1. Definisi
Penyakit ginjal kronik adalah penyakit irreversibel dan progresif yang menurunkan
fungsi jaringan ginjal. Penyakit ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbanagn cairan serta elektrolit menyebabkan uremia (retensi
urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddart, 2001). Penyakit ini
terjadi selama lebih dari 3 bulan. Diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika
nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/ menit. Batasan karakteristik penyakit
ginjal kronik yaitu
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelianan struktur atau fungsi ginjal dengan
atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan: kelainan patologi
(kerusakan ginjal seperti proteinuria).
2. Laju filtrasi glomerulus < 60ml/menit selama > 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal (Price, S.A & Wilson, 2003).
Pada pasien dengan CKD, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi
glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus
yang lebih rendah. Untuk mendapatkan GFR harus mengukur konsentrasi sampel
plasma (px) dalam sampel urin (Ux) dan volume urin dalam periode tertentu,
Px (mg/ml)
- Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal
- Stadium 2 adalah kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan
- Stadium 3 adalah kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal
- Stadium 4 adalah kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal
- Stadium 5 adalah gagal ginjal.
Ginjal memiliki sekitar 1 juta nefron yang berkontribusi pada total GFR. Akibat
etiologi di atas, ginjal melakukan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan
GFR. Lambat laun, nefron yang masih berfungsi baik mengalami kegagalan dalam
mengatur autoregulasi tekanan glomerular sehingga menyebabkan hipertensi sistemik
dalam glomerulus. Kerusakan fungsi ginjal tersebut akan menurunkan fungsi
ekskretorik dan non ekskretorik. Kerusakan fungsi ekskretorik ginjal antara lain
penurunan ekskresisisa nitrogen, penurunan reabsorbsi natrium pada tubular,
penurunan ekskresi kalium, penurunan ekskresi fosfat, dan penurunan ekskresi
hidrogen. Sedangkan fungsi non ekskretorik diantaranya kegagalan mengubah bentuk
inaktif Ca, penurunan produksi eritropoetin, dan menurunkan fungsi insulin.
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan manifestasi klinis dari kondisi kegawatdaruratan pada CKD antara lain
(VA/DoD Clinical Practice Guidelines, 2014; Jones & Fix, 2009):
Letargi
Gagal ginjal akut
Penurunan tekanan darah akibat kelebihan cairan yang disebabkan edema paru
dan perifer
Hiperkalemia (potassium ≥ 6.0 mEq/L) – (rentang normal 3.5-5.3mEq/L)
Asidosis metabolic (bikarbonat ≤16 mEq/L) – (rentang normal 24-28 mEq/L)
Pericarditis
Enselopati/penurunan kesadaran
Gejal auremik, seperti nausea, mual dan muntah persisten, anoreksia
Kejang
4. Pengkajian Primer
A: Airway
Kaji apakah ada obstruksi jalan nafas yang diakibatkan oleh penurunan kesadaran.
B: Breathing
Klien dengan CKD dapat mengalami pernapasan kussmaul akibat asidosis metabolik.
Perubahan ritme nafas juga dapat terjadi karena edema paru.
C: Circulation
Hiperkalemia menyebabkan pasien dengan CKD mengalami aritmia atau perubahan
ritme jantung. Aritmia ditandai dengan nadi yang abnormal dan irregular. Selain itu,
dapat terjadi penurunan tekanan darah disebabkan kelebihan cairan (edema pulmonal
dan perifer) dan dehidrasi/sepsis. Edema paru menyebabkan oksigenasi klien
terganggu sehingga perlu pemeriksaan analisis gas darah untuk mengetahui apakah
klien mengalami hipoksemia dan hipokapnea. Klien dengan CKD seringkali
mengalami dehidrasi, oleh karena itu perlu mengkaji turgor kulit untuk mengetahui
status hidrasi.
D: Disability
Kaji tingkat kesadaran klien. Klien dengan CKD dapat mengalami ensefalopati
metabolik yang ditandai dengan letargi dan penurunan kesadaran.
E: Elimination
Lakukan pengkajian pada urine output klien, apakah klien mengalami oliguria atau
bahkan anuria. Urin yang kurang dari 400 ml/24 jam menandakan gagal ginjal akut.
5. Pengkajian Sekunder
Adapun pengkajian sekunder yang perlu dilakukan antara lain (Jones & Fix, 2009):
- Pemeriksaan BUN serum, kreatinin, elektrolit, DPL, pemeriksaan koagulasi
(PT/PTT), osmolaritas serum, panel kimia
- Urinalisis dengan pemeriksaan mikroskopik
- Kultur dan sensitivitas urin
- Elektrolit urin dan osmolaritas urin
- Urin 24 jam untuk bersihan kreatinin
- Pemindaian ultrasonografi ginjal
- Rontgen dada
- Biopsi ginjal
- Laju LFG
- Rontgen ginjal-ureter-kandung kemih
- Pielogram intravena
- CT scan atau MRI ginjal
- Arteriogram grinjal
6. Diagnosa Keperawatan
Kelebihan cairan ditandai dengan perubahan tekanan darah, status mental,
tekanan arteri pulmonal, dan pola nafas; azotemia; edema; dyspnea; oliguria
berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus
Kerusakan pertukaran gas ditandai dengan abnormalitas pH arteri, gas darah
arteri, pola nafas, warna kulit, konfusi, sianosis, dyspnea, iritabilitas, takikardia,
dan gangguan pengelihatan berhubungan dengan pertukaran membran alveolar-
kapiler
Penurunan cardiac output ditandai dengan perubahan EKG, penurunan tekanan
vena sentral, edema, dyspnea, oliguria, kulit pucat, perubahan kecepatan denyut
jantung berhubungan dengan perubahan ritme jantung
7. Penanganan Kegawatdaruratan
Pada pasien dengan oliguria atau anuria dilakukan rangsangan diuresis dengan
memberikan loop diuretic yang dianjurkan dengan bolus furosemide 100 mg
dilanjutkan dengan drip melalui infus, dosis tidak melebihi 500 mg/hari. Bila tidak
berhasil harus dihentikan karena dapat menyebabkan tuli yang menetap (Subekti, et
al, 2000).
Overload cairan dapat dihindari dengan pembatasan asupan garam dan cairan
hanya sekitar 400-500 ml/hari ditambah sejumlah kencing sehari sebelumnya.
Hiperkalemia lebih dari 6 mEq/L harus segera ditangani, disamping membatasi
asupan kalium, dapat diberikan kalsium glukonas 10% 1-3 ampul dalam infuse cepat,
atau infus dextrose 10% dengan atau tanpa insulin, atau infuse natrium bikarbonat 50-
100 ml dalam waktu 1-2 jam.
Apabila pasien mengalami asidosis metabolik, maka dapat dikoreksi dengan
natrium bikarbonat, namun perlu hati-hati karena dapatvmenyebabkan penambahan
natrium dan air. Semua tindakan di atas dapat dilakukan sebelum atau sambil
persiapan dialysis karena tindakan-tindakan tersebut hanya bersifat sementara,
kemudian tetap perlu dilakukan dialysis untuk mengatasi kondisi pasien. Tindakan
dialysis perlu segera dilakukan jika timbul gejala-gejala uremia seperti anoreksia,
muntah, perikarditis, overload cairan, dangan gangguan elektrolit yang tidak dapat
ditoleransi secara konservatif dengan tindakan simtomatik. Jenis dialisis yang
digunakan masih banyak yang konvensional dengan memakai cairan bikarbonat
sebagai dialisa karena lebih sedikit mempengaruhi hemodinamik. Peritoneal dialysis
dapat juga dipakai, namun kurang efektif bila dalam keadaan hiperkatabolik.
8. Algoritma
9. Pemantauan (Monitoring)
Memantau tanda-tanda vital pasien setiap jam selama 4 jam, kemudian setiap 4
jam sekali. (Hipotensi dapat terjadi sekunder akibat hipovolemia sehingga klien
membutuhkan cairan IV; peningkatan suhu dapat terjadi setelah dialisis akibat
penghangatan darah pada mesin dialisis)
Pengecekan berat badan pascadialisis
Hindari semua prosedur invasif selama 4-6 jam setelah dialisis jika
menggunakan antikoagulan
Komplikasi Hemodialisis
Komplikasi hemodialisis akut yang menjadi sorotan keperawatan kritis adalah sebagai
berikut (Bieberb & Himmefalb, 2013):
10. WOC
11. Referensi
Brunner dan Suddarth. (2001). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Jones, Janice & Fix, Brenda. (2009). Seri Panduan Klinis: Perawatan Kritis ed terj.
Jakarta: Penerbit Erlangga
Price SA, Wilson LM. (2003). Gagal Ginjal Kronik. Dalam : Patofisiologi, Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta
Subekti, et al. (2000). Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
US Department of Veteran Affair. (2014). National Chronic Kidney Disease
Factsheet 2014. Diakses dari:
http://www.cdc.gov/diabetes/pubs/pdf/kidney_factsheet.pdf