Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CKD


DI RUANG ASOKA RSUD dr. HARYOTO LUMAJANG

Periode Tanggal 11 – 17 Januari 2021

Oleh
Dita Aryana
NIM 182303101024

UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
PRODI D3 KEPERAWATAN KAMPUS LUMAJANG
2021

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN INI TELAH DISAHKAN PADA
TANGGAL …………………………….

MAHASISWA

DITA ARYANA
NIM 182303101024

PEMBIMBING KLINIK PEMBIMBING AKADEMIK

Ns. Syaifuddin Kurnianto, M.Kep


NIP…………………………………… NRP 760017253

KONSEP PENYAKIT
A. Definisi
Chronic kidney disease atau penyakit ginjal kronik didefinisikan sebagai kerusakan
ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan Glomerulus Filtration Rate
(GFR) (Nahas & Levin,2010). Sedangkan menurut Terry & Aurora, 2013 CKD merupakan
suatu perubahan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel. Pada gagal ginja kronik, ginjal
tidak mampu mempertahankan keseimbangan cairan sisa metabolisme sehingga
menyebabkan penyakit gagal ginjal stadium akhir.
Gagal ginjal yaitu ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume
dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal
biasanya dibagi menjadi 2 kategori, yaitu akut dan kronik. CKD atau gagal ginjal kronik
merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung
bertahun-tahun), sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa hari atau minggu
(Price & Wilson, 2006).
CKD atau gagal ginjal kronik didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami
penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana
kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan
elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).

B. Etiologi
Penyebab utama
a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik (Infeksi saluran kemih), glomerulonefritis
(penyakit peradangan). Pielonefritis adalah proses infeksi peradangan yang biasanya
mulai di renal pelvis, saluran ginjal yang menghubungkan ke saluran kencing (ureter)
dan parencyma ginjal atau jaringan ginjal. Glomerulonefritis disebabkan oleh salah
satu dari banyak penyakit yang merusak baik glomerulus maupun tubulus. Pada tahap
penyakit berikutnya keseluruhan kemampuan penyaringan ginjal sangat berkurang.
b. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis. Disebabkan karena terjadinya kerusakan
vaskulararisasi di ginjal oleh adanya peningkatan tekanan darah akut dan kronik.
c. Gangguan jaringan ikat misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,
sklerosis sistemik progresif. Disebabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang
ada dalam membran basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan (Price, 2006).
Penyakit peradangan kronik dimana sistem imun dalam tubu menyerang jaringan
sehat, sehingga menimbulkan gejala diberbagai organ.
d. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal. Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista multiple, bilateral, dan
berekspansi yang lambat laun akan mengganggu dalam menghancurkan parenkim
ginjal normal akibat penekanan, semakin lama ginjal tidak mampu mempertahankan
fungsi ginjal sehingga ginjal akan menjadi semakin menjadi rusak.
e. Penyakit metabolik misalnya DM (Diabetes Mellitus), gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis. Penyebab terjadinya ini dimana kondisi genetik yang ditandai dengan
adanya kelainan dalam proses metabolisme dalam tubuhakibat defisiensi hormon dan
enzim. Proses metabolisme ialah proses memecahkan karbohidrat protein, dan lemak
dalam makanan untuk menghasilkan energi.
f. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal. Penyebab
penyakit yang dapat dicagah bersifat refersibel, sehingga penggunaan berbagai
prosedur diagnostik.
g. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
h. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis. Merupakan penyebab gagal
ginjal dimana benda padat yang dibentuk oleh presipitasi berbagai zat terlarut dalam
urin pada saluran kemih.

C. Manifestasi Klinis
Penyakit ginjal kronik (PGK) menurut Kidney Disease: Improving Global
Outcomes (KDIGO) 2012, didefinisikan sebagai adanya penurunan laju filrasi
glomerulus (LFG <60 mL/menit/1,73m2) albuminuria, dan anatomi yang abnormal
yang terjadi selama 3 bulan atau lebih. Albuminuria ditandai dengan laju ekskresi
albumin ≥30 mg/24 jam atau rasio albumin kreatinin ≥30 mg/mmol, sedimen urin
yang abnormal, dan gangguan elektrolit lainnya yang disebabkan oleh gangguan
tubular ginjal, histologi yang abnormal, abnormalitas struktur melalui pencitraan juga
riwayat transplantasi ginjal.
1. Manifestasi klinik antara lain:
a. Gejala dini : Sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang,
mudah tersinggung, depresi. Sakit kepala awalnya pada penyakit CKD
memang tidak akan langsung terasa namun jika terlalu sering terjadi maka
akan mengganggu aktifitas. Penyebabnya adalah ketika tubuh tidak bisa
mendapatkan oksigen dalam jumlah cukup akibat kekurangan sel darah
merah, bahkan otak juga tidak bisa memiliki kadar oksigen dalam jumlah
yang cukup. Sakit kepala akan menjadi lebih berat jika penderita juga
bermasalah dengan anemia.
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia atau mual disertai muntah, nafsu makan
turun, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak,
udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga
sangat parah.
Anoreksia adalah kelainan psikis yang diderita seseorang berupa kekurangan
nafsu makan mesti sebenarnya lapar dan berselera terhadap makanan. Gejala
mual muntah ini biasanya ditandai dengan bau mulut yang kuat yang menjadi
tidak nyaman, bahkan keinginan muntah bisa bertahan sepanjang waktu hingga
sama sekali tidak bisa makan. Pada nafsu makan turun disebabkan karena
penurunan nafsu makan berlebihan, ginjal yang buruk untuk menyaring semua
racun menyebabkan ada banyak racun dalam tubuh. Racun telah mempengaruhi
proses metabolisme dalam tubuh.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2009) antara lain : hipertensi, (akibat retensi
cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin – angiotensin – aldosteron), gagal
jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan kelebihan ) dan pericarditis
( akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah,
dan cegukan, kedutan otot kejang, perubahan tingkat kesadaran tidak mampu
berkonsentrasi ).
3. Manifestasi klinik menurut nahas & Levin (2010) adalah sebagai berikut.
 Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiak dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
Kondisi bengkak bisa terjadi pada bagian pergelangan kaki, tangan, wajah, dan
betis. Kondisi ini disebabkan ketika tubuh tidak bisa mengeluarkan semua cairan
yang menumpuk dalam tubuh, genjala ini juga sering disertai dengan beberapa
tanda seperti rambut yang rontok terus menerus, berat badan yang turun meskipun
terlihat lebih gemuk.
 Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
 Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein
dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan
mulut, nafas bau ammonia.
 Gangguan musculoskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan), burning feet
syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak, kaki ) tremor, miopati,
( kelemahan dan hipertropi otot-otot ekstremitas ).
 Gangguan integument
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan
urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
 Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolik glukosa, gangguan metabolik lemak dan vitamin
D.
 Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
 System hematologic
anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

D. Pemeriksaan Penunjang
Dalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain :
 Hematologi
(Hemoglobin, Hematokrit, Eritrosit, Leukosit, Trombosit)
 RFT (Renal Fungsi Test)
(Ureum dan Kreatinin)
fungsi ginjal biasanya dinilai dengan menggunakan kadar kreatinin serum.
Kreatinin serum sering juga digunakan untuk menilai laju filtrasi glomerulus.
Produksi kreatinin berhubungan dengan massa otot, bila massa otot berkurang
maka kreatinin serum akan rendah sehingga laboratorium sering memberikan
nilai normal kreatinin dalam bentuk interval dan hal ini sering memberi petunjuk
yang salah untuk menilai fungsi ginjal.
Kelemahan kreatinin dalam memperkirakan LFG disebabkan oleh hal-hal di
bawah ini :
 Berhubungan dengan massa otot. Massa otot rendah maka LFG lebih
tinggi dari aslinya
 Korelasi negative dengan LFG, tidak sensitif pada penurunan LFG awal
 Kreatinin disekresikan juga oleh tubulus. Pada nilai rendah LFG lebih
tinggi dari aslinya
 Ekskresi ekstrarenal. Pada nilai rendah LFG lebih tinggi dari aslinya
 Konsumsi daging terutama dikukus. LFG tampak lebih rendah dari
aslinya
 Pengaruh chromogen saat pengukuran. LFG tampak lebih rendah dari
aslinya
 Kreatinin serum sering dianggap stabil . Tidak sensitif untuk perubahan
yang cepat dari fungsi ginjal
 Konsumsi obat seperti cimetidine dan trimetoprim menghambat sekresi
kreatinin oleh tubulus.
 Peningkatan kreatinin serum membuat LFG tampak lebih rendah dari
aslinya.
 LFT (Liver Fungsi Test)
 Elektrolit
(Klorida, kalium, kalsium)
 Koagulasi studi PTT, PTTK
 BGA
BUN/ Kreatinin : meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin
10mg/dl diduga tahap akhir (rendahnya yaitu 5).
Hitung darah lengkap : hematokrit menurun, HB kurang dari 7-8 g/dl. SDM :
waktu hidup menurun pada defisiensi erritripoetin seperti azotemia.
AGD : penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7:2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengekskresikan hidrogen dan amonia atau hasil akhir
katabolisme protein bikarbonat menurun PC02 menurun.
Kalium : peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan hemolisis SDM.
pada tahap akhir perubahan EKG tidak terjadi kalium 6,5 atau lebih besar.
 urine rutin
urin khusus : benda keton, analisa kristal batu volume : kurang dari 400ml/jam,
oliguri, anuria
warna : secara abnormal urine keruh, disebabkan bakteri, partikel, koloid dan
fosfat.
Sedimen : kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin.
Berat jenis : kurang dari 1.015 (menetap pada 1,015) menunjukkan kerusakan
ginjal berat.
 EKG : mungkin abnormal untuk menunjukkan keseimbangan elektrolit dan asam
basa.
Endoskopi ginjal : dilakukan secara endoskopik untuk menentukkan pelvis ginjal,
pengangkatan tumor selektif.
 USG abdominal
 CT scan abdominal
 BNO/IVP, FPA
 Renogram
 RPG ( Retio Pielografi )
 Untuk menunjukkan abnormalis pelvis ginjal dan ureter.
 Foto Trx Rontgen
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan CKD dapat dibagi menjadi dua tahap, pertama yaitu :
 tindakan non operasi: penggunaan obat-obatan, pengaturan diet dan hemodialisa dan
tahap
 kedua dengan tindakan operasi yaitu transplantasi ginjal.
Adapun penatalaksanaannya sebagai berikut:
a) Farmakologi

Sebelum terjadi kondisi lebih lanjut dan sebelum menjalani hemodialisa pasien
CKD diberikan terapi melalui obat-obatan oral antara lain ; pemberian anti
hipertensi, eritropoetin, suplemen besi, agens pengikat pospat dan suplemen
kalsium dan Hemodialisa ( Brunner & Suddart, 2013)
Pemberian antihipertensi diindikasikan agar tekanan darah pasien tetap dalam batas
normal agar tidak memperberat kerja ginjal.

b) Nonfarmakologi

Prinsip penatalaksanaan konservativ sangat sederhana dan didasarkan pemahaman


mengenai ekresi yang dicapai oleh ginjal yang terganggu, jika ini sudah diketahui
maka cairan orang tersebut diatur dan diseussaikan dengan batas standar, selain itu
diarahkan juga kepada pencegahan dan komplikasi lanjut.
1) Pengaturan diet protein

Pembatasan protein akan mengurangi hasil toksik metabolisme yang belum


diketahui dan pembatasan asupan protein yang sangat rendah juga dapat
menguraangi beban ekresi.

2) Pengaturan diet kalium

Hiperkalemia dapat terjadi karena adanya masalah diginjal, jumlah yang


diperbolehkan dikonsumsi pada pasien CKD 40 hingga 80 meq/hari.

 Pengaturan diet natrium dan cairan


Pada pasien Chronic Kidney Disease atau CKD keseimbangan cairan dimonitor
secara ketat dengan pengukuran berat badan. Anjuran asupan cairan 500 ml
untuk kehilangan yang tidak disadari (pernapasan, keringat, kehilangan lewat
usus) dan menambahkan jumlah yang diekresikan (urine, muntah) selama 24
jam. Beberapa tatalaksana non farmakologis pada pasien Chronic Kidney
Diases atau CKD diantarntya pembatasan cairan, diet rendah garam. (LeMone,
Pricilla 2015)

c) Terapi pengganti ginjal

Jika terapi farmakologi dan non farmakologi tidak lagi efektif perlu
dipertimbangkan untuk terapi pengganti ginjal. Secara umum terapi pengganti ginjal
ada 2 yaitu dialisi dan transplantasi ginjal, namun yang paling sering di pilih pasien
biasnya hemodialisa.

F. Komplikasi
Komplikasi CKD ialah anemia, hipertensi, dislipidemia, hiperurisemia, dan gangguan
elektrolit; sebagian besar lebih banyak terjadi pada PGK stadium 5 ND.
Anemia merupakan salah satu komplikasi PGK. Hasil penelitian ini mendapatkan
anemia banyak terjadi pada PGK stadium 5 ND (77,5%) dengan kadar Hb 11-11,9 g/dL.
Penelitian oleh Shaheen et al8 di Saudi Arabia menunjukkan bahwa pada PGK stadium 5
ND dengan Hb 11-12 g/dL sebanyak 10% dari total 250 subjek. Pada saat ginjal mengalami
kerusakan, maka produksi eritropoietin akan berkurang. Eritropoietin merupakan
glikoprotein yang dikeluarkan oleh fibroblas interstisial ginjal dan penting untuk diferensiasi
sel darah merah di sumsum tulang. Anemia pada PGK dapat disebabkan oleh berbagai
mekanisme seperti defisiensi besi, asam folat, atau vitamin B12, perdarahan gastrointestinal,
hiperparatiroidisme berat, peradangan sistemik, dan kelangsungan hidup eritrosit yang
pendek. Penyebab utama terjadinya anemia pada PGK ialah produksi eritropoietin yang tidak
adekuat.9 Prevalesi anemia terus meningkat ketika PGK berkembang; oleh karena itu perlu
dilakukan skrining pada pasien PGK dengan anemia. Evaluasi anemia pada PGK, salah
satunya ialah dengan melakukan tes status besi. Berdasrkan hasil tes tersebut, dapat
dilakukan terapi ESA.
Berdasarkan Konsensus Indonesian Society of Hypertension 2019 target tekanan
darah (TD) pada pasien PGK ialah TDS <140 dan TDD <90.11 Pada penelitian ini
didapatkan bahwa lebih banyak kasus hipertensi terkontrol pada PGK stadium 4 (85,72%).
Penelitian yang dilakukan oleh Muntner et al1 di Amerika melaporkan bahwa pada pasien
PGK dengan hipertensi sebanyak 67,1% memiliki tekanan darah <140/90 mmHg. Hal ini
dapat terjadi karena perubahan gaya hidup dan telah mendapatkan pengobatan antihipertensi
yang bisa mengurangi risiko penyakit kardiovaskular.
Kelainan lipid pada PGK ialah terjadi penurunan HDL atau peningkatan TG, LDL,
dan kolesterol total. Kelainan lipid dapat meningkatkan risiko kardiovaskular.14 Pada
penelitian ini didapatkan bahwa pasien dislipidemia lebih banyak terjadi pada PGK stadium
4 (28,57%). Pada pasien PGK, semakin menurun fungsi ginjal maka semakin banyak VLDL
yang kaya akan TG terakumulasi di ginjal. Trigliserida yang tinggi disebabkan oleh kadar
lipoprotein lipase menurun. Selain itu, lipoprotein ApoB yaitu LDL-C umumnya meningkat
pada PGK.15 Rekomendasi dari KDIGO, terapi pada dislipidemia dengan menggunakan
statin pada usia 50 tahun dengan LFG <60 ml/min/1,73 m2 dan tidak dalam terapi
hemodialisis atau transplantasi ginjal.
Hiperurisemia pada PGK terjadi karena penurunan ekskresi asam urat.16 Pada
penelitian ini didapatkan bahwa pasien dengan hiperurisemia lebih banyak pada PGK
stadium 4, terdiri dari 57,15% laki-laki dan 28,57% perempuan. Menurut Adejumo et al17 di
Southern Nigeria, prevalensi hiperurisemia (47,1%) lebih tinggi daripada yang tidak
menderita hiperurisemia (15%). Hiperurisemia dapat terjadi karena diet purin dan fruktosa,
perubahan gaya hidup, dan dosis obat allopurinol.
Gangguan elektrolit yang dimaksud pada penelitian ini ialah kadar abnormal dari natrium
dan kalium. Natrium yang abnormal terdiri dari hiponatremia dan hipernatremia, sedangkan
untuk kalium yang abnormal ialah hipokalemia dan hiperkalemia. Hasil penelitian ini
mendapatkan bahwa gangguan elektrolit lebih banyak terjadi pada PGK stadium 5 ND yaitu
hiponatremia sebanyak 66,67%. Pada PGK, sekresi dan reabsorpsi keseimbangan elektrolit
terganggu sehingga dapat terjadi kadar abnormal dari natrium atau kalium.18,19 Penelitian
oleh Draz et al20 melaporkan bahwa prevalensi hiponatremia sebesar 32% dan hiperkalemia
sebesar 25%.
G. Patofisiologi CKD
Disfungsi ginjal mengakibatkan keadaan patologik yang komplek termasuk diantaranya
penurunan GFR (Glumerular Filtration Rate), pengeluaran produksi urine dan eksresi air
yang abnormal, ketidakseimbangan elektrolit dan metabolik abnormal. Homeostatis
dipertahankan oleh hipertropi nefron. Hal ini terjadi karena hipertrofi nefron hanya dapat
mempertahankan eksresi solates dan sisa-sisa produksi dengan jalan menurunkan reabsorbsi
air sehingga terjadi hipostenuria (kehilangan kemampuan memekatkan urin) dan polyuria
adalah peningkatan output ginjal. Hipostenuria dan polyuria adalah tanda awal CKDdan
dapat menyebabkan dehidrasi ringan. Perkembangan penyakit selanjutnya, kemampuan
memekatkan urin menjadi semakin berkurang. Osmolitasnya (isotenuria). Jika fungsi ginjal
mencapai tingkat ini serum BUN meningkat secara otomatis, dan pasien akan beresiko
kelebihan beban cairan seiring dengan output urin yang makin tidak adekuat. Pasien dengan
CKD mungkin menjadi dehidrasi/ mengalami kelebihan beban cairan tergantung pada
tingkat gagal ginjal.
Perubahan metabolik pada gagal ginjal juga menyebabkan gangguan eksresi BUN dan
kreatinin. Kreatinin sebagai dieksresikan oleh tubulus ginjal dan penurunan fungsi ginjal
berdampak pada pembentukan serum kreatinin. Adanya peningkatan konsentrasi BUN dan
kreatinin dalam darah disebut azotemia dan merupakan salah satu petunjuk gagal ginjal.
Perubahan kardiak pada CKD menyebabkan sejumlah gangguan system kardiovaskuler.
Manifestasi umumnya diantaranya anemia, hipertensi, gagal jantung kongestif, dan
perikaraitis, anemia disebabkan oleh penurunan tingkat eritropetin, penurunan masa hidup
sel darah merah akibat dari uremia, defisiensi besi dan asam laktat dan perdarahan
gastrointestinal.
Hipertropi terjadi karena peningkatan tekanan darah akibat overlood cairan dan sodium
dan kesalahan fungsi system renin. Angiostin aldosteron CRF menyebabkan peningkatan
beban kerja jantung karena anemia, hipertensi, dan kelebihan cairan (Brunner & Suddart,
2007).
a. Tahap gangguan ginjal antar lain:
Tahap 1 : Diminishid Renal Reserve
Tahap ini penurunan fungsi ginjal, tetapi tidak terjadi penumpukan sisa- sisa
metabolik dan ginjal yang sehat akan melakukan kompensasi terhadap gangguan
yang sakit tersebut.

Tahap II : Renal Insufficiency (insufisiensi ginjal)


Pada tahap ini dikategorikan ringan apabila 40-80% fungsi normal, sedang apabia 15-
140% fungsi normal dan berat bila fungsi ginjal normal hanya 2-20%. Pada
insufisiensi ginjal sisa-sisa metabolik mulai berakumulasi dalam darah karena
jaringan ginjal yang lebih sehat tidak dapat berkonpensasi secara terus menerus
terhadap kehilangan fungsi ginjal karena adanya penyakit tersebut. Tingkat BUN,
kreatinin, asam urat, dan fosfor mengalami peningkatan tergantung pada tingkat
penurunan fungsi ginjal.
Tahap III : End Stage Renal Desease (penyakit ginjal tahap lanjut)
Sejumlah besar sisa nitrogen (BUN, Kreatinin) berakumulasi dalam darah dan ginjal
tidak mampu mempertahankan hemostatis. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
terjadi bila segera dianalisa akan menjadi fatal/ kematian.
H. PATHWAY CKD
1. Gambar pathway CKD
Infeksi Saluran Kemis Penyakit metabolik (DM) Nefropati toksik
Penyakit vaskuler hipertensi Gangguan jaringan ikat Gangguan Kongenital

GAGAL GINJAL KRONIK

Renin meningkat Proteinuria Penurunan fungsi Peningkatan kadar


Penurunan laju infiltrasi glomelurus
ginjal kreatinin dan BUN
serum

Kadar protein Asotemia


Ginjal tidak mampu Angiotensi I
mengencerkan urin sec. maksimal meningkat dalam darah turun Penurunan fungsi
ginjalProduksi
eritropotin
menurun
Angiotensi I Kadar protein Syndrom uremia
meningkat dalam darah turun

Produk urin turun


Angiotensin II Penurunan Organ GI
dan kepekatan T.Osmotik
meningkat
urin meningkat Peningkatan
Na& K meningkat tekanan osmotik Penurunan
Vasikontrisi Cairan keluar ke eritrositeritrosit
pembuluh darah ekstravaskuler
Disuria / anuria Di kulit

(pruritus)

Edema
Anemia
Masuk ke Tekanan darah Mual muntah
vaskuler meningkat

Dx : Intoleransi
aktivitas
Berikan NaOH
dengan air

Peningkatan Vol. vaskuler


Dx : Perubahan
nutrisi kurang
Beban jantung Tekanan hidrostatik meningkat dari kebutuhan
meningkat

Sifat semi permiable pembuluh Dx : Risiko


Dx : Perubahan pola
darah meningkat penurunan curah
nafas
Jantung

ekstravasasi
Dx : Kelebihan
vol. cairan
Edema

(Brunner & Suddart, 2013 Levin, 2010 Price, 2006 Smeltzer, 2009
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Demografi.
Klien CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang mengalami CKD
dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses pengobatan,
penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan
lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena
kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak
menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola makan
yang tidak sehat.

b. Riwayat penyakit yang diderita klien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius bagian
bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
c. Pengkajian Bio-psiko-Sosial
1) Aktivitas istirahat
Gejala :
kelelahan ekstrem kelemahan dan malaise, gangguan tidur (insomnia/ gelisah atau somnolen).
Tanda :
kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2) Sirkulasi
Gejala :
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi : nyeri dada (angina)
Tanda :
Hipertensi : nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada kaki, telapak tangan, nadi lemah
dan halus, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia yang jarang terjadi pada penyakit
tahap akhir, friction rub pericardial (respon terhadap akumulasi rasa) pucat, kulit coklat
kehijauan, kuning, kecenderungan pendarahan.
3) Integritas Ego
Gejala :
Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya. Peran tak berdaya, tak ada harapan,
tak ada kekuatan.
Tanda :
Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
4) Eiminasi
Gejala :
Peningkatan berat badan cepat (edem), penurunan berat badan (malnutrisi). Anoreksia,
Malnutrisi, kembung, diare, konstipasi.
Tanda :
Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat, berwarna. Oliguria, dapat menjadi
anuria.
5) Makanan / Cairan
Gejala :
Peningkatan berat badan cepat (edem), penurunan berat badan (malnutrisi). Anoreksia, nyeri
ulu hati, mual / muntah, rasa metalik tidak sedap pada mulut (pernafasan amonia),
pengguanaan diuretik.
Tanda :
Distensi abdomen / asietas, pembesaran hati (tahap akhir). Perubahan turgor kulit. Edem
(umum, tergantung). Ulserasi gusi, pendarahan gusi / lidah. Penurunan otot, penurunan lemak
subkutan, tampak tak bertenaga.
6) Neorosensasi
Gejala :
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot / kejang : sindrom Kaki, gelisah ; kebas terasa
terbakar pada telapak kaki. Kebas kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah
(neuropati perifer).
Tanda :
Gangguan sistem mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketikmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, koma. Kejang, fasikulasi otot,
aktifitas kejang, Rambut tipis, kuku rapuh dan tips.
7) Nyeri / Kenyamanan
Gejala :
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki. Memburuk pada malam hari.
Tanda :
perilaku berhati-hati dan gelisah.
8) Pernafasan
Gejala :
nafas pendek : dipsnea, nokturnal parosimal, batuk dengan / tanpa sputum kental atau banyak.
Tanda :
takiepna, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman (Pernafasan kusmaul). Batuk produktif
dengan sputum merah muda encer (edema paru).
9) Keamanan
Gejala :
Klit gatal ada / berulamngnya infeksi
Tanda :
Pruritus Demam ( sepsis, dehidrasi ; normotemia dapat secara actual terjadi peningkatan pada
klien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari pada normal ( efek CKD / depresi respon
imum) Ptekie, araekimosis pada kulit Fraktur tulang ; defosit fosfat, kalsium, (klasifikasi
metastatik) pada kulit, jaringan lunak sendi, keterbatasan gerak sendi.
10) Seksualitas
Gejala :
penurunan libido ; amenorea ; infertilitas.
11) Interaksi Sosial
Gejala :
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekeja, mempertahankan fungsi peran
biasanya dalam keluarga.
d. Pemeriksaan fisik
1) Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran klien dari compos
mentis sampai coma.
2) Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan reguler.
3) Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi
peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
4) Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung kotor
dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut
pucat dan lidah kotor.
5) Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
6) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu napas,
pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat
pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
7) Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
8) Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
9) Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas klien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan Capillary
Refill lebih dari 1 detik.
10) Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia, dan terjadi
perikarditis.

B. Prioritas Masalah Keperawatan


a. Kelebihan volume cairan
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
c. Ketidakefektifan pola nafas
d. Gangguan citra tubuh
e. Intoleransi aktivitas

C. Intervensi Keperawatan

1. Masalah Keperawatan 1 (Tuliskan judul masalah keperawatan sesuai prioritas di atas)


Kelebihan volume cairan berhubungan dengan disfungsi ginjal
a. Definisi
Peningkatan retensi cairan isotonik
b. Batasan karakteristik
1. Subjektif
a. Ansietas
b. Dispnea atau pendek nafas
c. Gelisah
2.objektif
suara nafas tidak normal, anasarka,. ansietas, azotemia, perubahan tekanan darah,
perubahan status mental, perubahan pola pernapasan, penurunan haemoglobin dan
hematokrit, edema, ketidakseimbangan elektrolit, peningkatan tekanan vena sentral,
asupan melebihi haluaran, distensi vena jugularis, oliguria, ortopnea, efusi pleura,
reflek hepatojularis positif, perubahan tekanan arteri pulmonal, kongesti paru, gelisah,
bunyi jantung s3, perubahan berat jenis urine, kenaikan berat badan dalam periode
singkat.
c. Faktor yang berhubungan
1. Gangguan mekanisme pengaturan
2. Asupan cairan yang berlebihan
3. Asupan natrium yang berlebihan
(peningkatan asupan cairan sekunder akibat hiperglikemia, pengobatan, dorongan
kompulsif, untuk minum air dan aktivitas lainnya)
(ketidak cukupan protein sekunder akibat penurunan asupan atau peningkatan kehilangan)
( disfungsi ginjal, gagal jantung, retensi natrium, imobilitas, dan aktivitas lainnya )
d. Rencana tindakan
NOC NIC
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh Intervensi:
ideal tanpa kelebihan cairan dengan a. Kaji status cairan dengan
kriteria hasil: tidak ada edema, menimbang BB perhari,
keseimbangan antara input dan keseimbangan masukan dan
output haluaran, turgor kulit tanda-
tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn
menentukan BB ideal,
haluaran urin, dan respon
terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang pembatasan
cairan
R: Pemahaman meningkatkan
kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien/ ajarai pasien
untuk mencatat penggunaan
cairan terutama pemasukan dan
haluaran.
R : untuk mengetahui
keseimbangan input dan output.

2. Masalah Keperawatan 2
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah
a. Definisi
Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolic.
b. Batasan karakteristik
Berat badan kurang dari 20%, asupan makanan kurang kurang dari kebutuhan metabolic, baik
kalori total maupun zat gizi tertentu, kehilangan berat badan dengan asupan makanan yang
adekuat.
 Subjektif
Kram abdomen, nyeri abdomen.
 Objektif
Pembuluh kapiler rapuh, diare atau stoatur, kekurangan makanan, kehilangan rambut yang
berlebihan, bising usus hiperaktif, kurang informasi, informasi yang salah, kurangnya minat
terhadap makanan, salh paham, membrane mukosa pucat, tonus otot buruk, menolak untuk
makan, rongga mulut terbuka, kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan dan mengunyah.
c. Faktor yang berhubungan
 Ketidak mampuan menelan atau mencerna makanan atau menyerap nutrient akibat
factor biologis, psikologis, atau ekonomi.
 Ketergantungan zat kimia, penyakit kronis, intoleransi makanan, kebutuhan metabolic
tinggi, mula muntah, hilangnya nafsu makan.
d. Rencana tindakan
NOC NIC
Tujuan: Mempertahankan masukan Intervensi:
nutrisi yang adekuat dengan kriteria a. Awasi konsumsi makanan / cairan
hasil: menunjukan BB stabil. R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi

b. Perhatikan adanya mual dan muntah


R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin
endogen yang dapat mengubah atau menurunkan
pemasukan dan memerlukan intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan
makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat
selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan
aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral
dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat
mempengaruhi masukan makanan

3. Masalah Keperawatan 3
Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder
kompensasi melalui alkalosis respiratorik
a. Definisi
Inspirasi dan / ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat.
b. Batasan karakteristik
 Subjektif
 Dispnea
 Objektif
 Perubahan ekskursi dada, mengambil posisi tiga titik tumpu, bradipnea, penurunan
tekanan inspirasi- ekspirasi, penurunan ventilasi semenit, penurunan kapasitas vital,
perubahan dalam kedalman nafas ( dewasa vT 500 ml, pada saat istirahat),
peningkatan diameter anterior posterior, napas cuping hidung, ortopnea, fase ekspirasi
memanjang, pernafasan bibir mencucu, penggunaan otot aksesoris untuk bernafas.
c. Faktor yang berhubungan
Ansietas, posisi tubuh, deformitas tulang, deformitas dinding dada, kelelahan,
hiperventilasi, sindrom hipoventilasi, gangguan musculoskeletal, kerusakan
neurologis, imaturitas neurologis, disfungsi neuromuscular, obesitas, nyeri, kelelahan
otot otot pernafasan, cedera medulla spinalis.

d. Rencana tindakan
NOC NIC
Tujuan : pola napas kembali normal Intervensi :
atau stabil. a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles.
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam.
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan
aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah
terjadinya sesak atau hipoksia

4. Masalah Keperawatan 4
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

a. Definisi
Ketidak cukupan energy fisiologis atau psikologis untuk melnjutkan atau
menyelesaikan aktivitas sehari hari yang ingin atau harus dilakukan.
b. Batasan karakteristik
 Subjektif : ketidak nyaman atau dispnea saat berakativitas
 Objektif : frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respon terhadap
aktivitas, Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia atau iskemia.
c. Faktor yang berhubungan
 Tirah baring dan imobilitas
 Kelemahan umum
 Ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
d. Rencana tindakan
NOC NIC
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan Intervensi:
aktivitas yang dapat ditoleransi
1. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
2. Kaji faktor yang menyebabkan keletihan
3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil
istirahat
4. Pertahankan status nutrisi yang adekuat
5. Masalah Keperawatan 5
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan biofisik : penyakit kronis
a. Definisi
Konfusi pada gambran mental fisik diri seseorang
b. Batasan karakteristik
a. Dipersonalisasi bagian tubuh
b. Penekanan pada kekuatan yang tersisa
c. Rasa takut terhadap penolakan atau reaksi dari orang lain
d. Perasaan negative tentang tubuh
e. Perubahan actual pada struktur atau fungsi tubuh
f. Perilaku memantau atau mencari tahu tentang tubuh individu
g. Trauma terhadap bagian tubuh yang tidak berfungsi
h. Perubahan dalam keterlibatan sosial
c. Faktor yang berhubungan
a. Biofisik (mis; penyakit kronis, defek kongenital, kehamilan )
b. Kognitif/persepsi (mis; nyeri kronis)
c. Kultural/spiritual
d. Perubahan atau perkembangan
e. Penyakit
f. Perseptual
g. Trauma/cedera
h. Penanganan (mis; pembedahan, kemoterapi, dan radiasi )
d. Rencana tindakan
NOC NIC
Tujuan: Intervensi :
Gangguan citra tubuh berkurang yang a. Meningkatkan persepsi sadar dan tak sadar
dibuktikan oleh selalu menunjukkan pasien serta sikap terhadap tubuh pasien
adaptasi dengan ketunadayaan fisik, R : peningkatan citra tubuh
citra tubuh positif, tidak mengalami b. Membantu pasien untuk meningkatkan
keterlambatan dalam perkembangan penilaian personal tentang harga diri.
anak, dan harga diri positif. R : Peningkatan harga diri
c. Melindungi secara aman bagian tubuh
yang dirasa tidak nyaman
R : manajemen pengabaian unilateral
d. Membantu pasien beradaptasi terhadap
gangguan kemampuan mental

DAFTAR PUSTAKA
Doenges E, Marilynn, dkk. (2014). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.
LeMone, Priscillia, dkk. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 5. Alih
bahasa: Egi Komara Yudha, dkk. Jakarta: EGC.
Litbang. (2013). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Litbang.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius.
Medical Record RSIJ Cempaka Putih. (2016). Data Pasien CKD yang Di Rawat Inap 3 Bulan
Terakhir. Jakarta: tidak di publikasi
Potter, P. A & Perry, A. G. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik, Alih bahasa: Renata Komalasari. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2010.
Setiati, (2015). Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM JILID II. Jakarta 47
Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi
12. Alih bahasa: Devi Yulianti, Amelia Kimin. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi
8. Jakarta : EGC. 2014.
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2015.
Wilkinson. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa NANDA NIC-NOC.
Jakarta : Media Action.
Yuli, Reny (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa NANDA NIC-NOC.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai