Definisi
Cedera kepala berat merupakan kondisi cedera kepala yang disebabkan karena trauma atau
trauma brain injuri (TBI) dimana nilai Glasgow Coma Scale nya dibawah 8 (Chulay, 2006).
Pasien dengan TBI sedang biasanya dimasukan ke ruang ICU untuk monitoring dan
dimungkinkan membutuhkan intervensi segera.
Etiologi
TBI terjadi karena akibat trauma tumpul yang langsung mengenai kepala atau trauma tembus.
Trauma tumpul terjadi dikarenakan beberapa hal, diantaranya:
1) Deselerasi : kepala menghantam benda yang diam (contohnya trotoar)
2) Akselerasi : benda yang bergerak (contohnya alat pemukul) menghantam kepala
3) Akselerasi – deselerasi : otak bergerak secara cepat di dalam tulang tengkorak,
menghasilkan kombinasi cedera
4) Rotasi : gerakan berputar pada otak di dalam otak, biasanya disebabkan oleh efek
samping
5) Deformasi / kompresi : cedera langsung pada kepala yang menyebabkan perubahan
bentuk tengkorak, sehingga menekan jaringan otak
Patofisiologi
secondary injury
Primary brain injury
Secondary brain injury mengarah kepada kerusakan yang terjadi bersamaan dengan TBI
sebagai akibat dari komplikasi sistemik dan neurologis.
1) Hipoksemia
Penyebab hipoksemia pada pasien TBI adalah peneuonia, atelektasis, trauma dada,
edema pulmonal neurogenik, sumbatan jalan nafas dan emboli paru. Hipoksemia
menyebabkan hipoksia dan metabolism anaerob. Metabolisme anaerob menghasilkan
lebih sedikit energi dibandingkan metabolesme aerob. Hal ini menyebabkan
kerusakan sel lebih lanjut, manajemen airway dan oksigenasi yang adekuat
merupakan hal penting untuk mencegah secondary injury karena hipoksemia.
2) Anemia
Anemia menyebabkan secondary injury dengan berkurangnya supan oksigen ke otak.
Pemeriksaan Penunjang
Pengkajian Primer
1) Airway: Kepatenan jalan napas, apakah ada sekret, hambatan jalan napas.
2) Breathing: Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan, irama
pernapasan, tarikan dinding dada, penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan
cuping hidung.
3) Circulation: Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya perdarahan, kapiler refill.
4) Disability: Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri.
5) Exposure: Suhu, lokasi luka.
Pengkajian Sekunder
Riwayat Kesehatan Sekarang
Tanyakan kapan cedera terjadi. Bagaimana mekanismenya. Apa penyebab nyeri/cedera.
Darimana arah dan kekuatan pukulan?
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah klien pernah mengalami kecelakaan/cedera sebelumnya, atau kejang/ tidak. Apakah
ada penyakti sistemik seperti DM, penyakit jantung dan pernapasan. Apakah klien dilahirkan
secara forcep/ vakum. Apakah pernah mengalami gangguan sensorik atau gangguan
neurologis sebelumnya. Jika pernah kecelakaan bagimana penyembuhannya. Bagaimana
asupan nutrisi.
Riwayat Keluarga
Apakah ibu klien pernah mengalami preeklamsia/ eklamsia, penyakit sistemis seperti DM,
hipertensi, penyakti degeneratif lainnya.
Masalah Keperawatan
Penanganan Darurat
1. Pastikan jalan nafas korban clear (pasang ET), berikan oksigenasi 100% dan jangan
banyak memanipulasi gerakan leher sebelum cedera cervical dapat disingkirkan.
2. Berikan cairan secukupnya (ringer laktat/ringer asetat) untuk resusitasi korban agar
tetap normovolemia, atasi hipotensi yang terjadi dan berikan transfusi darah jika Hb
kurang dari 10 gr/dl.
3. Periksa tanda vital, adanya cedera sistemik di bagian anggota tubuh lain, GCS dan
pemeriksaan batang otak secara periodik.
4. Berikan manitol iv dengan dosis 1 gr/kgBB diberikan secepat mungkin pada penderita
dengan ancaman herniasi dan peningkatan TIK yang mencolok.
5. Berikan anti edema cerebri: kortikosteroid deksametason 0,5 mg 3×1, furosemide
diuretik 1 mg/kg BB tiap 6-12 jam bila ada edema cerebri, berikan anti perdarahan.
6. Berikan obat-obatan neurotonik sebagai obat lini kedua, berikan anti kejang jika
penderita kejang, berikan antibiotik dosis tinggi pada cedera kepala terbuka, rhinorea,
otorea.
7. Berikan antagonis H2 simetidin, ranitidin iv untuk mencegah perdarahan
gastrointestinal.
8. Koreksi asidodis laktat dengan natrium bikarbonat.
9. Operasi cito pada perkembangan ke arah indikasi operasi.
10. Fisioterapi dan rehabilitasi.
Pasien dengan GCS sama atau kurang dari 8 indikasi untuk intubasi dan ventilasi mekanik.
Intubasi oral lebih dipilih disbanding dengan intubasi hidung karena kemungkinan fraktur
tulang tengkorak. Hipoksemia (PaO2 kurang dari 60 atau saO2 kurang dari 90% berkaitan
dengan hasil yang jelek. Penggunaan PEEP dapat meningkatkan TIK pada beberapa pasien
tapi dapat meningkatkan oksigenasi.
Daftar Pustaka
Barton, E.D., Collings, J.L, DeBlieux, P.MC, Gisondi, M.A, & Nadel, E.S. (2013).
Emergency Medicine Cilinical Essentials (2nd ed). Missoury: Elseviers Saunders
Chulay, M. & Burns, S.M. (2006). AACN Essentials of Critical Care Nursing International
edition. USA: The McGraw-Hill companies
Sole, Lamborn & Hartson. (2001). Introduction to Critical Care Nursing (3rd ed).
Philadelphia: W.B Saunders Company