Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi

Crhonic kidney disesae (CKD) atau penyakit ginjal kronis di definisikan


sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010).

CKD atau gagal ginjal kronik (GGK) di definisikan sebagai kondisi


dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif,
irreversible, dan samar dimana tubuh gagal dalam mempertahankan
metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau
azotemia (Smeltzer, 2009).

Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan


metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolik (toksik
uremik) di dalam darah (Arif Muttaqin, 2011).

2. Etiologi

Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang
progresif dan ireversibel dari berbagai penyebab :
a. Infeksi : pielonefritis kronik.
b. Penyakit peradangan : glomerulonefritis.
c. penyakit vaskular hipertensif : nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis.
d. Gangguan jaringan penyambung : lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif.
e. Gangguan kongenital dan herediter : penyakit ginjal polikistik dan asidosis
tubulus ginjal.
f. Penyakit metabolik : diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme dan
amiloidosis.
g. Nefropati toksik : penyalahgunaan analgesik dan nefropati timbal.

1
h. Nefropati obstruktif : saluran kemih bagian atas (kalkuli, eoplasma, fibrosis
retroperitoneal) dan saluran kemih bagian bawah (hipertrofi prostat, striktur
uretra, anomali kongenital apada leher kandung kemih dan uretra)
(Nahas & Levin, 2010).

3. Manifestasi klinis

Tanda dan gejala pada pasien gagal ginjal kronik dapat di klasifikasikan
sesuai dengan derajatnya. Berikut adalah tanda dan gejala gagal ginjal kronik
(Black & Hawks, 2010):

1. Derajat I

Pasien dengan tekanan darah normal, tanpa abnormalitas hasil tes


laboratorium dan tanpa manifestasi klinis.

2. Derajat II

Umumnya asimtomatik berkembang menjadi hipertensi dan munculnya nilai


laboratorium yang abnormal.

3. Derajat III

Asimtomatik di nilai laboratorium menandakan adanya abnormalitas pada


beberapa sistem organ.

4. Derajat IV

Munculnya manifestasi gagal ginjal kronik berupa kelelahan dan penurunan


rangsangan.

5. Derajat V

Penigkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan anemia.

4. Komplikasi

Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut (O’Callaghan 2008) yaitu:

1. Komplikasi Hematologis 21 Anemia pada penyakit ginjal kronik


disebabkan oleh produksi eritropoietin yang tidak adekuat oleh ginjal
dan diobati dengan pemberian eritropoietin subkutan atau intravena. Hal
ini hanya bekerja bila kadar besi, folat, dan vitamin B12 adekuat dan
pasien dalam keadaan baik. Sangat jarang terjadi, antibodi dapat

2
terbentuk melawan eritropoietin yang diberikan sehingga terjadi anemia
aplastik.

2. Penyakit vascular dan hipertensi Penyakit vascular merupakan penyebab


utama kematian pada gagal ginjal kronik. Pada pasien yang tidak
menyandang diabetes, hipertensi mungkin merupakan faktor risiko yang
paling penting. Sebagaian besar hipertensi pada penyakit ginjal kronik
disebabkan hipervolemia akibat retensi natrium dan air. Keadaan ini
biasanya tidak cukup parah untuk bisa menimbul kan edema, namun
mungkin terdapat ritme jantung tripel. Hipertensi seperti itu biasanya
memberikan respons terhadap restriksi natrium dan pengendalian volume
tubuh melalui dialysis. Jika fungsi ginjal memadai, pemberian furosemid
dapat bermanfaat.

3. Dehidrasi Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium


dan air akibat hilangnya nefron. Namun beberapa pasien tetap
mempertahankan sebagian filtrasi, namun kehilangan fungsi tubulus,
sehingga mengekskresi urin yang sangat encer, yang dapat menyebabkan
dehidrsi.

4. Kulit Gatal merupakan keluhan keluhan kulit yang paling sering terjadi.
22 Keluhan ini sering timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau
tersier serta dapat disebabkab oleh deposit kalsium fosfat apda jaringan.
Gatal dapat dikurangi dengan mengontrol kadar fosfat dan dengan krim
yang mencegah kulit kering. Bekuan uremik merupakan presipitat kristal
ureum pada kulit dan timbul hanya pada uremia berat. Pigmentasi kulit
dapat timbul dan anemia dapat menyebabkan pucat.

5. Gastrointestinal Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum


tidak lebih sering terjadi pada pasien gagal ginjal kronik dibandingkan
populasi normal. Namun gejala mual, muntah, anoreksia, dan dada
terbakar sering terjadi. Insidensi esofagitis serta angiodisplasia lebih
tinggi, keduanya dapat menyebabkan perdarahan. Insidensi pankreatitis
juga lebih tinggi. Gangguan pengecap dapat berkaitan dengan bau napas
yang menyerupai urin.

6. Endokrin Pada pria, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan kehilangan


libido, impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas sperma. Pada
wanita, sering terjadi kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan
infertilitas. Siklus hormon pertumbuhan yang abnormal dapat turut

3
berkontribusi dalam menyebabkan retardasi pertumbuhan pada anak dan
kehilangan massa otot pada orang dewasa.

7. Neurologis dan psikiatrik Gagal ginjal yang tidak diobati dapat


menyebabkan kelelahan, 23 kehilangan kesadaran, dan bahkan koma,
sering kali dengan tanda iritasi neurologis (mencakup tremor, asteriksis,
agitasi, meningismus, peningkatan tonus otot dengan mioklonus, klonus
pergelangan kaki, hiperefleksia, plantar ekstensor, dan yang paling berat
kejang). Aktifitas Na+/K+ ATPase terganggu pada uremia dan terjadi
perubahan yang tergantung hormon paratiroid (parathyroid hormone,
PTH) pada transpor kalsium membran yang dapat berkontribusi dalam
menyebabkan neurotransmisi yang abnormal. Gangguan tidur
seringterjadi. Kaki yang tidak biasa diam (restless leg) atau kram otot
dapat juga terjadi dan kadang merespons terhadap pemberian kuinin
sulfat. Gangguan psikiatrik seperti depresi dan ansietas sering terjadi dan
terdapat peningkatan risiko bunuh diri.

8. Imunologis Fungsi imunologis terganggu pada gagal ginjal kronik dan


infeksi sering terjadi. Uremia menekan fungsi sebagaian besar sel imun
dan dialisis dapat mengaktivasi efektor imun, seperti komplemen,
dengan tidak tepat. 9. Lipid Hiperlipidemia sering terjadi, terutama
hipertrigliseridemia akibat penurunan katabolisme trigliserida. Kadar
lipid lebih tinggi pada pasien yang menjalani dialisis peritoneal daripada
pasien yang menjalani hemodialisis, mungkin akibat hilangnya protein
plasma regulator seperti apolipoprotein A-1 di sepanjang membran
peritoneal. 24 10. Penyakit jantung Perikarditis dapat terjadi dan lebih
besar kemungkinan terjadinya jika kadar ureum atau fosfat tinggi atau
terdapat hiperparatiroidisme sekunder yang berat. Kelebihan cairan dan
hipertensi dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri atau
kardiomiopati dilatasi. Fistula dialisis arteriovena yang besara dapat
menggunakan proporsi curah jantung dalam jumlah besar sehingga
mengurangi curah jantung yang dapat digunakan oleh bagian tubuh yang
tersisa.

4
5. Patofisiologi dan Pathway

Patofisiologi pada gagal ginjal kronik tergantung dari penyakit yang


menyebabkannya. Pada awalnya, keseimbangan cairan dan penimbunan
produksi sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit.
Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25%, manifestasi gagal ginjal kronik
mungkin minimal karena nefron-nefron lain yang sehat mengambil alih fungsi
nefron yang rusak. Nefron yang rusak meningkatkan laju filtrasi, reabsorbsi
dan sekresinya serta mengalami hipertrofi dalam proses tersebut. Seiring
dengan semakin banyaknya nefron yang mati, nefron yang tersisa menghadapi
tugas yang semakin berat, sehingga nefron-nefron tersebut mengalami
kerusakan dan akhirnya mati. Siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan
nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorbsi protein. Seiring dengan
progresif dengan penyusutan nefron, akan terjadi pembentukan jaringan parut
dan penurunan aliran darah ke ginjal (Corwin,2009)

Fungsi ginjal menurun karena produk akhir metabolisme protein


tertimbun dalam darah, sehingga mengakibatkan terjadinya uremia dan
mempengaruhi seluruh sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produksi
sampah maka gejala semakin berat (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Gangguan clearance renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus
yang berfungsi. Penurunan laju filtrasi glomerulus dideteksi dengan memeriksa
clearance kreatinin urine tampung 24 jam yang menunjukan penurunan
clearance kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum (Nursalam dan
Fransisca, 2008).
Retensi cairan dan natrium dapat mengakibatkan edema, CHF, dan
hipertensi. Hipotensi dapat terjadi karena aktivitas aksis renin angitensin dan
kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Kehilangan garam
mengakibatkan risiko hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare
menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga status uremik memburuk
(Nursalam dan Fransisca, 2008).
Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecendurungan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
pencernaan. Eritropoietin yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum
tulang untuk menhasilkan sel darah merah, dan produksi eritropoietin menurun
sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai keletihan, angina, dan
sesak napas (Nursalam dan Fransisca, 2008).

5
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan
metabolisme. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal
balik. Jika salah satunya meningkat, maka fungsi yang lain akan menurun.
Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, maka meningkatkan
kadar fosfat serum, dan sebaliknya, kadar serum kalsium menurun. Penurunan
kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon, sehingga kalsium
ditulang menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit
tulang. Demikian juga vitamin D (1, 25 dihidrokolekalsiferol) yang dibentuk di
ginjal menurun seiring perkembangan gagal ginjal (Nursalam dan Fransisca,
2008).

Pathway

Infeksi ketidakseimbangan retensi


kalsium & urin

6
Nefron rusak fosfat
edema
Laju filtrasi Metabolisme protein

Reabsorbsi & sekresi menekan


saraf
Aliran darah ke ginjal

Nyeri pinggang
Fungsi glomerulus

Kreatinin &
kreatinin serum

Sekresi eritropoitis

Oksihemoglobin

Suplai O2

Gangguan perfusi
jaringan

(Brunner & suddart, 2013 Levin, 2010 Smeltzer 2009)

7
6. Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan gagal ginjal kronik (stage v) adalah untuk


mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis. Penatalaksanaan tersebut
meliputi penanganan yang komprehensi, yaitu :

1. menghambat perburukan fungsi ginjal / mengurangi hiperfiltrasi glomerulus


dengan diet seperti pembatasan asupan protein dan fosfat

2. terapi farmakologis dan pencegahan serta pengobatan terhadap komplikasi,


bertujuan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan memperkecil resiko
terhadap penyakit kardiovaskuler seperti diabetes, hipertensi, dislipidemia,
anemia, asidosis, neuropati perifer, kelebihan cairan dan keseimbangan
elektrolit (Price & wilson, 2008).

Terapi pengganti ginjal di lakukan pad seseorang yang mengidap penyakit


gagal ginjal kronik atau tahap akhir, yang bertujuan utuk menghindari
komplikasi dan memperpanjang umur pasien. Terapi pengganti ginjal dibagi
menjadi dua, antara lain dialysis (hemodialisis dan peritoneal dialisis) dan
transplantasi ginjal (Shalgholia et al. 2008)

Menurut Colvy (2010), Penanganan dan pengobatan penyakit gagal ginjal


kronik adalah sebagai berikut :
a. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal adalah suatu metode terapi dengan cara
mencangkokkan sebuah ginjal sehat yang diperoleh dari donor. ginjal yang
dicangkokkan ini selanjutnya akan mengambil alih fungsi ginjal yang
sudah rusak. Orang yang menjadi donor harus memiliki karakteristik yang
sama dengan penderita. Kesamaan ini meliputi golongan darah termasuk
resus darahnya, orang yang baik menjadi donor biasanya adalah keluarga
dekat. Namun donor juga bisa diperoleh dari orang lain yang memiliki
karakteristik yang sama. Dalam proses pencangkokkan kadang kala kedua
ginjal lama, tetap berada pada posisinya semula, tidak dibuang kecuali jika
ginjal lama ini menimbulkan komplikasi infeksi atau tekanan darah tinggi.
Namun, transplantasi ginjal tidak dapat dilakukan untuk semua kasus
penyakit ginjal kronik. Individu dengan kondisi seperti kanker, infeksi
serius, atau penyakit kardiovaskuler (pembuluh darah jantung) tidak
dianjurkan untuk menerima transplantasi ginjal. Hal ini dikarenakan
kemungkinan terjadinya kegagalan transplantasi yang cukup tinggi.
8
Transplantasi ginjal dinyatakan berhasil jika ginjal dicangkokkan dapat
bekerja sebagai penyaring darah sebagaimana layaknya ginjal sehat dan
pasien tidak lagi memerlukan terapi cuci darah.
b. Dialisis (Cuci darah)
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terapi
yang bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang
zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila
fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak
lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidup individu, maka perlu
dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2 jenis dialisis :
1) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah dialisis dengan menggunakan mesin
dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada prose ini, darah
dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Di dalam
mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses
difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk
dialisis), lalu setelah darah selesai dibersihkan, darah dialirkan
kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di
rumah sakit dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
2) Dialisis Peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah
dengan bantuan membran peritoneum (selaput rongga perut). Jadi,
darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan
disaring oleh mesin dialisis.
c. Obat-obatan
1) Diuretik adalah obat yang berfungsi untuk meningkatkan
pengeluaran urin. Obat ini membantu pengeluaran kelebihan cairan
dan elektrolit dari tubuh, serta bermanfaat membantu munurunkan
tekanan darah.
2) Obat antihipertensi untuk mempertahankan agar tekanan darah tetap
dalam batas normal dan dengan demikian akan memperlambat
proses kerusakan ginjal yang diakibatkan oleh tingginya tekanan
darah.
3) Eritropoietin
Gagal ginjal juga menyebabkan penderita mengalami anemia. Hal ini
terjadi karena salah satu fungsi ginjal yaitu menghasilkan hormon
eritropoietin (Epo) terhambat. Hormon ini bekerja merangsang

9
sumsum tulang untuk memproduksi sel-sel darah merah. Kerusakan
fungsi ginjal menyebabkan produksi hormon Epo mengalami
penurunan sehingga pembentukan sel darah merah menjadi tidak
normal, kondisi ini menimbulkan anemia (kekurangan darah). Oleh
karena itu, Epo perlu digunakan untuk mengatasi anemia yang
diakibatkan oleh PGK. Epo biasanyan diberikan dengan cara injeksi
1-2 kali seminggu.
4) Zat besi
Anemia juga disebabkan karena tubuh kekurangan zat besi. Pada
penderita gagal ginjal konsumsi zat besi (Ferrous Sulphate) menjadi
sangat penting. Zat besi membantu mengtasi anemia. Suplemen zat
besi biasanya diberikan dalam bentuk tablet (ditelan) atau injeksi
(disuntik).

5) Suplemen kalsium dan kalsitriol


Pada penderita gagal ginjal kronik, kadar kalsium dalam darah
menjadi rendah, sebaliknya kadar fosfat dalam darah menjadi terlalu
tinggi. Untuk mengatasi ketidakseimbangan mineral ini, diperlukan
kombinasi obat/suplemen yaitu kalsitriol (vitamin D bentuk aktif)
dan kalsium.
7. Pemeriksaan penunjang

Pada gagal ginjal kronik dapat di lakukan pemeriksaan salah satunya


dengan ultrasonografi gagal ginjal. Ultrasonografi saat ini digunakan sebagai
pemeriksaan rutin dan merupakan pilihan pertama pada penderita gagal ginjal
kronik. Pada gagal ginjal tahap awal ukuran ginjal masih terlihat normal
sedangkan pada gagal ginjal kronik ukuran ginjal pada umumnya mengecil,
dengan penipisan parenkim, peninggian eksogenitas parenkim dan batas
kartikomedular yang salah tidak jelas/ mengecil. Ultrasonografi juga dapat
digunakan untuk menilai ukuran serta ada tidaknya obstruksi ginjal (Andika,
2009).

Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang


baik pemeriksaan laboratorium maupun radiologi.
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk menetapkan adanya GGK,
menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat GGK,

10
menetapkan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etologi. Dalam
menentukan ada atau tidaknya gagal ginjal, tidak semua faal ginjal perlu
diuji. Untuk keperluan praktis yang paling lazim diuji adalah laju filtrasi
glomerulus. Disamping diagnosis GGK secara faal dengan tingkatanya,
dalam rangka diagnosis juga ditinjau factor penyebab (etiologi) dan faktor
pemburukanya. Kedua hal ini disamping perlu untuk kelengkapan
diagnosis, juga berguna untuk pengobatan.
b. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis (misalnya voltase rendah), aritmia dan gangguan elektrolit
(hiperkalemia, hipokalsemia).
c. Ultrasonografi (USG)
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi sistem, pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih
serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya factor yang
reversibel seperti obstruksi oleh karena batu atau masa tumor, juga untuk
menilai apakah proses sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG ini sering
dipakai oleh karena non-infasif, tak memerlukan persiapan apapun.
d. Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal,
menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
Foto polos yang disertai tomogram memberi keterangan yang lebih baik.
e. Pielografi Intra-Vena (PIV)
Pada GGK lanjut tak bermanfaat lagi oleh karena ginjal tak dapat
memerlukan kontras dan pada GGK ringan mempunyai resiko penurunan
faal ginjal lebih berat, terutama pada usia lanjut, diabetes melitus, dan
nefropati asam urat. Saat ini sudah jarang dilakukan pada GGK.
Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, untuk
menilai sistem pelviokalises dan ureter.
f. Pemeriksaan Pielografi Retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obsstruksi yang reversibel.
g. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid
overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi pericardial. Tak jarang
ditemukan juga infeksi spesifik oleh karena imunitas tubuh yang menurun.
h. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama falang/jari), dan kalsifikasi metastatik.

11
B. ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

A. Identitas pasien
B. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya badan tersa lemah, mual, muntah, dan terdapat udem.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan lain yang menyerta biasanya : gangguan pernapasan, anemia,
hiperkelemia, anoreksia, tugor pada kulit jelek, gatal-gatal pada kulit,
asidosis metabolik.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien dengan GGK, memili riwayat hipertensi.
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan.
Diperlukan pengkajian yang cermat untuk mengenal masalah pasien,
agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan (Lismidar,
2008).
a. Aktivitas/istirahat.
Gejala : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(Insomnia/gelisah atau samnolen).
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
b. Sirkulasi.
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat.
Palpitasi : nyeri dada (angina).
Tanda : Hipertensi : DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan
pitting pada kaki, telapak, tangan.
c. Integritas Ego.
Gejala : Faktor stress, contoh financial, hubungan dan sebagainya.
Perasaan yang tak berdaya, tak ada harapan, tak ada
kekuatan.
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian.
d. Eliminasi.
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, onuria (gagal tahap
lanjut). Abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berawan, oliguria, dapat menjadi anuria.

12
e. Makanan/cairan.
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat
badan (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah,
rasa metalik tak sedap pada mulut (Pernapasan ammonia).
Tanda : Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir).
Perubahan turgor kulit/kelembaban.
Edema (umum, tergantung).
Ulserasi (umum, tergantung).
Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah.
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak
bertenaga.
f. Neurosensori.
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindrom
“kaki gelisah” bebas rasa terbakar pada telapak kaki. Bebas
kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah
(neuropati perifer).
Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, strupor, koma.
g. Nyeri/kenyamanan.
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk
saat malam hari).
Tanda : Perilaku berhari-hari/distraksi, gelisah.
h. Pernapasan.
Gejala : Napas pendek; dispnea noktural paroksismal; batuk
dengan/tanpa sputum kental dan banyak.
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman
(pernapasan kussmaul). Batuk produktif dengan sputum merah
muda encer (edema paru).
i. Keamanan.
Gejala : Kulit gatal.
Tanda : Pruritis.
j. Seksualitas.
Gejala : Penurunan libido; amenonea; infertilitas.

13
k. Interaksi sosial.
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga
(Lismidar,2008).

C. POLA GORDON
a. pola kognitif – perseseptual
pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gagal ginjal kronik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif
terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatandan mudah dimengerti pasien.
b. pola hubungan dan peran
kesuitan menentukan kondisi (tidak mampu bekerja, mempertahankan
fungsi peran.
c. pola persepsi konsep diri
adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan banyaknya biaya perawatan dan pengobatan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga.
d. pola seksual dan reproduksi
angiopati pati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual,
gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses
ejakulasi serta orgasme.
e. pola mekanisme stress dan koping
lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor
stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,
karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat
meyebabkan klien tidak mampu menggunakan mekanisme koping
yang konstruktif/adaptif.
f. pola nilai dan kepercayaan
adanyaperubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta
gagal ginjal kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan
ibadah mampu mempengaruhi pola ibadah klien.
g. pola nutrisi dan metabolisme

14
pada GGK akan terjadi anoreksia, nourea dan vomitus yang berhungan
dengan gangguan metabolisme protein di dalalm usus.
h. pola eliminasi
klien menunjukkan perubahan warna urin, abdomen kembung, diare,
konstipasi.
i. pola istirahat tidur
biasanya klien dengan GGK mengeluh sulit tidur karena keresahan
atau mengigau
j. pola aktifitas
pada penderita GGK akan terjadi kelelahan ekstrim, kelemahan otot,
kehilangan tonus, penurunan gerak rentang.

D. PEMERIKSAAN FISIK
1. status kesehatan umum
2. sistem respirasi
Nafas pendek,batuk dengan atau tanpa sputum kental dan banyak,
takipnea batuk produksi dengan sputum merah darah encer (edema
paru).
3. kulit, rambut, kuku
Pada klien GGK ditemukan dalam pemeriksaan pada kulit yaitu kulit
kuning, perubahan turgor kulit (kering), bintik-bintik perdarahan kecil
dan lebih besar di kulit. Penyebaran proses pengapuran di kulit, pada
kuku tipis dan rapuh serta pada rambut tipis.
4. kepala, leher
Pada klien GGK mengeluh sakit kepala, muka pucat memerah, tidak
adanya pembesaran tiroid.
5. mata
Pada klien GGK mata mengalami pandangan kabur
6. telinga, hidung, tenggorokkan
Pada GGK telinga dan tenggorokkan tidak mengalami gangguan, pada
mulut di temukan adanya perdarahan pada gusi dan lidah.
7. pada thorax dan abdomen
Pada pemeriksaan abdomen dan thorax di temukan adanya pada dada
dan abdomen di temukan distensi perut (asites atau penumpukan
cairan, pembesaran hepar pada stadium akhir.
8. sistem kardiovaskuler

15
GGK berlanjut menjadi tekanan darah tinggi, detak jantung menjadi
irreguler (termasuk detak jantung yang mengancam kehidupan atau
terjadi fibrilasi), pembengkakan, gagal ginjal kkongestif.
9. sistem genitourinaria
Karena ginjal kehilangan kesanggupan mengeksresi natrium, penderita
mengalami retensi natrium dan kelebihan natrium sehingga penderita
mengalami iritasi dan menjadi lemah. Pengeluaran urin mengalami
penurunan serta mempengaruhi komposisi kimianya.berkurangnya
frekuensi kencing, urin sedikit, urin tidak ada pada gagal ginjal, perut
mengembung, diare justru sulit BAB, perubahan warna urin misalnya:
kuning, coklat merah, gelap, urin, sedikit dan beda negatif.
10. sistem gastrointestinasl
Pada saluran pencernaan terjadi peradangan ulserasi pada sebagian
besar alat pencenaan. Gejala lainnya adalah terasa metal di mulut,
nafas bau amonia, nafsu makan menurun, mual muntah, perut
mengembung, diare atau justru sulit BAB.
11. sistem muskuloskeletal
Pada GKK adanya kelemahan otot atau kekuatan otot hilang.
Kurangnya respon-respon otot dan tulang. Ketidakeimbangan mineral
dan hormon, tulang terasa sakit, kehilangan tulang, defisit kalsium
dalam otak, mata, gusi, persendian, jantung, bagian dalam dan
pembuluh darah.
12. sistem endokrin
Pada GGK memberikan pertumbuhan lambat pada anak-anak.
Menstruasi berkurang bahkan dapat berhenti sekali. Impotensi dan
reproduksi sperma menurun serta peningkatan kadar gula darah seperti
pada diabetes.
13. sistem persyarafan
Pada klien GGK sindrom tungkai bergerak-gerak salah satu pertanda
kerusakan saaf, rasa sakit seperti terbakar, gatl pada kaki dan tungkai
juga di jumpai otot menjadi kram dan bergerak-gerak, daya ingat
berkurang, mengantuk, iitabilitas, bingung, koma dan kejang (Merlyn E.
Doenges, 2009).

16
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
2. ketidakefektifan volume cairan berlebih
3. ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (NANDA, 2015)

3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
 Nyeri Akut dan Nyeri Kronis
Tujuan dan kriteria hasil (NOC ) :

- Perubahan dalam rasa nyaman


- Penurunan tingkat nyeri
- Melakukan tindakan nyeri
- Perasaan senang fisik dan psikologis
Intervensi ( NIC ) :

- Lakukan pengkajian yang komprehensif dari nyeri: lokasi,


karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan presipitasi.
- Eksplorasi faktor yang mempengaruhi nyeri
- Observasi respon nonverbal karena ketidaknyamanan
- Evaluasi perkembangan masa lalu terhadap nyeri
- Catat perkembangan tingakat nyeriberikan informasi tentang nyeri
seperti penyebab, lamanya, dan antisipasi terhadap kenyamanaan nyeri
- Berikan strategi nonfarmakologik sebelum dilakukan prosedur yang
menyakitkan
- Gunakan komunikasi terapeutik untuk meningkatkan pengetahuan
nyeri dan penerimaan respon klien
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Kelebihan volume cairan
Tujuan dan kriteria hasil (NOC ) :

- Terbebas dari edema


- Keseimbangan cairan elektrolit
- Hidrasi
- Status nutrisi intake cairan dan makanan

Intervensi ( NIC ) :

- Monitor vital sign


- Monitor indikasi retensi kelebihan volume cairan
- Kaji lokasi dan luas edema

17
- Manajemen elektrolit
- Pemantauan elektrolit
- Manajemen cairan
- Kolaborasi pemberian diuretik sesuai instruksi

 Gangguan perfusi jaringan

Tujuan dan kriteria hasil (NOC ) :

- Circulation satus
- Neurologic status
- Tissue prefusion

Intervensi ( NIC ) :

- Monitor ttv
- Monitor elektrolit dan cairan
- Monitor ekstremitas
- Manajemen hipervolemia
- Manajemen nutrisi
- Terapi oksigen
- Kolaborasi pemberian terapi intravena (NANDA,2015)

4. EVALUASI KEPERAWATAN
Perencanaan evaluasi memuat cerita keberhasilan proses dan keberhasilan
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan
membandingkan antara proses dengan pedoman/ rencana proses tersebut.
Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan antara tingkat kemandirian
klien dengan tujuan yang telah di rumuskan sebelumnya. Evaluasinya menurut
(Nursalam,2008) sebagai berikut :
1. tekanan darah stabil dan tidak ada penambahan BB.
2. makan makanan rendah protein dan tinggi karbohidrat.
3. tidak ada kerusakan kulit dan klien melaporkan gatal berkurang.
4. ambulasi tanpa jatuh
5. bertanya dan membaca materi tentang dialisis

18
DAFTAR PUSTAKA

Nahas & Levin, 2010 Guidelines For Management of Chronic Kidney Disease.
Canadian Medical Assosiation Journals

Smeltzer. 2009. Keperawatan Medikal Bedah. ECG. Jakarta.

Brunner & suddarth’s textbook of medical surgical nursing. 13 th edition.


Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

Nanda. (2015). Diagnosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10.
Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif. (2011). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Batticaca. B Fransisca, 2008, Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem


Persarafan Jakarta: Salemba Medika.

Nursallam. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:


Salemba Medika.

Price, A. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Proses-Proses Penyakit, Edisi 4.


Jakarta : EGC.

19

Anda mungkin juga menyukai