1. Pengertian
Gagal ginjal kronik/ CronicKidneyDisease (CKD) adalah penurunan fungsi ginjal yang
persisten dan irreversible. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus
yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat (Arif Mansjoer, 2000)
Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis adalah
adanya kerusakan fungsi ginjal secara progresif sehingga tubuh akan mengalami gangguan
karena ginjal tidak mampu mempertahnkan substansi tubuh dalam keadaan nomal.
a) Stadium 1
Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal dapat
dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit ginjal ini, tujuan
pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan CKD dan mengurangi resiko
penyakit jantung dan pembuluh darah.
b) Stadium 2
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat fungsi ginjal kita
mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD kita dan meneruskan
pengobatan untuk mengurangi resiko masalah kesehatan lain.
c) Stadium 3
Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada stadium ini, anemia
dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya bekerja dengan dokter untuk
mencegah atau mengobati masalah ini.
d) Stadium 4
Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi CKD
dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan ginjal.
Masing-masing pengobatan membutuhkan persiapan.
e) Stadium 5
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup untuk
menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau pencangkokan ginjal.
3. Etiologi
ISK bagi dalam dua subkatagori yaitu ISK bagian bawah (pielonefritis akut). Pielonefritis
kronik adalah cedera ginjal yang progresip berupa kelainan ginjal disebabkan, oleh infeksi
yang berulang dan menetap pada ginjal, yang menyebabkan kelainan anatomi pada ginjal dan
saluran kemih seperti refluksvesiko, ureter, obstruksi, kalkuli atau kandung kemih
neurogonik. Kerusakan ginjal pada pielonefritis akut/kronik atau disebut juga nefropatirefluks
diakibatkan refluksurin yang terinfeksi ke uretra dan masuk kedalam parenkim ginjal (refluks
internal). Piolonefritis kronik yang disertai refluksvesikoureter merupakan penyebab utama
gagal ginjal pada anak-anak.
b. NefrosklerosisHipertensif
Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat. Hipertensi mungkin merupakan
penyakit primer atau penyakit ginjal kronik merupakan pemicu hipertensi melalui mekanisme
retensi Na dan air, pengaruh vasopresor dari sistem renin-angiotensin mungkin juga melalui
defisiensi prostaglandin. Nefrosklerosis (pasang ginjal) menunjukan adanya perubahan
patologis pada pembuluh darah ginjal sebagai akibat hipertensi. Keadaan ini merupakan salah
satu penyebab utama gagal ginjal kronik, terutama pada populasi yang bukan orang kulit
putih.
c. Glomerulonefritis
Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista-kista multiple bilateral yang mengadakan
ekspansi dan lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat
penekanan. Ginjal dapat membesar dan terisi oleh klompok-klompok kista yang menyarupai
anggur. Perjalanan penyakit progresip cepat dan mengakibatkan kematian sebelum mencapai
usia 2 tahun. Tanda dan gejala yang sering tampak adalah rasa sakit didaerah pinggang,
hematutia, poliuria, proteinuria dan ginjal membesar teraba dari luar. Komplikasi yang sering
terjadi adalah hipertensi dan infeksi saluran kemih. Penyakit ginjal polikistik merupakan
penyebab ketiga tersering gagal ginjal stadium akhir.
e. Gout
Gout merupakan suatu penyakit metabolic yang ditandai oleh hiperurisemia (peningkatan
kadar asam urat plasma). Lesi utama pada gout terutama berupa endapan dan kristalisasi urat
dan dalam cairan tubuh. Pada gout kronik endapan kristal urat dalam interstisium ginjal dapat
menyebabkan nefritis interstisial, nefrosklerosis dan ginjal yang berjalan progresip lambat.
f. Diabetes mellitus
Nefropatidiabetika merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang umum pada penderita
diabetes militus. Lesi ginjal yang sering dijumpai adalah nefrosklerosis akibat lesi pada
arteriola, pielonefritis dan nekrosis papila ginjal dan glomerulus sklerosis. Lesi tersebut
disebabkan oleh peningkatan endapan matriks mesingeal. Membranebasalis perifer juga lebih
menebal. Mula-mula lumen kapilet masih utuh tapi lambat laun mengalami obliterasi
bersamaan dengan berlanjutnya penyakit.
g. Hiperparatirodisme
h. Nefropati toksik
Ginjal rentan terhadap efek toksik, karena ginjal menerima 25 aliran darah dari curah jantung
dan ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan obat. Sehingga insufiensi
ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan meningkatkan konsentrasi dalam cairan tubulus.
4. Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan karena adanya penyakit yang terdapat pada ginjal. Maka lama
kelamaan jumlah nefron mengalami kerusakan bertambah. Dengan adanya peran dan fungsi
ginjal maka hasil metabolisme protein akan berkumpul didalam tubuh, penurunan fungsi
ginjal mengakibatkan pembuangan hasil sisa metabolisme gagal yang dimulai dengan
pertukaran didalam pembuluh darah tidak adekuat karena ketidakmampuan ginjal sebagai
penyaring nitrogen menumpuk dalam darah. Akibatnya ginjal tidak dapat melakukan
fungsinya lagi yang menyebabkan peningkatan kadar serum dan kadar nitrogen ureum,
kreatin, asam urat, fosfor, meningkat dalam tubuh dan menyebabkan terganggunya fungsi
ginjal dan organ-organ tubuh lain.
Perjalanan umum ginjal dapat dibagi menjadi 3 stadium ; stadium itu dinamakan penurunan
cadangan ginjal,insufiensi ginjal, dan gagal ginjal stadium akhir urenia.
a. Sistem Gastrointestinal
1) Anoreksia, nausea dan muntah karena gangguan metabolisme protein dalam usus,
terbentuknya zat – zat toksik dari metabolisme bakteri usus seperti (amonia metil guanidin)
serta sembabnya mukosa usus.
2) Uremik yaitu ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri dimulut menjadi
amonia. Sehingga nafas berbau amonia. Akibat lain timbul stomatitis dan parotitis.
b. Sistem Integumen
2) Gatal – gatal karena toksin uremik dan pengendapan kalsium di pori – pori.
3) Ekimosis akibat gangguan hematologis.
c. Sistem Hematologi
1) Anemia
2) Rasa kesemutan dan seperti terbakar terutama pada telapak kaki (Burningfeetsyndrome).
3) Encefalopatimetabolic seperti lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor dan
kejang – kejang.
e. Sistem Kardiovaskuler
1) Hipertensi, akibat penimbunan cairan dari garam atau peningkatan aktivitas sistem renin –
angiotensin – aldosteron.
2) Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, gagal jantung akibat penimbunan cairan
dan hipertensi.
f. Sistem Endokrin
1) Gangguan seksual yaitu pada laki – laki libido menurun dan pada wanita gangguan
menstruasi (amenore).
a) Pengobatan hipertensi target penurunan tekanan darah yang dianjurkan lebih dari 140/90
mmHg.
d) Mengurangi proteinurea.
e) Mengendalikan hiperlipidemia.
c) Hipertensi yang tidak terkendali. Kenaikan tekanan yang lanjut akan memperburuk fungsi
ginjal. Tetapi penurunan tekanan darah yang berlebihan juga akan memperburuk fungsi
ginjal. Obat-obatan yang dapat diberikan adalah furosemial, obat penyekat beta, vasodilator,
antagonis kalsium dan penghambat alfa. Dosis obat disesuaikan dengan GFR karena
kemungkinan adanya akumulasi obat.
b) Asidosis metabolic. Manifestasi timbul apabila GFR < 25 ml/menit. Diet rendah protein
0,6 gram/hari membantu mengurangi kejadian asidosis. Bila bikarbonat serum turun sampai <
15-17 mEq/L harus diberikan substitusi alkali (tablet natrium bikarbonat).
6. Penatalaksanaan Medis
Diet rendah protein. Diet rendah protein akan mengurangi akumulasi hasil akhir
metabolisme protein yaitu ureum dan toksik uremik. Selain itu diet tinggi protein
akan mempercepat timbulnya glomerulosklerosis akibat meningkatnya beban kerja
glomerulus (hiperfiltrasi glomerulus) dan fibrosis interstisial. Kalori diberikan 35
kal/kg BB, protein 0,6 gram/kg BB/hari
.Kalsium dan Fosfor.
Penatalaksanaan konservatif dihentikan apabila pasien sudah memerlukan dialysis tetap atau
transplantasi.
7. Komplikasi
Hematologis ; anemia
Penyakit vesikuler dan hipertensi
Dehidrasi
Kulit : gatal
Gastroinstestinal: mual, muntah , anoreksia,dan dada seperti terbakar, bau nafas
menyerupai urin
Endokrin
Laki-laki : kehilangan libido, impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas sperma
1. Pengertian
Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita
dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut dialyzer. Prosedur ini
memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka dibuat suatu
hubungan buatan diantaraarteri dan vena (fistulaarteriovenosa) melalui pembedahan.
Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan. Hemodialisis
digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang
membutuhkan dialysis waktu singkat.
Hemodialysis adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat beracun
lainnya, dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi membrane yang selektif-
permeabel dimana melalui membrane tersebut fusi zat-zat yang tidak dikehendaki terjadi.
Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan beberapa bentuk keracunan.
Dialisis adalah proses yang menggantikan secara fungsional pada gangguan fungsi ginjal
dengan membuang kelebihan cairan dan akumulasi toksin endogen atau eksogen. Dialisis
paling sering digunakan untuk pasien dengan penyakit ginjal akut atau kronis (tahap akhir).
(Doenges, 2000)
Mekanisme pemisahan zat – zat terlarut pada hemodialisis terjadi secara difusi dan
ultrafiltrasi.
1) Secara difusi
Proses difusi adalah proses pergerakan spontan dan pasif zat terlarut. Molekul zat terlarut dari
kompartemen darah akan berpindah kedalam kompartemen dialisat setiap saat bila molekul
zat terlarut dapat melewati membran semipermiabel demikian juga sebaliknya. Cairan dialisis
dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah
dari konsentrasi yang tinggi kearah konsentrasi yang rendah sampai konsentrasi zat terlarut
sama dikedua kompartemen (dari yang konsentrasi tinggi kekonsentrasi rendah)
2) Secara ultrafiltrasi
Pemisahan cairan dialisis dan darah dilakukan dengan prinsip perbedaan tekanan. Tiga tipe
dari tekanan yng dapat terjadi pada membrane adalah:
a) Tekanan positif
Tekanan positif merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan dalam membrane.
Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan resistensi vena terhadap darah
yang mengalir balik kefistula. Tekanan positif “mendorong“ cairan menyeberangi membrane.
b) Tekanan negative
Tekanan negative merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membrane oleh pompa pada
sisi dialisat dari membrane. Tekanan negative “menarik “ cairan keluar dari darah.
c) Tekanan Osmotik
Tekanan Osmotik merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang berhubungan
dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut. Larutan dengan kadar zat terlarut
tinggi akan menarik cairan dari larutan lain yang konsentrasinya lebih rendah sehingga
menyebabkan membranepermiabel terhadap air (dari konsentrasi rendah kekonsentrasi
tinggi). Dimisalkan ada 2 larutan “A” dan “B” dipisahkan oleh membran semipermiabel, bila
larutan “B” mengandung lebih banyak jumlah partikel dibanding “A” maka konsentrasi air
dilarutan “B” lebih kecil dibanding konsentrasi larutan “A”. Dengan demikian air akan
berpindah dari “A” ke “B” melalui membran dan sekaligus akan membawa zat -zat terlarut
didalamnya yang berukuran kecil dan permiabel terhadap membran, akhirnya konsentrasi zat
terlarut pada kedua bagian menjadi sama.
3) Konveksi
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan mengambil
bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut
3. Tujuan Hemodilisa
Tujuan hemodialisis adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam
darah dan mengeluarkan air yang berlebihan
a. Indikasi :
1) Klien dengan syndromeuremik/azotemia (gagal ginjal akut dan kronik), ureum > 200
mg/dl dan kreatinin> 1,5 mg/dl
4) Kelebihan cairan
5) Dehidrasi berat
6) Keracunan barbiturate
7) Leptospirosis
b. Kontraindikasi :
1) Tidak mungkin didapatkan akses vaskular pada hemodialisa atau terdapat gangguan di
rongga peritoneum pada CAPD ( ContiousAmbulatoryperitonealDialysis).
b) Instabilitas hemodinamik.
c) Koagulopati.
d) Penyakit Alzheier.
e) Dementiamultiinfark.
f) Sindrom hepatorenal.
h) Keganasan lanjut.
5. Proses Hemodialisa
1) Persiapan
a) Persiapan alat
(2) AVBL
(11) Kassa
(18) Plester
b) Persiapan lingkungan
c) Persiapan Klien
(4) Atur posisi klien agar memudahkan tindakan dan nyaman untuk klien
d) Persiapan perawat
2) Prosedur Tindakan
a) Menyiapka mesin hemodialisis
(3) Pastikan slang pembuang air dari mesin hemodialisis sudah masuk kelubang/saluran
pembuangan.
(4) Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak (sebelumnya periksa voltage
listrik).
(5) Hidupkan mesin dengan menekan tombol on yang ada dibelakang mesin.
(6) Jelaskan mesin pada posisi rinse selama + 20 menit (sesuai program penggunaan mesin).
(9) Sambungkan slang dialisat dengan konector yang ada pada mesin hemodialisis
(2) Tempatkan dializer pada holder (tempatnya) dengan posisi “inlet” (tanda merah) diatas
dan posisi “outlet” (tanda biru) dibawah.
(3) Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung “inlet” dari dializer.
(4) Hubungkan ujung biru dari VBL dengan ujung “outlet: dari dializer dan tempatkan bubble
trap diholder dengan posisi tegak.
(7) Bukalah klem NaCl 0.9%, isi selang arteri sampai keujung selang lalu klem.
(8) Tempatkan ujung biru VBL pada maatkan dan hindakan kontaminasi.
(9) Memutar letak dializer dengan posisi “inlet” dibawah dan “outlet” diatas, tujuannya gar
dializer bebas dari udara.
(10) Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin.
(14) Memberikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengeluarkan udara dari dalam
dializer, dilakukan sampai dializer bebas udara (tekanan tidak lebih dari 200 mmHg).
(15) Melakukan pembilasan dan pengisian dengan menggunakan NaCL 0.9% sebanyak 500
CC yang terdapat pada botol (Kolf), sisanya tampung dalam gelas ukur.
(16) Ganti kolfNaCL 0.9% yang kosong dengan kolfNaCL 0.9% baru.
(17) Sambung ujung biru VBL dan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor.
(18) Menghidupkan pompa darah selama 10 menit untuk dializer baru, 15-20 menit untuk
dializerreuse dengan aliran 200-250 ml/menit, berikan UFR 0.8 – 1.0
(19) Mengembalikan posisi dializer ke posisi semula, dimana “inlet” dialisat selama 5-10
menit siap untuk dihubungkan dengan pasien (soaking).
c) PunksiCimino/Graft
- 2 buah AV fistula
(h) Trolly
(a) Jepitlah tufferbetrdine dengan arteri klem, oleskan daerah cimino dan vena lain dengan
cara memutar dari dalam ke luar.
(c) Jepitlah kassaalcohol dengan arteri klem, bersihkan daerah cimino dan vena lain caranya
sama seperti diatas.
(e) Letakkan kassa kotor pada plastic, sedangkan klem arteri letakkan pada gelas ukur.
(a) Masukkan jarum AV Fistula pada tusukan yang telah dibuat pada saat pemberian anestesi
lokal (cimino)
(b) Setelah darah keluar isaplah dengan spuit 5 ml dan bilas kembali dengan NaCL 0.9%
secukupnya.
(d) Masukkan jarum AV Fistula pada vena lain, sesuai pada tempat pemberian anestesi lokal
caranya sama seperti diatas pada no. a
(e) Tinggalkan kain alas steril dibawah tangan pasien, sebagai alas dan penutup selama proses
dialysis berlangsung.
(f) Alat kotor masukkan ke dalam plastic, sedangkan alat-alat yang dapat dipakai kembali
dibawa ke ruang disposal.
a) Lakukan tindakan aseptik dan anti-septik dengan membersihkan tempat yang akan
dilakukan penusukkan dengan betadine 10%, kemudian dibersihkan dengan alcohol 70%.
b) Depper dan kassa yang telah dipakai, dibuang ketempat sampah yang telah disediakan.
d) Jarak penusukkan pertama kali pada daerah vena (outlet) disertai pemberian
loadingheparin 1000 IU/sesuai dosis.
e) Lakukan penusukan pertama kali pada daerah vena (outlet0 disertai pemberian
loadingheparin 1000 IU/sesuai dosis.
f) Kemudian dilakukan penusukkan pada daerah “inlet” dengan ABL (arteri bloodline) dan
dijalankan bloodpump dengan kecepatan mulai dari 100 ml/menit sampai seluruh bloodline
(baik ABL maupun VBL) terisi penuh, baru disambungkan dengan bagian jarum fistula
“outlet”.
g) Jalankan lagi bloodpump perlahan-lahan sampai 200 ml/menit, setelah itu mulailah
pemasangan sensor dan batasan minimal dan maksimal baik pada bloodmonitoring maupun
dialisatmonitoring.
j) Sambungkan jarum AV Fistula dengan selang arteri, bersihkan kedua sambungan dengan
kassabetadine.
a) Hidupkanpump, mulailah putar dari 100 ml/menit, dinaikkan secara bertahap sampai batas
maksimal.
i) Tekan tombol start sambil melihat jam, tanda proses dializer dimulai.
a) Observasi tanda-tanda vital tiap jam, tensi dan nadi, kemungkinan komplikasi selama HD :
mual, kram otot dan keluhan lain. kecuali keadaan pasien jelek, obersvasi sesuai dengan
kebutuhan :
c) Pengawasan Mesin :
Arteri : Bila alarm berbunyi pada aterialdruk berarti tekanan darah rendah, lihat aliran darah
pada “inlet”.
Venouspressure : dilihat dari indikator (hati-hati bila tinggi), bila tinggi periksa “outlet”, bila
rendah periksa sensor vena.
d) Pengawasan heparinpump.
(4)Transmembranepressure
(5)Positivepressure
i) Perhatikan edema pada : muka, punggung tangan, asites, mata kaki dan daerah dorsum
pedis :
(1)Jika edema (+) tidak disertai sesak nafas maka lakukan dialysis sesuai dengan program
tarik air (UFG = ultrafiltrasi goal). Cara perhitungan tarik air : selisih berat badan, dating
berat badan standar + jumlah intake yang masuk (minum, infuse, transfuse dan sonde).
(2)Jika edema ++ atau lebih, dengan disertai sesak nafas maka lakukan tarik air (sequential
ultrafiltrasi) pada awal dialysis.
(2)Perhatikan bila pada angka petunjuk oksigen, apakah sudah sesuai dengan kebutuhan
pasien.
k) Perhatikan gambaran EKG monitor, jika ada kelainan direkam dan beritahu pada dokter
yang merawat pasien/dokter jaga.
l) Bantu segala kebutuhan pasien termasuk : makanan, minuman, buang air dan urinaria.
Mengakhiri Dialisis
a) Mengakhiri dialysis:
(4) Lepaskan sambungan AV Fistula dan selang arterial dengan kassa steril.
b) Membilas AV Fistula :
Gunakan spuit 5 cc berisi NaCL, bilas AV Fistula sampai bersih, lalu klem kembali dan tutup
ujung AV Fistula.
(1) Bilas selang darah dan dialiser dengan NaCL sampai darah tidak ada lagi.
(2) Jika ada obat-obatan injeksi yang akan diberikan, berikan melalui selang vena.
(6) Lepaskan semua selang darah dan dialiser dari mesin, masukkan ke dalam plastik.
(1) Cabut AV Fistula pada cimino dan AV Fistula pada vena lainnya, masukkan AV Fistula
ke dalam plastik.
(2) Tekan bekas tusukan dengan kassabetadine sampai darah tidak keluar lagi.
(3) Berikan masing-masing bekas tusukan dengan bandaid dan balutlah sesuai dengan
kebutuhan, lalu difiksasi dengan micropore.
e) Mengembalikan alat-alat :
(1) Alat instrument yang telah digunakan dipisahkan dibawa ke disposalroom dan dipisahkan
dengan alat yang terkontaminasi.
6. Komplikasi Hemodialisa
c. Nyeri dada akibat penurunan pCO2 bersamaan dgn terjadinya sirkulasi darah diluar tubuh
e. Ggn keseimbangan dialisis tjd akibat perpindahan cairan serebral dan munculnya sbg
serangan kejang
f. Kram otot dan nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan ruang
ekstrasel
7. Akses Vascular
Akeses vaskuler (bloodaccess) merupakan salah satu aspek teknik untuk program HD akut
maupun kronik. Tusukan vaskuler merupakan tempat keluarnya darah dari tubuh penderita
menuju dializer dan selanjutnya kembali lagi ketubuh penderita. Untuk melakukan dialisis
intermiten jangka panjang, maka perlu ada jalan masuk ke sistem vaskular penderita yang
dapat di andalkan. Darah harus dapat keluar dan masuk tubuh penderita dengan kecepatan
200-400 ml/menit. Teknik-teknik akses vaskuler utama untuk hemodialisis dibedakan
menjadi akses eksternal dan akses internal (Price, 1995).Akses vascular sangat diperlukan
oleh karena untuk hemodialisis yang efektif diperlukan aliran darah yang cukup sampai lebih
dari 300 ml/menit dan dapat dipakai berulang kali dalam jangka waktu yang panjang.
Akses vascular ini biasanya digunakan pada saat pertama kali hemodialisis sebelum dibuat
akses vascular yang permanent. Akses vascular sementara umumnya dilakukan dengan
menggunakan kateter perkutankedalam vena jugularis, femoral atau yang saat ini dihindari
adalah pada vena subclavia.
1) Pada vena jugularisinterna : dapat digunakan untuk jangka panjang dengan resiko yang
kecil
3) Pada vena subclavia : klien merasa lebih nyaman dan penggunaanya lebih lama
Akses vascular menetap dilakukan dengan membuat fistula atau hubungan (shunt) antara
arteri dengan vena yang biasa disebut AV shunt. Dapat dilakukan dengan vena dan arteri
pasien sendiri, memakai vena dari tempat lain (nativegraft) atau dengan bahan buatan
(artificialgraft)
AV shunt dilakukan dengan cara menyambung arteri subcutan dengan vena didekatnya. Vena
yang berdinding tipis dialiri oleh darah arteri yang bertekanan tinggi sehingga aliran darah
lebih cepat. Cara ini sangat sering digunakan dan paling aman, bertahan lama, dan dengan
komplikasi yang minimal (stenosis, infeksi, stealsyndrome). Namun ada beberapa kerugian
dari AV shunt yaitu ; memerlukan waktu cukup lama untuk siap dipakai, cukup sering
kegagalan atau kurang dapat memberikan aliran darah yang cukup pada saat hemodialisis
serta pada klien dengan penyakit vascular yang berat tidak dapat dilakukan.
Fistula umumnya dilakukan pada tangan yang non dominant dengan maksud tidak
mengeurangi aktivitas klien.
Proses maturasi AV shunt antara 1- 6 bulan dan pada tangan tersebut tidak dapat dilakukan
penekenan berlebihan atau untuk mengambil sampel darah. Periksa suara bising atau thrill
setiap hari dan posisikan tangan lebih tinggi dari badan pada saat pasca operasi
8. Dializer
Komponen ini terdiri dari membran dialisersemipermiabel dengan lokasi yang tersebar
merata yang memisahkan kompartemen darah dan dialisat. Darah banyak mengandung zat-
zat toksik secara berlebihan sedangkan dialiser tidak mengandung apapun kecuali elektrolit
tertentu.
b. Serat selulosa yang dimodifikasi dengan menambah gugus asetat seperti selulosa diasetat
atau triaset
a. Luas permikaandialiser
c. Koefisian ultrafiltrasi
e. Harga
9. Dializat
Larutan dialisat biasanya disiapkan dalam bentuk konsentrasi yang mengandung buffer
bikarbonat atau asetat.
a. Dialisat Asetat
Dialisat Asetat masih banyak digunakan untuk dialisat karena dapat diproduksi dengan
mudah dalam kemasan yang mengandung berbagai macam elemen. Dialisat asetat telah
dipakai secara luas sebagai dialisatstandard untuk mengoreksi asidosis uremikum dan untuk
mengimbangi kehilangan bikarbonat secara difusi selama HD. Dialisat asetat tersedia dalam
bentuk konsentrat yang cair dan relatif stabil. Dibandingkan dengan dialisat bikarbonat, maka
dialisat asetat harganya lebih murah tetapi efek sampingnya lebih banyak. Efek samping yang
sering seperti mual, muntah, kepala sakit, otot kejang, hipotensi, gangguan hemodinamik,
hipoksemia, koreksi asidosis menjadi terganggu, intoleransi glukosa, meningkatkan
pelepasan sitokin. Kemudian seiring berkembangnya waktu, larutan bicarbonate lebih banyak
digunakan karena lebih fisiologis, dapat mengontrol asidosis dengan lebih baik,lebih sedikit
menimbulkan efek dan komplikasi.
2. Dialisat Bikarbonat
Dialisat bikarbonat terdiri dari 2 komponen konsentrat yaitu larutan asam dan larutan
bikarbonat. Kalsium dan magnesium tidak termasuk dalam konsentrat bikarbonat oleh karena
konsentrasi yang tinggi dari kalsium, magnesium dan bikarbonat dapat membentuk kalsium
dan magnesium karbonat. Larutan bikarbonat sangat mudah terkontaminasi mikroba karena
konsentratnya merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Kontaminasi ini dapat
diminimalisir dengan waktu penyimpanan yang singkat. Konsentrasi bikarbonat yang tinggi
dapat menyebabkan terjadinya hipoksemia dan alkalosis metabolik yang akut. Namun dialisat
bikarbonat bersifat lebih fisiologis walaupun relatif tidak stabil. Biaya untuk sekali HD bila
menggunakan dialisat bikarbonat relatif lebih mahal dibanding dengan dialisat asetat.
§ Dextrose = 2500 mg / 1
Difusi: perpindahan molekul dari larutan dengan konsentrasi tinggi ke larutan dengan
konsetrasi rendah
Konveksi: larutan berpindah dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah tekanan rendah. Ini
prinsip dari ultrafiltrasi
Ultrafiltrasi
Ultrafiltrasi: produksi kelebihan air dari tubuh dengan menggunakan cara konveksi:
perpindahan zat pelarut (sbgn zat terlarut terbawa), melalui membran, akibat energi
hidrostatik yg bekerja pada membran
Proses ini dilakukan dgn membuat tekanan positif pada kompartemen darah dan tekanan
negatif pada kompartemen dialisat, sehingga air didorong menuju cairan dialisat.Ultrafiltrasi
bisa diatur tergantung kebutuhan, sesuai kelebihan volume penderita.
Menilai koagulasi pada pasien hemodialiss dengan mengamati secara visual dengan
memperhatikan tanda-tanda sebagai berikut :