Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN CIDERA KEPALA BERAT

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN


RSUP PERSAHABATAN RUANG ICU
OLEH: ARIS NUR RAMDHANI / 13064989041
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA

Definisi
Cedera kepala berat merupakan kondisi cedera kepala yang disebabkan karena trauma atau
trauma brain injuri (TBI) dimana nilai Glasgow Coma Scale nya dibawah 8 (Chulay, 2006).
Pasien dengan TBI sedang biasanya dimasukan ke ruang ICU untuk monitoring dan
dimungkinkan membutuhkan intervensi segera.

Etiologi
TBI terjadi karena akibat trauma tumpul yang langsung mengenai kepala atau trauma tembus.
Trauma tumpul terjadi dikarenakan beberapa hal, diantaranya:
1) Deselerasi : kepala menghantam benda yang diam (contohnya trotoar)
2) Akselerasi : benda yang bergerak (contohnya alat pemukul) menghantam kepala
3) Akselerasi – deselerasi : otak bergerak secara cepat di dalam tulang tengkorak,
menghasilkan kombinasi cedera
4) Rotasi : gerakan berputar pada otak di dalam otak, biasanya disebabkan oleh efek
samping
5) Deformasi / kompresi : cedera langsung pada kepala yang menyebabkan perubahan
bentuk tengkorak, sehingga menekan jaringan otak

Patofisiologi

Cedera Kepala / TBI

hipoksemia & disfungsi edema serebral respon selular


hipotensi vasoregulasi (imunologik,
eksitotoksik)

penurunan perfusi serebral peningka


tan TIK

secondary injury
Primary brain injury

1) Kontusio serebral, laserasi, hematoma intraserebral


Bagian lobus frontal dan temporal sering menjadi bagian yang kontusio. Laserasi
merupakan robekan di permukaan otak yang biasa terjadi bersamaan dengan kontusio.
edema focal yang cepat dan adanya massa berdampak pada kemunduran neurologis
2) Epidural hematoma (EDH)
EDH merupakan pendarahan yang terjadi diantara duramater dan tulang tengkorak.
EDH banyak terjadi di daerah temporal karena robeknya arteri meningeal tengah
(middle meningeal). Pendarahan yang banyak mengubah struktur otak dan
menyebabkan peningkatan TIK. Gejala yang timbul penurunan kesadaran, sakit
kepala, kejang, muntaah, hemiparesis, dilatasi pupil.
3) Subdural hematoma (SDH)
SDH merupakan pendarahan yang terjadi didalam ruang subdural diantara duramater
dan araknoid yang menghasilkan tekanan langsung ke otak.SDH digambarkan akut
jikagejala dimulai dalam 48 jam pertama setelah cidera. Gejala akut dari SDH
meliputi sakit kepala, agitasi, gelisah. Penanganan akut pada SDH terdiri dari evalusai
hematoma melalui kraniotomi. Pendarahan mungkin juga dapat terkumpul di ruang
subdurang secara lambat berminggu sampai berbulan-bulan (kronik SDH).
4) Traumatik subaraknoid hemoragik (SAH)
Traumatik SAH dapat terjadi tunggal atau kombinasi dengan yang lain. Pasien dengan
traumatik SAH dimungkinkan pasiennya mengalami aneurisma SAH.
5) Diffuse injury
Cidera trauma otak yang membaur (diffuse) terjadi karena lanjutan dari gegar otak
menuju diffuse axonal injury (DAI) yang berat. Gegar otak merupakan disfungsi
neurologis sementara yang disebabkan oleh akselerasi-deselerasi yang cepat. Gejala
yang timbul meliputi sakit kepala, bingung, disorientasi, amnesia.

Secondary brain injury

Secondary brain injury mengarah kepada kerusakan yang terjadi bersamaan dengan TBI
sebagai akibat dari komplikasi sistemik dan neurologis.

1) Hipoksemia
Penyebab hipoksemia pada pasien TBI adalah peneuonia, atelektasis, trauma dada,
edema pulmonal neurogenik, sumbatan jalan nafas dan emboli paru. Hipoksemia
menyebabkan hipoksia dan metabolism anaerob. Metabolisme anaerob menghasilkan
lebih sedikit energi dibandingkan metabolesme aerob. Hal ini menyebabkan
kerusakan sel lebih lanjut, manajemen airway dan oksigenasi yang adekuat
merupakan hal penting untuk mencegah secondary injury karena hipoksemia.
2) Anemia
Anemia menyebabkan secondary injury dengan berkurangnya supan oksigen ke otak.

3) Hipoglikemia atau hiperglikemia


Otak tidak dapat menyimpan glukosa untuk menjaga fungsi metabolisme.
Hipoglikemia yang signifikan tidak umum terjadi pada TBI namun dapat terjadi pada
pasein dengan diabetes yang meminum antihiperglikemia sebelumnya. Hiperglikemia
dapat meningkatkan secondary injury dikarenakan menyebabkan asidosis intrasel.
Monitor glukosa dan manajemennya penitng pada pasien ICU.
4) Kehilangan mekanisme autoregulasi
Mekanisme autoregulasi menjaga aliran darah serebral CPP diantara 50-150 mmHg.
Ketika CPP menurun terjadi vasodilatasi serebral untuk menjaga CBF (cerebral blood
flow) dengan meningkatkan volume aliran darah. Ketika CPP meningkat,
vasokontriksi serebral terjadi, menjaga CBF dengan menurunkan volume aliran darah
serebral. Kemampuan atuoregulasi ini akan hilang ketika TBI terjadi, dan lebih
beresiko terjadi iskemik dikarenakan menurunnya aliran darah.
5) Peningkatan deman metabolik
Demam, agitasi dan kejang meningkatkan deman metabolik
6) Hipotensi
Cidera otak dapat menyebabkan hipotensi karena berhubungan dengan hilangnya
kemampuan autoregulasi otak. Hipotensi menurunkan aliran darah serebral, yang
menyebabkan iskemik dan menghasilka sampah metabolisme. Penyebab hipotensi
diantaranya pemberian obat sedasi, hipovolemik selama pemberian manitol.
7) Peningkatan TIK
Peningkatan TIK menurunkan perfusi serebral yang menyebabkan perubahan
neuronal. Sumber utama peningkatan TIK yaitu edema serebral dan perluasan lesi
seperti hematoma. Kompresi pembuluh darah dapat menyebabkan iskemik dan infark
pada area tertentu.

8) Hipokapnia atau hiperkapnia


Hipokapnia menurunkan aliran darah serebral dengan meningkatkan pH yang
menyebabkan vasokontriksi serebral. Hiperkapnia menyebabkan vasodilatasi serebral
dan meningkatkan aliran darah tapi dapt meningkatkan TIK.

Pemeriksaan Penunjang

1) CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) :


2) Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan
jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan
pada 24 - 72 jam setelah injuri.
3) MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
4) Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder
menjadi udema, perdarahan dan trauma.
5) Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
6) X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
7) BAER
Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
8) PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
9) CSF, Lumbal Punksi
Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
10) ABGs
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi
peningkatan tekanan intracranial.
11) Kadar Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan
intrkranial.
12) Screen Toxicologi
Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran
Pengkajian

Pengkajian Primer
1) Airway: Kepatenan jalan napas, apakah ada sekret, hambatan jalan napas.
2) Breathing: Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan, irama
pernapasan, tarikan dinding dada, penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan
cuping hidung.
3) Circulation: Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya perdarahan, kapiler refill.
4) Disability: Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri.
5) Exposure: Suhu, lokasi luka.
Pengkajian Sekunder
Riwayat Kesehatan Sekarang
Tanyakan kapan cedera terjadi. Bagaimana mekanismenya. Apa penyebab nyeri/cedera.
Darimana arah dan kekuatan pukulan?
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah klien pernah mengalami kecelakaan/cedera sebelumnya, atau kejang/ tidak. Apakah
ada penyakti sistemik seperti DM, penyakit jantung dan pernapasan. Apakah klien dilahirkan
secara forcep/ vakum. Apakah pernah mengalami gangguan sensorik atau gangguan
neurologis sebelumnya. Jika pernah kecelakaan bagimana penyembuhannya. Bagaimana
asupan nutrisi.
Riwayat Keluarga
Apakah ibu klien pernah mengalami preeklamsia/ eklamsia, penyakit sistemis seperti DM,
hipertensi, penyakti degeneratif lainnya.

Masalah Keperawatan

1) Pola nafas tidak efektif


2) Bersihan jalan nafas tidak efektif
3) Kekurangan volume cairan

Penanganan Darurat

1. Pastikan jalan nafas korban clear (pasang ET), berikan oksigenasi 100% dan jangan
banyak memanipulasi gerakan leher sebelum cedera cervical dapat disingkirkan.
2. Berikan cairan secukupnya (ringer laktat/ringer asetat) untuk resusitasi korban agar
tetap normovolemia, atasi hipotensi yang terjadi dan berikan transfusi darah jika Hb
kurang dari 10 gr/dl.
3. Periksa tanda vital, adanya cedera sistemik di bagian anggota tubuh lain, GCS dan
pemeriksaan batang otak secara periodik.
4. Berikan manitol iv dengan dosis 1 gr/kgBB diberikan secepat mungkin pada penderita
dengan ancaman herniasi dan peningkatan TIK yang mencolok.
5. Berikan anti edema cerebri: kortikosteroid deksametason 0,5 mg 3×1, furosemide
diuretik 1 mg/kg BB tiap 6-12 jam bila ada edema cerebri, berikan anti perdarahan.
6. Berikan obat-obatan neurotonik sebagai obat lini kedua, berikan anti kejang jika
penderita kejang, berikan antibiotik dosis tinggi pada cedera kepala terbuka, rhinorea,
otorea.
7. Berikan antagonis H2 simetidin, ranitidin iv untuk mencegah perdarahan
gastrointestinal.
8. Koreksi asidodis laktat dengan natrium bikarbonat.
9. Operasi cito pada perkembangan ke arah indikasi operasi.
10. Fisioterapi dan rehabilitasi.

Pasien dengan GCS sama atau kurang dari 8 indikasi untuk intubasi dan ventilasi mekanik.
Intubasi oral lebih dipilih disbanding dengan intubasi hidung karena kemungkinan fraktur
tulang tengkorak. Hipoksemia (PaO2 kurang dari 60 atau saO2 kurang dari 90% berkaitan
dengan hasil yang jelek. Penggunaan PEEP dapat meningkatkan TIK pada beberapa pasien
tapi dapat meningkatkan oksigenasi.

Daftar Pustaka

Barton, E.D., Collings, J.L, DeBlieux, P.MC, Gisondi, M.A, & Nadel, E.S. (2013).
Emergency Medicine Cilinical Essentials (2nd ed). Missoury: Elseviers Saunders

Chulay, M. & Burns, S.M. (2006). AACN Essentials of Critical Care Nursing International
edition. USA: The McGraw-Hill companies

Sole, Lamborn & Hartson. (2001). Introduction to Critical Care Nursing (3rd ed).
Philadelphia: W.B Saunders Company

Anda mungkin juga menyukai