Disusun oleh:
SYAHRIR ARIF HERBOWO
2011040117
Disusun oleh:
Kasus:
Tn. S usia 50 tahun, pasien mengatakan sesak napas dan nyeri dada saat ditekan sudah 2 hari.
Pasien terlihat sesak pada rotasi gerakan dada, terdapat bunyi napas tambahan, hembusan
napas pada saat ekspirasi berkurang. Pasien terlihat sesak napas dan napas tidak adekuat,
pasien terlihat menggunakan otot bantu pernapasan. Terdapat suara tambahan wheezing.
Hasil pengkajian TD: 160/90, N: 109x/m, S: 37, RR: 30x/m. Kulit tampak pucat, ekstremitas
hangat, disability GCS APATIS 12 (E4,V4,M4), pupil isokor. Terdapat bengkak pada kaki
kiri. Terapi Cedocard, O2 NK 5 lpm, injeksi furosimid, pasien terlihat terpasang DC kateter.
I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Jalan napas paten
Li : Gurgling (-), snoring (-), stridor (-)
F : Teraba pergerakan dinding dada
Breathing : Lo : Pasien terlihat sesak napas, napas tidak adekuat,
menggunakan otot bantu pernapasan, RR: 30x/m,
O2 NK 5 lpm
Li : Wheezing (+)
F : Ekspirasi berkurang, nyeri tekan pada dada
Circulation : Lo : Sianosis (-), pendarahan (-), kulit pucat, edema pada
kaki kiri, DC (+)
Li : Bunyi jantung S1 S2 lupdup, TD: 160/90 mmHg
F : Akral hangat, N: 109x/m, S: 37
Disability : Kesadaran apatis, GCS 12 (E4M4V4), pupil isokor
Exposure : Tidak ada jejas/luka
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Pasien mengatakan sesak napas dan nyeri dada saat ditekan sejak 2 hari sebelum
masuk RS.
1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengatakan sesak Pola napas tidak efektif Hambatan upaya napas
napas dan nyeri dada saat
ditekan sejak 2 hari sebelum
masuk RS
Do: pasien terlihat sesak
napas, napas tidak adekuat,
menggunakan otot bantu
pernapasan, RR: 30x/m,
terpasang O2 NK 5 lpm,
suara napas wheezing (+),
TD: 160/90 mmHg, N:
109x/m, S: 37
a. Diagnosa keperawatan: pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
b. Pathway:
Gagal jantung
↓
Darah kembali ke atrium,
ventrikel, dan sirkulasi paru
↓
Jantung hipertrofi
↓
Tekanan pulmonal
↓
Edema paru
↓
Ekspansi paru menurun
↓
Sesak napas
↓
Pola napas tidak efektif
2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Pola napas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
09.45 tidak efektif keperawatan selama 1x24 jam O:
b.d hambatan diharapkan pola napas pasien Monitor frekuensi,
upaya napas membaik dengan kriteria hasil: irama, kedalaman, dan
upaya napas.
Indikator A T Monitor pola napas.
Dispnea 1 5 Auskultasi bunyi
Penggunaan otot 1 5 napas.
bantu napas T:
Atur interval
Keterangan: pemantauan respirasi
1: meningkat sesuai kondisi pasien.
2: cukup meningkat Dokumentasikan hasil
3: sedang pemantauan.
4: cukup menurun E:
5: menurun Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan.
3
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU PERTAMA KASUS KEDUA G12
Disusun oleh:
Kasus:
Nn. F usia 20 tahun dengan asma bronkhial, keluhan saat ini pasien batuk, terdapat akumulasi
sekret pada jalan napas. Terdengar wheezing, nadi 102x/menit, terdapat retraksi dinding
dada, respirasi: 29x/menit. Konjungtiva anemis, tekanan darah 145/90 mmHg, akral hangat,
kesadaran CM, suhu: 37. Pasien datang ke IGD pada pukul 14.05 dengan keluhan sesak
nafas, setelah melakukan kegiatan dari pagi karena kurang istirahat. Pasien juga mengeluh
mual karena belum makan dari pagi yang mengakibatkan asam lambungnya naik. Terapi
nasal kasul: 4lpm.
I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Obstruksi jalan napas (-), retraksi dinding dada (+)
Li : Gurgling (+)
F : Teraba pergerakan dinding dada
Breathing : Lo : Pasien terlihat sesak napas disertai batuk. R: 29x/m,
nasal kanul 4lpm
Li : Wheezing (+)
F : Perkusi sonor, tidak ada krepitasi
Circulation : Lo : Konjungtiva anemis, pendarahan (-), sianosis (-)
Li : Bunyi jantung S1S2 lupdup, TD: 145/90 mmHg
F : Akral hangat, N: 102x/m, S: 37
Disability : Kesadaran CM E4V5M6, konjungtiva anemis
Exposure : Tidak terdapat luka/jejas
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Pasien mengeluh sesak nafas setelah melakukan kegiatan dari pagi hari dan belum
istirahat. Pasien mengeluh mual karena belum makan dari pagi.
1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengatakan sesak Bersihan jalan napas tidak Hipersekresi jalan napas
napas disertai batuk setelah efektif
berkegiatan dari pagi
Do: pasien terlihat sesak
napas, terdapat akumulasi
sekret di jalan napas,
wheezing (+), gurgling (+)
retraksi dinding dada (+),
terpasang nasal kanul 4 lpm
N: 102x/menit, R: 29x/menit.
TD: 145/90 mmHg
a. Diagnosa keperawatan: bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi
jalan napas
b. Pathway:
Faktor pencetus
↓
Masuk saluran pernapasan
↓
Iritasi mukosa saluran pernapasan
↓
Reaksi inflamasi
↓
Hipertrofi & hiperplasia mukosa bronkus
↓
Metaplasia sel globet
↓
Produksi sputum meningkat
↓
Saluran napas mengecil
↓
Sesak napas dan batuk
↓
Bersihan jalan napas tidak efektif
2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan
napas tidak keperawatan selama 1x24 jam napas
efektif b.d diharapkan bersihan jalan napas O:
hipersekresi pasien membaik dengan kriteria Monitor pola napas
jalan napas hasil: Monitor bunyi napas
tambahan
Indikator A T Monitor sputum
Produksi sputum 1 5 T:
Dispnea 1 5 Posisikan semi fowler
Wheezing 1 5 Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
Keterangan: detik
1: meningkat Berikan
2: cukup meningkat oksigen E:
3: sedang
Ajarkan teknik batuk
4: cukup menurun
efektif
5: menurun
K:
Kolaborasikan
bronkodilator
3
Mengajarkan teknik batuk efektif Memonitor sputum
Respon: Melakukan
Pasien melakukan batuk efektif penghisapan lendir
Mengkolaborasikan bronkodilator kurang dari 15 detik
Respon: Mengkolaborasikan
Pasien diberikan bronkodilator bronkodilator
sesuai dosis
4
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU PERTAMA KASUS KETIGA G13
Disusun oleh:
Kasus:
Ny. S usia 45 tahun mengeluh sesak napas, hasil pengkajian menunjukkan pasien sesak napas
dan pergerakkan dada simetris, pernapasan cepat dan dangkal, ronkhi (+), R: 28x/m, SpO2
98%. Akral teraba hangat, CRT <2 detik. TTV, TD : 156/106 mmHg, S : 37,6 , N :
119x/menit. Turgor kulit lembab, kesadaran CM, GCS: 15 (E4V5M6). Sebelum dibawa ke
RSMS pasien sudah mengalami batuk selama 2 tahun dan sesak nafas. Terapi O2 5lpm, inj.
Ceftriaxon, inj. Omeprazole, EKG, foto Thorax PA.
I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Jalan napas paten
Li : Gurgling (-), stridor (-), snoring (-)
F : Teraba pergerakan dinding dada simetris
Breathing : Lo : Pasien terlihat sesak napas disertai batuk,
pernapasan cepat dan dangkal, R: 28x/m, terpasang
O2 5lpm
Li : Ronkhi (+)
F : Perkusi sonor, tidak ada krepitasi
Circulation : Lo : Sianosis (-), pendarahan (-), turgor kulit lembab,
SpO2: 98%
Li : S1S2 lupdup, TD: 156/106 mmHg
F : CRT <2 detik, S: 37,6
, N: 119x/menit, akral
C̊
hangat
Disability : Kesadaran CM, GCS 15 (E4V5M6)
Exposure : Tidak ada jejas/luka
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Pasien mengeluhkan sesak napas. Sesak napas dan batuk sudah dialami pasien
sejak 2 tahun terakhir.
1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengatakan sesak Pola napas tidak efektif Penurunan ekspansi
napas. paru
Do: pasien terlihat sesak
napas disertai batuk, ronkhi
(+), terpasang O2 5lpm
SpO2: 98%, R: 28x/m, S:
37,6 C̊ , N: 119x/menit
a. Diagnosa keperawatan: pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi
paru
b. Pathway:
Faktor pencetus
↓
PPOK
↓
Perubahan anatomis parenkim paru
↓
Pembesaran alveoli
↓
Hiperatropi kelenjar mukosa
↓
Penyempitan saluran napas secara
periodik
↓
Ekspansi paru menurun
↓
Suplai O2 tidak adekuat
↓
Hipoksia
↓
Sesak
↓
Pola napas tidak efektif
2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Pola napas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
13.10 tidak efektif keperawatan selama 1x24 jam O:
b.b penurunan diharapkan pola napas pasien Monitor frekuensi,
ekspansi paru membaik dengan kriteria hasil: irama, kedalaman, dan
upaya napas.
Indikator A T Monitor pola napas.
Frekuensi napas 1 5 Auskultasi bunyi
Kedalaman napas 1 5 napas.
T:
Keterangan: Atur interval
1: memburuk pemantauan respirasi
2: cukup memburuk sesuai kondisi pasien.
3: sedang E:
4: cukup membaik Jelaskan tujuan dan
5: membaik prosedur pemantauan.
3
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU PERTAMA KASUS KEEMPAT G14
Disusun oleh:
Kasus:
Ny. A (53 tahun) dirawat di IGD dengan post Laparatomi Eksplorasi e.c. peritonitis (hari
ketiga perawatan). Hasil pengkajian saat ini didapatkan, TD: 120/65 mmHg (support
Noradrenaline), HR: 84x/menit, akral hangat, kemampuan mengunyah (-), bising usus (-),
Albumin: 2,4 g/dl, Hb: 9,2 g/dl, Ht : 29 %, Protein total: 4,5 g/dl. Terdapat luka kolostomi,
terpasang drain pada sisi kiri dan kanan abdomen.
I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Jalan napas paten
Li : Gurgling snoring stridor (-)
F : Teraba pergerakan dinding dada
Breathing : Lo : Dispnea (-), otot bantu napas (-), irama napas
reguler, RR: 24x/m
Li : Vesikuler, tidak ada suara napas tambahan
F : Perkusi sonor krepitasi (-)
Circulation : Lo : Terpasang drain di kanan kiri abdomen
Li : S1S2 lupdup, TD: 120/65 mmHg
F : Akral hangat, N: 84x/m
Disability : Keadaan umum sedang, kesadaran CM
Exposure : Terdapat luka operasi dan drain
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Albumin: 2,4 g/dl, Hb: 9,2 g/dl, Ht : 29 %, Protein total: 4,5 g/dl. Terdapat luka
kolostomi, terpasang drain pada sisi kiri dan kanan abdomen
1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: Resiko perdarahan Hb: 9,2 gram/dl (↓),
Do: Albumin: 2,4 g/dl, Hb: Ht: 29 % (↓), terpasang
9,2 g/dl, Ht : 29 %, Protein drain pada sisi kiri dan
total: 4,5 g/dl, terdapat luka kanan abdomen
kolostomi, terpasang drain
pada sisi kiri dan kanan
abdomen
a. Diagnosa keperawatan: resiko perdarahan d.d Hb: 9,2 gram/dl (↓), Ht: 29
% (↓), terpasang drain pada sisi kiri dan kanan abdomen
b. Pathway:
Faktor indikasi operasi
↓
Tindakan operasi laparatomi
↓
Terputusnya kontinuitas pembuluh darah
↓
Nilai Hb Ht di bawah normal
↓
Resiko perdarahan
2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Resiko Setelah dilakukan tindakan Pencegahan
perdarahan d.d keperawatan selama 1x24 jam perdarahan
Hb: 9,2 diharapkan tingkat perdarahan O:
gram/dl (↓), pasien membaik dengan kriteria Monitor tanda gejala
Ht: 29 % (↓), hasil: perdarahan
terpasang drain Monitor nilai Hb/Ht
pada sisi kiri Indikator A T T:
dan kanan Hb 1 5 Pertahankan bed rest
abdomen Ht 1 5 selama perdarahan
E:
Keterangan: Jelaskan tanda gejala
1: memburuk perdarahan
2: cukup memburuk Anjurkan
3: sedang meningkatkan asupan
4: cukup membaik cairan untuk
5: membaik menghindari
konstipasi
K:
Kolaborasikan
pemberian produk
darah
3
meningkatkan asupan
cairan untuk
menghindari
konstipasi
Mengkolaborasikan
pemberian produk
darah
4
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU PERTAMA KASUS KELIMA G15
Disusun oleh:
Kasus:
Tn. K dibawa ke IGD karena kecelakaan sepeda motor. Hasil pengkajian terdapat jejas di
abdomen dan perdarahan masif di area femur, TD: 120/85 mmHg, N: 110x/m, R: 24x/m,
CRT >2 detik, urin output: ±20 cc/jam, jumlah perdarahan: ±800 cc. Pasien terihat gelisah
dan mengeluh haus.
I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Jalan napas paten
Li : Gurgling (-), snoring (-), stridor (-)
F : Teraba pergerakan dada
Breathing : Lo : Pasien tidak sesak napas, R: 24x/m
Li : Vesikuler (+), tidak terdengar suara napas tambahan
F : Perkusi sonor, tidak ada krepitasi
Circulation : Lo : Perdarahan masif di femur: ±800 cc, urin output:
±20 cc/jam, pasien gelisah dan pucat
Li : S1S2 lupdup, TD: 120/85 mmHg
F : CRT >2 detik, N: 110x/m, nadi teraba lemah
Disability :
Exposure : Terlihat jejas di abdomen, terjadi perdarahan masif di femur
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Keluhan : Pasien mengeluh haus
Obat : Pasien tidak sedang mengonsumsi obat-obatan
Makanan : Pasien makan siang 1 jam sebelum kecelakaan (13.30)
Penyakit : Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kronis
Alergi : Pasien tidak memiliki alergi obat dan makanan
Kejadian : Pasien kecelakaan pukul 14.35 karena tertabrak mobil. Pasien
terbentur kemudi motor di perut dan terlempar cukup jauh.
1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengatakan haus Hipovolemia Kehilangan cairan aktif
Do: pasien kll, terlihat
gelisah dan pucat, terdapat
jejas di abdomen, terjadi
perdarahan masif di femur
sebanyak: ±800cc, urin
output: ±20cc/jam, CRT >2
detik, TD: 120/85 mmHg,
nadi teraba lemah, N: 110x/m
a. Diagnosa keperawatan: hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif
b. Pathway:
2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen
b.d kehilangan keperawatan selama 1x24 jam hipovolemia
cairan aktif diharapkan status cairan pasien O:
membaik dengan kriteria hasil: Periksa tanda dan
gejala hipovolemia
Indikator A T Monitor intake dan
Kekuatan nadi 1 5 output cairan
Output urin 1 5 T:
Pengisian vena 1 5 Hitung kebutuhan
cairan
Keterangan: Berikan posisi
1: menurun modified
2: cukup menurun trendelenburg
3: sedang Berikan asupan cairan
4: cukup meningkat oral
5: meningkat E:
Anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak
K:
Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis RL
3
Memberikan asupan cairan oral Memonitor intake dan
Respon: output cairan
Pasien diberi cairan oral Memberikan posisi
Anjurkan menghindari perubahan modified
posisi mendadak trendelenburg
Respon Memberikan asupan
Posisi pasien modified trendelenburg cairan oral
Mengkolaborasi pemberian cairan
IV isotonis RL
Respon:
Pasien terpasang inf. RL 20 tpm
4
LAPORAN PENDAHULUAN
MENINGITIS
Disusun oleh:
1
c. Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut
dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah
satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang
berlawanan.
4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat
purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-
tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur,
sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia: demam tinggi tiba-tiba
muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler
diseminata.
D. PATOFISIOLOGI
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Faktor
predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis,
anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala
dan pengaruh imunologis.
Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan
saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen, semuanya ini
penghubung yang menyokong perkembangan bakteri. Organisme masuk ke dalam
aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah
korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral.
Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen,
vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan
medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral.
Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri
dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier otak),
edema serebral dan peningkatan TIK. Pada infeksi akut pasien meninggal akibat
toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan
kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi
(pada sindrom Waterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel
dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.
2
E. PATHWAY
3
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Analisis CSS dari fungsi lumbal:
a. Meningitis bakterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel
darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positif terhadap
beberapa jenis bakteri.
b. Meningitis virus: tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah
putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya
negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
2. Glukosa serum: meningkat (meningitis).
3. LDH serum: meningkat (meningitis bakteri).
4. Sel darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri).
5. Elektrolit darah: Abnormal.
6. ESR/LED: meningkat pada meningitis.
7. Kultur darah/hidung/tenggorokan/urin: dapat mengindikasikan daerah pusat
infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
8. MRI/scan CT: dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak
ventrikel, hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.
9. Ronsen dada/kepala/sinus: mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu
menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna
sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan
pengobatan meningitis meliputi pemberian antibiotic yang mampu melewati barier
darah otak ke ruang subarachnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan
perkembangbiakan bakteri. Biasanya menggunakan sefaloposforin generasi keempat
atau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotic agar pemberian antimikroba lebih
efektif digunakan.
1. Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa):
a. Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2x sehari maksimal 500 mg selama 1
setengah tahun.
b. Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun.
c. Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3 bulan.
2. Obat anti-infeksi (meningitis bakterial):
a. Sefalosporin generasi ketiga
4
b. Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam IV, 4-6 x sehari
c. Klorafenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari.
3. Pengobatan simtomatis:
a. Antikonvulsi: Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis, atau rectal: 0,4-0,6
mg/kgBB, atau fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau Fenobarbital 5-7
mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari.
b. Antipiretik: parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis.
c. Antiedema serebri: Diuretikosmotik (seperti manitol) dapat digunakan untuk
mengobati edema serebri.
d. Pemenuhan oksigenasi dengan O2.
e. Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik: pemberian tambahan
volume cairan intravena.
H. FOKUS PENGKAJIAN
BREATHING
Inspeksi adanya batuk, sputum, sesak, penggunaan otot bantu napas, palpasi thorax
apabila ada deformitas tulang dada, auskultasi bunyi napas tambahan
BLOOD
Kaji tanda-tanda syok, kaji tanda-tanda infeksi fulminating dengan septicemia
BRAIN
Kaji tingkat kesadaran, fungsi serebri
BLADDER
Kaji output urin, berhubungan dengan perfusi dan penurunan curah jantung
BOWL
Kaji mual muntah karena produksi asam lambung, pada klien meningitis pemenuhan
nutrisi menurun
BONE
Kaji bengkak dan nyeri sendi
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hambatan aliran
darah ke otak.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan secret
pada saluran nafas
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan peningkatan kerja otot
pernafasan
5
4. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fisiologis
5. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis
J. RENCANA TINDAKAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hambatan aliran
darah ke otak
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan tindakan Edema serebra
kepewatan diharapkan tingkat resiko Monitor adanya kebingungan perubahan pikiran,
ketidakefektifan perfusi jaringan otak keluha pusing, pingsan
berkurang dengan perfusi jaringan Monitor setatus neurologi dengan ketat dan
serebral Indikator: bandingan dengan nilai normal
Tidak ada deviasi dari kisaran Monitor TTV
normal tekanan intracranial Monitor TIK dan CPP
Tidak ada saki kepala Monitor setatus pernafasan
Tidak ada keadaan pingsan Catat perubahan pasien dalam merespon terhadap
Tidak ada refleks saraf terganggu stimulus
Berikan anti kejang, sesuai kebutuhan
Hindari fleksi leher
Latihan rom pasif
Monitor intake dan out put
6
pursed lips) Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
Menunjukkan jalan nafas yang memfasilitasi suction nasotrakeal
paten (klien tidak merasa Gunakan alat yang steril setiap melakukan
tercekik, irama nafas, frekuensi tindakan
pernafasan dalam rentang normal, Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam
tidak ada suara nafas abnormal) setelah kateter di keluarkan dari nastrokeal
Monitor status oksigenasi pasien
Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
suction
Hentikan suction dan berikan oksigen apabila
apsien menunjukkan bradikardi, peningkatan
saturasi O2, dll.
7
keseimbangan
Monitor respirasi dan status O2
Oxygen therapy
Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Atur peralatan oksigenasi
Pertahankan posisi pasien
Observasi adanya tandatanda hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
Vital sign monitoring
Monitor TD, andi, suhu dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
Monitor TD, nadi, RR sebelum , selama, dan
setelah aktifitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama pernafasan
Monitor suara paru
8
MINGGU 2
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU KEDUA KASUS PERTAMA F6
Disusun oleh:
Kasus:
Tn. D usia 55 tahun dengan stemi, pasien datang ke IGD rumah sakit dengan keluhan nyeri
dada sejak tadi pagi sekitar jam 3 pagi. Nyeri tidak berkurang saat istirahat, keluar keringat
dingin, nyeri tembus ke punggung. Pasien memiliki riwayat stroke dan riwayat perdarahan.
Skala nyeri 7, hilang timbul seperti tertimpa beban berat di dada kiri tembus ke punggung.
Jalan nafas paten tidak ada sumbatan, napas vesikuler, TTV: RR; 26 x/m, TD; 140/90 mmHg,
N; 104 x/m, S; 36.2, CRT<2 detik. GCS E4M5V6 pupil isokor, kekuatan otot 5/5/5/5. Pasien
diberikan terapi analgetik
I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Jalan napas paten
Li : Gurgling (-), snoring (-), stridor (-)
F : Teraba pergerakan dinding dada
Breathing : Lo : Napas reguler, RR: 26 x/m
Li : Vesikuler, tidak ada suara napas tambahan
F : Perkusi sonor, tidak ada krepitasi, nyeri tekan (+)
Circulation : Lo : Keluar keringat dingin, sianosis (-), riwayat
perdarahan
Li : TD: 140/90 mmHg
F : Akral dngin, CRT <2 detik, N: 104, S: 36,2
Disability : Kesadaran CM, GCS 15, pupil isokor, kekuatan otot 5/5/5/5
Exposure : Tidak ada jejas dan luka
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Pasien mengeluh nyeri dada sejak tadi pagi sekitar jam 3 pagi. Nyeri tidak
berkurang saat istirahat, nyeri tembus ke punggung. Skala nyeri 7, hilang timbul
seperti tertimpa beban berat di dada kiri tembus ke punggung
1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: Pasien mengeluh nyeri Nyeri akut Agen pencedera
dada sejak tadi pagi sekitar fisiologis
jam 3 pagi. Nyeri tidak
berkurang saat istirahat, nyeri
tembus ke punggung. Skala
nyeri 7, hilang timbul seperti
tertimpa beban berat di dada
kiri tembus ke punggung
Do: pasien terlihat meringis,
keluar keringat dingin, TTV:
TD: 140/90mmHg, R: 26x/m,
N: 104 x/m, S: 36,2
a. Diagnosa keperawatan: nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
b. Pathway:
Arterosklerosis, thrombosis
↓
Penurunan darah ke jantung
↓
Kekurangan oksigen dan nutrisi
↓
Iskemik miokard
↓
Nekrosi
↓
Suplai dan kebutuhan oksigen tidak seimbang
↓
Metabolisme anaerob
↓
Timbunan asam laktat meningkat
↓
Nyeri
2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
agen keperawatan selama 1x24 jam O:
pencedera diharapkan tingkat nyeri pasien Identifikasi lokasi,
fisiologis membaik dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
Indikator A T intensitas, skala nyeri
Keluhan nyeri 1 5 Identifikasi respon
Meringis 1 5 nyeri non verbal
Identifikasi faktor
Keterangan: yang memperberat dan
1: meningkat memperingan nyeri
2: cukup meningkat T:
3: sedang Berikan teknik non
4: cukup menurun farmakologis
5: menurun E:
Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
Ajarkan teknik
nonfarmakologis
K:
Kolaborasikan
analgetik
3
Pasien meringis menahan nyeri Indikator A S T
Mengidentifikasi faktor yang Keluhan 1 1 5
memperberat dan memperingan nyeri
nyeri Meringis 1 1 5
Respon: P: lanjutkan intervensi
Nyeri tidak berkurang saat istirahat Mengidentifikasi
Memberikan teknik non lokasi, karakteristik,
farmakologis durasi, frekuensi,
Respon: kualitas, intensitas,
Mengajarkan teknik relaksasi napas skala nyeri
dalam Mengidentifikasi
Menjelaskan penyebab, periode, dan respon nyeri non
pemicu nyeri verbal
Menjelaskan strategi meredakan Mengidentifikasi
nyeri faktor yang
Menganjurkan memonitor nyeri memperberat dan
secara mandiri memperingan nyeri
Mengajarkan teknik Memberikan teknik
nonfarmakologis non farmakologis
Respon: Mengkolaborasikan
Mengajarkan teknik relaksasi napas analgetik
dalam
Mengkolaborasikan analgetik
Respon:
Pasien diberikan analgetik
4
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU KEDUA KASUS KEDUA F7
Disusun oleh:
Kasus:
Tn. C usia 40 tahun dengan diagnosa medis PPOK. Pasien datang ke IGD mengeluh sesak
napas sejak 2 hari yang lalu dan batuk berdahak serta tidak nafsu makan. Sesak napas sering
berulang dan pasien tidak bisa mengeluarkan dahaknya. Tidak terdapat sumbatan jalan napas,
napas cepat disertai batuk berdahak, ronkhi (+), R: 28 x/m, TD: 130/90, N: 102 x/m, S: 36,
akral hangat. Hasil pengkajian GCS = E4M5V6 (composmentis), kekuatan otot 5/5/5/5,
terapinya diberikan oksigen NK 4 LPM, infus RL 20 tpm, injeksi ceftriaxone 2x1 gr, injeksi
ranitidin 2x ampul, methylprednisolone 2x62.5 mg dan combivent respule 8 jam.
I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Jalan napas paten
Li : Gurgling (-), snoring (-), stridor (-)
F : Teraba pergerakan dinding dada
Breathing : Lo : Pasien terlihat sesak napas disertai batuk berdahak,
pernapasan cepat, R: 28x/m, terpasang NK 4lpm,
pasien terlihat tidak bisa mengeluarkan dahak
Li : Wheezing (+)
F : Perkusi sonor, tidak ada krepitasi
Circulation : Lo : Sianosis (-), perdarahan (-), turgor kulit lembab
Li : S1S2 lupdup, TD: 130/90 mmHg
F : CRT < 2 detik, S: 36, N: 102x/m, akral hangat
Disability : Kesadaran CM, GCS 15 E4V5M6
Exposure : Tidak terdapat luka/jejas
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Pasien mengatakan sesak napas disertai batuk berdahak. pasien merasakan sesak
napas sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk RS. Sesak napas yang dirasakan pasien
sering berulang.
1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengatakan sesak Bersihan jalan napas tidak Sekresi yang tertahan
napas dan batuk berdahak efektif
Do: pasien terlihat sesak dan
batuk, pasien terlihat tidak
bisa mengeluarkan dahak.
Suara napas wheezing (+),
terpasang nasal kanul 4lpm,
TD: 130/90mmHg, R: 28x/m,
N: 102x/m, S: 36
a. Diagnosa keperawatan: bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang
tertahan
b. Pathway:
Etiologi
↓
Inflamasi pada bronkus
↓
Peningkatan sekret
bronkeolus
↓
Batuk
↓
Bersihan jalan napas tidak
efektif
2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
10/2/21 Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan
19.40 napas tidak keperawatan selama 1x24 jam napas
efektif b.d diharapkan bersihan jalan napas O:
sekresi yang pasien membaik dengan kriteria Monitor pola napas
tertahan hasil: Monitor bunyi napas
tambahan
Indikator A T Monitor sputum
Produksi sputum 1 5 T:
Dispnea 1 5 Posisikan semi fowler
Beri minum hangat
Keterangan: Berikan oksigen
1: meningkat E:
2: cukup meningkat
Ajarkan teknik batuk
3: sedang
efektif
4: cukup menurun
K:
5: menurun
Kolaborasikan
ekspektoran
3
yang keluar Memposisikan semi
Mengkolaborasikan ekspektoran fowler
Respon: Memberi minum
Pasien diebrikan ekspektoran sesuai hangat
dosis Mengajarkan teknik
batuk efektif
Mengkolaborasikan
ekspektoran
4
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU KEDUA KASUS KETIGA F8
Disusun oleh:
Kasus:
Tn. N usia 54 tahun mengeluh nyeri dada berat seperti tertindih sejak pagi hari jam 10, hilang
timbul, dan menetap sampai maghrib. Skala nyeri 7/10. Nyeri sampai keluar keringat dingin,
lemas, dan nyeri kepala. Pasien mempunyai riwayat CHF, terakhir kontrol di rumah sakit
pasien diberikan nitrokaf 2x2,5 mg dan centrum 1x3 mg, bisoprolol 1,5 mg. Hasil pengkajian
RR: 25 x/m, irama nafas cepat pergerakan dengan dada simetris suara nafas vesikuler, TD;
165/100 mmHg, nadi 102 kali x/m, S; 36, GCS; E4M6V, pupil isokor, kekuatan otot 5/5/5/5.
I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Jalan napas paten
Li : Gurgling snoring stridor (-)
F : Teraba pergerakan dinding dada
Breathing : Lo : Terlihat sesak napas, RR: 25 x/m, irama napas cepat
Li : Vesikuler, suara napas tambahan (-)
F : Perkusi sonor, pergerakan dada simetris
Circulation : Lo : Sianosis (-), perdarahan (-), keringat dingin (+)
Li : S1S2 ireguler, tidak ada suara jantung tambahan,
TD: 165/100 mmHg
F : Akral dingin, CRT < 2 detik, N: 102 x/m, S: 36
Disability : Kesadaran CM, GCS 15, pupil isokor, kekuatan otot 5/5//5/5
Exposure : Tidak ada jejas dan luka.
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Pasien mengeluh nyeri dada berat seperti tertindih sejak pagi hari jam 10, hilang
timbul, dan menetap sampai maghrib. Skala nyeri 7/10. Nyeri sampai keluar
keringat dingin, lemas, dan nyeri kepala.
1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengeluh nyeri Penurunan curah jantung Perubahan kontraktilitas
dada berat seperti tertindih
sejak pagi hari jam 10, hilang
timbul, dan menetap sampai
maghrib, skala nyeri 7/10,
nyeri sampai keluar keringat
dingin, lemas
Do: pasien terlihat meringis
menahan nyeri, N: 102 x/m,
TD: 165/100 mmHg, S1S2
ireguler, terlihat sesak napas,
RR: 25 x/m, irama napas
cepat
a. Diagnosa keperawatan: penurunan curah jantung b.d perubahan
kontraktilitas
b. Pathway:
Faktor resiko dan pencetus
↓
Beban kerja jantung meningkat
↓
Kebutuhan oksigen meningkat
↓
Arteri koroner tidak dapat berdilatasi
↓
Jantung tidak adekuat memompa
↓
Palpitasi, lelah, dispnea
↓
Penurunan curah jantung
2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Penurunan Setelah dilakukan tindakan Perawatan jantung
curah jantung keperawatan selama 1x24 jam O:
b.d perubahan diharapkan curah jantung Identifikasi tanda
kontraktilitas pasien membaik dengan kriteria gejala primer
hasil: penurunan curah
jantung
Indikator A T Monitor tekanan darah
Takikardia 1 5 Monitor keluhan nyeri
Lelah 1 5 dada
Dispnea 3 5 T:
Posisikan semi fowler
Keterangan: dengan kaki ke bawah
1: meningkat Berikan terapi
2: cukup meningkat relaksasi
3: sedang E:
4: cukup menurun Anjurkan beraktivitas
5: menurun fisik sesuai toleransi
K:
Kolaborasikan
antiaritmia jika perlu
3. Implementasi & Evaluasi
Tgl/ Implementasi & Respon Evaluasi Paraf
Waktu
4/2/21 Mengidentifikasi tanda gejala primer S: pasien masih Syahrir
penurunan curah jantung mengeluh nyeri dada
Respon: berat seperti tertindih
N: 104 x/m, S1S2 ireguler, terlihat sejak pagi hari, hilang
sesak napas, RR: 25 x/m, irama timbul, dan menetap
cepat, mengeluh lemas sampai maghrib, skala
Memonitor tekanan darah nyeri 7/10, nyeri sampai
Respon: keluar keringat dingin,
Tekanan darah 160/105 mmHg lemas, dan nyeri kepala,
Memonitor keluhan nyeri dada memberat saat
Respon: beraktivitas, mengeluh
Pasien masih mengeluh nyeri dada lemas
berat seperti tertindih sejak pagi hari, O: pasien terlihat
hilang timbul, dan menetap sampai meringis menahan nyeri,
maghrib, skala nyeri 7/10, nyeri N: 104 x/m, S1S2
sampai keluar keringat dingin, ireguler, terlihat sesak
lemas, dan nyeri kepala napas, RR: 25 x/m,
Memposisikan semi fowler dengan irama napas cepat,
kaki ke bawah tekanan darah 160/105
Respon: mmHg
Posisi pasien semi fowler A: masalah belum
teratasi
3
Memberikan terapi relaksasi Indikator A S T
Menganjurkan beraktivitas fisik Takikardia 1 1 5
sesuai toleransi Lelah 1 1 5
Mengkolaborasikan antiaritmia jika Dispnea 1 3 5
perlu P: lanjutkan intervensi
Mengidentifikasi tanda
gejala primer
penurunan curah
jantung
Memonitor tekanan
darah
Memonitor keluhan
nyeri dada
Memposisikan semi
fowler dengan kaki ke
bawah
4
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU KEDUA KASUS KEEMPAT F9
Disusun oleh:
Kasus:
Tn. O, usia 50 tahun, dengan diagnosa stroke, keluarga mengatakan pasien terjatuh dari kursi
dan sesak nafas pasien hipertensi sejak lama, tidak rutin kontrol, 3 bulan yang lalu keluarga
mengatakan tangan dan kaki pasien tidak bisa digerakkan dan pasien tidak bisa bicara. Tidak
ada sumbatan jalan nafas. Hasil pengkajian RR; 24 x/m, nafas vesikuler, dada simetris irama
teratur, TD: 165/105 mmHg, N: 102 x/m, CRT kurang dari 2 detik, akral hangat, suhu 36.
Hasil pemeriksaan GCS 15, konjungtiva anemis, pupil isokor, kekuatan otot 1515 kelemahan
ekstremitas bagian kanan atas dan bawah dan tidak bisa digerakkan. Saat ini diberikan terapi
oksigen
I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Jalan napas paten
Li : Gurgling, stridor, snoring (-)
F : Teraba pergerakan dinding dada
Breathing : Lo : Irama napas reguler, RR: 24 x/m
Li : Vesikuler, tidak ada suara napas tambahan
F : Perkusi sonor, tidak ada krepitasi
Circulation : Lo : Sianosis (-), perdarahan (-)
Li : S1S2 lupdup, TD: 165/105 mmHg
F : Akral hangat, CRT <2 detik, N: 104 x/m, S: 36
Disability : Konjungtiva anemis, pupil isokor, kekuatan otot 1/5//1/5,
ekstremitas kanan atas bawah lemah, pasien tidak bisa bicara,
GCS 15
Exposure : Tidak ada jejas dan luka
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Keluarga mengatakan pasien terjatuh dari kursi dan sesak nafas pasien hipertensi
sejak lama, tidak rutin kontrol, 3 bulan yang lalu keluarga mengatakan tangan dan
kaki pasien tidak bisa digerakkan dan pasien tidak bisa bicara.
1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: keluarga mengatakan Resiko perfusi serebral Stroke, tidak bisa
pasien terjatuh dari kursi dan tidak efektif bicara, ekstremitas
sesak nafas pasien hipertensi kanan atas bawah tidak
sejak lama, tidak rutin bisa digerakkan
kontrol, 3 bulan yang lalu
keluarga mengatakan tangan
dan kaki pasien tidak bisa
digerakkan dan pasien tidak
bisa bicara
Do: kekuatan otot 1/5//1/5,
ekstremitas kanan atas bawah
lemah, TD: 165/105 mmHg,
RR: 24 x/m, N: 104 x/m, S:
36oC
a. Diagnosa keperawatan: resiko perfusi serebral tidak efektif d.d stroke,
tidak bisa bicara, ekstremitas kanan atas bawah tidak bisa digerakkan
b. Pathway:
Faktor pencetus
↓
Arterosklerosis
↓
Sirkulasi serebral terganggu
↓
Penurunan suplai darah dan O2 ke otak
↓
Resiko perfusi serebral tidak efektif
2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Resiko perfusi Setelah dilakukan tindakan Manajemen
serebral tidak keperawatan selama 1x24 jam peningkatan TIK
efektif d.d diharapkan perfusi serebral O:
stroke, tidak pasien membaik dengan kriteria Monitor tanda gejala
bisa bicara, hasil: peningkatan TIK
ekstremitas Monitor MAP
kanan atas Indikator A T Monitor status
bawah tidak Nilai rata-rata tekanan 1 5 pernapasan
bisa darah T:
digerakkan Tekanan darah sistol 1 5 Berikan posisi semi
Tekanan darah diastol 1 5 fowler
Pertahankan suhu
Keterangan: tubuh nomal
1: memburuk K:
2: cukup memburuk Kolaborasikan sedasi
3: sedang dan anti konvulsan
4: cukup meningkat jika perlu
5: meningkat
3
Memonitor status
pernapasan
Memberikan posisi
semi fowler
Mempertahankan suhu
tubuh nomal
4
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU KEDUA KASUS KELIMA F10
Disusun oleh:
Kasus:
Pasien TB dengan riwayat HIV AIDS pasien mengeluh sesak nafas setiap hari. Pasien sering
batuk tidak terdapat dahak, respirasi 28 kali permenit, pasien terpasang oksigen RM 8 lpm,
RR: 28 x/m, irama napas cepat pergerakan dinding dada simetris, suara nafas wheezing, TD:
130/80 mmHg, N; 91 x/m, CRT: <2 detik, akral hangat, S;37, GCS; 15. Konjungtiva anemis
pupil isokor 1clera anikterik, kekuatan otot 5/5/5/5. Pasien diberikan terapi nebulizer
I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Jalan napas paten
Li : Gurgling snoring stridor (-)
F : Teraba pergerakan dinding dada
Breathing : Lo : Terlihat sesak napas, terlihat sering batuk, dahak (-),
RR: 28 x/m, irama napas cepat dangkal, dinding
dada simetris, terpasang RM 8 lpm
Li : Wheezing (+)
F : Teraba pergerakan dinding dada simetris
Circulation : Lo : Sianosis perdarahan (-)
Li : S1S2 lupdup, TD: 130/80 mmHg
F : Akral hangat, CRT < 2 detik, N: 91 x/m, S: 37
Disability : Keadaan umum sedang, kesadaran CM, GCS 15,
Konjungtiva anemis pupil isokor 1clera anikterik, kekuatan
otot 5/5/5/5
Exposure : Tidak ada jejas dan luka
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Pasien mengeluh sesak nafas setiap hari. Pasien mengeluh sering batuk namun
tidak terdapat dahak.
1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengeluh sesak Pola napas tidak efektif Penurunan ekspansi
nafas setiap hari, pasien paru
sering batuk tidak terdapat
dahak.
Do: terlihat sesak napas,
terlihat sering batuk namun
dahak (-), RR: 28 x/m, irama
napas cepat dangkal, dinding
dada simetris, terpasang RM
8 lpm, konjungtiva anemis
wheezing (+), TD: 130/80
mmHg, N: 91 x/m, S: 37,
a. Diagnosa keperawatan: pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi
paru
b. Pathway:
Gagal jantung
↓
Darah kembali ke atrium,
ventrikel, dan sirkulasi paru
↓
Jantung hipertrofi
↓
Tekanan pulmonal
↓
Edema paru
↓
Ekspansi paru menurun
↓
Sesak napas
↓
Pola napas tidak efektif
2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Pola napas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
tidak efektif keperawatan selama 1x24 jam O:
b.d penurunan diharapkan pola napas pasien Monitor frekuensi,
ekspansi paru membaik dengan kriteria hasil: irama, kedalaman, dan
upaya napas.
Indikator A T Monitor pola napas.
Frekuensi napas 1 5 Auskultasi bunyi
Kedalaman napas 1 5 napas.
T:
Keterangan: Atur interval
1: memburuk pemantauan respirasi
2: cukup memburuk sesuai kondisi pasien.
3: sedang Dokumentasikan hasil
4: cukup membaik pemantauan.
5: membaik E:
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan.
3
LAPORAN PENDAHULUAN
LAPARATOMI EKSPLORATIF
Disusun oleh:
1
memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila
penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa perlengketan
(lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat
atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen), Intusepsi (salah
satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada
dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus (usus besar yang
mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian
menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang
terjadi amat distensi), hernia (protrusi usus melalui area yang lemah dalam
usus atau dinding dan otot abdomen), dan tumor (tumor yang ada dalam
dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan
tekanan pada dinding usus).
4. Apendisitis mengacu pada radang apendiks
Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian
inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah
obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan
mengikis mukosa menyebabkan inflamasi.
C. TANDA GEJALA
1. Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan
2. Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
3. Kelemahan
4. Mual, muntah, anoreksia
5. Konstipasi
D. PATOFISIOLOGI
Rongga abdomen memuat baik organ-organ yang padat maupun yang
berongga. Trauma tumpul kemungkinan besar menyebabkan kerusakan yang
serius bagi organ-organ padat, dan trauma penetrasi sebagian besar melukai
organ-organ berongga. Kompresi dan perlambatan dari trauma tumpul
menyebabkan fraktur pada kapsula dan parenkim organ padat, sementara
organ berongga dapat kolaps dan menyerap energi benturan. Bagaimanapun
usus yang menempati sebagian besar rongga abdomen, rentan untuk
mengalami oleh trauma penetrasi. Secara umum, organ-organ padat
berespons terhadap trauma dengan perdarahan. Organ- organ berongga pecah
2
dan mengeluarkan isinya dan ke dalam rongga peritoneal menyebabkan
peradangan dan infeksi.
Diagnosis dini adalah penting pada trauma abdomen. Pasien yang
memperlihatkan adanya cedera abdomen penetrasi fasia dalam peritoneal,
ketidakstabilan hemodinamik, atau tanda-tanda dan gejala-gejala abdomen
akut dilakukan eksplorasi dengan pembedahan. Pada kebanyakan kasus
trauma abdomen lainnya, dilakukan lavase peritoneal diagnostic (LPD). LPD
yang positif juga mengharuskan dilakukan ekplorasi pembedahan.
Baik LPD ataupun scan CT adalah 100 % diagnostic, sehingga pasien-
pasien trauma dengan hasil negatif harus diobservasi. Dilakukan serangkaian
pengukuran tingkat hematokrit dan amylase. Pengobatan nyeri mungkin
ditunda sehingga tidak mengaburkan tanda-tanda dan gejala-gejala yang
potensial. Masukan per oral juga ditunda untuk berjaga-jaga jika diperlukan
pembedahan. Pasien dikaji untuk mendapatkan tanda-tanda abdomen akut :
distensi, rigiditas, guarding dan nyeri lepas. Eksplorasi pembedahan
menjadi perlu dengan adanya awitan setiap tanda-tanda dan gejala-gejala yang
mengindikasikan cedera. Penggunaan T abdomen telah memperoleh
popularitas dan sering digunakan atau sebagai tambahan pada LPD. Cedera
retroperitoneal, seringkali terlewatkan dengan LPD dan bahkan dengan
pembedahan eksplorasi, sering dapat diidentifikasi dengan CT scan. Namun
CT scan tidak terlalu diandalkan dalam mendeteksi cedera pada organ-organ
berongga
E. PATHWAY
Prosedur Tindakan Medis(Pembedahan)
↓
Operasi Laparatomi
↓
Post Operasi Laparatomi Eksplorasi
↓ ↓ ↓
3
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ;
kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi,
adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.
2. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
3. Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
4. IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran
kencing.
5. Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang
diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang
disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum
pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran
bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih
dahulu.
6. Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan
cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga
peritonium
G. PENATALAKSANAAN
1. Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan
2. Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan.
3. Pemantauan status pernafasan dan CV.
4. Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul jika
diindikasikan.
5. Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex :
komponen darah, albumin, plasma atau pengganti plasma).
6. Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau diuretic
(mengurangi retensi cairan dan edema)
H. FOKUS PENGKAJIAN
1. Breathing
Kepatenan jalan nafas, kedalaman, frekuensi dan karakter pernafasan, sifat
dan bunyi nafas merupakan hal yang harus dikaji pada klien dengan post operasi.
Pernafasan cepat dan pendek sering terjadi mungkin akibat nyeri. Pernafasan
yang bising karena obstruksi oleh lidah dan auskultasi dada didapatkan bunyi
krekels.
4
2. Blood
Pada klien post operasi biasanya ditemukan tanda-tanda syok seperti takikardi,
berkeringat, pucat, hipotensi dan penurunan suhu tubuh.
3. Brain
Kaji tingkat kesadaran dan kondisi umum. Nyeri dirasakan bervariasi, tingkat dan
keparahan nyeri post operasi tergantung pada anggapan fisiologi dan psikologi
individu serta toleransi yang ditimbulkan oleh nyeri.
4. Bladder
Terjadi penurunan haluaran urine dan warna urine menjadi pekat/gelap, terdapat
distensi kandung kemih dan retensi urine.
5. Bowel
Ditemukan distensi abdomen, kembung, mukosa bibir kering, penurunan
peristaltik usus juga biasanya ditemukan. Muntah dan konstipasi akibat
pembedahan.
6. Bone
Kelemahan dan kesulitan ambulasi terjadi akibat nyeri di abdomen dan efek dari
pembedahan atau anastesi sehingga menyebabkan kekakuan otot. Ditemukan luka
akibat pembedahan di area abdomen. Karakteristik luka tergantung pada lamanya
waktu setelah pembedahan.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik
2. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d luka pembedahan
3. Resiko infeksi d.d efek prosedur infasif
J. RENCANA TINDAKAN
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Rasa nyeri terkontrol atau dapat dikurangi frekwensi, kualitas, dan intensitas nyeri
Kriteria hasil: Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri cukup menurun Identifikasi respon nyeri non verbal
2. Meringis cukup menurun Identifikasi factor yang memperberat dan
3. Gelisah cukup menurun memperingan nyeri
4. Kesulitan tidur menurun Berikan teknik non farmakologi (terapi
5
music, kompres hangat, kompres dingin,
teknik relaksasi napas dalam)
Kontrol lingkungan yang mmperberat rasa
nyeri
Fasilitasi istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Kolaborasi pemberian analgetik, bila
perlu.
6
3. Resiko infeksi d.d efek prosedur infasif
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
Tingkat infeksi menurun sistemik
Kriteria hasil: Berikan perawatan kulit pada area edema
1. Kemerahan menurun Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Nyeri menurun Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3. Cairan berbau busuk menurun Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresio
tinggi
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
7
MINGGU 3
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU KETIGA KASUS PERTAMA F1
Disusun oleh:
Kasus:
Tn. N, Usia 54 tahun, pasien diantar keluarganya ke IGD hari Jumat tanggal 14 Februari 2020
dengan penurunan kesadaran GCS E2MV2, pasien mengeluh nyeri kepala muntah susah
bicara dan mengalami kelemahan anggota gerak. pemeriksaan tanda-tanda vital ditemukan
RR 26 X/menit, napas cepat, suara napas vesikuler tidak ada suara napas tambahan, TD=
140/80, N= 100 x menit /m S= 37°C, CRT: <3 detik, pupil isokor saat dirangsang cahaya
positif, kekuatan otot 5/2/5/2, terapi diberikan sedasi dan antikonvulsan.
I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Osbtruksi jalan napas (-)
Li : Gurgling (-), snoring (-), stridor (-)
F : Teraba pergerakan dinding dada
Breathing : Lo : Pasien terlihat sesak napas, napas cepat, RR: 26 x/m,
Li : Vesikuler, suara napas tambahan (-)
F : Perkusi sonor, tidak ada krepitasi
Circulation : Lo : Pasien muntah, sianosis (-), perdarahan (-)
Li : Bunyi jantung S1S2 lupdup, TD: 140/80 mmHg
F : Akral hangat, CRT <3 detik, N: 100x/m, S: 37°C
Disability : Penurunan kesadaran, GCS E2MxV2, pupil isokor, RC (+),
kelemahan anggota gerak, kekuatan otot 5/2 // 5/2, susah
bicara
Exposure : Tidak ada luka dan jejas
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Pasien diantar keluarganya ke IGD hari Jumat tanggal 14 Februari 2020 dengan
penurunan kesadaran GCS E2MV2, pasien mengeluh nyeri kepala muntah susah
bicara dan mengalami kelemahan anggota gerak.
1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengeluh nyeri Resiko perfusi serebral Penurunan kesadaran,
kepala dan muntah tidak efektif GCS E2MV2,
Do: penurunan kesadaran, kelemahan anggota
GCS E2MxV2, pupil isokor, gerak
RC (+), kelemahan anggota
gerak, kekuatan otot 5/2 //
5/2, terlihat susah bicara
a. Diagnosa keperawatan: resiko perfusi serebral tidak efektif d.d penurunan
kesadaran, GCS E2MV2, kelemahan anggota gerak
b. Pathway:
Faktor penyebab
↓
Perdarahan intracranial
↓
ICH
↓
Darah masuk ke jaringan otak
↓
Hematoma
↓
Penekanan jaringan otak
↓
Peningkatan TIK
↓
Aliran darah dan O2 ke otak menurun
↓
Resiko perfusi serebral tidak
2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Resiko perfusi Setelah dilakukan tindakan Manajemen
serebral tidak keperawatan selama 1x24 jam peningkatan tekanan
efektif d.d diharapkan perfusi serebral intrakranial
penurunan pasien membaik dengan kriteria O:
kesadaran, hasil: Monitor tanda gejala
GCS E2MV2, peningkatan TIK
kelemahan Indikator A T Monitor MAP
anggota gerak Sakit kepala 1 5 Monitor status
Gelisah 1 5 pernapasan
Kecemasan 1 5 T:
Demam 1 5 Berikan posisi semi
fowler
Keterangan: Cegah terjadinya
1: meningkat kejang
2: cukup meningkat Pertahankan suhu
3: sedang tubuh normal
4: cukup menurun K:
5: menurun Kolaborasi pemberian
sedasi dan anti
konvulsan
3
Mengkolaborasikan pemberian Memberikan posisi
sedasi dan anti konvulsan semi fowler
Respon: Mencegah terjadinya
Pasien diberikan sedasi dan kejang
antikonvulsan Mempertahankan suhu
tubuh normal
Mengkolaborasikan
pemberian sedasi dan
anti konvulsan
4
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU KETIGA KASUS KEDUA F2
Disusun oleh:
Kasus:
Ny L, 36 tahun, pasien datang ke IGD dengan penurunan kesadaran, sebelumnya pasien
mengeluh lemas tampak sedikit sesak nafas respirasi 25 kali permenit pasien mempunyai
riwayat penyakit DM. Hasil KGD: 66 g/dl, keluarga pasien mengatakan pasien tidak nafsu
makan hasil pemeriksaan TTV, RR=25 x/m, irama nafas reguler, pergerakan dinding dada
simetris, vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan, TD=150/70 mmHg, Nadi: 101 x/m, S:36
37°C, CRT: <2 detik, GCS E3 M4 V3, delirium, pupil isokor saat di rangsang cahaya +,
kekuatan otot= 5/5/5/5.
I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Tidak ada obstruksi jalan napas
Li : Gurgling snoring stridor (-)
F : Teraba pernapasan adekuat
Breathing : Lo : Terlihat sedikit sesak napas, irama napas regular,
dinding dada simetris, RR 25x/m
Li : Vesikuler, tidak ada suara napas tambahan
F : Tidak ada nyer tekan
Circulation : Lo : Sianosis (-), perdarahan (-), edema (-)
Li : S1S2 lupdup, TD: 150/70 mmHg
F : N: 101 x/m, akral dingin, S: 36oC
Disability : Kesadaran menurun, GCS E3M4V3, delirium, pupil isokor
saat di rangsang cahaya (+), kekuatan otot 5/5/5/5
Exposure : Tidak ada jejas dan luka
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Pasien mengeluh lemas, keluarga pasien mengatakan pasien tidak nafsu makan.
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengeluh lemas Ketidakstabilan kadar Penggunaan insulin/obat
dan tidak nafsu makan glukosa darah glikemik oral.
Do: pasien terlihat lemah
1
lesu, terlihat sedikit sesak
napas, kesadaran menurun,
GCS E3M4V3, delirium,
pasien memiliki riwayat DM,
pemeriksaan gula darah
pasien 66 g/dL
a. Diagnosa keperawatan: ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d
penggunaan insulin/obat glikemik oral
b. Pathway:
DM 2
↓
Aturan pengobatan yang kompleks
↓
Kegagalan mengikuti aturan pengobatan
↓
Penggunaan terapi insulin/glikemia oral
↓
Ketidakstabilan kadar glukosa darah
2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Ketidakstabilan Setelah dilakukan tindakan Manajemen
kadar glukosa keperawatan selama 1x24 jam hipoglikemia
darah b.d diharapkan kestabilan kadar O:
penggunaan glukosa darah pasien Identifikasi tanda
insulin/obat membaik dengan kriteria gejala hipoglikemia
glikemik oral hasil: T:
Berikan karbohidrat
Indikator A T sederhana
Lelah/lesu 1 5 Berikan glucagon
Perilaku aneh 1 5 Berikan karbohidrat
kompleks dan protein
Keterangan: sesuai diet
1: meningkat E:
2: cukup meningkat Anjurkan membawa
3: sedang karbohidrat sederhana
4: cukup menurun setiap saat
5: menurun Ajarkan meningkatkan
perawatan mandiri
untuk mencegah
hipoglikemia
K:
Kolaborasi pemberian
glukagon
3
Mengkolaborasi pemberian P: lanjutkan intervensi
glukagon Mengidentifikasi tanda
gejala hipoglikemia
Memberikan
karbohidrat sederhana
Memberikan glucagon
Menganjurkan
membawa karbohidrat
sederhana setiap saat
Mengajarkan
meningkatkan
perawatan mandiri
untuk mencegah
hipoglikemia
Mengkolaborasi
pemberian glukagon
4
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU KETIGA KASUS KETIGA F3
Disusun oleh:
Kasus:
Tn C, usia 87 tahun dengan PPOK, pasien datang ke IGD rumah sakit dengan keluhan sesak
napas memberat sejak 1 bulan terakhir mual dan muntah (-), nyeri dada (-) jalan napas paten,
irama napas tidak teratur, ada retraksi dinding dada, ronkhi (+), RR: 28 x/m, akral hangat,
tidak ada sianosis, TD: 120/80 mmHg, N: 90 x/m, CRT: kurang dari 2 detik S: 36, kesadaran:
CM, pupil isokor 2 mili efek cahaya (+), kekuatan otot 5/5/5/5. Terapi yang telah diberikan
oksigen NK 4 LPM, infus RL 20 TPM injeksi ceftriaxone 2x1 gram, injeksi ranitidin 2x
ampul methylprednisolone 2 x 62,5 mg dan combivent respule 8 jam
I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Jalan napas paten
Li : Gurgling, snoring, stridor (-)
F : Teraba pergerakan dinding dada
Breathing : Lo : Irama napas ireguler, terlihat sesak, RR: 28x/m,
terlihat retraksi dinding dada, terpasang NK 4 lpm
Li : Ronkhi (+)
F : Perkusi sonor, tidak ada krepitasi, nyeri dada (-)
Circulation : Lo : Sianosis (-), perdarahan (-)
Li : S1S2 lupdup, TD: 120/80 mmHg
F : CRT <2 detik, akral hangat, S: 36oC, N: 90 x/m
Disability : Kondisi umum baik, kesadaran CM, GCS 15. Kekuatan otot
5/5/5/5, pupil isokor 2/2, reflek cahaya (+)
Exposure : Tidak ada jejas dan luka
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Sesak napas memberat sejak 1 bulan terakhir
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengatakan sesak Pola napas tidak efektif Penurunan ekspansi
napas memberat sejak 1 paru
bulan terakhir
1
Do: irama napas ireguler,
pasien terlihat sesak napas,
RR: 28x/m, terlihat retraksi
dinding dada, NK 4 lpm,
terdengar suara napas ronkhi
S: 36oC, N: 90 x/m,
a. Diagnosa keperawatan: pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi
paru
b. Pathway:
Faktor pencetus
↓
PPOK
↓
Perubahan anatomis parenkim paru
↓
Pembesaran alveoli
↓
Hiperatropi kelenjar mukosa
↓
Penyempitan saluran napas secara
periodik
↓
Ekspansi paru menurun
↓
Suplai O2 tidak adekuat
↓
Hipoksia
↓
Sesak
↓
Pola napas tidak efektif
2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Pola napas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
tidak efektif keperawatan selama 1x24 jam O:
b.d penurunan diharapkan pola napas pasien Monitor frekuensi,
ekspansi paru membaik dengan kriteria hasil: irama, kedalaman, dan
upaya napas.
Indikator A T Monitor pola napas.
Frekuensi napas 1 5 Auskultasi bunyi
Kedalaman napas 1 5 napas.
T:
Keterangan: Atur interval
1: memburuk pemantauan respirasi
2: cukup memburuk sesuai kondisi pasien.
3: sedang E:
4: cukup membaik Jelaskan tujuan dan
5: membaik prosedur pemantauan.
3
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU KETIGA KASUS KEEMPAT F4
Disusun oleh:
Kasus:
Tn. D usia 52 tahun pasien anemia dengan CKD, pasien datang ke IGD rumah sakit rujukan
dari rumah sakit A dengan keluhan sesak nafas dua hari sebelum masuk rumah sakit yang
memberat saat berbaring, pucat lemas mual. Pasien mengatakan belum pernah cuci darah,
terapi yang sudah
diberikan oksigen 3 L/m, NaCl 0,9 10 TPM furosemid 3x1 ampul, terapi asam folat 3x1
tablet, transfusi PRC 2 kolf. Suara nafas wheezing, ada retraksi dinding dada, 28 x/m, TD:
155/95 mmHg, Nadi: 65 kali /m, CRT; < 2 detik, turgor kulit baik, S: 36, kesadaran compos
mentis GCS E5M4V6 diameter isokor diameter (2 mm) respon cahaya positif, kekuatan otot
5/5/5/5
I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Jalan napas paten
Li : Gurgling, stridor, snoring (-)
F : Teraba pergerakan dinding dada
Breathing : Lo : Terlihat sesak napas dan memberat, terlihat retraksi
dinding dada, terpasang NK 3 lpm, RR: 28 x/m,
irama ireguler
Li : Wheezing (+)
F : Perkusi sonor
Circulation : Lo : Sianosis (-), perdarahan (-)
Li : S1S2 lupdup, TD: 155/95 mmHg
F : Turgor kulit baik, CRT < 2 detik, N: 65 x/m
Disability : Keadaan umum: sedang, kesadaran CM, GCS 15, pupil
isokor 2/2mm, RC (+), kekuatan otot 5/5/5/5
Exposure : Tidak ada jejas dan luka
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Pasien mengeluh sesak napas dua hari sebelum masuk rumah sakit yang memberat
saat berbaring, pucat, lemas, dan mual. Pasien mengatakan belum pernah cuci
darah.
1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengeluh sesak Pola napas tidak efektif Hiperventilasi
napas dua hari sebelum
masuk rumah sakit yang
memberat saat berbaring,
pucat, lemas, dan mual
Do: terlihat sesak napas dan
memberat, terlihat retraksi
dinding dada, terpasang NK
3 lpm, RR: 28 x/m, irama
ireguler, wheezing (+), TD:
155/95 mmHg, N: 65 x/m.
a. Diagnosa keperawatan: pola napas tidak tidak efektif b.d hiperventilasi
b. Pathway:
CKD
↓
Tidak mampu mengekskresikan asam
↓
Asidosis
↓
Hiperventilasi
↓
Pola napas tidak efektif
2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Pola napas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
tidak efektif keperawatan selama 1x24 jam O:
b.d diharapkan pola napas pasien Monitor frekuensi,
hiperventilasi membaik dengan kriteria hasil: irama, kedalaman, dan
upaya napas.
Indikator A T Monitor pola napas.
Dispnea 1 5 Auskultasi bunyi
Penggunaan otot 1 5 napas.
bantu napas T:
Ortopnea 1 5 Atur interval
pemantauan respirasi
Keterangan: sesuai kondisi pasien.
1: meningkat E:
2: cukup meningkat Jelaskan tujuan dan
3: sedang prosedur pemantauan.
4: cukup menurun
5: menurun
3
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MINGGU KETIGA KASUS KELIMA F5
Disusun oleh:
Kasus:
Tn. G, usia 45 tahun dengan cephalgia kronik, pasien datang ke IGD RS dengan keluhan sakit
kepala berulang sejak 1 bulan dari kepala seperti ditusuk-tusuk berat jika dibawa aktivitas
dan berkembang saat istirahat nyeri kepala dengan skala 6 secara hilang timbul namun nyeri
dirasa memberat dua hari ini, pasien pernah pingsan, sakit sudah dialami selama 2 tahun.
Hasil pengkajian irama nafas teratur suara nafas vesikuler tidak terlihat otot bantu pernafasan
RR 24 X/m, akral hangat, tidak ada sianosis, TD: 138/83 mmHg, N: 81 x/m CRT < 2 detik,
tidak ada perdarahan lembab turgor kulit baik tidak ada dekubitus. Suhu: 36,2, GCS E4M5V6
pupil isokor respon cahaya positif kekuatan otot 5/5/5/5. Terapi ketorolac 1x3 ampul,
ranitidin 3x1 ampul, infus RL 12 TPM
I. Pengkajian
1. Primary Survey
Airway : Lo : Jalan napas paten
Li : Gurgling, stridor, snoring (-)
F : Teraba pergerakan dinding dada
Breathing : Lo : Dispnea (-), otot bantu napas (-), irama napas
reguler, RR: 24x/m
Li : Vesikuler, tidak ada suara napas tambahan
F : Perkusi sonor, krepitasi (-)
Circulation : Lo : Sianosis (-), perdarahan (-), turgor kulit baik
Li : S1S2 lupdup, TD: 138/83 mmHg
F : Akral hangat, CRT <2 detik, N: 81x/m, S: 36,2oC
Disability : Keadaan umum sedang, kesadaran CM, GCS E4M5V6, pupil
isokor, respon cahaya (+), kekuatan otot 5/5/5/5
Exposure : Tidak ada luka, jejas, dan dekubitus
2. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non
Trauma)
Pasien mengeluh sakit kepala berulang sejak 1 bulan. Sakit kepala terasa seperti
ditusuk-tusuk, memberat jika dibawa aktivitas dan berkembang saat istirahat
dengan skala 6/10, terasa hilang timbul, namun nyeri dirasa memberat dua hari ini,
sakit sudah dialami selama 2 tahun
1
II. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Utama
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds: pasien mengeluh sakit Nyeri kronis Tekanan emosional
kepala berulang sejak 1
bulan. Sakit kepala terasa
seperti ditusuk-tusuk,
memberat jika dibawa
aktivitas dan berkembang
saat istirahat dengan skala
6/10, terasa hilang timbul,
namun nyeri dirasa memberat
dua hari ini, sakit sudah
dialami selama 2 tahun,
pasien mengatakan sempat
pingsan
Do: pasien terlihat meringis
menahan nyeri, TD: 138/83
mmHg, N: 81x/m, S: 36,2oC
RR: 24 x/m
a. Diagnosa keperawatan: nyeri kronis b.d tekanan emosional
b. Pathway:
Non trauma
↓
Beban pikiran
↓
Stress psikologis
↓
Hormon kortisol meningkat
↓
Vasokontriksi pembuluh darah otak
↓
Sakit kepala
↓
Nyeri kronis
2
2. Rencana Keperawatan
Tgl/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
4/2/21 Nyeri kronis Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
b.d tekanan keperawatan selama 1x24 jam O:
emosional diharapkan tingkat nyeri pasien Identifikasi lokasi,
membaik dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
Indikator A T intensitas, skala nyeri
Keluhan nyeri 1 5 Identifikasi respon
Meringis 1 5 nyeri non verbal
Identifikasi faktor
Keterangan: yang memperberat dan
1: meningkat memperingan nyeri
2: cukup meningkat T:
3: sedang Berikan teknik non
4: cukup menurun farmakologis
5: menurun E:
Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
Ajarkan teknik
nonfarmakologis
K:
Kolaborasikan
analgetik
3
Pasien meringis menahan nyeri A: masalah belum
Mengidentifikasi faktor yang teratasi
memperberat dan memperingan Indikator A S T
nyeri Keluhan 1 1 5
Respon: nyeri
Nyeri memberat saat aktivitas Meringis 1 1 5
Memberikan teknik non P: lanjutkan intervensi
farmakologis Mengidentifikasi
Respon: lokasi, karakteristik,
Mengajarkan teknik relaksasi napas durasi, frekuensi,
dalam kualitas, intensitas,
Menjelaskan penyebab, periode, dan skala nyeri
pemicu nyeri Mengidentifikasi
Menjelaskan strategi meredakan respon nyeri non
nyeri verbal
Menganjurkan memonitor nyeri Mengidentifikasi
secara mandiri faktor yang
Mengajarkan teknik memperberat dan
nonfarmakologis memperingan nyeri
Respon: Memberikan teknik
Mengajarkan teknik relaksasi napas non farmakologis
dalam Mengkolaborasikan
Mengkolaborasikan analgetik analgetik
Respon:
Pasien diberikan ketorolac 1x3
ampul
4
LAPORAN PENDAHULUAN
CEPHALGIA
Disusun oleh:
B. ETIOLOGI
Menurut Papdi (2012) Sakit kepala sering berkembang dari sejumlah faktor resiko
yang umum yaitu:
1. Penggunaan obat yang berlebihan
Menggunakan terlalu banyak obat dapat menyebabkan otak kesebuah keadaan
tereksasi,yang dapat memicu sakit kepala. Penggunaan obat yang berlebihan
dapat menyebabkanrebound sakit kepala (tambah parah setiap diobati).
2. Stress
Stress adalah pemicu yang paling umum untuk sakit kepala, termasuk sakit kepala
kronis.Stress menyebabkan pembuluh darah di otak mengalami penegangan
sehinggamenyebabkan sakit kepala.
3. Masalah tidur
Kesulitan tidur merupakan faktor resiko umum untuk sakit kepala. Karena hanya
sewaktutidur kerja seluruh tubuh termasuk otak dapat beristirahat pula.
4. Kegiatan berlebihan
1
Kegiatan atau pekerjaan yang berlebihan dapat memicu datangnya sakit kepala,
termasuk hubungan seks. Kegiatan yang berlebihan dapat membuat pembuluh
darah di kepala danleher mengalami pembengkakan.
5. Kafein
Sementara kafein telah ditujukan untuk meningkatkan efektifitas ketika
ditambahkan kebeberapa obat sakit kepala. Sama seperti obat sakit kepala
berlebihan dapat memperburuk gejala sakit kepala, kafein yang berlebihan juga
dapat menciptakan efek rebound (tambahparah setiap kali diobati).
6. Rokok
Rokok merupakan faktor resiko pemicu sakit kepala. Kandungan nikotin dalam
rokok dapat membuat pembuluh darah menyempit.
7. Alkohol
Alkohol menyebabkan peningkatan aliran darah ke otak. Sama seperti
rokok,alkohol jugamerupakan faktor resiko umum penyebab sakit kepala.
8. Penyakit atau infeksi seperti meningitis (infeksi selaput otak), saraf terjepit di
leher atau bahkan tumor
C. TANDA GEJALA
1. Nyeri kepala dapat unilateral atau bilateral.
2. Nyeri terasa di bagian dalam mata atau pada sudut mata bagian dalam, lebih
sering didaerah fronto temporal .
3. Nyeri dapat menjalar di oksiput dan leher bagian atas atau bahkan leher bagian
bawah.
4. Ada sebagian kasus dimulai dengan nyeri yang terasa tumpul mulai di leher
bagian atas menjalar ke depan.
5. Kadang pada di seluruh kepala dan menjalar ke bawah sampai muka.
6. Nyeri tumpul dapat menjadi berdenyut-denyut yang semakin bertambah sesuai
dengan pulsasi dan selanjutnya konstan.
7. Penderita pucat, wajah lebih gelap dan bengkak di bawah mata.
8. Muka merah dan bengkak pada daerah yang sakit.
9. Kaki atau tangan berkeringat dan dingin.
10. Biasanya oliguria sebelum serangan dan poliuria setelah serangan.
11. Gangguan gastrointestinal berupa mual, muntah, dan lain-lain.
2
12. Kadang-kadang terdapat kelainan neurologik yang menyertai, timbul kemudian
atau mendahului serangan
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Sidharta (2008), sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan
terhadap bagian-bagian di wilayah kepaladan leher yang peka terhadap nyeri.
Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka nyeri ialahotot-otot oksipital, temporal
dan frontal, kulit kepala, arteri-arteri subkutis dan periostium.Tulang tengkorak
sendiri tidak peka nyeri. Bangunan-bangunan intracranial yang peka nyeriterdiri dari
meninges, terutama dura basalis dan meninges yang mendindingi sinus venosus
sertaarteri-arteri besar pada basis otak. Sebagian besar dari jaringan otak sendiri tidak
peka nyeri.Peransangan terhadap bagian-bagian itu dapat berupa :
1. Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis
2. Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau
setelahdilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.
3. Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial, penyumbatan
jalanlintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema serebri atau tekanan
intrakranial yangmenurun tiba-tiba atau cepat sekali.
4. Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi
umum,intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan metabolik
(sepertihipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian obat
vasodilatasi, keadaan paskacontusio serebri, insufisiensi serebrovasculer akut).
5. Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren dan
clusterheadache) dan radang (arteritis temporalis)
6. Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala, seperti
padaspondiloartrosis deformans servikalis.
Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus
(sinusitis),baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III yang
mendesak gigi)dan daerah leher (spondiloartritis deforman servikalis.Ketegangan otot
kepala, leher bahu sebagai manifestasi psikoorganik pada keadaandepresi dan stress.
3
E. PATHWAY
4
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen kepala : mendeteksi fraktur dan penyimpangan struktur.
2. Rontgen sinus : Mengkonfirmasi diagnosa sinusitis dan mengidentifikasi
masalah-masalah struktur, malformasi rahang.
3. Pemeriksaan visual : ketajaman, lapang pandang, refraksi, membantu dalam
menentukan diagnosa banding.
4. CT scan Otak : Mendeteksi masa intracranial, perpindahan ventrikuler atau
hemoragi Intracranial.
5. Sinus : Mendeteksi adanya infeksi pada daerah sfenoldal dan etmoidal
6. MRI : Mendeteksi lesi/abnormalitas jaringan, memberikan informasi tentang
biokimia, fisiologis dan struktur anatomi.
7. Ekoensefalografi : mencatat perpindahan struktur otak akibat trauma, CSV atau
space occupaying lesion.
8. Elektroensefalografi : mencatat aktivitas otak selama berbagai aktivitas saat
episode sakit kepala.
9. Angeografi serebral : Mengidentifikasi lesivaskuler.
10. HSD : leukositosis menunjukkan infeksi, anemia dapat menstimulasi migren.
11. Laju sedimentasi : Mungkin normal, menetapkan ateritis temporal, meningkat
pada inflamasi.
12. Elektrolit : tidak seimbang, hiperkalsemia dapat menstimulasi migren.
13. Pungsilumbal : Untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan CSS, adanya
sel-sel abnormal dan infeksi.
G. PENATALAKSANAAN
1. Migren
a. Terapi Profilaksis
1) Menghindari pemicu
2) Menggunakan obat profilaksis secara teratur
Profilaksis: bukan analgesik, memperbaiki pengaturan proses fisiologis
yang mengontrol aliran darah dan aktivitas system syaraf
b. Terapi abortif menggunakan obat-obat penghilang nyeri dan/atau
vasokonstriktor. Obat-obat untuk terapi abortif
1) Analgesik ringan : aspirin (drug of choice), parasetamol
5
2) NSAIDS :Menghambat sintesis prostaglandin, agragasi platelet, dan
pelepasan 5-HT. Naproksen terbukti lebih baik dari ergotamine. Pilihan
lain : ibuprofen, ketorolak
3) Golongan triptan
a) Agonis reseptor 5-HT1D menyebabkan vasokonstriksi Menghambat
pelepasan takikinin, memblok inflamasi neurogenikEfikasinya setara
dengan dihidroergotamin, tetapi onsetnya lebih cepat
b) Sumatriptan oral lebih efektif dibandingkan ergotamin per oral
c) Ergotamin: Memblokade inflamasi neurogenik dengan menstimulasi
reseptor 5-HT1 presinapti. Pemberian IV dpt dilakukan untuk
serangan yang berat
d) Metoklopramid : Digunakan untuk mencegah mual muntah. Diberikan
15-30 min sebelum terapi antimigrain, dapat diulang setelah 4-6 jam
e) Kortikosteroid : Dapat mengurangi inflamasi. Analgesik opiate.
Contoh : butorphanol
c. Obat untuk terapi profilaksis
1) Beta bloker. Merupakan drug of choice untuk prevensi migraine. Contoh:
atenolol, metoprolol, propanolol, nadolol. Antidepresan trisiklik Pilihan:
amitriptilin, bisa juga: imipramin, doksepin, nortriptilin Punya efek
antikolinergik, tidak boleh digunakan untuk pasien glaukoma atau
hiperplasia prostat
2) Metisergid. Merupakan senyawa ergot semisintetik, antagonis 5-HT2.
Asam/Na Valproat dapat menurunkan keparahan, frekuensi dan durasi
pada 80% penderita migraine.
3) NSAID. Aspirin dan naproksen terbukti cukup efektif. Tidak disarankan
penggunaan jangka panjang karena dapat menyebabkan gangguan GI
4) Verapamil. Merupakan terapi lini kedua atau ketiga
5) Topiramat. Sudah diuji klinis, terbukti mengurangi kejadian migrain
2. Sakit kepala tegang otot
a. Terapi Non-farmakologi
1) Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20 sampai
30 menit.
2) Perubahan posisi tidur.
3) Pernafasan dengan diafragma atau metode relaksasi otot yang lain.
6
4) Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah
5) Pencahayaan yang tepat untuk membaca, bekerja, menggunakan komputer,
atau saat menonton televisi
6) Hindari eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising
7) Hindari suhu rendah pada saat tidur pada malam hari
b. Terapi farmakologi
Menggunakan analgesik atau analgesik plus ajuvan sesuai tingkat nyeri
Contoh : Obat-obat OTC seperti aspirin, acetaminophen, ibuprofen atau
naproxen sodium. Produk kombinasi dengan kafein dapat meningkatkan efek
analgesic. Untuk sakit kepala kronis, perlu assesment yang lebih teliti
mengenai penyebabnya, misalnya karena anxietas atau depresi. Pilihan
obatnya adalah antidepresan, seperti amitriptilin atau antidepresan lainnya.
Hindari penggunaan analgesik secara kronis memicu rebound headache
3. Cluster headache
a. Sasaran terapi : menghilangkan nyeri (terapi abortif), mencegah serangan
(profilaksis)
b. Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor cerebral
c. Obat-obat terapi abortif:
1) Oksigen
2) Ergotamin. Dosis sama dengan dosis untuk migrain
3) Sumatriptan. Obat-obat untuk terapi profilaksis:Verapamil, Litium,
Ergotamin, Metisergid, Kortikosteroid, Topiramat
H. FOKUS PENGKAJIAN
1. Aktivitas / Istirahat
Lelah, letih, malaise, ketegangan mata, kesulitan membaca, insomnia
2. Sirkulasi
Denyutan vaskuler misalnya daerah temporal pucat, wajah tampak kemerahan
3. Integritas ego
Ansietas, peka rangsang selama sakit kepala
4. Makanan / Cairan
Mual / muntah, anoreksia selama nyeri
5. Neuro sensori
Pening, Disorientasi (selama sakit kepala)
7
6. Kenyamanan
Respon emosional/perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah
7. Interaksi social
Perubahan dalam tanggung jawab peran
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri akut b.d agen cedera (fisiologis, zat kimia, fisik, psikologis)
2. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, hospitalisasi.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah,
anoreksia dan intake inadekuat
J. RENCANA TINDAKAN
1. Nyeri akut b.d agen cedera (fisiologis, zat kimia, fisik, psikologis)
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: Lakukan pengkajian karakteristik nyeri klien.
Rasa nyeri terkontrol atau dapat Lakukan pengukuran TTV.
dikurangi Berikan kompres dingin pada kepala.
Kriteria hasil: Ajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam/ distraksi.
Nyeri berkurang ditandai dengan Berikan posisi yang nyaman sesuai pasien.
klien melaporkan nyeri berkurang Kolaborasi pemberian obat analgetik.
dengan skala nyeri ringa (1-3),
ekspresi wajah rileks, TTV dalam
batas normal
2. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, hospitalisasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: Kaji tingkat ansietas. Bantu pasien
Ansietas berkurang atau hilang mengidentifikasi keterampilan koping yang telah
Kriteria hasil: dilakukan dengan berhasil pada masa lalu.
Tampak rileks dan melaporkan Dorong pasien untuk mengungkapkan
ansietas berkurang pada tingkat perasaannya dan berikan umpan balik
yang dapat diatasi Berikan lingkungan tenang dan istirahat
Berikan informasi tentang proses penyakit dan
antisipasi tindakan.
Kolaborasi pemberian obat sedative.
8
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: Lakukan pengkajian masalah gangguan tidur
Kebutuhan tidur terpenuhi pasien, karakteristik dan penyebab kurang tidur
Kriteria hasil Anjurkan klien untuk relaksasi pada waktu akan
1. Memahami faktor yang tidur
menyebabkan gangguan tidur Ciptakan suasana dan lingkungan yang nyaman
2. Dapat menangani penyebab Kolaborasi pemberian obat
tidur yang tidak adekuat
3. Tanda - tanda kurang tidur dan
istirahat tidak ada
9
LAPORAN ANALISIS ARTIKEL
“EXPIRATORY FLOW ACCELERATOR (EFA) TECHNIQUE ON MUCUS
HYPERSECRETION OF COPD PATIENTS WITH REDUCED COUGH
EFFICIENCY AFTER A SEVERE EXACERBATION”
Disusun oleh:
Abstract
Background: Mucus hypersecretion has a negative impact in chronic obstructive pulmonary disease (COPD). Expiratory Flow Accelerator (EFA) technique
removes secretions noninvasively by accelerating expiratory flow. The aim of our study was to compare EFA efficacy with the non-oscillatory positive expiratory
pressure (PEP) bottle in airways clearing in COPD with hypersecretion and reduced cough efficiency after severe exacerbation.
Methods: In an exploratory prospective, randomized, open-label study, we analyzed COPD patients with severe airflow obstruction (forced expiratory volume at
1st second-FEV <50%), mucus hypersecretion (sputum volume >30 ml/die) and reduced cough efficiency (peak cough expiratory flow-PCEF <300 l/min) referred
to pulmonary rehabilitation
1
after severe exacerbation. Comparison was made between group using EFA and group using PEP. Primary outcome was change in
perceived bronchial encumbrance (visual analogue scale-VAS). Secondary outcomes were changes in peak expiratory flow (PEF), PCEF, lung volumes, arterial
blood gases exchanges, maximum inspiratory and expiratory pressure (MIP and MEP), health status (COPD questionnaire score-CCQ) and impact of disease
(COPD Assessment Test-CAT).
Results: Twenty seven patients completed the study (14 EFA, 13 PEP). VAS, CAT, and CCQ improved in both groups (p<0.05). A greater improvement in VAS
was recorded in the EFA group. Static and dynamic volumes (residual volume-RV and forced vital capacity-FVC) improve in both groups while total lung capacity
(TLC) and MIP improved in the EFA group. No significant changes were recorded for arterial blood gases, PEF and PCEF.
Conclusions: EFA technique can enhance airways clearing in these patients, improving lung volumes and inspiratory muscle strength.
Introduction A new type of ACT, expiratory flow accelerator (EFA), has been
The course of chronic obstructive pulmonary disease (COPD) introduced in recent years, which is employed in the new product Free
is often characterized by exacerbations (AECOPD) [1], that have a Aspire Advanced® (FA), in particular for home care use, and in the
negative impact on the quality of life of patients, accelerate disease device Suction Free® (SF), for hospital use. This technology
progression, and can result in hospital admissions and death [1,2]. accelerates the expiratory flow, promoting deep drainage and
secretions without applying any pressure in the airways. These
Airway clearance techniques (ACT) involve application of physical
devices utilize Vaküm technology, which accelerates expiratory
forces to enhance removal of sputum from the airways [3]. Current
flow through the Venturi
evidence for the effects of airway clearance techniques in AECOPD
is actually very little. Some positive effects have been reported in a
Cochrane review [4], but these effects are small and are not supported
by the results of a recent large trial [5]. While their efficiency is often *Correspondence to: Ernesto Crisafulli, Department of Medicine, Respiratory
debated, ACT remain widely prescribed and regularly used with Medicine Unit, University of Verona and Azienda Ospedaliera Universitaria
Integrata of Verona, Address: P.le L.A. Scuro 10, 37134 Verona, Italy, Tel:
patients who have AECOPD [6]. Moreover, many studies do not 045- 8124263; E-mail: ecrisafulli265@gmail.com
account for different COPD phenotypes, then this does not exclude
a role for the ACT in carefully selected patients in whom excessive Key words: chronic obstructive pulmonary disease, pulmonary rehabilitation,
mucus hypersecretion, expiratory flow accelerator, positive expiratory pressure,
sputum production or sputum retention, due to reduced cough bronchial encumbrance
efficiency, are clinically important problems.
Received: October 11, 2019; Accepted: October 27, 2019; Published: October
30, 2019
effect from a special connector, and they are based on studies by Kim
any active drugs to have a mucoregulatory action (i.e. aminophyllines,
et al. [7,8]. The process happens only during the expiratory phase and
N-acetyl-cysteine, erdostein) as well as systemic corticosteroid and
is proportional to airflow on spontaneous breathing, according to the
antibiotics at selection time were also excluded. A reduced cough
natural rhythm of the patient’s respiratory function. The secretions
efficiency was confirmed by a PCEF between 150 l/min and 300
slide along the layer of liquid lining the bronchial epithelium until
l/min [14]. All patients had a smoking history ≥10 pack years and
they reach the glottis from where they are swallowed, therefore no
received regular treatment with inhaled bronchodilators and inhaled
respiratory effort is required for the elimination. No negative pressure
steroids according to current guidelines for their disease stage. Each
is generated inside the lungs therefore there is no risk of airways
patient signed an informed consent form.
collapse. EFA technique does not require an efficient cough and
offers a gentle secretion removal solution. Rehabilitation program
Garuti et al. showed efficacy and safety of FA in reducing the All patients included in the study followed a PR program,
impact of respiratory exacerbations in pediatric patients affected by according to the international recommendations [15]. To be included
cerebral palsy [9]. They found a reduction in home visits by primary in the study, patients had to perform at least 12 supervised sessions,
care pediatrician, days spent in hospital, and days of antibiotic up to a maximum of 15 sessions over a 3-week period. The PR
treatment for respiratory problems [9]. Similarly, Bertelli et al. program consisted of lower limb endurance and resistance training, as
demonstrated a positive effect of home FA treatment in children with main component. All patients performed sessions of 30–40 minutes,
cerebral palsy, in improving general health state and decreasing health using a treadmill or cycle-ergometer, depending on the clinically
care resources utilization, with a positive caregivers’ perception [10]. based choice of the physiotherapist, and on the subject’s preference.
In a case report on a 3-year-old girl with spinal muscular atrophy, Exercise intensity was based on the initial six-minute walking test
Bertelli et al. showed that FA in patients is an effective device for (6MWT), and patients started their training at 70%-85% of the
the removal of bronchial secretions [11]. More recently, Patrizio et al. maximum heart rate (HR) achieved on the 6MWT [16]. Exercises
observed larger improvements in peak cough expiratory flow (PCEF) were then adjusted based on patient tolerance (at least weekly) with
and maximal expiratory pressure (MEP) in severe stable COPD the aim of achieving a Borg dyspnea score of 4–5 (moderate–severe).
patients treated with FA in comparison with those treated with To optimize training load supplemental oxygen for patients with
positive expiratory pressure (PEP) bottle [12]. chronic respiratory failure and interval training for much
compromised patients were adopted. Transcutaneous arterial oxygen
The present study aimed to evaluate the efficacy of EFA in saturation, arterial pressure, and HR were monitored during every
improving the bronchial clearance in COPD patients with exercise session. Resistance training is composed as 2 series of 10
hypersecretion and reduced cough efficiency after severe repetitions of 6 exercises targeting all major muscle groups. Initial
exacerbation, in comparison with PEP-bottle. loads were equivalent to either 60%-70% of the one-repetition
maximum or one that evoked fatigue after 8–12 repetitions. The
Methods exercise dosage was increased when the individual could perform the
Design of the study current workload for one or two repetitions over the requested number
on two consecutive training sessions. Each session also included
This is an exploratory prospective, randomized, open-label study supervised upper limb training: patients used an arm ergometer or
designed to compare EFA technique and PEP-bottle in the clearance performed callisthenic exercises holding a light weight.
of bronchial secretions. We considered severe-to-very severe COPD
In addition, the study group received 10 daily supervised session
patients (forced expiratory volume at 1 st second [FEV1] < 50 % of
(20 minutes twice a day) with the EFA device, and the control group
predicted), having a chronic mucus hypersecretion and a reduced
10 daily supervised sessions (20 minutes a day) with the PEP-bottle.
cough efficiency (see section on selection of patients). We assumed
For the study group we adopted the EFA device for hospitalized
to enroll 40 patients (20 EFA and 20 PEP) but due to the difficulty to
patients, named Suction Free®.
enroll this kind of patients, the study was closed earlier considering
34 patients (16 EFA and 18 PEP). The protocol was approved by the Finally, each patient participated in educational activities,
Ethics Committee on June 30, 2017, CE 2127 and recorded on the individually (at least one time) and in a group (at least three times),
ClinicalTrial.gov website with identification number NCT02640430. regarding self-management, airway clearance techniques, adherence
to therapy, and nutritional support. The total daily time duration for
Selection of patients all activities was 2-3 hours, and the entire program was conducted in
We evaluated 96 COPD patients with severe airflow obstruction the hospital.
admitted from June 2017 and December 2018 for an inpatient Measurements and outcomes
pulmonary rehabilitation (PR) after severe exacerbation (Castelrotto-
Switzerland and Istituti Clinici Scientifici Maugeri, Tradate-Italy). All At enrolment, patients’ anthropometric and physiological
subjects had a diagnosis of COPD according to Global Initiative for characteristics and main diagnosis were recorded. Outcome measures
Chronic Obstructive Lung Disease criteria [1]. Contraindications for were taken at study entry and after 12 days of treatment.
participation in the PR program included musculoskeletal disorders,
Primary outcome: Perceived symptom of bronchial
malignant diseases, unstable cardiac condition, and lack of adherence
encumbrance was obtained from a visual analogue scale (VAS). We
to the program.
adopted an interval scale, which was a 10 cm horizontal VAS, ranging
Chronic mucus hypersecretion was defined as a sputum from 0 (no encumbrance) to 10 (worst imaginable encumbrance)
volume production of greater than 30 ml/day [13]. Chronic mucus [17]. The subjects had to indicate their bronchial encumbrance
hypersecretion was specifically related to COPD and patients with perception at the moment of the assessment.
diagnosis of bronchiectasis were also excluded. All patients taking
Secondary outcome: Arterial blood gas analysis was obtained
from an arterial blood sample taken from the radial artery with the
patient in resting condition and breathing room air or oxygen (when Table 1. General characteristics according to the study treatment.
appropriate) at the prescribed flow rate. Lung function was assessed
EFA group PEP group
by means of an automated spirometer: dynamic and static volumes Variables
N=16 N=18
p-value
were expressed as % of their predicted value [18,19]. Respiratory Age, years 73.3 ± 4.8 72.3 ± 8.6 0.690
muscle strength (maximal inspiratory and expiratory pressure [MIP Male, n (%) 9 (56) 9 (50) 0.716
and MEP]) was then performed by means of a specific module BMI, kg/m2 23 [6.8] 24 [6.8] 0.446
recording maximal pressures against an occlusive mouth resistance Pack/year 58.2 ± 17.7 54 ± 16.2 0.471
at both total lung capacity (for MEP) and functional residual volume Previous AECOPD, n 2 [1] 2 [1] 0.641
(for MIP) [20]. Peak expiratory flow (PEF) and PCEF by a hand-held mMRC, score 3 [1] 2 [1] 0.226
device was recorded in all patients to confirm their cough competence CAT, score 18 ± 6.9 22.1 ± 7.8 0.123
[14]. Both measures, respiratory muscle strength and cough efficacy, BDI, total score 4.3 ± 1.9 4.2 ± 2.4 0.906
were recorded with the patient in a sitting position; the best of three VAS bronchial encumbrance, score 5 [2] 5 [2] 0.833
measurements was recorded. Values were recorded as absolute. CCQ, score 2.9 ± 1.1 2.9 ± 1.1 0.818
FEV1, % predicted 35.1 ± 7.6 37.5 ± 9.7 0.427
Dyspnea was assessed by the Baseline Dyspnea FEV1/FVC, % 42.2 ± 9.2 45.1 ± 9 0.348
Index/Transitional Dyspnea Index (BDI/TDI) [21]. Walking capacity RV, % predicted 203.5 ± 42.9 192.5 ± 29.4 0.388
was evaluated by means of the distance covered during a 6MWT TLC, % predicted 143.4 ± 29 130.8 ± 23.1 0.170
(6MWD) according to the American Thoracic Society statement DLCO, % predicted 45.4 ± 8.8 43.9 ± 9.5 0.653
[21]. Health status was evaluated using COPD Assessment Test MIP, cmH2O 53.9 ± 14.3 47.1 ± 11.8 0.133
(CAT) and Clinical COPD Questionnaire (CCQ) scores [22]. MEP, cmH2O 78.7 ± 20.6 72.6 ± 14 0.318
PEF, L/m 175 [25] 162.5 [92.5] 0.395
Statistical analysis PCEF, L/m 180 [47.5] 160 [27.5] 0.187
Analyses were performed with IBM SPSS Statistics 25.0 PaO2, mmHg 67.6 ± 9.5 66 ± 8.6 0.604
(Armonk, New York, USA). A preliminary Shapiro-Wilk test was PaCO2, mmHg 45.1 ± 6.7 45.4 ± 9.9 0.914
used to assess normality of variables distribution. Data were then 6MWD, meters 302.7 ± 115 296.3 ± 97.1 0.861
reported as means Drop-out, n (%) 2 (12) 5 (28) 0.405
± standard deviation (SD) and as medians (interquartile range) Data are shown as number of subjects (%), means ± SD or medians [interquartile range],
for variables normally and not normally distributed, respectively. unless otherwise stated.
Categorical variables were considered as frequency (percentage) and Abbreviations: EFA indicates Expiratory Flow Accelerator technique; PEP, positive
expiratory pressure; BMI, body mass index; AECOPD, acute exacerbation of COPD;
analyzed with the Pearson’s chi-squared test (X 2) or the Fisher exact mMRC, modified Medical Research Council dyspnoea score; CAT, COPD assessment
test. Absolute values and changes in each outcome were compared by test; BDI, baseline dyspnea index; VAS, visual analogic scale; CCQ, COPD
means of ANOVA and independent-samples t-test. Mann-Whitney U questionnaire score; FEV , forced expiratory volume at 1st second; FVC, forced vital
capacity; RV, residual volume; TLC, total lung capacity; DLCO, diffusion capacity for
test was applied for non-parametric variables. A multivariate general 1
carbon monoxide; MIP and MEP, maximal inspiratory and expiratory pressure
linear model (mixed-model ANOVA) was applied to calculate the respectively; PEF, peak expiratory flow; PCEF, peak cough expiratory flow; PaO
statistical interaction between times (baseline and post-PR) and partial arterial oxygen pressure; PaCO , partial
2 2
groups (EFA and PEP). The analysis of all outcomes was performed arterial carbon dioxide pressure; 6MWD, six-minute walking distance.
in the intention-to-treat (ITT) population, obtained with the replacing
(6MWD) significantly improved in both groups (p<0.05). Static (RV-
missing data with expectation-maximization (EM) algorithm [23] and
residual volume) and dynamic volumes (FVC-forced vital capacity)
data are presented accordingly. The analysis of the primary outcome
significantly improved in both groups, while total lung capacity
was performed also in the per-protocol (PP) population. All results
(TLC) and MIP only in the EFA group (p<0.05). No significant
were considered to be statistically significant at a level of p <0.05.
changes were recorded for FEV1, TDI, MEP, PEF, PCEF and arterial
Results blood gases variables.
Conclusion
In conclusion, we evaluated the efficacy of EFA in improving
the bronchial clearance in COPD patients with hypersecretion and
reduced cough efficiency after severe exacerbation, in comparison
with PEP-bottle. We observed a potential benefit with EFA technique
in these patients. As an exploratory study, further studies are needed
to confirm our results.
In addition, we found an improvement in lung volumes (FVC, 8. Kim CS, Iglesias AJ, Sackner MA (1987) Mucus clearance by two phase gas-liquid flow
mechanism: asymmetric periodic flow model. J Appl Physiol 62: 959-971. [Crossref]
TLC and RV) and in MIP in EFA group, which is likely to prove both
the reduction in airway obstruction and the recruitment of collapsed 9. Garuti G, Verucchi E, Fanelli I, Giovannini M, Winck JC, et al. (2016) Management
of bronchial secretions with Free Aspire in children with cerebral palsy: impact on
or obstructed peripheral airways and lung parenchyma. The clinical outcomes and healthcare resources. Ital J Pediatr 42: 7. [Crossref]
theoretical benefit of these techniques, indeed, is the ability to
enhance mucus clearance by either stenting the airways and preventing 10. Bertelli L, Bardasi G, Cazzato S, Di Palmo E, Gallucci M, et al. (2019) Airway
clearance management with vaküm technology in subjects with ineffective cough: a
airway collapse, or increasing intrathoracic pressure and collateral pilot study on the efficacy, acceptability evaluation, and perception in children with
ventilation distal to retained secretions, or decreasing functional cerebral palsy. Pediatr Allergy Immunol Pulmonol 32: 23-27. [Crossref]
residual capacity of the lung [28]. 11. Bertelli, L, Di Nardo G, Cazzato S, Ricci G, Pession A (2017) Free-Aspire: A new
device for the management of airways clearance in patient with ineffective cough.
Finally, we also observed an improvement in health status in both Pediatr Rep 9: 7270. [Crossref]
groups. Previous studies using physiotherapy techniques showed
12. Patrizio G, D’Andria M, D’Abrosca F, et al. (2018) Airway clearance with expiratory
discordant results [29-31]. The study of Nicolini [29] and Kodric [30] flow accelerator technology: effectiveness of the “free aspire” device in patients with
showed positive results regarding modified Medical Research Council severe COPD. Turk Thorac J 30: 209-215. [Crossref]
dyspnoea score (mMRC), CAT and Borg scores, whereas the large
13. Bott J, Blumenthal S, Buxton M, Ellum S, Falconer C, et al. (2009) on behalf of the
trial of Cross [31] found no difference in quality of life. It is worth British Thoracic Society Physiotherapy Guideline Development Group. Guidelines for
noting that the trial had broad inclusion criteria and participants did the physiotherapy management of the adult, medical, spontaneously breathing patient.
not have to be productive of sputum to take part [31]. Thorax 64: i1-i52. [Crossref]
14. Chatwin M, Ross E, Hart N, Nickol AH, Polkey MI, et al. (2003) Cough
23. Dempster AP, Laird NM, Rubin DB (1977) Maximum likelihood from incomplete
augmentation with mechanical insufflation/exsufflation in patients with neuromuscular
data via the EM algorithm. J Roy Stat Soc Series B 39: 1-38
weakness. Eur Respir J 21: 502–508. [Crossref]
24. Fagevik Olsén M, Lannefors L, Westerdahl E (2015) Positive expiratory pressure -
15. Spruit MA, Singh SJ, Garvey C, ZuWallack R, Nici L, et al. (2013) An official
Common clinical applications and physiological effects. Respir Med 109: 297-307.
American Thoracic Society/European Respiratory Society statement: key concepts
[Crossref]
and advances in pulmonary rehabilitation. Am J Respir Crit Care Med 188: e13–e64.
[Crossref] 25. Yohannes AM, Connolly MJ (2007) A national survey: percussion, vibration, shaking
and active cycle breathing techniques used in patients with acute exacerbations of
16. Zainuldin MR, Knoke D, Mackey MG, Luxton N, Alison JA (2007) Prescribing cycle
chronic obstructive pulmonary disease. Physiotherapy 93: 110-113.
training intensity from the six-minute walk test for patients with COPD. BMC Pulm
Med 7: 9. [Crossref] 26. Harth L, Stuart J, Montgomery C, Pintier K, Czyzo S, et al. (2009) Physical therapy
practice patterns in acute exacerbations of chronic obstructive pulmonary disease. Can
17. Aitken RC (1969) Measurement of feelings using Visual Analogue Scales. Proc R
Respir J 16: 86-92. [Crossref]
Soc Med 62: 989-993. [Crossref]
27. Osadnik CR, McDonald CF, Holland AE (2013) Airway clearance techniques in acute
18. Quanjer PH, Tammeling GJ, Cotes JE, Pedersen OF, Peslin R, et al. (1993) Lung
exacerbations of COPD: a survey of Australian physiotherapy practice. Physiotherapy
volumes and forced ventilatory flows. Report Working Party Standardization of Lung
99: 101-106. [Crossref]
Function Tests, European Community for Steel and Coal. Official Statement of the
European Respiratory Society. Eur Respir J Suppl 16: 5-40. [Crossref] 28. Nunn JF. Nunn’s Applied Respiratory Physiology, 5th ed. Oxford: Butterworth-
Heinemann, 2000.
19. Cotes JE, Chinn DJ, Quanjer PH, Roca J, Yernault JC (1993) Standardization of
the measurement of transfer factor (diffusing capacity). Report Working Party 29. Nicolini A, Mascardi V, Grecchi B, Ferrari-Bravo M, Banfi P, et al. (2018)
Standardization of Lung Function Tests, European Community for Steel and Coal. Official Comparison of effectiveness of temporary positive expiratory pressure versus
Statement of the European Respiratory Society. Eur Respir J Suppl 16: 41-52. [Crossref] oscillatory positive expiratory pressure in severe COPD patients. Clin Respir J 12:
1274-1282. [Crossref]
20. Bruschi C, Cerveri I, Zoia MC, Fanfulla F, Fiorentini M, et al. (1992) Reference
values of maximal respiratory mouth pressures: a population-based study. Am Rev 30. Kodric M, Garuti G, Colomban M, Russi B, Porta RD, et al. (2009) The effectiveness
Respir Dis 146 (Suppl. 3): 790–793. [Crossref] of a bronchial drainage technique (ELTGOL) in COPD exacerbations. Respirology
14: 424-428. [Crossref]
21. Mahler DA, Guyatt GH, Jones PW (1998) Clinical measurements of dyspnea; in
Mahler DA (ed): Dyspnea. New York, Marcel Dekker. pp: 149-198. 31. Cross J, Elender F, Barton G, Clark A, Shepstone L, et al. (2010) A randomized
controlled equivalence trial to determine the effectiveness and cost-utility of manual
22. ATS Committee on Proficiency Standards for Clinical Pulmonary Function Laboratories
chest physiotherapy techniques in the management of exacerbations of chronic
(2002) ATS statement: guidelines for the six-minute walk test. Am J Respir Crit Care
obstructive pulmonary disease (MATREX). Health Technol Assess 14: 1-147.
Med 166: 111-117. [Crossref]
[Crossref]
Copyright: ©2019 Zampogna E. This is an open-access article distributed under the terms of the Creative Commons Attribution License, which permits unrestricted
use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original author and source are credited.