Anda di halaman 1dari 15

1.

KONSEP MEDIS

A. PENGERTIAN
Chronic Kidney Desease (CKD) atau Gagal ginjal kronis (GGK) atau penyakit renal tahap
akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Smeltzer & Bare, 2002).

B. ETIOLOGI
Penyebab dari gagal ginjal kronik antara lain:
1. Infeksi
2. Penyakit peradangan
3. Penyakit vaskuler hipersensitif
4. Gangguan jaringan penyambung
5. Gangguan kongenital dan herediter
6. Gangguan metabolisme
7. Nefropatik toksik
8. Nefropati obstruksi
Faktor-faktor predisposisi timbulnya infeksi traktus urinarius:
1. Obstruksi aliran urine
2. Seks/usia
3. Kehamilan
4. Refleks vesikoureteral
5. Instrumentasi (kateter yang dibiarkan di dalam)
6. Penyakit ginjal
7. Gangguan metabolisme.

C. TANDA DAN GEJALA


Karena pada gagal ginjal kronis setiap system tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka
pasien akan perlihatkan sejumlah tanda
dan gejal. Keparahan tanda dana gejala bergantung pada bagian dan tibgkat kerusakan
ginjal, ko ndisi lain yang mendasari dan usia
pasien.
Tanda dan gejala pada kardiovaskulerr, pada gagal ginjal kronis mencangkup hipertensi
(akibat resistensi cairan dan natrium dan
aktivitas system rennin-angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif, dan perikarditis
(akibat iritasi padda lapisan pericardial
oleh toksin uremik).
Gejala dermatologi yang sering terjadi mencangkup rasa gatal yng parah (pruritis). Butiran
uremik, suatu penumpukan Kristal urea
di kulit, saat ini jarang terjadi akbat penanganan yang dini dan agresif pada penyakit ginjal
tahap akhir. Gejala gastrointestinal juga
sering terjadi dan mencakup anoreksia, mual , muntah, dan cegukan. Perubahan neuro
muskuler mencakup perubahan tingkat
kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, kedutan otot, dan kejang.

D. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang
utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan
ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun
sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke
dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala
uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:

 Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal): Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar
Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan penderita asimtomatik.
 Stadium 2 (insufisiensi ginjal): Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak
(Glomerulo filtration Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum
Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat
melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
 Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia): Timbul apabila 90% massa nefron
telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml
permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen
meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992: 813-814)

E. PENCEGAHAN

Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering kali
tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan
kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap
peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan pemeriksaan
urinalisis. Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi
insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan
masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu
mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Penilaian CRF dengan ganguan yang serius dapat dilakukan dengan pemerikasaan
laboratorium, seperti: Kadar serum
sodium/natrium dan potassium/kalium, pH, kadar serum phospor, kadar Hb, hematokrit,
kadar urea nitrogen dalam darah (BUN),
serum dan konsentrasi kreatinin urin, urinalisis.
Pada stadium yang cepat pada insufisiesi ginjal, analisa urine dapat menunjang dan sebagai
indikator untuk melihat kelainan fungsi
ginjal. Batas kreatinin urin rata-rata dari urine tampung selama 24 jam. Analisa urine rutin
dapat dilakukan pada stadium gagal ginjal
yang mana dijumpai prouksi urin yang tidak normal. Dengan urin analisa juga dapat
menunjukkan kadar protein, glukosa,
Rbcs/eritrosi, dan Wbcs/leukosit serta penurunan osmolaritas urin. Pada gagal ginjal yang
progresif dapat terjadi output urin yang
kurang dan frekuensi urin menurun.
Monitor kadar BUN dan kadar creatinin sangat penting bagi pasien dengan gagal ginjal.
Urea nitrogen adalah produk akhir dari
metabolisme protein serta urea yang harus dikeluarkan oleh ginjal. Normal kadar BUN dan
kreatinin sekitar 20. Bila ada
peningkatan BUN selalu diindikasikan adanya dehidrasi dan kelebihan intake protein.
2. Pemeriksaan Radiologi
Berberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunanakan utntuk mengetahui gangguan
fungsi ginjal antara lain:
a. Flat-Plat radiografy/ Radiographic keadaan ginjal, uereter dan vesika urinaria untuk
mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi, dan
kalsifikasi dari ginjal. Pada gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang mungkin
disebabkan karena adanya proses
infeksi.
3. Computer Tomograohy (CT) Scan yang digunakan untuk melihat secara jelas sturktur
anatomi ginjal yang penggunaanya dengan
memakai kontras atau tanpa kontras.
4. Intervenous Pyelography (IVP) digunakan untuk mengevaluasi keadaan fungsi ginjal
dengan memakai kontras. IVP biasa
digunakan pada kasus gangguan ginjal yang disebabkan oleh trauma, pembedahan,
anomali kongental, kelainan prostat, calculi
ginjal, abses / batu ginjal, serta obstruksi saluran kencing.
5. Aortorenal Angiography digunakan untum mengetahui sistem aretri, vena, dan kepiler
pada ginjal dengan menggunakan kontras .
Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada kasus renal arteri stenosis, aneurisma ginjal,
arterovenous fistula, serta beberapa gangguan
bentuk vaskuler.
6. Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi kasus yang
disebabkan oleh obstruksi uropathi, ARF, proses
infeksi pada ginjal serta post transplantasi ginjal.
7. Biopsi Ginjal untuk mengdiagnosa kelainann ginjal dengan mengambil jaringan ginjal lalu
dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan
pada kasus golomerulonepritis, neprotik sindom, penyakit ginjal bawaan, ARF, dan
perencanaan transplantasi ginjal.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada umunya keadaan sudah sedemikian rupa sehingga etiologi tidak dapat diobati lagi.
Usaha harus ditujukan untuk mengurangi
gejala, mencegah kerusakan/pemburukan faal ginjal yang terdiri :

1. Pengaturan minum
Pengaturan minum dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian rupa sehingga
dicapai diurisis maksimal. Bila cairan tidak dapat
diberikan per oral maka diberikan perparenteral. Pemberian yang berlebihan dapat
menimbulkan penumpukan di dalam rongga
badan dan dapat membahayakan seperti hipervolemia yang sangat sulit diatasi.

2. Pengendalian hipertensi
Tekanan darah sedapat mungkin harus dikendalikan. Pendapat bahwa penurunan
tekanan darah selalu memperburuk faal ginjal,
tidak benar. Dengan obat tertentu tekanan darah dapat diturunkan tanpa mengurangi
faal ginjal, misalnya dengan beta bloker, alpa
metildopa, vasodilator. Mengurangi intake garam dalam rangka ini harus hati-hati
karena tidak semua renal failure disertai retensi
Natrium.

3. Pengendalian K dalam darah


Mengendalikan K darah sangat penting, karena peninggian K dapat menimbulkan
kematian mendadak. Yang pertama harus diingat
ialah jangan menimbulkan hiperkalemia karena tindakan kita sendiri seperti obat-
obatan, diet buah,dan lain-lain. Selain dengan
pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosa dengan EEG, dan EKG. Bila
terjadi hiperkalemia maka pengobatannya
dengan mengurangi intake K, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus
glukosa.

4. Penanggulangan Anemia
Anemia merupakan masalah yang sulit ditanggulangi pada CRF. Usaha pertama
harus ditujukan mengatasi faktor defisiensi,
kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi.
Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat
meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat,
misalnya ada insufisiensi koroner.

5. Penanggulangan asidosis
Pada umumnya asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut. Sebelum memberi
pengobatan yang khusus faktor lain harus diatasi
dulu, khususnya dehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan
harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan
per oral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi
intravena perlahan-lahan. kalau perlu diulang.
Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.

6. Pengobatan dan pencegahan infeksi


Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami infeksi dari pada biasanya. Pasien
CRF dapat ditumpangi pyelonefritis di atas penyakit dasarnya. Adanya pyelonepritis
ini tentu memperburuk lagi faal ginjal. Obat-obat anti mikroba diberi bila ada
bakteriuria denganperhatian khusus karena banyak diantara obat-obat yang toksik
terhadap ginjal atau keluar melalui ginjal. Tindakan yangmempengaruhi saluran
kencing seperti kateterisasi sedapat mungkin harus dihindarkan. Infeksi ditempat lain
secara tidak langsung dapat pula menimbulkan permasalahan yang sama dan
pengurangan faal ginjal.

7. Pengurangan protein dalam makanan


Protein dalam makanan harus diatur. Pada dasarnya jumlah protein dalam
makanan dikurangi, tetapi tindakan ini jauh lebih
menolong juga bila protein tersebut dipilih.
Diet dengan rendah protein yang mengandung asam amino esensial, sangat
menolong bahkan dapat dipergunakan pada pasien CRF
terminal untuk mengurangi jumlah dialisis.

8. Pengobatan neuropati
Neuropati timbul pada keadaan yang lebih lanjut. Biasanya neuropati ini
sukar diatasi dan meurpakan salah satu indikasi untuk
dialisis. Pada pasien yang sudah dialisispun neuropati masih dapat timbul.

9. Dialisis
Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput semipermiabel
dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuatsedemikiam rupa sehingga
komposisi elektrolitnya sama dengan darah normal. Dengan demikian diharapkan
bahwa zat-zat yang tidak diinginkan dari dalam darah akan berpindah ke cairan
dialisis dan kalau perlu air juga dapat ditarik kecairan dialisis. Tindakan dialisis ada
dua macam yaitu hemodialisis dan peritoneal dialisis yang merupakan tindakan
pengganti fungsi faal ginjal sementarayaitu faal pengeluaran/sekresi, sedangkan
fungsi endokrinnya tidak ditanggulangi.

10. Transplantasi
Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah pasien CRF
maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru. Ginjal yang sesuai harus
memenuhi beberapa persaratan, dan persyaratan yang utama adalah bahwa ginjal
tersebut diambil dari orang/mayat yang ditinjau dari segi imunologik sama dengan
pasien. Pemilihan dari segi imunologik ini terutama dengan pemeriksaan HLA

2. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise,gangguan tidur (insomnia/gelisah atau
somnolen).
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus otot, penurunan rentang gerak
2. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi : nyeri dada (angina)
Tanda : Hipertensi,DJV, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki,telapak,
tangan,disritmia, Nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, kulit pucat,
kecenderungan perdarahan.
3. Integritas Ego
Gejala : Faktor stress,perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda: menolak, ansietas,takut,marah,mudah tersinggung,perubahan kepribadian.
4. Eleminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria,abdomen kembung, diare, atau
konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine,oliguria,anuria.
5. Makanan/Cairan
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan/malnutrisi,
anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah,pernapasan ammonia, adanya pengunaan obat
diuretic.
Tanda : Asites / distensi abdomen, pembesaran hati, perubahan turgor
kulit/kelembaban,edema, elserasi gusi/lidah,penurunan otot,penurunan lemak
subkutan,penampilan tak bertenaga.
6. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindrom “kaki gelisah”, rasa
kebas/rasa terbakar pada telapak kaki,kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas
bawah (neuropati perifer).
Tanda : Gangguan status mental,kejang,fasikulasi otot,rambut tipis,kuku rapuh dan tipis.
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk pada malam hari).
Tanda : gelisah
8. Pernapasan
Gejala : Napas pendek, dispnea noktural paroksimal, batuk dengan/ tanpa sputum kental
dan banyak.
Tanda : takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/ kedalaman (pernapasan kuusmaul)batuk
produktif dengan sputum merah muda-encer (edema paru).
9. Keamanan
Gejala : adanya reaksi transfusi
Tanda : demam ( sepsis, dehidrasi), petekie,pruritus
10. Seksualitas
Gejala: penurunan libido, amenorea, infertilitas
11. Interaksi Sosial
Gejala : kesulitan menentukan kondisi, contohnya tidak mampu bekerja, perubahan fungsi
peran dalam keluarga
12. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : adanya riwayat DM pada keluarga, penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus
urinaria, malignansi, riwayat terpajan toksin atau obat nefrotoksik

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik

C. PERENCANAAN
Hari/tgl Diagnosa NOC NIC Paraf
Keperawatan

Senin 2 juli 2018 Nyeri akut Kontrol Nyeri Terapi Relaksasi Rani
b/d agen Setelah dilakukan tindakan a. Ciptakan Wailissa
pencedera keperawatan 2x24 jam lingkungan
fisik diharapkan klien mampu yang tenang
menormalkan nyeri dengan b. Dorong klien
kriteria hasil : untuk
a. Mengenali kapan mengambil
nyeri terjadi (nyeri posisi yang
terjadi saat ditekan) nyaman
b. Menggambarkan c. Dorong klien
faktor penyebab untuk rileks
(kedua kaki klien dan
digerakkan) merasakan
c. Melaporkan nyeri relaksasi
yang terkontrol (klien
mengatakan dapat
merasakan nyeri)
D. IMPLEMENTASI

a. Menciptakan lingkungan yang tenang


Hasil : lingkungan tenang dan nyaman
b. Mendorong klien untuk mengambil posisi yang nyaman
Hasil : klien sudah berada dalam posisi yang nyaman
c. Mendorong klien untuk rileks dan merasakan relaksasi
Hasil : klien rileks dan dapat merasakan relaksasi

E. EVALUASI (SOAP)

S : Klien mengatakan nyeri belum teratasi


O : klien tampak meringis
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan

3 .KONSEP HEMODIALISA

1. Definisi
Hemodialisis adalah dialisis yang dilakukan diluar tubuh yang biasa kita sebut cuci darah
atau pembersihan darah dengan menggunakan mesin atau ginjal buatan, dari zat-zat
yangkonsentrasinya berlebihan di dalam tubuh. Zat-zat tersebut dapat berupa zat yang
terlarut dalam darah, seperti toksin ureum dan kalium atau zat pelarutnya yaitu air atau
serum darah (Suwitra,2006). Hemodialisis merupakan suatu proses yangdigunakan pada
klien dalam keadaan sakit akut danmemerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapaminggu) atau klien dengan penyakit ginjal stadium akhir(ESRD) yang
memerlukan terapi jangka panjang atau permanen (Suharyanto, 2009).

2. Tujuan
Tujuan dilakukan terapi hemodialisis yaitu untuk menurunkan
kreatinin dan zat toksik yang lainnya dalam darah,Hemodialisis jugabertujuan untuk
menghilangkan gejala yaitu mengendalikan uremia, kelebihan cairan dan ketidak
seimbangan elektrolit yangterjadi pada pasien penyakit ginjal tahap akhir (Markum, 2006).

3. Indikasi
Hemodialisis diindikasikan pada pasien dalam keadaan akut yangmemerlukan terapi dialisis
jangka pendek atau pasien dengangagal ginjal tahap akhir yang memerlukan terapi jangka
panjang / permanen (Smeltzer et al. 2008).Indikasi dilakukan hemodialisis pada penderita
gagal ginjal adalah:
1) Laju filtrasi glomerulus kurang dari 15ml/menit;
2) Hiperkalemia;
3) Kegagalan terapi konservatif;
4) Kadar ureum lebih dari 200mg/dl;
5) Kelebihan cairan;
6) Anuria berkepanjangan lebih dari 5 kali.

4. Peralatan
Hemodialisis Peralatan
Hemodialisis meliputi mesin hemodialisis, dialiser dan dialisat:
a.Mesin Hemodialisis
Mesin hemodialisis merupakan perpaduan dari komputerdanpompa, yang
mempunyai fungsi untuk mengatur danmemonitor. Pompa dalam mesin hemodialisis
berfungsi untukmengalirkan darah dari tubuh ke dialiser dan mengembalikankembali ke
tubuh (homas, 2003). Mesin hemodialisis dilengkapi dengan monitor dan parameter
kritis,diantaranya memonitor kecepatan dialisat dan darah,konduktivitas cairan dialisat,
temperatur dan pH, aliran darah,tekanan darah, dan memberikan informasi vital
lainnya.MesinHemodialisis juga mengatur ultrafiltrasi, mengatur cairan dialisat, dan
memonitor analisis dialisat terhadap kebocoranserta dilengkapi detektor udara ultrasonic
untukmendeteksi udara atau busa dalam vena (Thomas, 2003).Sistem monitoring sangat
penting untuk efektifitas proses dialisis dan keselamatan pasien.

b.Dialiser atau ginjal buatan


Dialiser adalah tempat dimana proses hemodialisis berlangsung,tempat terjadinya
pertukaran zat-zat dan cairan dalamdarah dan dialisat. Dialiser merupakan kunci utama
proseshemodalisis, karena yang dialakukan oleh dialiser sebagianbesar dikerjakan oleh
ginjal yang normal. Dialiser terdiridari 2 kompartemen masing-masing untuk cairan dialisat
dandarah. Kedua kompartemen dipisahkan membransemipermeabel yang mencegah cairan
dialisat dan darahbercampur jadi satu (Lemone & Burke 2008).

c.Dialisat
Dialisat adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dariserum norml yang
dipompakan melewati dialiser ke darahpasien (Thomas & Smith, 2003). Komposisi cairan
dialisatdiatur sedemikian rupa sehingga mendekati komposisi ion darah normal dan sedikit
dimodifikasi agar dapat memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit pasien ESRD. Dialisat
dibuat dengan mencampurkan konsentrat elektrolit dengan buffer (bikarbonat) dan air murni.
Dialisis terdiri dari dialisat astat dan dialisat bikarbonat. Dialisat asetat terdiri dari jumlah
sodium, kalsium, magnesium, kalim, klorida dan sejumlah kecil asam asetat. Dialiasat asetat
dipakai untuk mengsejumlah kecil asam asetat. Dialiasat asetat dipakai untuk mengoreksi
asidosis dan mengimbangi kehilangan bikarbonat secara difusi selama hemodialisis.
Sementara itu dialisat bikarbonat terdiri dari larutan asam dan larutan bikarbonat. Dialisat
bikarbonat bersifat lebih fisiologis walaupun relatif tidak stabil (kallenbach,2005).

Merekomendasikan unit dialisis menggunakan dialisat bikarbonat untuk mengurangi


komplikasi.

5.Proses Hemodialisis
Ginjal buatan (Dialyzer), mempunyai 2 kompartemen, yaitu kompartemen darah dan
kompartemen dialisat. Kedua kompartemen tersebut, selain dibatasi oleh membran semi-
permeabel, juga mempunyai perbedaan tekanan yang disebut sebagai trans-
membranpressure (TMP) (Swartzendruber et al, 2008). Selanjutnya, darah daridalam tubuh
dialirkan kedalam kompartemen darah, sedangkan cairanpembersih (dialisat), dialirkan
kedalam kompartemen dialisat. Pada proses hemodialisis, terjadi 2 mekanisme yaitu,
mekanisme difusi dan mekanisme ultrafiltrasi. Mekanisme difusi bertujuan untuk membuang
zat-zat terlarut dalam darah (blood purification), sedangkan mekanisme ultrafiltrasi bertujuan
untuk mengurangi kelebihan cairan dalam tubuh (volume control) (Roesli, 2006).
Keduamekanisme dapat digabungkan atau dipisah, sesuai dengan tujuan awal
hemodialisisnya. Mekanisme difusi terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi antara
kompartemen darah dan kompartemen dialisat. Zat-zat terlarut dengan konsentrasi tinggi
dalam darah, berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat, sebaliknya zat-
zat
terlarut dalam cairan dialisat dengan konsentrasi rendah, berpindah dari kompartemen
dialisatke kompartemen dialisat. Proses difusi ini akan terus berlangsung hingga konsentrasi
pada kedua kompartemen telah sama. Kemudian, untuk menghasilkan
mekanisme difusi yang baik, maka aliran darah dan aliran dialisat dibuat saling berlawanan
(Rahardjo et al, 2006).Kemudian pada mekanisme ultrafiltrasi, terjadi pembuangan cairan
karena adanya perbedaan tekanan antara kompartemen darah dan kompartemen
dialisat.Tekanan hidrostatik akan mendorong cairan untuk keluar, sementara tekanan
onkotik akan menahannya. Bilatekanan di antara kedua kompartemen sudah seimbang,
makamekanisme ultrafiltrasi akan berhenti (Suwitra, 2006).

6.Dosis hemodialisis dan kecukupan dosis Hemodialisis


a. Dosis Hemodialisis
Dosis Hemodialisis yang diberikan pada umumnya sebanyak 2 kali seminggu
dengan setiap Hemodialisis selama 5 jam atau 14 sebanyak 3 kali seminggu dengan setiap
hemodialisis selama 4 jam (Suwitra, 2006).Lamanya hemodialisis berkaitan erat dengan
efisiensi dan adekuasi hemodialisis, sehingga lama hemodialisis juga dipengaruhi oleh
tingkat uremia akibat progresivitas perburukan fungsi ginjalnya dan faktor-faktor
komorbiditasnya, serta kecepatan aliran darah dan kecepatan aliran dialisat

(Swartzendruber et al, 2008). Namun demikian, semakin lama proses hemodialisis,


maka semakin lama darah berada diluar tubuh, sehingga makin banyak antikoagulan yang
dibutuhkan, dengan konsekuensi sering timbulnya efek samping (Roesli, 2006).
b. Kecukupan Dosis Hemodialisis
Kecukupan dosis hemodialisa yang diberikan disebut dengan adekuasi hemodialisis.
Adekuasi hemodialisis diukur denganmenghitung urea reduction ratio (URR) dan urea
kinetic modeling (Kt/V). Nilai URR dihitung dengan mencari nilai rasio antara kadar ureum
pradialisis yang dikurangi kadar ureum pascadialisis dengankadar ureum pasca dialisis.
Kemudian, perhitumgan nila Kt/V jugamemerlukan kadar ureum pradialisis dan
pascadialisis, berat badan pradialisis dan pascadialisis dalam satuan kilogram, dan lama
proses hemodialisis dalam satuan jam. Pada hemodialisis dengan dosis 2 kali seminggu,
dialisis dianggap cukup bila nilai URR 65-70% dan nilaiKt/V 1,2-1,4 (Swartzendruber et al,
2008).

DAFTAR PUSTAKA
Burner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta.
Doengos,E.M. Pedoman Untuk Perencanaan Dan Dokummentasi Perawtan Klien. Edisi 2.
EGC: Jakarta.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai