tertimpa beban berat di dada kiri tembus ke punggung.
Jalan nafas paten tidak ada sumbatan, napas vesikuler, TTV: RR; 26 x/m, TD; 140/90 mmHg,
N; 104 x/m, S; 36.2, CRT<2 detik. GCS E4M5V6 pupil isokor, kekuatan otot 5/5/5/5. Pasien
diberikan terapi analgetik

I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Jalan napas paten
Li : Gurgling (-), snoring (-), stridor (-)
F : Teraba pergerakan dinding dada
Breathing : Lo : Napas reguler, RR: 26 x/m
Li : Vesikuler, tidak ada suara napas tambahan
F : Perkusi sonor, tidak ada krepitasi, nyeri tekan (+)
Circulation : Lo : Keluar keringat dingin, sianosis (-), riwayat
perdarahan
Li : TD: 140/90 mmHg
F : Akral dngin, CRT <2 detik, N: 104, S: 36,2
Disability : Kesadaran CM, GCS 15, pupil isokor, kekuatan otot 5/5/5/5
Exposure : Tidak ada jejas dan luka
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Pasien mengeluh nyeri dada sejak tadi pagi sekitar jam 3 pagi. Nyeri tidak
berkurang saat istirahat, nyeri tembus ke punggung. Skala nyeri 7, hilang timbul
seperti tertimpa beban berat di dada kiri tembus ke punggung

1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: Pasien mengeluh nyeri Nyeri akut Agen pencedera
dada sejak tadi pagi sekitar fisiologis
jam 3 pagi. Nyeri tidak
berkurang saat istirahat, nyeri
tembus ke punggung. Skala
nyeri 7, hilang timbul seperti
tertimpa beban berat di dada
kiri tembus ke punggung
Do: pasien terlihat meringis,
keluar keringat dingin, TTV:
TD: 140/90mmHg, R: 26x/m,
N: 104 x/m, S: 36,2
a. Diagnosa keperawatan: nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
b. Pathway:
Arterosklerosis, thrombosis

Penurunan darah ke jantung

Kekurangan oksigen dan nutrisi

Iskemik miokard

Nekrosi

Suplai dan kebutuhan oksigen tidak seimbang

Metabolisme anaerob

Timbunan asam laktat meningkat

Nyeri

2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
agen keperawatan selama 1x24 jam O:
pencedera diharapkan tingkat nyeri pasien  Identifikasi lokasi,
fisiologis membaik dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
Indikator A T intensitas, skala nyeri
Keluhan nyeri 1 5  Identifikasi respon
Meringis 1 5 nyeri non verbal
 Identifikasi faktor
Keterangan: yang memperberat dan
1: meningkat memperingan nyeri
2: cukup meningkat T:
3: sedang  Berikan teknik non
4: cukup menurun farmakologis
5: menurun E:
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
K:
 Kolaborasikan
analgetik

3. Implementasi & Evaluasi


Tgl/ Implementasi & Respon Evaluasi Paraf
Waktu
4/2/21  Mengidentifikasi lokasi, S: Pasien masih Syahrir
karakteristik, durasi, frekuensi, mengeluh nyeri dada.
kualitas, intensitas, skala nyeri Nyeri tidak berkurang
Respon: saat istirahat, nyeri
Pasien masih mengeluh nyeri dada. tembus ke punggung.
Nyeri tidak berkurang saat istirahat, Skala nyeri 7, hilang
nyeri tembus ke punggung. Skala timbul seperti tertimpa
nyeri 7, hilang timbul seperti beban berat di dada kiri
tertimpa beban berat di dada kiri tembus ke punggung.
tembus ke punggung. O: pasien meringis, TD:
 Mengidentifikasi respon nyeri non 140/90mmHg, R: 26x/m,
verbal N: 104 x/m, S: 36,2
Respon: A: masalah belum
teratasi

3
Pasien meringis menahan nyeri Indikator A S T
 Mengidentifikasi faktor yang Keluhan 1 1 5
memperberat dan memperingan nyeri
nyeri Meringis 1 1 5
Respon: P: lanjutkan intervensi
Nyeri tidak berkurang saat istirahat  Mengidentifikasi
 Memberikan teknik non lokasi, karakteristik,
farmakologis durasi, frekuensi,
Respon: kualitas, intensitas,
Mengajarkan teknik relaksasi napas skala nyeri
dalam  Mengidentifikasi
 Menjelaskan penyebab, periode, dan respon nyeri non
pemicu nyeri verbal
 Menjelaskan strategi meredakan  Mengidentifikasi
nyeri faktor yang
 Menganjurkan memonitor nyeri memperberat dan
secara mandiri memperingan nyeri
 Mengajarkan teknik  Memberikan teknik
nonfarmakologis non farmakologis
Respon:  Mengkolaborasikan
Mengajarkan teknik relaksasi napas analgetik
dalam
 Mengkolaborasikan analgetik
Respon:
Pasien diberikan analgetik

4
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU KEDUA KASUS KEDUA F7

Disusun oleh:

SYAHRIR ARIF HERBOWO


2011040117

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama mahasiswa : Syahrir Arif Herbowo Nama pasien : Tn. C


NIM : 2011040117 Umur : 40 tahun
Hari/tanggal : 10/2/2021 Diagnosa medis : PPOK

Kasus:
Tn. C usia 40 tahun dengan diagnosa medis PPOK. Pasien datang ke IGD mengeluh sesak
napas sejak 2 hari yang lalu dan batuk berdahak serta tidak nafsu makan. Sesak napas sering
berulang dan pasien tidak bisa mengeluarkan dahaknya. Tidak terdapat sumbatan jalan napas,
napas cepat disertai batuk berdahak, ronkhi (+), R: 28 x/m, TD: 130/90, N: 102 x/m, S: 36,
akral hangat. Hasil pengkajian GCS = E4M5V6 (composmentis), kekuatan otot 5/5/5/5,
terapinya diberikan oksigen NK 4 LPM, infus RL 20 tpm, injeksi ceftriaxone 2x1 gr, injeksi
ranitidin 2x ampul, methylprednisolone 2x62.5 mg dan combivent respule 8 jam.

I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Jalan napas paten
Li : Gurgling (-), snoring (-), stridor (-)
F : Teraba pergerakan dinding dada
Breathing : Lo : Pasien terlihat sesak napas disertai batuk berdahak,
pernapasan cepat, R: 28x/m, terpasang NK 4lpm,
pasien terlihat tidak bisa mengeluarkan dahak
Li : Wheezing (+)
F : Perkusi sonor, tidak ada krepitasi
Circulation : Lo : Sianosis (-), perdarahan (-), turgor kulit lembab
Li : S1S2 lupdup, TD: 130/90 mmHg
F : CRT < 2 detik, S: 36, N: 102x/m, akral hangat
Disability : Kesadaran CM, GCS 15 E4V5M6
Exposure : Tidak terdapat luka/jejas
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Pasien mengatakan sesak napas disertai batuk berdahak. pasien merasakan sesak
napas sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk RS. Sesak napas yang dirasakan pasien
sering berulang.

1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengatakan sesak Bersihan jalan napas tidak Sekresi yang tertahan
napas dan batuk berdahak efektif
Do: pasien terlihat sesak dan
batuk, pasien terlihat tidak
bisa mengeluarkan dahak.
Suara napas wheezing (+),
terpasang nasal kanul 4lpm,
TD: 130/90mmHg, R: 28x/m,
N: 102x/m, S: 36
a. Diagnosa keperawatan: bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang
tertahan
b. Pathway:
Etiologi

Inflamasi pada bronkus

Peningkatan sekret
bronkeolus

Batuk

Bersihan jalan napas tidak
efektif

2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
10/2/21 Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan
19.40 napas tidak keperawatan selama 1x24 jam napas
efektif b.d diharapkan bersihan jalan napas O:
sekresi yang pasien membaik dengan kriteria  Monitor pola napas
tertahan hasil:  Monitor bunyi napas
tambahan
Indikator A T  Monitor sputum
Produksi sputum 1 5 T:
Dispnea 1 5  Posisikan semi fowler
 Beri minum hangat
Keterangan:  Berikan oksigen
1: meningkat E:
2: cukup meningkat
 Ajarkan teknik batuk
3: sedang
efektif
4: cukup menurun
K:
5: menurun
 Kolaborasikan
ekspektoran

3. Implementasi & Evaluasi


Tgl/ Implementasi & Respon Evaluasi Paraf
Waktu
 Memonitor pola napas S: Syahrir
Respon: Pasien mengatakan
Pasien mengatakan masih sesak dan masih sesak
batuk, ireguler, R: 27x/m O:
 Memonitor bunyi napas tambahan Pasien terlihat sesak
Respon: napas dan batuk
Wheezing (+) berdahak, ireguler,
 Memonitor sputum wheezing (+), sputum
Respon: yang keluar berwarna
Sputum putih kekuningan putih kekuningan, NK
 Memposisikan semi fowler 4lpm, R: 27x/m, N:
Respon: 100x/m, TD:
Pasien posisi semi fowler 130/95mmHg
 Memberi minum hangat A:
Respon: Masalah belum teratasi
Pasien diberi minum hangat Indikator A S T
 Memberikan oksigen Produksi 1 1 5
Respon: sputum
Pasien terpasang NK 4lpm Dispnea 1 1 5
 Mengajarkan teknik batuk efektif P: lanjutkan intervensi
Respon:  Memonitor pola napas
Pasien melakukan batuk efektif  Memonitor bunyi
namun belum sputum belum banyak napas tambahan
 Memonitor sputum

3
yang keluar  Memposisikan semi
 Mengkolaborasikan ekspektoran fowler
Respon:  Memberi minum
Pasien diebrikan ekspektoran sesuai hangat
dosis  Mengajarkan teknik
batuk efektif
 Mengkolaborasikan
ekspektoran

4
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU KEDUA KASUS KETIGA F8

Disusun oleh:

SYAHRIR ARIF HERBOWO


2011040117

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama mahasiswa : Syahrir Arif Herbowo Nama pasien : Tn. N


NIM : 2011040117 Umur : 54 tahun
Hari/tanggal : 4/2/2021 Diagnosa medis : UAP

Kasus:
Tn. N usia 54 tahun mengeluh nyeri dada berat seperti tertindih sejak pagi hari jam 10, hilang
timbul, dan menetap sampai maghrib. Skala nyeri 7/10. Nyeri sampai keluar keringat dingin,
lemas, dan nyeri kepala. Pasien mempunyai riwayat CHF, terakhir kontrol di rumah sakit
pasien diberikan nitrokaf 2x2,5 mg dan centrum 1x3 mg, bisoprolol 1,5 mg. Hasil pengkajian
RR: 25 x/m, irama nafas cepat pergerakan dengan dada simetris suara nafas vesikuler, TD;
165/100 mmHg, nadi 102 kali x/m, S; 36, GCS; E4M6V, pupil isokor, kekuatan otot 5/5/5/5.

I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Jalan napas paten
Li : Gurgling snoring stridor (-)
F : Teraba pergerakan dinding dada
Breathing : Lo : Terlihat sesak napas, RR: 25 x/m, irama napas cepat
Li : Vesikuler, suara napas tambahan (-)
F : Perkusi sonor, pergerakan dada simetris
Circulation : Lo : Sianosis (-), perdarahan (-), keringat dingin (+)
Li : S1S2 ireguler, tidak ada suara jantung tambahan,
TD: 165/100 mmHg
F : Akral dingin, CRT < 2 detik, N: 102 x/m, S: 36
Disability : Kesadaran CM, GCS 15, pupil isokor, kekuatan otot 5/5//5/5
Exposure : Tidak ada jejas dan luka.
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Pasien mengeluh nyeri dada berat seperti tertindih sejak pagi hari jam 10, hilang
timbul, dan menetap sampai maghrib. Skala nyeri 7/10. Nyeri sampai keluar
keringat dingin, lemas, dan nyeri kepala.

1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengeluh nyeri Penurunan curah jantung Perubahan kontraktilitas
dada berat seperti tertindih
sejak pagi hari jam 10, hilang
timbul, dan menetap sampai
maghrib, skala nyeri 7/10,
nyeri sampai keluar keringat
dingin, lemas
Do: pasien terlihat meringis
menahan nyeri, N: 102 x/m,
TD: 165/100 mmHg, S1S2
ireguler, terlihat sesak napas,
RR: 25 x/m, irama napas
cepat
a. Diagnosa keperawatan: penurunan curah jantung b.d perubahan
kontraktilitas
b. Pathway:
Faktor resiko dan pencetus

Beban kerja jantung meningkat

Kebutuhan oksigen meningkat

Arteri koroner tidak dapat berdilatasi

Jantung tidak adekuat memompa

Palpitasi, lelah, dispnea

Penurunan curah jantung

2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Penurunan Setelah dilakukan tindakan Perawatan jantung
curah jantung keperawatan selama 1x24 jam O:
b.d perubahan diharapkan curah jantung  Identifikasi tanda
kontraktilitas pasien membaik dengan kriteria gejala primer
hasil: penurunan curah
jantung
Indikator A T  Monitor tekanan darah
Takikardia 1 5  Monitor keluhan nyeri
Lelah 1 5 dada
Dispnea 3 5 T:
 Posisikan semi fowler
Keterangan: dengan kaki ke bawah
1: meningkat  Berikan terapi
2: cukup meningkat relaksasi
3: sedang E:
4: cukup menurun  Anjurkan beraktivitas
5: menurun fisik sesuai toleransi
K:
 Kolaborasikan
antiaritmia jika perlu
3. Implementasi & Evaluasi
Tgl/ Implementasi & Respon Evaluasi Paraf
Waktu
4/2/21  Mengidentifikasi tanda gejala primer S: pasien masih Syahrir
penurunan curah jantung mengeluh nyeri dada
Respon: berat seperti tertindih
N: 104 x/m, S1S2 ireguler, terlihat sejak pagi hari, hilang
sesak napas, RR: 25 x/m, irama timbul, dan menetap
cepat, mengeluh lemas sampai maghrib, skala
 Memonitor tekanan darah nyeri 7/10, nyeri sampai
Respon: keluar keringat dingin,
Tekanan darah 160/105 mmHg lemas, dan nyeri kepala,
 Memonitor keluhan nyeri dada memberat saat
Respon: beraktivitas, mengeluh
Pasien masih mengeluh nyeri dada lemas
berat seperti tertindih sejak pagi hari, O: pasien terlihat
hilang timbul, dan menetap sampai meringis menahan nyeri,
maghrib, skala nyeri 7/10, nyeri N: 104 x/m, S1S2
sampai keluar keringat dingin, ireguler, terlihat sesak
lemas, dan nyeri kepala napas, RR: 25 x/m,
 Memposisikan semi fowler dengan irama napas cepat,
kaki ke bawah tekanan darah 160/105
Respon: mmHg
Posisi pasien semi fowler A: masalah belum
teratasi

3
 Memberikan terapi relaksasi Indikator A S T
 Menganjurkan beraktivitas fisik Takikardia 1 1 5
sesuai toleransi Lelah 1 1 5
 Mengkolaborasikan antiaritmia jika Dispnea 1 3 5
perlu P: lanjutkan intervensi
 Mengidentifikasi tanda
gejala primer
penurunan curah
jantung
 Memonitor tekanan
darah
 Memonitor keluhan
nyeri dada
 Memposisikan semi
fowler dengan kaki ke
bawah

4
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU KEDUA KASUS KEEMPAT F9

Disusun oleh:

SYAHRIR ARIF HERBOWO


2011040117

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama mahasiswa : Syahrir Arif Herbowo Nama pasien : Tn. O


NIM : 2011040117 Umur : 50 tahun
Hari/tanggal : 4/2/2021 Diagnosa medis : Stroke

Kasus:
Tn. O, usia 50 tahun, dengan diagnosa stroke, keluarga mengatakan pasien terjatuh dari kursi
dan sesak nafas pasien hipertensi sejak lama, tidak rutin kontrol, 3 bulan yang lalu keluarga
mengatakan tangan dan kaki pasien tidak bisa digerakkan dan pasien tidak bisa bicara. Tidak
ada sumbatan jalan nafas. Hasil pengkajian RR; 24 x/m, nafas vesikuler, dada simetris irama
teratur, TD: 165/105 mmHg, N: 102 x/m, CRT kurang dari 2 detik, akral hangat, suhu 36.
Hasil pemeriksaan GCS 15, konjungtiva anemis, pupil isokor, kekuatan otot 1515 kelemahan
ekstremitas bagian kanan atas dan bawah dan tidak bisa digerakkan. Saat ini diberikan terapi
oksigen

I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Jalan napas paten
Li : Gurgling, stridor, snoring (-)
F : Teraba pergerakan dinding dada
Breathing : Lo : Irama napas reguler, RR: 24 x/m
Li : Vesikuler, tidak ada suara napas tambahan
F : Perkusi sonor, tidak ada krepitasi
Circulation : Lo : Sianosis (-), perdarahan (-)
Li : S1S2 lupdup, TD: 165/105 mmHg
F : Akral hangat, CRT <2 detik, N: 104 x/m, S: 36
Disability : Konjungtiva anemis, pupil isokor, kekuatan otot 1/5//1/5,
ekstremitas kanan atas bawah lemah, pasien tidak bisa bicara,
GCS 15
Exposure : Tidak ada jejas dan luka
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Keluarga mengatakan pasien terjatuh dari kursi dan sesak nafas pasien hipertensi
sejak lama, tidak rutin kontrol, 3 bulan yang lalu keluarga mengatakan tangan dan
kaki pasien tidak bisa digerakkan dan pasien tidak bisa bicara.

1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: keluarga mengatakan Resiko perfusi serebral Stroke, tidak bisa
pasien terjatuh dari kursi dan tidak efektif bicara, ekstremitas
sesak nafas pasien hipertensi kanan atas bawah tidak
sejak lama, tidak rutin bisa digerakkan
kontrol, 3 bulan yang lalu
keluarga mengatakan tangan
dan kaki pasien tidak bisa
digerakkan dan pasien tidak
bisa bicara
Do: kekuatan otot 1/5//1/5,
ekstremitas kanan atas bawah
lemah, TD: 165/105 mmHg,
RR: 24 x/m, N: 104 x/m, S:
36oC
a. Diagnosa keperawatan: resiko perfusi serebral tidak efektif d.d stroke,
tidak bisa bicara, ekstremitas kanan atas bawah tidak bisa digerakkan
b. Pathway:
Faktor pencetus

Arterosklerosis

Sirkulasi serebral terganggu

Penurunan suplai darah dan O2 ke otak

Resiko perfusi serebral tidak efektif

2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Resiko perfusi Setelah dilakukan tindakan Manajemen
serebral tidak keperawatan selama 1x24 jam peningkatan TIK
efektif d.d diharapkan perfusi serebral O:
stroke, tidak pasien membaik dengan kriteria  Monitor tanda gejala
bisa bicara, hasil: peningkatan TIK
ekstremitas  Monitor MAP
kanan atas Indikator A T  Monitor status
bawah tidak Nilai rata-rata tekanan 1 5 pernapasan
bisa darah T:
digerakkan Tekanan darah sistol 1 5  Berikan posisi semi
Tekanan darah diastol 1 5 fowler
 Pertahankan suhu
Keterangan: tubuh nomal
1: memburuk K:
2: cukup memburuk  Kolaborasikan sedasi
3: sedang dan anti konvulsan
4: cukup meningkat jika perlu
5: meningkat

3. Implementasi & Evaluasi


Tgl/ Implementasi & Respon Evaluasi Paraf
Waktu
4/2/21  Memonitor tanda gejala peningkatan S: keluarga mengatakan Syahrir
TIK tangan dan kaki pasien
Respon: tidak bisa digerakkan
TD: 155/100 mmHg, pola napas dan pasien tidak bisa
reguler bicara
 Memonitor MAP O: TD: 155/100 mmHg,
Respon: pola napas reguler, MAP
118 mmHg 118 mmHg, S: 36,2oC
 Memonitor status pernapasan A: masalah belum
Respon: teratasi
Mengeluh sedikit sesak Indikator A S T
 Memberikan posisi semi fowler Nilai rata- 1 1 5
 Mempertahankan suhu tubuh nomal rata tekanan
Respon: darah
S: 36,2oC Tekanan 1 1 5
 Mengkolaborasikan sedasi dan anti darah sistol
konvulsan, jika perlu Tekanan 1 1 5
darah diastol
P: lanjutkan intervensi
 Memonitor tanda
gejala peningkatan
TIK
 Memonitor MAP

3
 Memonitor status
pernapasan
 Memberikan posisi
semi fowler
 Mempertahankan suhu
tubuh nomal

4
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU KEDUA KASUS KELIMA F10

Disusun oleh:

SYAHRIR ARIF HERBOWO


2011040117

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama mahasiswa : Syahrir Arif Herbowo Nama pasien : Tn. S


NIM : 2011040117 Umur : 50 tahun
Hari/tanggal : 4/2/2021 Diagnosa medis : TB riwayat B20

Kasus:
Pasien TB dengan riwayat HIV AIDS pasien mengeluh sesak nafas setiap hari. Pasien sering
batuk tidak terdapat dahak, respirasi 28 kali permenit, pasien terpasang oksigen RM 8 lpm,
RR: 28 x/m, irama napas cepat pergerakan dinding dada simetris, suara nafas wheezing, TD:
130/80 mmHg, N; 91 x/m, CRT: <2 detik, akral hangat, S;37, GCS; 15. Konjungtiva anemis
pupil isokor 1clera anikterik, kekuatan otot 5/5/5/5. Pasien diberikan terapi nebulizer

I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Jalan napas paten
Li : Gurgling snoring stridor (-)
F : Teraba pergerakan dinding dada
Breathing : Lo : Terlihat sesak napas, terlihat sering batuk, dahak (-),
RR: 28 x/m, irama napas cepat dangkal, dinding
dada simetris, terpasang RM 8 lpm
Li : Wheezing (+)
F : Teraba pergerakan dinding dada simetris
Circulation : Lo : Sianosis perdarahan (-)
Li : S1S2 lupdup, TD: 130/80 mmHg
F : Akral hangat, CRT < 2 detik, N: 91 x/m, S: 37
Disability : Keadaan umum sedang, kesadaran CM, GCS 15,
Konjungtiva anemis pupil isokor 1clera anikterik, kekuatan
otot 5/5/5/5
Exposure : Tidak ada jejas dan luka
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Pasien mengeluh sesak nafas setiap hari. Pasien mengeluh sering batuk namun
tidak terdapat dahak.

1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengeluh sesak Pola napas tidak efektif Penurunan ekspansi
nafas setiap hari, pasien paru
sering batuk tidak terdapat
dahak.
Do: terlihat sesak napas,
terlihat sering batuk namun
dahak (-), RR: 28 x/m, irama
napas cepat dangkal, dinding
dada simetris, terpasang RM
8 lpm, konjungtiva anemis
wheezing (+), TD: 130/80
mmHg, N: 91 x/m, S: 37,
a. Diagnosa keperawatan: pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi
paru
b. Pathway:
Gagal jantung

Darah kembali ke atrium,
ventrikel, dan sirkulasi paru

Jantung hipertrofi

Tekanan pulmonal

Edema paru

Ekspansi paru menurun

Sesak napas

Pola napas tidak efektif

2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Pola napas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
tidak efektif keperawatan selama 1x24 jam O:
b.d penurunan diharapkan pola napas pasien  Monitor frekuensi,
ekspansi paru membaik dengan kriteria hasil: irama, kedalaman, dan
upaya napas.
Indikator A T  Monitor pola napas.
Frekuensi napas 1 5  Auskultasi bunyi
Kedalaman napas 1 5 napas.
T:
Keterangan:  Atur interval
1: memburuk pemantauan respirasi
2: cukup memburuk sesuai kondisi pasien.
3: sedang  Dokumentasikan hasil
4: cukup membaik pemantauan.
5: membaik E:
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan.

3. Implementasi & Evaluasi


Tgl/ Implementasi & Respon Evaluasi Paraf
Waktu
4/2/21  Memonitor frekuensi, irama, S: pasien mengeluh Syahrir
kedalaman, dan upaya napas. masih sesak napas
Respon: O: masih terlihat sesak
Masih terlihat sesak napas, napas napas, napas ireguler,
ireguler, napas masih cepat dan napas masih cepat dan
dangkal, R: 28x/m dangkal, R: 28x/m,
 Memonitor pola napas. wheezing (+), terpasang
Respon: RM 8 lpm
Terlihat sesak napas A:
 Mengauskultasi bunyi napas. Indikator A S T
Respon: Frekuensi 1 1 5
Wheezing (+) napas
 Mengatur interval pemantauan Kedalaman 1 1 5
respirasi sesuai kondisi pasien. napas
Respon: P: lanjutkan intervensi
Pantau respirasi setiap 4 jam sekali  Memonitor frekuensi,
 Mendokumentasikan hasil irama, kedalaman, dan
pemantauan. upaya napas.
 Menjelaskan tujuan dan prosedur  Memonitor pola napas.
pemantauan  Mengauskultasi bunyi
napas.
 Mendokumentasikan
hasil pemantauan.

3
LAPORAN PENDAHULUAN
LAPARATOMI EKSPLORATIF

Disusun oleh:

SYAHRIR ARIF HERBOWO


2011040117

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
A. DEFINISI
Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi
pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen. Laparotomi adalah
pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya perlekatan usus dan
biasanya terjadi pada usus halus, yang mana tujuan prosedur tindakan
pembedahan dengan membuka cavum abdomen adalah untuk eksplorasi (Arif
Mansjoer, 2000).
B. ETIOLOGI
Etiologi sehingga di lakukan laparatomy adalah karena di sebabkan oleh
beberapa hal (Smeltzer, 2001) yaitu;
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang
terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul
atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006). Dibedakan atas 2
jenis yaitu :
a. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium) yang disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
b. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritoneum) yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan,
deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (sit-belt)
2. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga
abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier.
Peritonitis primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial
peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder
disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit
ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid), sementara
proses pembedahan merupakan penyebab peritonitis tersier.
3. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun
penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi
usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan
perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai
usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang

1
memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila
penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa perlengketan
(lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat
atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen), Intusepsi (salah
satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada
dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus (usus besar yang
mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian
menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang
terjadi amat distensi), hernia (protrusi usus melalui area yang lemah dalam
usus atau dinding dan otot abdomen), dan tumor (tumor yang ada dalam
dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan
tekanan pada dinding usus).
4. Apendisitis mengacu pada radang apendiks
Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian
inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah
obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan
mengikis mukosa menyebabkan inflamasi.
C. TANDA GEJALA
1. Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan
2. Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
3. Kelemahan
4. Mual, muntah, anoreksia
5. Konstipasi
D. PATOFISIOLOGI
Rongga abdomen memuat baik organ-organ yang padat maupun yang
berongga. Trauma tumpul kemungkinan besar menyebabkan kerusakan yang
serius bagi organ-organ padat, dan trauma penetrasi sebagian besar melukai
organ-organ berongga. Kompresi dan perlambatan dari trauma tumpul
menyebabkan fraktur pada kapsula dan parenkim organ padat, sementara
organ berongga dapat kolaps dan menyerap energi benturan. Bagaimanapun
usus yang menempati sebagian besar rongga abdomen, rentan untuk
mengalami oleh trauma penetrasi. Secara umum, organ-organ padat
berespons terhadap trauma dengan perdarahan. Organ- organ berongga pecah

2
dan mengeluarkan isinya dan ke dalam rongga peritoneal menyebabkan
peradangan dan infeksi.
Diagnosis dini adalah penting pada trauma abdomen. Pasien yang
memperlihatkan adanya cedera abdomen penetrasi fasia dalam peritoneal,
ketidakstabilan hemodinamik, atau tanda-tanda dan gejala-gejala abdomen
akut dilakukan eksplorasi dengan pembedahan. Pada kebanyakan kasus
trauma abdomen lainnya, dilakukan lavase peritoneal diagnostic (LPD). LPD
yang positif juga mengharuskan dilakukan ekplorasi pembedahan.
Baik LPD ataupun scan CT adalah 100 % diagnostic, sehingga pasien-
pasien trauma dengan hasil negatif harus diobservasi. Dilakukan serangkaian
pengukuran tingkat hematokrit dan amylase. Pengobatan nyeri mungkin
ditunda sehingga tidak mengaburkan tanda-tanda dan gejala-gejala yang
potensial. Masukan per oral juga ditunda untuk berjaga-jaga jika diperlukan
pembedahan. Pasien dikaji untuk mendapatkan tanda-tanda abdomen akut :
distensi, rigiditas, guarding dan nyeri lepas. Eksplorasi pembedahan
menjadi perlu dengan adanya awitan setiap tanda-tanda dan gejala-gejala yang
mengindikasikan cedera. Penggunaan T abdomen telah memperoleh
popularitas dan sering digunakan atau sebagai tambahan pada LPD. Cedera
retroperitoneal, seringkali terlewatkan dengan LPD dan bahkan dengan
pembedahan eksplorasi, sering dapat diidentifikasi dengan CT scan. Namun
CT scan tidak terlalu diandalkan dalam mendeteksi cedera pada organ-organ
berongga
E. PATHWAY
Prosedur Tindakan Medis(Pembedahan)

Operasi Laparatomi

Post Operasi Laparatomi Eksplorasi
↓ ↓ ↓

Nyeri akut Gangguan Resiko infeksi


integritas
kulit/jaring

3
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ;
kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi,
adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.
2. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
3. Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
4. IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran
kencing.
5. Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang
diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang
disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum
pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran
bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih
dahulu.
6. Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan
cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga
peritonium
G. PENATALAKSANAAN
1. Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan
2. Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan.
3. Pemantauan status pernafasan dan CV.
4. Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul jika
diindikasikan.
5. Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex :
komponen darah, albumin, plasma atau pengganti plasma).
6. Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau diuretic
(mengurangi retensi cairan dan edema)
H. FOKUS PENGKAJIAN
1. Breathing
Kepatenan jalan nafas, kedalaman, frekuensi dan karakter pernafasan, sifat
dan bunyi nafas merupakan hal yang harus dikaji pada klien dengan post operasi.
Pernafasan cepat dan pendek sering terjadi mungkin akibat nyeri. Pernafasan
yang bising karena obstruksi oleh lidah dan auskultasi dada didapatkan bunyi
krekels.

4
2. Blood
Pada klien post operasi biasanya ditemukan tanda-tanda syok seperti takikardi,
berkeringat, pucat, hipotensi dan penurunan suhu tubuh.
3. Brain
Kaji tingkat kesadaran dan kondisi umum. Nyeri dirasakan bervariasi, tingkat dan
keparahan nyeri post operasi tergantung pada anggapan fisiologi dan psikologi
individu serta toleransi yang ditimbulkan oleh nyeri.
4. Bladder
Terjadi penurunan haluaran urine dan warna urine menjadi pekat/gelap, terdapat
distensi kandung kemih dan retensi urine.
5. Bowel
Ditemukan distensi abdomen, kembung, mukosa bibir kering, penurunan
peristaltik usus juga biasanya ditemukan. Muntah dan konstipasi akibat
pembedahan.
6. Bone
Kelemahan dan kesulitan ambulasi terjadi akibat nyeri di abdomen dan efek dari
pembedahan atau anastesi sehingga menyebabkan kekakuan otot. Ditemukan luka
akibat pembedahan di area abdomen. Karakteristik luka tergantung pada lamanya
waktu setelah pembedahan.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik
2. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d luka pembedahan
3. Resiko infeksi d.d efek prosedur infasif
J. RENCANA TINDAKAN
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
 Tujuan:  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Rasa nyeri terkontrol atau dapat dikurangi frekwensi, kualitas, dan intensitas nyeri
 Kriteria hasil:  Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri cukup menurun  Identifikasi respon nyeri non verbal
2. Meringis cukup menurun  Identifikasi factor yang memperberat dan
3. Gelisah cukup menurun memperingan nyeri
4. Kesulitan tidur menurun  Berikan teknik non farmakologi (terapi

5
music, kompres hangat, kompres dingin,
teknik relaksasi napas dalam)
 Kontrol lingkungan yang mmperberat rasa
nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Kolaborasi pemberian analgetik, bila
perlu.

2. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d luka pembedahan


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
 Tujuan:  Monitor karakteristik luka
Integritas kulit dan jaringan  Monitor tanda tanda infeksi
meningkat  Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
 Kriteria hasil:  Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih
1. Hidrasi cukup meningkat nontoksik, sesuai kebutuhan
2. Perfusi jaringan cukup  Bersihkan jaringan nekrotik
meningkat  Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
3. Kerusakan jaringan menurun  Pasang balutan sesuai jenis luka
4. Kerusakan lapisan kulit  Pertahankan teknik steril saat melakukan
menurun perawatan luka
5. Kemerahan menurun  Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
 Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori
dan protein
 Kolaborasi prosedur debridement, jika perlu
 Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu

6
3. Resiko infeksi d.d efek prosedur infasif
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
 Tujuan:  Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
Tingkat infeksi menurun sistemik
 Kriteria hasil:  Berikan perawatan kulit pada area edema
1. Kemerahan menurun  Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Nyeri menurun  Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3. Cairan berbau busuk menurun  Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresio
tinggi
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

7
MINGGU 3
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU KETIGA KASUS PERTAMA F1

Disusun oleh:

SYAHRIR ARIF HERBOWO


2011040117

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama mahasiswa : Syahrir Arif Herbowo Nama pasien : Tn. N


NIM : 2011040117 Umur : 54 tahun
Hari/tanggal : 4/2/2021 Diagnosa medis : ICH

Kasus:
Tn. N, Usia 54 tahun, pasien diantar keluarganya ke IGD hari Jumat tanggal 14 Februari 2020
dengan penurunan kesadaran GCS E2MV2, pasien mengeluh nyeri kepala muntah susah
bicara dan mengalami kelemahan anggota gerak. pemeriksaan tanda-tanda vital ditemukan
RR 26 X/menit, napas cepat, suara napas vesikuler tidak ada suara napas tambahan, TD=
140/80, N= 100 x menit /m S= 37°C, CRT: <3 detik, pupil isokor saat dirangsang cahaya
positif, kekuatan otot 5/2/5/2, terapi diberikan sedasi dan antikonvulsan.

I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Osbtruksi jalan napas (-)
Li : Gurgling (-), snoring (-), stridor (-)
F : Teraba pergerakan dinding dada
Breathing : Lo : Pasien terlihat sesak napas, napas cepat, RR: 26 x/m,
Li : Vesikuler, suara napas tambahan (-)
F : Perkusi sonor, tidak ada krepitasi
Circulation : Lo : Pasien muntah, sianosis (-), perdarahan (-)
Li : Bunyi jantung S1S2 lupdup, TD: 140/80 mmHg
F : Akral hangat, CRT <3 detik, N: 100x/m, S: 37°C
Disability : Penurunan kesadaran, GCS E2MxV2, pupil isokor, RC (+),
kelemahan anggota gerak, kekuatan otot 5/2 // 5/2, susah
bicara
Exposure : Tidak ada luka dan jejas
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Pasien diantar keluarganya ke IGD hari Jumat tanggal 14 Februari 2020 dengan
penurunan kesadaran GCS E2MV2, pasien mengeluh nyeri kepala muntah susah
bicara dan mengalami kelemahan anggota gerak.

1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengeluh nyeri Resiko perfusi serebral Penurunan kesadaran,
kepala dan muntah tidak efektif GCS E2MV2,
Do: penurunan kesadaran, kelemahan anggota
GCS E2MxV2, pupil isokor, gerak
RC (+), kelemahan anggota
gerak, kekuatan otot 5/2 //
5/2, terlihat susah bicara
a. Diagnosa keperawatan: resiko perfusi serebral tidak efektif d.d penurunan
kesadaran, GCS E2MV2, kelemahan anggota gerak
b. Pathway:
Faktor penyebab

Perdarahan intracranial

ICH

Darah masuk ke jaringan otak

Hematoma

Penekanan jaringan otak

Peningkatan TIK

Aliran darah dan O2 ke otak menurun

Resiko perfusi serebral tidak

2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Resiko perfusi Setelah dilakukan tindakan Manajemen
serebral tidak keperawatan selama 1x24 jam peningkatan tekanan
efektif d.d diharapkan perfusi serebral intrakranial
penurunan pasien membaik dengan kriteria O:
kesadaran, hasil:  Monitor tanda gejala
GCS E2MV2, peningkatan TIK
kelemahan Indikator A T  Monitor MAP
anggota gerak Sakit kepala 1 5  Monitor status
Gelisah 1 5 pernapasan
Kecemasan 1 5 T:
Demam 1 5  Berikan posisi semi
fowler
Keterangan:  Cegah terjadinya
1: meningkat kejang
2: cukup meningkat  Pertahankan suhu
3: sedang tubuh normal
4: cukup menurun K:
5: menurun  Kolaborasi pemberian
sedasi dan anti
konvulsan

3. Implementasi & Evaluasi


Tgl/ Implementasi & Respon Evaluasi Paraf
Waktu
4/2/21  Memonitor tanda gejala peningkatan S: pasien mengeluh Syahrir
TIK nyeri kepala dan muntah
Respon: O: kesadaran menurun,
Kesadaran menurun, GCS E2MV2, GCS E2MV2, TD
TD: 140/90 mmHg 140/90 mmHg, MAP
 Memonitor MAP 106 mmHg, RR: 25 x/m,
Respon: S: 37oC.
MAP: 106 mmHg A: masalah belum
 Memonitor status pernapasan teratasi
Respon: Indikator A S T
Nafas cepat, RR: 25x/m, terlihat Sakit kepala 1 1 5
sesak, terpasang NK 5 lpm Gelisah 1 1 5
 Memberikan posisi semi fowler Kecemasan 1 1 5
Respon: Demam 1 1 5
Posisi semi fowler P: lanjutkan intervensi
 Mencegah terjadinya kejang  Memonitor tanda
Respon: gejala peningkatan
Pasien tidak kejang TIK
 Mempertahankan suhu tubuh normal  Memonitor MAP
Respon:  Memonitor status
Suhu tubuh 37oC pernapasan

3
 Mengkolaborasikan pemberian  Memberikan posisi
sedasi dan anti konvulsan semi fowler
Respon:  Mencegah terjadinya
Pasien diberikan sedasi dan kejang
antikonvulsan  Mempertahankan suhu
tubuh normal
 Mengkolaborasikan
pemberian sedasi dan
anti konvulsan

4
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU KETIGA KASUS KEDUA F2

Disusun oleh:

SYAHRIR ARIF HERBOWO


2011040117

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama mahasiswa : Syahrir Arif Herbowo Nama pasien : Ny. L


NIM : 2011040117 Umur : 36 tahun
Hari/tanggal : 4/2/2021 Diagnosa medis : Hipoglikemia

Kasus:
Ny L, 36 tahun, pasien datang ke IGD dengan penurunan kesadaran, sebelumnya pasien
mengeluh lemas tampak sedikit sesak nafas respirasi 25 kali permenit pasien mempunyai
riwayat penyakit DM. Hasil KGD: 66 g/dl, keluarga pasien mengatakan pasien tidak nafsu
makan hasil pemeriksaan TTV, RR=25 x/m, irama nafas reguler, pergerakan dinding dada
simetris, vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan, TD=150/70 mmHg, Nadi: 101 x/m, S:36
37°C, CRT: <2 detik, GCS E3 M4 V3, delirium, pupil isokor saat di rangsang cahaya +,
kekuatan otot= 5/5/5/5.

I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Tidak ada obstruksi jalan napas
Li : Gurgling snoring stridor (-)
F : Teraba pernapasan adekuat
Breathing : Lo : Terlihat sedikit sesak napas, irama napas regular,
dinding dada simetris, RR 25x/m
Li : Vesikuler, tidak ada suara napas tambahan
F : Tidak ada nyer tekan
Circulation : Lo : Sianosis (-), perdarahan (-), edema (-)
Li : S1S2 lupdup, TD: 150/70 mmHg
F : N: 101 x/m, akral dingin, S: 36oC
Disability : Kesadaran menurun, GCS E3M4V3, delirium, pupil isokor
saat di rangsang cahaya (+), kekuatan otot 5/5/5/5
Exposure : Tidak ada jejas dan luka
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Pasien mengeluh lemas, keluarga pasien mengatakan pasien tidak nafsu makan.
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengeluh lemas Ketidakstabilan kadar Penggunaan insulin/obat
dan tidak nafsu makan glukosa darah glikemik oral.
Do: pasien terlihat lemah
1
lesu, terlihat sedikit sesak
napas, kesadaran menurun,
GCS E3M4V3, delirium,
pasien memiliki riwayat DM,
pemeriksaan gula darah
pasien 66 g/dL
a. Diagnosa keperawatan: ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d
penggunaan insulin/obat glikemik oral
b. Pathway:
DM 2

Aturan pengobatan yang kompleks

Kegagalan mengikuti aturan pengobatan

Penggunaan terapi insulin/glikemia oral

Ketidakstabilan kadar glukosa darah

2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Ketidakstabilan Setelah dilakukan tindakan Manajemen
kadar glukosa keperawatan selama 1x24 jam hipoglikemia
darah b.d diharapkan kestabilan kadar O:
penggunaan glukosa darah pasien  Identifikasi tanda
insulin/obat membaik dengan kriteria gejala hipoglikemia
glikemik oral hasil: T:
 Berikan karbohidrat
Indikator A T sederhana
Lelah/lesu 1 5  Berikan glucagon
Perilaku aneh 1 5  Berikan karbohidrat
kompleks dan protein
Keterangan: sesuai diet
1: meningkat E:
2: cukup meningkat  Anjurkan membawa
3: sedang karbohidrat sederhana
4: cukup menurun setiap saat
5: menurun  Ajarkan meningkatkan
perawatan mandiri
untuk mencegah
hipoglikemia
K:
 Kolaborasi pemberian
glukagon

3. Implementasi & Evaluasi


Tgl/ Implementasi & Respon Evaluasi Paraf
Waktu
4/2/21  Mengidentifikasi tanda gejala S: pasien mengatakan Syahrir
hipoglikemia masih lemas
Respon: O:
Pasien mengatakan masih lemas pasien masih terlihat
 Memberikan karbohidrat sederhana lemah lesu, terlihat
Respon: sedikit sesak napas,
Pasien diberikan air gula kesadaran menurun,
 Memberikan glucagon GCS E3M4V3, delirium,
Respon: pasien memiliki riwayat
Pasien berikan diberikan glukagon diabetes melitus,
 Memberikan karbohidrat kompleks pemeriksaan gula darah
dan protein sesuai diet pasien 66 g/dL
 Menganjurkan membawa A: masalah belum
karbohidrat sederhana setiap saat teratasi
 Mengajarkan meningkatkan Indikator A S T
perawatan mandiri untuk mencegah Lelah/lesu 1 2 5
hipoglikemia Perilaku 1 2 5
aneh

3
 Mengkolaborasi pemberian P: lanjutkan intervensi
glukagon  Mengidentifikasi tanda
gejala hipoglikemia
 Memberikan
karbohidrat sederhana
 Memberikan glucagon
 Menganjurkan
membawa karbohidrat
sederhana setiap saat
 Mengajarkan
meningkatkan
perawatan mandiri
untuk mencegah
hipoglikemia
 Mengkolaborasi
pemberian glukagon

4
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU KETIGA KASUS KETIGA F3

Disusun oleh:

SYAHRIR ARIF HERBOWO


2011040117

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama mahasiswa : Syahrir Arif Herbowo Nama pasien : Tn. C


NIM : 2011040117 Umur : 87 tahun
Hari/tanggal : 4/2/2021 Diagnosa medis : PPOK

Kasus:
Tn C, usia 87 tahun dengan PPOK, pasien datang ke IGD rumah sakit dengan keluhan sesak
napas memberat sejak 1 bulan terakhir mual dan muntah (-), nyeri dada (-) jalan napas paten,
irama napas tidak teratur, ada retraksi dinding dada, ronkhi (+), RR: 28 x/m, akral hangat,
tidak ada sianosis, TD: 120/80 mmHg, N: 90 x/m, CRT: kurang dari 2 detik S: 36, kesadaran:
CM, pupil isokor 2 mili efek cahaya (+), kekuatan otot 5/5/5/5. Terapi yang telah diberikan
oksigen NK 4 LPM, infus RL 20 TPM injeksi ceftriaxone 2x1 gram, injeksi ranitidin 2x
ampul methylprednisolone 2 x 62,5 mg dan combivent respule 8 jam

I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Jalan napas paten
Li : Gurgling, snoring, stridor (-)
F : Teraba pergerakan dinding dada
Breathing : Lo : Irama napas ireguler, terlihat sesak, RR: 28x/m,
terlihat retraksi dinding dada, terpasang NK 4 lpm
Li : Ronkhi (+)
F : Perkusi sonor, tidak ada krepitasi, nyeri dada (-)
Circulation : Lo : Sianosis (-), perdarahan (-)
Li : S1S2 lupdup, TD: 120/80 mmHg
F : CRT <2 detik, akral hangat, S: 36oC, N: 90 x/m
Disability : Kondisi umum baik, kesadaran CM, GCS 15. Kekuatan otot
5/5/5/5, pupil isokor 2/2, reflek cahaya (+)
Exposure : Tidak ada jejas dan luka
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Sesak napas memberat sejak 1 bulan terakhir
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengatakan sesak Pola napas tidak efektif Penurunan ekspansi
napas memberat sejak 1 paru
bulan terakhir
1
Do: irama napas ireguler,
pasien terlihat sesak napas,
RR: 28x/m, terlihat retraksi
dinding dada, NK 4 lpm,
terdengar suara napas ronkhi
S: 36oC, N: 90 x/m,
a. Diagnosa keperawatan: pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi
paru
b. Pathway:
Faktor pencetus

PPOK

Perubahan anatomis parenkim paru

Pembesaran alveoli

Hiperatropi kelenjar mukosa

Penyempitan saluran napas secara
periodik

Ekspansi paru menurun

Suplai O2 tidak adekuat

Hipoksia

Sesak

Pola napas tidak efektif

2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Pola napas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
tidak efektif keperawatan selama 1x24 jam O:
b.d penurunan diharapkan pola napas pasien  Monitor frekuensi,
ekspansi paru membaik dengan kriteria hasil: irama, kedalaman, dan
upaya napas.
Indikator A T  Monitor pola napas.
Frekuensi napas 1 5  Auskultasi bunyi
Kedalaman napas 1 5 napas.
T:
Keterangan:  Atur interval
1: memburuk pemantauan respirasi
2: cukup memburuk sesuai kondisi pasien.
3: sedang E:
4: cukup membaik  Jelaskan tujuan dan
5: membaik prosedur pemantauan.

3. Implementasi & Evaluasi


Tgl/ Implementasi & Respon Evaluasi Paraf
Waktu
4/2/21  Memonitor frekuensi, irama, S: pasien mengatakan Syahrir
kedalaman, dan upaya napas. masih sesak napas
Respon: O: Irama napas ireguler,
Irama napas ireguler, RR: 27 x/m, RR: 27 x/m, pernapasan
pernapasan cepat dan dangkal cepat dan dangkal,
 Memonitor pola napas. pasien terlihat sesak
Respon: napas, retraksi dinding
Pasien terlihat sesak napas, retraksi dada (+), ronkhi (+)
dinding dada (+) A: masalah belum
 Mengauskultasi bunyi napas. teratasi
Respon: Indikator A S T
Ronkhi (+) Frekuensi 1 1 5
 Mengatur interval pemantauan napas
respirasi sesuai kondisi pasien. Kedalaman 1 1 5
 Menjelaskan tujuan dan prosedur napas
pemantauan. P: lanjutkan intervensi
 Memonitor frekuensi,
irama, kedalaman, dan
upaya napas.
 Memonitor pola napas.
 Mengauskultasi bunyi
napas.

3
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU KETIGA KASUS KEEMPAT F4

Disusun oleh:

SYAHRIR ARIF HERBOWO


2011040117

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama mahasiswa : Syahrir Arif Herbowo Nama pasien : Tn. D


NIM : 2011040117 Umur : 52 tahun
Hari/tanggal : 4/2/2021 Diagnosa medis : CKD

Kasus:
Tn. D usia 52 tahun pasien anemia dengan CKD, pasien datang ke IGD rumah sakit rujukan
dari rumah sakit A dengan keluhan sesak nafas dua hari sebelum masuk rumah sakit yang
memberat saat berbaring, pucat lemas mual. Pasien mengatakan belum pernah cuci darah,
terapi yang sudah
diberikan oksigen 3 L/m, NaCl 0,9 10 TPM furosemid 3x1 ampul, terapi asam folat 3x1
tablet, transfusi PRC 2 kolf. Suara nafas wheezing, ada retraksi dinding dada, 28 x/m, TD:
155/95 mmHg, Nadi: 65 kali /m, CRT; < 2 detik, turgor kulit baik, S: 36, kesadaran compos
mentis GCS E5M4V6 diameter isokor diameter (2 mm) respon cahaya positif, kekuatan otot
5/5/5/5

I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Jalan napas paten
Li : Gurgling, stridor, snoring (-)
F : Teraba pergerakan dinding dada
Breathing : Lo : Terlihat sesak napas dan memberat, terlihat retraksi
dinding dada, terpasang NK 3 lpm, RR: 28 x/m,
irama ireguler
Li : Wheezing (+)
F : Perkusi sonor
Circulation : Lo : Sianosis (-), perdarahan (-)
Li : S1S2 lupdup, TD: 155/95 mmHg
F : Turgor kulit baik, CRT < 2 detik, N: 65 x/m
Disability : Keadaan umum: sedang, kesadaran CM, GCS 15, pupil
isokor 2/2mm, RC (+), kekuatan otot 5/5/5/5
Exposure : Tidak ada jejas dan luka
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Pasien mengeluh sesak napas dua hari sebelum masuk rumah sakit yang memberat
saat berbaring, pucat, lemas, dan mual. Pasien mengatakan belum pernah cuci
darah.

1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengeluh sesak Pola napas tidak efektif Hiperventilasi
napas dua hari sebelum
masuk rumah sakit yang
memberat saat berbaring,
pucat, lemas, dan mual
Do: terlihat sesak napas dan
memberat, terlihat retraksi
dinding dada, terpasang NK
3 lpm, RR: 28 x/m, irama
ireguler, wheezing (+), TD:
155/95 mmHg, N: 65 x/m.
a. Diagnosa keperawatan: pola napas tidak tidak efektif b.d hiperventilasi
b. Pathway:
CKD

Tidak mampu mengekskresikan asam

Asidosis

Hiperventilasi

Pola napas tidak efektif

2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Pola napas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
tidak efektif keperawatan selama 1x24 jam O:
b.d diharapkan pola napas pasien  Monitor frekuensi,
hiperventilasi membaik dengan kriteria hasil: irama, kedalaman, dan
upaya napas.
Indikator A T  Monitor pola napas.
Dispnea 1 5  Auskultasi bunyi
Penggunaan otot 1 5 napas.
bantu napas T:
Ortopnea 1 5  Atur interval
pemantauan respirasi
Keterangan: sesuai kondisi pasien.
1: meningkat E:
2: cukup meningkat  Jelaskan tujuan dan
3: sedang prosedur pemantauan.
4: cukup menurun
5: menurun

3. Implementasi & Evaluasi


Tgl/ Implementasi & Respon Evaluasi Paraf
Waktu
 Memonitor frekuensi, irama, S: pasien mengatakan Syahrir
kedalaman, dan upaya napas. sesak napas memberat
Respon: saat berbaring
Terlihat sesak napas dan memberat, O: terlihat sesak napas
R: 26x/m, ireguler dan memberat, R:
 Memonitor pola napas. 26x/m, ireguler, retraksi
Respon: dinding dada (+),
Pasien terlihat sesak napas, retraksi wheezing (+),
dinding dada (+) A: masalah belum
 Mengauskultasi bunyi napas. teratasi
Respon: Indikator A S T
Wheezing (+) Dispnea 1 1 5
 Mengatur interval pemantauan Penggunaan 1 1 5
respirasi sesuai kondisi pasien. otot bantu
 Menjelaskan tujuan dan prosedur napas
pemantauan. Ortopnea 1 1 5
P: lanjutkan intervensi
 Memonitor frekuensi,
irama, kedalaman, dan
upaya napas.
 Memonitor pola napas.
 Mengauskultasi bunyi
napas.

3
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU KETIGA KASUS KELIMA F5

Disusun oleh:

SYAHRIR ARIF HERBOWO


2011040117

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama mahasiswa : Syahrir Arif Herbowo Nama pasien : Tn. G


NIM : 2011040117 Umur : 45 tahun
Hari/tanggal : 4/2/2021 Diagnosa medis : Cephalgia kronik

Kasus:
Tn. G, usia 45 tahun dengan cephalgia kronik, pasien datang ke IGD RS dengan keluhan sakit
kepala berulang sejak 1 bulan dari kepala seperti ditusuk-tusuk berat jika dibawa aktivitas
dan berkembang saat istirahat nyeri kepala dengan skala 6 secara hilang timbul namun nyeri
dirasa memberat dua hari ini, pasien pernah pingsan, sakit sudah dialami selama 2 tahun.
Hasil pengkajian irama nafas teratur suara nafas vesikuler tidak terlihat otot bantu pernafasan
RR 24 X/m, akral hangat, tidak ada sianosis, TD: 138/83 mmHg, N: 81 x/m CRT < 2 detik,
tidak ada perdarahan lembab turgor kulit baik tidak ada dekubitus. Suhu: 36,2, GCS E4M5V6
pupil isokor respon cahaya positif kekuatan otot 5/5/5/5. Terapi ketorolac 1x3 ampul,
ranitidin 3x1 ampul, infus RL 12 TPM

I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Jalan napas paten
Li : Gurgling, stridor, snoring (-)
F : Teraba pergerakan dinding dada
Breathing : Lo : Dispnea (-), otot bantu napas (-), irama napas
reguler, RR: 24x/m
Li : Vesikuler, tidak ada suara napas tambahan
F : Perkusi sonor, krepitasi (-)
Circulation : Lo : Sianosis (-), perdarahan (-), turgor kulit baik
Li : S1S2 lupdup, TD: 138/83 mmHg
F : Akral hangat, CRT <2 detik, N: 81x/m, S: 36,2oC
Disability : Keadaan umum sedang, kesadaran CM, GCS E4M5V6, pupil
isokor, respon cahaya (+), kekuatan otot 5/5/5/5
Exposure : Tidak ada luka, jejas, dan dekubitus
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Pasien mengeluh sakit kepala berulang sejak 1 bulan. Sakit kepala terasa seperti
ditusuk-tusuk, memberat jika dibawa aktivitas dan berkembang saat istirahat
dengan skala 6/10, terasa hilang timbul, namun nyeri dirasa memberat dua hari ini,
sakit sudah dialami selama 2 tahun

1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengeluh sakit Nyeri kronis Tekanan emosional
kepala berulang sejak 1
bulan. Sakit kepala terasa
seperti ditusuk-tusuk,
memberat jika dibawa
aktivitas dan berkembang
saat istirahat dengan skala
6/10, terasa hilang timbul,
namun nyeri dirasa memberat
dua hari ini, sakit sudah
dialami selama 2 tahun,
pasien mengatakan sempat
pingsan
Do: pasien terlihat meringis
menahan nyeri, TD: 138/83
mmHg, N: 81x/m, S: 36,2oC
RR: 24 x/m
a. Diagnosa keperawatan: nyeri kronis b.d tekanan emosional
b. Pathway:
Non trauma

Beban pikiran

Stress psikologis

Hormon kortisol meningkat

Vasokontriksi pembuluh darah otak

Sakit kepala

Nyeri kronis

2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Nyeri kronis Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
b.d tekanan keperawatan selama 1x24 jam O:
emosional diharapkan tingkat nyeri pasien  Identifikasi lokasi,
membaik dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
Indikator A T intensitas, skala nyeri
Keluhan nyeri 1 5  Identifikasi respon
Meringis 1 5 nyeri non verbal
 Identifikasi faktor
Keterangan: yang memperberat dan
1: meningkat memperingan nyeri
2: cukup meningkat T:
3: sedang  Berikan teknik non
4: cukup menurun farmakologis
5: menurun E:
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
K:
 Kolaborasikan
analgetik

3. Implementasi & Evaluasi


Tgl/ Implementasi & Respon Evaluasi Paraf
Waktu
4/2/21  Mengidentifikasi lokasi, S: pasien mengatakan Syahrir
karakteristik, durasi, frekuensi, sakit kepala terasa
kualitas, intensitas, skala nyeri seperti ditusuk-tusuk,
Respon: terasa memberat saat
Pasien mengatakan sakit kepala beraktivitas dan
terasa seperti ditusuk-tusuk, berkembang saat
memberat saat beraktivitas dan beristirahat dengan skala
berkembang saat istirahat dengan nyeri 6 dari 10, sakit
skala nyeri 6 dari 10, terasa hilang kepala terasa hilang
timbul timbul
 Mengidentifikasi respon nyeri non O: pasien terlihat
verbal meringis untuk menahan
Respon: nyeri

3
Pasien meringis menahan nyeri A: masalah belum
 Mengidentifikasi faktor yang teratasi
memperberat dan memperingan Indikator A S T
nyeri Keluhan 1 1 5
Respon: nyeri
Nyeri memberat saat aktivitas Meringis 1 1 5
 Memberikan teknik non P: lanjutkan intervensi
farmakologis  Mengidentifikasi
Respon: lokasi, karakteristik,
Mengajarkan teknik relaksasi napas durasi, frekuensi,
dalam kualitas, intensitas,
 Menjelaskan penyebab, periode, dan skala nyeri
pemicu nyeri  Mengidentifikasi
 Menjelaskan strategi meredakan respon nyeri non
nyeri verbal
 Menganjurkan memonitor nyeri  Mengidentifikasi
secara mandiri faktor yang
 Mengajarkan teknik memperberat dan
nonfarmakologis memperingan nyeri
Respon:  Memberikan teknik
Mengajarkan teknik relaksasi napas non farmakologis
dalam  Mengkolaborasikan
 Mengkolaborasikan analgetik analgetik
Respon:
Pasien diberikan ketorolac 1x3
ampul

4
LAPORAN PENDAHULUAN
CEPHALGIA

Disusun oleh:

SYAHRIR ARIF HERBOWO


2011040117

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
A. DEFINISI
Chepalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama
manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat
menunjukkan penyakit organik (neurologi atau penyakit lain), respon stress,
vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi
respon tersebut (Soemarmo, 2009)
Cephalgia (nyeri kepala) adalah nyeri yang berlokasi di atas garis
orbitomeatal.Nyeri kepala biasanya merupakan suatu gejala dari penyakit dan dapat
terjadi dengan atau tanpa adanya gangguan organik. Ada pendapat yang mengatakan
bahwa nyeri wajah/nyeri fasialis dan nyeri kepala berbeda, namun pendapat lain ada
yang menganggap wajah itu sebagai bagian depan kepala yang tidak ditutupi rambut
kepala. (Lionel, 2007)
Chepalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di belakang
mata sertaperbatasan antara leher dan kepala bagian belakang. Chepalgia atau sakit
kepala adalah salahsatu keluhan fisik paling utama manusia. Sakit kepala pada
kenyataannya adalah gejala bukanpenyakit dan dapat menunjukkan penyakit organik
(neurologi atau penyakit lain), respon stress,vasodilatasi (migren), tegangan otot
rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut(Weiner& Levitt, 2005).

B. ETIOLOGI
Menurut Papdi (2012) Sakit kepala sering berkembang dari sejumlah faktor resiko
yang umum yaitu:
1. Penggunaan obat yang berlebihan
Menggunakan terlalu banyak obat dapat menyebabkan otak kesebuah keadaan
tereksasi,yang dapat memicu sakit kepala. Penggunaan obat yang berlebihan
dapat menyebabkanrebound sakit kepala (tambah parah setiap diobati).
2. Stress
Stress adalah pemicu yang paling umum untuk sakit kepala, termasuk sakit kepala
kronis.Stress menyebabkan pembuluh darah di otak mengalami penegangan
sehinggamenyebabkan sakit kepala.
3. Masalah tidur
Kesulitan tidur merupakan faktor resiko umum untuk sakit kepala. Karena hanya
sewaktutidur kerja seluruh tubuh termasuk otak dapat beristirahat pula.
4. Kegiatan berlebihan

1
Kegiatan atau pekerjaan yang berlebihan dapat memicu datangnya sakit kepala,
termasuk hubungan seks. Kegiatan yang berlebihan dapat membuat pembuluh
darah di kepala danleher mengalami pembengkakan.
5. Kafein
Sementara kafein telah ditujukan untuk meningkatkan efektifitas ketika
ditambahkan kebeberapa obat sakit kepala. Sama seperti obat sakit kepala
berlebihan dapat memperburuk gejala sakit kepala, kafein yang berlebihan juga
dapat menciptakan efek rebound (tambahparah setiap kali diobati).
6. Rokok
Rokok merupakan faktor resiko pemicu sakit kepala. Kandungan nikotin dalam
rokok dapat membuat pembuluh darah menyempit.
7. Alkohol
Alkohol menyebabkan peningkatan aliran darah ke otak. Sama seperti
rokok,alkohol jugamerupakan faktor resiko umum penyebab sakit kepala.
8. Penyakit atau infeksi seperti meningitis (infeksi selaput otak), saraf terjepit di
leher atau bahkan tumor

C. TANDA GEJALA
1. Nyeri kepala dapat unilateral atau bilateral.
2. Nyeri terasa di bagian dalam mata atau pada sudut mata bagian dalam, lebih
sering didaerah fronto temporal .
3. Nyeri dapat menjalar di oksiput dan leher bagian atas atau bahkan leher bagian
bawah.
4. Ada sebagian kasus dimulai dengan nyeri yang terasa tumpul mulai di leher
bagian atas menjalar ke depan.
5. Kadang pada di seluruh kepala dan menjalar ke bawah sampai muka.
6. Nyeri tumpul dapat menjadi berdenyut-denyut yang semakin bertambah sesuai
dengan pulsasi dan selanjutnya konstan.
7. Penderita pucat, wajah lebih gelap dan bengkak di bawah mata.
8. Muka merah dan bengkak pada daerah yang sakit.
9. Kaki atau tangan berkeringat dan dingin.
10. Biasanya oliguria sebelum serangan dan poliuria setelah serangan.
11. Gangguan gastrointestinal berupa mual, muntah, dan lain-lain.

2
12. Kadang-kadang terdapat kelainan neurologik yang menyertai, timbul kemudian
atau mendahului serangan

D. PATOFISIOLOGI
Menurut Sidharta (2008), sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan
terhadap bagian-bagian di wilayah kepaladan leher yang peka terhadap nyeri.
Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka nyeri ialahotot-otot oksipital, temporal
dan frontal, kulit kepala, arteri-arteri subkutis dan periostium.Tulang tengkorak
sendiri tidak peka nyeri. Bangunan-bangunan intracranial yang peka nyeriterdiri dari
meninges, terutama dura basalis dan meninges yang mendindingi sinus venosus
sertaarteri-arteri besar pada basis otak. Sebagian besar dari jaringan otak sendiri tidak
peka nyeri.Peransangan terhadap bagian-bagian itu dapat berupa :
1. Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis
2. Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau
setelahdilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.
3. Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial, penyumbatan
jalanlintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema serebri atau tekanan
intrakranial yangmenurun tiba-tiba atau cepat sekali.
4. Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi
umum,intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan metabolik
(sepertihipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian obat
vasodilatasi, keadaan paskacontusio serebri, insufisiensi serebrovasculer akut).
5. Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren dan
clusterheadache) dan radang (arteritis temporalis)
6. Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala, seperti
padaspondiloartrosis deformans servikalis.

Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus
(sinusitis),baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III yang
mendesak gigi)dan daerah leher (spondiloartritis deforman servikalis.Ketegangan otot
kepala, leher bahu sebagai manifestasi psikoorganik pada keadaandepresi dan stress.

3
E. PATHWAY

4
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen kepala : mendeteksi fraktur dan penyimpangan struktur.
2. Rontgen sinus : Mengkonfirmasi diagnosa sinusitis dan mengidentifikasi
masalah-masalah struktur, malformasi rahang.
3. Pemeriksaan visual : ketajaman, lapang pandang, refraksi, membantu dalam
menentukan diagnosa banding.
4. CT scan Otak : Mendeteksi masa intracranial, perpindahan ventrikuler atau
hemoragi Intracranial.
5. Sinus : Mendeteksi adanya infeksi pada daerah sfenoldal dan etmoidal
6. MRI : Mendeteksi lesi/abnormalitas jaringan, memberikan informasi tentang
biokimia, fisiologis dan struktur anatomi.
7. Ekoensefalografi : mencatat perpindahan struktur otak akibat trauma, CSV atau
space occupaying lesion.
8. Elektroensefalografi : mencatat aktivitas otak selama berbagai aktivitas saat
episode sakit kepala.
9. Angeografi serebral : Mengidentifikasi lesivaskuler.
10. HSD : leukositosis menunjukkan infeksi, anemia dapat menstimulasi migren.
11. Laju sedimentasi : Mungkin normal, menetapkan ateritis temporal, meningkat
pada inflamasi.
12. Elektrolit : tidak seimbang, hiperkalsemia dapat menstimulasi migren.
13. Pungsilumbal : Untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan CSS, adanya
sel-sel abnormal dan infeksi.

G. PENATALAKSANAAN
1. Migren
a. Terapi Profilaksis
1) Menghindari pemicu
2) Menggunakan obat profilaksis secara teratur
Profilaksis: bukan analgesik, memperbaiki pengaturan proses fisiologis
yang mengontrol aliran darah dan aktivitas system syaraf
b. Terapi abortif menggunakan obat-obat penghilang nyeri dan/atau
vasokonstriktor. Obat-obat untuk terapi abortif
1) Analgesik ringan : aspirin (drug of choice), parasetamol

5
2) NSAIDS :Menghambat sintesis prostaglandin, agragasi platelet, dan
pelepasan 5-HT. Naproksen terbukti lebih baik dari ergotamine. Pilihan
lain : ibuprofen, ketorolak
3) Golongan triptan
a) Agonis reseptor 5-HT1D menyebabkan vasokonstriksi Menghambat
pelepasan takikinin, memblok inflamasi neurogenikEfikasinya setara
dengan dihidroergotamin, tetapi onsetnya lebih cepat
b) Sumatriptan oral lebih efektif dibandingkan ergotamin per oral
c) Ergotamin: Memblokade inflamasi neurogenik dengan menstimulasi
reseptor 5-HT1 presinapti. Pemberian IV dpt dilakukan untuk
serangan yang berat
d) Metoklopramid : Digunakan untuk mencegah mual muntah. Diberikan
15-30 min sebelum terapi antimigrain, dapat diulang setelah 4-6 jam
e) Kortikosteroid : Dapat mengurangi inflamasi. Analgesik opiate.
Contoh : butorphanol
c. Obat untuk terapi profilaksis
1) Beta bloker. Merupakan drug of choice untuk prevensi migraine. Contoh:
atenolol, metoprolol, propanolol, nadolol. Antidepresan trisiklik Pilihan:
amitriptilin, bisa juga: imipramin, doksepin, nortriptilin Punya efek
antikolinergik, tidak boleh digunakan untuk pasien glaukoma atau
hiperplasia prostat
2) Metisergid. Merupakan senyawa ergot semisintetik, antagonis 5-HT2.
Asam/Na Valproat dapat menurunkan keparahan, frekuensi dan durasi
pada 80% penderita migraine.
3) NSAID. Aspirin dan naproksen terbukti cukup efektif. Tidak disarankan
penggunaan jangka panjang karena dapat menyebabkan gangguan GI
4) Verapamil. Merupakan terapi lini kedua atau ketiga
5) Topiramat. Sudah diuji klinis, terbukti mengurangi kejadian migrain
2. Sakit kepala tegang otot
a. Terapi Non-farmakologi
1) Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20 sampai
30 menit.
2) Perubahan posisi tidur.
3) Pernafasan dengan diafragma atau metode relaksasi otot yang lain.

6
4) Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah
5) Pencahayaan yang tepat untuk membaca, bekerja, menggunakan komputer,
atau saat menonton televisi
6) Hindari eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising
7) Hindari suhu rendah pada saat tidur pada malam hari
b. Terapi farmakologi
Menggunakan analgesik atau analgesik plus ajuvan sesuai tingkat nyeri
Contoh : Obat-obat OTC seperti aspirin, acetaminophen, ibuprofen atau
naproxen sodium. Produk kombinasi dengan kafein dapat meningkatkan efek
analgesic. Untuk sakit kepala kronis, perlu assesment yang lebih teliti
mengenai penyebabnya, misalnya karena anxietas atau depresi. Pilihan
obatnya adalah antidepresan, seperti amitriptilin atau antidepresan lainnya.
Hindari penggunaan analgesik secara kronis memicu rebound headache
3. Cluster headache
a. Sasaran terapi : menghilangkan nyeri (terapi abortif), mencegah serangan
(profilaksis)
b. Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor cerebral
c. Obat-obat terapi abortif:
1) Oksigen
2) Ergotamin. Dosis sama dengan dosis untuk migrain
3) Sumatriptan. Obat-obat untuk terapi profilaksis:Verapamil, Litium,
Ergotamin, Metisergid, Kortikosteroid, Topiramat

H. FOKUS PENGKAJIAN
1. Aktivitas / Istirahat
Lelah, letih, malaise, ketegangan mata, kesulitan membaca, insomnia
2. Sirkulasi
Denyutan vaskuler misalnya daerah temporal pucat, wajah tampak kemerahan
3. Integritas ego
Ansietas, peka rangsang selama sakit kepala
4. Makanan / Cairan
Mual / muntah, anoreksia selama nyeri
5. Neuro sensori
Pening, Disorientasi (selama sakit kepala)

7
6. Kenyamanan
Respon emosional/perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah
7. Interaksi social
Perubahan dalam tanggung jawab peran
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri akut b.d agen cedera (fisiologis, zat kimia, fisik, psikologis)
2. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, hospitalisasi.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah,
anoreksia dan intake inadekuat
J. RENCANA TINDAKAN
1. Nyeri akut b.d agen cedera (fisiologis, zat kimia, fisik, psikologis)
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
 Tujuan:  Lakukan pengkajian karakteristik nyeri klien.
Rasa nyeri terkontrol atau dapat  Lakukan pengukuran TTV.
dikurangi  Berikan kompres dingin pada kepala.
 Kriteria hasil:  Ajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam/ distraksi.
Nyeri berkurang ditandai dengan  Berikan posisi yang nyaman sesuai pasien.
klien melaporkan nyeri berkurang  Kolaborasi pemberian obat analgetik.
dengan skala nyeri ringa (1-3),
ekspresi wajah rileks, TTV dalam
batas normal
2. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, hospitalisasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
 Tujuan:  Kaji tingkat ansietas. Bantu pasien
Ansietas berkurang atau hilang mengidentifikasi keterampilan koping yang telah
 Kriteria hasil: dilakukan dengan berhasil pada masa lalu.
Tampak rileks dan melaporkan  Dorong pasien untuk mengungkapkan
ansietas berkurang pada tingkat perasaannya dan berikan umpan balik
yang dapat diatasi  Berikan lingkungan tenang dan istirahat
 Berikan informasi tentang proses penyakit dan
antisipasi tindakan.
 Kolaborasi pemberian obat sedative.

8
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
 Tujuan:  Lakukan pengkajian masalah gangguan tidur
Kebutuhan tidur terpenuhi pasien, karakteristik dan penyebab kurang tidur
 Kriteria hasil  Anjurkan klien untuk relaksasi pada waktu akan
1. Memahami faktor yang tidur
menyebabkan gangguan tidur  Ciptakan suasana dan lingkungan yang nyaman
2. Dapat menangani penyebab  Kolaborasi pemberian obat
tidur yang tidak adekuat
3. Tanda - tanda kurang tidur dan
istirahat tidak ada

4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah,


anoreksia dan intake inadekuat
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
 Tujuan:  Kaji intake makanan
Tidak terjadi perubahan nutrisi  Berikan kebersihan oral
kurang dari kebutuhan  Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik,
 Kriteria hasil: lingkungan menyenangkan, dengan situasi tidak
1. Kebutuhan nutrisi adekuat terburu-buru
ditandai dengan peningkatan  Kolaborasi pemberian obat-obatan antiemetik
berat badan
2. Menunjukkan peningkatan
selera makan
3. Klien menghabiskan porsi
makanan yang diberikan

9
LAPORAN ANALISIS ARTIKEL
“EXPIRATORY FLOW ACCELERATOR (EFA) TECHNIQUE ON MUCUS
HYPERSECRETION OF COPD PATIENTS WITH REDUCED COUGH
EFFICIENCY AFTER A SEVERE EXACERBATION”

Disusun oleh:

SYAHRIR ARIF HERBOWO


2011040117

PROGRAM STUDI PROFESI


NERS FAKULTAS ILMU
KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2021
A. Resume Artikel
Judul penelitian : Expiratory Flow Accelerator (EFA) technique on mucus
hypersecretion of COPD patients with reduced cough
efficiency after a severe exacerbation.
Peneliti : Elisabetta Zampogna, Ernesto Crisafulli, Michele D’Andria,
Cristina Gregorini, Giorgio Bellelli, Etienne Lucini, Silvia
Faverzani, Dina Visca, Antonio Spanevello, Nicola
Schiavone, Alfredo Chetta, and Andrea Zanini.
Latar belakang : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sering ditandai
dengan eksaserbasi yang berdampak negatif pada kualitas
hidup pasien, mempercepat perkembangan penyakit, dan
dapat mengakibatkan kematian. Teknik pembersihan jalan
napas melibatkan kemampuan fisik pasien untuk
meningkatkan pembuangan dahak dari saluran napas.
Hipersekresi dahak berdampak negatif pada Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK). Teknik Expiratory Flow
Accelerator (EFA) menghilangkan dahak secara noninvasif
dengan mempercepat aliran ekspirasi.
Tujuan penelitian : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan
efikasi Expiratory Flow Accelerator (EFA) dengan botol
tekanan ekspirasi positif non-osilasi (PEP) dalam
pembersihan saluran napas pada PPOK dengan hipersekresi
dan mengurangi efisiensi batuk setelah eksaserbasi parah.
Metode : Penelitian prospektif, acak, dan penelitian open-label.
Hasil penelitian : Hasil penelitian ini adalah bahwa EFA dapat meningkatkan
pembersihan jalan napas pada pasien, meningkatkan volume
paru-paru dan kekuatan otot inspirasi seshingga mengurangi
beban yang dirasakan bronkus.
Kelebihan : Kriteria pasien yang rinci megurangi bias pada hasil
penelitian.
Kekurangan : Ukuran sampel yang kecil mungkin membatasi validitas
hasil yang diamati.
B. Analisis PICO/PICOT
Judul penelitian : Expiratory Flow Accelerator (EFA) technique on mucus
hypersecretion of COPD patients with reduced cough
efficiency after a severe exacerbation.
Tempat publikasi : Integrative Clinical Medicine volume 3: 1-6
2019
doi: 10.15761/ICM.1000168
Problem : Pasien PPOK dengan hipersekresi dahak kronis dengan
penurunan efisiensi batuk.
Intervention : Kelompok studi menerima 10 sesi yang diawasi setiap hari
(20 menit dua kali sehari) dengan perangkat EFA dan
kelompok kontrol 10 sesi yang diawasi setiap hari (20 menit
sehari) dengan botol PEP.
Comparison : Kelompok studi diberikan intervensi dengan perangkat EFA
sedangkan kelompok kontrol diberikan intervensi dengan
perangkat PEP.
Outcome : Perangkat EFA yang digunakan mampu meningkatkan
pembersihan bronkial pada pasien PPOK dengan hipersekresi
dan mengurangi penurunan efisiensi batuk setelah eksaserbasi
parah, dibandingkan dengan botol perangkat PEP.
Time of frame : Total durasi waktu harian untuk semua kegiatan adalah 2-3
jam dan seluruh program dilakukan di rumah sakit selama 3
minggu.
Rekomendasi : Berdasarkan penelitian di atas mungkin bisa dipertimbangkan
pemakaian perangkat EFA dalam penatalaksanaan pasien
PPOK dengan hipersekresi dahak disertai penurunan efisiensi
batuk.
Integrative Clinical Medicine

Research Article ISSN: 2515-0219

Expiratory Flow Accelerator (EFA) technique on mucus


hypersecretion of COPD patients with reduced cough
efficiency after a severe exacerbation
Elisabetta Zampogna1, Ernesto Crisafulli2,3, Michele D’Andria4, Cristina Gregorini4, Giorgio Bellelli1, Etienne Lucini1, Silvia Faverzani5,
Dina Visca6, Antonio Spanevello6, Nicola Schiavone7, Alfredo Chetta5 and Andrea Zanini7
1
Division of Pulmonary Rehabilitation, Istituti Clinici Scientifici Maugeri, IRCCS, Tradate, Italy
2
Department of Medicine, Respiratory Medicine Unit, University of Verona and Azienda Ospedaliera Universitaria Integrata of Verona, Verona, Italy
3
Department of Medicine, Section of Internal Medicine, University of Verona and Azienda Ospedaliera Universitaria Integrata of Verona, Verona, Italy
4
Division of General Medicine, Ospedale Malcantonese, Castelrotto, Switzerland
5
Department of Medicine and Surgery, Respiratory Disease and Lung Function Unit, University of Parma, Parma, Italy
6
Department of Medicine and Surgery, Respiratory Diseases, University of Insubria, Varese-Como, Italy
7
Pulmonary Rehabilitation, Clinic of Rehabilitation, Ente Ospedaliero Cantonale, Novaggio, Switzerland

Abstract
Background: Mucus hypersecretion has a negative impact in chronic obstructive pulmonary disease (COPD). Expiratory Flow Accelerator (EFA) technique
removes secretions noninvasively by accelerating expiratory flow. The aim of our study was to compare EFA efficacy with the non-oscillatory positive expiratory
pressure (PEP) bottle in airways clearing in COPD with hypersecretion and reduced cough efficiency after severe exacerbation.
Methods: In an exploratory prospective, randomized, open-label study, we analyzed COPD patients with severe airflow obstruction (forced expiratory volume at
1st second-FEV <50%), mucus hypersecretion (sputum volume >30 ml/die) and reduced cough efficiency (peak cough expiratory flow-PCEF <300 l/min) referred
to pulmonary rehabilitation
1
after severe exacerbation. Comparison was made between group using EFA and group using PEP. Primary outcome was change in
perceived bronchial encumbrance (visual analogue scale-VAS). Secondary outcomes were changes in peak expiratory flow (PEF), PCEF, lung volumes, arterial
blood gases exchanges, maximum inspiratory and expiratory pressure (MIP and MEP), health status (COPD questionnaire score-CCQ) and impact of disease
(COPD Assessment Test-CAT).
Results: Twenty seven patients completed the study (14 EFA, 13 PEP). VAS, CAT, and CCQ improved in both groups (p<0.05). A greater improvement in VAS
was recorded in the EFA group. Static and dynamic volumes (residual volume-RV and forced vital capacity-FVC) improve in both groups while total lung capacity
(TLC) and MIP improved in the EFA group. No significant changes were recorded for arterial blood gases, PEF and PCEF.
Conclusions: EFA technique can enhance airways clearing in these patients, improving lung volumes and inspiratory muscle strength.

Introduction A new type of ACT, expiratory flow accelerator (EFA), has been
The course of chronic obstructive pulmonary disease (COPD) introduced in recent years, which is employed in the new product Free
is often characterized by exacerbations (AECOPD) [1], that have a Aspire Advanced® (FA), in particular for home care use, and in the
negative impact on the quality of life of patients, accelerate disease device Suction Free® (SF), for hospital use. This technology
progression, and can result in hospital admissions and death [1,2]. accelerates the expiratory flow, promoting deep drainage and
secretions without applying any pressure in the airways. These
Airway clearance techniques (ACT) involve application of physical
devices utilize Vaküm technology, which accelerates expiratory
forces to enhance removal of sputum from the airways [3]. Current
flow through the Venturi
evidence for the effects of airway clearance techniques in AECOPD
is actually very little. Some positive effects have been reported in a
Cochrane review [4], but these effects are small and are not supported
by the results of a recent large trial [5]. While their efficiency is often *Correspondence to: Ernesto Crisafulli, Department of Medicine, Respiratory
debated, ACT remain widely prescribed and regularly used with Medicine Unit, University of Verona and Azienda Ospedaliera Universitaria
Integrata of Verona, Address: P.le L.A. Scuro 10, 37134 Verona, Italy, Tel:
patients who have AECOPD [6]. Moreover, many studies do not 045- 8124263; E-mail: ecrisafulli265@gmail.com
account for different COPD phenotypes, then this does not exclude
a role for the ACT in carefully selected patients in whom excessive Key words: chronic obstructive pulmonary disease, pulmonary rehabilitation,
mucus hypersecretion, expiratory flow accelerator, positive expiratory pressure,
sputum production or sputum retention, due to reduced cough bronchial encumbrance
efficiency, are clinically important problems.
Received: October 11, 2019; Accepted: October 27, 2019; Published: October
30, 2019

Int Clin Med, doi: Volume 3:


Zampogna E (2019) Expiratory Flow Accelerator (EFA) technique on mucus hypersecretion of COPD patients with reduced cough efficiency after a severe
exacerbation

effect from a special connector, and they are based on studies by Kim
any active drugs to have a mucoregulatory action (i.e. aminophyllines,
et al. [7,8]. The process happens only during the expiratory phase and
N-acetyl-cysteine, erdostein) as well as systemic corticosteroid and
is proportional to airflow on spontaneous breathing, according to the
antibiotics at selection time were also excluded. A reduced cough
natural rhythm of the patient’s respiratory function. The secretions
efficiency was confirmed by a PCEF between 150 l/min and 300
slide along the layer of liquid lining the bronchial epithelium until
l/min [14]. All patients had a smoking history ≥10 pack years and
they reach the glottis from where they are swallowed, therefore no
received regular treatment with inhaled bronchodilators and inhaled
respiratory effort is required for the elimination. No negative pressure
steroids according to current guidelines for their disease stage. Each
is generated inside the lungs therefore there is no risk of airways
patient signed an informed consent form.
collapse. EFA technique does not require an efficient cough and
offers a gentle secretion removal solution. Rehabilitation program
Garuti et al. showed efficacy and safety of FA in reducing the All patients included in the study followed a PR program,
impact of respiratory exacerbations in pediatric patients affected by according to the international recommendations [15]. To be included
cerebral palsy [9]. They found a reduction in home visits by primary in the study, patients had to perform at least 12 supervised sessions,
care pediatrician, days spent in hospital, and days of antibiotic up to a maximum of 15 sessions over a 3-week period. The PR
treatment for respiratory problems [9]. Similarly, Bertelli et al. program consisted of lower limb endurance and resistance training, as
demonstrated a positive effect of home FA treatment in children with main component. All patients performed sessions of 30–40 minutes,
cerebral palsy, in improving general health state and decreasing health using a treadmill or cycle-ergometer, depending on the clinically
care resources utilization, with a positive caregivers’ perception [10]. based choice of the physiotherapist, and on the subject’s preference.
In a case report on a 3-year-old girl with spinal muscular atrophy, Exercise intensity was based on the initial six-minute walking test
Bertelli et al. showed that FA in patients is an effective device for (6MWT), and patients started their training at 70%-85% of the
the removal of bronchial secretions [11]. More recently, Patrizio et al. maximum heart rate (HR) achieved on the 6MWT [16]. Exercises
observed larger improvements in peak cough expiratory flow (PCEF) were then adjusted based on patient tolerance (at least weekly) with
and maximal expiratory pressure (MEP) in severe stable COPD the aim of achieving a Borg dyspnea score of 4–5 (moderate–severe).
patients treated with FA in comparison with those treated with To optimize training load supplemental oxygen for patients with
positive expiratory pressure (PEP) bottle [12]. chronic respiratory failure and interval training for much
compromised patients were adopted. Transcutaneous arterial oxygen
The present study aimed to evaluate the efficacy of EFA in saturation, arterial pressure, and HR were monitored during every
improving the bronchial clearance in COPD patients with exercise session. Resistance training is composed as 2 series of 10
hypersecretion and reduced cough efficiency after severe repetitions of 6 exercises targeting all major muscle groups. Initial
exacerbation, in comparison with PEP-bottle. loads were equivalent to either 60%-70% of the one-repetition
maximum or one that evoked fatigue after 8–12 repetitions. The
Methods exercise dosage was increased when the individual could perform the
Design of the study current workload for one or two repetitions over the requested number
on two consecutive training sessions. Each session also included
This is an exploratory prospective, randomized, open-label study supervised upper limb training: patients used an arm ergometer or
designed to compare EFA technique and PEP-bottle in the clearance performed callisthenic exercises holding a light weight.
of bronchial secretions. We considered severe-to-very severe COPD
In addition, the study group received 10 daily supervised session
patients (forced expiratory volume at 1 st second [FEV1] < 50 % of
(20 minutes twice a day) with the EFA device, and the control group
predicted), having a chronic mucus hypersecretion and a reduced
10 daily supervised sessions (20 minutes a day) with the PEP-bottle.
cough efficiency (see section on selection of patients). We assumed
For the study group we adopted the EFA device for hospitalized
to enroll 40 patients (20 EFA and 20 PEP) but due to the difficulty to
patients, named Suction Free®.
enroll this kind of patients, the study was closed earlier considering
34 patients (16 EFA and 18 PEP). The protocol was approved by the Finally, each patient participated in educational activities,
Ethics Committee on June 30, 2017, CE 2127 and recorded on the individually (at least one time) and in a group (at least three times),
ClinicalTrial.gov website with identification number NCT02640430. regarding self-management, airway clearance techniques, adherence
to therapy, and nutritional support. The total daily time duration for
Selection of patients all activities was 2-3 hours, and the entire program was conducted in
We evaluated 96 COPD patients with severe airflow obstruction the hospital.
admitted from June 2017 and December 2018 for an inpatient Measurements and outcomes
pulmonary rehabilitation (PR) after severe exacerbation (Castelrotto-
Switzerland and Istituti Clinici Scientifici Maugeri, Tradate-Italy). All At enrolment, patients’ anthropometric and physiological
subjects had a diagnosis of COPD according to Global Initiative for characteristics and main diagnosis were recorded. Outcome measures
Chronic Obstructive Lung Disease criteria [1]. Contraindications for were taken at study entry and after 12 days of treatment.
participation in the PR program included musculoskeletal disorders,
Primary outcome: Perceived symptom of bronchial
malignant diseases, unstable cardiac condition, and lack of adherence
encumbrance was obtained from a visual analogue scale (VAS). We
to the program.
adopted an interval scale, which was a 10 cm horizontal VAS, ranging
Chronic mucus hypersecretion was defined as a sputum from 0 (no encumbrance) to 10 (worst imaginable encumbrance)
volume production of greater than 30 ml/day [13]. Chronic mucus [17]. The subjects had to indicate their bronchial encumbrance
hypersecretion was specifically related to COPD and patients with perception at the moment of the assessment.
diagnosis of bronchiectasis were also excluded. All patients taking
Secondary outcome: Arterial blood gas analysis was obtained
from an arterial blood sample taken from the radial artery with the

Int Clin Med, doi: Volume 3:


Zampogna E (2019) Expiratory Flow Accelerator (EFA) technique on mucus hypersecretion of COPD patients with reduced cough efficiency after a severe
exacerbation

patient in resting condition and breathing room air or oxygen (when Table 1. General characteristics according to the study treatment.
appropriate) at the prescribed flow rate. Lung function was assessed
EFA group PEP group
by means of an automated spirometer: dynamic and static volumes Variables
N=16 N=18
p-value
were expressed as % of their predicted value [18,19]. Respiratory Age, years 73.3 ± 4.8 72.3 ± 8.6 0.690
muscle strength (maximal inspiratory and expiratory pressure [MIP Male, n (%) 9 (56) 9 (50) 0.716
and MEP]) was then performed by means of a specific module BMI, kg/m2 23 [6.8] 24 [6.8] 0.446
recording maximal pressures against an occlusive mouth resistance Pack/year 58.2 ± 17.7 54 ± 16.2 0.471
at both total lung capacity (for MEP) and functional residual volume Previous AECOPD, n 2 [1] 2 [1] 0.641
(for MIP) [20]. Peak expiratory flow (PEF) and PCEF by a hand-held mMRC, score 3 [1] 2 [1] 0.226
device was recorded in all patients to confirm their cough competence CAT, score 18 ± 6.9 22.1 ± 7.8 0.123
[14]. Both measures, respiratory muscle strength and cough efficacy, BDI, total score 4.3 ± 1.9 4.2 ± 2.4 0.906
were recorded with the patient in a sitting position; the best of three VAS bronchial encumbrance, score 5 [2] 5 [2] 0.833
measurements was recorded. Values were recorded as absolute. CCQ, score 2.9 ± 1.1 2.9 ± 1.1 0.818
FEV1, % predicted 35.1 ± 7.6 37.5 ± 9.7 0.427
Dyspnea was assessed by the Baseline Dyspnea FEV1/FVC, % 42.2 ± 9.2 45.1 ± 9 0.348
Index/Transitional Dyspnea Index (BDI/TDI) [21]. Walking capacity RV, % predicted 203.5 ± 42.9 192.5 ± 29.4 0.388
was evaluated by means of the distance covered during a 6MWT TLC, % predicted 143.4 ± 29 130.8 ± 23.1 0.170
(6MWD) according to the American Thoracic Society statement DLCO, % predicted 45.4 ± 8.8 43.9 ± 9.5 0.653
[21]. Health status was evaluated using COPD Assessment Test MIP, cmH2O 53.9 ± 14.3 47.1 ± 11.8 0.133
(CAT) and Clinical COPD Questionnaire (CCQ) scores [22]. MEP, cmH2O 78.7 ± 20.6 72.6 ± 14 0.318
PEF, L/m 175 [25] 162.5 [92.5] 0.395
Statistical analysis PCEF, L/m 180 [47.5] 160 [27.5] 0.187
Analyses were performed with IBM SPSS Statistics 25.0 PaO2, mmHg 67.6 ± 9.5 66 ± 8.6 0.604
(Armonk, New York, USA). A preliminary Shapiro-Wilk test was PaCO2, mmHg 45.1 ± 6.7 45.4 ± 9.9 0.914
used to assess normality of variables distribution. Data were then 6MWD, meters 302.7 ± 115 296.3 ± 97.1 0.861
reported as means Drop-out, n (%) 2 (12) 5 (28) 0.405
± standard deviation (SD) and as medians (interquartile range) Data are shown as number of subjects (%), means ± SD or medians [interquartile range],
for variables normally and not normally distributed, respectively. unless otherwise stated.
Categorical variables were considered as frequency (percentage) and Abbreviations: EFA indicates Expiratory Flow Accelerator technique; PEP, positive
expiratory pressure; BMI, body mass index; AECOPD, acute exacerbation of COPD;
analyzed with the Pearson’s chi-squared test (X 2) or the Fisher exact mMRC, modified Medical Research Council dyspnoea score; CAT, COPD assessment
test. Absolute values and changes in each outcome were compared by test; BDI, baseline dyspnea index; VAS, visual analogic scale; CCQ, COPD
means of ANOVA and independent-samples t-test. Mann-Whitney U questionnaire score; FEV , forced expiratory volume at 1st second; FVC, forced vital
capacity; RV, residual volume; TLC, total lung capacity; DLCO, diffusion capacity for
test was applied for non-parametric variables. A multivariate general 1

carbon monoxide; MIP and MEP, maximal inspiratory and expiratory pressure
linear model (mixed-model ANOVA) was applied to calculate the respectively; PEF, peak expiratory flow; PCEF, peak cough expiratory flow; PaO
statistical interaction between times (baseline and post-PR) and partial arterial oxygen pressure; PaCO , partial
2 2
groups (EFA and PEP). The analysis of all outcomes was performed arterial carbon dioxide pressure; 6MWD, six-minute walking distance.
in the intention-to-treat (ITT) population, obtained with the replacing
(6MWD) significantly improved in both groups (p<0.05). Static (RV-
missing data with expectation-maximization (EM) algorithm [23] and
residual volume) and dynamic volumes (FVC-forced vital capacity)
data are presented accordingly. The analysis of the primary outcome
significantly improved in both groups, while total lung capacity
was performed also in the per-protocol (PP) population. All results
(TLC) and MIP only in the EFA group (p<0.05). No significant
were considered to be statistically significant at a level of p <0.05.
changes were recorded for FEV1, TDI, MEP, PEF, PCEF and arterial
Results blood gases variables.

The study flow diagram is shown in figure 1. Thirty-eight out of Discussion


the 96 screened patients were excluded due to absence of chronic
In this study, we investigated the value of EFA technique in
mucus hypersecretion and 24 due to absence of reduced cough
facilitating airways clearing in COPD patients with severe airflow
efficiency. Baseline characteristics of the 34 patients considered
obstruction, chronic mucus hypersecretion and reduced cough
for the study are reported in table 1. Twenty out of 34 patients were
efficiency, after severe exacerbation. The main result of this study
included for Castelrotto and 14 for Tradate. Seven patients dropped
was that EFA may enhance airway clearance in these patients,
out and then 27 patients completed the study and were considered for
improving lung volumes and inspiratory muscle strength and thus
the study analysis (14 EFA, 13 PEP). Chronic respiratory failure
reducing the perceived bronchial encumbrance.
needing long- term oxygen therapy occurred in seven patients,
without difference between the two groups. The two groups were Specific recommendations in international guidelines regarding
comparable at baseline (Table 1). ACTs for patients with AECOPD are not common [2]. This is likely
Figure 2 reports the primary study outcome (VAS bronchial due to the limited evidence of clinical benefit that has been previously
encumbrance) in ITT and PP population. In both populations and reported [4]. This review reported a statistically significant pooled
groups was evident a significant improvement after PR, that however benefit for ACTs (compared to usual care) in reducing the need for
was better in EFA group (mean difference between times and groups or duration of assisted ventilation during AECOPD, with larger
-1.5 score and -1.6 score in ITT and PP, respectively). effects suggested for PEP-based versus non-PEP-based techniques
[4]. A subsequent large randomized controlled trial of PEP therapy
The secondary study outcomes are summarized in table 2. After for patients with AECOPD, however, failed to show any appreciable
PR, symptoms (CAT), health status (CCQ) and exercise capacity benefit on a range of clinically important outcomes [5].

Int Clin Med, doi: Volume 3:


Zampogna E (2019) Expiratory Flow Accelerator (EFA) technique on mucus hypersecretion of COPD patients with reduced cough efficiency after a severe
exacerbation

Table 2. Secondary study outcomes.


Mean difference
EFA group PEP group p-value
(95% CI)
Variables Baseline Post-PR p-value Baseline Post-PR p-value
CAT, score 18 ± 6.9 10.9 ± 4.1 0.001 22.1 ± 7.8 12.8 ± 4.6 <0.001 2.1 (-2.4 to 6.5 0.351
BDI/TDI, total score 4.3 ± 1.9 3.5 ± 2.3 0.295 4.2 ± 2.4 3.2 ± 1.2 0.079 0.2 (-1.7 to 2.1) 0.821
CCQ, score 2.9 ± 1.1 1.8 ± 0.3 <0.001 2.9 ± 1.1 1.7 ± 0.6 <0.001 -0.01 (-0.57 to 0.61) 0.946
FEV1, % predicted 35.1 ± 7.6 36.1 ± 6.4 0.583 37.5 ± 9.7 40.4 ± 11.3 0.116 -1.8 (-7.1 to 3.5) 0.487
FVC, % predicted 66.1 ± 14 74.9 ± 14.2 0.035 64.2 ± 16.7 70.1 ± 14.8 0.040 2.8 (-6.4 to 12.1) 0.532
RV, % predicted 203.5 ± 42.9 170.6 ± 36.0 0.010 192.5 ± 29.4 174.3 ± 23.0 0.037 -14.6 (-42.3 to 13) 0.290
TLC, % predicted 143.4 ± 29 125.3 ± 15.4 0.018 130.8 ± 23.1 120.6 ± 14.7 0.082 -7.8 (-25.7 to 10) 0.378
MIP 53.9 ± 14.3 61 ± 17.3 0.009 47.1 ± 11.8 47.1 ± 8 0.976 7 (0.2 to 13.9) 0.043
MEP 78.7 ± 20.6 78.8 ± 20.7 0.949 72.6 ± 14 75.8 ± 13.8 0.449 -3.1 (-13.5 to 7.3) 0.551
PEF 174.4 ± 58.3 183.6 ± 38.7 0.188 159.1 ± 54.4 170.3 ± 35.3 0.192 -1.9 (-23.9 to 20) 0.857
PCEF 190.6 ± 40.2 204.6 ± 21.7 0.079 175.5 ± 41.3 190 ± 26.4 0.127 -0.4 (-24.6 to 23.7) 0.970
PaO2, mmHg 67.6 ± 9.5 70.4 ± 8.6 0.253 66 ± 8.6 68.6 ± 6.3 0.159 0.2 (-5.7 to 6) 0.946
PaCO2, mmHg 45.1 ± 6.7 44.3 ± 3.9 0.434 45.4 ± 9.9 43.9 ± 6.3 0.273 0.7 (-2.8 to 4.2) 0.694
6MWD, meters 302.7 ± 115 364.5 ± 90.4 0.003 296.3 ± 97.1 355.6 ± 89.5 <0.001 2.5 (-37.3 to 42.3) 0.894
Data are shown as means ± SD.
Abbreviations: TDI, transitional dyspnea index. For the other abbreviations see Table 1.

Figure 1. Study flow diagram


Abbreviations: PR indicates pulmonary rehabilitation; EFA, expiratory flow accelerator; PEP, positive expiratory pressure; AECOPD, acute exacerbation of chronic obstructive
pulmonary
disease.

Many different types of ACTs exist such as breathing exercises,


positioning and use of adjunct devices such as PEP therapy or mechanical on airway clearance in COPD patients after acute exacerbations. Our
chest wall oscillation [24]. Choice of technique is most commonly preliminary study compared EFA technology to PEP-bottle, a widely
used PEP technique in severe to very severe COPD patients. There is
determined by respiratory therapists in close consideration of patients’
only one previous report that considered a similar population [12].
individual needs. The lack of standardized recommendations in this
However, there are a number of differences between our study and
field has certainly contributed to the well-documented variability of this previous report. Patrizio et al. enrolled severe COPD subjects in
treatment regimens within and between countries [25-27]. stable conditions [12]. Moreover, in our study we selected patients
Up to now, there are very few studies of EFA technology and with reduced cough efficiency. On the other hand, the presence of
most of these are congress communications [9-12]. To the best of our hypersecretion and the sample size were similar in the two studies
knowledge, this is the first study to evaluate the effect of EFA [12]. Differences between the two-study population may explain the
technology differences in the results observed. Whereas Patrizio et al. showed

Int Clin Med, doi: Volume 3:


Zampogna E (2019) Expiratory Flow Accelerator (EFA) technique on mucus hypersecretion of COPD patients with reduced cough efficiency after a severe
exacerbation

Despite reporting some original finding with a potential clinical


significance, this study has some limitations. Firstly, the small sample
size might limit the validity of the results observed. The considerable
selection of patients forced us to exclude most of the patients
evaluated. On the other hand, identifying a COPD responder to ACT
group remains a potentially valuable clinical prospect, however, this
may prove unfeasible due to the significant sample sizes required for
statistical power when using outcomes of high clinical importance.
Similarly, no inferences can be made about the maintenance of these
results in the long term, due to the short duration of the study.

Conclusion
In conclusion, we evaluated the efficacy of EFA in improving
the bronchial clearance in COPD patients with hypersecretion and
reduced cough efficiency after severe exacerbation, in comparison
with PEP-bottle. We observed a potential benefit with EFA technique
in these patients. As an exploratory study, further studies are needed
to confirm our results.

Conflict of interest statements


The authors declare that the publication fee was paid by Medical
Products Research Srl Italy.
References
1. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (2019) Global Strategy for the
Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
Date last accessed: March 6, 2019.
Figure 2. VAS bronchial encumbrance evaluated at baseline and post-PR in intention-to- 2. Wedzicha JA, Miravitlles M, Hurst JR, Calverley PM, Albert RK, et al. (2017)
treat and per-protocol populations. Management of COPD exacerbations: a European Respiratory Society/American
Abbreviations: VAS indicates visual analogue scale of bronchial encumbrance; PR, Thoracic Society guideline. Eur Respir J 49(3):1600791. [Crossref]
pulmonary rehabilitation; EFA, expiratory flow accelerator; PEP, positive expiratory
pressure. 3. Holland AE, Button BM (2006) Is there a role for airway clearance techniques in
chronic obstructive pulmonary disease? Chron Respir Dis 3: 83-91. [Crossref]
an improvement in gas exchanges for EFA, in the present study, we 4. Osadnik CR, McDonald CF, Jones AP, Holland AE (2012) Airway clearance
observed an improvement in perceived bronchial encumbrance in techniques for chronic obstructive pulmonary disease. Cochrane Database Syst Rev
3: CD008328. [Crossref]
both groups, with a greater magnitude in the study group.
Interestingly, two previous studies evaluated the use of EFA in 5. Osadnik CR, McDonald CF, Miller BR, Hill CJ, Tarrant B, et al. (2014) The effect of
pediatric subjects with ineffective cough [9,10]. Although with positive expiratory pressure (PEP) therapy on symptoms, quality of life and incidence of
re-exacerbation in patients with acute exacerbations of chronic obstructive pulmonary
different nuances, both studies observed a reduction in respiratory disease: a multicentre, randomised controlled trial. Thorax 69: 137-143. [Crossref]
problems, assessed as number of respiratory exacerbations, number of
6. Hill K, Patman S, Brooks D (2010) Effect of airway clearance techniques in patients
hospital admissions, days spent in hospital, and home visits and experiencing an acute exacerbation of chronic obstructive pulmonary disease: a
pharmacological therapy prescribed by primary care [9,10]. Based on systematic review. Chron Respir Dis 7: 9-17. [Crossref]
these data, we can speculate that EFA technology may provide a
7. Kim CS, Rodriguez CR, Eldridge MA, Sackner MA (1986) Criteria for mucus transport in the
greater contribution to airway clearance, and particularly in patients airways by two-phase gas-liquid flow mechanism. J Appl Physiol 60: 901-907.
with reduced cough efficiency. [Crossref]

In addition, we found an improvement in lung volumes (FVC, 8. Kim CS, Iglesias AJ, Sackner MA (1987) Mucus clearance by two phase gas-liquid flow
mechanism: asymmetric periodic flow model. J Appl Physiol 62: 959-971. [Crossref]
TLC and RV) and in MIP in EFA group, which is likely to prove both
the reduction in airway obstruction and the recruitment of collapsed 9. Garuti G, Verucchi E, Fanelli I, Giovannini M, Winck JC, et al. (2016) Management
of bronchial secretions with Free Aspire in children with cerebral palsy: impact on
or obstructed peripheral airways and lung parenchyma. The clinical outcomes and healthcare resources. Ital J Pediatr 42: 7. [Crossref]
theoretical benefit of these techniques, indeed, is the ability to
enhance mucus clearance by either stenting the airways and preventing 10. Bertelli L, Bardasi G, Cazzato S, Di Palmo E, Gallucci M, et al. (2019) Airway
clearance management with vaküm technology in subjects with ineffective cough: a
airway collapse, or increasing intrathoracic pressure and collateral pilot study on the efficacy, acceptability evaluation, and perception in children with
ventilation distal to retained secretions, or decreasing functional cerebral palsy. Pediatr Allergy Immunol Pulmonol 32: 23-27. [Crossref]
residual capacity of the lung [28]. 11. Bertelli, L, Di Nardo G, Cazzato S, Ricci G, Pession A (2017) Free-Aspire: A new
device for the management of airways clearance in patient with ineffective cough.
Finally, we also observed an improvement in health status in both Pediatr Rep 9: 7270. [Crossref]
groups. Previous studies using physiotherapy techniques showed
12. Patrizio G, D’Andria M, D’Abrosca F, et al. (2018) Airway clearance with expiratory
discordant results [29-31]. The study of Nicolini [29] and Kodric [30] flow accelerator technology: effectiveness of the “free aspire” device in patients with
showed positive results regarding modified Medical Research Council severe COPD. Turk Thorac J 30: 209-215. [Crossref]
dyspnoea score (mMRC), CAT and Borg scores, whereas the large
13. Bott J, Blumenthal S, Buxton M, Ellum S, Falconer C, et al. (2009) on behalf of the
trial of Cross [31] found no difference in quality of life. It is worth British Thoracic Society Physiotherapy Guideline Development Group. Guidelines for
noting that the trial had broad inclusion criteria and participants did the physiotherapy management of the adult, medical, spontaneously breathing patient.
not have to be productive of sputum to take part [31]. Thorax 64: i1-i52. [Crossref]

Int Clin Med, doi: Volume 3:


Zampogna E (2019) Expiratory Flow Accelerator (EFA) technique on mucus hypersecretion of COPD patients with reduced cough efficiency after a severe
exacerbation

14. Chatwin M, Ross E, Hart N, Nickol AH, Polkey MI, et al. (2003) Cough
23. Dempster AP, Laird NM, Rubin DB (1977) Maximum likelihood from incomplete
augmentation with mechanical insufflation/exsufflation in patients with neuromuscular
data via the EM algorithm. J Roy Stat Soc Series B 39: 1-38
weakness. Eur Respir J 21: 502–508. [Crossref]
24. Fagevik Olsén M, Lannefors L, Westerdahl E (2015) Positive expiratory pressure -
15. Spruit MA, Singh SJ, Garvey C, ZuWallack R, Nici L, et al. (2013) An official
Common clinical applications and physiological effects. Respir Med 109: 297-307.
American Thoracic Society/European Respiratory Society statement: key concepts
[Crossref]
and advances in pulmonary rehabilitation. Am J Respir Crit Care Med 188: e13–e64.
[Crossref] 25. Yohannes AM, Connolly MJ (2007) A national survey: percussion, vibration, shaking
and active cycle breathing techniques used in patients with acute exacerbations of
16. Zainuldin MR, Knoke D, Mackey MG, Luxton N, Alison JA (2007) Prescribing cycle
chronic obstructive pulmonary disease. Physiotherapy 93: 110-113.
training intensity from the six-minute walk test for patients with COPD. BMC Pulm
Med 7: 9. [Crossref] 26. Harth L, Stuart J, Montgomery C, Pintier K, Czyzo S, et al. (2009) Physical therapy
practice patterns in acute exacerbations of chronic obstructive pulmonary disease. Can
17. Aitken RC (1969) Measurement of feelings using Visual Analogue Scales. Proc R
Respir J 16: 86-92. [Crossref]
Soc Med 62: 989-993. [Crossref]
27. Osadnik CR, McDonald CF, Holland AE (2013) Airway clearance techniques in acute
18. Quanjer PH, Tammeling GJ, Cotes JE, Pedersen OF, Peslin R, et al. (1993) Lung
exacerbations of COPD: a survey of Australian physiotherapy practice. Physiotherapy
volumes and forced ventilatory flows. Report Working Party Standardization of Lung
99: 101-106. [Crossref]
Function Tests, European Community for Steel and Coal. Official Statement of the
European Respiratory Society. Eur Respir J Suppl 16: 5-40. [Crossref] 28. Nunn JF. Nunn’s Applied Respiratory Physiology, 5th ed. Oxford: Butterworth-
Heinemann, 2000.
19. Cotes JE, Chinn DJ, Quanjer PH, Roca J, Yernault JC (1993) Standardization of
the measurement of transfer factor (diffusing capacity). Report Working Party 29. Nicolini A, Mascardi V, Grecchi B, Ferrari-Bravo M, Banfi P, et al. (2018)
Standardization of Lung Function Tests, European Community for Steel and Coal. Official Comparison of effectiveness of temporary positive expiratory pressure versus
Statement of the European Respiratory Society. Eur Respir J Suppl 16: 41-52. [Crossref] oscillatory positive expiratory pressure in severe COPD patients. Clin Respir J 12:
1274-1282. [Crossref]
20. Bruschi C, Cerveri I, Zoia MC, Fanfulla F, Fiorentini M, et al. (1992) Reference
values of maximal respiratory mouth pressures: a population-based study. Am Rev 30. Kodric M, Garuti G, Colomban M, Russi B, Porta RD, et al. (2009) The effectiveness
Respir Dis 146 (Suppl. 3): 790–793. [Crossref] of a bronchial drainage technique (ELTGOL) in COPD exacerbations. Respirology
14: 424-428. [Crossref]
21. Mahler DA, Guyatt GH, Jones PW (1998) Clinical measurements of dyspnea; in
Mahler DA (ed): Dyspnea. New York, Marcel Dekker. pp: 149-198. 31. Cross J, Elender F, Barton G, Clark A, Shepstone L, et al. (2010) A randomized
controlled equivalence trial to determine the effectiveness and cost-utility of manual
22. ATS Committee on Proficiency Standards for Clinical Pulmonary Function Laboratories
chest physiotherapy techniques in the management of exacerbations of chronic
(2002) ATS statement: guidelines for the six-minute walk test. Am J Respir Crit Care
obstructive pulmonary disease (MATREX). Health Technol Assess 14: 1-147.
Med 166: 111-117. [Crossref]
[Crossref]

Copyright: ©2019 Zampogna E. This is an open-access article distributed under the terms of the Creative Commons Attribution License, which permits unrestricted
use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original author and source are credited.

Int Clin Med, doi: Volume 3:

Anda mungkin juga menyukai