Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif
yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang
beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi
ginjal), (Nursalam, 2006).
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
Gagal ginjal kronik adalah memperburuknya fungsi renal yang tidak dapat pulih
dalam kemampuannya untuk mempertahankan metabolic dan gagalnya keseimbangan
cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia azotemia (tersimpannya urea dan sisa
nitrogen lain dalam darah) penurunan fungsi ginjal yang umumnya ireversibel dan cukup
lanjut (Sarwono, 2001).
Chronic kidney disease atau penyakit ginjal kronik didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan Glomerulus
Filtration Rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). Sedangkan menurut Terry & Aurora, 2013
CKD merupakan suatu perubahan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel. Pada gagal
ginjal kronik, ginjal tidak mampu mempertahankan keseimbangan cairan sisa
metabolisme sehingga menyebabkan penyakit gagal ginjal stadium akhir.
CKD atau gagal ginjal kronik didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal
mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius)
dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan
keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).
Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa gagal ginjal kronik
adalah gangguan fungsi renal yang irreversible dan berlangsung lambat sehingga ginjal
tidak mampu mempertahankan metabolisme tubuh dan keseimbangan cairan dan
elektrolit dan menyebabkan uremia.
B. Etiologi
a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik (infeksi saluran kemih), glomerulonephritis
(penyakit peradangan).
Pielonefritis adalah proses infeksi peradangan yang biasanya mulai di renal pelvis,
saluran ginjal yang menghubungkan ke saluran kencing (ureter) dan parencyma
ginjal atau jaringan ginjal. Glomerulonefritis disebabkan oleh salah satu dari banyak
penyakit yang merusak baik glomerulus maupun tubulus. Pada tahap penyakit
berikutnya keseluruhan kemampuan penyaringan ginjal sangat berkurang.
b. Penyakit vaskuler hipersentif misalnya nefrosklerosi benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteria renalis. Disebabkan karena terjadinya kerusakan vaskulararisasi di
ginjal oleh adanya peningkatan tekanan darah akut dan kronik.
c. Gangguan jaringan ikat misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,
sklerosis sistemik progresif. Disebabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang
ada dalam membran basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan (Price, 2006).
Penyakit peradangan kronik dimana sistem imun dalam tubu menyerang jaringan
sehat, sehingga menimbulkan gejala diberbagai organ.
d. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal. Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista multiple, bilateral, dan
berekspansi yang lambat laun akan mengganggu dalam menghancurkan parenkim
ginjal normal akibat penekanan, semakin lama ginjal tidak mampu mempertahankan
fungsi ginjal sehingga ginjal akan menjadi rusak.
e. Penyakit metabolik misalnya DM (Diabetes Mellitus), gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis. Penyebab terjadinya ini dimana kondisi genetik yang ditandai dengan
adanya kelainan dalam proses metabolisme dalam tubuhakibat defisiensi hormon dan
enzim. Proses metabolisme ialah proses memecahkan karbohidrat protein, dan lemak
dalam makanan untuk menghasilkan energi.
f. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal.
Penyebab penyakit yang dapat dicagah bersifat refersibel, sehingga penggunaan
berbagai prosedur diagnostik.
g. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
h. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis
Merupakan penyebab gagal ginjal dimana benda padat yang dibentuk oleh presipitasi
berbagai zat terlarut dalam urin pada saluran kemih.

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik antara lain:
a. Gejala dini : Sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah
tersinggung, depresi. Sakit kepala awalnya pada penyakit CKD memang tidak akan
langsung terasa, namun jika terlalu sering terjadi maka akan mengganggu aktifitas.
Penyebabnya adalah ketika tubuh tidak bisa mendapatkan oksigen dalam jumlah
cukup akibat kekurangan sel darah merah, bahkan otak juga tidak bisa memiliki
kadar oksigen dalam jumlah yang cukup. Sakit kepala akan menjadi lebih berat jika
penderita juga bermasalah dengan anemia.
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia atau mual disertai muntah, nafsu makan turun,
nafas dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang
disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Anoreksia adalah kelainan psikis yang diderita seseorang berupa kekurangan nafsu
makan mesti sebenarnya lapar dan berselera terhadap makanan. Gejala mual muntah
ini biasanya ditandai dengan bau mulut yang kuat yang menjadi tidak nyaman,
bahkan keinginan muntah bisa bertahan sepanjang waktu hingga sama sekali tidak
bisa makan. Pada nafsu makan turun disebabkan karena penurunan nafsu makan
berlebihan, ginjal yang buruk untuk menyaring semua racun menyebabkan ada
banyak racun dalam tubuh. Racun telah mempengaruhi proses metabolisme dalam
tubuh.
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2009) antara lain : hipertensi (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin – angiotensin – aldosteron),
gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan
perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia,
mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi).
Manifestasi klinik menurut Nahas &Levin (2010) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiak dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama
jantung dan edema.
Kondisi bengkak bisa terjadi pada bagian pergelangan kaki, tangan, wajah,
dan betis. Kondisi ini disebabkan ketika tubuh tidak bisa mengeluarkan semua
cairan yang menumpuk dalam tubuh, genjala ini juga sering disertai dengan
beberapa tanda seperti rambut yang rontok terus menerus, berat badan yang
turun meskipun terlihat lebih gemuk.
b. Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein
dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan
mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan), burning feet
syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki), tremor, miopati
(kelemahan dan hipertropi otot-otot ekstremitas).
e. Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan
urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi
dan aminore. Gangguan metabolik glukosa, gangguan metabolik lemak dan
vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basabiasanya retensi
garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi,
asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga
terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

D. Patofisiologi
Gagal ginjal terjadi bila nefron terserang penyakit, maka seluruh unitnya akan
hancur namun sisa nefron yang masih utuh tetap bkerja normal. Uremia akan timbul
bilamana jumlah nefron sedemikian kurang, sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit
tidak dapat dipertahankan lagi. Hipotesis nefron yang utuh ini paling berguna untuk
menjalankan pola adaptasi fungsional yaitu untuk kemampuan mempertahankan cairan
dan elektrolit tubuh kendati ada penurunan kecepatan filtrasi Glomerulus (GFR) yang
nyata. Meskipun kerusakan pada ginjal terus berlanjut namun jumlah nsolut yang harus
diekskresi oleh ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidak akan berubah kendati
jumlah nefron yang bertugas melakukan fungsi tersebut sudah menurun secara progresif.
Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang mengalami hipertropi dalam
usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal, terjadi peningkatan kecepatan
filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron.
Menurut Price dan Wilson (1995) perkembangan peyakit ginjal pada psien hingga
tahap lanjut dinilai dari tingkat penurunan fungsi ginjal. Tahap gangguan ginjal antara
lain:
 Tahap 1 : Diminishid Renal Reserte
Tahap ini penurunan fungsi ginjal, tetapi tidak terjadi penumpukan sisa-sisa
metabolic dan ginjal yang sehat akan melakukan kompensasi terhadap gangguan
yang sakit tersebut.
 Tahap II : Renal Insuficiency (insufisiensi ginjal)
Pada tahap ini dikategorikan ringan apabaila 40-80% fungsi normal, sedang apabila
15-40% fungsi normal dan berat bila fungsi ginjal normal 2-20%. Pada insufisiensi
ginjal sisa-sisa metabolic mulai berakumulasi dalam darah karena jaringan ginjal
yang lebih sehat tidak dapat berkompensasi secara terus-menerus terhadap
kehilangan fungsi ginjal karena adanya penyakit tersebut. Tingkat serum BUN,
Kreatinin, asam urat dan fosfor mengalami peningkatan tergantung pada tingkat
penurunan fungsi ginjal.
 Tahap III : End Stage Renal Desease (penyakit ginjal tahap lanjut)
Sejumlah besar sisa nitrogen (BUN,Kreatinin) berakumulasi dalam darah dan ginjal
tidak mampu mempertahankan homeostasis. Ketidakdeimbangan cairan dan
elektrolit terjadi bila tidak segera dianalisa akan menjadi fatal/kematian.
Nefrotoksik dapat bermanifestasi menurunnya filtrasi glomerulus, terganggunya
ekskresi elektrolit, serta mineral (Sarwono, 2001).
Menurut Anderson (2000) dan Corwin (2000) patofiologi gagal ginjal kronik yang
disebabkan hipertensi adalah sebagai berikut: hipertensi menyebabkan penurunan perfusi
renal yang mengakibatkan terjadinya kerusakan parenkim ginjal. Hal ini menyebabkan
peningkatan renin dan meningkatkan angiotensin II dapat meyebabkan dua hal yaitu:
peningkatan aldosteron dan vasokontriksi arteriol. Pada kondisi peningkatan aldosteron,
akan meningkatkan reabsorpsi natrium, natrium akan meningkat di cairan ekstraseluler
sehingga menyebabkan retensi air dan peningkatan volume cairan ekstraseluler. Pada
vasokontriksi arteriol terjadi peningkatan tekanan glomerulus, hal ini akan menyebabkan
kerusakan pada nefron, sehingga laju filtrasi glomerulus menurun. Sebagai kompensasi
dari penurunan laju filtrasi menurun, maka kerja nefron yang masih normal akan
menigkat sampai akhirnya mengalami hipertropi. Pada kondisi hipertropi akan
meningkatkan filtrasi cairan tetapi reabsorpsi cairan tubulus menurun, protein di tubulus
di ekskredikan ke urine (proteinuria) yang menyebabkan penurunan protein plasma
(hipoproteinemia), hipoalbuminemia, dan penurunan tekanan onkotik kapiler. Penurunan
tekanan onkotik kapiler menyebabkan edema anasarka. Pada edema anasarka akan
menekan kapiler- kapiler kecil dan syaraf yang akhirnya terjadi hipoksia jaringan.
Penurunan GFR lebih lanjut akan menyebabkan tubuh tidak mampu membuang air,
garam dan sisa metabolisme sehingga terjadi sindrom uremia. Sindrom uremia akan
meningkatkan zat-zat sisa nitrogen, akhirnya terjadi : rasa lelah, anoreksia, mual dan
muntah.
E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara
lain :
a. Hematologi
(Hemoglobin, Hematokrit, Eritrosit, Leukosit, Trombosit)
b. RFT (Renal Fungsi Test) (Ureum dan Kreatinin)
c. LFT (Liver Fungsi Test)
d. Elektrolit
(Klorida, kalium, kalsium)
e. Koagulasi studi PTT, PTTK
f. BGA
g. BUN/ Kreatinin : meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin
10mg/dl diduga tahap akhir (rendahnya yaitu 5).
h. Hitung darah lengkap : hematokrit menurun, HB kurang dari 7-8 g/dl. SDM : waktu
hidup menurun pada defisiensi erritripoetin seperti azotemia.
i. AGD : penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7:2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengekskresikan hidrogen dan amonia atau hasil akhir
katabolisme protein bikarbonat menurun PC02 menurun.
j. Kalium : peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan seluler
(asidosis) atau pengeluaran jaringan hemolisis SDM pada tahap akhir perubahan
EKG tidak terjadi kalium 6,5 atau lebih besar.
k. Urine rutin
l. Urin khusus : benda keton, analisa kristal batu volume : kurang dari 400ml/jam,
oliguri, anuria
m. EKG : mungkin abnormal untuk menunjukkan keseimbangan elektrolit dan asam
basa.
n. Endoskopi ginjal : dilakukan secara endoskopik untuk menentukkan pelvis ginjal,
pengangkatan tumor selektif.
o. USG abdominal
p. CT scan abdominal
q. BNO/IVP, FPA
r. RPG ( Retio Pielografi )
Untuk menunjukkan abnormalis pelvis ginjal dan ureter.

G. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Penatalaksanaan Umum
Penatalaksanaan medis menurut Mansjoer (2001) yaitu:
1. Tentukan dan tatalaksana
2. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam, furosemid dosis
besar (250-1000 mg /hari) pengawasan untuk mencegah kelebihan cairan.
3. Diet tinggi kalori dan rendah protein (20-40 g/dl) dan tinggi kalori
menghilangkan gejala anoreksia uremia.
4. Kontrol hipertensi karena bila tidak terkontrol dapat terakselerasi dengan hasil
akhir gagal jantung kiri.
5. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit. Yang sering ditemukan adalah
hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia, dihindari
masukan kalium yang besar, obat-obatan yang berhubungan dengan ekskresi
kalium (misalnya, penghamat ACE dan obat anti inflamasi non steroid).
6. Deteksi dini dan terappi infeksi. Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien
imunosupreif dan diterapi lebih ketat.
7. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal. Banyak obat-obatan yang harus
diturunkan dosisnya karena metaboliknya toksik dan dikeluarkan oleh ginjal.
Misalnya, digoksin, amingikosi, analgesic opiate, amforesin,dan alopuinol. Juga
obat-obatan yang meningkatkan katabolisme dan ureum darah, misalnya
tetraklin, koortkosteroid, dan sitostatik.
8. Mencegah dan tatalaksana tulang ginjal. Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat
yang mengikat fosfot seperti aluminium hidroksida (300-180) atau kalsium
karbonat (500-3000) pada setiap makan.
9. Deteksi dan terapi komplikasi. Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati
uremia, perikarditis, neropati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan
cairan yang meningkat, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialysis
dan program tranplantasi.
Para peneliti di amerika serikat ini telah menemukan factor risiko untuk
kegagalan ginjal yaitu meliputi usia tua, anemia, wanita, hipertensi, diatebetes,
penyakit vaskuler perifer dan riwayat gagal jangtung kongesif atau penyakit
kardiovaskuler. (Sahabat ginjal, 2008).
b. Penatalaksanaan keperawatan
1. Kaji status cairan dan mengidentifikasi sumber potensial yang dapat
menyebabkan ketidakseimbangan.
2. Mengimplementasikan program diet untuk menjamin asupan nutrisi yang sesuai
dalam batas-batas program.
3. Meningkatkan rasa positif dengan mendorong meningkatkan perawatan diri dan
kemandirian.
4. Menjelaskan dan menginformasikan kepada pasien dan keluarga tentang
penyakit ginjal.

H. Komplikasi
a. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebih.
b. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik dan
dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah,
metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
f. Asidosis metabolik, Osteodistropi ginjal Sepsis, Neuropati perifer, Hiperuremia.
I. Konsep Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam
aspek-aspek Promotif, Preventif, Kuratif, Rehabilitatif. Untuk sampai pada hal ini,
profesi keperawatan telah mengidentifikasi proses pemecahan masalah yang
menggabungkan elemen yang paling di inginkan dari seni keperawatan dengan elemen
yang paling relevan dari sistem teori, dengan menggunakan metode ilmiah.
(Doenges, Marilyn E. 1999)
Proses keperawatan merupakan proses yang sistematis yang saling berhubungan, yang
disusun menjadi 5 tahap, yang menekankan pada asuhan keperawatan secara individual:
1. Pengkajian keperawatan
2. Diagnosa keperawatan
3. Perencanaan keperawatan
4. Pelaksanaan keperawatan
5. Evaluasi keperawatan
(Doenges, Marilyn E. 1999)
a. Pengkajian keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan
data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan
klien. (lyer dkk, 1996 dalam Nursalam,2001).
Pengkajian keperawatan terdiri atas 3 tahap yaitu pengumpulan, pengelompokan atau
pengorganisasian, sehingga di temukan diagnosa keperawatan.
Pengkajian dasar Gagal Ginjal Kronik:
a) Riwayat gangguan kronis dan gangguan yang mendasari status kesehatan
b) Kaji derajat kerusakan Ginjal
c) Lakukan pemeriksaan fisik : tanda-tanda vital (Nadi, respirasi, Tekanan darah,
suhu badan) Sistem saraf, sistem integumen, dan sistem musculoskeletal.
Data dasar pengkajian pasien tergantung pada tahap penyakit dan derajat yang
terkena (Doenges, Maryline, 1999).
1. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Kelelahan ekstrim, Kelemahan, Malaise
Gangguan tidur, (Insomnia/gelisah atau somnolen)
Tanda : Kelemahan otot , kehilangan tonus, Penurunan rentang gerak.
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat Hipertensi lama atau berat
Palpitasi ; Nyeri dada (Angina )
Tanda : Hipertensi ; DVJ, Nadi kuat, Edema jaringan umum Dan pitting pada
kaki, telapak tangan.
3. Disritmia Jantung
Nadi Lemah Halus, hipotensi,
Pucat ; kulit Coklat kehitaman , kuning
Kecendrungan perdarahan
4. Integritas Ego
Gejala : Faktor stres contoh Finansial, hubungan dan sebagainya
Perasaan tidak berdaya, tidak ada kekuatan, tidak ada harapan
Tanda : Menolak, Ansietas, Takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian
5. Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (Pada tahap lanjut)
Abdomen kembung, diare atau konstipasi
Tanda : Perubahan warna urine,; contoh kuning pekat, merah, coklat, Oliguria
dapat menjadi anuria.
6. Makanan / Cairan
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), Malnutrisi
Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa tak sedap pada mulut
Tanda : Distensi abdomen/asites, Pembesaran hati (Tahap akhir)
7. Perubahan turgor kulit kelembaban
Edema, Ulserasi gusi, perdarahan gusi dan mulut, Penurunan otot, penurunan
lemak sub kutan, penampilan tak bertenaga.
8. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala , penglihatan kabur.
Kram otot/ kejang,
Kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstrimitas bawah
Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma.
Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
9. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot nyeri kaki
Tanda : Perilaku berhati-hati, gelisah.
10. Pernapasan
Gejala : Napas pendek; batuk dengan/tanpa sputum
Tanda : Takipnea, dispnea, Peningkatan frekwensi/ kedalaman (kusmaul)
11. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas
12. Interaksi sosisal
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran dalam keluarga.

b. Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia (status kesehatan/resiko perubahan pola ) dari individu atau kelompok
dimana perawat dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti
untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi , mencegah dan merubah
(carpenito 2000 dan Nursalam 2001).
NANDA menyatakan bahwa diagnosa keperawatan adalah keputasan klinis
tentang respon individu keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual
atau potensial sebagai dasar seleksi dan intervensi keperawatan untuk mencapai
tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat.
Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien dengan gagal ginjal kronik
adalah (menurut doenges Marilyn, 2000 & Nursalam, 2006).
Diagnosa keperawatan I
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin dan
retensi air dan natrium.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, nausea, vomitus, perubahan membrane mukosa oral.
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi toksin dalam
kulit, gangguan turgor kulit, penurunana aktivitas atau imobilisasi.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah.
5) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan atau
tahanan, gangguan metabolisme tulang
6) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan berhubungan dengan
kurang terpajannya informasi.
7) Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan elektrolit dan akumulasi toksin.
8) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
gastrointestinal.
9) Resiko tinggi perubahan mukosa oral berhubungan dengan ulserasi mukosa.

c. Rencana Keperawatan
Intervensi adalah rencana yang disusun oleh perawat untuk kepentingan tindakan
keperawatan bagi perawat yang menulis dan perawat lainnya (carpenito 2000).
Diagnosa keperawatan I
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin dan
retensi air dan natrium.
Tujuan : Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
Kriteria hasil :
 Memepertahankan pembatasan diet dan cairan
 Menunjukan turgor kulit normal tanpa edema
 Menunjukan tanda-tanda vital normal
 Menunjukan tidak adanya distensi vena leher
Intervensi
a) Kaji status cairan
 Timbang berat badan harian
 Keseimbangan masukan dan haluaran
 Turgor kulit dan adanya edema
 Distensi vena leher
 Tekanan darah, denyut dan irama nadi
Rasional : Pengkajian merupakan data dasar dan berkelanjutan untuk
memantau Perubahan dan mengevaluasi intervensi
b) Batasi pemasukan cairan
Rasional : Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran
urin dan respon
c) Identifikasi sumber potensial cairan
 Medikasi cairan yang digunakan untuk pengobatan : oral dan intravena
d) Jelaskan pada pasien dan keluarga mengenai pembatasan cairan
Rasional : Untuk peningkatan kerja sama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan
e) Tingkatkan dan dorong oral hiegyne oral dengan sering
Rasional : Hiegine mengurangi kekeringan membran mukosa mulut
f) Berikan medikasi antihipertensi sesuai indikasi
Rasional : Medikasi anti hipertensi berperan penting dalam penanganan
hipertensi yang berhubungan dengan gagal ginal kronik.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
Nausea, vomitus, perubahan membran mukosa oral.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
kriteria hasil :
 Mengkonsumsi protein yang mengandung nilai biologis yang tinggi
 Mengkonsumsi makanan tinggi kalori dalam batasan diet
 Melaporkan peningkatan nafsu makan menunjukan tidak adanya penurunan
berat badan yang cepat
Intervensi
a) Kaji status nutrisi :
 Pola berat badan
 Pengukuran antropometik
 Nilai laboratorium (elektrolit serum, BUN, kreatinin, protein, transferin
dan kadar besi )
Rasional : Menyediakan data untuk memantau perubahan dan mengevaluasi
intervensi
b) Kaji pola diet nutrisi pasien :
 Riwayat diet
 Makanan kesuakaan
Rasional : Pola diet dahulu dan sekarang dapat di pertimbangkan dalam
menyusun menu
c) Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi :
 Anoreksia, nausea, vomitus
 Diet, yang tidak menyenangkan bagi pasien
 Depresi
 Kurang memahami pembatsan diet
 Stomatitis
Rasional : Menyedikan informasi mengenai faktor lain yang dapat di ubah
atau di hilangkan untuk meningkatkan masukan diet
d) Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet
Rasional : Mendorong peningkatan masukan klien
e) Anjurkan makanan yang tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium
diantaranya waktu makan
Rasional : Mengurangi makanan dan protein yang di batasi dan
menyediakan kalori untuk energi, membatasi protein untuk pertumbuhan
dan penyembuhan jaringan
f) Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungnnya dengan penyakit ginjal
dan peningkatan urea dan kadar kalium
Rasional : Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet,
kadar kreatinin dengan penyakit renal
g) Sediakan daftar makanan yang di anjurkan secara tertulis dan anjurkan
untuk memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium dan kalium untuk
pasien dan keluarga dapat di gunakan di rumah
Rasional : Daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap
pembatasan diet dan merupakan referensi
h) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan
Rasional : Faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dan
menimbulkan anoreksia dihilangkan
i) Timbang berat badan harian
Rasional : Untuk memantau status cairan dan nutrisi
j) Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat:
 Pembentukan edema
 Penyembuhan yang lambat
 Penurunan kadar albumin serum
Rasional : Masukan protein yang tidak normal dapat menyebabkan albumin
protein lain pembentukan edema dan perlambatan penyembuhan
k) Berikan anti emetik sesuai dengan indikasi
Rasional : Dibiarkan untuk menghilangkan mual/muntah dan dapat
menigkatkan pemasukan oral
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi toksin dalam kulit,
gangguan turgor kulit, penurunan aktivitas atau imobilisasi.
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria evaluasi :
 Mempertahankan kulit utuh
 Menunjukan perilaku/teknik untuk mencegah
 Kerusakan/cedera kulit.
Intervensi
a) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vascular. Perhatikan
kemerahan, eksoriasi. Observasi terhadap ekimosis, purpura.
Rasional : Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus/infeksi.
b) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membrane mukosa.
Rasional : Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas pada tingkat seluler.
c) Inspeksi area tergantung terhadap edema.
Rasional : Jaringan edema lebih cenderung rusak/robek.
d) Ubah posisi dengan sering, gerakan pasien dengan perlahan: beri bantalan
pada tonjolan tulang dengan kulit domba, pelindung siku/tumit.
Rasional : Menurunkan tekanan pada edema, jaringan dengan perfusi buruk
untuk menurunkan iskemia. Peninggian meningkatkan aliran balik stasi
vena terbatas/pembentukan edema.
e) Berikan peralatan kulit. Batasi penggunaan sabun. Berikan salep atau krim
(mis; lanolin, aquaphor ).
Rasional : Lousion dan salep mungkin diinginkan untuk menghilangkan
kering, robekan kulit.
f) Pertahankan linen kering, bebas keriput.
Rasional : Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit.
g) Selidiki keluhan gatal.
Rasional : Meskipun dialysis mengalami masalah kulit yang berkenan
dengan uremik, gatal dapat terjadi karena kulit adalah rute ekskresi untuk
produk sisa, misalnya Kristal fosfat (berkenan dengan hiperparatiroidisme
pada penyakit tahap akhir).
h) Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk
memberikan tekanan ( dari pada garutan ) pada area pruritus. Pertahankan
kuku pendek; berikan sarung tangan selama tidur bila diperlukan.
Rasional : Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan resiko cidera
dermal.
i) Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar.
Rasional : Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi
lembab pada kulit.
Kolaborasi
a) Berikan matras busa/flotasi.
Rasional : Menurunkan tekanan lama pada jaringan, yang dapat membatasi
perfusi selular yang menyebabkan iskemia/nekrosis.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah.
Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat di toleransi
Kriteria hasil :
 Berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan
 Melaporkan peningkatan rasa kesejateraan
 Berpartisipasi dalam aktivitas dalam perawatan mandiri yang pilih
Intervensi :
a) Kaji faktor yang menimbulkan
 Anemia
 Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
 Retensi produk sampah
 Depresi
Rasional : Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan
b) Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat
ditoleransi : bantu jika keletihan terjadi
Rasional : Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki harga
diri.
c) Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
Rasional : Mendorong aktivitas dan latihan pada batas-batas yang dapat di
toleransi dan isrirahat yang adekuat
d) Berikan terapi komponen darah sesuai indikasi
Rasional : Terapi komponen darah mungkin diperlukan jika pasien
simtomatik
e) Berikan indikasi sesuai resep mencakup suplemen zat besi dan asam folat
dan multivitamin
Rasional : Sel darah merah membutuhkan zat besi , asam folat dan
multivitamin untuk produksi
5) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan atau
tahanan, gangguan muskuloskeletal.
Tujuan : Mempertahankan mobilitas/fungsi optimal
Kriteria hasil : Menunjukan peningkatan kekuatan dan bebas dari komplikasi
(kotraktur,) dekubitus
Intervensi
a) Kaji keterbatasan aktivitas, perhatikan adanya keterbatasan atau
keitdakmampuan
Rasional : Mempengaruhi pilihan intervensi
b) Ubuh posisi secara sering bila tirah baring, dukung bagian tubuh yang
sakit/sendi dengan bantalan sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan ketidaknyamanan, mempertahankan otot/mobilitas
sendi, meningkatkan sirkulasi dan mencegah kerusakn kulit.
c) Berikan pijatan kulit., pertahankan kebersihan dan kekeringan kulit,
pertahankan linen kering dan bebas kerutan
Rasional : Merangsang sirkulasi, mencegah iritasi kulit
d) Dorong napas dalam dan batuk tinggikan kepala tempat tidur sesuai yang
diperbolehkan. Ubah satu sisi ke sisi lain.
Rasional : Memobilisasi sekresi, memperbaiki ekspansi paru dan
menurunkan resiko komplikasi paru contoh atelektasis, pneumonia
e) Berikan pengalihan dengan tepat pada kondisi pasien contoh kunjungan
radio TV atau buku
Rasional : Menurunkan kebosanan, meningkatkan relaksasi.
f) Bantu dalam rentang gerak aktif atau pasif
Rasional : Mempertahankan kelenturan sendi, mencegah kontraktur dan
membantu dalan menentukan tegangan otot.
g) Berikan tempat tidur busa atau kapuk
Rational : Menurunkan tekanan jaringan dan dapat meningkatkan sirkulasi,
sehingga menurunkan resiko iskemia/keruasakan dermal
h) Implementasikan program latihan dengan tepat
Rasional : Penilaian menunjukan bahwa program latihan teratur mempunyai
keuntungan pada pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir baik secara fisik
dan emosional.
6) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan berhubungan dengan
kurang terpajannya informasi.
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan kondisi dan penangan yang bersangkutan
Kriteria Hasil :
 Menyatakan hubungan antara penyebab gagal ginjal dan konsekuensinya
 Pembatasan cairan dan diet sehubungan dengan kegagalan regulasi ginjal
 Menanyakan tentang pilihan terapi, yang merupakan petunjuk kesiapan
belajar
 Menyatakan rencana untuk melanjutkan kehidupan normalnya sedapat
mungkin.
Intervensi
a) Kaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal kronik, konsekuensinya
dan penanganannya
 Penyebab gagal ginjal pasien
 Pengertian gagal ginjal
 Pemahaman mengenai fungsi renal
 Hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan penanganannya
(hemodialisa, dialysis peritoneal dan transplantasi ginjal ).
Rasional : Merupakan instruksi dasar untuk penjelasan dan penyuluhan lebih
lanjut
b) Jelaskan fungis renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai denga tingkat
pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar
Rasional : Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan setelah
mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya.
c) Bantu pasien untuk mengidentifiaksi cara-cara untuk memahami berbagai
perubahan akibat panyakit dan penangan yang mempengaruhi dan
penanganan yang mempengaruhi hidupnya.
Rasional : Pasien dapat melihat bahwa tidak harus berubah akibat penyakit
7) Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan
elektrolit dan akumulasi toksin.
Kriteria evaluasi : Mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah
dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan
waktu pengisian kapiler.
Intervensi
a) Auskultasi bunyi jantung dan paru. Evaluasi adanya edema perifer /
kongesti vascular dan keluhan dispnea.
Rasional : Takikardia frekuensi jantung tak teratur, takipnea, mengi, dan
edema / distensi jugular menunujukan gagal ginjal kronik.
b) Kaji adanya / derajat hipertensi : awasi tekanan darah, perhatikan perubahan
postural, contoh duduk, berbaring, berdiri.
Rasional : Hipertensi bermakna dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron renin angiontensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal ). Meskipun
hipertensi umum, hipotensi ortostatik dapat terjadi sehubungn dengan defisit
cairan, respon terhadap obat anti hipertensi, atau temponade pericardial
uremik.
c) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi radiasi, beratnya (skala 0-10 )
dan apakah tidak menetap dengan inspirasi dalam dan posisi terlentang
Rasional : Hipertensi dan GJK dapat menyebabkan IM, kurang lebih pasien
gagal ginjal kronik dengan dialysis mengalami perikaridtis, potensial resiko
efusi perikardial / temponade.
d) Evaluasi bunyi jantung takanan darah, nadi perifer, pengisian kapiler,
kongesti vaskuler, suhu dan sensori / mental.
Rasional : Adanya hipontensi tiba-tiba, penyempitan tekanan nadi,
penurunan / tak adanya nadi perifer, distensi jugular nyata, pucat, dan
penyimpangan mental cepat menunjukan tempo nadi, yang merupakan
kedaduratan medik.
e) Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas.
Rasional : Kelelahan dapat menyertai GJK juga anemia.
8) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
gastrointestinal.
Tujuan : Menunjukan perbaikan keseimbangan cairan
Kriteria hasil : Haluaran urin adekuat, membrane mukosa lembab, turgor kulit
baik, pengisian kapiler cepat
Intervensi
a) Awasi tanda-tanda vital bandingkan dengan hasil normal sebelumnya
Rasional : Perubahan tekanan darah dan nadi dapat di gunakan untuk
perkiraan kasar kehilangan darah (misalnya tekanan darah < 90 mmHg, dan
nadi > 110 di duga 25 % penurunan volume atau kurang lebih 1000 ml)
b) Catat respon fisiologis individual pasien terhadap perdarahan, misalnya
perubahan mental, kelembaban, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat,
takipnea, peningkatan suhu
Rasional : Simtomatologi dapat berguna dalam mengukur barat badan atau
lamanya episode perdarahan. Memburuknya gejala dapat menunjukan
berlanjutnya perdarahan atau tidak adekuatnya penggantian cairan.
c) Observasi perdarahan sekunder misalnya hidung atau gusi, perdarahan terus
menerus dari area suntikan, ekimosis setelah trauma kecil.
Rasional : Kehilangan atau tidak adekuatnya penggantian faktor pembekuan
dapat mencetuskan terjadinya KID (congenital intravascular desiminata).
d) Hindari kafein dan minuman karbonat
Rasional : Kafein dan minuman karbonat, merangsang produksi asam
hidroklorida, kemungkinan potensial perdarahan ulang
e) Berikan cairan atau darah sesuai indikasi :
 Darah lengkap segar/kemasan sel darah merah
Rasional : Darah lengkap segar diindikasikan untuk perdarahan akut
 Plasma beku segar dan atau trombosit
Rasional : Trombosit adalah sumber baik factor pembekuan,
penggantian trombosit dapat merangsang pembentukan trombosit pada
sisi cedera.
f) Awasi pemeriksaan laboratorium
 Hemoglobin/hematokrit, jumlah sel darah merah
Rasional : Alat untuk menentukan kebutuhan penggantian darah dan
mengawasi keefektifan terapi, misalnya 1 unit darah lengkap harus
meningkatkan hematokrit 2-3 poin
 BUN/kadar kreatinin
Rasional : BUN > 40 dengan kadar kreatinin normal menunjukan.
9) Resiko tinggi perubahan mukosa oral berhubungan dengan ulserasi mukosa.
Tujuan : Mempertahankan integritas membran mukosa.
Kriteria evaluasi :
 Mempertahankan integritas membran mukosa.
 Mengidentifikasi/melakukan intervensi khusus untuk meningkatkan
kesehatan mukosa oral.
Intervensi
a) Inspeksi rongga mulut, perhatikan kelembaban, karakter saliva adanya
inflamasi, ulserasi.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk intervensi segera dan mencegah
infeksi.
b) Berikan cairan sepanjang 24 jam dalam batas yang di tentukan
Rasional : Mencegah kekeringan mulut berlebihan dari priode lama tanpa
masukan oral.
c) Berikan perawatan mulut sering/.cuci dengan larutan asam asetik 25 %,
berikan permen karet, mint pernapasan antara makan.
Rasional : Membran mukosa dapat menjadi kering dan pecah-pecah.
Perawatan mulut menunjukan , melumasi, dan membantu menyegarkan rasa
mulut, yang sering tak menyenangkan karena uremia dan keterbatasan
masukan oral. Pencucian dengan asam asetik membantu mentralkan
pembentukan amonia dengan mengubah urea.
d) Anjurkan hiegyne gigi yang baik setelah makan dan pada saat tidur.
Anjurkan menghindari floss gigi.
Rasional : Menurunkan pertumbuhan bakteri dan potensial terhadap infeksi.
Floss gigi dapat melukai gusi, menimbulkan perdarahan.
e) Anjurkan pasien menghentikan merokok dan menghindari produk/pencuci
mulut lemon/gliserin yang mengandung alcohol.
Rasional : Bahan ini mengiritasi mukosa dan mempunyai efek
mengeringkan, menimbulkan ketidaknyamanan.
Kolaborasi
a) Berikan obat-obatan sesuai indikasi, mis; anti histamine : kiproheptadin (
periactin ).
Rasional : Dapat diberikan untuk menghilangkan gatal.

Anda mungkin juga menyukai